1 Paradigma Politik Partai Keadilan Sejahtera dalam Membangun Moral Bangsa Oleh : Aliyas, M. Fil.I1 Abstrak Partai Keadilan Sejahtera sebagai partai politik yang lahir dari kalangan muda intelektual, religius, berorientasi pada ahlakul karimah dan nilai moral dalam menjalankan paradigma politiknya dengan berupaya merefleksikan kapasitas internal, yakni seorang kader yang memahami dinamika global kehidupan saat ini, serta memiliki kemampuan spesialis dan profesional. Aktivitas kerja dan dakwah seorang kader senantiasa ditandai oleh kekokohan dan kemandirian diri, gerak yang dinamis, serta ide yang kreatif dan inovatif dalam kapasitas sosial dan kapasitas politik. Dalam kapasitas sosialnya, ia mampu mendidik masyarakat dan menjadikannya kader dakwah, dengan pola kerja amal jama’i sesuai prinsip dakwah Islam, sehingga ia dikenal di masyarakat sebagai orang shaleh yang mampu menyebarkan dan menularkan keshalehannya. Dalam kapasitas politik, ia menjadikan kebaikan diri dan sosialnya sebagai modal untuk menjadi aktor politik yang shaleh di negerinya. Ia senantiasa memelopori perubahan melalui beragam program, seperti menghimpun segala potensi masyarakat dan dakwah yang ada disekitarnya, mengarahkannya sesuai dengan prinsip dan sasaran dakwah, lalu menggerakkan potensi itu menjadi energi perubahan yang positif. Tidak hanya itu, ia juga menciptakan masyarakat yang berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong royong menjaga kedaulatan Negara dalam bingkai NKRI. A. Latar Belakang Bangsa Indonesia telah menjalani sebuah sejarah panjang dan berliku dalam kurun waktu lebih kurang lima dekade,2 dengan perjuangan yang berat dan kritis. Dalam upaya melepaskan diri dari penjajahan Belanda yang bercokol selama tiga setengah abad, dan Jepang tiga setengah tahun sampai Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan membentuk Negara yang demokratis. Namun upaya untuk membentuk Negara yang demokratis hanya berjalan hingga tahun 1959, 1 Dosen Fakultas Adab dan Humaniora IAIN STS Jambi Istilah Dekade Hampir Serupa Dengan Dasawa rsa Yakni Masa Sepuluh Tahun, Lima Dekade Berarti Lima Puluh Tahun. Widodo, Kamus Ilmiah Di Lengkapi Juga Dengan Ejaan Yang Disempurnaan Dan Penbentukan Istilah, Absolut, 2001, hlm. 83 2 2 karena upaya untuk membangun bangsa yang demokratis dan sejahtera mengalami kebuntuan dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai awal diktarorisme di Indonesia. Demikian juga dengan lahirnya Orde Baru pada tahun 1966 yang ternyata hanya merupakan sebuah perpanjangan tangan kekuasaan militer yang benih-benihnya sudah mulai bersemi pada masa Orde Lama.3 Kaum Muslimin di Indonesia, peranannya dalam perjuangan begitu besar dan menentukan, namun dalam upaya membangun bangsa yang demokratis menghadapi kenyataan bahwa Islam sering dikesankan sebagai sebuah momok yang kerap membangkitkan kecurigaan para penguasa di Indonesia. Hal ini terkesan dalam kebijakan Presiden Soekarno di mana dalam pidatonya pada awal kemerdekaan telah membuka perjuang demokratis bagi perjuangan Islam di Indonesia. Namun pada tahun 1959, ia telah menuntup kembali peluang itu dengan dekritnya yang disusul dengan diterapkannya Demokrasi Terpimpin yang pada hakikatnya dapat dikatakan sebuah bentuk diktatorisme. Setahun kemudian Masyumi sebagai partai umat Islam terbesar pada saat itu secara inkonstitusional dibubarkan. Jika ditelusuri , peran Islam sebagai kekuatan politik sejak masa penjajahan Belanda, dan terus bertahan sampai dengan masa penjajahan Orde Baru meski mengalami pasang surut dan tekanan. Serikat Islam (SI) merupakan penjelmaan pertama organisasi Islam dalam sebuah partai politik. Kebesaran Serikat Islam (SI) tampaknya telah memicu golongan masyarakat yang tidak beraviliasi dengan politik Islam untuk mendirikan kekuatan politik yang setara. Dalam kaitan ini muncul kelompok nasionalis-sekuler yang diwakili Partai Nasional Indonesia (PNI) yang merupakan pengungkapan politik masyarakat yang secara jelas merespon keberadaan Serikat Islam (SI), khususnya dengan gejolak internal yang menimpanya. Para pengagas pembentukan PNI adalah mereka yang selama ini dinilai sebagai penganut pandangan abangan (Islam nominal). 3 www.PKSejahtera.Org, 3 Februari 2005. 3 Sebelum kemerdekaan, negeri ini berhasil ditegakkan dengan dua kutub politik yang berseberangan, yaitu kelompok abangan dan kelompok Islam santri yang masing-masing memiliki kecenderungan politik yang berbeda. Ketegangan ini terutama yang berkenaan dengan bagaimana meletakkan hubungan antara agama (Islam) dan negara. Kaum abangan menganggap bahwa agama dan politik harus diletakkan secara terpisah. Sementara kelompok Islam santri menyakini bahwa agama dan politik merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Lebih dari itu, kelompok ini menghendaki dijadikannya Islam sebagai dasar negara atau hukum Islam dimasukkan dalam konstitusi nasional. Perdebatan antara dua kubu tersebut mengenai hubungan ideal antara Islam dan negara telah menyita banyak energi, hubungan yang tidak harmonis itu terus bertahan sampai pada masa kepemimpinan Soekarno yang kemudian membubarkan sebagian partai-partai. Terdapat tiga partai Islam yakni PSII, Perti dan NU yang selamat dari ambisi Soekarno untuk menguburkan partaipartai politik yang ditudingnya telah menyebabkan ketidakstabilan politik dan mempraktekkan demokrasi yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Setelah berakhirnya masa pemerintahan Orde Lama yang dimotori oleh Soekarno akhirnya tiga partai Islam, yakni NU, PSII, dan Perti masih tetap eksis sampai Orde Baru berdiri. Namun keberadaannya tidak begitu panjang, karena watak pemeritahan Orde Baru yang anti demokrasi dan permusuhan secara budaya dari sebagian besar elit politik negara yang berpandangan abangan terhadap Islam mendorong negara untuk menggabungkan ketiganya dalam Parmusi - sebuah partai Islam yang kelahirannya tidak banyak dipengaruhi campur tangan negara- menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Orde baru yang menerapkan sistem kepartaian hegemoni membuat keberadaan PPP semakin lama semakin tidak berdaya, bahkan lebih parah lagi ia kehilangan identitas ke-Islamannya akibat 4 negara memaksakan penggunaan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi semua partai politik, dan organisasi massa.4 Tidak hanya itu, tekanan-tekanan terhadap umat Islam khususnya, kebebasan berpendapat umumnya, telah menghasilkan fenomena tersendiri dalam strategi perjuangan umat Islam. Apalagi setelah dunia perguruan tinggi terkena imbas otoritarisme pemerintah dengan diterapkannya konsep NKK/BKK. Para aktivis intelektual muslim merasakan semakin sempit ruang gerak kebebasan bagi dakwah, menebar kebenaran, dan kebaikan di Indonesia.5 Refleksi politik yang demikian berakhir oleh desakan rakyat yang dimotori oleh Prof. Dr. H. Amin Rais untuk menjatuhkan rezim yang berkuasa selama 32 tahun. Tidak bisa dipungkiri sebenarnya rakyat sudah jera dengan penderitaan, hak asasi rakyat diinjak-injak, kebebasan terbelenggu.6 Akhirnya momentum perubahan hadir dengan perlawanan rakyat untuk menumbangkan rezim Orde Baru. Ada pendapat yang menyatakan bahwa, bukan kalangan reformer yang mengajar dan mendidik rakyat untuk menjatuhkan rezim Soeharto. Akan tetapi kekuatan masalah yang melahirkan reformer supaya berani tampil memulihkan kehidupan demokrasi di Indonesia. Terlepas dari itu semua yang jelas kekuasaan Soeharto selama kurang lebih 32 tahun, akhirnya berakhir secara tragis pada 21 Mei 1998.7 Tindakan Orde Baru membawa dampak luar biasa bagi kalangan politisi untuk mendirikan partai politik. Hal tersebut dianggap wajar bagi rezim tersebut. Namun ketidakwajaran kontan dengan mudah terlihat dari histeria politik pasca Orde Baru. Menjelang detik-detik runtuhnya Orde Baru ratusan partai politik terbentuk, baik yang terdaftar dan diakui secara hukum maupun yang dibentuk secara iseng- hanya untuk melampiaskan luapan 4 Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca Soeharto, LP3ES, Jakarta, 2003, hlm. 57- 5 Materi Training Orientasi Partai (TOP)-1 Nasional, DPP Partai Keadilan 3 November 6 Materi Training Orientasi Partai (TOP)-1 Nasional, DPP Partai Keadilan 3 November 7 http://www.pemilu.com 58. 2001. 2001. 5 emosi politik-politik yang tidak bisa dibendung. Semuanya berlangsung sedemikian rupa sehingga berpartai merupakan ekspresi diri dan sekaligus menjadi pengalaman baru yang disusun di atas puing-puing pengalaman yang sudah pupus terjelas pemerintahan Orde Baru.8 Mundurnya Soeharto dari kursi kekuasaan pada tahun 1998, setelah berkuasa selama kurang lebih 32 tahun, secara signifikan telah menimbulkan perubahan politik yang luar biasa. Berakhirnya Orde Baru yang dibawa oleh Soeharto berlanjut ke era baru yang disebut “era reformasi”. Era ini ditandai dengan terbukanya kebebasan berbicara, pers, budaya dan politik. Terbukanya kebebasan politik, betul-betul dinikmati oleh rakyat yang selama hampir tiga dasawarsa rezim Soeharto tidak pernah diperoleh. Era ini telah membuka pintu lebar-lebar bagi lahirnya partai politik dalam jumlah yang cukup besar, baik yang berkarakter agama, netral agama maupun lintas agama.9 Loncatan perubahan dari Orde Baru ke era reformasi membuka peluang kebebasan bagi kehidupan politik bangsa Indonesia, keinginan dan hasrat para tokoh politik, agamawan, pengusaha dan kalangan intelektual untuk bangkit menggapai kekuasaan lewat partai politik. Pembatasan yang selama puluhan tahun mereduksi aspirasi politik mereka ke dalam tiga partai politik : Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) tak mampu lagi dipertahankan. Maka, kehidupan politik pun memasuki babak baru yang penuh gairah.10 Tak bisa dipungkiri, bahwa era reformasi telah membuka lahan subur bagi tumbuhnya partai-partai yang bernafaskan Islam. Segala strategi dan agenda perjuangan segera dirumuskan. Pada saat bersamaan, para 8 TIM Litbang, Partai-partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program 2004-2009, Kompas, Jakarta, 2004, hlm. 3. 9 Bahrul Ulum, Bodohnya NU Apa NU Dibodohi, Ar-Ruzz Press, Djokjakarta, 2003, hlm. 41-42. 10 TIM Litbang, Partai-partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program 2004-2009, Kompas, hlm. vii 6 pemimpin partai mensosialisasikan gagasan dan pemikirannya.11 Partai-partai yang menjadi saluran aspirasi politik bangsa seakan-akan bangkit dari kuburnya. Dan berupaya memperoleh dukungan legal masyarakat.12 Anehnya, fenomena ini menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Ada yang berpandangan positif dan menganggap bahwa mendirikan parpol Islam itu merupakan bagian dari langkah amar ma’ruf nahi munkar, sebaliknya ada yang mengganggap bahwa pendirian parpol Islam adalah sebagai upaya memolitisasi umat bahkan agama untuk meraih kedudukan tertentu di dalam jajaran elit politik.13 Reaksi pertama yang menolak mendirikan partai Islam sebagai simbol utama dalam meraih kekuasaan adalah Nurcholish Masjid, lewat jargonnya “Islam yes, partai Islam no”. Di sini awalnya ia menyorot pemanfaatan simbol agama untuk kekuasaan. Kondisi memprihatinkan ini telah berlangsung lama, sementara di sisi lain cita-cita legalisme politik Islam masih bergulir. Lewat jargonnya itu, Nurcholish Majid memangkas harapan utopia sejumlah aktivis Islam, seraya mendorong aktualisme Islam non-politik dengan menampilkan wajah kulturnya.14 Namun yang paling menarik adalah, tentang keberadaan partai Islam dalam pentas politik di Indonesia, khususnya di Partai Keadilan Sejahtera, apa yang dikemukakan oleh Nurcholish Majid tantang “ Islam yes, partai Islam no”, nampaknya mengundang perhatian bagi kalangan Islam politik di Indonesia, menanggapi hal ini, Partai Keadilan Sejahtera sebagai salah satu partai Islam harus mampu memberi corak, dan warna tersendiri di tengahtengah masyarakat yang pluralis, dan berani membuktikan “Islam yes, partai Islam yes”. Jika hal ini dapat dibuktikan oleh Partai Keadilan Sejahtera, maka 11 Kholid Novianto, Era Baru Indonesia Sosialisasi Pemikiran Amin Rais, Hamzah Haz, Matori Abdul Jalil, Nur Mahmudi Ismail, Yusril Ihza Mahendra, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 1999., hlm. 77 12 Materi Training Orientasi Partai (TOP) I Nasional, DPP Partai Keadilan 3 November 2001 13 Sahar L. Hasan, at al. Memmilih Partai Islam Visi Misi dan Persepsi, Gema Insani Jakarta, 1998., hlm. 98. 14 Nurcholid Majid, Islam Kemerdekaan dan Keindonesiaan, Bandung:mizan, 1995, hlm. 218 7 pemanfaatan simbol agama sebagai jembatan dalam meraih kekuasaan sudah waktunya harus didukung dan diberikan perhatian. Terlepas dari itu semua, yang jelas luapan politik di era reformasi diekspresikan dalam bentuk partai politik. Sejumlah tokoh dengan pemikiran, latar belakang dan keahlian tampil dengan semangat memimpin partai. Maka dengan demikian, lahirnya Partai Keadilan Sejahtera dalam pentas politik di era reformasi adalah hasil dari pemerintahan Orde Baru yang selama ini anti demokrasi, dengan melarang mendirikan partai yang beridentitas Islam. Partai Keadilan Sejahtera harus betul-betul dapat membuktikan keberadaannya sebagai partai Islam, dengan menampilkan paradigma politiknya yang dapat membawa perubahan di tengah-tengah masyarakat. Karena kehadirannya dianggap membawa angin segar bagi kehidupan umat, juga merupakan kuncup reformasi yang mekar menjadi bunga. Ia lahir di atas puing-puing sebuah rezim yang baru saja runtuh.15 Kehadirannya bukan semata-mata untuk memenangkan kursi legislatif atau jabatan eksekutif, tapi hadir untuk membangun moral bangsa yang telah porak poranda, menjadi bangsa yang mulia dan sejahtera.16 Perlu juga disadari bahwa, Partai Keadilan Sejahtera mempunyai keunikan tersendiri diantara partai-partai Islam yang lainnya, keunikan tersebut bukan terletak pada jumlah perolehan suara yang signifikan pada pemilu 2004 yang lalu, tetapi keunikannya terletak pada perpaduan antara kalangan muda, kaum terdidik dan cendikiawan Muslim, serta spirit kepemudaan (pembaharuan moral) akan tetap dipertahankan. Segmen inilah tampaknya yang akan terus digarap oleh Partai Keadilan Sejahtera. Upaya untuk melebarkan segmen dukungan ke kelompok pemilih lain bukan tidak bermasalah. Sebab sejak kelahirannya merek “generasi muda, kaum terdidik dan cendikiawan Muslim” inilah yang kental menyertainya. Barangkali Partai Keadilan Sejahtera pada awalnya adalah berupa “Gerakan Dakwah Kampus 15 Majalah Media Indonesia, Partai Keadilan Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar Di Bidang politik, Sabtu, 3 Februari 1999. 16 Al-Muzammil Yusuf, Isu Besar Dakwah Dalam Pemilu, PT. Syamil Cipta Media dan dpp pk Sejahtera, Jakarta, 2003 hlm. 123. 8 (GDK)” yang dimotori oleh generasi muda terdidik di kampus-kampus, yang berbasis diperkotaan kemudian menjadi gerakan politik yang ditranspormasikan menjadi sebuah partai kemudian dikenal dengan Partai Keadilan Sejahtera.17 B. Agenda Politik PKS dalam Mewujudkan Masyarakat yang Adil dan Sejahtera Partai Keadilan Sejahtera adalah salah satu wadah umat Islam dalam menyalurkan aspirasi politiknya dengan membawa misi yang sangat berbeda dengan partai-partai Islam yang lainnya. Hal ini berarti bahwa mereka sangat percaya pada kebenaran Islam, tidak hanya sebatas teori akan tetapi berusaha menampilkan wajah Islam yang sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat. Penampilannya yang dimaksud adalah simpatik, yang mengesankan publik, kemudian menjadikan dakwah sebagai tujuan utama partai. Memperluas dan memperdalam aktivitas dakwah Islam lewat partai politik dianggap paling tepat, mengingat cara ini akan memungkinkan politisi Partai Keadilan Sejahtera untuk menyampaikan dakwah dari kampus hingga gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahkan kantor Presiden serta kantor-kantor para pejabat pemerintah. Keahlian manajemen, informasi dan teknologi yang mereka kuasai sebagai alumni kampus-kampus terkemuka, mereka jadikan sebagai basis untuk membangun masyarakat Islam Indonesia yang adil dan sejahtera.18 Partai Keadilan Sejahtera sebagai salah satu partai politik yang lahir di era reformasi, menurut peneliti Akses Research Indonesia setidaknya ada empat perihal cermin politik yang digagas oleh Partai Keadilan Sejahtera dalam pilkada di era Reformasi. Pertama, citra positif Partai Keadilan Sejahtera yang membangun reputasinya selama ini secara menakjubkan. Tokoh otomotif Amerika Serikat, 17 Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan Transformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah Di Indonesia, Teraju Bandung, 2002, hlm. xxx. 18 Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan Transformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah Di Indonesia, hlm. 63 9 Henry Ford, pernah mengatakan, “ You can’t build a reputation on what you are going to do”. Artinya, reputasi tidak bias dibentuk hanya melalui janji belaka seperti yang dihamburkan para juru kampanye atau lewat iklan pada masa kampanye. Publik, secara tegas bisa dibaca dari hasil pemili 2004, mulai kritis dengan melihat “keseharian politik” dari partai politik. Bagi Partai Keadilan Sejahtera apa yang disebut dengan “keseharian politik” itu ditujukan lewat kiprah pos keluarga keadilan, kiprah anggota parlemennya, santunan terhadap korban musibah, dan lain sebagainya.19 Citra positif yang demikian tidak hanya beredar pada tingkat daerah tertentu saja, tetapi mampu menembus sekat-sekat geografis. Survey A Research Indonesia di kota Bontang (Kalimantan Timur), untuk mengambil sebuah contoh kasus, menegaskan bahwa kinerja positif aktivitas Partai Keadilan Sejahtera di luar kota Bontang ternyata mempengaruhi pilihan politik masyarakat di kota Bontang untuk memilih Partai Keadilan Sejahtera. Mengikuti alur ini, di sisi lain kiprah aktivis Partai Keadilan Sejatera di Nangroe Aceh Darussalam pada pasca Tsunami, akan menjadi nilai tambah bagi kandidat yang dimajukan dalam pilkada dimana pun. Kedua, karakter kader Partai Keadilan Sejahtera yang militan, amat sulit mendayagunakan masa partai politik dalam jumlah besar, jika tidak ada pertimbangan pragmatis, sebagaimana yang dilakukan oleh partai politik di tanah air. Namun tidak seperti halnya dengan Partai Keadilan Sejahtera yang berlogo “padi emas yang diapit bulan sabit kembar”. Partai ini menjalankan aktivitasnya dengan pertimbangan ideologis20. Bisa dikatakan bahwa partai 19 Majalah Saksi, No 14 Tahun VII, 13 Aprl 2005, hlm. 92 Ideologi, boleh jadi merupakan salah satu istilah yang paling kontroversial dalam perkembangan pemikiran “politik” di Negara kita. Betapa tidak! Masyarakat luas pada umumnya enggan untuk berbicara masalah ideologi. Mereka umumnya menghindari diri untuk berdebat soal ideologi. Tetapi bersamaan dengan itu kehidupan mereka sehari-hari tidak terlepas dari pengaruh ideologi. Seringkali istilah ideologi memperoleh konotasi negatif, dan tidak jarang istilah ideologi dipersamakan dengan berbagai cara, gaya atau buah pikir paham totaliter yang tidak disukai oleh banyak kalangan. Sementara itu tidak sedikit pula yang mengkarakterisir ideologi sebagai suatu bentuk kata, tidak sedikit yang memberi arti negatif terhadap ideologi. Perlu dipahami bahwa ideologi adalah sistem pemikiran yang berkaitan dengan perilaku manusia, atau serangkaian pemikiran yang mampu mempersatukan partai-partai atau kelompok-kelompok lain agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan politik. Cheppy Hari Cahyono. Ideologi Politik, PT. Hanindita, Yogyakarta, 1988, hlm. Vii-10 20 10 adalah sarana untuk meraup sebanyak mungkin ridho Ilahi. Itulah mengapa kita menyaksikan para aktivis Partai Keadilan Sejahtera mampu bertahan menghadapi tantangan, bahkan dapat melakukan ekspansi keberbagai wilayah, dan strata kehidupan masyarakat. Ketiga, kredibilitas moral para pejabat dari Partai Keadilan Sejahtera. Di usianya terhitung baru melewati masa balita, pejabat publik dari Partai Keadilan Sejahtera mampu memberikan secercah harapan di tengahtengah keringnya moralitas para pemimpin Negara ini. Partai ini mampu meruntuhkan budaya rangkap jabatan. Sebuah sikap yang terbilang belum ada Presidennya dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini. Keempat, jaringan organisasi yang solid dan rapi. Ini adalah konsekuensi dari ketersediaan stok Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, manajemen Sumber Daya Manusia yang terhitung apik dalam partai yang memiliki slogan “Bersih dan Lebih Peduli”. Partai ini digerakkan oleh sekitar 600.000 kader yang mayoritas datang dari kelas menengah, yang ditandai dengan tingkat pendidikan berkisar pada strata sarjana dan pascasarjana. Kerapihan jaringan organisasi Partai Keadialan Sejahtera bisa dengan mudah di baca dari kemampuan konsistensi anak-anak partai dakwah ini dalam mempraktekkan bagaimana hidup harmonis di dalam alam demokrasi.21 Itulah empat pemikiran politik Partai Keadilan Sejahtera dalam era Reformasi, yang mestinya dapat menambah daya tawar Partai Keadilan Sejahtera dalam menghadapi pilkada di masa yang akan datang. Karena modal politik itulah yang membuat banyak pelamar antri untuk menjadi Partai Keadilan Sejahtera sebagai kendaraan politik mereka. C. Kontribusi PKS di Parlemen Kontribusi Partai Keadilan Sejahtera erat kaitannya dengan hakekat politik Partai Keadilan Sejahtera yaitu politik Islam yang asasnya Islam dan visinya dakwah. Sebab itu, kalau ada tokoh yang mempunyai massa besar tapi 21 Cheppy Hari Cahyono. Ideologi Politik, hal. 93 11 moralitas Islamnya bermasalah, maka Partai Keadilan Sejahtera tidak bisa menerima, sebab bertentangan dengan ide dasar dari dakwah itu sendiri. Ditambah lagi, Partai Keadilan Sejahtera tidak dapat menerima atau memasukkan hal-hal yang syubhat apalagi yang haram, walaupun itu bisa mendatangkan kepuasan. Sebab menurut Hidayat, kalau itu dilakukan, maka umur dakwah akan sangat pendek, dan akan memunculkan berbagai konflik yang luar biasa, yang pada akhirnya akan mematikan dakwah.22 Contoh dari konstribusi pemikiran politik Partai Keadilan Sejahtera terlihat ketika Nur Mahmudi Ismail, mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, mencetuskan keinginannya untuk membawa isu moral dalam pentas politik, khususnya di parlemen dan umumnya di tengah-tengah masyarakat. Ia meletakkan gagasan ini pada posisi sentral. Menurut Nur Mahmudi, krisis Indonesia belakangan ini, bersumber dari masalah tak terkendalikannya akhlak manusia sebagai pemangku kepemimpinan bangsa. Segala bentuk krisis yang melanda umat manusia merupakan akibat logis dari arogansi, kesombongan dan ketamakan manusia itu sendiri. Segala bentuk ketimpangan dan ketidakseimbangan hidup merupakan buah dari kezaliman, dan kekufuran yang dilakukan oleh manusia.23 D. Landasan Politik PKS dalam Membangun Moral Bangsa Partai Keadilan Sejahtera mengacu pada pemikiran politik Hasan Al-Banna dalam menjalankan agenda politik dan tugas pemerintahan di antaranya adalah: 1. Pemimpin dapat membangkitkan revolusi pemikiran dalam tubuh umat. Revolusi pemikiran tersebut, kemudian mendorong seluruh manusia menuju masa depan yang gemilang. 22 Abd Rohim Ghazali, Mencari Pemimpin di antara Para Pemimpin, Djambatan, Jakarta, 2004, hal. 48-49. 23 Kholid Novoanto. et al, Era Baru Indonesia Sosialisasi Pemikiran Amin Rais, Hamzah Haz, Matori Abdul Jalil, Nur Mahmudi, Yusril Ihza Mahendra, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hal. 115-117. 12 2. Menciptakan persatuan yang dapat menghapus semua faktor perselisihan dan perpecahan. Menurut Hasan Al-Banna wujud persatuan umat tercermin dalam tiga realitas sosial, yaitu tegaknya sistem soiial Islam di negera-negera Muslim, terbebasnya umat Islam dari kekuasaan asing, adanya kerjasama antara bangsa-bangsa Islam. 3. Membebaskan umat Islam dari penjajahan dalam berbagai bentuk dan manifestasinya. 4. Mendukung tegaknya pemerintahan Islam, yang memiliki otoritas dalam menegakkan syari’at Allah. Lebih lanjut Hasan Al-Banna mengatakan bahwa Islam adalah tata kehidupan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, di dalamnya mengandung nilai-nilai sosial kemasyarakatan, yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan bernegara.24 Sementara Sayyid Quthub menilai bahwa masyarakat Islami adalah masyarakat yang di dalamnya diterapkan Islam secara utuh, baik yang menyangkut aqidah, ibadah, sistem pemerintahan, moralitas, maupun perilaku. Sementara, masyarakat jahiliyyah ialah masyarakat yang tidak menerapkan Islam, konsepsi, nilai-nilai dan neraca kehidupan masyarakat tidak dikendalikan oleh Islam.25 E. Dakwah dan Politik dalam Pandangan PKS Dakwah dan politik Partai Keadilan Sejahtera merupakan sebuah landasan berpikir dalam mengambil kebijakan politik, bersikap dalam menentukan pilihan dan bergerak dalam mengembangkan misi dakwah. Misalnya berjuang dalam mewujudkan mansyarakat madani Indonesia, menegakkan eksistensi politik umat Islam Indonesia, serta berjuang untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Semua itu harus diperhatikan oleh setiap jajaran pengurus dan kader partai. 24 Abu Ridho, Islam dan Politik Memungkinkan Bersatu, Syamil Cipta Media, Bandung, 2004, hal. 13 25 Abu Ridho, Islam dan Politik Memungkinkan Bersatu..,hal. 14 13 Paradigma tersebut dibangun dari nilai-nilai dakwah yang terkandung dalam sumber ajaran Islam, yakni al-Qur’an dan as-Sunnah. Paradigma dakwah Partai Keadilan Sejahtera ditunjukkan oleh karakteristiknya, yaitu profesionalismenya yang dibangun di atas moralitas yang bersih dan jiwa patriotisme yang tinggi. Selain itu Partai Keadilan Sejahtera memiliki karakteristik demokratis, reformis, moderat dan independen. Adapun langkah-langkah politik Partai Keadilan Sejahtera, memiliki paradigma yang tercermin dalam prinsip dasar gerakan yaitu : keadilan, persamaan, keseimbangan, kesatuan nasional, kemajuan, khidmatul ummah, dan kerjasama internasional.26 Dalam konteks sebagai partai dakwah, ada beberapa alasan penting mengapa perlu mendapatkan dukungan basis sosial yang sangat luas. Pertama, perluasan qa’idah jamahiriyah (basis dukungan) akan mengokohkan eksistensi dan daya tarik dakwah. Kedua, memperlus rizki dakwah dengan tersalurkannya para tangan-tangan donator untuk menopang dakwah. Ketiga, pembesaran dan perluasan basis dukungan akan mempercepat pembentukan mujtami’ Islami. Luasnya iklim penerimaan Islam, akan melahirkan tuntutan spontanitas dari warga masyarakat untuk menetapkan nilai dan ajaran Islam di berbagai bidang kehidupan. Keempat, memperbesar dukungan suara politik bagi dakwah. Dalam konteks partisipasi politik dukungan suara menjadi ukuran eksistensi, kredibilitas dan legitimasi politik suatu partai. Semakin besar dukungan suara, semakin kuat posisi tawar dan semakin efektif peran perubahan yang dijalankan. Kelima, perluasan basis dukungan pada saatnya akan menghasilkan basis perlindungan bagi eksistensi dakwah. Untuk mendapatkan dukungan sosial masyarakat dan mengaktualisasikan Partai Keadilan Sejahtera di tengah masyarakat, maka Partai Keadilan Sejahtera mencanangkan aksi kerja sosial di tengah masyarakat. Adapun prinsip kegiatan yang akan dilakukan di masyarakat tetap mengacu kepada syumuliyyah (universalitas) dan takamuliyyah 26 Abu Ridho, Islam dan Politik Memungkinkan Bersatu.., hal. 22 14 (integralitas) Islam. Dengan kata lain, harus menyentuh semua aspek kehidupan dakwah dan masyarakat, serta ada saling keterkaitan antara program-program tersebut. Ada empat agenda besar yang dilakukan oleh para pengurus dan kader partai dalam mencapai tujuan dakwah. Pertama, siyaghah al-bina alijtima’i (merekonstruksi tatanan kemasyarakatan). Pada tahapan ini, istruksi keluarga sebagai langkah lanjutan pembentukan pribadi Muslim dan langkah antara menuju pembangunan masyarakat Islam. Dari sini, peran dakwah keluarga menjadi sangat jelas. Keluarga menjadi sarana hidup untuk mengokohkan kepribadian kader dan mencetak generasi baru dakwah. Juga menjadi sarana dakwah yang membangun mujtami’ Islimi. Oleh karena itu meneruskan kembali orientasi masyarakat tentang berkeluarga. Mengarahkan cara pengelolaan kehidupan keluarga sesuai dengan tuntunan Islam. Kemudian yang tak kalah pentingnya yang harus diperhatikan di masyarakat adalah soal pendidikan. Dalam konteks ini, agenda dakwah diarahkan untuk menyiapkan aktor-aktor pendidik agar dapat mewarnai berbagai institusi pendidikan yang ada. Mengembangkan wacana konsep pendidikan yang Islami dan gagasan solutif bagi benang kusut pendidikan di negeri ini. Agenda kedua, ri’ayah al-mashalih al-ijtima’iyah (memelihara aset kebaikan masyarakat) pada masyarakat yang memiliki transisi, seringkali tidak mampu memelihara nilai-nilai kebaikan yang ada secara efektif. Sehingga tatanan budayanya nyaris berganti dengan budaya yang baru. Ketiga, hallu al-qadhaya al-ijtima’iyah (memecahkan problema masyarakat). Peran serta para aktifis dalam menyelesaikan problem masyarakat adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu. Karena itu, tafa’ul maydani (pengenalan lengkap lapangan) atas peta persoalan masyarakat dengan mendeskripsikan kondisi wilayah geografisnya dalam lingkup sekelurahan/desa, akan menjadi sebuah keharusan. Jika hal itu mampu dilakukan, maka seorang kader akan memiliki peluang sebagai unsur problem 15 solver. Lebih dari itu, agenda dan program dakwah bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.27 Adapun metode yang digunakan oleh para pengurus dan kader partai dalam dakwah adalah : Pertama, metode ‘amal khairy yaitu membantu pengentasan masalah masyarakat dengan menggunakan metode pendekatan pelayanan kebajikan secara cuma-cuma, misalnya: bantuan pangan, pelayanan kesehatan, dan bakti sosial. Kedua, metode community development yang berpijak pada prinsip pemberdayaan masyarakat melalui kemampuan mandiri dalam skala komunitas. Dalam hal ini, partai memberikan bimbingan dan fasilitas kepada suatu komunitas untuk memberdayakan dan mengembangkan kehidupan sosial dan ekonominya, sampai akhirnya mereka bisa berjalan sendiri. Misalnya, memberikan penyuluhan, fasilitas, bimbingan dan superfisi tentang usaha peternakan di suatu komunitas. Setelah berjalan baik, maka mereka bisa melepas dengan superfisi yang bersifat periodik. Ketiga, metode advokasi yang berangkat dari asumsi bahwa banyak masalah sosial akibat dari ketidakadilan struktural, khususnya di bidang ekonomi, hukum dan politik. Agar masyarakat mampu mengembangkan dirinya, maka dibutuhkan iklim keadilan dari pihak penguasa atau kekuatankekuatan struktural lainnya. Misalnya masalah upah buruh, hak-hak pekerja wanita dan anak-anak. Di sini partai berperan melakukan advokasi atas nama warga masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya secara layak. Keempat, metode agregasi politik yaitu upaya untuk mendorong lahirnya kebajikan perundang-undangan dalam peraturan-peraturan yang memihak kepada kepentingan rakyat. Ini umumnya fungsi yang dilakukan oleh partai politik melalui aksesnya di lembaga legislatif, eksekutif dan juga yudikatif.28 27 Aay Muhammad Furkon, Partai Keadilan Sejahtera Indeologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer, Teraju, Jakarta, 2004, h. 104-105 hal. 198-201 28 Aay Muhammad Furkon, Partai Keadilan Sejahtera Indeologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer, hal. 202-203 16 F. Konsep Tarbiyah dalam Politik PKS Konsep Partai Keadilan Sejahtera, tentang tarbiyah adalah inti dari segala aktivitas dan semua kegiatan. Adapun yang dilakukan memiliki nilai pembinaan dan pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas keislaman dan gerakan. Karena itu, Partai Keadilan Sejahtera memandang persoalan pembinaan atau tarbiyah menjadi sesuatu yang sangat penting, bahkan kehadiran para kader Partai Keadilan Sejahtera di parlemen tidak bisa dilepaskan dari konsep pembinaan dalam arti yang luas. Maka nyaris mustahil Partai Keadilan Sejahtera meningkatkan aspek tarbiyah sebagai sesuatu yang harus ditekankan. Tarbiyah dalam konsep PKS berarti proses penumbuhan pembinaan yang sifatnya menyeluruh, artinya seluruh sisi kemanusiaan, baik dari segi intelektualitas maupun kemampuan serta kualitasnya. Tarbiyah sendiri mempunyai dua kategori. Pertama, tarbiyah bashariyah yaitu proses pendidikan yang melibatkan manusia secara langsung, ada tempat, alat, sarana dan arti yang formal. Kedua, tarbiyah rabbaniyah yaitu perekayasaan Allah swt. Sebagai contoh, dalam melakukan setiap aksi, bisa saja banyak yang kita temukan sifat nilai-nilai tarbiyah yang sesungguhnya merupakan karunia dari Allah swt. Kedua, tarbiyah tersebut menjadi dasar serta landasan Partai Keadilan Sejahtera dalam gerakan politiknya. Lebih khusus lagi masalah tarbiyah bashariyah, karena para kader akan dituntut untuk membuat kurikulum tentang pembinaan keislaman, kemampuan berdakwah dan sebagainya.29 Untuk mencapai tarbiyah yang maksimal, maka ada beberapa tujuan tarbiyah yang harus dicapai. Pertama, tarbiyah harus memberikan gambaran yang utuh tentang syumuliyatul Islam (universalan Islam). Bahwa Islam yang diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril adalah agama yang sempurna. Dengan kata lain, Islam adalah Negara dan 29 Aay Muhammad Furkon, Partai Keadilan Sejahtera Indeologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer, hlm. 220-221 17 tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan materi dan kekayaan alam, jihad dan dakwah. Singkatnya Islam adalah akidah yang lurus dan ibadah yang benar.30 Kedua, membentuk kepribadian Muslim yang mempunyai kekuatan jiwa yang besar yang tercermin dalam keteguhan aqidahnya, keluruhan akhlaknya, kebersihan hatinya, kebaikan tingkah lakunya baik dalam ibadah, maupun masyarakat.31 Tarbiyah juga mampu memotivasi seseorang untuk siap berkorban demi kepentingan Islam serta dapat membawa seseorang kepada kesadaran prinsip Islam dan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam ajaran Islam.32 Ketiga, menghantarkan seseorang kepada penghambaan diri manusia kepada Allah Swt semata, yang diaplikasikannya dalam seluruh hidupnya. Penghambaan yang didasarkan pada kesaksian la ilaha illallah Muhammadurrasulullah (tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah) penghambaan yang dicapai melalui tarbiyah terwujud dalam bentuk kepercayaan, peribadatan dan pelaksanaan syari’at. Dasar kepribadian da’I inilah yang bergerak maju dan mengembangkan Islam dengan cara membina kader dan melakukan kegiatan keislaman di tengah masyarakat sehingga dapat menguasai permasalahan dakwah.33 Dari tujuan-tujuan tarbiyah di atas dapat disimpulkan bahwa tarbiyah merupakan sebuah proses pembelajaran, baik formal maupun informal, untuk melahirkan seorang yang responsif dan peduli atas situasi dan kondisi yang terjadi dengan perspektif yang Islami serta turut menyelesaikan persoalan kemasyarakatan secara akhlakul karimah, elegan dan rasional. G. Spiritualitas PKS dalam Membangun Masyarakat 30 Irwan Prayitno, Al-Tarbiyah Al-Islamiyah Al-Harakiyah¸Tarbiyatuna, Jakarta, 2002, hlm 4 31 Irwan Prayitno, Al-Tarbiyah Al-Islamiyah Al-Harakiyah¸ hlm. 10 Irwan Prayitno, Al-Tarbiyah Al-Islamiyah Al-Harakiyah¸ hlm 29 33 Irwan Prayitno, Al-Tarbiyah Al-Islamiyah Al-Harakiyah¸ hlm. 31 32 18 Kehadiran gerakan tarbiyah Islam maupun Partai Keadilan Sejahtera tidak terlepas dari kecenderungan Islamic Global Social Movement sejak akhir dasawarsa 1970-an. Pada tatanan diskursif kemunculan kekuatan dakwah tarbiyah – sebagai emrio dari Partai Keadilan Sejahtera, memiliki keunikan tersendiri karena mereka melakukan historical detachment dengan komunitas mainstream nasional seperti NU, Muhammadiyah, DDII maupun PERSIS, walaupun banyak anggota mereka berlatar belakang dari komunitas keagamaan tersebut. Sementara gerakan dakwah tarbiyah justru mempunyai hubungan secara erat dengan gerakan dakwah Islam global Al-Ikhwan AlMuslimin. Seperti yang diutarakan oleh Aay Muhammad Furkon dalam tesisnya yang berjudul “Partai Keadilan Sejahtera Ideologis dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer”, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) sebagai jaringan kekuatan organik dari Partai Keadilan Sejahtera, terpengaruh secara hegemonik dari sisi wacana oleh ideologi Al-Ikhwan Al-Muslimin. Kecenderungan juga serupa dengan kajian-kajian komunitas Partai Keadilan Sejahtera yang memiliki basis referensi serupa dengan KAMMI. Ditempa dalam suasana politik otoritarian masa orde baru, bergerak dalam jaringan underground di kampus-kampus dan memiliki keterkaitan dengan gerakan Islam global, semua itu menempa karakter dari gerakan tarbiyah maupun mesin politik Partai Keadilan Sejahtera dalam arena politik di era Reformasi. Berawal dari jaringan dakwah kampus, Partai Keadilan Sejahtera membangun konsistensi yang solid terutama dari kalangan kelas menengah Islam perkotaan. Melalui perencanaan yang modern, disiplin organisasi yang kuat, dan tingkat militansi kader yang tinggi, saat ini Partai Keadilan Sejahtera mampu memperluas basis konstituennya dari kelas menengah bergerak menuju kelas bawah, melalui program-program praksis di tingkat masyarakat bawah. Walaupun terlibat aktif dalam gemuruh atmosfer politik identitas Islam pasca kepemimpinan Soeharto, hal tidak membuat Partai Keadilan Sejahtera terjebak dengan politik simbolik yang bersifat eksklusif dan 19 komunalistik. Pengalaman berdialektika dengan kekuasaan represif dan kultur politik yang cenderung menolak sentiment religion-politic membuat Partai Keadilan Sejahtera beraksi dengan menciptakan strategi yang cerdas untuk membangun langkah politik yang bereadab. Dengan mengkampanyekan politik simbolik memperjuangkan piagaman Jakarta, Partai Keadilan Sejahtera peduli terhadap grassroot dan komitmen untuk membangun kultur alternatif politik baru yang bersih dan anti korupsi baik ditingkat parlemen maupun di dalam tubuh partai sendiri sebagai garis perjuangan mereka.34 H. Islam Yes, Partai Islam Yes Jargon Islam yes partai Islam no yang didengungkan oleh Nurcholish Madjid tidaklah serta-merta membendung kehadiran partai-partai Islam di kancah perpolitikkan di Indonesia. Salah satunya adalah PKS yang hadir membawa misi Islam sebagai kendaraan politik dalam alam demokrasi. Perlu diakui bahwa PKS sebagai partai Islam hadir di tengah-tengah modernisasi, yang sarat dengan radikalisme dan modernisme. Dua paham tersebut sering berbenturan dalam menegakkan kebenaran. PKS lahir untuk menengahi kedua paham tersebut agar tidak terjadi benturan kelompok radikal dan modernis, atau Islam dan non-Islam. Dalam hal ini mantan presiden PKS, Hidayat Nurwahid, dengan tegas mengatakan bahwa: pertama, paradigma awal Partai Keadilan Sejahtera harus kokoh, yaitu bekerjasama dalam kebaikan dan taqwa, serta tidak bekerjasama dalam dosa dan permusuhan. Jika kita bisa menginternalisasikan dan mengkomunikasikan dengan baik pada setiap kelompok yang ada, mereka akan tahu diri dan menghormati sikap kita. Kedua, kejujuran dan komitmen. Komitmen itu adalah sesuatu yang terbangun terus menerus dan diketahui oleh publik. Karena orang berinteraksi dengan kita sesuai dengan apa yang dilihatnya.35 34 35 Irwan Prayitno, Al-Tarbiyah Al-Islamiyah Al-Harakiyah¸ hlm. 70 Majalah Saksi, Partai Keadilan Sejahtera Menjawab Tudingan dan Fitnah.., 20 Kerangka pemikiran di atas, menurut hemat penulis simbolisme Islam dipandang perlu. Meskipun tidak mirip dengan simbolisme yang berkembang pada tahun 1940-an dan 1960-an, hal seperti ini diperlukan untuk kebutuhan akan identitas politik. Ajakan untuk tidak menggunakan idiom atau simbol Islam merupakan tindakan yang penampikan identitas partai Islam itu sendiri. Sebab, makna dari sumber daya politik Islam mencakup dua elemen dasar yakni nilai-nilai yang bersifat substansialistik di satu pihak; dan simbol-simbol keislaman itu sendiri di pihak lain. Maka sekarang saatnya kita memperjuangkan “Islam Yes Partai Islam Yes”. Secara teori dan praktek perlu diakui bahwa keberadaan Partai Keadilan Sejahtera dalam pentas politik di Indonesia benar-benar menampilkan wajah Islam yang sebenarnnya. Secara teori mereka adalah orang-orang terpelajar dari kalangan akademis, sedangkan prakteknya mereka selalu tampil dalam kesederhanaan dengan wajah-wajah ceria yang menyenangkan. Berbagai aksi damai yang dilakukan selalui tampil dengan barisan yang tertib dan aman, tidak pernah berlaku anarkis bahkan tidak mengganggu lalu lintas jalan raya. Aksinya selalu memperjuangkan hak-hak umat Islam, terutama sekali umat Islam di Palestina yang selama ini selalu diperlakukan yang tidak wajar oleh Israel. Kesimpulan Paradigma politik PKS mempunyai target tertentu yang akan dicapai, namun yang membedakan terletak pada kondisi riil suatu daerah yang dihadapi. Visi umum yang akan dicapai oleh PKS ke depan adalah berupaya merefleksikan kapasitas internal, seorang kader yang mamahami dinamika global kehidupan saat ini, serta memiliki kemampuan spesialis dan professional. Aktivitas kerja dan dakwah seorang kader senantiasa ditandai oleh kekokohan dan kemandirian diri, gerak yang dinamis serta ide-ide yang kreatif dan inovatif dalam kapasitas sosial, dan kapasitas politik. 21 Dalam kapasitas sosialnya, ia mampu mendidik masyarakat dan menjadikannya kader dakwah, dengan pola kerja amal jama’i sesuai prinsipprinsip dakwah Islam, sehingga ia dikenal di masyarakat sebagai orang yang sholeh yang mampu menyebarkan dalam menularkan ke-sholehan-nya. Dalam kapasitas politik, ia menjadikan kebaikan diri dan sosialnya sebagai modal untuk menjadi aktor politik yang sholeh di negerinya. Ia senantiasa memolopori perubahan dengan beragam program, dengan menghimpun segala potensi masyarakat dan dakwah yang ada di sekitarnya. Mengarahkannya sesuai dengan prinsip dan sasaran dakwah, lalu menggerakkan potensi itu menjadi energi perubahan yang positif. Selain ketiga visi umum dalam menjalankan paradigma politiknya, lebih spesifik visi ke depan yang akan dicapai adalah (1) mempunyai kader yang kokoh dan mandiri, (2) bersikap dinamis, kreatif dan inovatif, (3) mempunyai wawasan yang luas, (4) mempunyai murobbi (pendidik) yang produktif, (5) mampu beramal jama’i, (6) pelopor perubahan, dan (7) menjadi teladan dalam memimpin masyarakat. Daftar Pustaka Amir, Zainal Abidin. Peta Islam Politik Pasca Soeharto. LP3ES: Jakarta. 2003. Cahyono, Cheppy Hari. Ideologi Politik. PT. Hanindita: Yogyakarta. 1988. Damanik,Ali Said. Fenomena Partai Keadilan Transformasi 20 Tahun Gerakan Tarbiyah Di Indonesia. Teraju: Bandung. 2002. Furkon, Aay Muhammad. Partai Keadilan Sejahtera Indeologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer. Teraju: Jakarta. 2004. Ghazali, Abd Rohim. Mencari Pemimpin di antara Para Pemimpin. Djambatan: Jakarta. 2004. L. Hasan, Sahar et al. Memilih Partai Islam Visi Misi dan Persepsi. Gema Insani Jakarta: 1998. Majid, Nurcholid. Islam Kemerdekaan dan Keindonesiaan. Mizan: Bandung. 1995. 22 Novianto, Kholid. Era Baru Indonesia Sosialisasi Pemikiran Amin Rais, Hamzah Haz, Matori Abdul Jalil, Nur Mahmudi Ismail, Yusril Ihza Mahendra. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 1999. Prayitno, Irwan. Al-Tarbiyah Al-Islamiyah Al-Harakiyah. Tarbiyatuna: Jakarta, 2002. Ridho, Abu. Islam dan Politik Memungkinkan Bersatu. Syamil Cipta Media: Bandung. Ulum, Bahrul. Bodohnya NU Apa NU Dibodohi. Ar-Ruzz Press: Djokjakarta. 2003. Yusuf, Al-Muzammil. Isu Besar Dakwah Dalam Pemilu. PT. Syamil Cipta Media dan DPP PK. Sejahtera: Jakarta. 2003. Widodo. Kamus Ilmiah Di Lengkapi Juga Dengan Ejaan Yang Disempurnaan Dan Penbentukan Istilah. Absolut: 2001. Artikel/majalah Materi Training Orientasi Partai (TOP)-1 Nasional, DPP Partai Keadilan. 3 November 2001. Majalah Media Indonesia. Partai Keadilan Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar di bidang Politik. Sabtu, 3 Februari 1999. TIM Litbang. Partai-partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program 2004-2009. Kompas. Jakarta. 2004.