Kenapa Diberi Nama Tomcat? Yunanto Wiji Utomo | Tri Wahono | Selasa, 20 Maret 2012 | 19:11 WIB www.nbaii.res.inPaederus fuscipes JAKARTA, KOMPAS.com — Serangga tomcat belakangan menghebohkan masyarakat karena menyerang warga Surabaya. Korban serangan tomcat mengalami dermatitis, kulitnya seperti melepuh, mengeluarkan cairan, dan merasa gatal. Di balik persoalan mencegah serangan, mengobati luka yang ditimbulkan, maupun apa penyebab munculnya serangga ini, ada hal lain yang cukup menarik, yakni soal nama. Mengapa diberi nama tomcat? Guru Besar Ilmu Serangga dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Aunu Rauf, mengungkapkan bahwa serangga tomcat adalah serangga yang tak asing bagi masyarakat Indonesia. Di beberapa wilayah Indonesia, serangga tomcat sering kali disebut semut kanai atau semut kayap. Menurut Aunu, kumbang ini sejatinya merupakan spesies kumbang Paederus fuscipes. "Masyarakat menyebutnya tomcat, mungkin karena bentuknya sepintas seperti pesawat tempur Tomcat F-14," ungkap Aunu lewat e-mail kepada Kompas.com, Selasa (20/3/2012). Nama tomcat sendiri sebenarnya di luar negeri merupakan merek produk pengontrol populasi hewan pengerat dan produk lem semut. Tomcat juga merupakan produk pestisida. Kumbang tomcat dalam bahasa Inggris juga sering disebut rove beetle. Jenis kumbang ini mencakup famili Staphylinidae, terdiri dari ribuan genus dan kurang lebih 46.000 spesies. Spesies Paederus fiscipes adalah salah satu jenis kumbang yang masuk dalam genus Paederus. Totalnya, ada sekitar 12 spesies yang masuk genus tersebut. Ciri-ciri serangga ini adalah memiliki kepala warna hitam, dada dan perut berwarna oranye, dan sayap kebiruan. Warna mencolok berfungsi sebagai peringatan bagi predatornya, bahwa serangga ini punya racun. Ukurannya sekitar 7-10 mm. Tomcat biasa hidup di persawahan. Pada siang hari, serangga ini biasa terbang di tanaman padi untuk mencari mangsa berupa wereng dan hama padi lainnya. "Jadi, sebetulnya kumbang tomcat ini atau Paederus fuscipes adalah serangga yang bermanfaat bagi petani karena membantu mengendalikan hama-hama padi," jelas Aunu. Pada malam hari, serangga ini cenderung tertarik pada cahaya lampu. Hal inilah yang menurut Aunu memicu masuknya tomcat ke rumah atau apartemen warga di Surabaya. Adapun dermatitis yang dialami warga diakibatkan oleh racun paederin yang diproduksi serangga dengan bantuan bakteri. Racun akan keluar saat serangga dalam bahaya atau dipencet. Terkait dengan pencegahan serangan-serangga ini, Aunu mengimbau masyarakat untuk menutup jendela atau pintu rapat saat malam sebelum menyalakan lampu. Ventilasi jendela bisa ditutup dengan kain kasa untuk memperkecil kemungkinan tomcat masuk. Warga juga diimbau tidak memencet jika serangga hinggap di bagian tubuh, cukup menghalau dengan kertas atau tiupan. Bila sampai terkena racun, maka langkah pertama adalah membasuh kulit dengan sabun beberapa kali. http://sains.kompas.com/read/2012/03/20/19115880/Kenapa.Diberi.Nama.Tomcat. 10 Jurus Hadapi Serangga Tomcat | Asep Candra | Selasa, 20 Maret 2012 | 17:53 WIB KOMPAS.com - Menurut data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI, jumlah pasien yang menderita luka akibat kontak dengan serangga Tomcat hingga Senin (19/3/2012) mencapai 48 orang. Dirjen P2PL Prof dr Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan persnya Selasa (20/3/2012) menyebutkan, jumlah tersebut adalah yang tercatat dan berobat di 7 Puskesmas dan 1 layanan kesehatan swasta di Jawa Timur. "Sebagian pasien sudah sembuh, sebagian lain dengan keluhan di kulit yang tidak terlalu hebat," ungkap Tjandra. Untuk menghadapi serangga Tomcat, Tjanda meminta masyarakat tidak perlu panik. Ia juga menyampaian 10 tips bagi masyarakat untuk menghadapai serangga Tomcat berikut ini : 1. Jika ada menemukan serangga ini, jangan dipencet, agar racun tidak mengenai kulit. Masukkan ke dalam plastik dengan hati-hati, terus buang ke tempat yang aman. 2. Hindari terkena kumbang ini pada kulit terbuka. 3. Usahakan pintu tertutup dan bila ada jendela diberi kasa nyamuk untuk mencegah kumbang ini masuk. 4. Tidur menggunakan kelambu jika memang di daerah anda sedang banyak masalah ini. 5. Bila serangga banyak sekali, maka dapat juga lampu diberi jaring pelindung untuk mencegah kumbang jatuh ke manusia. 6. Jangan menggosok kulit dan atau mata bila kumbang ini terkena kulit kita. 7. Bila kumbang ini berada di kulit kita, singkirkan dengan hati-hati, dengan meniup ataumengunakan kertas untuk mengambil kumbang dengan hati-hati. 8. Lakukan inspeksi ke dinding dan langit-langit dekat lampu sebelum tidur. Bila menemui, segera dimatikan dengan menyemprotkan racun serangga. Singkirkan dengan tanpa menyentuhnya. 9. Segera beri air mengalir dan sabun pada kulit yang bersentuhan dengan serangga ini. 10. Bersihkan lingkungan rumah, terutama tanaman yang tidak terawat yang ada di sekitar rumah yang bisa menjadi tempat kumbang Paederus. http://sains.kompas.com/read/2012/03/20/17534476/10.Jurus.Hadapi.Serangga.Tomcat Selasa, 20 Maret 2012 11:45 WIB Ayo Kenali Efek dan Pengobatan Serangan Tomcat MESKI memiliki racun, kumbang Paederus atau yang biasa dikenal dengan Tomcat tidaklah berbahaya, apalagi hingga menimbulkan kematian. Namun, kita perlu mengetahui bagaimana cara pengobatannya. Dalam situs health.nsw.gov.au, disebutkan bahwa dermatitis atau peradangan pada lapisan kulit bagian atas sebenarnya merupakan dampak yang paling umum. Disebutkan bahwa toksin pada serangga memang akan menimbulkan reaksi alergi pada manusia, namun efeknya berbeda-beda seperti hanya akan menimbulkan ruam pada kulit, kulit gatal, rasa panas seperti melepuh atau layaknya terkena luka bakar, keluarnya cairan atau juga efek yang lebih fatal, karena bergantung pada kondisi setiap orang. Jika Anda terserang serangga yang satu ini, Anda tidak perlu khawatir yang berlebihan. Langkahlangakah berikut bisa manjadi panduan, berikut di antaranya : 1. Anda cukup untuk membersihkan bagian tubuh yang tersengat dengan air dan sabun. Hal ini dilakukan untuk menetralisir racun. 2. Setelahnya kompres dengan menggunakan air dingin. 3. Jika ruam pada kulit mulai terlihat, Anda dapat menggunakan bagian dalam dari lidah buaya. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan gejala di daerah yang tersengat. 4. Apabila tidak kunjung berkurang, segera ke dokter untuk pengobatan lebih lanjut.(*/X-13) http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2012/03/20/5014/4/-Ayo-KenaliEfek-dan-Pengobatan-Serangan-Tomcat Serangga Tomcat Terbang dengan Cara Aneh Yunanto Wiji Utomo | Aloysius Gonsaga Angi Ebo | Selasa, 20 Maret 2012 | 06:24 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Ada fakta unik seputar serangga Tomcat, kumbang genus Paederus yang barubaru ini menyerang warga Surabaya, mengakibatkan warge mengalami dermatitis. Pakar serangga dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Haris Sutrsino, mengatakan, "Serangga ini sebenarnya terbang dengan cara yang unik. Terbangnya vertikal." Tak seperti serangga umumnya yang terbang dalam posisi tubuh horisontal, serangga ini terbang dengan tubuh tegak. Alhasil, kepala serangga ini pun menghadap ke atas saat terbang. Menurut Hari, cara terbang serangga yang termasuk dalam ordo Coleoptera ini bisa jadi merupakan akibat dari karakteristik sayap yang dimiliki. "Biasanya sayap serangga menutupi seluruh bagian tubuh. Tapi sayap serangga ini tidak. Mungkin karena sayap tersebut cara terbang serangga ini berbeda," papar Hari. Hari mengatakan, kumbang Paederus sebenarnya merupakan serangga yang menguntungkan bagi petani. Paederus adalah predator bagi hama seperti wereng. Jika serangga ini sampai menyerang manusia, seperti yang terjadi di Surabaya, maka sebenarnya serangga hanya bermaksud melindungi diri. Kemungkinan ada aktivitas manusia yang mengganggu. Di kawasan perkotaan, serangga jenis ini bisa hidup di kawasan taman kota. Biasnya, serangga ini memakan telur serangga pemakan daun yang terdapat di habitatnya. Pada masyarakat yang terkena serangan serangga ini, Hari mengimbau agar tak panik. Cukup mencuci dengan air sabun dan melakukan pengobatan, misalnya dengan salep Acyclovir 5 persen. Selain itu, warga bisa mencegah kehadiran si Tomcat dengan menutup jendela saat hari mulai gelap sebelum mematikan lampu. http://sains.kompas.com/read/2012/03/20/06241379/Serangga.Tomcat.Terbang.dengan.Cara.Aneh. Ada 12 Jenis Serangga Tomcat Yunanto Wiji Utomo | Aloysius Gonsaga Angi Ebo | Selasa, 20 Maret 2012 | 06:01 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Serangga yang disebut serangga tomcat menyerang warga apartemen di Surabaya. Serangga ini juga dilaporkan menyerang kawasan Kenjeran dan Wonorejo. Pakar serangga dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hari Sutrisno, mengatakan, "Serangga Tomcat sebenarnya adalah serangga genus Paederus." Serangga tersebut adalah kumbang memiliki ukuran relatif kecil, sekitar 1 cm sehingga kadang tidak dikenali. Keunikan serangga ini adalah bagian sayap yang tak menutupi seluruh abdomen. "Ada 12 jenis serangga jenis ini. Namun yang paling banyak di sini adalah Paederus fasciatus. Jadi kemungkinan yang di Surabaya adalah jenis ini," jelas Hari. Hari mengatakan, serangga ini memiliki habitat di persawahan, hutan maupun taman kota. Biasanya, serangga ini memakan telur serangga lain pemakan daun. Sebutan serangga ini sedikit kurang tepat sebab sebenarnya tomcat adalah nama pestisida. Di beberapa daerah, serangga ini sering disebut semut kanai atau semut kayap. Hari saat dihubungi Senin (19/3/2012) mengungkapkan bahwa serangga Paederus biasanya menyerang untuk mempertahankan diri. Serangga ini bisa menyerang apapun yang dianggap menggangggu. Namun demikian, Hari mengatakan, "Serangan pada manusia sebenarnya bukan tujuan. Hanya mungkin ada aktivitas manusia yang mengganggu serangga ini." Aktivitas yang mengganggu antara lain saat serangga akan masuk ke rumah dan terhalang tirai, manusia membuka tirai tersebut sehingga kumbang ini terbang dan menyerang. Ciri khas Paederus adalah kemampuan memproduksi toksin yang disebut paederin. Saat menyerang, serangga akan mengeluarkan toksin ini, persis seperti ular yang mengeluarkan bisa. Toksin tersebut yang dikatakan bisa berdampak buruk bagi manusia. Akibat jika terserang serangga ini adalah dermatitis, dimana kulit melepuh seperti mengalami luka bakar dan mengeluarkan cairan. "Jika kena serangga ini, maka kita harus cuci dengan air sabun agar menetralisir racun. Lalu bisa juga memakai Kalium permanganat atau salep untuk mengobati," terang Hari. Dikatakan bahwa racun serangga ini konsentrasinya 12 kali lebih besar dari bisa kobra. Namun demikian, Hari mengatakan bahwa racun serangga ini tak mematikan. Menurut Hari, kumbang Paederus sebenarnya serangga yang menguntungkan bagi petani karena mampu membasmi wereng. Karenanya, serangga ini cukup dicegah kehadirannya, tak perlu dibasmi dengan pestisida kimia. Hari menghimbau masyarakat agar tidak panik. Serangan serangga ini sebenarnya sudah biasa dialami. hany perlu langkah tepat saat terkena serangannya. http://sains.kompas.com/read/2012/03/20/06014192/Ada.12.Jenis.Serangga.Tomcat Atasi Tomcat, Dewan Minta Sebar Vaksin Meski tak mengigit, serangga ini memiliki cairan racun yang berbahaya, toxin hemolimf. SENIN, 19 MARET 2012, 19:36 WIB Finalia Kodrati, Tudji Martudji (Surabaya) VIVAnews - Terkait serangan serangga jenisTomcat di perumahan elit Apartemen Eascoast, Pakuwon City Laguna Indah, Surabaya, Jawa Timur, Komisi E DPRD Jawa Timur berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Jatim, guna melakukan antisipasi meluasnya penyebaran serangga pemilik cairan beracun hemolim. Dewan minta segera disediakan vaksin dibeberapa titik penyebaran Tomcat. "Dalam koordinasi tersebut, penyediaan vaksin di beberapa titik penyebaran Tomcat harus bisa segera dilakukan," kata anggota Komisi E DPRD Jatim, Achmad Iskandar, Senin 19 Maret 2012. Menurutnya, penyebaran serangga yang memiliki nama ilmiah Paederus riparius cukup meresahkan warga khususnya di Surabaya. Iskandar mengaku hingga saat ini, dirinya belum mengetahui kemungkinan meluasnya penyebaran gatal-gatal akibat yang ditimbulkan serangga ke sejumlah wilayah di Jatim lainnya. "Dari koordinasi tersebut kita akan lakukan upaya agar serangga itu tidak menyebar ke daerah lain," terangnya. Sekadar informasi, Tomcat adalah jenis serangga dengan nama lain Kumbang Rove. Di Indonesia, Tomcat biasa disebut dengan Semut Semai atau Semut Kayap. Tomcat memiliki warna tubuh kuning gelap bergaris hijau serta kepala berwarna gelap. Tubuhnya bersayap meski kerap kali merangkak. Meski tak mengigit, serangga jenis itu memiliki cairan racun yang berbahaya, toxin hemolimf. Toksin ini dikenal sebagai paederin yang memiliki keampuhan 12 kali lebih mematikan dari bisa ular kobra. Sementara itu, Dinkes Jatim menyebut mendeteksi 25 kasus akibat serangan Tomcat di dua Puskemas di Surabaya. "Data terbaru, sejak merebak di Surabaya pekan lalu, ada 25 kasus serangan Tomcat yang dilaporkan dari 2 Puskesmas di kawasan Surabaya Timur," kata Kepala Dinas Kesehatan Jatim, Budi Rahayu. Lanjutnya, laporan itu merupakan yang masuk saat pemeriksaan di Puskemas. Rahayu yakin jumlah kasus itu lebih banyak dari yang terlaporkan karena biasanya korban melakukan pengobatan sendiri atau berobat di klinik swasta. Ditegaskan Rahayu, merebaknya serangan Tomcat tidak bisa dimasukkan kategori Kejadian Luar Biasa (KLB). Karena, KLB harus yang kategori wabah bersifat fatal, bisa merenggut nyawa manusia. "Serangan Tomcat hanya menimbulkan rasa nyeri, gatal-gatal setelah terkena toksin serangga itu," kata dia. Selanjutnya, Dinkes Jatim terus melakukan sosialisasi. Jika ada Tomcat yang hinggap di tubuh atau pakaian untuk tidak dipegang atau digencet. Sebab, menurutnya cairan tubuhTomcat akan mengeluarkan toksin. Dan, jika terlanjur kena toksin, disarankan segera dibersihkan dengan air sabun antiseptik. Dan, segera dioles salep anti gatal, dan minum anti biotik. (umi) • VIVAnews http://us.nasional.vivanews.com/news/read/297640-atasi-tomcat--dewan-minta-sebar-vaksin Tomcat Tidak Menyerang Manusia | Aloysius Gonsaga Angi Ebo | Kamis, 22 Maret 2012 | 06:19 WIB BOGOR, KOMPAS.com — Munculnya kumbang tomcat di perumahan warga Surabaya karena habitatnya yang mulai terusik akibat pembangunan. "Saya belum mengetahui pasti posisi lokasi apartemen tersebut apakah berada di sekitar persawahan atau bukan. Tapi yang pasti, kenapa banyak terdapat di sana bisa jadi wilayah itu merupakan habitatnya," kata pakar serangga dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Aunu Rauf MSc, di Bogor, Rabu (21/3/2012). Aunu mengatakan, perlu dilakukan pengecekan langsung lokasi perumahan warga yang mengalami serangan tomcat tersebut untuk memastikan apakah ledakan populasi dipicu oleh keberadaan permukiman di kawasan habitat hewan tersebut. Menurut Aunu, ada beberapa kemungkinan yang bisa menjelaskan terjadinya ledakan (outbreak) kumbang tomcat ini, di antaranya terjadi peningkatan populasi kumbang tomcat menjelang berakhirnya musim hujan (sebelumnya masih dalam stadia larva dan pupa). Pada saat yang bersamaan terjadi kegiatan panen sehingga kumbang tomcat beterbangan dan bergerak menuju ke tempat datangnya sumber cahaya di permukiman. "Pada malam hari kumbang Paederus fuscipes aktif terbang dan tertarik pada cahaya lampu. Inilah sebetulnya yang sekarang terjadi di kompleks apartemen di Surabaya," katanya. Ia menjelaskan, binatang yang disebut tomcat ini sebetulnya adalah hewan sejenis kumbang dengan nama ilmiah Paederus fuscipes. Kumbang Paederus fuscipes berkembang biak di dalam tanah di tempattempat yang lembab, seperti di galengan sawah, tepi sungai, daerah berawa, dan hutan. Telurnya diletakkan di dalam tanah, begitu pula larva dan pupanya hidup dalam tanah. Setelah dewasa barulah serangga ini keluar dari dalam tanah dan hidup pada tajuk tanaman. Siklus hidup kumbang dari sejak telur diletakkan hingga menjadi kumbang dewasa sekitar 18 hari, dengan perincian stadium telur 4 hari, larva 9 hari, dan pupa 5 hari. Kumbang dapat hidup hingga 3 bulan. Seekor kumbang betina dapat meletakkan telur sebanyak 100 butir telur. "Bisa jadi permukiman dibangun di wilayah tempat perkembangbiakan kumbang tomcat, misalnya di dekat persawahan atau di pinggiran dekat hutan yang lembab atau tempat berawa. Pada kondisi ini kumbang pada malam hari akan berdatangan ke perumahan karena tertarik cahaya lampu," katanya. Lebih lanjut, Aunu mengatakan, masyarakat tidak perlu terlalu khawatir dengan ledakan populasi tomcat ini karena kumbang tomcat tidak menggigit atau menyengat. Tetapi, kumbang tomcat kalau terganggu atau secara tidak sengaja terpijit akan mengeluarkan cairan yang bila kena kulit akan menyebabkan gejala memerah dan melepuh seperti terbakar (dermatitis). Gejala ini muncul akibat cairan tubuh kumbang tadi mengandung zat yang disebut pederin yang bersifat racun. Aunu mengatakan, ada yang menyebutkan bahwa pederin ini 15 kali lebih beracun daripada bisa kobra. Belakangan ini diketahui bahwa produksi pederin dalam tubuh kumbang tergantung pada keberadaan bakteri Pseudomonas sp. yang bersimbiosis dalam tubuh kumbang betina. Pederin bersirkulasi dalam darah kumbang sehingga dapat terbawa sampai ke keturunannya (telur, larva, pupa, dan kumbang). Namun demikian, kumbang betina yang mengandung bakteri akan menghasilkan pederin yang lebih banyak dibandingkan kumbang yang dalam tubuhnya tidak ada bakteri simbion. Aunu mengatakan, kumbang ini jangan dimusnahkan karena bermanfaat bagi petani. Penyemprotan di rumah juga tidak perlu dilakukan karena lebih berisiko terhadap kesehatan penghuninya. Untuk menghindari serangannya, dengan cara halaulah kumbang ini agar menjauh dari rumah dengan mematikan lampu, atau memungutnya secara hati-hati dengan kantong kertas dan lepaskan ke habitatnya (sawah atau tempat lembab lainnya). Masyarakat juga tidak perlu khawatir dengan kejadian tersebut karena outbreak kumbang tomcat seperti terjadi di Surabaya pernah pula dilaporkan terjadi di negara lain, seperti di Okinawa-Jepang (1966), Iran (2001), Sri Lanka (2002), Pulau Pinang Malaysia (2004 dan 2007), India Selatan (2007), dan Irak (2008). "Memang sesekali kumbang datang ke permukiman karena tertarik cahaya lampu, dan mengganggu kenyamanan penghuninya. Namun demikian, jangan sampai 'pengabdian setiap hari' kepada petani oleh kumbang ini terhapus oleh perilakunya datang ke permukiman yang hanya sesekali terjadi," ujarnya. http://sains.kompas.com/read/2012/03/22/06191046/Tomcat.Tidak.Menyerang.Manusia Serangan Tomcat Diperkirakan Tak Berlangsung Lama Yunanto Wiji Utomo | Laksono Hari W | Rabu, 21 Maret 2012 | 20:05 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Serangan Paederus fuscipes atau serangga tomcat diperkirakan tidak berlangsung lama. Serangan ini mungkin akan berakhir dalam waktu satu bulan. Serangan tomcat mulai menggegerkan warga Surabaya ketika kumbang tersebut pertama kali menyerang warga di apartemen East Coast Surabaya, Selasa (13/3/2012). Terhitung sejak tanggal tersebut, sudah seminggu tomcat menyerang. Laporan serangan juga dijumpai di Situbondo dan daerah lain, meski tak bisa dikatakan bahwa tomcat sudah menyebar atau mewabah. Peneliti serangga dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hari Sutrisno, memperkirakan serangan ini akan segera berhenti. "Serangan ini tidak akan berlangsung lama, paling banter satu bulan," kata Hari kepada Kompas.com, Rabu (22/3/2012). Hari menduga, banyaknya serangan tomcat kali ini berkaitan dengan kelimpahan serangga yang menjadi makanan tomcat. Tomcat umumnya memakan serangga lain yang masih pada fase pradewasa. Hari menerangkan, dalam waktu beberapa lama, serangga yang menjadi makanan tomcat akan menjadi dewasa sehingga tak bisa lagi dimakan. Saat itu, populasi tomcat akan mulai menurun. Hari juga menegaskan bahwa tomcat tidak perlu dibasmi. Ia mengibau agar masyarakat menghindari serangan tomcat dengan menutup pintu dan jendela sebelum menyalakan lampu di malam hari. Warga sebaiknya juga tidak menggencet serangga ini jika hinggap di bagian tubuh. Sementara itu, penyemprotan dengan pestisida alami bisa dilakukan di dekat pemukiman. Namun, penyemprotan tak perlu dilakukan di lokasi persawahan yang menjadi habitat tomcat. Outbreak atau wabah tomcat pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1990. Selain itu, outbreak serupa juga pernah terjadi di Australia, Srinlanka, India, dan Malaysia. http://sains.kompas.com/read/2012/03/21/20054061/Serangan.Tomcat.Diperkirakan.Tak.Berlangsung. Lama Tomcat Kosmopolitan, Ada Dimana-mana Yunanto Wiji Utomo | A. Wisnubrata | Kamis, 22 Maret 2012 | 10:01 WIB JAKARTA, KOMPAS.com - Menyusul seranganPaederus fuscipes atau serangga Tomcat di Surabaya, kini mulai banyak pemberitaan tentang munculnya serangan di beberapa daerah lain, seperti Situbondo, Tasikmalaya dan Bali. Apakah Tomcat sudah menyebar? Pakar serangga dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hari Sutrisno mengatakan, "Tomcat ini serangga yang kosmopolitan. Dia ada dimana-mana. Di sawah, taman kota dan lainnya." Hari mengungkapkan bahwa serangga tomcat menyukai tempat lembab. Jadi, tomcat juga kemungkinan terdapat di tempat seperti persawahan, taman kota, hutan mangrove atau halaman rumah. Guru besar ilmu serangga dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Aunu Rauf, menampik isu bahwa tomcat menyebar. "Tomcat ini memang sudah ada di tiap daerah. Jadi tidak menyebar. Siapa pun bisa kena serangga ini dan itu sudah lama," ungkap Aunu saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/3/2012). Hari mengakui bahwa serangan tomcat di Surabaya memang fenomenal karena menelan korban cukup banyak. namun, ia menghimbau agar masyarakat tak perlu terklalu khawatir. "Serangan ini tidak akan berlangsung lama, paling banter satu bulan," katanya. Aunu menambahkan bahwa serangan tomcat akan berkurang dengan turunnya populasi tomcat. Penurunan populasi tomcat akan terjadi secara alamiah. "Nantinya juga tomcat ini akan mati. Selain itu, kalau kita mematikan lampu, tomcat juga akan mencari tempat lain sehingga terjadi pengenceran populasinya," jelasnya. Hari mengungkapkan bahwa ketika makanan tomcat berupa serangga pra dewasa sudah berkembang, tomcat tak akan bisa memakannya sehingga populasinya pun menurun. Serangan tomcat sudah terjadi di Surabaya sejak 13 Maret 2012 lalu. Beberapa pihak mengaitkanbooming populasi tomcat dengan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Outbreak tomcat di Indonesia sendiri pernah terjadi tahun 1990. Serangan pernah juga terjadi di Okinawa-Jepang (1966), Iran (2001), Sri Lanka (2002), Pulau Pinang Malaysia (2004 dan 2007), India Selatan (2007), dan Irak (2008). Hari menuturkan bahwa akan selalu ada puncak populasi tomcat, seperti halnya ulat bulu pada tahun lalu, namun tak bisa diprediksi kapan terjadi. http://sains.kompas.com/read/2012/03/22/10015037/Tomcat.Kosmopolitan.Ada.Dimana-mana Tomcat Tak Menggigit, Sentil Saja kalau Hinggap Aloysius Gonsaga Angi Ebo | Kamis, 22 Maret 2012 | 05:57 WIB SURABAYA, KOMPAS.com — Ahli alergi dan imunologi dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) Surabaya, Dr dr Anang Endaryanto SpA(K), menyarankan cara mudah menghadapi tomcat. Tak perlu khawatir dengan serangan tomcat. Sebab, pada dasarnya serangga tersebut tidak menyerang manusia secara langsung. "Tomcat itu tidak menggigit, tapi hanya menempel. Karena itu, kalau dia hinggap cukup disentil saja, lalu bekas hinggapnya dibersihkan. Yang penting, jangan dipukul atau dipencet, karena cairan yang dikeluarkan bisa bersifat hypersensitive," katanya di Surabaya, Rabu (21/3/2012). Cairan hypersensitive yang dikeluarkan tomcat itu dapat menimbulkan reaksi yang merugikan pada manusia karena mengakibatkan alergi, nyeri, kemerahan, gatal, dan bahkan hingga menyebabkan penderitanya mengalami radang akibat iritasi dan demam. Ia menegaskan bahwa cairan yang dikeluarkan tomcat itu bersifat asam. Karena itu, dapat dinetralkan dengan zat yang bersifat basa, seperti sabun mandi. "Tapi, cara yang paling baik adalah disentil, lalu bekas hinggap dari tomcat itu dibersihkan dengan sabun," katanya. Sementara itu, Direktur RSUD dr Soetomo Surabaya dr Dodo Anondo MPh menyatakan, Kepala Dinas Kesehatan Jatim dr Budi Rahayu sudah membentuk tim khusus untuk penanganan serangan tomcat itu. "Masyarakat tidak perlu resah karena serangan serangga tomcat itu sudah rutin setiap tahun," katanya. Menurut mantan Direktur RSUD Madiun itu, tomcat menjadi terkenal saat ini akibat alat komunikasi yang sekarang cukup canggih. Selama ini, serangga tersebut hidup di sawah-sawah dan daerah yang lembab membantu petani untuk memakan hama wereng cokelat. Namun, pada musim tertentu populasi bertambah sehingga menjangkau permukiman manusia. Korban tomcat pun mencapai lebih dari 100 orang di Surabaya dan dilaporkan di 13 kecamatan. Ke-13 puskesmas di Surabaya yang merawat pasien tomcat yaitu Puskesmas Keputih, Kenjeran, Mulyorejo, Pakis, Medokan Ayu, Pacar Keling, Sidotopo, Rangkah, Sawahan, Wiyung, Kebonsari, Sememi (Benowo), dan Putat. http://health.kompas.com/read/2012/03/22/05574714/Tomcat.Tak.Menggigit.Sentil.Saja.kalau.Hingga p Serangan Tomcat Tanda Kerusakan Lingkungan | Rabu, 21 Maret 2012 | 05:15 WIB Jakarta, Kompas - Serangan serangga tomcat alias kumbang penjelajah (Paederus littorarius) merupakan indikator kuat kerusakan lingkungan. Alih fungsi lahan dan perubahan iklim diduga menjadi penyebab ledakan populasi serangga ini. Hal itu dikatakan Direktur Pusat Peneliti Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Nuramaliati Prijono, Selasa (20/3), di Jakarta. ”Siklus biologi di alam terganggu, bisa jadi predator tomcat, seperti burung, tidak ada,” katanya. Ketiadaan burung bisa disebabkan perburuan ataupun perubahan iklim sehingga burung pindah ke dataran lebih tinggi. Arief Yuwono, Deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup, menduga serangan tomcat disebabkan intervensi manusia pada alam. Hal itu, misalnya, pembukaan lahan dan pemakaian pestisida. Ahli proteksi tanaman Institut Pertanian Bogor, Purnama Hidayat, mengatakan, serangga itu tidak berniat menyerang manusia. ”Manusia yang menarik minat serangga ini untuk datang ke rumah mereka,” ujarnya. Tomcat (kumbang rove) sepanjang 1 cm yang menjadi predator wereng itu tertarik pada cahaya malam hari. Kumbang ini tak menggigit, tetapi bila tergencet cairan tubuhnya yang mengandung racun paederin bisa menyebabkan iritasi kulit yang hebat. Purnama menduga, datangnya tomcat ke permukiman manusia akibat alih fungsi lahan dari sawah menjadi pertokoan dan perumahan. Ia menuturkan, rekannya, peneliti di Malang, Nurindah, pernah bercerita, tahun 2004 terjadi serangan serangga kecil ke perumahan di Gresik. Tahun 2007, para pekerja di pengeboran minyak di lepas pantai utara Pulau Jawa, dekat Karawang dan Indramayu, dilaporkan kulitnya melepuh setelah kena cairan dari serangga kecil berwarna merah dan hitam. Keterangan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama yang dikirim ke media menyebutkan, racun paederin ada di seluruh tubuh tomcat, kecuali di sayap. ”Iritasi kulit berupa dermatitis terjadi bila bersentuhan langsung dengan serangga atau secara tidak langsung, misalnya melalui handuk, baju, atau barang lain yang tercemar paederin,” katanya. Kena racun Dari Surabaya dilaporkan, jumlah warga yang terkena racun tomcat sampai Selasa siang 103 orang. Mereka tersebar di beberapa wilayah di Kota Surabaya, mulai dari kawasan apartemen elite, perkampungan, hingga asrama mahasiswa Universitas Airlangga. Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Esty Martiana Rachmie. Serangan tomcat dilaporkan muncul sejak awal minggu lalu. Waktu itu, kawanan serangga yang biasa menghuni hutan mangrove ini masuk ke apartemen elite di Surabaya timur. Kulit sejumlah penghuni apartemen memerah dan bengkak yang disertai bintik-bintik kecil yang sangat gatal. Menurut Esty, pihaknya telah mengirim surat edaran ke semua puskesmas di Kota Surabaya untuk mewaspadai meluasnya dampak serangan tomcat. Pihaknya juga menyebarluaskan informasi mengenai upaya menghindari racun tomcat. Warga disarankan menjauhi serangga yang menyerupai tomcat. Jika serangga itu telanjur menempel di kulit, warga disarankan mengibaskan sehingga racunnya tidak tertinggal di kulit. Kulit yang dihinggapi tomcat harus segera dicuci dengan air mengalir dan sabun. Warga yang terkena racun tomcat dianjurkan datang ke puskesmas terdekat. ”Racun tomcat tidak mematikan, bisa diobati dengan antialergi,” katanya. Teguh Riyanto, Koordinator Satuan Tugas Pemberantasan Ulat Bulu dan Tomcat Dinas Pertanian Kota Surabaya, menuturkan, upaya menanggulangi meluasnya serangan tomcat dilakukan dengan menyemprotkan pestisida organik ke lokasi-lokasi yang menjadi sarang tomcat. Ia menjelaskan, serangan tomcat terjadi karena predator alaminya berupa burung dan pemakan serangga lain berkurang. (ICH/ARA) http://sains.kompas.com/read/2012/03/21/05152924/Serangan.Tomcat.Tanda.Kerusakan.Lingkungan Pakar: Tomcat Tak Berbahaya Bagi Manusia Nasional / Kamis, 22 Maret 2012 00:22 WIB Metrotvnews.com, Bogor: Pakar entomologi (ilmu tentang serangga) Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) Aunu Rauf, mengatakan serangga tomcat tidak berbahaya bagi manusia. "Serangga tomcat ini lebih banyak manfaatnya dari pada mudarotnya. Karena dia merupakan sahabat manusia dalam mengendalikan hama wereng coklat," kata Rauf saat ditemui di kediamannya di Bogor Baru Kota Bogor, Selasa (20/3) kemarin. Dia mengatakan, serangga tersebut tidak akan menyerang manusia selama dirinya tidak diganggu. Karena serangga tersebut akan mengeluarkan racunnya bila ia merasa terancam. Lebih lanjut Aunu menjelaskan, tomcat merupakan golongan kumbang dengan nama ilmiah Paederus riparius. Dia memiliki musuh sekaligus mangsa alami dari kalangan serangga juga, yaitu hama wereng, yang sering merusak pertumbuhan padi (Orizae sativa). Jika tomcat merasa terganggu, dia "menyerang" organisme pengganggunya itu dengan cara menusukkan sejenis nozzle tajam ke kulit penyerang dan mengeluarkan eksudat, venerin, yang dapat melumpuhkan. Kehadiran eksudat itu di dalam tubuh manusialah yang kemudian menimbulkan efek "luka bakar" yang menyengat. Tomcat ini sangat tertarik pada cahaya di malam hari. Diperkirakan, cahaya lampu apartemen tersebutlah yang menarik kedatangan tomcat ke pemukiman warga. Serangga yang berukuran sekitar satu centimeter ini, memiliki sayap dan warna tubuh oranye kecoklatan. "Warna oranye kecoklatan ini adalah warna peringatan bahwa serangga ini memiliki alat beladiri yang efeknya serupa racun," katanya. Menurut dia, sudah menjadi hal rutin setiap setahun sekali tomcat mendatangi pemukiman karena pola hidupnya yang pada malam aktif bergerak mencari mangsa ataupun mencari pasangan. "Karena saat ini berkaitan dengan berakhirnya musim hujan ditambah pula musim panen jadi populasinya menjadi meningkat," kata Rauf. Untuk menghindari serangan Tomcat, lanjut Aunu, masyarakat harus menghindari kontak fisik dengan serangga tersebut. "Kalau terkena racunnya segeralah mencucinya dengan sabun dan kalau perlu ke dokter untuk meminta resep obat yang pas untuk menangkal racunnya," katanya. Dia menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan serangan tomcat tersebut. Karena selama ini hama asli Indonesia tersebut juga ada di sejumlah negara, seperti Malaysia. Tetapi tidak pernah menyerang manusia. Untuk menghindari tomcat masuk rumah dengan menutup jedela dan mengurangi pencahayaan di rumah agar tomcat tidak tertarik masuk rumah.(Ant/Wtr2) http://www.metrotvnews.com/metromain/news/2012/03/22/85804/Pakar-Tomcat-Tak-BerbahayaBagi-Manusia "Tomcat" takut sinar matahari Kamis, 22 Maret 2012 09:22 WIB | 1191 Views Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan serangga "tomcat" atau kumbang rove yang memiliki racun penyebab luka pada kulit manusia takut pada sinar matahari. "Tomcat takut pada sinar matahari meskipun dia suka pada cahaya lampu," kata Agung Laksono di Jakarta, Kamis. Untuk itu, Agung meminta masyarakat mewaspadai tomcat di daerah yang lembab dan tidak terpapar sinar matahari. "Masyarakat sendiri diimbau untuk kerap menutup pintu dan bila ada jendela diberi kasa nyamuk untuk mencegah kumbang itu masuk," katanya. Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk tidur menggunakan kelambu jika di daerahnya tengah mewabah serangan kumbang tersebut. Agung mengatakan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian telah melakukan koordinasi untuk menanggulangi serangan tomcat. "Salah satu upaya penanggulangan adalah penyemprotan insektisida dan sosialisasi kepada masyarakat," katanya. Masyarakat, tambah Agung, harus menjaga kebersihan rumah dan lingkungan terutama tanaman yang tidak terawat yang ada di sekitar rumah karena bisa menjadi tempat kumbang Paederus. Selain itu, masyarakat juga dilarang menggosok kulit atau mata bila bersentuhan dengan kumbang tomcat. "Bila kumbang ini berada di kulit kita, singkirkan dengan hati-hati, dengan meniup atau mengunakan kertas untuk mengambil kumbang," katanya. (W004) http://www.antaranews.com/berita/302610/tomcat-takut-sinar-matahari RABU, 21 MARET 2012 | 08:04 WIB Cara Tomcat Berkembang Biak TEMPO.CO, Bogor - Kumbang Paederus fuscipes atau Tomcat berkembang biak di dalam tanah dan tempat-tempat yang lembap, seperti galengan atau pematang sawah, tepi sungai, daerah berawa dan hutan. Telurnya diletakkan di dalam tanah, begitu pula larva dan pupanya yang juga hidup dalam tanah. "Setelah dewasa (menjadi kumbang) barulah serangga ini keluar dari dalam tanah dan hidup pada tajuk tanaman," kata guru besar Entomologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc kepada Tempo, Selasa, 20 Maret 2012. Siklus hidup kumbang dari sejak telur diletakkan hingga menjadi kumbang dewasa sekitar 18 hari, dengan perincian stadium telur 4 hari, larva 9 hari, dan pupa 5 hari. Kumbang dapat hidup hingga 3 bulan. Seekor kumbang betina dapat meletakkan telur sebanyak 100 butir telur. "Kumbang Paederus fuscipes tergolong serangga predator yang makan pada serangga lain. Kumbang ini banyak dijumpai di sawah, dan merupakan musuh alami dari hama-hama padi," katanya. Pada siang hari, kumbang tomcat aktif berjalan cepat menyusuri rumpun padi untuk mencari mangsanya yang berupa hama-hama padi, termasuk hama wereng cokelat. Kumbang tomcat juga bisa ditemukan di pertanaman kedelai, jagung, kapas, tebu dan sejenisnya. "Jadi sebetulnya kumbang tomcat ini adalah serangga yang bermanfaat bagi petani karena membantu mengendalikan hama-hama padi," jelas Guru Besar Entnomologi IPB ini. Namun, Tomcat saat ini juga menyerang manusia, seperti yang terjadi pada warga kompleks apartemen di Surabaya. Kemungkinan pemukiman itu dibangun di lokasi perkembangbiakan binatang ini. Di sisi lain, populasi kumbang meningkat menjelang berakhirnya musim hujan. ARIHTA U SURBAKTI http://www.tempo.co/read/news/2012/03/21/061391642/Cara-Tomcat-Berkembang-Biak SELASA, 20 MARET 2012 | 13:47 WIB Tomcat Tak Bahaya Asal Tak Disentuh TEMPO.CO , Jakarta - Peneliti serangga dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Aunu Rauf menguraikan serangga yang dikenal sebagaitomcat pada dasarnya tak bahaya. "Dia tidak menyengat atau menyerang," ujar Aunu, Selasa, 20 Maret 2012. Serangga yang masuk jenis kumbang itu memiliki mekanisme pertahanan diri bernamapaederin. Nama yang serupa nama aslinya, Paederus riparius. Paederin, kata Aunu, adalah hemolimfa (darah serangga) tomcat. "Cairan yang membuat gatal kalau disentuh," ujarnya. Sehingga kalau tersentuh tomcat, tak usah buru-buru diusir atau dikibaskan. "Gunakan kertas atau alat lain untuk menyingkirkan dari tubuh," kata Aunu. Sebab sekali menyentuh, paederin akan menempel di tubuh dan membuat gatal. Paederin juga bisa bertahan lama di baju atau seprai yang terkenatomcat. Jadi meski tidak menempel di tubuh, racun bisa membuat gatal dari kain yang terkena paederin. "Asal tak terganggu, tomcat tak akan mengeluarkan paederin," ujar Aunu. Biasanya, kata Aunu, hewan dengan warna terang itu menunjukkan bahaya racun di dalamnya. "Mekanisme itu disebut warning coloration," ujar dia. Sebuah peringatan bagi musuhmusuh tomcat, seperti laba-laba. Pada tomcat, warna terang yang mengandung bahaya itu adalah warna oranye dan hitam yang berselang-seling di ruas tubuhnya. Kepala Bidang Pertanian dan Kehutanan Dinas Pertanian Surabaya Alexandro S. Yahaya menyatakan gatal akibat tomcat cuma bertahan dua-tiga hari. "Cukup dioles salep acyclovir 5 persen saja sudah lumayan hilang gatalnya," katanya. Warga Surabaya selama lima hari terakhir menjadi korban serbuantomcat. Alex menerima 60 laporan warga yang gatal karena kumbang itu. "Itu baru dari saya saja, ya, belum dari yang lain," katanya. DIANING SARI http://www.tempo.co/read/news/2012/03/20/061391445/Tomcat-Tak-Bahaya-Asal-Tak-Disentuh RABU, 21 MARET 2012 | 03:03 WIB Penyebab Populasi Tomcat Meningkat TEMPO.CO , Bogor:Guru Besar Entomologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc mengatakan, serangan serangga Tomcat terhadap warga penghuni komplek apartemen di Surabaya karena pembangunan pemukiman penduduk berada di perkembangbiakan binatang ini. "Misalnya di dekat persawahan atau di pinggiran dekat hutan yang lembab atau rawa," kata Aunu kepada Tempo di Bogor, Selasa 20 Maret 2012. Menurut dia, ada beberapa kemungkinan yang bisa menjelaskan ledakan atau outbreak kumbang tomcat, sehingga masuk rumah penghuni apartemen. "Terjadi peningkatan populasi kumbang tomcat menjelang berakhirnya musim hujan. Sebelumnya masih dalam stadia larva dan pupa," dia menjelaskan. Aunu memaparkan, pada saat yang bersamaan terjadi kegiatan panen. Sehingga kumbang Tomcat berterbangan dan bergerak menuju sumber cahaya di pemukiman. Outbreak kumbang tomcat seperti terjadi di Surabaya, pernah pula dilaporkan terjadi di negara lain, seperti di Okinawa-Jepang (1966), Iran (2001), Sri Lanka (2002), Pulau Pinang- Malaysia (2004 dan 2007), India Selatan (2007), dan Iraq (2008). http://www.tempo.co/read/news/2012/03/21/061391614/Penyebab-Populasi-Tomcat-Meningkat SELASA, 20 MARET 2012 | 16:24 WIB Pakar Serangga: Cuci Tangan Kalau Kena Tomcat TEMPO.CO , Bogor - Pakar serangga dari Institut Pertanian Bogor Aunu Rauf mengatakan kalau Tomcat menempel di tubuh manusia, mengusirnya cukup ditiup saja. Ia menyarankan tidak ada kontak fisik atau menggosok Tomcat dengan tangan. Sebab, cairan racun serangga asli Indonesia ini justru keluar kala Tomcat merasa terancam. "Kalau terlanjur terkena cairannya, segera basuh dengan air bersih dan sabun. Efek racun Tomcat bisa sembuh sendiri dalam waktu satu minggu," kata Aunu di Bogor Selasa 20 Maret 2012. Racun serangga Tomcat memang lebih dahsyat 15 kali lipat dibandingkan bisa ular kobra. Namun masyarakat tidak perlu khawatir, karena serangga ini mengeluarkan cairan "payderin" hanya jika merasa terganggu. "Memang berdasarkan literatur racunnya lebih kuat dibanding racun kobra. Tapi masyarakat jangan khawatir sama Tomcat," kata Aunu. Menurut Aunu, habitat asli Tomcat berada di daerah lembab dan di bawah permukaan tanah, terutama sawah. Sebenarnya Tomcat adalah sahabat para petani. "Tomcat adalah predator hama wereng cokelat. Keberadaannya justru membantu petani dalam mengusir hama pengganggu tanaman. Asal jangan diganggu, Tomcat tidak berbahaya," kata Aunu. Lalu apa alasan Tomcat bisa hijrah dari lahan pertanian ke sebuah apartemen Surabaya? Aunu menduga habitat serangga ini berada di lahan apartemen. Tomcat menyukai cahaya. "Kemungkinan Tomcat terbang ke apartemen karena banyak cahaya lampu. Tapi saya belum ke lapangan, jadi belum tahu penyebab pastinya," kata Aunu. ARIHTA U SURBAKTI http://www.tempo.co/read/news/2012/03/20/095391519/Pakar-Serangga-Cuci-Tangan-Kalau-KenaTomcat SELASA, 20 MARET 2012 | 15:36 WIB Apa Kata Kementrian Kesehatan Soal Tomcat TEMPO.CO, Jakarta - Serangga Tomcat jadi buah bibir di jejaring sosial atau pemberitaan di media massa. Serangga cantik berwarna oranye ini menyerbu sejumlah kawasan di Surabaya. Menurut Direktur Jenderal Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Profesor Dokter Tjandra Yoga Aditama, serangan Tomcat bukan hal baru. Tomcat atau kumbang rove atau biasa disebut semut semai atau semut kayap ini tergolong serangga ini pada ordo Coleoptera atau kelompok kumbang, sub ordo Rove Beetle atau kelompok kumbang kecil, famili Staphylinidae, genus Paederus dan spesies Paederus Littorarius. Ciri serangga ini, kata Tjandra, memiliki panjang sekitar satu sentimeter, badan dan perut berwarna oranye, kepala bewarna gelap dan memiliki sepasang sayap namun tersembunyi. Sepintas mirip semut dan bila merasa terancam akan menaikan bagian perutnya sehingga sepintas tampak seperti kalajengking. Tjandra juga menerangkan, serangga jenis ini ada 622 spesies dan menyebar di seluruh dunia. Dengan spesies di Indonesia sebagai penyebab dermatitis yang kini ramai diberitakan. Pernah juga terjadi wabah dermatitis di Australia, Malaysia, Srilangka, Nigeria, Kenya, Iran, Afrika Tengah, Uganda, Argentina, Brasil, Prancis, Venezuela, Ecuador dan India. “Kumbang tomcat ini menyukai tempat yang lembab dan tanaman seperti padi dan jagung. Kumbang ini pun merupakan salah satu predator wereng,” kata Tjandra. Tjandra menjelaskan serangga ini merupakan kelompok serangga pertanian sebagai predator dari hama pertanian seperti wereng. Tetapi dalam tiga atau empat tahun terakhir telah dilaporkan adanya gangguan kesehatan pada manusia berupa gatal-gatal yang didahului gejala seperti panas, iritasi, bintikbintik, gatal, berair dan menimbulkan bekas hitam pada kulit. Menurut Tjandra, habitat lingkungannya berupa tambak liar yang ada sedikit semak. “Namun serangga ini sesekali bersifat kosmopolitan, yaitu berada di mana-mana, terutama menyukai daerah yang lembab, bisa di lantai tanah maupun lantai keramik,” ujarnya. Serangga ini bisa membuat iritasi bila racunnya paederin (C2H4509N) mengenai kulit. Racun ini ada di dalam badan serangga, kecuali sayap. Dermatitis ini terjadi bila bersentuhan secara langsung dengan serangga ini atau bila racun itu menempel pada benda-benda seperti handuk atau baju. HADRIANI P http://www.tempo.co/read/news/2012/03/20/061391505/Apa-Kata-Kemenkes-Soal-Tomcat