BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan adalah suatu proses dalam kegiatan keuangan perusahaan yang berhubungan dengan upaya untuk mendapatkan dana perusahaan dan menimimalkan biaya perusahaan serta upaya pengelolaan keuangan suatu badan usaha atau organisasi untuk mencapai tujuan keuangan yang telah ditetapkan. Manajemen keuangan membicarakan pengelolaan keuangan yang pada dasarnya dapat dilakukan baik oleh individu, perusahaan, maupun pemerintah. Manajemen keuangan mempunyai hubungan yang erat didalam seluruh proses manajemen. Ini dkarenakan peranan pokok manajemen keuangan mempunyai sasaran yang sama dengan sasaran manajemen itu sedniri, yaitu cara penggunaan sumber perusahaan dan cara pembiayaannya. Untuk menjalankan fungsinya, suatu perusahaan harus menjalankan fungsinya secara baik, akrena dalam pelaksanaannya masing-masing fungsi, mempunyai keterkaitan satu sama lain. Manajemen keuangan adalah manajemen terhadap gungsi-fungsi keuangan. Sedangkan fungsi keuangan adalah kegiatan utama yang harus dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang tertentu. Fungsi manajemen keuangan dalam menggunakan dana dan menciptakan dana. 2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan Sutrisno (2009) mengartikan bahwa manajemen keuangan sebagai segala aktivitas perushaan yang bersangkutan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan yang bersangkutan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya murah serta usaha untuk menggunakan dana dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien. Selanjutnya menurut Bringham dalam Kemir (2010) menyatakan bahwa: “Manajemen keuangan adalah seni (art) dan Ilmu untuk me-manage uang meliputi proses, instuisi/lembaga, pasar dan instrumen yang terlibat dengan masalah transfer uang di antara individu bisnis dan pemerintah” Kemudian menurut James C. Van Horne & John M. Wachwichz, Jr (2012), menyatakan bahwa: “Manajemen Keuangan berkaitan dengan perolehan, pendanaan dan manajemen asset dengan didasari beberapa tujuan umum” Dari beberapa pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa manajemen keuangan berkaitan erat dengan aktivitas pengelolaan perusahaan, mulai dari pendanaan hingga pengalokasian dana tersebut serta instrumen keuangan. 2.1.2 Tujuan Manajemen Keuangan Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan tujuan dan sasaran yang digunakan sebagai standar dalam memberikan penilaian kefesienan keputusan keuangan. Untuk dapat mengambil keputusan-keputusan keuangan yang benar manajemen keuangan perlu menentukan tujuan yang harus di capai. Tujuan memaksimalkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang saham aspek penting lain dari tujuan perusahaan dan tujuan manajemen keuangan adalah pertimbangan sosial terhadap tanggung jawab yang dapat dilihat dari empat hal yaitu: 1. Jika manajemen keuangan menuju pada maksimalisasi harga saham, maka diperlukan manajemen yang baik dan efisien sesuai dengan permintaan konsumen. 2. Perusahaan yang berhasil selalu menempatkan efisiensi dan inovasi sebagai prioritas, sehingga menghasilkan produk baru, penemuan teknologi dan perluasan lapangan kerja. 3. Faktor-faktor luar seperti pencemaran lingkungan, jaminan keamanan produk dan keselamatan kerja menjadi lebih penting untuk dipertimbangkan. 4. Kerjasama antara industri dan pemerintah sangat diperlukan untuk menciptakan peraturan yang mengatur perilaku perusahaan dan sebaliknya perusahaan mematuhi peraturan tersebut. 2.1.3 Fungsi Manajemen Keuangan Fungsi manajemen keuangan merupakan keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan. Ada beberapa fungsi manajemen keuangan menurut Sutrisno (2009:2). Tiga fungsi utama dalam manajemen keuangan yaitu: 1. Keputusan investasi (Investment Decision) Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan dimasa yang akan datang. Bentuk, macam, dan komposisi dari investais tersebut akan mempengaruhi dan menunjang tingkat keuntungan di masa depan. 2. Keputusan Pendanaan ( Financing Decision) Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. 3. Keputusan Deviden (Dividend Policy) Keputusan deviden merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan besarnya prosentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk cash dividend, stabilitas dividen yang dibagikan, dividen saham (stock dividend), pemecaham saham (stock split), serta penarikan kembali saham yang beredar yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham. 2.2 Good Corporate governance 2.2.1 Pengertian Good Corporate governance Good Corporate governance merupakan sebuah sistem tata kelola perusahaan yang berisi seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham , pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya dalam kaitannya dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain, suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan, dengan tujuan untuk meninngkatkan nilai tambah (value added) bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Jika pelaksanaan Good Corporate governance tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka seluruh proses aktivitas perusahaan akan berjalan dengan baik, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan kinerja perusahaan baik yang sifatnya kinerja finansial maupun non finansial akanjuga turut membaik (Brown and Caylor, 2004). Good Corporate governance (GCG) telah menjadi pokok perhatian yang sangat penting di Indonesia karena perusahaan-perusahaan yang menerapkan GCG secara utuh dan berkelanjutan diyakini akan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan perusahaan yang tidak atau belum melaksanakan GCG, sehingga akan membantu perusahaan-perusahaan tersebut menjadi lebih kompetitif secara global. Corporate governance merupakan prinsip pengelolaan perusahaan yang bertujuan untuk mendorong kinerja perusahaan serta memberikan nilai ekonomis bagi pemegang saham.Pelaksanaan Good Corporate governance (GCG) sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi perusahaan untuk berkembang dengan lebih baik dan sehat. Secara umum Good Corporate governance lebih ditunjukan untuk system pengendalian dan pengaturan perusahaan, Good Corporate governance lebih ditunjukan pada tindakan yang dilakukan eksekutif perusahaan agar tidak merugikan para stakeholder karena GCG menyangkut moralitas, etika kerja, dan prinsip-prinsip kerja yang baik. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian GCG yang dikeluarkan beberapa pihak baik dalam prespektif yang sempit dan prespektif yang luas. Wahyudi Prakarsa (2009:5), memberi pengertian tentang Good Corporate governance yaitu: “Sebagai mekanisme administratif yang mengatur hubunganhubungan Antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders)”. Effendi (2009:1) menyimpulkan definisi corporate governance sebagai suatu system pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama megelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan asset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang. Sedangkan definisi Good Corporate governance menurut Bank Dunia (World Bank) yang dikutip oleh Effendi (2009:2) adalah : “Kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan” Dari defisini tersebut dapat disimpulkan bahwa Good Corporate governance merupakan suatu struktur yang mengatur pola hubungan yang harmonis tentang peran dewan komisaris, direksi, pemegang saham dan para stakeholder lainnya dan pada akhirnya akan terhindar dari benturan peran. The Indonesian Institute for Corporate governance pengertian corporate governance sebagai: “Merupakan serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders)” Menurut KEPMEN BUMN No. KEP-117//M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 pada pasal 1a, Good Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang dan nilai nilai etika. Serta pada pasal 1d, stakeholder adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan BUMN, baik dengan maupun tidak langsung yaitu pemegang saham/pemilik modal, komisaris/dewan pengawas, direksi dan karyawan serta pemerintah, kreditur dan pihak berkepentingan lainnya. Sedangkan Forum for Corporate governance in Indonesia (FCGI) mendefisinikan Good Corporate governance ialah: Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan Antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Dari definisi diatas GCG pada dasarnya merupakan suatu system (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan Antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan natara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan Antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. GCG dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang signifikan dalam strategi perusahaan. World Bank dan UNDP dalam Mardiasmo (2004:23) mengemukakan beberapa pengertian Good Corporate governance sebagai berikut: 1. World Bank memberikan definisi governance sebagai : “ The way state power is used in managing economic and social resources for development of society”. 2. United National Development Program (UNDP) mendfinisikan governance sebagai : “The exercise of political, economic and administrative authority to manager national’s affair at all levels”. World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat, sedangkan UNDP lebih menakankan adanya aspek politik, ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan Negara. Jika mengacau pada World Bank dan UNDP, orientasi pembangunan sector public adalah untuk menciptakan Good Governance. Pengertian Good Corporate governancesering diartikan sebagai kepentingan yang baik 2.2.2 Prinsip-prinsip Good Coporate Governance Prinsip-prinsip internasional mengenai corporate governance mulai muncul dan berkembang baru-baru ini. Prinsip-prinsip corporate governanceyang dikembangkan oleh OECD (Orgnanization for Economic Co Operation and Development) bermaksud untuk membantu anggota dan non anggota dalam usaha untuk menilai dan memperbaiki dan kerangka kerja legal, institusonal dan pengaturan untuk corporate governance di negara-negara mereka, dan memberikan petunjuk dan usulan untuk pasar modal, investor, korporasi, dan pihak lain yang mempunyai peranan dalam proses mengembangkan GCG. Prinsip tersebut menurut OECD yang dikutip oleh Iman dan Amin (2002) mencakup: 1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the right of shareholders). Hak-hak para pemegang saham harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan menganai perubahan-perubahan yang mendasar atau perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan. 2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading). 3. Peranan stakeholder yang terkait dengan perusahaan (the role of share holders) Peranan pemagang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hokum dan kerjasama yang aktif Antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan 4. Keterbukaan dan transparansi (Disclosure dan transparency). Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparani mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemagang kepentingan (stakeholders). 5. Akuntabilitas dewan komisaris (The responbilities of the board) Tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. 2.2.3 Mekanisme Good Corporate Governance Bentuk mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol biaya keagenan yaitu dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate governance).Good Corporate governance adalah suatu mekanisme yang digunakan oleh organisasi perusahaan guna memberikan nilai tambah pada perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Good Corporate governance penting dengan tujuan mengawasi kinerja para manajer. Mekanisme ini akan menjamin bahwa para investor akan menerima tingkat return yang sesuai dengan investasi yang telah mereka lakukan (Scheiver dan Vishny, 2007) Dennis dan McConnell (2008:72) membedakan mekanisme Good Corporate governance. 2.2.3.1 Dewan Direksi Pengertian direksi menurut UU No.40 Tahun 2007 pasal 1 tentang Perseroan Terbatas adalah: “Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.” Kompoisis direksi terdiri dari (Zarkasyi, 2008) a. Jumlah anggota direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengembilan keputusan. b. Anggota direksi dipilih dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek, perusahaan Negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota direksi dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui komite nominasi dan remunerasi. c. Pemberhentian anggota direksi dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan yang wajar dan setelah kepada yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. d. Seluruh anggota direksi harus berdomisili di Indonesia, di tempat yang memungkinkan pelaksanaan tugas pengelolaan perusahaan sehari-hari. Fungsi pengelolaan oleh direksi mencakup 5 (lima) tugas utama (Zarkasyi, 2008), yaitu: 1. Kepengurusan a. Direksi harus menyusun visi, misi dan nilai-nilai serta program jangka panjang dan jangka pendek perusahaan untuk dibicarakan dan disetujui oleh dewan komisaris atau RUPS sesuai dengan kententuan anggaran dasar. b. Direksi harus dapat mengendalikan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan secara efektif dan efisien. c. Direksi harus memperhatikan kepentingan yang wajar dari pemangku kepentingan. d. Direksi dapat memberikan kuasa kepada komite yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan tugasnya atau kepada karyawan perusahaan untuk melaksanakan tugas tertentu, namun tanggung jawab berada pada direksi. e. Direksi harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan sebagai salah satu alat penilaian kerja. 2. Manajemen Risiko a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem manajemen risiko perusahaan yang mencakup seluruh aspek kegiatan perusahaan. b. Pengambilan keputusan strategis, termasuk penciptaan produk atau jasa baru harus diperhitungkan dengan seksama dampak risikonya, dalam arti adanya keseimbangan antara hasil dan beban risiko. c. Memastikan dilaksanakannya manajemen risiko dengan baik, perusahaan perlu memiliki unit kerja atau penanggung jawab terhadap pengendalian risiko. 3. Pengendalian Internal a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem pengendalian internal perusahaan yang handal dalam rangka menjaga kekayaan dan kinerja perusahaan, serta memenuhi peraturan perundang-undangan. b. Perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek, perusahaan Negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan harus memiliki satuan kerja pengawasan internal. c. Satuan kerja atau fungsi pengawasan internal bertugas membantu direksi dalam memastikan pencapaian tujuan dan kelangsungan usaha dengan (1) melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan; (2) memberikan saran dalam upaya memperbaiki efektivitas proses pengendalian risiko; (3) melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perusahaan , pelaksanaan Good Corporate governance dan perundang-undangan; (4) memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor eksternal. d. Satuan kerja atau pemegang fungsi pengawasan internal bertanggung jawab kepada direktur utama dan direktur yang membawahi tugas pengawasan internal. Satuan kerja pengawasan internal mempunyai hubungan fungsional dengan dewan komisaris dan komite audit. 4. Komunikasi a. Direksi harus memastikan kelancaran komunikasi antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dengan memberdayakan fungsi sekretaris perusahaan. b. Fungsi skretaris perusahaan adalah (1) memastikan kelancaran komunikasi antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dan (2) menjamin tersedianya informasi yang boleh diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan kebutuhan wajar dari pemangku kepentingan. c. Perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek, perusahaan Negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai pengaruh terhadap kelestarian lingkungan harus memiliki sekretaris perusahaan yang fungsinya dapat mencakup pula hubungan dengan investor. d. Dalam hal perusahaan tidak memiliki satuan kerja kepatuhan (compliance) tersendiri, fungsi untuk menjamin kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dilakukan oleh skretaris perusahaan. e. Sekretaris perusahaan atau pelaksanaan fungsi sekretaris perusahaan bertanggung jawab kepada direksi. Laporan pelaksanaan tugas sektretaris perusahaan disampaikan pula kepada dewan komisaris. 5. Tanggung Jawab Sosial a. Dalam rangka mempertahankan kesinambungan usaha perusahaan, direksi harus dapat memastikan dipenuhinya tanggung jawab sosial perusahaan. b. Direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan jawaban direksi adalah sebagai berikut (Zarkasyi, 2008) a. Menyusun pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan dalam bentuk laporan tahunan yang memuat antara lain laporan keuangam, laporan kegiatan perusahaan, dan laporan pelaksanaan Good Corporate governance. b. Laporan tahunan harus memperoleh persetujuan RUPS, dan khusus untuk laporan keuangan harus memperoleh pengesahan RUPS. c. Laporan tahunan harus telah tersedia sebelum RUPS diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memungkinkan pemegang saham melakukan penilaian. d. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan tanggung jawab kepada masing-masing anggota direksi sejauh hal-hal tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung jawab masing-masing anggota direksi dalam hal terjadi tindak pidana atau kesalahan dan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang tidak dapat dipenuhi dengan aset perusahaan. e. Pertanggung jawaban direksi kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas Good Corporate governance. 2.2.3.2 Komisaris Independen Dalam suatu perusahaan, dewan memegang peranan yang signifikan dalam penentuan strategi perusahaan. Indonesia merupakan Negara yang menggunakan sistem two tier, yang terdiri dari dewan komisaris dan dewan direksi. Dewan komisaris merupakan pihak yang melakukan fungsi monitoring terhadap kinerja manajemen, sedangkan dewan direksi merupakan pihak yang melakukan fungsi operasional perusahaan (Wardhani, 2007). Berdasarkan The National Committee on Corporate governance (2000) dalam Siswantaya (2007) menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan dewan komisaris. Diantaranya adalah fungsi dewan komisaris untuk mengawasi direksi baik yang berhubungan dengan kebijakan dan pelaksanaan direksi.Kedua, dewan komisaris berfungsi untuk memberikan saran kepada direksi.Untuk menjalankan fungsi tersebut, maka anggota dewan komisaris merupakan seorang yang berkarakter baik dan memiliki pengalaman yang relevan. Keberadaan komisaris independen diatur dalam peraturan BAPEPAM No: KEP 339/BEJ/07 -2001 yang menyatakan bahwa setiap perusahaan publik harus membentuk komisaris independen yang anggotanya paling sedikit 30% dari jumlah keseluruhan anggota dewan komisaris. Dewan yang terdiri dari dewan komisaris independen yang lebih besar memiliki kontrol yang kuat atas keputusan manajerial. Jumlah anggota komisaris independen harus diseusaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan.Jumlah komsiaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu komisaris independen harus mempunyai latar belakang akuntansi dan keuangan (Zarkasyi 2008) 2.2.3.3 Komite Audit Salah satu komite penunjang yang dibentuk oleh Dewan Komisaris adalah Komite Audit. Dalam Lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor KEP29/PM/2004, Peraturan Nomor IX.I.5 tentang Pembentukan Komite Audit, setiap Emiten atau Perusahaan Publik berkewajiban untuk memiliki Komite Audit dan pedoman kerja komite audit (audit committee charter). Adapun ketentuan mengenai tugas dan tanggung jawab Komite Audit yang diatur dalam Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2006 (KNKG), adalah sebagai berikut: a. Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. b. Komite Audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya untuk disampaikan kepada Dewan Komisaris. Komite Audit merupakan salah satu mekanisme kontrol atas organ perusahaan yang sangat penting dalam meningkatkan transparansi perusahaan dan mendorong manajemen agar mengungkapkan lebih banyak informasi.Keefektifan fungsi Komite Audit dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian terdahulu (Kelin, 2002; Davidson, et al., 2005; dalam Yuen, et al., 2009) mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif antara independensi komite audit dengan keefektifan corporate governance. Komite audit dianggap lebih efektif dalam memonitor laporan keuangan perusahaan sehingga diharapkan komite memiliki intensitas pertemuan yang cukup untuk dapat lebih baik dalam memonitor masalah seperti manajemen laba. Dengan intesitas pertemuan yang rutin, diharapkan akan menciptakan komunikasi yang baik dalam komite, sehingga komite akan semakin efektif dalam melakukan pengawasan dan mengurangi oportunistik manajemen seperti praktek manajemen laba. Fungsi komite audit adalah (Zarkasyi,2008): a. Memberikan rekomendasi dalam pemilihan auditor independen. b. Berkonsultasi untuk mementukan auditor independenn. c. Berkonsultasi dengan auditor independen dalam menganalisis laporan audit dan menyertai dalam management letter. Tugas komite audit berkaitan dengan Good Corporate governance adalah (Zarkasyi, 2008): a. Mengawasi proses penyusunan corporate governance. b. Memastikan bahwa manajemen senior secara aktif mensosialisasikan budaya corporate governance. c. Memonitor code of conduct telah dilaksanakan secara konsekuen. d. Memantau bahwa perusahaan mematuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku. e. Mewajibkan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil evaluasi pelaksanaan corporate governance dan temuan lainnya. 2.2.3.4 Kepemilikan Manajerial Pengertian kepemilikan manajerial menurut (Wahidahwati, 2002) adalah: “Kepemilikan manajerilan adalah pemegang saham dari pihak manajemen (direktur dan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan.Kepemilikan manajerial dikur dari jumlah persentase saham yang dimiliki manajer.” Menurut Jensen dan Meckling (1976), kepemilikan saham oleh manajer dapat mensejajarkan kepentingan manajer dan pemegang saham karena dengan memiki saham perusahaan, manajer akan merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya, begitu pula bila terjadi kesalahan, maka manajer juga akan menanggung kerugian sebagai salah satu konsekuensi kepemilikan saham. Hal ini merupakan insentif bagi manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Peran struktur kepemilikan manajerial dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu: a. Pendekatan Keagenan (Agency Approach) Pendekatan ini menganggap struktur kepemilikan manajerilan sebagai sebuah instrumen atau alat untuk mengurangi konflik keagenan diantara berbagai klaim (claim holder) terhadap perusahaan.Oleh karena itu, perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. b. Pendekatan Informasi Asimetri atau Ketidakseimbangan Informasi (Asymmetric Information Approach) Pendekatan ini menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insiders dan outsiders melalui pengungkapan informasi di dalam pasar modal. Adanya kepemilikan saham oleh pihak insiders, maka insiders akan ikut memperoleh manfaat langsung atas keputusan-keputusan yang diambilnya, selain itu para manajer juga akan semakin hati-hati dalam menentukan hutang perusahaan karena mereka akan memperoleh manfata langsung dari keputusan yang mereka ambil serta akan menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah, sehingga kebangkrutan perusahaan bukan lagi menjadi tanggung jawab pemilik utama. Kepemilikan manajerial itu sendiri dapat dilihat dari konsentrasi kepemilikan atau persentase saham yang dimiliki oleh dewan direksi dan manajemen.Persentase tersebut diperoleh dari banyaknya jumlah saham yang dimiliki oleh manajerial.Semakinbesar proporsi kepemilikan manajerial pada perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham dimana pemegang saham adalah dirinya sendiri. 2.2.3.5 Kepemilikan Institusional Pengertian kepemilikan institusional menurut Siregar dan Utama (2005) dalam Widyati (2013) adalah : “Kepemilikan institusional adalah kepemilkan saham perusahaan oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking.” Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan, termasuk investasi saham sehingga biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab kepada divisi tertentu untuk mengelola investasi perusahaan tersebut. Karena institusi memantau secara profesional perkembangan investasinya, maka tingkat pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi kecurangan dapat ditekan (Murwaningsari, 2009 dalam Widyati, 2013) Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham. Pengaruh kepemilikan insitusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akanmenimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic. Berdasarkan uraian mengenai mekanisme Good Corporate governance dalam penelitian ini akan diukur menggunakan: 1. Dewan Direksi 2. Komisaris Independen 3. Komite Audit 4. Kepemilikan Manajerial dan Institusional 2.3 Profitabilitas Profitabilitas menunjukkan kinerja suatu perusahaan untuk menghasilkan keuntungan sehingga dapat berpengaruh pada pembuatan keputusan investasi. Artinya, semakin baik kinerja keuangan yang dimiliki investor perusahaan, maka akan memiliki kepercayaan yang tinggi untuk mengungkapkan tanggung jawab sosialnya. Menurut Jati (dalam Widianto, 2011) tingkat profitabilitas yang tinggi pada perusahaan akan meninkatkan daya saing antar perusahaan.Salah satu rasio untuk menghitung profitabilitas adalah return on equity (ROE).Return on Equity menunjukkkan kemampuan perusahaan dalammenghasilkan laba setelah pajak dengan memanfaatkan total equity (modalsendiri) yang dimilikinya. Return On Equity = πΏπππ π΅πππ πβ πππ‘πππβ πππππ πππ‘ππ πΈππ’ππ‘ππ π₯ 100% 2.4 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai pengaruh penerapan Good Corporate governance terhadap kinerja keuangan perusahaan antara lain pernah dilakukan oleh Hana Fadhilah (2013) mengenai pengaruh dewan direksi, komisaris independen, komite audit, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan.Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa ukuran dewan direksi, ukuran komisaris independen, ukuran komite audit, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional berpengaruh scara simultan terhadap kinerja keuangan. Secara parsial kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, akan tetapi ukuran dewan direksi, ukuran komite audit, komisaris independen dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.Ringkasan hasil penelitian terdahulu dapat dilihat di bawah ini: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Sampel Variable Penelitian No. Nama Peneliti, Judul dan Tahun 1. Hanna Fadhilah, Pengaruh Penerapan Good Corporate governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan, 2013 30 perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode Juni s/d November tahun 2011 dewan direksi, komisaris independen, komite audit, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan 2. Anindhita Ira Sabrinna, Pengaruh Corporate governance dan struktur Kepemilikan terhadap Kinerja Perusahaan, 2010 42 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan masuk ke dalam skor pemeringkatan CGPI tahun 20022008 3 Tri Purwani , Pengaruh Good Corporate governance Terhadap Kinerja Perusahaan, 2009 89 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan termasuk dalam peserta survey The Indonesian Institute for Corporate governance (IICG) selama periode 2004 sampai dengan 2008 Corporate governance, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komposisi aktiva, kesempatan pertumbuhan, ukuran perusahaan, Tobin’s Q, dan ROE Good Corporate governance (GCG) terhadap variabel dependen kinerja perusahaan yang diproksikan dalam nilai EVA Momentum (EVAM) Hasil Penelitian kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, akan tetapi ukuran dewan direksi, ukuran komite audit, komisaris independen dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan Tidak terdapat hbungan antara corporate governance yang diukur dengan menggunakan skor CGPI terhadap Tobin’s Q tetapi berpengaruh terhadap ROE, sedangkan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap Tobin’s Q dan ROE Penerapan Good Corporate governance tidak berpengaruh secara langsung terhadap kinerja perusahaan dengan alat ukur EVA Momentum 4 Tangguh Wicaksono, Pengaruh Good Corporate governanceTerhada p Profitabilitas Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan peserta PengaruhCorporate governance Perception Index (CGPI) 2012) 2014 perusahaanperusahaan yang terdaftar padaCorporate governance Perception Index (CGPI) tahun 2012. Metode pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Sehingga didapat jumlah observasi sebanyak 58 perusahaan. Metode analisis yang digunakan adalah metode regresi linear berganda atau OLS (Ordinary Least Square). 57 perusahaan yang konsisten terdaftar di JII selama periode Juni s/d November tahun 2008-2010 5 Achyar Saepudin, Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate governance terhadap Kinerja Perusahaan, 2012 6 Sam’ani Pengaruh Good Corporate governance dan Leverage terhadap Kinerja Keuangan (2009) 28 perusahaan perbankan go public yang terdaftar di BEI tahun 2004-2007 7 Wicaksono Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Profitabilitas Perusahaan (2012) 58 yang terdaftar pada Corporate Governance Perception Index (CGPI) tahun 2012 corporate governance, dewan direksi, dewan komisaris, komite audit, ROE variabel dewan direksi berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap ROE dan variabel komite audit berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap ROE serta dewan komisaris berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap ROE. Hasil penelitian menunjukkan GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Kepemilikan institusional, aktivitas komisaris, ukuran dewan direksi, ukuran komite audit, ukuran komisaris independen, dan Tobin’s Q Kepemilikan Iinstitusional, aktivitas dewan komisaris, ukuran dewan direksi, ukuran, komisaris independe, ukuran audit, leverage dan CFROA Kepemilikan insitusional, komisaris independen, dan ukuran komite audit berpengaruh terhadap Tobin’s Q sedangkan aktivitas komisaris dan ukuran dewan direksi tidak berpengaruh terhadap Tobin’s Q Dewan direksi, dewan komisaris, komite audit dan ROE Aktivitas dewan komisaris, ukuran dewan direksi, ukuran komite audit, kepemilikan insitusional dan leverage berpengaruh terhadap CFROA, sedangkan ukuran komisaris independen tidak berpengaruh terhadap CFROA variabel dewan direksi berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap ROE dan variabel komite audit berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap ROE serta dewan komisaris berpengaruh negatif namun tidak 8 2.5 Sally Florensia Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Profitabilitas (2009-2011) 33 Perusahaan sector pertambangan yang terdaftar di BEI Kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, komite audit, profitabilitas, NPM signifikan terhadap ROE. Hasil penelitian menunjukkan GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Dari analisis yang telah dilakukan dengan uji f yang menyatakan bahwa variabel bebas secara bersamasama tidak mempengaruhi variabel terikat, uji t yang menyatakan bahwa variabel bebas secara parsial tidak mempengaruhi variabel terikat. Simpulan Good Corporate Governance (GCG) secara signifikan tidak mempengaruhi profitabilitas perusahaan dan tidak ada perbedaan profitabilitas pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri penghasil bahan baku sektor pertambangan batubara yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Australia pada tahun 2009 sampai 2011. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya perusahaan adalah lembaga ekonomi yang didirikan oleh pemilik untuk mendapatkan keuntungan, dimana salah satu kepentingan pokok pemegang saham (shareholder) adalah bahwa perusahaan harus memupuk keuntungan sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dan keuntungan bagi para pemegang saham. Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya, melakukan interaksi secara kelambagaan dengan pihak-pihak yang lain yang terkait dengan perusahaan, dimana dalam interaksi tersebut terdapat berbagai kepentinan yang mungkin dan seringkali tidak sejalan dengan kepentingan pokok pemegang saham, termasuk di antaranya kepentingan yang dimiliki karyawan, pemasok, pelaggan, distributor, pesaing, pemerintah serta masyarakat yang ikut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan perusahaan dan yang ikut pula menanggung dampak dari kegiatan operasional perusahaan. Mereka adalah stakeholdersyang mempunyai kepentingan dalam kemakmuran perusahaan tersebut, sehingga perusahaan harus mengupayakan keseimbangan dengan memperhatikan tidak hanya kepentingan shareholder saja tetapi juga stakeholder untuk mempertahankan eksistensinya dan bermanfaat bagi seluruh entitas masyarakat. Mekanisme yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate governance).Mekanisme internal adalah unsur yang diperlukan dalam mengelola perusahaan.Unsur-unsur Good Corporate governance yang berasal dari internal perusahaan adalah dewan direksi, komite audit, dan kepemilikan manajerial.Mekanisme eksternal adalah cara-cara mengendalikan perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal.Faktor eksternal dimaksudkan untuk mendisiplinkan perilaku pihak insider agar lebih transparan dalam mengelola korporasi. Kepemilikan institusional dan komisaris independen umunya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan Widyati (2013) Investor mengandalkan laporan keuangan sebagai sumber informasi untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan sebagai dsar pengambilan keputusan.Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan suatu bentuk komunikasi antara manajemen dengan para stakeholder. Salah satu hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya harga saham suatu perusahaan adalah laporan keuangan yang memiliki laba yang tinggi. Laporan keuangan melaporkan posisi perusahaan pada satu titik waktu dan kegiatan operasinya selama beberapa periode lalu. Namun, nilai riilnya ada pada kenyataan bahwa laporan tersebut dapat digunakan untuk membantu meramalkan laba dan dividen masa depan. Dari sudut pandang investor, peramalan masa depan adalah inti dari analisis keuangan yang sebenarnya, sementara itu dari sudut pandang manajemen, analisis laporan keuangan berguna untuk membantu mengantisipasi kondisi masa depan, yang lebih penting lagi sebagai titik awal untuk merencanakan tindakan-tindakan yang memperbaiki kinerja di masa depan (Brigham dan Houston, 2010) Pengertian laporan keuangan menurut IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) dalam PSAK No.1 Revisi Tahun 2009 adalah : “Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.” Bagi para analis bisnis, analisis keuangan digunakan untuk menganalisis posisi dan kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan informasi laporan keangan. Investor akan menganalisis laporan keuangan tersebut dengan rasio-rasio keuangan yang lazim digunakan. Ini merupakan hal yang penting bagi investor untuk dapat memprediksi kondisi perusahaan tersebut dimasa mendatang (Prasnanugraha, 2007) Pengertian kinerja perusahaan menurut Zarkasyi (2008) adalah: “Kinerja perusahaan adalah sesuatu yang dihasilkan oleh suatu organisasi dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan.Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi empiris suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati”. Rasio yang paling penting dalam mengukur kinerja keuangan adalah Return On Equity dan Return On Asset karena kedua rasio tersebut mampu menggambarkan keadan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Kedua rasio tersebut bisa menggambarkan bagaimana tingkat laba bersih dan tingkat keuntungan perusahaan tersebut.Pemegang saham pastinya ingin mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi atas modal yang mereka peroleh. Jika Return OnEquity tinggi, maka harga saham juga cenderung akan tinggi dan tindakan yang meningkatkan Return On Equity kemungkinan juga akan meningkatkan harga saham. (Brigham dan Houston, 2010). Jika para manajer perusahaan melakukan tindakan-tindakan yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan investor, maka akan menyebabkan jatuhnya harapan para investor, maka akan menyebabkan jatuhnya harapan para investor atas pengembalian investasi yang telah mereka tanamkan di perusahaan. Dengan demikian, secara umum apabila kepercayaan dari investor terus menurun, maka akan mengakibatkan aliran masuk modal (capital inflows) ke suatu negara mengalami penurunan, sedangkan aliran modal keluar (capital outflows) atau penarikan dana atas investasi dari luar negeri akan mengalami kenaikan. Akibat dari capital outflows adalah menurunnya harga-harga saham perusahaan di suatu negara tersebut, sehingga pasar modalnya menjadi tidak berkembang dan berkurangnya cadangan devisa, serta efek lanjutan berupa fluktuasi yang cukup signifikan pada nilai tukar mata uang maupun penurunan ekonomi (Darmawati dkk, 2005) Tindakan mementingkan diri sendiri manajemen merupakan suatu bentuk adanya agency conflict.Hal ini didasarkan pada teori agensi (agency theory) yang pertama kali dipopulerkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Dalam teori ini dinyatakan bahwa hubungan keagenan muncul ketika satu orang atau lebih (prinsipal) memperkerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Dalam hubungan keagenan ini sangat rentan terjadi konflik. Pemegang saham (prinsipal) mengharapkan manajer akan mengoptimalkan keuntungan perusahaan yang pada akhirnya akan menguntungkan pemegang saham, tetapi pada kenyataannya manajer sebagai manusia mempunyai kepentingan yang berbeda dengan pemegang saham sehingga akan menimbulkan konflik kepentingan (Apriyanti, 2012) Principalmendelegasikan tanggung jawab pengambilan keputusan dalam pengelolaan perusahaan perusahaan kapda agents. Agar agency problem tidak merugikan pemilik perusahaan , mekanisme yang ditempuh adalah meningkatkan monitoring dan control terhadap keputusan-keputusan manajemen. Hal ini kemudian dikembangkan menjadi corporate governance. Penerapan konsep corporate governance diharapkan memberikan kepercayaan terhadap agent dalam mengelola kekayaan investor dan investor menjadi lebih yakin bahwa agent tidak akan melakukan suatu kecurangan untuk kesejahteraan agent. Penelitian tentang struktur kepemilikan sebagai salah satu mekanisme Good Corporate governance untuk mengurangi agency conflict dan asymmetric information telah banyak dilakukan oleh Andri Rachmawati dan Hanung Triatmoko (2007), Arief Ujiyanto dan Bambang Agus Pramuka (2007) yang menggunakan mekanisme struktur kepemilikan.Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan. Hal ini disebabkan oleh adanya control yang mereka miliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006 dalam Andri Rachmawati dan Hanung Triatmoko, 2007) Peranan Good Corporate governance bermanfaat untuk mengurangi agency cost, yaitu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham akibat pendelegasian wewenangnya kepada manajemen, menurunkan cost of capital sebagai dampak dikelolanya perusahaan secara sehat dan bertanggung jawab, meningkatkan nilai saham perusahaan serta menciptakan dukungan stakeholder terhadap perusahaan CGPI (2008) Good Corporate governance membantu terciptanya hubungan yang kondusif dan dapat dipertanggungjawabkan di antara elemen dalam perusahaan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Dewan direksi bertugas untuk melaksanakan fungsi pengelolaan perusahaan mencakup 5 (lima) tugas utama, yaitu kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung jawab sosial (Zarkasyi, 2008). Komite audit mempunyai peran yang sangat penting untuk memastikan bahwa : (1) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum; (2) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik; (3) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku; dan (4) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen (Zarkasyi, 2008). Komisaris independen pada dasarnya memiliki peran yang sama dengan dewan komisaris, yaitu menjamin pelaksanaan strategi dan mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan. Pada intinya, komisaris independen merupakan suatu mekanisme independen (netral) untuk mngeawasi dan memberikan petunjuk pada pengelola perusahaan (Saepudin, 2012). Ada juga beberapa mekanisme Good Corporate governance yang sering dipakai dalam berbagai penelitian mangenai corporate governance yang bertujuan mengurangi agency problem, yaitu kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Menurut Widyati (2013), kepemilikan manajerial adalah proporsi pemegang saham oleh pihak manajemen secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Menurut Siregar dan Utama (2005) dalam Widyati (2013), kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan, seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking. Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan.Hal ini disebabkan oleh adanya kontrol yang mereka miliki. Menurut tinjauan penelitian sebelumnya, diantaranya adalah oleh Like (2012), Apriyanti (2012), Saepudin (2012) dan Widyati (2013) yang menyatakan bahwa Good Corporate governance berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara teoritis penerapan Good Corporate governance dapat meningkatkan kinerja keuangan, karena dengan penerapan Good Corporate governance dapat mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh manajemen terkait dengan keputusan keputusan yang menguntungkan diri sendiri. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Perusahaan Pemegang Saham Manajer Agency Problem Corporate Governance Mekanisme Corporate Governance Dewan Komite Komisaris Kepemilikan Kepemilikan Direksi Audit Independen Manajerial Institusional Kinerja Perusahaan 2.6 Perumusan Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan sebelumnya maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 2.6.1 Hubungan Dewan Direksi terhadap Profitabilitas Perusahaan Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan (two-board system) yaitu Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masingmasing sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan (fiduciary responsibility). Namun demikian, keduanya mempunyai tanggung jawab untuk memelihara kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, Dewan Komisaris dan Direksi harus memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan. Dewan direksi memiliki peranan yang sangat penting dalam suatuperusahaan. Pemisahan peran dewan komisaris dengan dewan direksi membuat dewan direksi memiliki kuasa yang besar dalam mengelola segala sumber daya yang ada dalam perusahaan. Dewan direksi bertugas untuk menentukan arah kebijakan dan strategi sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, baik untukjangka pendek maupun jangka panjang. Dijelaskan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, bahwa dewandireksi memiliki hak untuk mewakili perusahaan dalam urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Jika hanya terdapat satu orang dewan direksi, maka dewan direksi tersebut dapat mewakili perusahaan dalam berbagai urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Jumlah dewan direksi secara logis akan berpengaruh terhadap kecepatan pengambilan keputusan perusahaan. Karena dengan adanya beberapa anggota dewan direksi, perlu dilakukan kordinasi yang baik antara anggota dewan direksi dengan dewan komisaris. Hardikasari (2011) menyebutkan bahwa banyak penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki ukuran dewan yang besar tidak bisa melakukan koordinasi, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki dewan yang lebih kecil. Beberapapenelitian yang yang membahas tentang hubungan ukuran jumlah dewan diantaranya adalah Jensen (1993),dan Yermack (1996). Namun demikian, Dalton et al. (dalam Hardikasari, 2011) menyatakan adanya hubungan positif antara ukuran dewan dengan kinerja perusahaan. Ukuran dewan direksi merupakan salah satu mekanisme CorporateGovernance yang sangat penting dalam menentukan kinerja perusahaan. Namun, dengan adanya perbedaan temuan para peneliti dalam penelitian sebelumnya, maka bukti yang diperlukan masih diperdebatkan (Bukhori, 2012). Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan bukti yang lebih komprehensif dalam melihat peran ukuran dewan direksi terhadap profitabiltas perusahaan. H1 = Dewan direksi berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan 2.6.2 Hubungan Dewan Komisaris terhadap Profitabilitas Perusahaan Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama sebagai primusinter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Penelitian Hardikasari (2011) menyebutkan bahwa ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan memiliki hasil yang beragam. Jensen (1993), menyebutkan bahwa semakin banyak anggota dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruk kinerja yang dimiliki perusahaan. Semakin banyak anggota dewan komisaris maka akan semakin sulit dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya, diantaranya kesulitan dalam komunikasi dan koordinasi antar anggota dewan komisaris. Menurut Bukhori (2012) dengan semakin banyaknya anggota dewan komisaris, pengawasan terhadap dewan direksi jauh lebih baik, masukan atau opsi yang akan didapat direksi akan jauh lebih banyak. Berdasarkan uraian tersebut hipotesis penelitian yang berikutnya adalah: H2 = Dewan komisaris berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan 2.6.3 Hubungan Komite Audit terhadap profitabilitas Perusahaan Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa: laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. Dewan komisaris bertugas melakukan pengawasan dan memberikan masukan kepada dewan direksi perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas langsung terhadap perusahaan. Fungsi utama dari dewan komisaris adalah mengawasi kelengkapan dan kualitas informasi laporan atas kinerja dewan direksi. Karena itu, posisi dewan komisaris sangat penting dalam menjembatani kepentingan principal dalam sebuah perusahaan. Komite Audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya untuk disampaikan kepada Dewan Komisaris, Jumlah anggota Komite Audit harus disesuaikan dengan kompleksitas Perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyaidampak luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Peran komite audit yang sangat penting ini dapat mempengaruhi kinerja perusahan secara keseluruhan. Dengan peningkatan kinerja perusahaan maka diharapkan profitabiltas perusahaan dapat naik. Menurut Familia (2010) komite audit memiliki hubungan yang positif terhadap profitabilitas perusahan. Jadi setiap adanya peningkatan jumlah anggota komite audit maka akan diikuti dengan peningkatan pada profitabilitas. Berdasarkan uraian tersebut hipotesis penelitian yang berikutnya adalah: H3 = Komite Audit berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan 2.6.4 Hubungan Perusahaan Kepemilikan Manajerial Terhadap Profitabilitas Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham mengakibatkan timbulnya konfik yang biasa disebut agency conflict. Konflik kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang diterapkan yang berguna untuk melindungi kepentingan pemegang saham (Jensen and Meckling, 1976). Salah satu cara guna untuk mengurangi konflik antara prinsipal dan agen dapat dilakukan dengan meningkatkan kepemilikan manajerial suatu perusahaan. Cruthley & Hansen (1989) serta Bathala et al (1994) menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh manajer akan mendorong penyatuan kepentingan antara prinsipal dan agen sehingga manajer bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Kepemilikan saham manajerial akan mendorong manajer untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan karena mereka ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut keputusan menanggung kerugian sebagai konsekuensi yang salah (Listyani, 2003). Menurut dari pengambilan Wahidahwati (2002) kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen (dewan direksi dan dewan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan. H4 = Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan. 2.6.5 Hubungan Kepemilikan Institusional Terhadap Profitabilitas Perusahaan Jensen and Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peran an yang penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi diantara pemegang saham dengan manajer. Keberadaaan investor institusional dianggap mampu mengoptimalkan pengawasan kinerja manajemen dengan memonitoring setiap keputusan yang diambil oleh pihak mana jemen selaku pengelola perusahaan. Hasil peneliti an menunjukkan Kartikawati (2007) bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Kepemilikan institusional ditunjukkan dengan tingginya persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak institusi. Yang dimaksud dengan pihak institusi dalam hal ini berupa LSM, perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi maupun perusahaan swasta. Kepemilikan institusional pada umumnya memiliki proporsi kepemilikan dalam jumlah yang besar sehingga proses monitoring terhadap manajer menjadi lebih baik. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Shleifer and Vishny (2007) mengemukakan bahwa institutional shareholders memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Hal ini akan berpengaruh positif bagi perusahaan tersebut, baik dari segi peningkatan nilai perusahaan maupun peningkatan kinerja usaha. H5 = Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan