bab ii telaah pustaka

advertisement
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1. Dasar – Dasar Perpajakan
Banyak definisi tentang pajak yang telah dikemukakan oleh pakar,
yang pada dasarnya antara satu dengan yang lainnya memiliki tujuan yang
sama yaitu : untuk merumuskan pengertian sehingga mudah dipahami .
Dalam buku yang cukup dikenal, yaitu pengantar Ilmu Hukum Pajak
(R.Santoso Brotodiniharjo, 1982 : 2) antara lain sebagai berikut :
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan,
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjukkan dan
digunakan
untuk
membiayai
pengeluaran-pengeluaran
umum
berhubungan
dengan
tugas
negara
dalam
menyelenggarakan
pemerintahan.
Dari definisi tersebut dapat diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian
pajak, yaitu :
a
Pajak
dipungut
berdasarkan
undang-undang
serta
aturan
pelaksanaannya.
b
Dalam pembayaran tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi
secara individu oleh pemerintah.
c
Pajak dipungut oleh negara (pemerintah pusat maupun pemerintah).
6
7
d
Pajak diperuntukkan guna membiayai pengeluaran pemerintah dan
apabila pemasukannya masih surplus, dipergunakan untuk membiayai
“public invesment”.
e
Pajak dalam fungsinya sebagai alat untuk mengatur kebijaksanaan
perekonomian suatu negara.
Atas
dasar
kelima
unsur
tersebut, maka
(Soemitro, 1992 : 2)
mendifinisikan pengertian pajak sebagai berikut :
Pajak adalah pengalihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor
publik berdasarkan yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat
imbalan
(kontra
prestasi)
yang
secara
langsung
dapat
ditunjukkan,yang digunakan untuk membiayai pengeluran umum dan
digunakan sebagai alat pendorong,penghambat serta pencegah untuk
mencapai tujuan yang berada di luar bidang keuangan negara.
2.1.2 Pengertian Pajak
Terdapat berbagai macam definisi mengenai pajak diantaranya menurut
Rochmat Soemitro adalah sebagai berikut :
Pajak adalah suatu peralihan kekayaan dari pihak rakyat pada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) yang tidak mendapat jasa
imbalan (kontraprestasi) yang langsung ditunjukkan dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.(Mardiasmo,2002 : 8)
Definisi lain dari pajak ( Brotodiharjo,SH,2004:8) adalah sebagai berikut :
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat
prestasi yang langsung dapat ditunjuk, dan yang digunakan adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang
menyelenggarakan pemerintahan.
Dari uraian pengertian dimuka terdapat karakteristik atau ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak, yaitu :
8
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan negara yang
berlaku.
2. Iuran dari rakyat kepada negara dalam hal ini yang berhak memungut
pajak hanyalah negara dan iuran tersebut berupa uang bukannya barang.
3. Tanpa adanya timbal balik atau kontraprestasi dari negara secara langsung.
2.1.3. Fungsi Pajak
Pada dasarnya pajak adalah sebagai sumber keuangan negara, namun
ada fungsi lain yang tidak kalah pentingnya yaitu pajak sebagai sumber
merngatur. Dimana kedua fungsi tersebut, diharapkan akan selalu melekat
dan berimbang dalam setiap pengeluaran pajak. Adapun penjelasan dari
fungsi pajak adalah sebagai berikut :
a.
Fungsi Sumber Keuangan Negara (Bubgetair)
Merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai
pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan
negara,upaya tersebut dapat ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun
intensifikasi
pemungutan
pajak
melalui
penyempurnaan
peraturan
berbagai jenis pajak seperti pajak penghasilan.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu
diluar bidang keuangan.
9
Ada beberapa contoh pemungutan pajak yang berfungsi mengatur, antara
lain:
1. Pajak
yang tinggi
dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak
penjualan atas barang mewah (PPn-BM) dikenakan pada saat terjadi
transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka
tarif pajaknya semakin tinggi, sehingga barang tersebut makin tinggi
harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlombalomba untuk mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup
mewah).
2. Tarif
pajak
progresif
dikenakan
atas
penghasilan, dalam
hal
ini
dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan
konstribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan
pendapat.
3. Tarif pajak ekspor adalah 0 %, dalam hal ini dimaksudkan agar para
pengusaha
terdorong
mengekspor
hasil
produksinya
di pasar
dunia,
sehingga dapat memperbesar devisa negara.
4. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan atas barang industri tertentu
seperti industri semen, industri rokok, industri baja dan lain-lain. Dalam
hal ini dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri
tersebut, karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan
kesehatan).
10
5. Pembebasan pajak penghasilan atau sisa hasil koperasi yang diperoleh
sehubungan transaksi dengan anggota, dalam hal ini dimaksudkan untuk
mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.
2.1.4.
Pajak Penghasilan
Menurut Siti Resmi (2003 : 73), Pajak penghasilan (PPh) adalah yang
dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam suatu tahun pajak.
2.1.5. Dasar Hukum Pajak Penghasilan
Yang menjadi dasar hukum Pajak Penghasilan di Indonesia adalah
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000; Peraturan Pemerintah; Keputusan
Presiden; Keputusan Menteri Keuangan; Keputusan Direktur Jenderal Pajak
maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. Undang-Undang Pajak
Penghasilan berlaku mulai Tahun 1984 dan merupakan pengganti UU Pajak
Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan, UU PBDR 1970.
2.1.6. Subjek Pajak Penghasilan
Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi
untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak
penghasilan. Undang-Undang pajak penghasilan di Indonesia pengenaan pajak
penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak akan dikenakan pajak apabila
menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku. Jika subyek pajak telah memenuhi pajak secara objektif maupun
11
subjektif maka disebut wajib pajak. Dalam Pasal 1 Undang-Undang 16 Tahun
2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan menyebutkan bahwa
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan
perpajakan
ditentukan
untuk
melakukan
kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak dan pemotong pajak tertentu.
2.1.7. Yang Menjadi Subyek Pajak Penghasilan
Dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000
mengelompokkan subyek pajak sebagai berikut :
a. Subyek Pajak Orang Pribadi
Orang pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal atau berada
di Indonesia maupun di luar Indonesia.
b.
Subjek pajak warisan yang belum terbagi dalam satu-kesatuan, menggantikan
yang berhak. Warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti,
yang menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan
warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan
agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan
tersebut tetap dapat dilaksanakan.
c.
Subjek Pajak Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditair,Perseroan lainnya,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah
12
(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, kongsi, koperasi, dana
pensiun, atau Organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan badan
lainnya, termasuk reksadana.
d.
Subjek Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam waktu
12 (dua belas) bulan / berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, dan badan yang didirikan atau tidak didirikan dan
berdomisili dan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang berupa :
1. Tempat kedudukan manajement;
2. Cabang perusahaan;
3. Kantor perwakilan;
4. Gedung kantor;
5 Pabrik;
6. Bengkel;
7. Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran
yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
8. Perikanan, Peternakan pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
9. Proyek kontruksi instlasi, atau proyek perakitan;
10. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai,sepanjang lebih dari 60
(enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
13
11. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
12. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung resiko di Indonesia.
2.1.8. Subjek Pajak Yang Dikecualikan
Yang tidak termasuk subjek Pajak Penghasilan adalah :
a.
Badan negara perwakilan negara asing;
b.
Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balek.
c.
Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan mentri
keuangan Nomor 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagai
mana telah diubah terakhir dengan keputusan MENKU Nomor :
314/KMK.04/1998 tanggal 15/6/98 dengan syarat :
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah
yang dananya berasal dari para anggota;
d.
Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
keputusan mentri keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan
14
tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
2.1.9. Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek adalah penghasilan. Penghasilan yang dimaksud
dalam perpajakan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh wajib pajak baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipaksakan sebagai konsumsi atau menambah kekeyaan Wajib Pajak
yangn bersangkutan. Dengan ini penghasilan mempunyai arti bahwa pajak
dikenakan ssetiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak tersebut.
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib
Pajak, maka penghasilan dapat dikelompokkan menjadi :
1.
Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti
gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan,
pengacara, dan lain sebagainya;
2.
Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
3.
Penghasilan dari modal atau harta seperti bunga, deviden, Royalti, sewa,
keuntungan penjualan harta atau yang tidak dipergunakan untuk usaha;
4.
Penghasilan lain-lain yaitu penghasilan yang tidak dapat dikelompokkan
kedalam tiga kelompok sebelumnya, seperti keuntungan dari pembebasan
15
utang, hadiah undian, keuntungan karena selisih kurs, aktiva dan lain
sebagainaya.
2.1.10. Obyek Pajak Penghasilan Yang Dikecualikan
Penghasilan-penghasilan berikut ini menurut Pasal 4 ayat 3 Undangundang Nomor 17 Tahun 2000 tidak termasuk objek pajak yang dipotong oleh
pemotong pajak. Penghasilan-penghasilan tersebut adalah :
a. 1) Bantuan atau sumbangan,termasuk yang diambil oleh badan amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang
berhak;
2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
satu derajat, dan oleh badan keagamaan, badan pendidikan atau badan usaha
kecil sosial atas pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Mentri Keuangan atau pengusaha antara pihak-pihak yang bersangkutan.
b. Warisan
c. Harga termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 ayat 1 huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti modal. Pada prinsipnya, harta
termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan merupakan tambahan
kemampuan ekonomis bagi badan tersebut. Namun, karena saham tersebut
diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, maka harta yang
diterima tersebut bukan menyebabkan objek pajak.
16
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diperoleh dalam
bentuk natura atau kenikmatan dari Wajib Pajak pemerintah. Pengantian atau
imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula dan sebagainya dan imbalan
dalam bentuk kenikmatan dalam bentuk penggunaan mobil, rumah, fasilitas
pengobatan, dan lain sebagainya bukan merupakan objek pajak. Apabila
imbalan yang diberikan dalam bentuk natura maka akan dikenakan Pajak
Penghasilan bersifat final dan imbalan tersebut merupakan penghasilan bagi
yang menerimanya. Misalnya, seorang Indonesia menjadi pegawai pada suatu
perwakilan diplomatik asing di Jakarta. Maka karyawan tersebut memperoleh
kenikmatan menempati rumah yang disewa oleh perwakilan diplomatik
tersebut atau kenikmatan-kenikmatan lainnya.
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan. Asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
asuransi beasiswa.
Hal ini selaras dengan ketentuan bahwa premi asuransi yang dibayar oleh
Wajib Pajak orang pribadi untuk kepentingan dirinya tidak boleh dikurangkan
dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak.
f Deviden atau bagian yang diterima Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak
dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan
atau kedudukan di Indonesia dengan syarat :
1.
Deviden tersebut berasal dari laba yang ditahan; dan
17
2.
Bagi perseroan terbatas,Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) yang memberikan deviden paling rendah
25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif
diluar kepemilikan usaha badan tersebut. Yang dimaksud dengan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
antara lain adalah : Perusahaan Perseroan (Persero), bank pemerintah,
bank pembangunan daerah dan pertamina, jika penerima deviden atau
bagian laba adalah Wajib Pajak selain badan-badan tersebut, seperti orang
pribadi baik dalam maupun dalam negeri, firma, komanditer, yayasan dan
organisasi sejenisnya dan sebagainya, maka penghasilan berupa indeviden
atau bagian laba tersebut tetep merupakan objek pajak.
g Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Mentri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja atau
pegawai. Iuran yang dikecualikan dalam objek pajak bagian ini adalah iuran
yang diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri maupun yang
ditanggung pemberi kerja. Dan pada dasarnya iuran yang diterima oleh dana
pensiun tersebut merupakan milik dana peserta pensiun, yang akan dibayar
kembali kepada mereka pada waktunya. Pengenaan Pajak atas iuran tersebut
berarti mengurangi hak para pensiun, dan oleh karena itu iuran tersebut
dikecualikan sebagai objek pajak.
h Penghasilan modal dari yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam bidangbidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
Penananman modal oleh para pensiundimaksudkan untuk pengembangan dan
18
pemupukan oleh dana pembayaran kembali kepada peserta pensiun dikemudian
hari, sehingga penanaman tersebut perlu diarahkan pada bidang-bidang yang
tidak bersifat spekulatif atau yang beresiko tinggi.
i Bagian laba yang diperoleh atau diterima anggota dari perseroan komanditer
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,firma dan kongsi.
Badan-badan tersebut m erupakan himpunan dari para anggota yang
penggunaan pajaknya dilakukan sebagai satu kesatuan yaitu pada tingkat
badan. Oleh karena itu, bagian laba yang diterima oleh para anggota badan
tersebutbukan lagi merupakan objek pajak.
j Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5
(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha.
Perusahaan reksadana adalah perusahaan yang kegiatan utamanya melakukan
investasi, investasi kembali atau jual beli sekuritas. Bagi pemodal khususnya
pemodal kecil, perusahaan reksadana merupakan salah satu pilihan yang aman
untuk menanamkan modalnya. Untuk mendorong tumbuhnya perusahaan
reksadana maka biaya obligasi yang diterima perusahaan dikecualikan dari
objek pajak.
k Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan Modal Ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
l
Merupakan perusahaan kecil, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
2.
Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek di Indonesia.
19
Perusahaan Modal Ventura adalah suatu kegiatan yang kegiatan usahanya
membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk penyertaan modal
untuk suatu jangka waktu tertentu. Agar kegiatan perusahaan modal ventura dapat
diarahkan pada sektor-sektor kegiatan ekonomi yang memperoleh prioritas untuk
dikembangkan, misalnya untuk meningkatkan ekspor non migas, maka usaha atau
kegiatan dari perusahaan pasangan usaha tersebut diatur oleh Menteri Keuangan.
Perusahaan Modal Ventura merupakan alternatif pembiayaan dalam bentuk
penyertaan modal, maka penyertaan modal yang akan dilakukan oleh perusahaan
modal ventura diarahkan pada perusahaan-perusahaan yang belum mempunyai
akses ke bursa efek.
2.1.11 Pengertian Koreksi Fiskal Positif dan Negatif
Rekonsiliasi fiskal menurut definisi adalah penyesuaian ketentuan
menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang harus disesuaikan
menurut ketentuan perpajakan. Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 28 ayat 7
UU KUP. “Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau
sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan standar akuntansi
keuangan, kecuali peraturan perundang undangan perpajakan menentukan lain.”
Menurut Drs. Basri Musri,S.E.,Ak.,M.M.
Tidak ada neraca fiskal, yang ada hanyalah laporan laba rugi rekonsiliasi
fiskal. Neraca tetap mengikuti Standar akuntansi keuangan, karena terkait
relevansi dan kepercayaan atau kebenaran suatu keadaan perusahaan.
20
Perbedaan tersebut ada yang bersifat tetap, namun ada juga yang bersifat
sementara
waktu.
Perbedaan
tetap
timbul
karena
perpajakan
dengan
kewenangannya telah mengatur dan bertentangan dengan ketentuan akuntansi,
sedangkan beda waktu, secara prinsip tidak ada perbedaan biaya, hanya waktu
yang membedakan alokasi biaya pertahunnya.
2.1.12. Hal – hal yang menyebabkan timbulnya koreksi fiskal antara lain:
1
Adanya perbedaan konsep pendapatan cara pengukuran pendapatan
perbedaan konsep biaya, pengukuran biaya, cara pembebanan biaya atau
alokasi biaya.
2
Adanya penghasilan yang telah dipotong atau dikenakan pph final
sehingga penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari laba rugi komersial
(dikoreksi).
Perbedaan – perbedaan tersebut dibedakan dalam:
a. Perbedaan tetap
Merupakan perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau biaya
berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan dengan prinsip akuntansi
yang bersifat permanen. Dengan kata lain suatu penghasilan atau biaya
tidak akan diakui untuk selamanya dalam rangka menghitung penghasilan
kena pajak (taxable income).
b. Perbedaan waktu
Merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi
komersial dengan ketentuan fiskal. Perbedaan ini mengakibatkan
21
pergeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke
tahun pajak yang lain, misalnya:
1. Metode penyusutan dan Amortisasi.
2. Metode Penilaian persediaan.
3. Penyisihan piutang Tak tertagih.
4. Rugi – Laba selisih kurs.
2.1.13. Laporan Keuangan Fiskal
Laporan keuangan adalah laporan yang memberikan gambaran akuntansi
“atas operasi serta posisi keuangan perusahaan.” ( Margareta,2004: 12 ) Dari
definisi tersebut, diartikan sebagai laporan keuangan komersial, yang disusun
berdasarkan standart akuntansi keuangan yang berlaku diIndonesia, yang terdiri
dari Neraca, Laporan Laba-Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas dan laporan arus kas
serta catatan atas laporan keuangan. Untuk kepentingan laporan perpajakan,
laporan keuangan yang disusun adalah laporan keuangan fiskal yang merupakan
rekonsiliasi fiskal atas laporan keuangan komersial.
Laporan keuangan fiskal merupakan laporan keuangan yang disusun
berdasarkan prinsip akuntansi dan dimaksudkan khusus untuk kepentingan
perpajakan dengan mengindahkan semua ketentuan dan norma – norma yang
diamanatkan dalam ketentuan formal dan material undang – undang perpajakan
nasional. Berikut ini merupakan salah satu contoh laporan Laba/rugi Komersial
dan Fiskal, (Tabel 2.1 dan Tabel 2.2).
22
TABEL 2.1
PT. "X"
FORMULA - LAPORAN LABA RUGI KOMESIAL
UNTUK TAHUN BERAKHIR 31 DESEMBER 2012
SEBELUM TAX PLANING
Rp
PENJUALAN
HARGA POKOK PENJUALAN
PENDAPATAN KOTOR
BIAYA-BIAYA
- PENYUSUTAN
- BIAYA LAINNYA / OPERASIONAL
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
LABA BERSIH SEBELUM PAJAK
XXX
ESTIMASI : PAJAK
LABA DITAHAN S/D DESEMBER 2011
LABA BERSIH SETELAH PAJAK
- DITAMBAH : LABA BERSIH 2012
- DIKURANGI : PEMBAYARAN DEVIDEN TUNAI
XXX
XXX
XXX
LABA DITAHAN - 31 DESEMBER 2012
XXX
SUMBER : DATA OLAHAN PENULIS
23
TABEL 2.2
PT. "X"
FORMULA - LAPORAN LABA RUGI FISKAL
UNTUK TAHUN BERAKHIR 31 DESEMBER 2012
SETELAH TAX PLANING
Uraian
Laba
Koreksi
Laba
Komersial
Fiskal
Fiskal
Penghasilan
a
Pendapatan tidak final dan objek pajak
xxx
xxx
-
b.
Pendapatan final
xxx
-
xxx
c.
Pendapatan bukan objek pajak
xxx
-
xxx
d.
Pendapatan yang dihitung kembali
xxx
xxx
-
Biaya
a
Biaya yang merupakan pengurang
b.
Biaya yang terkait final
xxx
xxx
-
c.
Biaya yang terkait bukan objek pajak
xxx
-
xxx
d.
Biaya yang terkait Pasal 9 ayat 1 UU PPh
xxx
-
xxx
e.
Biaya yang terkait Pasal 6 ayat 1 UU PPh
xxx
xxx
-
Penghasilan Netto 1d-2e
xxx
xxx
-
Kompensasi Rugi
xxx
xxx
-
Penghasilan Kena Pajak
xxx
xxx
-
PPh Terutang
xxx
xxx
Kredit Pajak
a
Pajak yang dibayar terkait final
b.
Pajak yang dibayar tidak terkait final
PPh kurang bayar / lebih bayar
xxx
-
xxx
xxx
xxx
-
xxx
xxx
-
SUMBER : DATA OLAHAN PENULIS
2.1.14. Prosedur Pencatatan
1
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan
menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan
24
disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan
oleh Materi Keuangan.
2
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel
akurat atau stelsel kas.
3
Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
4
Pembukuan sekurang – kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta
kewajiban, atau utang, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan
pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak terutang.
5
Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain
rupiah dapat diselenggarakan oleh wajib pajak setelah mendapatkan izin
materi keuangan.
6
Pencatatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) terdiri dari data
yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto dan atau
penerimaan penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak
yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek dan atau yang
dikenai pajak yang bersifat final.
7
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari
pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi
on-line wajib disimpan 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu ditempat
kegiatan atau tempat tinggal wajib pajak orang pribadi, atau ditempat
kedudukan Wajib Pajak badan.
25
8
Bentuk dan tata cara pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.1.15. Pengertian Pembukuan
Seperti yang dijelaskan dalam pasal 1 angkar 29 Undang – undang Nomor
28 Tahun 2007, pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca, dan laporan laba – rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
2.1.16. Sistem Pembukuan
Didalam pembukuan dikenal 2 (dua) macam system, yaitu :
1. Sistem Pembukuan Tunggal (Single Entry), yaitu system yang pada
dasarnya mengatur pencatatan penerimaan dan pengeluaran.
2. Sistem Pembukuan Berpasangan (Double Entry), yaitu system yang
pada dasarnya menganut suatu teori bahwa harta sama dengan hutang
ditambah dengan modal.
2.1.17. Ketentuan yang Berhubungan dengan Rekonsiliasi Fiskal PPh Badan,
Akuntansi dan Perpajakan
1. Penjualan, dalam laporan akuntansi dan perpajakan tidak ada
perbedaan.
26
2. Penjualan Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak ke Pemda untuk
laporan akuntansi maupun perpajakan sama – sama dikenakan PPh
Pasal 22.
3. Retur, Rabat, Diskon Penjualan sama – sama mengurangi penjualan
baik untuk laporan akuntansi maupun perpajakan.
4. Penjualan neto, sama – sama tidak mempengaruhi laporan akuntansi
maupun perpajakan
5. Harga pokok penjualan, ini tergantung metode yang digunakan (pasal
10 ayat 6 UUPPH).
6. Bunga pinjaman, sepanjang tidak terkait deposito tabungan yang
dikenakan final (SE/46/PJ.4/1995), dibebankan sebagai biaya.
7. Biaya gaji kantor, tidak ada perbedaan atau pengaruh terhadap laporan
keuangan fiskal.
8. Biaya listrik, air dan telepon, biaya entertain dapat dibebankan sebagai
biaya sepanjang terkait usaha (KEP-DJP No.220/PJ/2002).
9. Biaya BBM, sepanjang tidak ada untuk pribadi pengurus perusahaan
(pasal 9 ayat 1 huruf i), dibebankan sebagai biaya.
10. BPHTB (Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) atas
pembelian
tanah
tidak
dapat
dibebankan
sebagai
biaya,
SE01/PJ.24/2002. Namun jika terkait dengan bangunan, maka
diproposionalkan.
11. Kompensasi rugi, sepanjang tidak lebih dari lima tahun, dan setelah
rekonsiliasi fiskal (Pasal 6 Ayat 2 UU PPh).
27
12. PPh pasal 21, 22, 23, 26 jika disetor sebagai pemotong, adalah karena
segala jenis pph bukan pengurang (Pasal 9 ayat 1 huruf h) dan tidak
dapat dikreditkan dipemotong pajak karena bukan pajaknya.
13. Biaya – biaya yang mengandung azas manfaat dan kenikmatan,
merupakan koreksi fiskal positif, antara lain : Sumbangan atau
Bantuan yang tidak melalui Badan Amil Zakat yang disahkan oleh
pemerintah dan para penerima zakat yang berhak. Beban Sewa,
konsumsi, dan biaya kenikmatan lainnya diperhitungkan pada
Perhitungan Laba Fiskal.
14. Pajak atas Jasa Giro Bank, Pajak Penghasilan, Pendapatan Sewa, Dll.
Merupakan Koreksi Fiskal Negative dalam Perhitungan Laba Fiskal.
2.1.18. Pengeluaran yang Berkaitan dengan Penyusutan dan Amortisasi
Serta Penentuan Nilai Persediaan
a. Penyusutan
Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang dimiliki dan
dipergunakan
dalam
perusahaan
atau
yang
dimiliki
untuk
mendapatkan, memperoleh dan memelihara penghasilan, dengan masa
manfaat lebih dari satu tahun, kecuali tanah.Metode penyusutan yang
digunakan adalah Garis Lurus dan Saldo menurun / Nilai Buku.
Tanah dapat disusutkan apabila tanah tersebut dipergunakan dalam
perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan
28
syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaanya untuk
perusahaan genteng, batu merah, dan sebagainya.
b. Amortisasi
Amortisasi dikenakan terhadap harta tak berwujud yang dipergunakan
dalam usaha atau pekerjaan bebas dan pengeluaran lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Antara Lain : biaya
pra Operasi, beban ditangguhkan, Goodwill, Hak Paten, dll.
Untuk menentukan tarif amortisasi berdasarkan 2 metode, yaitu
metode garis lurus dan metode saldo menurun.
c. Nilai Persediaan
Persediaan barang nilai berdasarkan harga perolehan, sedangkan
penilaian pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok hanya
boleh dilakukan dengan metode rata – rata atau FIFO (First in, First
Out) atau MPKP (Masuk Pertama Keluar Pertama).
Fifo mengandung suatu prinsip bahwa menganggap barang yang telah
masuk terdahulu akan dikeluarkan terlebih dahulu juga. Atas dasar
harga perolehan barang yang telah masuk terdahulu.
Menurut system akuntansi dan perpajakan bahwa persediaan dineraca
ditentukan oleh nilai jumlah volume dan harga persatuan dimana
penilaian persediaan dipengaruhi oleh dua faktor, yakni :
1. Biaya Perolehan Neto
2. Metode Penilaian Arus masuk / keluar barang.
29
2.1.19. Tarif Pajak Penghasilan
Tarif pajak adalah mekanisme pemungutan pajak penghasilan (PPh) di
tempat negara sumber penghasilan kepada residen maupun non-residen.Kejelasan
mekanisme pemungutan pajak (guna menghindari pengenaan pajak ganda) dan
pengenaan tarif yang kompetitif merupakan faktor pendukung terjadinya aliran
modal investasi.
Sedangkan di Indonesia sendiri tarif pajak dikelompokkan menjadi 2 bagian,
yakni :
a. Tarif umum adalah tarif yang ditentukan berbeda masing – masing kelompok
tingkat pendapatan.
b. Tarif khusus adalah tarif yang ditentukan sebesar 10% yaitu untuk
penghasilan sewa rumah.
Dengan adanya peraturan perundang – undangan pajak yang terbaru,yakni UU.
PPh.No.36 Tahun.2008 maka untuk PPh Pasal 25 Badan mengalami perubahan
tarif.Yang dahulu sebesar 28% maka untuk tahun 2010 ini berubah menjadi 25%.
Dan perhitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibagikan menjadi 2
bagian yaitu :
1. Jika peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,- maka perhitungan
PPh terutang yaitu sebagai berikut :
PPh terutang : 50% X 25% X Seluruh Penghasilan Kena Pajak.
2. Jika peredaran bruto lebih dari Rp. 4.800.000.000,- sampai dengan Rp
50.000.000.000,- maka perhitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut :
30
PPh terutang : (50%X25%) X Penghasilan
25% X Penghasilan
Kena Pajak dari Bagian
Peredaran Bruto yang
Kena Pajak dari
+
Memperoleh fasilitas
Bagian Peredaran
yang tidak
Memperoleh fasilitas

Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh Fasilitas yaitu :
Rp. 4.800.000.000 x Penghasilan Kena Pajak
Peredaran Bruto
3. Jika peredaran Bruto lebih dari Rp 50.000.000.000 maka perhitungan PPh
terutang adalah sebesar 25% x Penghasilan kena Pajak.
2.2
Penelitian Terdahulu.
Dalam penelitian sebelumnya oleh Reina (2009) dengan judul Perlakuan
Koreksi Fiskal Dalam Laporan Keuangan di Koperasi PT. Semen Gresik dan
Pengaruhnya dalam penyajian Laporan Keuangan Komersial.Penelitian ini
melakukan koreksi fiskal terdapat perbedaan tetap dan waktu pada laporan
keuangan.
Dalam penelitian ini tidak lagi dilakukan dikoperasi tetapi diperusahaan
yaitu PT. ESHAM DIMA MANDIRI di Surabaya.Dilaporan keuangan PT.
ESHAM DIMA MANDIRI terdapat biaya – biaya yang harus dikoreksi
fiskal.Untuk perbedaan tetap ada biaya sumbangan, biaya pajak yang tidak
dapat diakui sebagai pengurang karena pendapatan tersebut sudah dikenakan
PPh Final termasuk PPh Pasal 21, 22, 23, 25 dan tidak dapat
31
dikreditkan.Sedangkan untuk perbedaan waktu disebabkan karena adanya
perbedaan tarif penyusutan aktiva tetap, Antara Penyusutan Komersial dan
Fiskal.
Akibat perbedaan yang timbul antara perbedaan tetap dan perbedaan
waktu tersebut, menghasilkan laba yang berbeda sehingga terdapat selisih laba
sebelum pajak.Selain itu juga berpengaruh terhadap besarnya kewajiban pajak
yang harus dibayar oleh PT. ESHAM DIMA MANDIRI.Untuk PPh dan
pembuatan laporan Laba Rugi fiskal dan Laporan Keuangan Komersial yang
sesuai dengan Undang – undang Nomor 17 Tahun 2000.
32
2.3.
Kerangka Konseptual
Kerangka Konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Ganbar 3.1
Skema Kerangka Konseptual
Laporan Keuangan
Komersial
Penerapan UU PPh.No
36 Tahun 2008
Penerapan SAK
Koreksi Fiskal
Perhitungan PPh
Badan Terhutang
Laporan Keuangan
Fiskal
Sumber: Data Diolah dari PT. ESHAM DIMA MANDIRI
Berdasarkan Kerangka Konseptual diatas, penulis mengambil Interprestasi
bahwa koreksi fiskal berpengaruh terhadap laporan keuangan komersial.
Download