KEMISKINAN DI KEINDAHAN RAJA AMPAT DI atas kapal, wajah tiga perempuan itu tampak tegang. Sesekali mereka membasuh wajahnya yang basah terkena cipratan air laut. Kapal kayu bertenaga motor tempel yang mereka tumpangi adakalanya oleng, mencoba bertahan dari gempuran ombak. Lajunya pelan, menghindari tamparan ombak ke badan kapal. Fatima Rukabu dan dua rekan perempuannya, saat itu di akhir Agustus lalu, hendak ke Waisai, ibu kota kabupaten Raja Ampat di provinsi Papua Barat. Perjalanan laut ini ditempuh sekitar 30 menit dari tempat tinggal mereka di Pulau Saonek, Waigeo Selatan, yang masih satu kabupaten. Mereka menjual kerupuk dan abon ikan tenggiri, hasil binaan usaha kelompok dari program PNPM Perdesaan-Pertanian di Kabupaten Raja Ampat. Setiap akhir pekan mereka membawa dan mengunjungi Pasar Waisai, menitipkan barang dagangannya: kerupuk dan abon ikan kemasan isi 200 gram di sejumlah warung makan. Per kantong mereka jual Rp 15-20 ribu. “Dalam satu bulan, produksi kerupuk kami bisa empat sampai lima kali pengolahan. Tergantung pasokan ikannya,” kata Fatima bercerita kepada tim Katadata yang satu perahu dengannya. “Dari satu ikan, bisa dihasilkan 80 hingga 90 bungkus lebih.” Bermodalkan sekitar Rp 2 juta, kelompok pe­ rajin kerupuk ini bisa untung bersih hingga Rp 1 juta setiap bulan. “Hasilnya untuk keperluan anak-anak sekolah,” tuturnya. “Bisa kami pinjam dan pakai.” Fatima adalah salah satu anggota kelompok pe rajin kerupuk ikan yang beranggotakan sekitar 13 orang. Mereka adalah keluarga nelayan. Usaha ini membawa berkah dan banyak keuntungan bagi mereka, ketimbang sekadar menjual ikan hasil tangkapan. AHMAD YUNUS 1 KEMOLEKAN RAJA AMPAT BELUM MAMPU MEMUPUS WAJAH KEMISKINAN DI SURGA WISATA INI. REPORTASE AHMAD YUNUS MENGGAMBARKAN PERJUANGAN KELOMPOK PEREMPUAN MEMBEBASKAN KELUARGANYA DARI JERAT KEMISKINAN. Tumbuh 6X lipat Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dari 42.425 (1998-2007) menjadi 258.578 (2008-2011). Paling pesat di antara program PNPM lainnya. “Satu kilo ikan tenggiri 18 ribu rupiah. Kalau diolah jadi kerupuk bisa jadi 200 ribu rupiah,” katanya. Nela­ yan tak sulit mencari dan menangkap ikan tenggiri di sekitar Raja Ampat, karena pulau ini adalah surga yang menyimpan berbagai jenis ikan. Diperkirakan potensi tangkapan perikanannya mencapai 590.600 ton per tahun atau senilai Rp 126 miliar per tahun. Selain kelompok Fatima, masih ada kelompok-kelompok perempuan lainnya, yang lahir pada 2012 lalu. Mereka terbentuk dari pengembangan program PNPM PerdesaanPertanian di wilayah Papua Barat. Program ini melibatkan peranan perempuan dalam upaya pembe­ rantasan kemiskinan. Mulai dari menelurkan ide, menyusun rencana, membentuk organisasi hingga menjalankan aktivitasnya. Setiap kelompok mendapatkan alokasi bantuan berupa uang dan Sebanyak enam edisi, mulai Juni 2013, KATADATA akan mengulas tentang jejak 15 tahun PNPM Mandiri Perdesaan. Artikel ditayangkan setiap pekan ketiga di majalah Tempo dan selengkapnya di situs www.katadata.co.id. Kritik dan saran ke [email protected] Rp 34 miliar 15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia Dana PNPM untuk 19 kecamatan di Kabupaten Raja Ampat Rp 225 miliar Dana PNPM untuk 11 kabupaten dan 152 kecamatan di Provinsi Papua peralatan. Jumlahnya berbeda setiap kelompok. Kelompok abon ikan mendapatkan modal Rp 47 juta. Kelompok perajin kerupuk ikan Rp 93 juta. Dan kelompok pembuat ikan asin Rp 100 juta. ­ “Perempuan punya peranan penting. Me­­­ r­­­­eka tahu kebutuhannya sampai tingkat rumah tangga.” Itu sebabnya, kata Odie Seumahu dari PNPM Support Facility (PSF) wilayah Papua Barat. “Kami beri kesempatan untuk terlibat lebih jauh.” Sebagai program pembangunan berbasiskan ini­siatif warga, PNPM Mandiri Perdesaan memang sangat menekankan partisipasi perempuan. Sejak proyek ini lahir pada 1998 dengan nama Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dengan dana sepenuhnya dari Bank Dunia, sejumlah upaya dilakukan agar perempuan ikut berpartisipasi. Saat itu PPK mensyaratkan jika satu desa ada dua proposal, maka salah satu harus datang dari kelompok perempuan. Dari dua fasilitator desa, salah satunya pun harus perempuan. Disediakan juga bantuan pendanaan dan pendampingan secara khusus terhadap perempuan, atau kelompok lain yang terpinggirkan. Setelah berubah nama menjadi PNPM Man- RAJA AMPAT 27.000 jiwa 15 miliar Rp pendapatan asli daerah per tahun 3 miliar Rp penerimaan sektor wisata per tahun PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO diri mulai 2007, program ini tetap menekankan keterlibatan perempuan. Secara khusus PNPM Mandiri Perdesaan bahkan menjatahkan sampai seperempat dana yang disediakan untuk dana bergulir Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Dana ini untuk kegiatan meningkatkan penghasilan atau usa­ ha kecil mereka. Survei 2009 memperlihatkan, da­ na simpan pinjam untuk perempuan mencapai lebih dari 17 persen dana yang digulirkan untuk PNPM. Itu sebabnya, dalam kurun 15 tahun keberadaan PNPM, proyek yang didanai pinjaman dana bergulir SPP meningkat lebih dari 6 kali lipat dari 42.425 proyek (1998-2007) menjadi 258.578 proyek (2008-2011). Di antara proyek-proyek PNPM Perdesaan lainnya, program SPP tumbuh paling pesat. Selengkapnya di www.katadata.co.id AHMAD YUNUS 3 BERJUANG DI TUJUH KAMPUNG ANCAMAN PANAH DAN GANASNYA LAUT PAPUA YANG HAMPIR MENELAN TUBUHNYA TAK MENGENDURKAN NYALINYA. KURASIA Buatan tak sadarkan diri. Tubuhnya roboh tak kuat menahan kencangnya arus laut. Kapal kecil yang ia tumpangi terbalik. Arus pun menghanyutkan seluruh barang bawaannya. Termasuk segepok uang pribadi dan titipan keluarga­nya sebesar Rp 7 juta. “Entah berapa gelas air laut yang saya minum,” kata Kurasia mengisahkan kembali kenangan pahitnya. Tak semua bisa ia ingat. Sekeping i­ngatan yang masih tersisa, yaitu perjuangannya sekuat daya berenang ke tepi darat yang jaraknya sekitar 500 meter. Namun, kencangnya arus dan rasa panik membuat dirinya kalang kabut. Ketika tenaganya habis, ia hanya bisa pasrah dan berdoa dalam hati. “Ya Tuhan tolong temukan jasadku jika aku mati,” ujarnya lirih. Laut menelan tubuhnya yang lunglai tak sadarkan diri. Beruntung, warga kampung melihat kejadian itu. Mereka berenang mengejar tubuh Kurasia yang dipermainkan arus. Warga langsung menarik tubuhnya yang terkulai, menyelamatkan nyawanya. “Saya sakit tiga bulan,” kata Kurasia. “Risiko pekerjaan ini memang berat. Tapi, saya tidak kapok.” Ya Tuhan tolong temukan jasadku jika aku mati. PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO Kurasia adalah sosok perempuan yang bekerja lebih dari 10 tahun pada Program Nasional Pemberdaya­ an Masyarakat (PNPM) Perdesaan di wilayah Papua Barat. Tugasnya menjadi pendamping masyarakat yang terlibat dalam berbagai program pembangunan infrastruktur. Mulai dari jembatan, jalan, bangunan sekolah, air bersih hingga irigasi. Ia harus memastikan agar usulan dari warga tepat sasaran. Termasuk mengawasi pada tahap pengerjaan hingga membuat berbagai laporan kegiatan. Perempuan setinggi 160 cm ini bergabung di PNPM pada 2002. “Saya belajar dari nol,” ujarnya. Ia mengikuti pendidikan selama enam bulan di Jayapura bersama puluh­ an calon pendamping lainnya. Tugas pertamanya bertanggung jawab untuk mendampingi warga di kampung-kampung yang tersebar di Misool Selatan, Raja Ampat. Luas Pulau Missol sekitar dua ribu kilometer persegi. Termasuk dalam daftar empat pulau utama, seperti Pulau Salawati, Batanta dan Waigeo. Kepulauan Raja Ampat sendiri memiliki sekitar 610 pulau. Total luas wilayah kabupaten ini mencapai 12 ribu kilometer persegi, dengan jumlah penduduk mencapai 37 ribu jiwa pada 2010. Total proyek di Misool senilai Rp 450 juta untuk 22 kampung. Setiap kampung mendapatkan dana yang berbeda sesuai kebutuhannya. Kura­ sia bertanggung jawab di tujuh kampung. Kapal menjadi sarana transportasi utama di kepulauan itu. Pulau-pulau di Raja Ampat berserak. Pohon-pohon tinggi tumbuh di atas batuan dan tebing. Lokasi perkampungan warga pun menyebar di berbagai pulau. Untuk menjangkaunya hanya mengandalkan kapal kecil atau katinting yang bermesin tempel. Kapal cepat dan feri sebatas menghubungkan lalu lintas laut utama, seperti Waisai-Sorong. Akses dan transportasi laut yang terbatas ini tak jarang penuh risiko. Apalagi menghadapi kondisi laut dalam cuaca buruk. “Saya pernah kelaparan karena di satu kampung tidak ada warung,” ujarnya. “Warga semuanya bekerja sebagai nelayan. 15 TAHUN PNPM PERDESAAN (1998-2013) Pembangunan Berbasis Komunitas Terbesar di Dunia Saya seharian hanya minum genangan air di drum.” Kurasia juga sempat menjadi saksi di kepolisian. Selama dua pekan ia dan pimpinannya menjelaskan perkara kasus penyelewengan dana program sebesar Rp 700 juta. Dana ini untuk pembangunan air bersih, toilet hingga jalan di Fakfak pada 2005. “Warga mengancam saya dan bawa panah,” katanya. Beruntung kasus ini selesai dan pelakunya masuk penjara. Kurasia merasa pendidikan menjadi jalan untuk membuka mata warganya akan potensi kekayaan alam ini. Juga untuk mengatasi berba­gai kesulitan dan jeratan kemiskinan warga. “Kita tidak bisa mencapai mimpi kalau tanpa sekolah, katanya. “Ini adalah kerja hati.” Kisah selengkapnya di www.katadata.co.id SCOTT GUGGENHEIM, KONSEPTOR PNPM: sanakan adalah Wakil Presiden Boediono, yang saat itu masih bekerja di Bappenas. Saya mendengar Pak Boediono rajin turun ke desa-desa untuk memastikan bahwa program berjalan dengan baik. Setelah rezim Orde Baru tumbang dan program berganti nama menjadi PNPM, pejabat yang paling memberikan dukungan adalah Sri Mulyani dan Aburizal Ba­krie. Ini mungkin program terakhir yang mereka dukung bersama-sama sebelum berselisih. PNPM MASIH BERUPA PROYEK s­ yarakat (PNPM) Perdesaan tidak bisa dilepaskan dari sosok Scott Guggenheim. Saat bekerja di Bank Dunia, ia menjadi arsitek lahirnya Program Pengembangan Kecamatan (PPK) pada 1998 untuk meredam ledakan kemiskinan setelah badai krisis moneter. PPK kemudian berganti nama menjadi PNPM pada 2006, dan kini sudah tersebar di lebih dari 63 ribu desa. Sambil menyeruput kopi hangat di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Scott yang kini menjadi Penasihat Kebijakan Sosial pada lembaga donor Australia, Aus­AID, memberikan sejumlah catatan dan evaluasi 15 tahun perjalanan PNPM kepada Ade Wahyudi dari Katadata. Hadir pula Citra Indah Lestari, Communication Associate PNPM Mandiri Support Facility (PSF). BAGAIMANA AWAL KELAHIRAN PNPM? Tahap pertama PPK sebenarnya dimulai pada 1995. Ketika itu digagas program pembangunan desa, seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT). Namun, saat itu konsep pembangunan masih tersentral ke pemerintah pusat. Irigasi, sawah dan jalan dibangun tanpa melihat apa sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat di desa. Tahap kedua PPK terjadi menjelang jatuhnya peme­ ri­n­tahan rezim Orde Baru. Dalam masa transisi ini, seperti terjadi di banyak negara, masyarakat elit di perkotaan merasakan demokrasi, tapi di desa ma­­­­­­­­­­ syarakat tidak mengerti sama sekali. BAGAIMANA MENYAMPAIKAN IDE PNPM KEPADA PEMERINTAHAN YANG MASIH TRANSISI? Langkah awal pada 1995, yaitu mencoba meyakinkan beberapa pejabat di Bappenas mengenai program pembangunan desa. Bappenas dipilih karena di era itu memiliki pengaruh sangat kuat di bawah kepemimpinan Ginandjar Kartasasmita. Pejabat lain yang mendukung program ini sejak pertama kali dilak- SOAL KORUPSI DAN KEBOCORAN DANA? Korupsi di PNPM tergolong kecil, meski tetap tidak bisa dibenarkan. Ini dikarenakan dana PNPM langsung disalurkan dari pusat ke desa. Kalau disalurkan dengan struktur birokrasi maka kebocoran bisa terjadi di setiap jenjang. Uang yang dikorupsi bisa-bisa sampai 30 persen. DONANG WAHYU LAHIRNYA Program Nasional Pemberdayaan Ma­ BAGAIMANA SOAL PARTISIPASI MASYARAKAT DESA? Ada hasil yang kelihatan, tapi belum terlalu banyak. Ini memang masalah besar bagi PNPM. Ada beberapa desa yang tingkat partisipasi masyarakatnya sudah berjalan. Tapi, menurut saya, tidak lebih dari 100 desa. Itu tantangan ke depan PNPM. Sebagai proyek berhasil, tapi belum menjadi program. ADA PERTANYAAN BESAR APAKAH PNPM AKAN BERLANJUT SETELAH PEMILU 2014… Pemerintah yang baru mungkin akan mengganti nama, itu tidak masalah. Tapi, sistem seperti PNPM dengan mengucurkan uang langsung ke desa untuk pembangunan tetap akan dibutuhkan masyarakat desa. Setelah 15 tahun, program ini pun harus berubah. PNPM itu seperti seorang anak yang sudah harus siap lepas dari ibunya. Wawancara selengkapnya di www.katadata.co.id PRODUKSI KATADATA/TIM INFO TEMPO 4