BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Keuangan Manajemen

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Keuangan
Manajemen Keuangan adalah suatu proses dalam kegiatan keuangan
perusahaan yang berhubungan dengan upaya untuk mendapatkan dana perusahaan
dan menimimalkan biaya perusahaan serta upaya pengelolaan keuangan suatu
badan usaha atau organisasi untuk mencapai tujuan keuangan yang telah
ditetapkan. Manajemen keuangan membicarakan pengelolaan keuangan yang
pada dasarnya dapat dilakukan baik oleh individu, perusahaan, maupun
pemerintah. Manajemen keuangan mempunyai hubungan yang erat didalam
seluruh proses manajemen. Ini dkarenakan peranan pokok manajemen keuangan
mempunyai sasaran yang sama dengan sasaran manajemen itu sedniri, yaitu cara
penggunaan sumber perusahaan dan cara pembiayaannya.
Untuk menjalankan fungsinya, suatu perusahaan harus menjalankan
fungsinya secara baik, akrena dalam pelaksanaannya masing-masing fungsi,
mempunyai keterkaitan satu sama lain. Manajemen keuangan adalah manajemen
terhadap gungsi-fungsi keuangan. Sedangkan fungsi keuangan adalah kegiatan
utama yang harus dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang
tertentu. Fungsi manajemen keuangan dalam menggunakan dana dan menciptakan
dana.
2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan
Sutrisno (2009) mengartikan bahwa manajemen keuangan sebagai segala
aktivitas perushaan yang bersangkutan dengan usaha-usaha mendapatkan dana
perusahaan yang bersangkutan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan
dengan biaya murah serta usaha untuk menggunakan dana dan mengalokasikan
dana tersebut secara efisien.
Selanjutnya menurut Bringham dalam Kemir (2010) menyatakan bahwa:
“Manajemen keuangan adalah seni (art) dan Ilmu untuk me-manage
uang meliputi proses, instuisi/lembaga, pasar dan instrumen yang
terlibat dengan masalah transfer uang di antara individu bisnis dan
pemerintah”
Kemudian menurut James C. Van Horne & John M. Wachwichz, Jr
(2012), menyatakan bahwa:
“Manajemen Keuangan berkaitan dengan perolehan, pendanaan dan
manajemen asset dengan didasari beberapa tujuan umum”
Dari beberapa pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa manajemen
keuangan berkaitan erat dengan aktivitas pengelolaan perusahaan, mulai dari
pendanaan hingga pengalokasian dana tersebut serta instrumen keuangan.
2.1.2 Tujuan Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan tujuan dan sasaran yang
digunakan sebagai standar dalam memberikan penilaian kefesienan keputusan
keuangan. Untuk dapat mengambil keputusan-keputusan keuangan yang benar
manajemen keuangan perlu menentukan tujuan yang harus di capai.
Tujuan memaksimalkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer
harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para
pemegang saham aspek penting lain dari tujuan perusahaan dan tujuan manajemen
keuangan adalah pertimbangan sosial terhadap tanggung jawab yang dapat dilihat
dari empat hal yaitu:
1. Jika manajemen keuangan menuju pada maksimalisasi harga saham, maka
diperlukan manajemen yang baik dan efisien sesuai dengan permintaan
konsumen.
2. Perusahaan yang berhasil selalu menempatkan efisiensi dan inovasi sebagai
prioritas, sehingga menghasilkan produk baru, penemuan teknologi dan
perluasan lapangan kerja.
3. Faktor-faktor luar seperti pencemaran lingkungan, jaminan keamanan produk
dan keselamatan kerja menjadi lebih penting untuk dipertimbangkan.
4. Kerjasama antara industri dan pemerintah sangat diperlukan untuk
menciptakan peraturan yang mengatur perilaku perusahaan dan sebaliknya
perusahaan mematuhi peraturan tersebut.
2.1.3 Fungsi Manajemen Keuangan
Fungsi manajemen keuangan merupakan keputusan utama yang harus
dilakukan oleh suatu perusahaan. Ada beberapa fungsi manajemen keuangan
menurut Sutrisno (2009:2). Tiga fungsi utama dalam manajemen keuangan yaitu:
1. Keputusan investasi (Investment Decision)
Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus
mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat
mendatangkan keuntungan dimasa yang akan datang. Bentuk, macam, dan
komposisi dari investais tersebut akan mempengaruhi dan menunjang tingkat
keuntungan di masa depan.
2. Keputusan Pendanaan ( Financing Decision)
Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal.
Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan
menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi
perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan
usahanya.
3. Keputusan Deviden (Dividend Policy)
Keputusan deviden merupakan keputusan manajemen keuangan untuk
menentukan besarnya prosentase laba yang dibagikan kepada para pemegang
saham dalam bentuk cash dividend, stabilitas dividen yang dibagikan, dividen
saham (stock dividend), pemecaham saham (stock split), serta penarikan
kembali saham yang beredar yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan
kemakmuran para pemegang saham.
2.2 Good Corporate governance
2.2.1
Pengertian Good Corporate governance
Good Corporate governance merupakan sebuah sistem tata kelola
perusahaan yang berisi seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham , pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya dalam
kaitannya dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain, suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan, dengan tujuan untuk
meninngkatkan nilai tambah (value added) bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders). Jika pelaksanaan Good Corporate governance tersebut dapat
berjalan dengan efektif dan efisien, maka seluruh proses aktivitas perusahaan akan
berjalan dengan baik, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan kinerja perusahaan
baik yang sifatnya kinerja finansial maupun non finansial akanjuga turut membaik
(Brown and Caylor, 2004).
Good Corporate governance (GCG) telah menjadi pokok perhatian yang
sangat penting di Indonesia karena perusahaan-perusahaan yang menerapkan
GCG secara utuh dan berkelanjutan diyakini akan memiliki nilai lebih
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak atau belum melaksanakan GCG,
sehingga akan membantu perusahaan-perusahaan tersebut menjadi lebih
kompetitif secara global. Corporate governance merupakan prinsip pengelolaan
perusahaan yang bertujuan untuk mendorong kinerja perusahaan serta
memberikan nilai ekonomis bagi pemegang saham.Pelaksanaan Good Corporate
governance (GCG) sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat
dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi perusahaan untuk berkembang
dengan lebih baik dan sehat.
Secara umum Good Corporate governance lebih ditunjukan untuk system
pengendalian dan pengaturan perusahaan, Good Corporate governance lebih
ditunjukan pada tindakan yang dilakukan eksekutif perusahaan agar tidak
merugikan para stakeholder karena GCG menyangkut moralitas, etika kerja, dan
prinsip-prinsip kerja yang baik. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian
GCG yang dikeluarkan beberapa pihak baik dalam prespektif yang sempit dan
prespektif yang luas.
Wahyudi Prakarsa (2009:5), memberi pengertian tentang Good Corporate
governance yaitu: “Sebagai mekanisme administratif yang mengatur hubunganhubungan Antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham
dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders)”.
Effendi (2009:1) menyimpulkan definisi corporate governance sebagai
suatu system pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama
megelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui
pengamanan asset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham
dalam jangka panjang. Sedangkan definisi Good Corporate governance menurut
Bank Dunia (World Bank) yang dikutip oleh Effendi (2009:2) adalah :
“Kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah kaidah yang wajib dipenuhi
yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi
secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar
secara keseluruhan”
Dari defisini tersebut dapat disimpulkan bahwa Good Corporate
governance merupakan suatu struktur yang mengatur pola hubungan yang
harmonis tentang peran dewan komisaris, direksi, pemegang saham dan para
stakeholder lainnya dan pada akhirnya akan terhindar dari benturan peran.
The Indonesian Institute for Corporate governance pengertian corporate
governance sebagai:
“Merupakan serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan
mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan
berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan
(stakeholders)”
Menurut KEPMEN BUMN No. KEP-117//M-MBU/2002 tanggal 31 Juli
2002 pada pasal 1a, Good Corporate governance adalah suatu proses dan struktur
yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan
tetap
memperhatikan
kepentingan
stakeholder
lainnya,
berlandaskan peraturan perundang dan nilai nilai etika. Serta pada pasal 1d,
stakeholder adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan BUMN, baik
dengan maupun tidak langsung yaitu pemegang saham/pemilik modal,
komisaris/dewan pengawas, direksi dan karyawan serta pemerintah, kreditur dan
pihak berkepentingan lainnya.
Sedangkan Forum for Corporate governance in Indonesia (FCGI)
mendefisinikan Good Corporate governance ialah:
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan Antara pemegang
saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau
dengan kata lain suatu system yang mengendalikan perusahaan.
Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah
bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Dari definisi diatas GCG pada dasarnya merupakan suatu system (input, proses,
output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan Antara berbagai
pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan
natara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti
sempit hubungan Antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi
demi tercapainya tujuan perusahaan. GCG dimaksudkan untuk mengatur
hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang
signifikan dalam strategi perusahaan.
World Bank dan UNDP dalam Mardiasmo (2004:23) mengemukakan
beberapa pengertian Good Corporate governance sebagai berikut:
1. World Bank memberikan definisi governance sebagai : “ The way state
power is used in managing economic and social resources for
development of society”.
2. United
National
Development
Program
(UNDP)
mendfinisikan
governance sebagai : “The exercise of political, economic and
administrative authority to manager national’s affair at all levels”.
World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya
sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat, sedangkan
UNDP lebih menakankan adanya aspek politik, ekonomi, dan administratif dalam
pengelolaan Negara. Jika mengacau pada World Bank dan UNDP, orientasi
pembangunan sector public adalah untuk menciptakan Good Governance.
Pengertian Good Corporate governancesering diartikan sebagai kepentingan yang
baik
2.2.2
Prinsip-prinsip Good Coporate Governance
Prinsip-prinsip internasional mengenai corporate governance mulai
muncul dan berkembang baru-baru ini. Prinsip-prinsip corporate governanceyang
dikembangkan oleh OECD (Orgnanization for Economic Co Operation and
Development) bermaksud untuk membantu anggota dan non anggota dalam usaha
untuk menilai dan memperbaiki dan kerangka kerja legal, institusonal dan
pengaturan untuk corporate governance di negara-negara mereka, dan
memberikan petunjuk dan usulan untuk pasar modal, investor, korporasi, dan
pihak lain yang mempunyai peranan dalam proses mengembangkan GCG.
Prinsip tersebut menurut OECD yang dikutip oleh Iman dan Amin (2002)
mencakup:
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the right of shareholders).
Hak-hak para pemegang saham harus diberi informasi dengan benar dan tepat
pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam
pengambilan keputusan menganai perubahan-perubahan yang mendasar atau
perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham minoritas dan
pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta
melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang
dalam (insider trading).
3. Peranan stakeholder yang terkait dengan perusahaan (the role of share
holders)
Peranan pemagang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hokum
dan kerjasama yang aktif Antara perusahaan serta para pemegang kepentingan
dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari
aspek keuangan
4. Keterbukaan dan transparansi (Disclosure dan transparency).
Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparani
mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta
para pemagang kepentingan (stakeholders).
5. Akuntabilitas dewan komisaris (The responbilities of the board)
Tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta
pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham.
2.2.3
Mekanisme Good Corporate Governance
Bentuk mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol biaya keagenan
yaitu dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate
governance).Good Corporate governance adalah suatu mekanisme yang
digunakan oleh organisasi perusahaan guna memberikan nilai tambah pada
perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang
saham,
dengan
tetap
memperhatikan
kepentingan
stakeholder
lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.
Good Corporate governance penting dengan tujuan mengawasi kinerja
para manajer. Mekanisme ini akan menjamin bahwa para investor akan menerima
tingkat return yang sesuai dengan investasi yang telah mereka lakukan (Scheiver
dan Vishny, 2007) Dennis dan McConnell (2008:72) membedakan mekanisme
Good Corporate governance.
2.2.3.1 Dewan Direksi
Pengertian direksi menurut UU No.40 Tahun 2007 pasal 1 tentang
Perseroan Terbatas adalah:
“Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar.”
Kompoisis direksi terdiri dari (Zarkasyi, 2008)
a. Jumlah anggota direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan
dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengembilan keputusan.
b. Anggota direksi dipilih dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang
transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek,
perusahaan Negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan
mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan
oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas
terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota direksi
dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui komite nominasi dan
remunerasi.
c. Pemberhentian anggota direksi dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan yang
wajar dan setelah kepada yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
membela diri.
d. Seluruh anggota direksi harus berdomisili di Indonesia, di tempat yang
memungkinkan pelaksanaan tugas pengelolaan perusahaan sehari-hari.
Fungsi pengelolaan oleh direksi mencakup 5 (lima) tugas utama (Zarkasyi,
2008), yaitu:
1. Kepengurusan
a. Direksi harus menyusun visi, misi dan nilai-nilai serta program jangka
panjang dan jangka pendek perusahaan untuk dibicarakan dan disetujui
oleh dewan komisaris atau RUPS sesuai dengan kententuan anggaran
dasar.
b. Direksi harus dapat mengendalikan sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan secara efektif dan efisien.
c. Direksi harus memperhatikan kepentingan yang wajar dari pemangku
kepentingan.
d. Direksi dapat memberikan kuasa kepada komite yang dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan tugasnya atau kepada karyawan perusahaan untuk
melaksanakan tugas tertentu, namun tanggung jawab berada pada direksi.
e. Direksi harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga
pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan
sebagai salah satu alat penilaian kerja.
2. Manajemen Risiko
a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem manajemen risiko
perusahaan yang mencakup seluruh aspek kegiatan perusahaan.
b. Pengambilan keputusan strategis, termasuk penciptaan produk atau jasa
baru harus diperhitungkan dengan seksama dampak risikonya, dalam arti
adanya keseimbangan antara hasil dan beban risiko.
c. Memastikan dilaksanakannya manajemen risiko dengan baik, perusahaan
perlu memiliki unit kerja atau penanggung jawab terhadap pengendalian
risiko.
3. Pengendalian Internal
a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem pengendalian internal
perusahaan yang handal dalam rangka menjaga kekayaan dan kinerja
perusahaan, serta memenuhi peraturan perundang-undangan.
b. Perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek, perusahaan Negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana
masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan harus memiliki satuan kerja pengawasan internal.
c. Satuan kerja atau fungsi pengawasan internal bertugas membantu direksi
dalam memastikan pencapaian tujuan dan kelangsungan usaha dengan (1)
melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan; (2)
memberikan
saran
dalam
upaya
memperbaiki
efektivitas
proses
pengendalian risiko; (3) melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan
terhadap peraturan perusahaan , pelaksanaan Good Corporate governance
dan perundang-undangan; (4) memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit
oleh auditor eksternal.
d. Satuan kerja atau pemegang fungsi pengawasan internal bertanggung
jawab kepada direktur utama dan direktur yang membawahi tugas
pengawasan internal. Satuan kerja pengawasan internal mempunyai
hubungan fungsional dengan dewan komisaris dan komite audit.
4. Komunikasi
a. Direksi harus memastikan kelancaran komunikasi antara perusahaan
dengan pemangku kepentingan dengan memberdayakan fungsi sekretaris
perusahaan.
b. Fungsi skretaris perusahaan adalah (1) memastikan kelancaran komunikasi
antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dan (2) menjamin
tersedianya informasi yang boleh diakses oleh pemangku kepentingan
sesuai dengan kebutuhan wajar dari pemangku kepentingan.
c. Perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek, perusahaan Negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana
masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai pengaruh terhadap
kelestarian lingkungan harus memiliki sekretaris perusahaan yang
fungsinya dapat mencakup pula hubungan dengan investor.
d. Dalam hal perusahaan tidak memiliki satuan kerja kepatuhan (compliance)
tersendiri, fungsi untuk menjamin kepatuhan terhadap
peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh skretaris perusahaan.
e. Sekretaris perusahaan atau pelaksanaan fungsi sekretaris perusahaan
bertanggung jawab kepada direksi. Laporan pelaksanaan tugas sektretaris
perusahaan disampaikan pula kepada dewan komisaris.
5. Tanggung Jawab Sosial
a. Dalam rangka mempertahankan kesinambungan usaha perusahaan, direksi
harus dapat memastikan dipenuhinya tanggung jawab sosial perusahaan.
b. Direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Perusahaan jawaban direksi adalah sebagai berikut (Zarkasyi, 2008)
a. Menyusun pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan dalam bentuk laporan
tahunan yang memuat antara lain laporan keuangam, laporan kegiatan
perusahaan, dan laporan pelaksanaan Good Corporate governance.
b. Laporan tahunan harus memperoleh persetujuan RUPS, dan khusus untuk
laporan keuangan harus memperoleh pengesahan RUPS.
c. Laporan tahunan harus telah tersedia sebelum RUPS diselenggarakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku untuk memungkinkan pemegang saham
melakukan penilaian.
d. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan
laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan
tanggung jawab kepada masing-masing anggota direksi sejauh hal-hal tersebut
tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung jawab
masing-masing anggota direksi dalam hal terjadi tindak pidana atau kesalahan
dan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang tidak
dapat dipenuhi dengan aset perusahaan.
e. Pertanggung jawaban direksi
kepada RUPS merupakan perwujudan
akuntabilitas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas Good
Corporate governance.
2.2.3.2 Komisaris Independen
Dalam suatu perusahaan, dewan memegang peranan yang signifikan dalam
penentuan strategi perusahaan. Indonesia merupakan Negara yang menggunakan
sistem two tier, yang terdiri dari dewan komisaris dan dewan direksi. Dewan
komisaris merupakan pihak yang melakukan fungsi monitoring terhadap kinerja
manajemen, sedangkan dewan direksi merupakan pihak yang melakukan fungsi
operasional perusahaan (Wardhani, 2007). Berdasarkan The National Committee
on Corporate governance (2000) dalam Siswantaya (2007) menjelaskan beberapa
hal yang berkaitan dengan dewan komisaris. Diantaranya adalah fungsi dewan
komisaris untuk mengawasi direksi baik yang berhubungan dengan kebijakan dan
pelaksanaan direksi.Kedua, dewan komisaris berfungsi untuk memberikan saran
kepada direksi.Untuk menjalankan fungsi tersebut, maka anggota dewan
komisaris merupakan seorang yang berkarakter baik dan memiliki pengalaman
yang relevan.
Keberadaan komisaris independen diatur dalam peraturan BAPEPAM No:
KEP 339/BEJ/07 -2001 yang menyatakan bahwa setiap perusahaan publik harus
membentuk komisaris independen yang anggotanya paling sedikit 30% dari
jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris. Dewan yang terdiri dari dewan
komisaris independen yang lebih besar memiliki kontrol yang kuat atas keputusan
manajerial.
Jumlah anggota komisaris independen harus diseusaikan dengan
kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam
pengambilan keputusan.Jumlah komsiaris independen harus dapat menjamin agar
mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Salah satu komisaris independen harus mempunyai latar
belakang akuntansi dan keuangan (Zarkasyi 2008)
2.2.3.3 Komite Audit
Salah satu komite penunjang yang dibentuk oleh Dewan Komisaris adalah
Komite Audit. Dalam Lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor KEP29/PM/2004, Peraturan Nomor IX.I.5 tentang Pembentukan Komite Audit, setiap
Emiten atau Perusahaan Publik berkewajiban untuk memiliki Komite Audit dan
pedoman kerja komite audit (audit committee charter). Adapun ketentuan
mengenai tugas dan tanggung jawab Komite Audit yang diatur dalam Pedoman
Umum GCG Indonesia tahun 2006 (KNKG), adalah sebagai berikut:
a.
Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan
bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal
perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaaan audit internal
maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku,
dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
b.
Komite Audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya
untuk disampaikan kepada Dewan Komisaris.
Komite Audit merupakan salah satu mekanisme kontrol atas organ
perusahaan yang sangat penting dalam meningkatkan transparansi perusahaan dan
mendorong manajemen agar mengungkapkan lebih banyak informasi.Keefektifan
fungsi Komite Audit dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian terdahulu
(Kelin, 2002; Davidson, et al., 2005; dalam Yuen, et al., 2009) mengindikasikan
bahwa terdapat hubungan positif antara independensi komite audit dengan
keefektifan corporate governance.
Komite audit dianggap lebih efektif dalam memonitor laporan keuangan
perusahaan sehingga diharapkan komite memiliki intensitas pertemuan yang
cukup untuk dapat lebih baik dalam memonitor masalah seperti manajemen laba.
Dengan intesitas pertemuan yang rutin, diharapkan akan menciptakan komunikasi
yang baik dalam komite, sehingga komite akan semakin efektif dalam melakukan
pengawasan dan mengurangi oportunistik manajemen seperti praktek manajemen
laba.
Fungsi komite audit adalah (Zarkasyi,2008):
a. Memberikan rekomendasi dalam pemilihan auditor independen.
b. Berkonsultasi untuk mementukan auditor independenn.
c. Berkonsultasi dengan auditor independen dalam menganalisis laporan
audit dan menyertai dalam management letter.
Tugas komite audit berkaitan dengan Good Corporate governance adalah
(Zarkasyi, 2008):
a. Mengawasi proses penyusunan corporate governance.
b. Memastikan bahwa manajemen senior secara aktif mensosialisasikan
budaya corporate governance.
c. Memonitor code of conduct telah dilaksanakan secara konsekuen.
d. Memantau bahwa perusahaan mematuhi undang-undang dan peraturan
yang berlaku.
e. Mewajibkan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil evaluasi
pelaksanaan corporate governance dan temuan lainnya.
2.2.3.4 Kepemilikan Manajerial
Pengertian kepemilikan manajerial menurut (Wahidahwati, 2002) adalah:
“Kepemilikan manajerilan adalah pemegang saham dari pihak manajemen
(direktur dan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan perusahaan.Kepemilikan manajerial dikur dari jumlah
persentase saham yang dimiliki manajer.”
Menurut Jensen dan Meckling (1976), kepemilikan saham oleh manajer
dapat mensejajarkan kepentingan manajer dan pemegang saham karena dengan
memiki saham perusahaan, manajer akan merasakan langsung manfaat dari setiap
keputusan yang diambilnya, begitu pula bila terjadi kesalahan, maka manajer juga
akan menanggung kerugian sebagai salah satu konsekuensi kepemilikan saham.
Hal ini merupakan insentif bagi manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Peran struktur kepemilikan manajerial dapat dilihat dari dua sudut
pandang, yaitu:
a. Pendekatan Keagenan (Agency Approach)
Pendekatan ini menganggap struktur kepemilikan manajerilan sebagai sebuah
instrumen atau alat untuk mengurangi konflik keagenan diantara berbagai
klaim (claim holder) terhadap perusahaan.Oleh karena itu, perusahaan
meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan
manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan
pemegang saham.
b. Pendekatan
Informasi
Asimetri
atau
Ketidakseimbangan
Informasi
(Asymmetric Information Approach)
Pendekatan ini menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai salah satu
cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insiders dan
outsiders melalui pengungkapan informasi di dalam pasar modal. Adanya
kepemilikan saham oleh pihak insiders, maka insiders akan ikut memperoleh
manfaat langsung atas keputusan-keputusan yang diambilnya, selain itu para
manajer juga akan semakin hati-hati dalam menentukan hutang perusahaan
karena mereka akan memperoleh manfata langsung dari keputusan yang
mereka ambil serta akan menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari
pengambilan keputusan yang salah, sehingga kebangkrutan perusahaan bukan
lagi menjadi tanggung jawab pemilik utama.
Kepemilikan manajerial itu sendiri dapat dilihat dari konsentrasi
kepemilikan atau persentase saham yang dimiliki oleh dewan direksi dan
manajemen.Persentase tersebut diperoleh dari banyaknya jumlah saham yang
dimiliki oleh manajerial.Semakinbesar proporsi kepemilikan manajerial pada
perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang
saham dimana pemegang saham adalah dirinya sendiri.
2.2.3.5 Kepemilikan Institusional
Pengertian kepemilikan institusional menurut Siregar dan Utama (2005)
dalam Widyati (2013) adalah :
“Kepemilikan institusional adalah kepemilkan saham perusahaan oleh
institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan
investment banking.”
Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan besar
terhadap investasi yang dilakukan, termasuk investasi saham sehingga biasanya
institusi menyerahkan tanggung jawab kepada divisi tertentu untuk mengelola
investasi perusahaan tersebut. Karena institusi memantau secara profesional
perkembangan investasinya, maka tingkat pengendalian terhadap tindakan
manajemen
sangat
tinggi
sehingga
potensi
kecurangan
dapat
ditekan
(Murwaningsari, 2009 dalam Widyati, 2013)
Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor
manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan
menjamin kemakmuran untuk pemegang saham. Pengaruh kepemilikan
insitusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup
besar dalam pasar modal. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi
akanmenimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor
institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic.
Berdasarkan uraian mengenai mekanisme Good Corporate governance
dalam penelitian ini akan diukur menggunakan:
1. Dewan Direksi
2. Komisaris Independen
3. Komite Audit
4. Kepemilikan Manajerial dan Institusional
2.3 Profitabilitas
Profitabilitas menunjukkan kinerja suatu perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan sehingga dapat berpengaruh pada pembuatan keputusan investasi.
Artinya, semakin baik kinerja keuangan yang dimiliki investor perusahaan, maka
akan memiliki kepercayaan yang tinggi untuk mengungkapkan tanggung jawab
sosialnya. Menurut Jati (dalam Widianto, 2011) tingkat profitabilitas yang tinggi
pada perusahaan akan meninkatkan daya saing antar perusahaan.Salah satu rasio
untuk menghitung profitabilitas adalah return on equity (ROE).Return on Equity
menunjukkkan kemampuan perusahaan dalammenghasilkan laba setelah pajak
dengan memanfaatkan total equity (modalsendiri) yang dimilikinya.
Return On Equity =
πΏπ‘Žπ‘π‘Ž π΅π‘’π‘Ÿπ‘ π‘–β„Ž π‘†π‘’π‘‘π‘’π‘™π‘Žβ„Ž π‘ƒπ‘Žπ‘—π‘Žπ‘˜
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ πΈπ‘˜π‘’π‘–π‘‘π‘Žπ‘ 
π‘₯ 100%
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai pengaruh penerapan Good Corporate
governance terhadap kinerja keuangan perusahaan antara lain pernah dilakukan
oleh Hana Fadhilah (2013) mengenai pengaruh dewan direksi, komisaris
independen, komite audit, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional
terhadap kinerja keuangan.Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat
diambil kesimpulan bahwa ukuran dewan direksi, ukuran komisaris independen,
ukuran komite audit, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional
berpengaruh scara simultan terhadap kinerja keuangan. Secara parsial kepemilikan
institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, akan tetapi ukuran
dewan direksi, ukuran komite audit, komisaris independen dan kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.Ringkasan
hasil penelitian terdahulu dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Sampel
Variable
Penelitian
No.
Nama Peneliti,
Judul dan
Tahun
1.
Hanna Fadhilah,
Pengaruh
Penerapan Good
Corporate
governance
terhadap Kinerja
Keuangan
Perusahaan, 2013
30 perusahaan
yang terdaftar di
Jakarta Islamic
Index periode
Juni s/d
November tahun
2011
dewan direksi,
komisaris
independen,
komite audit,
kepemilikan
manajerial, dan
kepemilikan
institusional
terhadap kinerja
keuangan
2.
Anindhita Ira
Sabrinna, Pengaruh
Corporate
governance dan
struktur
Kepemilikan
terhadap Kinerja
Perusahaan, 2010
42 perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEI
dan masuk ke
dalam skor
pemeringkatan
CGPI tahun 20022008
3
Tri Purwani ,
Pengaruh Good
Corporate
governance
Terhadap Kinerja
Perusahaan, 2009
89 perusahaan
yang terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia dan
termasuk dalam
peserta survey
The Indonesian
Institute for
Corporate
governance
(IICG) selama
periode 2004
sampai dengan
2008
Corporate
governance,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
komposisi aktiva,
kesempatan
pertumbuhan,
ukuran
perusahaan,
Tobin’s Q, dan
ROE
Good Corporate
governance
(GCG) terhadap
variabel dependen
kinerja
perusahaan yang
diproksikan dalam
nilai EVA
Momentum
(EVAM)
Hasil Penelitian
kepemilikan institusional
berpengaruh positif
terhadap kinerja
perusahaan, akan tetapi
ukuran dewan direksi,
ukuran komite audit,
komisaris independen dan
kepemilikan manajerial
tidak berpengaruh
terhadap kinerja keuangan
perusahaan
Tidak terdapat hbungan
antara corporate
governance yang diukur
dengan menggunakan skor
CGPI terhadap Tobin’s Q
tetapi berpengaruh
terhadap ROE, sedangkan
kepemilikan manajerial
dan kepemilikan
institusional tidak
berpengaruh terhadap
Tobin’s Q dan ROE
Penerapan Good
Corporate governance
tidak berpengaruh secara
langsung terhadap kinerja
perusahaan dengan alat
ukur EVA Momentum
4
Tangguh
Wicaksono,
Pengaruh Good
Corporate
governanceTerhada
p Profitabilitas
Perusahaan (Studi
Empiris Pada
Perusahaan peserta
PengaruhCorporate
governance
Perception Index
(CGPI) 2012) 2014
perusahaanperusahaan yang
terdaftar
padaCorporate
governance
Perception Index
(CGPI) tahun
2012. Metode
pengambilan
sampel yaitu
purposive
sampling.
Sehingga didapat
jumlah
observasi
sebanyak 58
perusahaan.
Metode analisis
yang digunakan
adalah
metode regresi
linear berganda
atau OLS
(Ordinary Least
Square).
57 perusahaan
yang konsisten
terdaftar di JII
selama periode
Juni s/d
November tahun
2008-2010
5
Achyar Saepudin,
Analisis Pengaruh
Mekanisme
Corporate
governance
terhadap Kinerja
Perusahaan, 2012
6
Sam’ani Pengaruh
Good Corporate
governance dan
Leverage terhadap
Kinerja Keuangan
(2009)
28 perusahaan
perbankan go
public yang
terdaftar di BEI
tahun 2004-2007
7
Wicaksono
Pengaruh Good
Corporate
Governance
Terhadap
Profitabilitas
Perusahaan (2012)
58 yang terdaftar
pada Corporate
Governance
Perception Index
(CGPI) tahun
2012
corporate
governance,
dewan direksi,
dewan komisaris,
komite
audit, ROE
variabel dewan direksi
berpengaruh positif namun
tidak signifikan terhadap
ROE dan variabel komite
audit berpengaruh positif
namun tidak signifikan
terhadap ROE serta dewan
komisaris berpengaruh
negatif namun tidak
signifikan terhadap ROE.
Hasil
penelitian menunjukkan
GCG tidak berpengaruh
signifikan terhadap
profitabilitas
perusahaan.
Kepemilikan
institusional,
aktivitas
komisaris, ukuran
dewan direksi,
ukuran komite
audit, ukuran
komisaris
independen, dan
Tobin’s Q
Kepemilikan
Iinstitusional,
aktivitas dewan
komisaris, ukuran
dewan direksi,
ukuran, komisaris
independe, ukuran
audit, leverage
dan CFROA
Kepemilikan insitusional,
komisaris independen, dan
ukuran komite audit
berpengaruh terhadap
Tobin’s Q sedangkan
aktivitas komisaris dan
ukuran dewan direksi
tidak berpengaruh
terhadap Tobin’s Q
Dewan direksi,
dewan komisaris,
komite audit dan
ROE
Aktivitas dewan
komisaris, ukuran dewan
direksi, ukuran komite
audit, kepemilikan
insitusional dan leverage
berpengaruh terhadap
CFROA, sedangkan
ukuran komisaris
independen tidak
berpengaruh terhadap
CFROA
variabel dewan direksi
berpengaruh positif namun
tidak signifikan terhadap
ROE dan variabel komite
audit berpengaruh positif
namun tidak signifikan
terhadap ROE serta dewan
komisaris berpengaruh
negatif namun tidak
8
2.5
Sally Florensia
Pengaruh Good
Corporate
Governance
Terhadap
Profitabilitas
(2009-2011)
33 Perusahaan
sector
pertambangan
yang terdaftar di
BEI
Kepemilikan
manajerial,
proporsi dewan
komisaris, komite
audit,
profitabilitas,
NPM
signifikan terhadap ROE.
Hasil
penelitian menunjukkan
GCG tidak berpengaruh
signifikan terhadap
profitabilitas
perusahaan.
Dari
analisis yang telah
dilakukan dengan uji f
yang menyatakan bahwa
variabel bebas secara
bersamasama
tidak mempengaruhi
variabel terikat, uji t yang
menyatakan bahwa
variabel bebas secara
parsial
tidak mempengaruhi
variabel terikat. Simpulan
Good Corporate
Governance (GCG) secara
signifikan
tidak mempengaruhi
profitabilitas perusahaan
dan tidak ada perbedaan
profitabilitas pada
perusahaan-perusahaan
yang bergerak di bidang
industri penghasil bahan
baku sektor pertambangan
batubara yang telah
terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dan Bursa Efek
Australia pada tahun 2009
sampai 2011.
Kerangka Pemikiran
Pada dasarnya perusahaan adalah lembaga ekonomi yang didirikan oleh
pemilik untuk mendapatkan keuntungan, dimana salah satu kepentingan pokok
pemegang saham (shareholder) adalah bahwa perusahaan harus memupuk
keuntungan sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dan keuntungan bagi
para pemegang saham. Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya, melakukan
interaksi secara kelambagaan dengan pihak-pihak yang lain yang terkait dengan
perusahaan, dimana dalam interaksi tersebut terdapat berbagai kepentinan yang
mungkin dan seringkali tidak sejalan dengan kepentingan pokok pemegang
saham, termasuk di antaranya kepentingan yang dimiliki karyawan, pemasok,
pelaggan, distributor, pesaing, pemerintah serta masyarakat yang ikut memberikan
kontribusi terhadap keberhasilan perusahaan dan yang ikut pula menanggung
dampak dari kegiatan operasional perusahaan. Mereka adalah stakeholdersyang
mempunyai kepentingan dalam kemakmuran perusahaan tersebut, sehingga
perusahaan harus mengupayakan keseimbangan dengan memperhatikan tidak
hanya
kepentingan
shareholder
saja
tetapi
juga
stakeholder
untuk
mempertahankan eksistensinya dan bermanfaat bagi seluruh entitas masyarakat.
Mekanisme yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah
dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate
governance).Mekanisme internal adalah unsur yang diperlukan dalam mengelola
perusahaan.Unsur-unsur Good Corporate governance yang berasal dari internal
perusahaan
adalah
dewan
direksi,
komite
audit,
dan
kepemilikan
manajerial.Mekanisme eksternal adalah cara-cara mengendalikan perusahaan
selain dengan menggunakan mekanisme internal.Faktor eksternal dimaksudkan
untuk mendisiplinkan perilaku pihak insider agar lebih transparan dalam
mengelola korporasi. Kepemilikan institusional dan komisaris independen
umunya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan Widyati (2013)
Investor mengandalkan laporan keuangan sebagai sumber informasi untuk
mengetahui
kinerja
keuangan
perusahaan
sebagai
dsar
pengambilan
keputusan.Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan suatu
bentuk komunikasi antara manajemen dengan para stakeholder. Salah satu hal
yang mempengaruhi tinggi rendahnya harga saham suatu perusahaan adalah
laporan keuangan yang memiliki laba yang tinggi.
Laporan keuangan melaporkan posisi perusahaan pada satu titik waktu dan
kegiatan operasinya selama beberapa periode lalu. Namun, nilai riilnya ada pada
kenyataan bahwa laporan tersebut dapat digunakan untuk membantu meramalkan
laba dan dividen masa depan. Dari sudut pandang investor, peramalan masa depan
adalah inti dari analisis keuangan yang sebenarnya, sementara itu dari sudut
pandang manajemen, analisis laporan keuangan berguna untuk membantu
mengantisipasi kondisi masa depan, yang lebih penting lagi sebagai titik awal
untuk merencanakan tindakan-tindakan yang memperbaiki kinerja di masa depan
(Brigham dan Houston, 2010)
Pengertian laporan keuangan menurut IAI (Ikatan Akuntan Indonesia)
dalam PSAK No.1 Revisi Tahun 2009 adalah :
“Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi
keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.”
Bagi para analis bisnis, analisis keuangan digunakan untuk menganalisis
posisi dan kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan informasi laporan
keangan. Investor akan menganalisis laporan keuangan tersebut dengan rasio-rasio
keuangan yang lazim digunakan. Ini merupakan hal yang penting bagi investor
untuk dapat memprediksi kondisi perusahaan tersebut dimasa mendatang
(Prasnanugraha, 2007)
Pengertian kinerja perusahaan menurut Zarkasyi (2008) adalah:
“Kinerja perusahaan adalah sesuatu yang dihasilkan oleh suatu organisasi
dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang
ditetapkan.Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat
diukur dan menggambarkan kondisi empiris suatu perusahaan dari
berbagai ukuran yang disepakati”.
Rasio yang paling penting dalam mengukur kinerja keuangan adalah
Return On Equity dan Return On Asset karena kedua rasio tersebut mampu
menggambarkan keadan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Kedua rasio
tersebut bisa menggambarkan bagaimana tingkat laba bersih dan tingkat
keuntungan perusahaan tersebut.Pemegang saham pastinya ingin mendapatkan
tingkat pengembalian yang tinggi atas modal yang mereka peroleh. Jika Return
OnEquity tinggi, maka harga saham juga cenderung akan tinggi dan tindakan yang
meningkatkan Return On Equity kemungkinan juga akan meningkatkan harga
saham. (Brigham dan Houston, 2010).
Jika para manajer perusahaan melakukan tindakan-tindakan yang
mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan investor, maka akan
menyebabkan jatuhnya harapan para investor, maka akan menyebabkan jatuhnya
harapan para investor atas pengembalian investasi yang telah mereka tanamkan di
perusahaan. Dengan demikian, secara umum apabila kepercayaan dari investor
terus menurun, maka akan mengakibatkan aliran masuk modal (capital inflows) ke
suatu negara mengalami penurunan, sedangkan aliran modal keluar (capital
outflows) atau penarikan dana atas investasi dari luar negeri akan mengalami
kenaikan. Akibat dari capital outflows adalah menurunnya harga-harga saham
perusahaan di suatu negara tersebut, sehingga pasar modalnya menjadi tidak
berkembang dan berkurangnya cadangan devisa, serta efek lanjutan berupa
fluktuasi yang cukup signifikan pada nilai tukar mata uang maupun penurunan
ekonomi (Darmawati dkk, 2005)
Tindakan mementingkan diri sendiri manajemen merupakan suatu bentuk
adanya agency conflict.Hal ini didasarkan pada teori agensi (agency theory) yang
pertama kali dipopulerkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Dalam
teori ini dinyatakan bahwa hubungan keagenan muncul ketika satu orang atau
lebih (prinsipal) memperkerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa
dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen
tersebut. Dalam hubungan keagenan ini sangat rentan terjadi konflik. Pemegang
saham (prinsipal) mengharapkan manajer akan mengoptimalkan keuntungan
perusahaan yang pada akhirnya akan menguntungkan pemegang saham, tetapi
pada kenyataannya manajer sebagai manusia mempunyai kepentingan yang
berbeda dengan pemegang saham sehingga akan menimbulkan konflik
kepentingan (Apriyanti, 2012)
Principalmendelegasikan tanggung jawab pengambilan keputusan dalam
pengelolaan perusahaan perusahaan kapda agents. Agar agency problem tidak
merugikan pemilik perusahaan , mekanisme yang ditempuh adalah meningkatkan
monitoring dan control terhadap keputusan-keputusan manajemen. Hal ini
kemudian dikembangkan menjadi corporate governance. Penerapan konsep
corporate governance diharapkan memberikan kepercayaan terhadap agent dalam
mengelola kekayaan investor dan investor menjadi lebih yakin bahwa agent tidak
akan melakukan suatu kecurangan untuk kesejahteraan agent.
Penelitian tentang struktur kepemilikan sebagai salah satu mekanisme
Good Corporate governance untuk mengurangi agency conflict dan asymmetric
information telah banyak dilakukan oleh Andri Rachmawati dan Hanung
Triatmoko (2007), Arief Ujiyanto dan Bambang Agus Pramuka (2007) yang
menggunakan mekanisme struktur kepemilikan.Struktur kepemilikan oleh
beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang
pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan. Hal ini disebabkan oleh
adanya control yang mereka miliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006 dalam Andri
Rachmawati dan Hanung Triatmoko, 2007)
Peranan Good Corporate governance bermanfaat untuk mengurangi
agency cost, yaitu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham akibat
pendelegasian wewenangnya kepada manajemen, menurunkan cost of capital
sebagai dampak dikelolanya perusahaan secara sehat dan bertanggung jawab,
meningkatkan nilai saham perusahaan serta menciptakan dukungan stakeholder
terhadap perusahaan CGPI (2008)
Good Corporate governance membantu terciptanya hubungan yang
kondusif dan dapat dipertanggungjawabkan di antara elemen dalam perusahaan
dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Dewan direksi bertugas untuk
melaksanakan fungsi pengelolaan perusahaan mencakup 5 (lima) tugas utama,
yaitu kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi, dan
tanggung jawab sosial (Zarkasyi, 2008). Komite audit mempunyai peran yang
sangat penting untuk memastikan bahwa : (1) laporan keuangan disajikan secara
wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum; (2) struktur
pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik; (3) pelaksanaan audit
internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku;
dan (4) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen (Zarkasyi,
2008). Komisaris independen pada dasarnya memiliki peran yang sama dengan
dewan komisaris, yaitu menjamin pelaksanaan strategi dan mengawasi
manajemen dalam mengelola perusahaan. Pada intinya, komisaris independen
merupakan suatu mekanisme independen (netral) untuk mngeawasi dan
memberikan petunjuk pada pengelola perusahaan (Saepudin, 2012).
Ada juga beberapa mekanisme Good Corporate governance yang sering
dipakai dalam berbagai penelitian mangenai corporate governance yang bertujuan
mengurangi agency problem, yaitu kepemilikan institusional dan kepemilikan
manajerial. Menurut Widyati (2013), kepemilikan manajerial adalah proporsi
pemegang saham oleh pihak manajemen secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan perusahaan. Menurut Siregar dan Utama (2005) dalam Widyati (2013),
kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi
keuangan, seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment
banking. Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu
mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja
perusahaan.Hal ini disebabkan oleh adanya kontrol yang mereka miliki.
Menurut tinjauan penelitian sebelumnya, diantaranya adalah oleh Like
(2012), Apriyanti (2012), Saepudin (2012) dan Widyati (2013) yang menyatakan
bahwa Good Corporate governance berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa secara teoritis penerapan Good Corporate
governance
dapat meningkatkan kinerja keuangan, karena dengan penerapan
Good Corporate governance dapat mengurangi risiko yang mungkin dilakukan
oleh manajemen terkait dengan keputusan keputusan yang menguntungkan diri
sendiri.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Perusahaan
Pemegang Saham
Manajer
Agency Problem
Corporate Governance
Mekanisme Corporate Governance
Dewan
Komite
Komisaris
Kepemilikan
Kepemilikan
Direksi
Audit
Independen
Manajerial
Institusional
Kinerja Perusahaan
2.6
Perumusan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan
sebelumnya maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.6.1 Hubungan Dewan Direksi terhadap Profitabilitas Perusahaan
Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan
(two-board system) yaitu Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai
wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masingmasing sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan (fiduciary responsibility). Namun demikian, keduanya
mempunyai tanggung jawab untuk memelihara kesinambungan usaha perusahaan
dalam jangka panjang. Oleh karena itu, Dewan Komisaris dan Direksi harus
memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan.
Dewan direksi memiliki peranan yang sangat penting dalam suatuperusahaan.
Pemisahan peran dewan komisaris dengan dewan direksi membuat dewan direksi
memiliki kuasa yang besar dalam mengelola segala sumber daya yang ada dalam
perusahaan. Dewan direksi bertugas untuk menentukan arah kebijakan dan
strategi sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, baik untukjangka pendek
maupun jangka panjang. Dijelaskan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas,
bahwa dewandireksi memiliki hak untuk mewakili perusahaan dalam urusan di
luar maupun di dalam perusahaan. Jika hanya terdapat satu orang dewan direksi,
maka dewan direksi tersebut dapat mewakili perusahaan dalam berbagai urusan di
luar maupun di dalam perusahaan. Jumlah dewan direksi secara logis akan
berpengaruh terhadap kecepatan pengambilan keputusan perusahaan. Karena
dengan adanya beberapa anggota dewan direksi, perlu dilakukan kordinasi yang
baik antara anggota dewan direksi dengan dewan komisaris. Hardikasari (2011)
menyebutkan bahwa banyak penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa
perusahaan yang memiliki ukuran dewan yang besar tidak bisa melakukan
koordinasi,
komunikasi,
dan
pengambilan
keputusan
yang
lebih
baik
dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki dewan yang lebih kecil.
Beberapapenelitian yang yang membahas tentang hubungan ukuran jumlah dewan
diantaranya adalah Jensen (1993),dan Yermack (1996). Namun demikian, Dalton
et al. (dalam Hardikasari, 2011) menyatakan adanya hubungan positif antara
ukuran dewan dengan kinerja perusahaan. Ukuran dewan direksi merupakan salah
satu mekanisme CorporateGovernance yang sangat penting dalam menentukan
kinerja perusahaan. Namun, dengan adanya perbedaan temuan para peneliti dalam
penelitian sebelumnya, maka bukti yang diperlukan masih diperdebatkan
(Bukhori, 2012). Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan bukti yang lebih
komprehensif dalam melihat peran ukuran dewan direksi terhadap profitabiltas
perusahaan.
H1 = Dewan direksi berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan
2.6.2 Hubungan Dewan Komisaris terhadap Profitabilitas Perusahaan
Dewan
Komisaris
sebagai
organ
perusahaan
bertugas
dan
bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan
nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG.
Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil
keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris
termasuk Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama sebagai
primusinter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris.
Penelitian Hardikasari (2011) menyebutkan bahwa ukuran dewan komisaris
terhadap kinerja perusahaan memiliki hasil yang beragam. Jensen (1993),
menyebutkan bahwa semakin banyak anggota dewan komisaris dapat berakibat
pada makin buruk kinerja yang dimiliki perusahaan. Semakin banyak anggota
dewan komisaris maka akan semakin sulit dewan komisaris dalam menjalankan
tugasnya, diantaranya kesulitan dalam komunikasi dan koordinasi antar anggota
dewan komisaris. Menurut Bukhori (2012) dengan semakin banyaknya anggota
dewan komisaris, pengawasan terhadap dewan direksi jauh lebih baik, masukan
atau opsi yang akan didapat direksi akan jauh lebih banyak. Berdasarkan uraian
tersebut hipotesis penelitian yang berikutnya adalah:
H2 = Dewan komisaris berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan
2.6.3 Hubungan Komite Audit terhadap profitabilitas Perusahaan
Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan
bahwa: laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum, struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan
dengan baik, pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai
dengan standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit
dilaksanakan oleh manajemen. Dewan komisaris bertugas melakukan pengawasan
dan memberikan masukan kepada dewan direksi perusahaan. Dewan komisaris
tidak memiliki otoritas langsung terhadap perusahaan. Fungsi utama dari dewan
komisaris adalah mengawasi kelengkapan dan kualitas informasi laporan atas
kinerja dewan direksi. Karena itu, posisi dewan komisaris sangat penting dalam
menjembatani kepentingan principal dalam sebuah perusahaan. Komite Audit
memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya untuk disampaikan
kepada Dewan Komisaris, Jumlah anggota Komite Audit harus disesuaikan
dengan kompleksitas Perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam
pengambilan keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek,
perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan
mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyaidampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen dan
anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar
perusahaan. Peran komite audit yang sangat penting ini dapat mempengaruhi
kinerja perusahan secara keseluruhan. Dengan peningkatan kinerja perusahaan
maka diharapkan profitabiltas perusahaan dapat naik. Menurut Familia (2010)
komite audit memiliki hubungan yang positif terhadap profitabilitas perusahan.
Jadi setiap adanya peningkatan jumlah anggota komite audit maka akan diikuti
dengan peningkatan pada profitabilitas. Berdasarkan uraian tersebut hipotesis
penelitian yang berikutnya adalah:
H3 = Komite Audit berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan
2.6.4
Hubungan
Perusahaan
Kepemilikan
Manajerial
Terhadap
Profitabilitas
Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan
pemegang saham mengakibatkan timbulnya konfik yang biasa disebut agency
conflict. Konflik kepentingan yang sangat
potensial
ini
menyebabkan
pentingnya suatu mekanisme yang diterapkan yang berguna untuk melindungi
kepentingan pemegang saham (Jensen and Meckling, 1976). Salah satu cara
guna untuk mengurangi konflik antara prinsipal dan agen dapat dilakukan
dengan meningkatkan kepemilikan manajerial suatu perusahaan. Cruthley &
Hansen (1989) serta Bathala et al (1994) menyatakan bahwa kepemilikan saham
oleh manajer akan mendorong penyatuan kepentingan antara prinsipal dan agen
sehingga manajer bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham dan
dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Kepemilikan saham manajerial akan
mendorong manajer untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan karena
mereka ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil
dan
ikut
keputusan
menanggung
kerugian
sebagai konsekuensi
yang salah
(Listyani,
2003).
Menurut
dari
pengambilan
Wahidahwati (2002)
kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen (dewan
direksi dan dewan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan.
H4 =
Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif terhadap profitabilitas
perusahaan.
2.6.5
Hubungan
Kepemilikan
Institusional
Terhadap
Profitabilitas
Perusahaan
Jensen
and
Meckling
(1976)
menyatakan bahwa
kepemilikan
institusional memiliki peran an yang penting dalam meminimalisasi konflik
keagenan yang terjadi diantara pemegang saham dengan manajer. Keberadaaan
investor institusional dianggap mampu mengoptimalkan pengawasan kinerja
manajemen dengan memonitoring setiap keputusan yang diambil oleh pihak mana
jemen selaku pengelola perusahaan. Hasil peneliti an
menunjukkan
Kartikawati
(2007)
bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap
kinerja keuangan perusahaan. Kepemilikan institusional ditunjukkan dengan
tingginya persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak institusi. Yang
dimaksud dengan pihak institusi dalam hal ini berupa LSM, perusahaan asuransi,
bank, perusahaan investasi maupun perusahaan swasta. Kepemilikan institusional
pada
umumnya
memiliki
proporsi
kepemilikan dalam jumlah yang besar
sehingga proses monitoring terhadap manajer menjadi lebih baik. Tingkat
kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan
yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi
perilaku opportunistic manajer.
Shleifer and Vishny (2007) mengemukakan
bahwa institutional shareholders memiliki insentif untuk memantau pengambilan
keputusan perusahaan. Hal ini akan berpengaruh positif bagi perusahaan tersebut,
baik dari segi peningkatan nilai perusahaan maupun peningkatan kinerja
usaha.
H5 = Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap profitabilitas
perusahaan
Download