PENGARUH PENDIDIKAN, PENGANGGURAN DAN KESEHATAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT JURNAL ADDIANA RISE 11090270 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2015 PENGARUH PENDIDIKAN, PENGANGGURAN DAN KESEHATAN TERAHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT Oleh Addiana Rise 1, Lovelly Dwinda Dahen 2, Hayu Yolanda Utami3 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP-PGRI Sumbar 2,3) Dosen Program Pendidikan Ekonomi STKIP-PGRI Sumbar Jl. Guning Pangilun No.1 Padang Sumatera Barat Email : [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pendidikan, pengangguran dan kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat dengan thitung sebesar 2,844 > ttabel 2.201 (2) Terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat dengan thitung sebesar 2,831 > ttabel 2.201 (3) Terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat dengan thitung sebesar 2,523 > ttabel 2.201 (4) Terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan, jumlah pengangguran, dan kesehatan secara simultan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat dengan Fhitung sebesar 103,319 > ttabel 4.1. Besarnya pengaruh rata-rata tingkat pendidikan, jumlah pengangguran, dan tingkat kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat yaitu 96,9% dan sisanya 3,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukan dalam penelitian ini Kata Kunci : Pengaruh Pendidikan, Pengangguran Dan Kesehatan Terahadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Barat Key Words : Effect of education, health and unemployment on the number of people poor in west sumatera PENDAHULUAN Kemiskinan memang merupakan fenomena atau proses multidimensi, yang artinya kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor. Namun di Indonesia kemiskinan merupakan fenomena sepanjang sejarah, dimana kemiskinan merupakan salah satu persoalan atau masalah utama pembangunan yang dihadapi oleh pemerintah. Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan orang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan standar kebutuhan yang lain (Herbert, 2001:17). Adapun penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan atas dua hal yaitu (1) faktor alamiah: kondisi lingkungan yang miskin, ilmu pengetahuan yang tidak memadai, adanya bencana alam dan lain-lain, (2) faktor non alamiah: akibat kesalahan kebijakan ekonomi, korupsi, kondisi politik yang tidak stabil, kesalahan pengelolaan sumber daya alam. Masalahmasalah yang timbul akibat kemiskinan tersebut antara lain: gizi buruk, busung lapar, penyakit menular dan kasus kriminalitas (Lubis, 2006). Upaya pengentasan kemiskinan bukan pekerjaan ringan, hal ini disebabkan karena kemiskinan itu sendiri sangat kompleks sifatnya dan multi dimensi, sehubungan dengan hal ini maka untuk memecahkan persoalan diperlukan kebijaksanaan, organisasi dan program serta penduduk yang tepat dan juga perlu adanya informasi tentang lokasi daerah miskin agar program dari penyaluran dana pembangunan dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Untuk menurunkan jumlah penduduk miskin merupakan pekerjaan yang berat dan penuh tantangan. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pembangunan nasional adalah salah satu upaya menjadi tujuan masyarakat adil dan makmur. Sejalan dengan tujuan tersebut, berbagai kegiatan pembangunan daerah yang relatif mempunyai kemiskinan yang terus naik dari tahun ketahun. Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat ekonominya. Pemerintah pusat atau daerah telah berupaya dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan program-program penanggulan kemiskinan namun masih jauh dari perkiraan pemerintah. Kebijakan dan program yang dilaksanakan belum menampakkan hasil yang optimal. Masih terjadi kesenjangan antara rencana dengan pencapaian tujuan karena kebijakan dan program penanggulan kemiskinan lebih berorientasi pada program sektoral. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi penanggulan kemiskinan yang terpadu, terintegrasi dan sinergis sehingga dapat menyelesaikan masalah secara tuntas. Sedangkan masyarakat tidak menganggur berarti mempunyai pekerjaan dan penghasilan, dan dengan penghasilan yang dimiliki dari bekerja diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup. Jika kebutuhan hidup terpenuhi, maka tidak akan miskin. Sehingga dikatakan dengan tingkat pengangguran rendah (kesempatan kerja tinggi) maka tingkat kemiskinan juga rendah. Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar untuk membentuk kapabilitas manusia yang lebih luas. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal yang pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga. Pada saat yang sama pendidikan memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Lebih jauh lagi, kesehatan merupakan prasyarat bagi peningkatan produktifitas, sementara keberhasilan pendidikan juga bertumpu pada kesehatan yang baik. Pada saat yang sama, penyebab paling penting dari kesehatan yang buruk di negara- negara berkembang adalah kemiskinan itu sendiri. Namun peningkatan kesehatan dan pendidikan dapat membantu keluarga untuk keluar dari kemiskinan. Peningkatan pendidikan dan kesehatan merupakan salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan, pendidikan akan berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin, dimana jika semakin tinggi pendidikan maka produktifitas kerja penduduk akan semakin meningkat, sehingga pendapatan yang diterima juga akan meningkat yang berakibat pada turunnya tingkat kemiskinan. Rendahnya pendidikan masyarakat akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia seperti rendahnya produktifitas kerja yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kemiskinan. Kesehatan merupakan indikator yang sangat penting dalam mengurangi angka kemiskinan, semakin bagus kesehatan maka akan mendorong seseorang untuk berproduktifitas dengan baik Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Persentase Penduduk Miskin di Pulau Sumatera atau Sumatera Barat Tahun (2015) Tahun Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) Kota Desa Aceh 156,37 684,34 Sumut 654,04 685,12 Sumbar 119,53 287,94 Riau 146,30 322,98 Jambi 100,00 166,15 Sumsel 384,77 725,60 Bengkulu 91,91 235,44 Lampung 233,01 930,05 B.belitung 22,73 46,49 Kep. Riau 99,67 26,99 Sumber: BPS Statistik Indonesia (2015) Pada tabel 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat masih tinggi dibandingkan dengan propinsi lain. Seperti propinsi Bangka Belitung sebesar 69,22, propinsi Kepulauan Riau sebesar 126,67, propinsi Jambi sebesar 266,15. Sedangkan persentase penduduk miskin yang ada di Sumatera Barat juga termasuk tinggi dibandingkan dengan propinsi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Jambi. Namun masih ada jumlah penduduk miskin yang paling tinggi dari Sumatera Barat menurut propinsi yaitu propinsi Sumatera Utara sebesar 1339,16. Jumlah penduduk miskin dikota pada Sumatera Barat sebesar 119,53 sedangkan didesa sebesar 287,94. Jumlah penduduk miskin lebih besar didesa dari pada dikota pada propinsi Sumatera Barat. Sedangkan jumlah penduduk miskin yang ada di Sumatera Barat secara keseluruhan sebesar 407,47. Sedangkan persentase penduduk miskin yang ada di Sumatera Barat juga lebih besar didesa yaitu sebesar 9,39 daripada dikota sebesar 6,17. Jumlah persentase penduduk miskin secara keseluruhan di Sumatera Barat sebesar 8,14. Menurut BPS (2010), bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita Kota+Desa 840,70 1339,16 407,47 469,28 266,15 1110,37 327,35 1163,06 69,22 126,67 Persentase Penduduk Miskin % Kota 11,59 9,98 6,17 6,15 9,89 13,77 16,64 11,59 3,47 6,23 Desa 19,96 10,13 9,39 8,73 7,27 14,50 19,10 16,00 6,91 7,48 Kota+Desa 17,60 10,06 8,14 7,72 8,07 14,24 18,34 14,86 5,21 6,46 perbulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Garis kemiskinan makanan adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori . perkapita perhari. Garis kemskinan non makanan merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan Tabel 2. Jumlah Penduduk Miskin, Rata-rata Lama Sekolah, Pengangguran dan Angka Harapan Hidup di Sumatera Barat dari tahun 2007-2013 Jumlah Penduduk Miskin Rata-rata Lama Sekolah Tahun RataLaju rata Pert. (Indeks) % 2007 529.200 6.85 2008 578.700 9.35 6.9 2009 473.700 -18.14 8.3 2010 458.200 -3.27 8.4 2011 441.800 -3.58 8.45 2012 397.900 -9.94 8.6 2013 401.500 0.90 8.5 Sumber: BPS Statistik Indonesia (2015) Jumlah (Orang) Pada tabel 1.2 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat pada tahun 2009 mengalami penurunan dari tahun 2008 yaitu dari 578.700 menjadi 473.700. sedangkan tahun 2010 menurun menjadi 458.200, dan pada tahun 2011 menurun menjadi 441.800, pada tahun 2012 sebesar 397.900 dan yang terakhir tahun 2013 sebesar 401.500. kesimpulannya penduduk miskin dari tahun ketahun masih mengalami berfluktuasi. Jumlah penduduk miskin menurun akibat tingginya pendidikan yang ditunjukkan oleh rata-rata lama sekolah di Sumatera Barat pada tahun 2007 ke 2008 meningkat, pendidikan naik dengan naiknya pendidikan jumlah penduduk miskin turun yaitu sebesar 0,73 %. Pada Tahun 2010 naik sebesar 8,48 %, dari uraian tahun 2008 dan tahun 2009 terlihat bahwa pendidikan yang diukur dari rata-rata lama sekolah, rata-rata lama sekolah naik maka jumlah penduduk miskin turun itu menyatakan bahwa rata-rata lama sekolah memiliki pengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin, tahun 2010 pendidikannya turun dari 8,4 turun ke 1,20 % harusnya turunnya jumlah penduduk miskin itu bertambah tapi sesuai dengan data itu turun sebesar 1,20 %, tahun 2011 sebesar 0,60 %, di tahun 2012 sebesar 1,73% dan di tahun 2013 menjadi -1,16 %. Pengangguran Laju Pert. % Jumlah (Orang) 0.73 20.29 1.20 0.60 1.78 -1.16 287 305 291 134 223 080 202 586 192 788 142 184 150 760 Laju Pert. % 1.33 -23.38 -9.19 -4.84 -26.25 6.03 Kesehatan Nilai (Tahun) 67.8 65.8 69.25 69 69.76 72.2 71.09 Laju Pert. % -2.95 5.24 -0.36 1.10 3.50 -1.54 Pengaruh pendidikan terhadap penduduk miskin adalah negatif artinya semakin tinggi pendidikan masyarakat akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Namun berdasarkan data pada tabel 1 terlihat bahwa pada pendidikan masyarakat pada tahun 2009 mengalami penurunan dari rata-rata lama sekolah 8,3 %, terjadinya tingkat penurunan masyarakat akan berakibat terjadinya peningkatan jumlah penduduk miskin. Pada tahun 2007 pengangguran di Sumatera Barat sebesar 287.305 di tahun 2008 meningkat sebesar 291.134 tapi jumlah penduduk miskin berkurang, tahun 2009 menurun lagi menjadi 223.080, tahun 2010 menurun sebesar 202.586, tahun 2011 menurun sebesar 192.788 dan tahun terakhir 2013 mengalami peningkatan sebesar 150.760. Pengaruh pengangguran terhadap penduduk miskin adalah positif. Semakin banyak orang yang menganggur maka semakin tinggi jumlah penduduk miskin. Berdasarkan data tabel 1 terlihat bahwa jumlah pengangguran tahun 2009 mengalami peningkatan tetapi jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari tahun sebelumnya bagitu juga pada tahun 2013 jumlah pengangguran juga meningkat yang tentunya akan menambah jumlah penduduk miskin namun berdasarkan data tabel 1 terlihat pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin turun. Pengentasan kemiskinan juga dipengaruhi oleh tingkat kesehatan masyarakat yang baik, indikator untuk melihat sejauh mana perkembangan tingkat kesehatan masyarakat di Sumatera Barat dapat diukur dengan angka harapan hidup. Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa angka harapan hidup masyarakat Sumatera Barat sudah mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Peningkatan tertinggi angka harapan hidup masyarakat terjadi pada tahun 2013 dengan angka harapan hidup sebesar 71,09 %, ini berarti rata-rata harapan masyarakat untuk bisa hidup pada tahun 2013 hanya selama 71,09 %. Pengaruh kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin bersifat negatif, semakin tinggi tingkat kesehatan masyarakat semakin turun jumlah penduduk miskin namun berdasarkan data tabel 2 tingkat kesehatan masyarakat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Apabila dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin maka terlihat bahwa jumlah penduduk miskin juga mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Namun permasalahannya terlihat besarnya perubahan tingkat kesehatan dari tahun ke tahun tidak sebanding dengan jumlah penduduk miskin. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitin yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu hal seperti apa adanya. Sedangkan menurut Sugiyono (2010:3), penelitian asosiatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan ada atau tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel yang satu dengan yang lain. Penelitian ini dilaksanakan di Badan Pusat Statistik (BPS) yang beralamat di jalan Khatib Sulaiman. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2015. Jenis Data dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini dapat ditinjau berdasarkan dengan Cara Memperolehnya Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang berasal dari Badan Pusat Statistik PEMBAHASAN Deskriptif Variabel Pendidikan Berdasarkan pengujian hipotesis diketahui bahwa secara parsial pendidikan berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa regresi pendidikan terhadap jumlah penduduk miskin memiliki nilai thitung (2,844) > nilai ttabel (2,201), Sumatera Barat. Data ini diambil secara time series yaitu dari tahun 2000-2013. memperolehnya jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang berasal dari Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. Data yang diamibil secara Time series yaitu dari tahun 2000-2013. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka. Studi pustaka merupakan teknik untuk mendapatkan informasi melalui catatan, literatur, dokumentasi dan lain-lain yang masih relevan dengan penelitian ini. sehingga Ho1 ditolak Ha1 diterima. Koefisien regresi menunjukkan bahwa variabel pendidikan adalah sebesar 0,432 berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Semakin tinggi pendidikan maka akan berdampak semakin rendah jumlah penduduk miskin, begitu juga sebaliknya jika pendidikan rendah maka akan berdampak semakin tinggi jumlah penduduk miskin. Deskriptif Variabel Pengangguran (X2) Berdasarkan pengujian hipotesis diketahui bahwa secara parsial jumlah pengangguran berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa regresi jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin memiliki nilai thitung (2,831) > nilai ttabel (2,201), sehingga Ho2 ditolak Ha2 diterima. Koefisien regresi menunjukkan bahwa variabel pengangguran. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi jumlah pengangguran maka jumlah penduduk miskin juga akan meningkat di Sumatera Barat. Deskriptif Variabel Kesehatan (X3) Berdasarkan pengujian hipotesis diketahui bahwa secara parsial tingkat kesehatan berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa regresi tingkat kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin memiliki nilai thitung (2,523) > nilai ttabel (2,201), sehingga Ho3 ditolak Ha3 diterima. Koefisien regresi menunjukkan bahwa variabel kesehatan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kesehatan maka jumlah penduduk miskin akan menurun di Sumatera Barat. Deskriptif Variabel Miskin (Y) Jumlah Penduduk Berdasarkan pengujian hipotesis diketahui secara simultan pendidikan, jumlah pengangguran, dan kesehatan berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa nilai Fhitung (103,319) > dari Ftabel (4,1), sehingga H04 ditolak dan Ha4 diterima. Hasil analisa koefisien determinasi menunjukkan nilai Rsquare sebesar 0,969. Hal ini berarti 96,9% jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat dipengaruhi oleh variabel pendidikan, jumlah pengangguran, dan tingkat kesehatan, sedangkan sisanya 3,1% dijelas oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini. Hasil Uji Hipotesis 1. Hasil Uji teknik Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu uji teknik (parsial) dan uji F (simultan). Adapun hasil uji hipotesis tersebut dapat dilihat pengaruh masing-masing variabel bebas yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin adalah: a) Pengaruh Pendidikan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Barat Berdasarkan hasil analisa diketahui nilai thitung regresi pendidikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat sebesar -2,844. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai thitung (2,884) > nilai ttabel (2,201), sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. b) Pengaruh Pengangguran terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Barat Berdasarkan hasil analisa diketahui nilai thitung regresi jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat sebesar 2,831. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai thitung (2,831) > nilai ttabel (2,201), sehigga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Dapat disimpulkan bahwa jumlah pengangguran secara parsial berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. c) Pengaruh Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Barat Berdasarkan hasil analisa diketahui nilai thitung regresi tingkat kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat sebesar 2,523. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai thitung (2,523) > nilai ttabel (2,201), sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kesehatan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. 2. Hasil Uji F Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan program SPSS pendidikan, jumlah pengangguran, dan tingkat kesehatan secara simultan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat sebesar 103,319. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Fhitung (103,319) > nilai Ftabel (3,71), sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Dapat disimpulkan bahwa regresi rata-rata tingkat pendidikan, jumlah pengangguran, dan tingkat kesehatan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Hasil Analisis Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya konstribusi yang diberikan variabel X terhadap Y. Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa dapat terlihat bahwa besarnya nilai Rsquare adalah 0,969. Hal ini berarti 96,9% jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat secara simultan dipengaruhi oleh variabel rata-rata tingkat pendidikan, jumlah pengangguran, dan tingkat kesehatan sedangkan sisanya 3,1% dijelas oleh sebabsebab lain yang ada di luar penelitian. sebesar 2,201 dengan nilai signifikan 0,018 < a = 0,05, sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. 3. Kesehatan berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai thitung regresi tingkat kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin sebesar 2,523 > nilai ttabel sebesar 2,201 dengan nilai signifikan 0,030 > a = 0,05, sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. 4. Pendidikan, jumlah pengangguran, dan tingkat kesehatan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Fhitung regresi tingkat pendidikan, jumlah pengangguran, dan tingkat kesehatan terhadap jumlah penduduk miskin sebesar 103,391 > dari nilai Ftabel 4,1, sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Persentase sumbangan variabel tingkat pendidikan, jumlah pengangguran, dan tingkat kesehatan secara simultan terhadap hasil jumlah penduduk miskin yaitu sebesar 96,9%, sedangkan sisanya 3,1% dijelas oleh sebab-sebab lain yang ada di luar penelitian. Saran PENUTUP Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendidikan berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai thitung regresi regresi pendidikan terhadap jumlah penduduk miskin sebesar 2,844 > nilai ttabel sebesar 2,201 dengan nilai signifikan 0,017 < a = 0,05, sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. 2. Pengangguran berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai thitung regresi jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin sebesar 2,831 > nilai ttabel Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis dapat memberikan saran atau masukan sebagai berikut: 1. Pada variabel pendidikan, disarankan pihak pemerintah Provinsi Sumatera Barat mengupayakan agar akses pendidikan yang mampu mengembangkan dapat diterima oleh penduduk Sumatera Barat. Hasil ini dapat dilakukan dengan menambah kapasitas atau daya tampung lembagalembaga pendidikan yang ada di propinsi Sumatera Barat. Selain itu bagi masyarakat yang tidak mempunyai keahlian disarankan pemerintah membuka balai latihan kerja dengan kapasitas keahliannya. 2. Pada variabel pengangguran, disarankan pemerintah Sumatera Barat berusaha menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya bagi masyarakat. Pembukaan lapangan kerja dapat dilakukan dengan menggerakan roda industri kreatif dan industri rumahan. Pada variabel tingkat kesehatan, disarankan pemerinta propinsi Sumatera Barat melalui lembaga kesehatan berusaha meningkatkan pemberian sosialisasi pola hidup sehat bagi masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Merupakan Suatu Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Arsyad, Lincolin. Pembangunan. YKPN. 2000. Ekonomi Yogyakarta: STIE Criswardani, Suryawati. 2005. “Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional”. http://www.jmpkonline.net/Volume8/ Vol 08 No 03 2005.pdf Djojohadikusumo, Sumitro. 1999. Pembangunan Ekonomi Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan. Muana Nanga. 2005. Makro Ekonomi: Teori Masalah Kebijakkan. Edisi Kedua, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Sukirno, Sadono. 2000. Makro Ekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesia baru. Raja Grafindo Persada. Tambunan Tulus Tahi Hamonangan. 2008. Pembangunan Ekonomi dan utang Luar Negeri. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Todaro, Micheal P. 2000. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara. Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi. Dunia Ketiga. Erlangga: Jakarta. .