GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA PADA ANAK PRASEKOLAH DI KAMPUNG PEMULUNG TANGERANG SELATAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Disusun oleh: SITI NAMIRA (109104000014) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M/ 1434H vi SCHOOL OF NURSING FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA OF Undergraduate Thesis, September 2013 Siti Namira, NIM : 109104000014 Description of The Factors Influencing The Incidence of ARI in Preschool Children in Kampung Pemulung South Tangerang xvii + 70 pages + 7 table + 2 schemes + 7 attachment ABSTRACT ARI (Acute Respiratory Infection) is one of the leading causes of death in the world and Indonesia. There are many preschooler experience ARI in Kampung Pemulung South Tangerang. The environment in Kampung Pemulung is far from healthy life and there is no previous research about ARI, so researchers are interested to see description of the factors (individual children, the environment, and parental behavior) in Kampung Pemulung on the incidence of ARI. The purpose of this study was to determine the description of the factors influence the incidence of ARI in preschool children in Kampung Pemulung South Tangerang. Method of this study are quantitative approach with a descriptive research design. Data were collected by 46 respondents using questionnaires. The results this study were large percentage of the occupant density factor (78.3%), a small ventilation (76.1%), air pollution in the home (69.1%) and child are not getting complete immunization (56.5%). The society in Kampung Pemulung are expected to minimize the factors that influence ARI in children by giving complete immunization and pay attention to the environment for child health.. Keyword : ARI, Factors, Preschoolers, Kampung Pemulung Reference : 53 (years 2000-2013) vii PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, September 2013 Siti Namira, NIM: 109104000014 Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada Anak Prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan xvii + 70 halaman + 7 tabel + 2 bagan + 7 lampiran ABSTRAK ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbesar di dunia maupun di Indonesia. Banyak anak dengan usia prasekolah mengalami ISPA di Kampung Pemulung Tangerang Selatan. Umumnya Kampung Pemulung merupakan lingkungan yang jauh dari hidup sehat dan di lingkungan ini sebelumnya belum ada yang meneliti mengenai ISPA, sehingga peneliti tertarik untuk melihat gambaran faktor-faktor (individu anak, lingkungan, dan perilaku orangtua) yang ada di Kampung Pemulung terhadap kejadian ISPA. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Data dikumpulkan sebanyak 46 responden dengan menggunakan kuesioner. Hasil yang didapatkan dengan persentase yang besar yakni faktor kepadatan penghuni (78.3%), ventilasi yang kecil (76.1%), pencemaran udara dalam rumah (69.1%) dan faktor anak yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap (56.5%). Warga kampung pemulung diharapkan dapat meminimalkan faktor yang mempengaruhi ISPA dengan cara anak-anak warga kampung pemulung diberikan imunisasi secara lengkap dan memperhatikan lingkungan sekitar untuk kesehatan anak. . Kata kunci : ISPA, Faktor-Faktor, Anak Prasekolah, Kampung Pemulung Referensi : 53 (tahun 2000-2013) viii ix x xi DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Siti Namira Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 27 Juli 1991 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Status : Belum Menikah Alamat : Perum pemda blok c5 Jl. Asih Permai II RT 02 RW 11 Jati Asih Bekasi HP : 085711045601 E-mail : [email protected] Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan / Program Studi Ilmu Keperawatan PENDIDIKAN 1. TK Gelatik Pertiwi 1995-1997 2. SDN Jati Asih 02 1997-2003 3. SMP Permata Sakti 2003-2006 4. SMAN 06 Bekasi 2006-2009 5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2009-sekarang ORGANISASI 1. Pramuka 2003-2006 2. Paskibra 2003-2006 3. OSIS 2004-2005 4. PMR 2006-2009 5. Science Club 2008-2009 6. BEMJ IK 2010-2012 xii PERSEMBAHAN (QS Al-Baqarah ayat 286) ”Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Ankabut:69) Dan orang-orang yang berjihat untuk (mencari keridhaan). Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Insyirah: 6-8) Sesungguhnya bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan, maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” Hanya puji dan syukur yang hanya dapat kuberikan kepada-Mu ya Allah Skripsi ini kupersembahkan kepada orang tua ku yang selalu memberiku semangat tiada henti dan selalu memberiku doa setulus hatinya serta dengan sabar dan tanpa memperhitungkan apa yang diberikan kepadaku. Semoga ini adalah awal dari keberhasilanku yang baik atas dukungannya dan doanya. Kupersembahkan juga skripsi ini untuk saudara-saudara ku, teman-teman ku, dan sahabatsahabatku yang ikut mendukung serta mendoakanku hingga mencapai dititik ini. xiii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia serta ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada Anak Prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta menerapkan ilmu yang didapatkan oleh penulis dalam perkuliahan. Penulis telah berusaha untuk menjadikan tulisan ilmiah yang rapi dan sistematik sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan kerendahan hati dan tangan terbuka penulis mengharapkan saran dan kritik yang berguna untuk penyempurnaan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini banyak berbagai pihak yang telah memberikan dorongan/motivasi, bantuan serta masukan, sehingga dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada; 1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Prof. Dr. dr. MK Tadjudin Sp.And selaku Dekan FKIK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 5. Ibu Ernawati S.Kep, M. Kep, Sp. KMB selaku Pembimbing Akademik xiv 6. Ibu Ns. Yanti Riyantini. M.Kep.Sp.KepAn selaku pembimbing 1 dan Ibu Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep selaku pembimbing 2 yang dengan sabar membimbing dan memberi pengarahan kepada penulis. 7. Bapak/Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis serta seluruh staf dan karyawan di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Walikota Tangerang Selatan yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian dan warga Kampung Pemulung Tangerang Selatan yang telah bersedia menjadi responden penelitian saya. 9. Keluarga tercinta yaitu Ayah penulis Dr. Moch Rum Alim S.E,M.Si, Ibu penulis Alm. Aah Mamduha, kakak penulis Fathan Fajri, dr. Farhannisa, Asmida Kurnia Mala S.S, dan adik penulis Mahdi Yasri Alim, Fathin Zabir Alim serta keluarga besar penulis yang terus menerus memberikan doa dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 10. Sahabat-sahabat penulis yaitu Aresy Quratul Aini, Febriyani Pamikatsih, Henditania Indrasetiawati, Ike Yulianti, Musiskah, Khoirun Eki Mardian, Walidatul Mardliyah, Eva Noviani dan seluruh teman-teman angkatan 2009 yang telah memberikan semangat, dukungan, dan dorongan kepada penulis. Semua pihak yang telah membantu selesainya proposal skripsi ini baik dalam persiapan, dan pelaksanaan yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Jakarta, September 2013 Siti Namira xv DAFTAR ISI Halaman Judul .................................................................................................. i Pernyataan Keaslian Karya .............................................................................. ii Abstract ........................................................................................................... iii Abstrak ............................................................................................................. vi Pernyataan Persetujuan .................................................................................... v Lembar Pengesahan.......................................................................................... vi Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... viii Lembar Persembahan ....................................................................................... ix Kata Pengantar ................................................................................................. x Daftar Isi ........................................................................................................... xii Daftar Tabel...................................................................................................... xv Daftar Bagan .................................................................................................... xvi Daftar Lampiran ............................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian............................................................................ 7 D. Manfaat Penelitian.......................................................................... 7 E. Ruang Lingkup .............................................................................. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ....................................... 9 1. Definisi ..................................................................................... 9 2. Etiologi ..................................................................................... 10 3. Penularan ISPA ........................................................................ 11 4. Klasifikasi................................................................................. 11 5. Manifestasi Klinis .................................................................... 12 6. Patogenesis ............................................................................... 14 xvi 7. Pencegahan ............................................................................... 15 8. Penatalaksanaan ....................................................................... 16 9. Faktor Risiko ............................................................................ 17 B. Anak Prasekolah ............................................................................ 26 C. Penelitian Terkait ........................................................................... 29 Kerangka Teori ............................................................................... 31 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ........................................................................... 32 B. Definisi Operasional ....................................................................... 33 BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ............................................................................ 35 B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian......................................... 35 C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ..................... 35 1. Populasi .................................................................................... 35 2. Sampel ...................................................................................... 36 3. Teknik Pengambilan Sampel .................................................... 38 D. Instrumen Penelitian ....................................................................... 38 E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ........................................ 39 F. Tahapan Pengambilan Data ............................................................ 42 G. Pengolahan Data ............................................................................. 42 H. Teknik Analisis Data ...................................................................... 44 I. Etika Penelitian .............................................................................. 44 BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian.................................................... 46 B. Hasil Analisis Univariat ....................................................................... 47 BAB VI PEMBAHASAN A. Analisis Univariat ................................................................................. 53 B. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 66 xvii BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................... 67 B. Saran ..................................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA Lampiran xviii DAFTAR TABEL 3.1 Definisi Operasional 33 5.1 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Anak Prasekolah di Kampung 47 Pemulung Tangerang Selatan 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Prasekolah di Kampung 48 Pemulung Tangerang Selatan 5.3 Distribusi Frekuensi Pencemaran Udara di dalam Rumah Lingkup 49 Kampung Pemulung Tangerang Selatan 5.4 Distribusi Frekuensi Ventilasi Rumah yang Terdapat di Kampung 50 Pemulung Tangerang Selatan 5.5 Distribusi Frekuensi Kepadatan Penghuni dalam rumah di Kampung 51 Pemulung Tangerang Selatan 5.6 Distribusi Frekuensi Perilaku Keluarga dalam Pencegahan dan Penanganan Penyakit ISPA pada Anak di Kampung Pemulung Tangerang Selatan xix 52 DAFTAR BAGAN 2.1 Kerangka Teori ........................................................................................... 31 3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 32 xx DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Informed consent Lampiran 2. Instrumen penelitian Lampiran 3. Hasil uji validitas dan reliabilitas Lampiran 4. Hasil Penelitian Lampiran 5. Surat permohonan izin penelitian Lampiran 6. Surat balasan perizinan penelitian Lampiran 7. Tabel antropometri penilaian status gizi anak xxi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian yang sangat penting bagi suatu kehidupan. Sehat yaitu dalam keadaan yang sempurna dan bebas dari segala penyakit sehingga dapat beraktivitas dengan baik (Potter&Perry, 2005). Menurut World Health Organization (WHO) pengertian sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang yang sehat baik secara fisik, mental, sosial, dan spiritual, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Seseorang yang tidak sehat dikatakan dalam keadaan sakit. Kesakitan yang dialami seseorang dapat mengganggu aktivitas seseorang, selain itu pun kesakitan juga dapat sebagai penyebab kematian pada seseorang jika kesakitan tersebut tidak ditangani atau tidak tertangani (Potter & Perry, 2005). Penyebab kematian dari suatu kesakitan banyak sekali terjadi, dari bayi hingga lanjut usia memiliki peluang yang sama. Menurut data dari WHO tahun 2007 setiap tahunnya hampir empat juta orang meninggal dan 98%nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan. Penyebab kematian ini tingkat mortalitasnya sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan lansia, terutama di negara dengan pendapatan yang menengah dan rendah. Kematian yang terbanyak dari tahun ke tahun adalah penyakit infeksi saluran pernapasan akut dan diare pada anak. WHO memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian 1 2 balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. ISPA merupakan jumlah cukup besar di Indonesia sebagai penyebab kematian anak, terutama jumlah ISPA pneumonia. Menurut data hasil dari Riset kesehatan dasar (Riskesdas) dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2007) di Indonesia, menunjukkan prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15.5%. Berdasarkan data dari Suseda Jawa Barat (2012) angka kejadian ISPA (batuk, pilek, sesak nafas) mencapai 47.77%. Data yang di dapatkan dari Pemerintah Provinsi Banten, ISPA tercatat mencapai 103.640 kasus pada bulan Januari hingga September tahun 2011. Menurut Dadang (2012) selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, ISPA merupakan salah satu penyakit terbesar dari sepuluh penyakit terbesar di Kota Tangerang Selatan dengan kasus mencapai 7.864 orang dan 1.079nya adalah kasus anak-anak dengan usia satu hingga lima tahun pada bulan Januari hingga Agustus 2012. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Sedyaningsih mengungkapkan dalam seminar Pneumonia, The Forgotten Killer Of Children tanggal 2 November 2009 di Universitas Padjadjaran Bandung “…Episode penyakit batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun, ini berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun…” 3 Infeksi saluran pernapasan akut merupakan terinfeksinya saluran pernapasan baik di saluran pernapasan atas maupun di saluran pernapasan bawah maupun keduanya (Febiani, 2007; WHO, 2007; Kemenkes, 2012). Masalah infeksi di saluran pernapasan atas adalah laringitis, sinusitis, influenza (virus) yaitu di nasofaring, rhinitis, epligotitis, infeksi telinga, pembengkakan membran mukosa dan adanya pengeluaran eksudat serosa mukopurulent atau yang sering dikatakan pilek. Masalah infeksi di saluran napas bawah adalah pneumonia bakteri, pneumonia virus, Tuberkulosis, bronkitis, bronkopneumoni, dan radang paru-paru. ISPA merupakan infeksi yang menyerang secara cepat dan berbahaya jika tidak diberi tindakan. ISPA mudah sekali menyerang anak-anak terutama anak dibawah lima tahun (Tambayong, 2000). Anak-anak dibawah lima tahun mudah sekali terkena penyakit karena kekebalan tubuh yang dimiliki masih rendah atau imunitas yang dimiliki belum terbentuk sempurna terutama penyakit infeksi (Meadow & Simon, 2005). Anak dibawah lima tahun atau anak masa prasekolah adalah dimana anak sedang aktif-aktifnya, ingin mengetahui segala bentuk dan segala rupa yang dilihat olehnya, senang bermain air, bermain di luar rumah, dan banyak sekali yang ingin dilakukannya, selain itu pula anak dengan usia prasekolah memiliki kcenderungan nafsu makan yang menurun. Anak pada masa usia prasekolah ini juga sudah mengenal berbagai macam permainan dan ingin bermain dengan teman-teman seumurannya diluar rumah, sehingga dengan berbagai aktifitas yang ingin dilakukannya dan napsu makan menurun atau asupan nutrisi tidak 4 terpenuhi membuat usia anak prasekolah lebih rentan terhadapsuatu penyakit terutama penyakit infeksi (Hidayat, 2008). Anak dengan usia kurang dari enam tahun merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit ISPA. Faktor risiko ini juga dilengkapi dengan individu anak dilihat dari usia anak, berat badan lahir, status gizi, kekurangan vitamin A (Kazi, 2009). Faktor risiko terjadinya ISPA pada anak juga tidak hanya faktor dari individu anaknya saja melainkan faktor lingkungan dan faktor perilaku keluarga (Depkes, 2004). Faktor lingkungan dilihat dari pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, kepadatan hunian, kelembaban, kebersihan, dan musim (WHO,2007). Faktor perilaku yakni perilaku dalam pencegahan dan penaggulangan yang dilakukan oleh keluarga baik ibu, bapak, ataupun anggota keluarga lain untuk menjaga kesehatan anak dan terhindar dari penyakit ISPA (Depkes, 2004). Penelitian mengenai faktor-faktor dengan kejadian ISPA telah di teliti oleh Sulistyoningsih dan Redi (2010) dengan hasil bahwa di Wilayah Puskesmas Wilayah DTP Jamanis Kabupaten Tasikmalaya menunjukkan pengetahuan ibu, pendidikan ibu, status ekonomi, status gizi balita, jenis kelamin balita, dan status imunisasi balita berhubungan dengan penyakit ISPA pada balita usia 12-60 bulan. Penelitian yang diteliti oleh Kazi (2009) mengenai faktor risiko ISPA pada anak balita di Bangladesh ditemukan bahwa usia anak, jenis kelamin, berat badan, dan kekurangan vitamin A adalah faktor terjadinya ISPA di Banglades. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhandayani (2006) mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Kabupaten Pati 5 adalah kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur, keberadaan anggota keluarga yang merokok, dan keberadaan anggota keluarga yang mengalami ISPA (penularan) memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA di Kabupaten Pati. Kampung Pemulung merupakan tempat yang memiliki lingkungan yang memprihatinkan sehingga ditemukan berbagai faktor-faktor yang menyebabkan ISPA. Kondisi Kampung Pemulung diantaranya yakni disekitarnya banyak sekali barang bekas atau barang-barang yang diambil dari tempat sampah, terdapat tempat pembakaran sampah disekitar rumahnya, para bapak-bapak sering merokok, keadaan lingkungan yang tampak kotor. Kondisi lingkungan yang seperti ini dikhawatirkan anak yang berusia kurang dari lima tahun mudah sekali terkena penyakit ISPA dengan faktor-faktor yang ada. Kampung Pemulung juga ditempati oleh warga yang pindahan dari luar dan tidak terdata di daerah sekitar serta warganya pun yang tidak memiliki KTP sehingga sulit untuk membawa anak ke pelayanan kesehatan seperti Puskesmas jika anak menderita suatu penyakit dan tidak terdata bila anak menderita suatu penyakit (Ameriayani, 2006). Hasil penelitian pendahuluan pada warga di Kampung Pemulung Ciputat bahwa anak-anak yang terdapat disana ditemukan dari 11 anak yang berusia 2-5 tahun dan 9 anaknya mengalami ISPA dengan gejala batuk dan pilek. Hasil yang ditemukan ini lebih banyak anak yang ditemukan dengan gejala ISPA daripada yang tidak mengalami gejala ISPA. Kejadian ini membuat peneliti ingin mengetahui terdapat faktor-faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan anak- 6 anak usia prasekolah ini mengalami gejala-gejala penyakit ISPA di Kampung Pemulung. B. Rumusan Masalah ISPA merupakan salah satu penyebab kematian terbesar terutama pada anak-anak. ISPA di kota Tangerang Selatan adalah salah satu penyakit terbesar yang menyerang anak-anak yaitu mencapai 1.079 kasus (Dadang, 2012). Anakanak dengan usia dibawah lima tahun mudah sekali terkena infeksi karena imunitas yang dimiliki belum terbentuk sempurna (Meadow & Simon, 2005), selain itu anak dengan usia ini memiliki banyak aktifitas dan menagalami penurunan pola makan (Hidayat, 2008). Nutrisi yang kurang atau status gizi yang kurang dan anak dengan usia kurang dari enam tahun merupakan faktor risiko terjadinya penyakit ISPA. Faktor-faktor penyebab ISPA tidak hanya itu namun faktor lingkungan dan perilaku keluarga juga merupakan risiko anak mengalami penyakit ISPA (Depkes, 2004). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kazi (2009) bahwa faktor risiko yang menyebabkan kejadian ISPA di Bangladesh antara lain yakni; usia anak, jenis kelamin, berat badan, dan kekurangan vitamin A. Hasil studi pendahuluan di Kampung Pemulung Ciputat didapatkan 11 anak dengan usia dibawah 5 tahun dan ditemukan 9 anak mengalami tanda gejala ISPA yaitu batuk pilek. Kejadian yang ditemukan ini membuat peneliti ingin mengetahui apasajakah faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung? 7 C. Tujuan 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan b. Mengetahui gambaran karakteristik anak (BBL, status gizi, status imunisasi) dengan kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan. c. Mengetahui gambaran pengaruh lingkungan dengan kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan d. Mengetahui gambaran pengaruh perilaku keluarga dengan kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan D. Manfaat 1. Bagi responden, dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ISPA. 2. Bagi institusi, dapat dijadikan sebagai sumber ataupun bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai penyakit ISPA pada anak 8 3. Bagi peneliti, dapat menambah pengalaman, pengetahuan, dan wawasan tentang penyakit ISPA secara mendalam dan sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama studi. E. Ruang Lingkup Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut: 1. Jenis penelitian : Deskriptif 2. Subyek penelitian : Orang tua yang memiliki anak usia prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan 3. Obyek penelitian : Lingkungan, anak prasekolah, dan perilaku orang keluarga di Kampung Pemulung Tangerang Selatan 4. Tempat penelitian : Kampung Pemulung Tangerang Selatan 5. Waktu penelitian : Juni 2013 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 1. Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Akut dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Acute Respiratory Infection (ARI). Istilah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan, dan akut. Infeksi ialah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme (agen) di dalam tubuh pejamu (host), sedangkan penyakit infeksi merupakan manifestasi klinik bila terjadi kerusakan jaringan dan/atau fungsi bila reaksi radang pejamu terpanggil. Saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya (sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura), sedang infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari, walaupun beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA dapat berlangsung lebih dari 14 hari, misalnya pertusis. ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2004). Infeksi saluran pernapasan akut adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) sampai alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, 9 10 seperti sinus, rongga telinga bawah, dan pleura (WHO, 2011). ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang ditandai dengan batuk pilek, anak sering sekali terkena 2 sampai 3 kali dalam sebulan. Anak dengan batuk pilek pada anak lamanya sekitar 2 sampai 3 hari, namun bila lebih dari satu minggu terjadi infeksi lanjutan (Dewi, 2011). Infeksi saluran pernapasan akut adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikoplasma), atau aspirasi substansia asing, yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong, 2008) 2. Etiologi Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, atau protozoa (Junaidi, 2010). Virus yang termasuk penggolong ISPA adalah rinovirus, koronavirus, adenovirus, dan koksakievirus, influenza, virus sinsisial pernapasan. Virus yang mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita adalah virus influenza, virus sinsisial pernapasan, dan rinovirus (Junaidi, 2010). Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan riketsia serta jamur. Virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk didalamnya virus influensa, virus para-influensa dan virus campak), adenovirus. Bakteri penyebab ISPA misalnya streptokokus hemolitikus, stafilokokus, pneumokokus, hemofilus influenza, Bordetella pertussis, Korinebakterium diffteria (Depkes, 2004). 11 3. Penularan ISPA Penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian daripadanya. Aerosol merupakan bentuk dari penyebab penyakit tersebut ada dua, yakni: droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh berupa droplet dan melayang di udara) dan dust (campuran antara bibit penyakit yang melayang di udara) (Depkes, 2004). Cara penularan utama sebagian besar ISPA adalah melalui droplet, tapi penularan melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan yang diikuti oleh inokulasi tak sengaja) dan aerosol pernapasan infeksius berbagai ukuran dan dalam jarak dekat dapat juga terjadi untuk sebagian patogen (WHO, 2007) 4. Klasifikasi Infeksi saluran pernapasan akut memiliki berbagai macam jenisnya. Berdasarkan letaknya terbagi menjadi infeksi di saluran pernapasan atas, sindrom croup (terdiri dari epiglotis, laring dan trakea), dan saluran pernapasan bawah (terdiri dari bronkus dan bronkiolus. Infeksi saluran pernapasan atas terdiri dari pilek (nasofaring), faringitis, influenza. Sindrom croup terdiri dari laringitis akut, laringitis spasmodik akut, epiglotitis akut, dan trakeitis akut. Infeksi saluran pernapasan bawah terdiri dari bronchitis pneumoni, TBC, dan Aspirasi substansi asing (Wong, 2008) 12 Pneumonia adalah penyakit ISPA yang tersering menyebabkan kematian, sehingga menjadi fokus dalam program pemberantasan ISPA (P2ISPA). Berdasarkan Program Pemberantasan ISPA (P2-ISPA) ini pengklasifikasian ISPA menjadi 2 kelompok umur yaitu golongan umur dibawah 2 bulan dan golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. Klasifikasi penyakit untuk golongan umur kurang 2 bulan, ada 2 klasifikasi penyakit yaitu: pneumonia berat dan bukan pneumonia. Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu: pneumonia berat, pneumonia, dan bukan pneumonia (Misnadiarly, 2008). 5. Manifestasi Klinis Tanda dan Gejala pada ISPA adalah batuk, sakit kepala, sakit tenggorokan, pilek, dan pegal-pegal (Febiani, 2007). Tanda dan gejala menurut klasifikasi adalah (Misnadiarly, 2008; Depkes, 2004): a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing). b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat. c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia 13 Tanda gejala menurut tingkat keparahannya menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kemenkes) RI tahun 2008: a. ISPA ringan ISPA ringan yaitu jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala berikut: b. 1) Batuk 2) Pilek dengan atau tanpa demam ISPA sedang ISPA sedang yaitu jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih dengan gejala-gejala sebagai berikut: 1) Pernapasan cepat : Umur 2bulan - <12 bulan : 50 kali atau lebih per menit Umur 12 bulan - <5 tahun : 40 kali atau lebih per menit 2) Wheezing (mengi) yaitu napas bersuara 3) Sakit atau keluar cairan dari telinga 4) Bercak kemerahan (campak) c. ISPA berat ISPA berat ditandai dengan gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut: 1) Penarikan dinding dada 2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) saat bernapas 3) Kesadaran menurun 14 4) Bibir/kulit pucat kebiruan 5) Stridor yaitu suara napas seperti mengorok 6. Patogenesis ISPA Infeksi pernapasan akut menurut Somantri (2007) disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsang otot polos bronkial, dan edema mukosa. Aliran udara yang terhambat akan meningkatkan kerja napas dan menimbulkan dispneu. Patogenesis secara konkritnya yaitu adanya faktor-faktor penyebab terdapatnya infeksi seperti perilaku terhadap lingkungan maupun pengetahuan yang kurang tentang pencegahan. Mikroba menyerang anak yang memiliki imun lemah masuk melalui saluran pernapasan yakni dengan cara anak menghirup udara yang terdapat mikrobanya. Mikroba masuk ke saluran pernapasan dan menginfeksi saluran pernapasan. Pertahanan tubuh dengan mengluarkan selsel yang untuk membunuh mikroba sehingga terjadi reflek batuk dan juga terdapatnya mukosa yang berusaha membunuh hingga terjadi penumpukan sekret pada saluran pernapasan (Muttaqin, 2008). Pertahanan tubuh yang baik maka tubuh terus berusaha untuk mengeluarkan mikroba dengan batuk. Pertahanan tubuh yang tidak baik, tubuh lemah tidak dapat melawan mikroba, hingga mikroba dapat terus berjalan hingga saluran pernpasan bawah yaitu melalui bronkus dan bronkiolus menuju alveoli. Reaksi peradangan terjadi, maka saluran pernapasan meradang atau berwarna merah bengkak, terjadi peningkatan 15 produksi sekret sehingga tubuh merasa tidak nyaman, merasa gatal dalam tenggorokan, batuk produktif, sesak napas, dan penurunan batuk efektif (Muttaqin, 2008). Peradangan bronkus menyebar ke parenkim paru sehingga terjadi konsolidasi pada rongga alveoli dengan eksudat menyebabkan penurunan jaringan paru dan terjadi kerusakan membran alveolar kapiler sehingga terjadi sesak napas, menggunakan otot bantu napas dan napas menjadi tidak efektif. Mikroba dapat menyebar keseluruh tubuh sehingga terjadi demam, tidak nafsu makan, mual, berat badan menurun, lemah, dan aktifitas menjadi terganggu (Muttaqin, 2008). 7. Pencegahan Pencegahan terjadinya ISPA yakni dengan meningkatkan daya tahan tubuh atau memperbaiki gizi dengan makan makanan yang bergizi, minum cukup, dan istirahat cukup. Kunjungi pelayanan kesehatan segera atau beri pengobatan bila mulai muncul tanda-tanda ISPA. Tempat tinggal sedapat mungkin memiliki ventilasi yang baik dan tidak terlalu penuh penghuninya agar udara tidak sesak, serta pastikan anak mendapatkan imunisasi lengkap (Sukandarrumidi, 2010). Pencegahan terjadinya penyakit ISPA terutama dengan menghindari bakteri yang pathogen dengan menjaga kebersihan tangan, gunakan alat pelindung diri terutama masker untuk menghindari droplet yang melayang di udara jika diperkirakan ada penyebab ISPA untuk menular, 16 tidak dekat-dekat sama orang yang terinfeksi, ciptakan lingkungan yang bersih, hindari anak dari asap yang membuat anak untuk sulit bernapas. Pencegahan ini juga dilakukan orang tua atau keluarga menggunakan etika batuk dengan cara ketika batuk menutup mulut dengan sapu tangan atau tissue, selain itu juga untuk individu anak dilakukan peningkatan kekebalan tubuhnya dengan melakukan imunisasi lengkap (WHO, 2007). 8. Penatalaksanaan ISPA Penatalaksanaan dilakukan dalam pelayanan sesuai klasifikasinya dengan petunjuk bagan MTBS, untuk gejala batuk bukan Pneumonia beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman, jika batuk lebih dari 3 minggu rujuk untuk pemeriksaan lanjutan, kunjungi pelayanan kesehatan bila selama 5 hari tidak ada perbaikan. Klasifikasi Pneumonia diberikan antibiotik yang sesuai, beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman dan Pneumonia berat beri dosis pertama antibiotik yang sesuai dan dirujuk ke sarana kesehatan yang lebih memadai (Depkes, 2008). Perawatan di rumah sangat penting dalam penatalaksanaan anak dengan penyakit ISPA, dengan cara (WHO, 2012): a. Pemberian makanan 1) Berilah makanan secukupnya selama sakit, 2) Tambahlah jumlahnya setelah sembuh, 3) Bersihkan hidung agar tidak mengganggu pemberian makanan. 17 b. Pemberian cairan 1) Berilah anak minuman lebih banyak; 2) Tingkatkan pemberian asi. c. Pemberian obat pelega tenggorokan dan pereda batuk dengan ramuan yang aman dan sederhana; d. Paling penting: amati tanda‐tanda pneumonia Bawalah kembali ke petugas kesehatan, bila nafas menjadi sesak, nafas menjadi cepat, anak tidak mau minum, sakit anak lebih parah. 9. Faktor Risiko Faktor risiko terjadinya ISPA adalah terdapatnya bakteri-bakteri penyebab ISPA dimana-mana dan menyerang manusia terutama anak yang sangat rentan. Faktor genetik dalam keadaan umum seperti keadaan kesehatan, sosial, dan kondisi lingkungan, sehingga faktor ini bergantung pada orang tua yang menurunkan ketahanan tubuhnya terhadap anak, selain itu dibutuhkan penegetahuan orang tua untuk menjaga daya tahan tubuh anak. Faktor lainnya adalah makanan yang tidak mencukupi, perumahan yang buruk, dan kepadatan penduduk berkontribusi dalam berkurangnya ketahanan tubuh (WHO, 2008). Menurut Kemenkes RI (2012) dan Depkes (2004) faktor risiko terjadinya ISPA secara umum yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku, yakni; 18 a. Faktor individu anak Faktor individu anak atau faktor keadaan anak dimana anak yang mudah sekali terkena penyakit ISPA. Umur anak, status kondisi anak saat lahir, status kekebalan tubuh anak, status gizi anak, dan status kelengkapan imunisasi anak merupakan faktor anak itu mudah sekali terkena penyakit ISPA. 1) Umur anak Insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini pada anak-anak. ISPA pada umumnya infeksi pertama yang menyerang bayi dan balita selain itu kekebalan tubuh yang dialami oleh bayi dan balita belum terbentuk sempurna. Usia anak dengan usia kurang dari 6 tahun belum memiliki imunitas yang sempurna sehingga sangat mudah terserang menyakit infeksi (Meadow & Simon, 2005). 2) Berat badan lahir Bayi dengan BBLR sering mengalami penyakit gangguan pernafasan, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna dan otot pernafasan yang masih lemah. Hal ini dikarenakan pembentukan zat antibodi kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya (Meadow & Simon, 2005). Sadono (2008) meneliti mengenai berat badan lahir rendah 19 merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit ISPA di Kabupaten Blora didapatkan hasil secara statistik terbukti semakin rendah berat badan lahir maka semakin sering pula anak mengalami penyakit ISPA. 3) Status gizi Gizi adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi proses perubahan zat makanan yang masuk kedalam tubuh dan dapat mempertahankan suatu kehidupan (Soenardi, 2006). Macam-macam zat gizi atau zat makanan yang diperlukan oleh tubuh manusia antara lain; a) karbohidrat, b) protein, c) lemak, d) vitamin, e) mineral, f) air (Suhardjo, 2010). Penyimpangan dari kebutuhan gizi dapat menjadi suatu faktor risiko penyakit maupun penyakit yang degeneratif sehingga gizi yang diperlukan oleh tubuh adala gizi yang seimbang yaitu gizi yang terpenuhi namun tidak kurang atau pun tidak lebih melainkan cukup. Gizi yang kurang akan mempengaruhi kesehatan anak karena dengan adanya gizi kurang anak akan mudah rentan terhadap suatu penyakit terutama penyakit infeksi. Gizi yang cukup dapat mempertahankan imunitas anak sebagai perlawanan dari suatu penyakit (PERSAGI, 2009). Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan 20 balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat“ bahkan serangannya lebih lama (Depkes, 2004). Elyana & Aryu (2009) meneliti bahwa didapatkan status gizi anak balita memiliki hubungan yang signifikan terhadap penyakit ISPA di Jawa Tengah, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kurang status gizi balita maka semakin tingga frekuensi ISPA pada balita di Jawa Tengah. Status gizi anak dapat dilihat dari berat badan anak disbanding dengan usia anak (BB/U) atau juga dapat dilihat dari berat badan anak dengan tinggi badan anak (Kepmenkes, 2010). 4) Imunisasi Imunisasi adalah upaya yang dilakukan untuk memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit tertentu (Depkes. 2004). Indonesia memiliki jenis imunisasi yang di wajibkan oleh pemerintah (imunisasi dasar) yakni imunisasi BCG, Hepatitis B, Polio, DPT, dan campak. Imunisasi dasar ini diberikan pada anak sesuai dengan usianya. Anak yang telah mendapatkan imunisasi lengkap tubuhnya akan bertambah kekebalan tubuhnya sehingga tidak mudah terserang penyakitpenyakit tertentu yang sering dialami oleh anak-anak (Hidayat, 2009). 21 Imunisasi dasar memiliki fungsinya masing-masing untuk kebal terhadap suatu penyakit. Penyakit Infeksi yang sering melanda anak terutama penyakit ISPA juga dapat dikurangi kejadiannya bilamana anak mendapatkan imunisasi secara lengkap. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sadono (2008) bahwa anak yang tidak diberikan imunisasi secara lengkap dan tidak sesuai dengan umurnya maka kejadian penyakit ISPA dapat berisiko terjadi 2,6 kali dari biasanya. b. Faktor lingkungan Kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan anggota keluarga, keterbatasan tempat penukaran udara bersih (ventilasi), kelembaban, kebersihan, musim, temperatur); ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi) ISPA mudah sekali tersebar, maka lingkungan yang seperti ini merupakan faktor terjangkitnya penyakit ISPA (WHO,2007). 1) Pencemaran udara dalam rumah Pajanan di dalam ruangan terhadap polusi udara juga sangat penting karena anak-anak sebagian besar berada dalam rumah. Pajanan di dalam ruangan tidak semua berasal dari sumber emisi di dalam ruangan, tetapi pembakaran bahan bakar 22 biomassa (khususnya pada ventilasi dapur/kompor yang buruk dan asap tembakau di lingkungan seringkali merupakan penyebab utama penyakit saluran pernapasan. Pajanan terhadap gas emisi industri atau jalan raya juga merupakan ancaman yang signifikan (WHO, 2008). Menurut Mitchell (2008) pencemaran udara dalam rumah (indoor pollution) disebabkan oleh berbagai macam zat kimia seperti Carbon monoksida (gas yang tidak berbau), Nitrogen dioksida (asap yang ditimbuklan oleh emisi bahan bakar masak), asap rokok atau asap yang di keluarkan seseorang dengan campuran partikel yang bersifat toksik, radon (zat radioaktif), formaldehyde (zat yang dikluarkan saat membuat suatu produk consumer. Pencemaran udara dalam ruangan bisa saja terjadi asap dari luar ruangan masuk ke dalam ruangan selain itu juga dapat disebabkan oleh asap rokok yang bearada di dalam ruangan karena satu batang rokok sama saja menghirup 0,5 mikrogram timah hitam (Pb) dan carbon monoxide sebanyak 20 ppm sehingga dapat berbahaya bagi saluran pernapasan (Sitepoe, 2008). Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang 23 tempat bayi dan balita (Depkes, 2004; Kemenkes, 2012). Penelitian yang diakukan oleh Kilabuko dan Satoshi (2007) mengenai pengaruh bahan bakar masak terhadap penyakit ISPA pada anak di Tanzania didapatkan bahwa bahan bakar masak menggunakan arang dan minyak tanah dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada anak dan disarankan untuk menggunakan bahan bakar masak menggunakan kompor listrik. 2) Ventilasi rumah Ventilasi adalah proses memasukkan dan menyebarkan udara dari dalam ke luar atau udara dari luar yang telah diolah sebagai daur ke dalam ruangan. Ventilasi udara yang dibuat serta pencahayaan di dalam rumah sangat diperlukan karena akan mengurangi polusi asap yang ada di dalam rumah sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang lama kelamaan bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Luas penghawaan atau ventilasi rumah yang permanen minimal 10% dari luas lantai (Depkes, 2004; WHO, 2007). Penelitian yang dilakuka oleh Nurhadi (2011) mengenai hubungan ventilasi ruang tidur dengan kejadian ISPA pada balita di Kabupaten Jepara didapatkan bahwa ventilasi yang kurang dari 10% dalam ruangan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA di Kabupaten Jepara. 24 3) Kepadatan hunian rumah Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) RI mengungkapkan bahwa aturan luas rumah yang sehat untuk memenuhi kebutuhan minimal 9 m2 untuk per jiwa atau per orang, sehingga jika dalam satu rumah berisi 4 orang maka luas rumah yang ideal berkisar 36 m2. Keputusan Menteri Kesehatan (KepMenKes) RI No. 829 menetapkan mengenai kesehatan pembangunan rumah bahwa luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak digunakan untuk lebih dari 2 orang dewasa dalam 1 ruang tidur, kecuali anak dengan usia dibawah 5 tahun (Kompas, 2012). Kepadatan tempat tinggal atau keadaan rumah yang sempit dengan jumlah penghuni rumah yang banyak akan berdampak kurangnya oksigen di dalam rumah. Kepadatan penghuni menimbulkan perubahan suhu ruangan yang kalor dalam tubuh keluar disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan tersebut. Semakin banyak jumlah penghuni ruangan tidur atau dengan penghuni lebih dari 2 orang dalam ruang tidur maka semakin cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri, selain itu juga memperhambat proses penukaran gas udara bersih yang dapat menyebabkan penyakit ISPA (Sukandarrumidi, 2010). 25 c. Faktor perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau mahluk hidup yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Perilaku sehat adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan (Becker, 1979 dalam Notoatmodjo, 2010). Klasifikasi perilaku kesehatan dibagi menjadi 3 bagian menurut Fitriani (2011) yaitu Perilaku pemeliharaan kesehatan dengan mengusahakan seseorang untuk menjaga kesehatannya agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit seperti perilaku pencegahan dan penyembuhan serta perilaku meningkatkan gizi agar tidak mudah terserang penyakit. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau perilaku pencarian pengobatan, serta perilaku kesehatan lingkungan yaitu dengan menjaga lingkuangan agar lingkungaan tetap bersih dan sehat. Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu, bapak, ataupun oleh anggota keluarga lainnya. Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga dan dapat menular. Hal ini perlu mendapat perhatian serius karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga balita dan anggota keluarganya yang sebagian besar dekat dengan balita dengan 26 ISPA mengetahui dan terampil dalam menangani penyakit ISPA ketika anaknya sakit (Depkes, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Pamungkas (2003) mengenai perilaku orang tua dalam penanganan balita penderita ISPA didapatkan hasil dari wawancara mendalam yakni orang tua tidak dapat berperilaku dengan baik terhadap anak yang mengalami ISPA karena para orang tua berpersepsi bahwa penyakit ISPA adalah penyakit biasa terjadi atau sebagai suatu peristiwa alam biasa sehingga orang tua tidak berupaya untuk melakukan penanganan ISPA yang baik seperti membawa anak ke pelayanan kesehatan atau pun berupaya memberikan obat agar anak sembuh dari penyakitnya. B. Anak Prasekolah Anak prasekolah adalah anak berusia mendekati antara 3 hingga 5 tahun (Wong, 2008). Dunia anak prasekolah sudah mulai meluas yaitu di luar keluarga ke dalam lingkungan tetangga dimana anak-anak bertemu dengan anak-anak lain dan orang dewasa (Potter & Perry, 2005; Wong, 2008). Setiap anak memiliki tahap tumbuh kembang, maka berikut adalah tumbuh kembang anak prasekolah dari berbagai teori atau aspek. Pertumbuhan pada anak prasekolah terjadi peningkatan koordinasi otot besar dan halus sehingga anak mampu dalam motorik kasar yaitu berjalan jinjit, melompat, melompat dengan satu kaki, menangkap bola, dan melemparkannya dari atas kepala. Motorik halus pada anak prasekolah sudah mampu menggunakan gunting dengan lancar, sudah 27 dapat menggambar kotak, menggambar garis vertikal maupun horizontal, belajar membuka dan memasang kancing baju (Riyadi, 2009) Perkembangan menurut teori antara lain Perkembangan Kognitif (Piaget) tahap pra operasional yaitu anak belum dapat mengoperasionalkan apa yang dipikirkan melalui tindakan, perkembangan anak masih egosentris. Perkembangan Psikoseksual (Sigmund Freud) yaitu fase Phallic, dimana fase ini anak akan senang jika selalu memegang alat genitalia, kecenderungan anak akan dekat dengan orang tua yang berlawanan jenis kelamin. Sifat egosentris yang tinggi pada anak dan interaksi social sudah mulai tumbuh (Riyadi, 2009). Perkembangan psikososial (Erikson) tahap inisiatif versus rasa bersalah yaitu anak akan memulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktivitasnya, dan apabila pada tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan tumbuh perasaan bersalah pada diri anak (Hidayat, 2008) Anak dengan periode prasekolah memiliki kelebihan energi yang membolehkan mereka untuk merencanakan dan mencoba banyak kegiatan yang mungkin berada di luar kemampuan mereka. Erikson merekomendasikan dalam buku Potter & Perry (2005) bahwa orang tua harus membantu anak-anak untuk mencapai keseimbangan kesehatan antara inisiatif dan rasa bersalah dengan mereka membiarkan melakukan hal-hal pada diri anak sendiri dengan menetapkan batasan yang tegas dan bimbingan untuk melindungi diri mereka. Anak dengan masa ini juga mengalami proses perubahan dalam pola makan dimana anak pada umumnya mengalami kesulitan untuk makan (Hidayat, 2008). Teori yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa anak periode prasekolah 28 memiliki aktifitas yang tinggi sehingga mudah lelah, selain itu pun terdapat masa dimana anak mengalami penurunan pola makan, sehingga imunitas anak cenderung menurun. Mekanisme kekebalan tubuh pada anak-anak pada dasarnya sama dengan orang dewasa namun belum berkembang dengan sempurna saat lahir. Infeksi banyak sekali menyerang terutama pada anak-anak dan hal yang paling dibutuhkan adalah sistem kekebalan tubuh atau imunitas. Imunitas seluler pada anak sudah efektif sejak lahir; selama 2 atau 3 tahun pertama, jumlah sel darah putih relatif tinggi, limfosit lebih banyak daripada polimorfik dalam sirkulasi darah. Imunitas Humoral berkembang lebih lambat (Meadow, 2005). Immunoglobulin G (IgG) memiliki reseptor di plasenta sehingga IgG maternal dapat ditransfer melalui plasenta sejak masa fetal awal, oleh karena itu bayi terlambat dimulai setelah lahir. Kadar immunoglobulin total pada bayi paling rendah usia 3 hingga 4 bulan yang merupakan periode rentan. Tingkat immunitas humoral yang cukup baik mulai terbentuk pada usia 6 hingga 9 tahun (Meadow, 2005), sehingga pada usia anak dibawah 6 tahun tingkat immunitas belum terbentuk dengan baik. Kekebalan tubuh pada anak lambat laun akan melakukan proses penyesuaian. Perkembangan kekebalan tubuh secara alami pada tingkat sel oleh sel darah akan membuat terjadinya sistem kekebalan melalui pemberian kolostrum dan lambat laun akan terjadi kekebalan tubuh yang akan sejalan dengan perkembangan usia (Hidayat, 2009). Kekebalan tubuh harus dimiliki oleh anak agar anak tidak dapat mudah sakit. Cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh anak ialah dengan memberikan 29 nutrisi yang cukup. Gizi yang lengkap dapat menjaga keutuhan kerja dari sel darah putih dan kekebalan cairan yang sebagai pabrik pembentuknya. Kekebalan tubuh juga dapat ditingkatkan selain dengan gizi yaitu pemberian imunisasi lengkap agar anak kebal dengan penyakit-penyakit khusus. Anak yang sudah pernah mengalami sakit pun dapat meningkat kekebalan tubuhnya karena tubuh sudah pernah merespon penyakit yang pernah dideritanya (Nadesu, 2007) C. Penelitian terkait Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita telah diteliti sebelumnya oleh berbagai peneliti dan di berbagai daerah yakni sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyoningsih dan Redi (2010) dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas DTP Jamanis Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010 didapatkan hasil bahwa di Wilayah Puskesmas Wilayah DTP Jamanis Kabupaten Tasikmalaya menunjukkan faktor pengetahuan ibu, pendidikan ibu, status ekonomi, status gizi balita, jenis kelamin balita, dan status imunisasi balita berhubungan dengan penyakit ISPA pada balita usia 12-60 bulan. 2. Penelitian yang diteliti oleh Kazi (2009) mengenai faktor risiko ISPA pada anak balita di Bangladesh ditemukan bahwa usia anak, jenis kelamin, berat badan, dan kekurangan vitamin A adalah faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA di Banglades. 30 3. Penelitian yang dilakukan oleh Suhandayani (2006) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Kabupaten Pati didapatkan hasil bahwa kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur, keberadaan anggota keluarga yang merokok, dan keberadaan anggota keluarga yang mengalami ISPA (penularan) memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA di Kabupaten Pati. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi (2007) dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskemas sukawarna kota Bandung didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh pendidikan, ekonomi, sikap, perilaku, dan tempat tinggal terhadap tingginya angka kejadian ISPA pada balita di RW 03 Kelurahan Sukawarna Penelitian-penelitian yang terkait tersebut didapatkan belum ada yang meneliti menganai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA di Kampung Pemulung melainkan banyak sekali yang meneliti di wilayah kerja ciputat. Insiden yang didapatkan ternyata dikampung pemulung terdapat banyak sekali anak dengan usia antara 2 hingga 5 tahun mengalami penyakit ISPA dengan gejala batuk pilek, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung. 31 KERANGKA TEORI Bagan 2.1 Kerangka Teori Ventilas <10% dari luas lantai rumah Lingkungan Asap rokok Kelembaban udara meningkat Kepadatan hunian Faktor Risiko Perilaku Pencegahan & Penanganan Bahan bakar masak Usia dibawah 5 tahun (bayi , balita/ Anak prasekolah) Status gizi yang buruk Individu anak Pertumbuhan mikrooganisme penyebab ISPA (virus, bakteri, riketsia atau protozoa meningkat ( Anak rentan terhadap infeksi Status Imunisasi tidak lengkap Berat badan lahir rendah Sumber : Depkes, 2004; WHO, 2007; Kemenkes, 2012 ISPA BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Penelitian ini meneliti variabel yang berisi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyakit ISPA diantaranya faktor lingkungan, faktor individu anak, dan faktor perilaku keluarga. Faktor lingkungan meliputi; pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian dalam ruamh. Faktor individu anak meliputi; usia anak, berat badan, imunisasi, dan status gizi. Faktor perilaku meliputi; perilaku dalam pencegahan dan penanganan anak terhadap penyakit ISPA. Kerangka konsep yang dibuat yakni: Bagan 3.1 Kerangka Konsep Gambaran faktor risiko ISPA: 1. Karakteristik anak : a. Berat badan lahir b. Status gizi c. Status Imunisasi 2. Lingkungan : a. pencemaran udara dalam rumah (asap rokok, bahan bakar memasak), b. ventilasi rumah, c. kepadatan hunian rumah 3. Perilaku keluarga terhadap pencegahan dan penanganan seperti: perilaku pemeliharaan kesehatan, perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, dan perilaku kesehatan lingkungan 32 B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional NO Variabel Definisi Operasional Alat Ukur 1 ISPA pada anak prasekolah Kuesioner 1. ISPA ringan 2. ISPA sedang 3. ISPA berat Ordinal 2 Berat badan lahir Keadaan anak usia antara 3 hingga 5 tahun yang mengalami batuk pilek tanpa atau disertai gejala lain seperti demam, tarikan dinding dada kedalam, napa cepat, selama kurang dari 14 hari dalam waktu 6 bulan terakhir Hitungan berat badan ketika anak dilahirkan Kuesioner Ordinal 3 Status gizi Ukuran gizi anak yang dilihat dari ukuran berat badan dibagi usia dan selanjutnya akan dicocokan dengan Tabel pengukuran gizi anak. Kuesioner 4 Status imunisasi Kelengkapan status anak dalam pemberian imunisasi dasar yang sesuai dengan usianya, terutama imunisasi DPT yang diberikan sebanyak 4 kali pada usia 2, 4, 6, 18 bulan dan usia 5 tahun. Kuesioner 1. BBLR: < 2500 gram 2. Normal: 2500 - 4000 gram 3. Besar : > 4000 gram 1.Gizi buruk : BB/U <-3SD 2. Gizi kurang : BB/U -3SD hingga -2SD 3. Gizi baik : BB/U -2SD hingga 2 SD 4. Gizi lebih : BB/U >2SD 1.Lengkap 2.Tidak Lengkap 33 Hasil ukur Skala Ordinal Nominal 34 5 Pencemaran udara dalam rumah 6 Ventilasi rumah 7 8 Terdapatnya pencemaran udara didalam rumah salah satu: asap rokok, asap dari bahan bakar masak, atau asap pembakaran sampah yang masuk kedalam rumah Lubang udara dalam rumah Observasi 1. Terdapat 2.Tidak terdapat Nominal Observasi 1. Baik : ≥ 10% dari luas rumah Nominal 2. Tidak baik : < 10% dari luas rumah 1. Padat: < 8 m2/jiwa Nominal Kepadatan hunian rumah Jumlah penghuni atau orang yang tinggal didalam satu rumah dibandingkan dengan luas rumah Observasi Perilaku Tindakan keluarga dalam pencegahan dan penanganan terhadap penyakit ISPA pada anak seperti perilaku peningkatan gizi pada anak, menghindari faktor risiko ISPA, perilaku mencari pengobatan, dan perilaku menjaga kesehatan lingkungan Kuesioner 2. Tidak padat : ≤ 8 m2/jiwa 1. Sangat Baik: apabila skor perilaku responden 75% lebih dari jawaban yang benar 2. Cukup baik: apabila skor perilaku responden antara 56%-75% dari jawaban benar 3. Kurang baik: apabila skor perilaku responden kurang dari 55% dari jawaban benar (Arikunto, 2010) Ordinal BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain deskriptif. Desain ini adalah desain untuk menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian yang terjadi atau dengan kata lain, mendeskripsikan seperangkat peristiwa atau kondisi populasi saat itu (Hidayat, 2007). B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kampung Pemulung Tangerang Selatan pada tanggal 29 Juni – 2 Juli 2013. Alasan penelitian ini di Kampung Pemulung karena ketika peneliti berkunjung ke Kampung Pemulung Ciputat terdapat banyak anak-anak dengan usia berkisar 2 hingga 5 tahun yang mengalami batuk pilek sehingga peneliti ingin berkontribusi dalam melakukan pencegahan terhadap kejadian ISPA di wilayah Kampung Pemulung. C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh 35 36 peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2008). Populasi yang dijadikan penelitian untuk dipelajari adalah populasi orang tua yang memiliki anak usia prasekolah dan anak dengan usia prasekolah di Kampung Pemulung Tanggerang Selatan. Populasi orang tua yang memiliki anak usia prasekolah terdapat 50 orang. 2. Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan sampel para orang tua yang memiliki anak prasekolah. Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dimana kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel tersebut digunakan. Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian yang penyebabnya (Hidayat, 2008). Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini antara lain: a. Orang tua yang memiliki anak dengan usia prasekolah b. Orang tua yang tinggal di Kampung Pemulung Tangerang Selatan c. Orang tua yang bersedia menjadi responden penelitian 37 d. Orang tua yang dapat membaca Perhitungan pengambilan sampel menggunakan rumus besar sampel yang diketahui populasinya dengan teknik Slovin (Umar, 2003): ( ) Keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah populasi d persen kelonggaran ketidak telitian pengambilan sampel = (5%) ( ) Berdasarkan hasil perhitungan sampel yang didapatkan sebanyak 44 responden. Sampel yang digunakan diantisipasi kemungkinan terjadinya dropp out dari responden, maka hasil perhitungan sampel di kalikan 10%, sehingga sampel yang akan digunakan oleh peneliti sebanyak 48 sampel. 38 3. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Probability Sampling yaitu teknik Simple Random Sampling. Teknik ini memberikan kesempatan yang sama kepada anggota populasi untuk dijadikan sampel. Cara yang digunakan yakni dengan cara undian (Umar, 2003; Nurbaeti, 2010). Undian ini dilakukan ketika data 48 keluarga sudah terkumpul setelah diurutkan nomor satu hingga lima puluh. Peneliti membuat nomor di kertas kecil nomor 1 hingga 48, setelah itu digulung kecil-kecil dan dikocok. Nomor undian yang keluar pertama akan menjadi responden peneliti yang pertama, nomor undian yang keluar ke 2 akan menjadi responden peneliti yang ke 2, dan begitu seterusnya hingga pengundian yang ke 48. D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner. Kuesioner yang diberikan kepada responden adalah kuesioner mengenai faktor-faktor yang yang dapat mempengaruhi penyakit ISPA pada anak yakni faktor individu anak, dan faktor perilaku keluarga namun faktor lingkungan dilakukan dengan cara mengobservasi lingkungan yang ada disekitar rumah kampung pemulung Tangerang Selatan. Kuesioner dibuat sesuai dengan faktor-faktornya seperti individu anak diberikan pertanyaan mengenai karakteristik anak mengenai berat 39 badan, usia, pemberian asi, dan pemberian imunisasi dengan jumlah 8 pertanyaan. Faktor lingkungan diukur dengan dibuat format checklist oleh peneliti yaitu sebanyak 12 pernyataan. Kuesioner untuk mengukur perilaku keluarga terbuat sebanyak 28 pernyataan. Skala yang digunakan untuk pengukuran kuesioner perilaku dengan skala Likert. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, perilaku, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di masyarakat (Hidayat, 2008). Kuesioner perilaku dengan skala likert ini dibuat dengan pilihan SS yaitu “sangat setuju”, S yaitu “setuju”, TS yaitu “tidak setuju”, dan STS yaitu “sangat tidak setuju”. Kuesioner perilaku terdapat pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan negatif dengan skor SS sama dengan 1, S sama dengan 2, TS sama dengan 3, STS sama dengan 4 dibuat sebanyak 7 pernyataan yakni nomor 3, 5, 6, 8, 14, 22, dan 25. Pernyataan positif yang dibuat sebanyak 21 pernyataan (nomor 1, 2, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 26, 27, dan 28) dengan skor SS sama dengan 4, S sama dengan 3, TS sama dengan 2, STS sama dengan 1. E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas sebelum melakukan penelitian untuk mendapatkan instrumen yang dapat diterima sesuai standar (Hidayat, 2008). Uji tersebut dilakukan di Kampung Pemulung wilayah Jakarta Selatan pada tanggal 25 Juni 2013 kepada 30 orang. Uji validitas ini dilakukan di daerah Karang Tengah Jakarta Selatan karenakan 40 kampung pemulung daerah ini memiliki karakteristik tempat yang sama dengan kampung pemulung daerah Tangerang Selatan, selain itu juga Kampung Pemulung daerah ini mudah dijangkau oleh peneliti sehingga tempat ini dijadikan tempat uji validitas dan reliabilitas oleh peneliti. Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing-masing skor item pertanyaan dari tiap variabel dengan total skor variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson dengan mengguakan software computer statistic. Suatu instrument dikatakan valid apabila korelasi tiap butiran memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat, 2007). Uji validitas ini juga dapat diukur dengan cara mengkorelasikan skor item instrument dalam suatu faktor dan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. Korelasi setiap faktor yang positif dan besarnya lebih dari 0.3 merupakan suatu konstruksi yang kuat (Sugiyono, 2010). Penelitian ini melakukan uji validitas kuesioner perilaku dengan menggunakan software statistik computer yang mengkorelasikan tiap item dengan korelasi total. Kuesioner berisi 28 pernyataan yang didapatkan hasil dengan nilai korelasi item dan korelasi total lebih dari 0.3 atau dikatakan valid sebanyak 19 pernyataan yakni kuesioner perilaku nomor 1, 4, 5, 8, 9, 10, 12, 13, 16, 17, 18, 20, 21, 23, 24, 25, 26, 27, dan 28. Nilai korelasi item dengan korelasi total kurang dari 0.3 sebanyak 9 pernyataan 41 yakni kuesioner nomor 2, 3, 6, 7, 11, 14, 15, 19, dan 22 yang berarti pernyataan ini dikatakan tidak valid. Pernyataan yang tidak valid atau nilai korelasi item-korelasi total kurang dari 0.3 dihilangkan kecuali nomor 15 tetap dipakai karena merupakan salah satu pernyataan yang dianggap penting dalam mempengaruhi kejadian ISPA pada anak, namun kalimat pernyataannya diubah menjadi kalimat yang lebih konstriktif. Uji yang dilakukan selain uji validitas adalah uji reliabilitas. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berati menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reliabilitas menggunakan bantuan software komputer dengan rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach lebih dari 0,60 (Hidayat, 2007) Reliabilitas yang didapatkan terhadap 30 orang untuk 28 pernyataan ini didapatkan nilai Alpha Cronbach sebesar 0.700 sehingga dapat dikatakan bahwa kuesioner perilaku ini reliabel. Nilai Alpha Cronbach dengan item yang tidak valid dihilangkan yakni nomor 2, 3, 6, 7, 11, 14, 15, 19, dan 22 sebesar 0.937, sehingga pernyataan dalam kuesioner perilaku ini yang sebanyak 19 pernyataan dikatakan reliabel. 42 F. Tahapan Pengambilan Data Penelitian ini akan mengambil data mengenai perilaku orang tua terhadap penyakit ISPA pada anak usia prasekolah. Penelitian ini mengambil data dengan cara: 1. Peneliti mempersiapkan peralatan dan kebutuhan untuk penelitian 2. Mengunjungi tempat yang sudah ditentukan yaitu Kampung Pemulung Tangerang Selatan 3. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan kepada warga Kampung Pemulung yang dikunjungi 4. Peneliti meminta persetujuan orang tua di Kampung Pemulung yang memiliki anak usia prasekolah untuk menjadi responden 5. Peneliti menyebarkan kuesioner kepada responden dan mengobservasi lingkungan Kampung Pemulung 6. Peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden 7. Peneliti mengolah kuesioner dan data yang sudah dikumpulkan dan memasukkan kedalam laporan penelitian G. Pengolahan Data Dalam proses pengolahan data, peneliti menggunakan langkahlangkah pengolahan data menurut Hidayat (2008) diantaranya: 1. Pengolahan data (Editing) Editing yaitu memeriksa kembali kebenaran data atau formulir kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data 43 terkumpul untuk memastikan bahwa data yang terkumpul sesuai dengan kebutuhan penelitian. 2. Pengkodean data (Coding) Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atasa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. Data yang sudah terkumpul, sebelum dimasukkan ke dalam komputer diberikan kode dalam setiap pernyataan. Kuesioner faktor perilaku diberikan kode pernyataan nomor satu menjadi p1, pernyataan nomor 2 menjadi p2, dan seterusnya hingga akhir pernyataan yaitu sampai p20. 3. Pemasukan data (Entry) Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam program computer statistik untuk dapat di analisis atau dibuat distribusi frekuensinya. 4. Pembersihan Data (Cleaning) Proses pengecekkan kembali data-data yang telah dimasukkan untuk melihat ada tidaknya kesalahan, terutama 44 kesesuaian pengkodean yang dilakukan. Apabila terjadi kesalahan maka data tersebut akan segera diperbaiki sehingga sesuai dengan hasil pengumpulan data yang dilakukan. H. Teknik Analisis Data 1. Analisis univariat Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran data yang diteliti. Bentuknya berbagai macam seperti distribusi frekuensi, tendensi sentral seperti rata-rata dan ukuran penyebaran dari variabel seperti standar deviasi ataupun melihat gambaran histogram dari variabel tersebut (Umar, 2003). I. Etika Penelitian Penelitian ini menggunakan subjek manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga penelitian yang dilakukan benar-benar menjunjung kebebasan manusia. Masalah etika penelitian keperawatan sangat penting karena penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia. Masalah etika yang harus diperhatikan dalam proses penelitian adalah sebagai berikut (Hidayat, 2007): 1. Lembar persetujuan (Informed consent) Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diteliti untuk ketersediaannya menjadi responden penelitian. Persetujuan dari responden merupakan hak dari responden yang 45 sebelumnya sudah diberitahunkan oleh peneliti mengenai tujuan penelitian, prosedur pelaksanaan, manfaat penelitian, dan kerahasiaan responden. Lembar persetujuan ini ditandantangani oleh responden yang bersedia menjadi responden penelitian. 2. Tanpa nama (Anonymity) Penelitian ini tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden, tetapi mengurutkan nomor pada lembar pengumpulan data yang diberikan kepada responden. 3. Kerahasiaan (Confidentially) Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti, baik sebuah informasi maupun masalah-masalah lainnya yang diberikan oleh responden. BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kampung Pemulung Tangerang Selatan. Kampung Pemulung yang dijadikan penelitian ini yakni Kampung Pemulung di daerah Ciputat, Pondok Aren, Pamulang, dan Serpong. Kampung Pemulung yang didatangi peneliti berkisar 2 Kampung Pemulung di Ciputat, 5 Kampung Pemulung di Pondok Aren, 3 Kampung Pemulung di Pamulang, dan 1 Kampung Pemulung di Serpong. Jumlah Kampung Pemulung yang dikunjungi sebagai tempat penelitian yaitu sebanyak 11 Kampung Pemulung. Berbagai tempat yang dikunjungi memiliki karakteristik yang sama yakni dengan tempat tinggal yang sempit dengan luas rata-rata tempat tinggal berkisar 3m x 3m dengan ditempati 2 orang dewasa dan 1 anak. Tempat tinggal dengan lantai dialasi tikar, padat dengan barang-barang, terdapat banyak debu, tampak sumpek, gelap dan kurang masuknya cahaya. Tempat tinggal di Kampung Pemulung rata-rata dekat dengan tempat pengumpulan sampah dan tempat pembakaran sampah. Letak Kampung Pemulung berada di belakang kampung atau terdapat dipojokkan sehingga kurang terlihat dan juga cukup jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan seperti Posyandu, Puskesmas, maupun Rumah Sakit. Masyarakat di Kampung Pemulung rata-rata berkisar 15 warga namun warga yang memiliki anak usia prasekolah berkisar 5 warga. Masyarakat Kampung Pemulung terbesar yang ditemukan yakni di daerah 46 47 Ciputat sebesar 50 warga dan yang memiliki anak berkisar 30 dan yang terdapat anak usia prasekolahnya berkisar 18 warga. Masyarakat Kampung pemulung paling sedikit ditemukan di daerah Pondok Aren dan Pamulang dengan jumlah 1 Kampung Pemulung yang ditemukan hanya terdapat 4 warga dan hanya 1 yang memiliki anak balita. B. Hasil Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran dari faktorfaktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada anak prasekolah. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi dan proporsi. Hasil analisis yang ingin dilihat dari analisis ini yakni jenis kelamin anak, berat badan anak saat lahir, status gizi anak, status imunisasi anak, perilaku kesehatan keluarga, ventilasi rumah, kepadatan hunian, pencemaran udara dalam rumah dan kejadian ISPA dalam waktu 6 bulan terakhir, 1. Kejadian ISPA di Kampung Pemulung Tangerang Selatan Penelitian ini mengelompokkan penyakit ISPA menjadi ISPA ringan, sedang, dan berat sesuai dengan tanda gejala yang di alami oleh anak di kampung Pemulung Tangerang Selatan, digambarkan dengan tabel 5.1 sebagai berikut: Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Anak Prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan ISPA Frekuensi Persentase Ringan Sedang Berat Total 39 6 1 46 84.8% 13.0% 2.2% 100% 48 Tabel 5.1 menunjukkan hasil bahwa dari 46 responden didapatkan anak yang mengalami ISPA ringan sebesar 39 anak dengan persentase 84.4% dan anak yang mengalami ISPA berat sebanyak 1 anak dengan persentase 2.2%. 2. Karakteristik anak di Kampung Pemulung Tangerang Selatan Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan Karakteristik BBL Status Gizi Status Imunisasi Rendah Normal Besar Total Buruk Kurang Baik Lebih Total Lengkap Tidak lengkap Total Frekuensi 4 40 2 46 0 4 41 1 46 20 26 Persentase 8.7 % 87.0 % 4.3 % 100 % 0% 8.7 % 89.1 % 2.2 % 100 % 43.5 % 56.5 % 46 100 % Hasil penelitian yang didapatkan karakteristik anak bahwa jenis anak kelamin laki-laki sebanyak 26 anak dengan persentase 56.5 % dan anak perempuan didapatkan 20 anak dengan persentase 43.5%. Karakteristik anak dilihat dari riwayat berat badan lahir (BBL) didapatkan anak yang memiliki riwayat berat badan lahir rendah sebanyak 4 anak dengan persentase 8.7 % dan yang memiliki berat badan lahir normal sebanyak 40 anak dengan 49 persentase 87.0%, dan anak yang memiliki berat padan lahir lebih sebanyak 2 anak dengan persentase 4.3%. Karakteristik anak dilihat dari status gizi didapatkan anak dengan status gizi kurang sebanyak 4 anak dengan persentase 8.7 % dan gizi yang baik sebanyak 41 anak dengan persentase 89.1 %. Karakteristik anak dilihat dari status imunisasi didapatkan bahwa anak yang mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 20 anak dengan persentase 43.5 % dan yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap yaitu sebanyak 26 anak dengan persentase 56.5 %. 3. Lingkungan Kampung Pemulung Tangerang Selatan a. Pencemaran udara dalam rumah Pengelompokkan lingkungan dilihat dari pencemaran udara yang berada di dalam rumah seperti adanya asap pembakaran di dalam rumah, asap rokok di dalam rumah, asap dari bahan bakar masak di dalam rumah akan di gambarkan ada tidaknya semua itu atau salah satunya sebagai berikut: Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pencemaran Udara di dalam Rumah Lingkup Kampung Pemulung Tangerang Selatan Pencemaran dalam Rumah Terdapat Tidak Terdapat Total Frekuensi Presentase 32 14 46 69.6 % 30.4 % 100 % Hasil yang didapatkan dari tabel 5.3 yaitu rumah-rumah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan yang terdapat pencemaran udara seperti assap rokok, asap pembakaran sampah, atau asap dari bahan bakar 50 masak yaitu sebanyak 32 rumah warga dari 46 dengan persentase 69.9 % dan rumah yang tidak terdapat pencemaran udara rumah berkisar 14 dengan persentase 30.4 %. Kesimpulan yang didaatkan dari hasil tabel 5.3 yakni rumah yang terdapat pencemaran udara lebih besar dibandingkan yang tidak terdapat pencemaran yaitu dengan hasil persentase yang lebih besar. b. Ventilasi Pengelompokkan lingkungan yang dilihat dari keadaan ventilasi dalam rumah digambarkan dengan tabel 5.4 sebagai berikut: Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Ventilasi Rumah yang Terdapat di Kampung Pemulung Tangerang Selatan Besar Ventilasi < 10% dari luas lantai rumah ≥10% dari luas lantai rumah Total Frekuensi 35 Persentase 76.1 % 11 36.9 % 46 100 % Hasil yang didapatkan dari tabel 5.4 yaitu ventilasi dalam rumah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan dari 46 rumah yang < 10% dari luas lantai rumah berkisar 35 rumah dengan persentase 76.1 % dan yang ventilasinya ≥ 10% dari luas lantai rumah berkisar 11 rumah dngan persentasi 36.9 %. Kesimpulan yang dapat diambil adalah rumah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan yang tidak memiliki luas ventilasi 51 ≥ 10% dari luas lantai rumah dengan persentase lebih besar dibandingkan yang memiliki ventilasi ≥ 10% dari luas lantai rumah. c. Kepadatan hunian Pengelompokkan faktor lingkungan dari kepadatan penghuni dalam rumah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan digambarkan dengan tabel 5.8 sebagai berikut: Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kepadatan Penghuni dalam rumah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan Kepadatan Penghuni ≤ 8 meter/orang dewasa > 8 meter/orang dewasa Total Frekuensi 36 10 46 Persentase 78.3 % 21.7% 100% Hasil pada tabel 5.5 mengenai kepadatan penghuni dalam rumah dengan standar 8 meter/orang di Kampung Pemulung Tangerang Selatan didapatkan dari 46 rumah, 36 rumahnya memiliki luas lantai rumah < dari 8 meter untuk orang dewasa dengan persentase 78.3% dan luas rumah dengan ukuran > 8 meter untuk 1 orang dewasa terdapat 10 rumah dengan persentase 21.7 %. Kesimpulan yang dapat diambil frekuensi terbesar adalah dengan adanya kepadatan hunian yang tidak memenuhi standar rumah sehat yaitu < 8 meter/orang. 52 4. Perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanggulangan ISPA di Kampung Pemulung Tangerang Selatan Perilaku keluarga dalam melakukan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit ISPA pada anak dikategorikan menjadi 3 yaitu kategori perilaku sangat baik, perilaku cukup baik, dan perilaku kurang baik. Berikut ini adalah gambaran mengenai perilaku keluarga atau orang tua di Kampung Pemulung Tangerang Selatan. Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Perilaku Keluarga dalam Pencegahan dan Penanganan Penyakit ISPA pada Anak di Kampung Pemulung Tangerang Selatan Perilaku Frekuensi Persentase Sangat baik 11 23.9 % Cukup baik 26 56.5 % Kurang baik 9 19.6 % Total 46 100 % Hasil yang didapatkan dari tabel 5.6 dari 46 orang perilaku orang tua yang sangat baik terdapat 11 orang dengan persentase 23.9%, perilaku yang dikategorikan cukup baik didapatkan 26 orang dengan persentase 56.5 %, dan perilaku yang dikategorikan kurang baik terdapat 9 orang dengan persentase 19.6 %. Kesimpulan yang didapatkan bahwa perilaku keluarga atau orang tua terhadap penyakit ISPA pada anak usia prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan dikategorikan cukup baik dengan hasil persentase yang terbesar. BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan ini membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan. Pembahasan ini dibahas kurang secara mendalam dikarenakan peneliti sulit mendapatkan referensi secara lengkap. Setelah membahas faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan, peneliti juga mencantumkan keterbatasan penelitian dari peneliti. A. Analisis Univariat 1. Kejadian ISPA ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari (Depkes, 2004). ISPA adalah penyakit saluran pernapasan yang sering menyerang anak-anak yang dikarenakan anak-anak memilki kekebalan tubuh yang belum sempurna sehingga sangat rentan terhadap suatu infeksi terlebih dengan anak yang berusia kurang dari 6 tahun (Meadow, 2005). Penelitian ini dilakukan terhadap 46 anak dengan usia antara 3 hingga 5 tahun atau anak prasekolah. Hasil penelitian yang didapatkan ISPA menyerang semua anak di Kampung Pemulung Tangerang Selatan dengan usia prasekolah. Penelitian ini menemukan anak dengan ISPA ringan didapatkan sebanyak 84.8%, ISPA sedang sebesar 13%, dan dengan ISPA berat sebesar 2.2%. hasil yang didapatkan 53 54 ini sesuai dengan teori bahwa anak dengan usia dibawah 6 tahun memiliki kekebalan tubuh yang belum sempurna sehingga semua anak dalam penelitian ini dalam waktu 6 bulan terkahir terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) walau hanya dengan ISPA ringan bahkan sampai yang mengalami ISPA berat. 2. Faktor Risiko Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA dibagi secara umum ada 3 yakni faktor dari individu anak, faktor lingkungan, dan faktor perilaku keluarga terhadap pencegahan dan penanganan ISPA. Faktor tersebut dispesifikkan menjadi antara lain usia anak, berat badan lahir anak, status gizi anak, dan status imunisasi anak merupakan dari faktor individu anak. Faktor lingkungan dispesifikkan menjadi faktor dari pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, kepadatan hunian dalam rumah, dan faktor yang terakhir adalah faktor dari perilaku keluarga dalam pencegahan dan penaganan ISPA pada anak (Depkes, 2004). Menurut penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kazi (2009) ditemukan bahwa faktor-faktor ISPA pada balita di Banglades meliputi usia anak, jenis kelamin, berat badan, dan kekurangan vitamin A. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyoningsih dan Redi (2010) didapatkan faktor yang mempengaruhi ISPA di Tasikamalaya yakni, faktor pengetahuan ibu, pendidikan ibu, status ekonomi, status gizi balita, jenis kelamin balita, dan status imunisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Suhandayani (2006) faktor yang mempengaruhi ISPA pada balita di 55 Kabupaten Pati adalah kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur, keberadaan anggota keluarga yang merokok. Penelitian ini menggunakan faktor risiko yang menurut Depkes (2004) karena yang dimiliki peneliti secara lengkap hanya buku dari depkes dan tidak didapatkan dari institusi selain itu pula alasan mengambil faktor-faktor dari depkes karena faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA mengenai keberadaan anggota keluarga yang merokok dimasukkan di faktor perilaku keluarga dalam merokok dan faktor lingkungan dalam pencemaran udara. Faktor seperti yang didapatkan Sulistyoningsih dan Redi (2010) mengenai status ekonomi, pendidikan, dan pengetahuan tidak diteliti oleh peneliti dikarenakan tempat penelitian ini berada di Kampung Pemulung yang secara garis besar sudah didapatkan bahwa warga di Kampung Pemulung memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan memiliki status ekonomi yang rendah. Berikut adalah pembahasan faktor-faktor yang diteliti oleh peneliti yang secara umum di spesifikkan di Kampung Pemulung Tangerang Selatan : a. Karakteristik Anak 1) Berat Badan Lahir Bayi dengan berat badan lahir rendah akan lebih rentan terhadap suatu penyakit yang diseebabkan oleh infeksi, terutama pada infeksi saluran pernapasan. Menurut Meadow dan Simon (2005) anak dengan berat badan lahir rendah dalam pertumbuhan 56 paru dan pengembangan paru belum sempurna sehingga otot pernapasan menjadi lemah. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah anak yang berada di Kampung Pemulung Tangerang Selatan saat lahir memiliki berat badan rendah sebanyak 4 anak dengan persentase 8.7 %. dengan berat badan lahir normal sebanyak 40 anak dengan persentase 87.0%, dan anak yang memiliki berat padan lahir lebih sebanyak 2 anak dengan persentase 4.3%. Anak yang ditemukan di Kampung Pemulung Tangerang Selatan didapatkan banyak anak yang mendapatkan berat badan lahir normal. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan rata-rata memiliki berat badan lahir yang normal namun masih banyak anak yang mengalami kejadian ISPA. Anak prasekolah Kampung Pemulung Tangerang Selatan yang memliki berat badan lahir rendah didapatkan bahwa anak sering mengalami ISPA dengan gejala tambahan sesak napas sehingga dapat dilihat bahwa anak dengan BBLR lebih rentan dan cenderung lebih berat intensitas kejadian ISPA yang dialaminya dibandingkan dengan anak yang memiliki BBL normal. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pernyataan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sadono (2008) mengenai Bayi Berat Badan Lahir Rendah sebagai Faktor Risiko ISPA pada Anak di Kabupaten Blora adalah anak dengan BBLR 57 yang mengalami ISPA sebanyak 27 anak dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak 15 anak sehingga dapat dikatakan bahwa semakin rendah berat badan lahir anak maka semakin sering pula anak mengalami penyakit ISPA. Penelitian ini mengungkapkan semakin rendah berat badan lahir anak namun semakin besar kemungkinan anak mengalami ISPA yang berat dikarenakan ISPA dialami semua anak prasekolah di Kampung Pemulung Selatan dengan ISPA ringan dengan BBL normal maupun BBL lebih. 2) Status Gizi Status gizi sangat diperlukan oleh anak karena dengan nutrisi yang cukup, pertahanan tubuh anak juga semakin kuat. Status gizi yang buruk dapat mempermudah anak terkena infeksi. Infeksi Saluran Pernapasan Akut dapat mudah sekali terjadi pada anak yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang, dengan gizi buruk anak akan lebih sering mengalami ISPA berat (Depkes, 2004). Hasil yang didapatkan pada penelitian ini, anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Salatan tidak didapatkan anak dengan gizi buruk atau ditemukan 0% pada anak gizi buruk. Anak yang memiliki gizi kurang memiliki persentase 8.7% dan anak yang memiliki status gizi baik didapatkan berkisar 89.1%, sehingga dapat disimpulkan pula memang dengan status 58 gizi baik anak yang mengalami ISPA hanya terkena ISPA ringan tidak mengalami ISPA berat. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Elyana dan Aryu (2009) mengenai Hubungan frekuensi ISPA dengan Status Gizi Balita didapatkan anak yang memiliki gizi buruk memiliki frekuensi ISPA terbesar sebanyak empat kali dalam 3 bulan dan hasil analisis bivariate didapatkan frekuensi ISPA dengan status gizi memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini tidak didapatkan pada penelitian ini dikarenakan hasil yang didapatkan dalam penelitian ini tidak ditemukan anak dengan status gizi yang buruk selain itu pula karena tidak ditemukan anak yang memiliki status gizi buruk maka ISPA yang dialami lebih banyak ISPA yang ringan, hal ini mungkin saja dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhinya. 3) Status Imunisasi Imunisasi merupakan cara untuk menambah pertahanan tubuh anak terhadap penyakit-penyakit infeksi tertentu (Depkes, 2004). Menurut penelitian sebelumnya mengatakan bahwa anak yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap dan tidak sesuai dengan umurnya dapat beresiko 2.6 kali lebih sering dari biasanya (Sadono, 2008). Hasil data yang ditemukan pada anak usia prasekolah di Kampung Pemulung yang mendapatkan imunisasi secara lengkap 59 berkisar 20 anak dengan persentase 43.5 % dan yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap yaitu sebanyak 26 anak dengan persentase 56.5 %. Hasil ini pun menunjukkan bahwa anak di Kampung Pemulung Tangerang Selatan lebih banyak yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap dikarenakan orang tua menganggap bahwa imunisasi dapat membuat anak menjadi sering sakit demam dan tidak mau anaknya untuk disuntik, selain itu alasan orang tua yang tidak membawa anaknya untuk dilakukan imunisasi lengkap karena lokasi tempat tinggal dengan pelayanan kesehatan cukup jauh sehingga para orang tua malas membawa anaknya untuk dilakukan imunisasi secara lengkap. Status Imunisasi dasar yang tidak lengkap merupakan salah satu faktor persentase anak yang mengalami ISPA di Kampung Pemulung banyak karena itu pula anak sering mengalami ISPA walau hanya dengan kejadian ISPA ringan. Pernyataan ini juga sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyoningsih dan Resi (2010) mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Tasikmalaya salah satunya adalah hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA didapatkan persentase anak yang status imunisasinya tidak lengkap lebih besar dibandingkan status imunisasi yang lengkap sehingga anak mengalami ISPA dan diuji secara statistik bahwa status imunisasi anak dengan ISPA memiliki hubungan yang signifikan. 60 b. Lingkungan 1) Pencemaran udara dalam rumah Pencemaran udara dalam rumah adalah terdapatnya udara yang tidak baik masuk ke dalam rumah yang dapat mengganggu saluran pernapasan terutama pada anak-anak. Pencemaran udara dalam rumah dicontohkan seperti asap rokok yang berada dalam rumah, asap pembakaran sampah dari luar masuk ke dalam rumah, bahan bakar masak dari kayu bakar hingga asapnya mencemari udara dalam rumah, dan pencemaran udara lainnya yang membuat saluran pernapasan terganggu. Hasil penelitian yang didapatkan mengenai pencemaran udara dalam rumah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan ditemukan 32 rumah warga dari 46 dengan persentase 69.9 % dan rumah yang tidak terdapat pencemaran udara rumah berkisar 14 dengan persentase 30.4 %. Hasil yang didapatkan ini bahwa warga di Kampung Pemulung Tangerang Selatan memiliki banyak sekali pencemaran udara yang ada di dalam rumahnya. Pencemaran udara ini disebabkan karena jarak antara rumah dengan asap pembakaran sampah dekat yaitu kurang dari 10 meter. Pencemaran ini juga dikarenakan oleh orang tua yang sering merokok di dalam rumah. Hasil yang dikatakan tidak terdapat pencemaran udara dalam rumah yakni dilihat dari keluarga tidak ada yang merokok dan rumahnya pun jauh dari tempat pembakaran sampah serta bahan 61 bakar untuk memasak tidak menggunakan kayu bakar dan terdapat sekat antara tempat memasak dengan ruang tidur atau ruang bermain anak. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Yuwono (2008) mengenai Faktor-Faktor Lingkungan Rumah yang Mempengaruhi Pneumonia pada Balita didapatkan bahwa jenis bahan bakar yang digunakan mempengaruhi kejadian ISPA dengan nilai OR=2.8 yang berati jenis bahan bakar dengan kayu bakar, 2.8 lebih besar kejadiannnya dibandingkan dengan jenis bahan bakar yang digunakan adalah gas atau listrik. Penelitian ini menggunakan jenis bahan bakar yang digunakan adalah salah satu dari pencemaran udara dan ditemukan banyak yang sudah tidak menggunakan kayu bakar namun pencemaran udara seperti merokok dalam rumah dan adanya lingkungan sekitar terdapat tempat pembakaran sampah dan masuk ke dalam rumah sehingga lingkungan ini dikatakan lebih besar yang tercemar udaranya dibandingkan yang tidak tercemar. 2) Ventilasi Ventilasi merupakan tempat daur ulang udara yaitu tempatnya udara masuk dan keluar. Ventilasi yang dibutuhkan untuk penghawaan di dalam rumah yakni ventilasi memiliki luas minimal 10% dari luas lantai rumah (WHO, 2007). Hasil penelitian untuk ventilasi yang berada di rumahrumah Kampung Pemulung Tangerang Selatan didapatkan ventilasi 62 rumah kurang dari 10% dari luas lantai rumah yakni dengan persentase 76.1 % dan rumah dengan ventilasi yang ≥ 10% dari luas lantai rumah berkisar 11 rumah dngan persentasi 36.9 %. Hasil penelitian ini ventilasi rumah banyak sekali yang kurang dari 10% dikarenakan warga Kampung Pemulung di Tangerang Selatan tidak menghiraukan besar ventilasi tapi lebih memperdulikan bagaimana mereka cukup untuk tidur dan tempat pertukaran udara mereka lebih sering menggunakan pintu yakni dengan cara pintu rumah sering dibuka lebar. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sadono (2008) membahas bahwa ventilasi yang kurang dari 10% besarnya dari luas rumah memiliki pengaruh yang besar terhadap kejadian ISPA. Hal ini dapat menjadi faktor yang besar terhadap kejadian ISPA di Kampung Pemulung Tangerang Selatan karena persentase ventilasi yang kurang dari 10% lebih lebih besar dibandingkan ventilasi yang lebih 10% dari luas lantasi rumah dan kejadian ISPA pun jumlahnya cukup besar dengan anak ISPA ringan dalam waktu 6 bulan terakhir. Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menghasilkan bahwa frekuensi ventilasi yang kurang besarnya 10% dari luas lantai rumah dengan persentase yang besar terhadap kejadian ISPA yang banyak mengalaminya walau hanya dengan ISPA ringan. 63 3) Kepadatan hunian Kepadatan penghuni didalam rumah merupakan salah satu faktor terjadinya penyakit ISPA karena dengan tempat yang sempit dengan penghuni yang banyak dapat meningkatkan faktor polusi udara dalam rumah, selain itu juga dapat menghalangi proses pertukaran udara bersih di dalam rumah (Sukandarrumidi, 2010). Luas rumah yang dikatakan rumah sehat dan tidak padat yakni berkisar 36 m2 atau diukur dengan 9 m2 perjiwa (Menpera, 2002; Kemenkes, 2008 dalam Kompas, 2012). Keputusan Menteri Kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/2008 juga menyatakan bahwa luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur 5 tahun. Hasil penelitian yang didapatkan untuk luas rumah dalam pengukuran kepadatan hunian di Kampung Pemulung Tangerang Selatan didapatkan dari 46 rumah terdapat 36 rumah dengan luas lantai rumahnya kurang dari 8 meter per jiwa dengan persentase 78.3% dan luas lantai rumah dengan ukuran lebih 8 meter per jiwa terdapat 10 rumah dengan persentase 21.7 %. Hasil untuk kepadatan penghuni rumah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan yang dikatakan padat dengan penghuni sangat besar yakni berkisar 78.3%. Hal ini dikarenakan warga memiliki status ekonomi yang rendah dan menerima jadi tempat yang mereka tinggali dengan mengontrak kepada ketua lapak kampung 64 pemulung yang ada. Rumah yang memiliki besar lebih dari 8 meter per jiwa didapatkan di daerah Pamulang dengan memiliki kontrakan yang cukup bagi warga di Kampung Pemulung Tangerang Selatan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yuwono (2010) bahwa kepadatan penghuni memiliki pengaruh yang signifikan dengan kejadian ISPA dan nilai OR=2.7 yang berarti bahwa penghuni rumah yang padat kurang dari 8 m2 perjiwa berisiko 2.7 kali menglami pneumoni dibandingkan dengan rumah yang besarnya untuk 8 m2 per jiwa atau rumah yang dikatakan tidak padat penghuninya. Hal ini sejalan dengan penelitian ini bahwa penghuni rumah yang padat dapat meningkatkan kejadian ISPA pada anak dibawah lima tahun. c. Perilaku Keluarga Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku adalah suatu kagiatan yang dilakukan oleh makhluk hidup. Perilaku yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku sehat. Perilaku sehat adalah kegiatankegiatan yang dilakukan berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan (Becker, 1979 dalam Notoatmodjo, 2010). Perilaku meningkatkan kesehatan yakni dengan memberikan nutrisi yang cukup atau gizi yang seimbang terhadap anak, selain itu anak mengikuti program pemerintah dalam peningkatan kesehatan anak dengan memberikan imunisasi sesuai dengan usianya. Perilaku sehat 65 seperti peningkatan kesehatan dan mempertahankan kesehatan ini merupakan salah satu perilaku pencegahan anak terhadap suatu penyakit. Penanganan suatu penyakit juga merupakan suatu perilaku sehat yang dimana anak sedang sakit diperlukan penanganan agar dapat meningkatkan kesehatan dan dijauhkan dari penyakit yang dideritanya. Perilaku orang tua untuk menjalani perilaku kesehatan anak terutama terhadap penyakit ISPA yakni dengan cara meningkatkan gizi anak hingga mencapai gizi yang seimbang, mencegah penularan penyakit infeksi terhadap anak dengan cara melakukan cuci tangan, menutup hidung saat bersin, jauhkan anak dari asap-asap yang mengganggu sistem pernapasan seperti asap rokok dan asap pembakaran yang lainnya. Perilaku yang dibutuhkan selain itu perilaku kebersihan rumah dan udara rumah yang dijadikan tempat tinggal dan tempat bermain anak. Perilaku ini diteliti oleh peneliti sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA di Tangerang Selatan, dicantumkan pada kuesioner yag telah dibuat oleh peneliti dengan hasil bahwa didapatkan perilaku orang tua yang sangat baik terdapat sebesar 23.9%, perilaku yang dikategorikan cukup baik sebesar 56.5 %, dan perilaku yang dikategorikan kurang baik didapatkan 19.6 %. Orang tua dikampung pemulung ini memiliki cukup informasi yang didapatkan dari warga sekitarnya dan para petugas kesehatan yang pernah singgah didaerahnya sehingga didapatkan hasil perilaku menunjukkan perilaku yang cukup baik, bahkan ada perilaku 66 yang menunjukkan sangat baik dengan nilai diatas 75% dari pertanyaan yang diberikan. Berbeda halnya dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pemungkas (2003) mengenai perilaku orang tua mengenai penganan pada anak balita penderita ISPA di Bandaharjo Semarang dengan menggunakan studi wawancara mendalam didapatkan bahwa orang tua menganggap penyakit ISPA adalah peristiwa alam biasa sehingga para orang tua tidak melakukan kegiatan hal yang khusus untuk pencegahan dan penaganan terhadap ISPA pada anak. Hal ini dikarenakan karena para orang tua di Bandaharjo kurang mendapatkan informasi mengenai bahayanya ISPA terlebih dengan ISPA yang berat. B. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan peneliti dalam pelaksanaan penelitian. Keterbatasan yang ada meliputi: 1. Penelitian untuk mengukur perilaku orang tua, peneliti menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti, perilaku orang tua ini kemungkinan bias dikarenakan perilaku orang tua tidak dapat diobservasi oleh peneliti secara langsung. 2. Jawaban instrumen penelitian tentang perilaku kemungkinan tidak akurat dikarenakan responden mengisi kuesioner secara bersama-sama. 3. Penelitian untuk melihat karakteristik anak menggunakan kuesioner dan kemungkinan terjadi bias karena penelitian ini melihat kejadian 67 ISPA yang anak alami dalam waktu 6 bulan terakhir sehingga peneliti tidak mengobservasi secara langsung. 4. Peneliti tidak mendapatkan data statistik jumlah warga Kampung Pemulung di Tangerang Selatan yang pasti karena data warga tidak tercatat di daerahnya, sehingga peneliti menggunakan tempat penelitian yang peneliti dapatkan saja. BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah di jabarkan dalam bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut 1. Anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan mengalami ISPA ringan sebesar 84.8 %, anak yang mengalami ISPA sedang sebesar 13.0 %, dan anak dengan ISPA berat sebesar 2.2 % 2. Gambaran faktor karakteristik anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan terdapat 87.0% anak dengan berat badan lahir normal dengan persentase tertinggi dan berat badan lahir rendah dan lebih masing-masing sebesar 8.7% dab 4.3%. Anak dengan status gizi baik sebesar 89.1% dan status gizi anak yang buruk, kurang dan lebih masing-masing sebesar 0%, 8.7%, dan 2.2%. Anak dengan status imunisasi lengkap 56.5% dan imunisasi yang tidak lengkap sebesar 43.5%. 3. Gambaran faktor lingkungan rumah Kampung Pemulung Tangerang Selatan terdapat 69.6% terdapat rumah yang memiliki pencemaran udara dan yang tidak sebesar 30.4%. Lingkungan rumah dengan ventilasi yang kurang dari 10% dari luas lantai sebesar 76.1% dan yang lebih dari 10% dari luas lantai sebesar 36.9%. Lingkungan rumah 68 69 dengan keadaan penghuni rumah yang padat sebesar 78.3% dan penghuni rumah yang tidak padat sebesar 21.7% 4. Gambaran faktor perilaku orang tua di Kampung Pemulung Tangerang Selatan terdapat 56.5% dengan perilaku yang baik. Perilaku yang sangat baik dan perilaku yang kurang baik masing-masing sebesar 23.9% dan 19.6%. Hal ini dikarenakan sebagian besar warga mendapatkan informasi mengenai perilaku sehat dari warga sekitar dan petugas kesehatan yang pernah singgah di daerah tempat tinggalnya. B. Saran 1. Bagi Warga Kampung Pemulung a. Warga diharapkan mampu mempertahankan tindakan yang sudah baik seperti perilaku orang tua dalam pencegahan dan penanganan ISPA pada anak dan status gizi anak b. Warga diharapkan mampu memperbaiki tindakan pencegahan yang belum terpenuhi seperti memperhatikan lingkungan sekitar dan pemberian imunisasi pada anak secar lengkap sesuai dengan usianya. 2. Bagi Institusi a. Institusi diiharapkan dapat menyediakan referensi yang lengkap mengenai penyakit infeksi pada anak terutama referensi mengenai penyakit ISPA b. Institusi diharapkan dapat menyediakan referensi dengan tahun yang terbaru sehingga ilmu yang didapatkan menjadi terbaharui. 70 3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti kejadian ISPA di Kampung Pemulung tempat lain yang memiliki populasi yang lebih luas dan diharapkan peneliti dapat meneliti suatu hubungan yang paling kuat sebagai penyebab ISPA di suatu daerah Kampung Pemulung. b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti secara mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA di Kampung Pemulung c. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengobservasi secara langsung mengenai perilaku keluarga terhadap ISPA di Kampung Pemulung d. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengamati secara langsung kejadian ISPA di Kampung Pemulung pada waktu yang cukup lama Daftar Pustaka Ameriyani, Aisyah. “Analisis Karakteristik Pemulung, Karakteristik Kerja, Hubungan Sosial, dan Kesejahteraan Pemulung di Kecamatan Pamulang Kabupaten Tangerang Selatan”. Skripsi Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas IPB, 2006 Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta, 2010 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional, 2007 Dadang. “Penderita ISPA di Tangsel Capai 7.864 Orang, 1.079 Orang Anak-Anak pada Tahun 2012”. di akses pada tanggal 26 Mei 2013 dari http://www.kabar6.com/tangerang-raya/tangerangselatan/4890-penderita-ispa-di-tangsel-capai-7864-orang-1079orang-anak.html Depkes RI. Kajian Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular Tahun 1998/1999-2003. Jakarta: Depkes, 2004 Depkes RI. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta: Depkes, 2008 Dewi, Rismala. “Mengatasi Batuk Pilek pada Bayi “. diakses pada tanggal 2 Mei 2013 dari http://www.nutriclub.co.id/my_baby/my_babys_health/mengatasi_ batuk_pilek_pada_bayi-2011 Elyana, Mei & Aryu. “Hubungan ISPA dengan Status Gizi Balita”. Skripsi, 2009 Febiani, Tessa dkk. Banjir dan Tanah Longsor. Jakarta : Erlangga, 2007 Fitriani, Sinta. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011 Hidayat, A. Aziz. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika, 2008 Hidayat, A. Aziz. Pengantar Ilmu Kesehatann Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika, 2009 Hidayat, A. Aziz. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah edisi 2. Jakarta : Salemba Medika, 2007 Junaidi, Iskandar. Penyakit Paru & Saluran Napas. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer, 2010 Kazi. Risk Factors for Acute Respiratory Infections (ARI) Among Children Under Five Years in Bangladesh. Journal of Scientific Research no 72-81 ISSN: 2070-0237, 2009 Kilabuko, James dan Satoshi. Effects of Cooking Fuels on Acute Respiratory Infections in Children in Tanzania. International Journal of Environmental Research and Public Health, ISSN 16617827, 2007 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang “Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota” diakses pada tanggal 19 Maret 2013 dari http://dinkes.slemankab.go.id/wpcontent/uploads/2011/03/JUKNIS-SPM-2008.pdf Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010. Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Kemenkes RI 2010 Kemenkes RI, Ditjen PP&PL. Lihat dan Dengarkan dan Selamatkan Balita Indonesia dari Kematian; Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta: Kemenkes RI, 2012 Kemenkes RI, Ditjen PP&PL. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: Kemenkes RI, 2011 Meadow, Roy & Simon J. Lecture Notes: Pediatrika Edisi Tujuh. Jakarta : Erlangga Medical Sience (EMS), 2005 Menteri Perumahan Rakyat. “Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat”. Diakses pada tanggal 3 Agustus 2013 dari http://properti.kompas.com/index.php/read/2012/03/22/16155597 Mitchell, dkk. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC, 2008 Misnadiarly. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada anak Balita, Orang Dewasa dan Usia Lanjut. Jakarta : Pustaka Obor Populer, 2008 Muttaqin, Arif. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika, 2007 Nadesu, Hendrawan. Membesarkan Bayi Jadi Anak Pintar. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2007 Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarata : Rineka Cipta, 2010 Nurbaeti, Irma & Waras Budi Utomo. Metodologi Penelitian dalam Bidang Keperawatan.Ciputat: Lembaga Ilmu Peneltian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010 Nurhadi. “Hubungan Ventilasi Ruang Tidur dengan Kejadian ISPA pada Balita di desa Kepu Kecamatan Keling Kabupaten Jepara”. Skripsi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang, 2011 yang diakses dalam http://digilib.unimus.ac.id pada tanggal 30 Juli 2013 Pamungkas. “Perilaku Orang Tua dalam Penanganan Anak Balita Penderita ISPA di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang”. Tesis Megister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro Semarang 2003 Pemerintah Provinsi Banten. “Klarifikasi Pemprov Banten Tentang ISPA tahun 2011”. di akses pada tanggal 25 Mei 2013 dari http://www.humasprotokol.bantenprov.go.id/klarifikasi-pemprovbanten-tentang-ispa-tertinggi/ Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). Kamus Gizi. Jakarta: Kompas, 2009 Potter, Patricia A & Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan praktik. Jakarta : EGC, 2005 Puskom. “4 Dari 10 Penyakit Penyebab Kematian di Dunia Adalah Penyakit Bidang Paru Dan Pernapasan” diakses pada tanggal 16 april 2013 dari http://sehatnegeriku.com/4-dari-10-penyakitpenyebab-kematian-di-dunia-adalah-penyakit-bidang-paru-danpernapasan/ Riyadi, Sujono & Sukarmin. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009 Sadono, Sakundarno, & Sidhartani. Bayi Berat Lahir Rendah Sebagai Salah Satu Faktor Risiko ISPA pada Bayi di Kabupaten Blora Tahun 2008. Jurnal yang di dapatkan pada www.pdffactory.com Sedyaningsih, Endang. “Pneumoni Penyebab Utama Kematian Balita. Pusat Komunikasi Publik: Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. 2009” Diakses pada tanggal 20 november 2012 dari http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/410pneumonia-penyebab-kematian-utama-balita.html Sitepoe, Mangku. Corat-Coret Anak Desa Berprofesi Ganda. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedi, 2008 Somantri, Irman. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika, 2007 Soenardi, Tuti. Makanan Sehat Penggugah Selera Makan Balita. Jakarta : Gramedia, 2006 Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Penerbit Alfabeta. 2010 Suhandayani, ike. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Tahun 2006”. Skripsi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang 2007. Suhardjo & Clara. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta : Kanisius, 2010 Sukandarrumidi. Bencana Alam dan Bencana Anthropegene. Yogyakarta : Kanisius, 2010 Sulistyoningsih & Redi Rustandi. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas DTP Jamanis Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010”. Tesis FKM Unsil, 2011 Suseda Jawa Barat. “Sekilas dan Kondisi Umum Daerah Jawa Barat tahun 2012”. di akses pada tanggal 25 Mei 2013 dari http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/kondisi-umum-daerah-jabar Tambayong. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC, 2000 Umar, Husein. Metode Riset Bisnis: Panduan Mahasiswa untuk Melaksanakan Riset dilengkapi Contoh Proposal dan Hasil Riset Bidang Manajemen dan Akuntansi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003 WHO. Infection Prevention and Control of Epidemic-and Pandemic-Prone Acute Rrespiratory Diseases in Health Care. Jenewa, 2007 WHO. Indikator Perbaikan Kesahatan Lingkungan Anak. Jakarta : EGC, 2008 WHO. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Jakarta: Bakti Husada, 2012 Wong, Donna L dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta: EGC, 2008 Yuwono, Tulus Aji. “Faktor-Faktor Lingkungan Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap”. Tesis S2 Megister Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang, 2008 Lembar Permohonan Menjadi Responden Tangerang, Juni 2013 Kepada Yth. Calon Responden Penelitian Dengan hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Siti Namira NIM : 109104000014 Alamat : Komplek Pemda blok c5 Jl. Asih Permai II No.10 Jati asih Bekasi Adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian dengan judul “ Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada Anak Prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan”. Penelitian ini memberikan manfaat tidak langsung kepada responden, yaitu dapat mengetahui cara pencegahan dan penanganan penyakit ISPA pada anak melalui kuesioner yang diberikan oleh peneliti. Penelitian ini tidak akan merugikan responden. Peneliti akan merahasiakan identitas dan jawaban saudara sebagai responden dalam penelitian ini. Bersama surat ini kami lampirkan lembar persetujuan menjadi responden. Saudara dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan apabila bersedia secara sukarela menjadi responden penelitian. Besar harapan saya agar saudara bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih. Hormat saya Peneliti Lembar Persetujuan Menjadi Responden Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh: Nama : Siti Namira NIM : 109014000014 Alamat : Komplek Pemda blok c5 Jl. Asih Permai II No.10 Jatiasih Bekasi Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti mengenai tujuan penelitian ini. Saya mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Semua berkas yang mencantumkan identitas responden hanya digunakan untuk terkait penelitian. Saya mengerti bahwa tidak ada risiko yang akan terjadi. Apabila ada pertanyaan dan respon emosional yang tidak nyaman atau berakibat negatif pada saya, maka peneliti akan menghentikan pengumpulan data dan peneliti memberikan hak kepada saya untuk mengundurkan diri menjadi responden dari penelitian ini tanpa risiko apapun. Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa suatu paksaan. Saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini secara sukarela. Tangerang Selatan, Juni 2013 (…………………………..) Kuesioner Penelitian Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada Anak Prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan No Hari/Tanggal : Nama (Inisial) : Usia : Pendidikan terakhir : : Petunjuk Pengisian 1. Isilah semua nomor yang berbentuk pernyataan atau pertanyaan dalam kuesioner ini sesuai dengan kondisi anda atau yang anda lakukan 2. Pilihlah salah satu kolom pada kolom jawaban dengan memberi tanda checklist (√) atau tanda silang (X) sesuai dengan jenis pernyataan atau pertanyaan yang disediakan. 3. Isilah sesuai dengan nomor pernyataan atau pertanyaan 4. Bila ada pertanyaan atau pernyataan yang tidak dimengerti silakan tanyakan langsung pada peneliti Data Faktor Karakteristik Anak Berilah tanda checklist (√) pada kolom Ya atau Tidak sesuai dengan kondisi atau keadaan anak anda! 1. Inisial anak : 2. Usia anak : 3. Jenis kelamin anak : Laki-laki Perempuan 4. Berat badan saat lahir : 5. Berat badan saat ini : 6. Status gizi anak : Buruk Baik Kurang Lebih 7. Diberikan ASI atau tidak: Ya Tidak 8. Usia Pemberian ASI 6 bulan 18-24 bulan 6-12 bulan >24bulan 12-18 bulan 9. Anak diberikan imunisasi: Ya Tidak Jika ya, imunisasi apa saja yang sudah di dapatkan: BCG Polio 1 Campak DPT I Polio 2 Hepatitis 1 DPT II Polio 3 Hepatitis 2 DPT III Polio 4 Hepatitis 3 10. Kelengkapan imunisasi Lengkap Belum lengkap Tidak lengkap : Data ISPA pada anak Pilihlah salah satu jawaban antara a, b, c, atau d dengan tanda silang (X) sesuai dengan yang dialami anak anda! 1. Apakah anak anda mengalami batuk pilek dalam 3 bulan terakhir? a. Ya b. Tidak 2. Berapa lama biasanya anak anda mengalami batuk pilek? a. ≤ 7 hari b. 7 – 14 hari c. 3 minggu d. ≥ 3 minggu 3. Bila anak anda batuk pilek apakah disertai a. Demam b. Sesak napas c. Napas tampak cepat d. Tampak terdapat tarikan dinding dada kedalam e. Batuk pilek saja Data Faktor Perilaku Orang Tua atau Keluarga Pilihlah salah satu jawaban sesuai dengan tindakan anda dengan memberi tanda checklist (√) di kolom SS, S, TS, STS! Keterangan: SS, jika Anda Sangat Setuju untuk melakukan pernyataan tersebut S, jika Anda Setuju melakukan pernyataan tersebut TS, jika Anda Tidak Setuju melakukan pernyataan tersebut STS, jika Anda Sangat Tidak Setuju melakukan pernyataan tersebut NO Pernyataan Jawaban SS 1. Saya membersihkan rumah saya setiap hari 2. Saya menutup pintu rumah saya bila ada pembakaran sampah 3. Saya membiarkan asap pembakaran sampah masuk ke dalam rumah saya 4. Saya merokok didalam rumah 5. Bila ada asap pembakaran sampah, saya menutup hidung saya dan anak saya 6. Bila ada asap rokok,saya menutup hidung saya dan anak saya 7. Saya selalu menutup mulut saya dengan sapu tangan atau tisu ketika saya batuk 8. Saya menutup mulut saya dengan tangan ketika saya batuk S TS STS SS 9. Saya memastikan anak saya tidak sering jajan chiki, es krim, permen, dan lain-lain yang membuat batuk 10. Saya menyediakan menu makanan yang mengandung karbohidrat (nasi, kentang, singkong, dll), protein (ikan, ayam, telur, dll), vitamin (sayur, buah) 11. Saya memberikan ASI selama 2 tahun 12. Saya selalu mencuci tangan saya setiap kali melakukan kegiatan 13. Saya rutin membawa anak saya ke posyandu untuk di timbang 14. Saya rutin membawa anak saya ke posyandu untuk di imunisasi sesuai dengan jadwal pemberian 15. Saya memberikan obat batuk ketika anak saya sedang batuk pilek 16. Saya memberikan ramuan jeruk nipis dan kecap 1 sdt ketika anak saya sedang batuk 17. Saya tidak membawa anak saya ke pelayanan kesehatan (Rumah sakit, Puskesmas, Posyandu, LKC) ketika anak saya sakit lebih dari 5 hari 18. Saya menyuruh anak saya banyak beristirahat ketika anak saya sedang sakit 19. Saya menyuruh anak saya banyak minum air putih ketika anak saya sedang sakit 20. Saya selalu memperhatikan kebersihan anak saya (mandi setiap hari, cuci tangan setiap mau makan S TS STS Data Faktor Lingkungan Berilah tanda checklist (√) pada salah satu pilihan yang sudah tersedia sesuai dengan kondisi yang ada! (Diisi oleh peneliti) 1. Ventilasi Rumah Ada Tidak ada 2. Jika ada, berapa luasnya besar ventilasi >10% dari luas lantai besar ventilasi < 10% dari luas lantai 3. Ventilasi dapur Rumah Ada Tidak ada 4. Bahan bakar masak Menggunakan kayu bakar Menggunakan kompor minyak Menggunakan kompor gas 5. Dapur Rumah Bersatu dengan ruang tidur Terdapat sekat dengan ruangan lain 6. Kebersihan rumah Bersih Banyak lawa-lawa Banyak lalat Sampah bertebaran Banyak debu Lain-lain, sebutkan 7. Apakah keluarga mempunyai tempat pembuangan sampah Ya Tidak Jika ya terbuka/tertutup 8. Bagaimana cara pengolahan sampah Ditimbun ke got/sungai Dikubur Diambil petugas Dibakar 9. Jarak rumah dengan pembakaran sampah < 10 meter > 10 meter 10. Pembakaran sampah dilakukan berapa kali dalam seminggu Setiap hari 1x seminggu 3x seminggu 11. Sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah Ya Tidak 12. Tempat cuci tangan Ada Tidak ada 13. Kepadatan penghuni rumah < 9 m2 / jiwa ≥ 9 m2 / jiwa