LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M DIPA UNDIKSHA PELATIHAN PENYUSUNAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS KIMIA BERBASIS BUDAYA BALI BAGI GURU-GURU IPA SMP DI KECAMATAN SUKASADA OLEH Dr. I Nyoman Suardana, M.Si. (NIDN. 0023116603)) Dr. I Dewa Ketut Sastrawidana, S.Si., M.Si. (NIDN. 0017046804) Drs. Nyoman Retug, M.Si. (NIDN. 0001125904) Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 023.04.2.552581/2013 Revisi 2 tanggal 01 Mei 2013 JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pengabdian kepada masyarakat (P2M). P2M ini berjudul " Pelatihan Penyusunan Perangkat Pembelajaran Sains Kimia Berbasis Budaya Bali Bagi Guru-Guru IPA SMP Di Kecamatan Sukasada." Kegiatan P2M ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada dalam menyusun perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali sehingga pembelajaran yang dilakukan lebih menarik dan bermakna. P2M ini dilaksanakan dalam bentuk seminar dan pelatihan. Terima kasih penulis sampaikan kepada Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Undiksha yang telah membiayai kegiatan P2M ini dan pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini, terutama kepada guru-guru IPA SMP di Sukasada yang hadir dalam kegiatan seminar dan pelatihan. Akhirnya, semoga hasil P2M ini berguna dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah Buleleng Bali. PELATIHAN PENYUSUNAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS KIMIA BERBASIS BUDAYA BALI BAGI GURU-GURU IPA SMP DI KECAMATAN SUKASADA ABSTRAK Guru sebagai pendidik profesional seharusnya memiliki kemampuan merancang dan melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna sehingga protensi diri peserta didik dapat dikembangkan secara optimal. Pengembangan pembelajaran berbasis budaya Bali merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan. Namun, guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada belum memiliki pemahaman tentang pembelajaran berbasis budaya Bali. Dengan demikian, kegiatan P2M ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang pembelajaran berbasis budaya Bali. Kegiatan P2M ini dilakukan melalui seminar dan pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. Sasaran kegiatan ini adalah guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada. Seminar dan pelatihan dilaksanakan pada Rabu, 6 Nopember 2013 bertempat di Ruang Sidang FMIPA UNDIKSHA. Guru IPA SMP yang hadir dalam kegiatan tersebut sebanyak 8 orang dari jumlah keseluruhan undangan 24 guru. Hasil dari kegiatan tersebut adalah sebagai berikut. 1) Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP dan pembelajaran berbasis budaya Bali. 2) Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA SMP dalam penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. 3) Kegiatan P2M mendapat respon positif dari guru-guru yang terlibat dalam seminar dan pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. Kata-kata kunci: pembelajaran sains kimia, budaya Bali, guru IPA SMP, Sukasada DAFTAR ISI Halaman JUDUL ...................................................................................................................... .. i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii ABSTRAK ................................................................................................................. iv DAFTARA ISI ...................................................................................... ....................... v DAFTAR TABEL ...................................................................................... ................ vi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ........... vii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 Analisis Situasi .......................................................................................... 1 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ......................................................... 3 1.3 Tujuan Kegiatan ......................................................................................... 3 1.4 Manfaat Kegiatan ..................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4 a. Budaya Bali yang Relevan dengan Konsep-Konsep Sains Kimia SMP ......5 b. Pembelajaran Berbasi Budaya Lokal ……………………………………. 8 c. Perangkat Pembelajaran Berbasis Budaya Bali ……………………….. 10 BAB III METODE PELAKSANAAN ………………………………………..…… 12 3.1 Khalayak Sasaran .................................................................................... 12 3.2 Metode Kegiatan ……………................................................................. 12 3.3 Kerangka Pemecahan Masalah ............................................................... 12 3.4 Keterkaitan ……………………………………………………………. 13 3.5 Evaluasi ………………………………………………………..…….... 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………. 15 BAB V PENUTUP ………………….......................................................................... 19 5.1 Simpulan ........................................... ................................................... 19 5.2 Saran ........................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 20 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Keterkaitan Budaya Bali dengan SK-KD Sains Kimia SMP....................... 4 Tabel 3.1 Alternatif Pemecahan Masalah ……………………………………...…… 12 Tabel 3.2. Keterkaitan Tujuan dan Metode Kegiatan ……………………………… 13 Tabel 4.1 Guru-guru IPA SMP yang Hadir dalam Seminar dan Pelatihan …...…… 15 Tabel 4.2. Hasil Kegiatan Seminar dan Pelatihan ………………...……………….. 17 Tabel 4.3 Respon Guru terhadap Seminar dan Pelatihan ………………………….. 17 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Foto Pembukaan (Sambutan Ketua Pelaksana dan Sekretaris LPM) ...... 22 Gambar 2 Foto Peserta Mengikuti Acara Pembukaan ……………………………. 22 Gambar 3 Foto Penyajian Makalah ……………………………………………….. 23 Gambar 4. Foto Peserta Menyimak Pemaparan Makalah oleh Penyaji …………… 23 Gambar 5 Foto Peserta Berlatih Membuat Perangkat Pembelajaran ……………... 24 Gambar 6 Foto Pembimbingan dalam Pembuatan Perangkat Pembelajaran …...…. 24 Gambar 7 Peta Lokasi Ruang Sidang FMIPA UNDIKSHA ……………………… 25 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Kecamatan Sukasada merupakan salah satu kecamatan dari sembilan kecamatan yang terdapat di Kabupaten Buleleng. Kecamatan Sukasada terdiri atas dua belas desa pekraman, yaitu: Desa Kayu Putih, Desa Padang Bulia, Desa Pancasari, Desa Panji Anom, Desa Panji, Desa Sambangan, Desa Selat, Desa Silangjana, Desa Tegal Linggah, Desa Wanagiri, Desa Pegadungan, dan Desa Pegayaman. Di Kecamatan Sukasada terdapat delapan Sekolah Menengah Pertama (SMP/Mts.), yaitu: SMP Negeri 1 Sukasada, SMP Negeri 2 Sukasada, SMP Negeri 3 Sukasada, SMP Negeri 4 Sukasada, SMP TP 45 Sukasada, SMP Maulana Pegayaman, MTs. Al-Iman Pegayaman dan Mts. Tegal Linggah. Guru-guru IPA yang mengajar di SMP ini berlatar belakang pendidikan Fisika dan Biologi. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru IPA SMP lebih mengarah pada pembelajaran langsung yang berpusat pada guru (teacher centered). Mereka kurang memiliki pemahaman yang mendalam terhadap pembelajaran inovatif yang berkembang saat ini sehingga mereka kurang mampu untuk menerapkan pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Mereka kurang memiliki pemahaman dalam menerapkan atau mengembangkan model-model pembelajaran inovatif, misalnya model pembelajaran berbasis budaya lokal (Bali). Pembelajaran atau praktikum berbasis budaya lokal (Bali) telah banyak dilakukan dan terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa (Suja, et al., 2007; Suastra, el al., 2011 ) dan keterampilan berpikir kritis siswa/ mahasiswa (Selamat, et al., 2009; Suardana, 2010). Perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru-guru IPA cenderung menonton dan tidak memasukkan aspek budaya lokal. Rencana pelaksaaan pembelajaran yang dibuat sudah mengacu pada Permen RI No. 41 tahun 2007 tentang standar proses, tetapi rumusan tujuan belum menunjukkan proses yang jelas untuk pencapaian hasil belajar serta tahapan pembelajaran tidak runut dan kurang jelas. Hal senada juga ditemukan 1 Suastra (2010) bahwa 90% guru menyatakan berkeinginan untuk mengembangkan model pembelajaran sains berbasis budaya lokal, namun hanya 20% guru yang memiliki wawasan/pengetahuan dan kemampuan untuk mengembangkannya. Hal ini sebagai indikasi bahwa model pembelajaran berbasis budaya lokal dapat diterima dengan baik, meskipun wawasan dan pengetahuan mereka masih minim. Minimnya wawasan/pengetahuan guru terhadap model pembelajaran sains berbasis budaya local terletak pada kurangnya kemampuan guru dalam mencari contoh-contoh kejadian/peristiwa yang mengandung nilai kearifan lokal untuk dapat diintegrasikan ke dalam silabus atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Temuan penelitian lainnya menunjukkan bahwa guru-guru IPA SMP masih mengalami kesulitan dalam mengajarkan sains kimia dan mengganggap materi sains kimia terlalu luas dan tidak sistematis (Suja, et al., 2007). Selain itu, guru-guru IPA SMP juga belum memahami sains asli (budaya lokal) yang dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran, walaupun sesungguhnya tanpa disadari mereka telah menyinggungnya dalam pembelajaran aspek kimia yang sedang diajarkannya. Misalnya, penggunaan garam dapur untuk pengawetan ikan sering dilakukan dalam pembelajaran, tetapi mereka tidak secara eksplisit memasukkan dalam RPP. Lebih lanjut, hasil diskusi penulis dengan beberapa guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada terungkap bahwa mereka belum memiliki pemahaman berkaitan dengan budaya Bali yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran IPA. Dalam pembelajaran IPA, mereka berpedoman pada buku-buku dan LKS yang ada. Mereka belum mengaitkan pembelajaran yang dilakukan dengan budaya lokal yang berkembang di masyarakat. Di samping itu, guru-gusu IPA SMPA ini juga belum memahami pembelajaran berbasis budaya lokal, khususnya budaya Bali dan bagaimana penyususnan perangkat pembelajarannya. Mereka belum menyadari bahwa adanya keterkaitan antara budaya Bali dengan pembelajaran IPA. Mereka juga menyatakan bahwa untuk praktikum IPA, khususnya sains kimia, sangat jarang bisa dilakukan karena keterbatasan waktu yang tersedia dan tidak adanya tenaga laboran. Berdasarkan uraian di atas maka guru-guru IPA SMP perlu diberikan informasi berkaitan dengan budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia, pembelajaran berbasis budaya Bali, dan selanjutnya diberikan pelatihan penyusunan 2 perangkat pembelajarannya. Hal ini penting dilakukan untuk menjadikan pembelajaran lebih menarik, menantang, memotivasi, dan bermakna. 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang disajikan pada pendahuluan dan analisis situasi di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut. a. Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada kurang memiliki pemahaman dalam menerapkan atau mengembangkan pembelajaran inovatif, termasuk pembelajaran berbasis budaya Bali. b. Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada kurang memperoleh informasi dan pemahaman tentang budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia. c. Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada kurang memahami pembelajaran berbasis budaya Bali dan penyusunan perangkat pembelajarannya d. Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada jarang melakukan kegiatan praktikum karena keterbatasan waktu dan tidak adanya tenaga laboran. Berdasarkan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah yang dicarikan solusinya melalui kegiatan pengabdian masyarakat ini dibatasi pada aspek-aspek berikut. 1. Apakah kegiatan P2M ini dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP? 2. Apakah kegiatan P2M ini dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang pembelajaran berbasis budaya Bali 3. Apakah kegiatan P2M ini dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan guruguru IPA SMP di Kecamatan Sukasada dalam menyusun perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali? 4. Bagaimana tanggapan guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada terhadap pelaksanaan P2M ini? 1.3 Tujuan Kegiatan Tujuan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah sebagai berikut. 1. Meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP. 3 2. Meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang pembelajaran berbasis budaya Bali. 3. Meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada dalam menyusun perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali. 4. Mendeskripsikan tanggapan guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada terhadap pelaksanaan P2M ini 1.4 Manfaat Kegiatan Manfaat yang diperoleh oleh peserta setelah mengikuti kegiatan P2M ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada mendapatkan informasi tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP yang selanjutkan dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran. 2. Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pembelajaran berbasis budaya Bali. 3. Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali sehingga pembelajaran yang dilakukan lebih bermakna bagi siswa. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Bali yang Relevan dengan Konsep-Konsep Sains Kimia SMP Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat sebagai hasil belajar (Koentjaraningrat, 2009). Berdasarkan pengertian ini, kebudayaan memiliki tiga wujud, yaitu: 1) ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan; 2) aktivitas dan tindakan berpola dalam masyarakat; dan 3) benda-benda hasil karya manusia. Jika sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia terdapat dalam wilayah masyarakat tertentu maka kebudayaan ini merupakan budaya lokal. Budaya lokal Bali banyak yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia. Budaya Bali ini masih banyak yang terdokumentasi dalam lontar (atau salinannya) dan masih banyak juga yang terpelihara dan diwariskan turun-tumurun secara lisan. Budaya Bali yang relavan dengan konsep-konsep sains kimia SMP dapat dikaitan dengan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) sains kimia SMP. Keterkaitan budaya Bali dengan SK-KD sains kimia SMP dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Keterkaitan Budaya Bali dengan SK-KD Sains Kimia SMP SK Memahami klasifikasi zat. Kompetensi Dasar 1. Mengelompokkan sifat larutan asam, larutan basa, dan larutan garam melalui alat dan indikator yang tepat. 2. Melakukan percobaan sederhana dengan bahan-bahan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. 3. Menjelaskan nama unsur dan rumus kimia sederhana. 4. Membandingkan sifat unsur, senyawa, dan campuran. 5 Budaya Bali Cuka, asam, belimbing, limau untuk pembuatan makanan. Abu gosok untuk mencuci piring berminyak. Air kapur untuk mengobati tersengat tawon dan semut merah, serta cuka untuk mengobati sengatan lebah. Panca datu, yaitu: emas, perak, tembaga, timah, dan besi, sebagai bahan pedagingan yang bernilai sakral. SK Memahami berbagai sifat dalam perubahan fisika dan kimia. Menjelaskan konsep partikel materi Memahami kegunaan bahan kimia dalam kehidupan. Kompetensi Dasar 1. Membandingkan sifat fisika dan sifat kimia zat. 2. Melakukan pemisahan campuran dengan berbagai cara berdasarkan sifat fisika dan sifat kimia. 3. Menyimpulkan perubahan fisika dan kimia berdasarkan hasil percobaan sederhana. 4. Mengidentifikasi terjadinya reaksi kimia melalui percobaan sederhana. 1. Menjelaskan konsep atom, ion, dan molekul. 2. Menghubungkan konsep atom, ion, dan molekul dengan produk kimia sehari-hari. 3. Membandingkan molekul unsur dan molekul senyawa. 1. Mencari informasi tentang kegunaan dan efek samping bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari. 2. Mengkomunikasikan informasi tentang kegunaan dan efek samping bahan kimia. 3. Mendeskripsikan bahan kimia alami dan bahan kimia buatan dalam kemasan yang terdapat dalam bahan makanan 4. Mendeskripsikan sifat/pengaruh zat adiktif dan psikotropika. 6 Budaya Bali Pemasangan linggis di halaman pada waktu ada petir. Pembuatan garam dari air laut. Pembuatan arak dari tuak. Pemanasan gula pasir untuk pembuatan jajan tradisional Bali. Pembuatan tape dari singkong, dan tuak dari nira. Pembuatan tahu dengan koagulan batu tahu. Materi terdiri atas partikel, ruang kosong (akasa), dan energi. Partikel berupa anu, dan anu-anu yang berbeda disusun oleh paramaanu dengan komposisi berbeda. Penggunaan lerak sebagai bahan pembersih. Penggunaan daun sirih sebagai desinfektan. Penggunaan legundi dan beluntas untuk insektisida. Tradisi nginang (makan sirih) untuk menjaga kesehatan gigi. Tumbuhan tarum dan mengkudu sebagai bahan pewarna kain tenun double ikat Geringsing. Rumput laut dan daun salam untuk penyedap masakan. Daun suji, kunir, tomat, gula aren untuk pewarna bahan pangan. Garam untuk pengawet telur, sosis; gula untuk pengawet lawar. Penyakit masyarakat: memunyah (mabuk alkohol), madat (narkoba). Persembahan (tetabuhan) untuk Bhuta Yajna beraroma alkohol, meliputi: tuak, arak, dan berem. Kopi, tembakau, dan kecubung sebagai stimulan tradisional. SK Kompetensi Dasar 5. Menghindarkan diri dari pengaruh zat adiktif dan psikotropika. Budaya Bali Pengobatan ketagihan candu dengan ramuan belimbing besi dan asam (lunak). Pengobatan ketagihan rokok dengan jeruk nipis. Sumber: Suja et al., 2007 Berdasarkan Tabel 2.1, budaya Bali yang revan dengan konsep-konsep sains kimia SMP dapat diuraikan menjadi beberapa bidang sebagai berikut. 1) Bidang kosmologi, yaitu pembentukan alam semesta berawal ruang kosong dan energi dari kekuatan Tuhan. Energi ini selanjutnya memunculkan kekuatan kejiwaan (purusa) dan kekuatan badanih (pradana). Dari kedua kekuatan inilah tercipta alam semesta beserta isinya (lontar Wrhraspati Tatwa, dalam Suja et al., 2007). Lebih lanjut, lontar Tatwa Jnana menyebutkan tentang adanya kesamaan materi penyusun alam semesta (makrokosmos) dan penyusun badan manusia (mikroskosmos). Jadi, alam semesta dibentuk komponen materi, energi, dan ruang kosong. Demikian juga dengan materi yang terdiri atas partikel, ruang kosong, dan energi. 2) Bidang obat-obatan tradisional dan kesehatan, yaitu: air kapur untuk mengobati tersengat tawon dan semut merah; cuka untuk mengobati sengatan lebah; ramuan belimbing besi dan asam (lunak) untuk mengobati ketagihan candu, jeruk dan jeruk nipis untuk mengobati ketagihan; tradisi nginang (makan sirih) untuk menjaga kesehatan gigi. 3) Bidang sandang, yaitu: tumbuhan tarum dan mengkudu sebagai bahan pewarna kain tenun double ikat Geringsing. 4) Bidang pangan, yaitu: pembuatan garam dari air laut; pembuatan arak dari tuak; pemanasan gula pasir untuk pembuatan jajan tradisional Bali; pembuatan tape dari singkong; pembuatan tuak dari nira; pembuatan tahu dengan koagulan batu tahu; rumput laut dan daun salam untuk penyedap masakan; daun suji, kunir, tomat, gula aren untuk pewarna bahan pangan; dan garam untuk pengawet telur, sosis; dan gula untuk pengawet lawar. 5) Bidang keagamaan, yaitu: panca datu, yaitu: emas, perak, tembaga, timah, dan besi, sebagai bahan pedagingan yang bernilai sakral; dan persembahan (tetabuhan) untuk Bhuta Yajna beraroma alkohol, meliputi: tuak, arak, dan berem. 6) Bidang pertanian, yaitu: penggunaan legundi dan beluntas untuk insektisida. 7 2.2 Pembelajaran Berbasi Budaya Lokal Stanley dan Brickhouse (2001) menyarankan agar pembelajaran sains di sekolah menyelaraskan antara sains Barat (sains modern) dengan sains asli (sains tradisional) dengan menggunakan pendekatan lintas budaya (cross-culture). Latar belakang budaya yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap pembelajaran sains. Cobern dan Aikenhead (1996) serta Wahyudi (2007) menyatakan bahwa pengaruh latar belakang budaya siswa terhadap pembelajaran sains ada dua macam. Pertama, pengaruh positif akan muncul jika materi pembelajaran sains di sekolah yang sedang dipelajari selaras dengan pengetahuan (budaya) siswa sehari-hari. Pada keadaan ini proses pembelajaran mendukung cara pandang siswa terhadap alam sekitarnya. Proses pembelajaran yang seperti ini disebut dengan proses inkulturasi. Kedua, proses pembelajaran sains di sekolah menjadi pengganggu dalam pembentukan pengetahuan siswa ketika materi pelajaran sains tidak selaras dengan latar belakang budaya yang dimiliki siswa. Dengan demikian, kemampuan guru untuk mengaitkan antara dunia siswa dan budayanya dengan dunia sekolah dan kelas merupakan komponen penting dalam penanganan keanekaragaman budaya (Arends, 2008). Lebih lanjut, Jegede dan Okebukola (dalam Suastra, 2005) menyatakan bahwa memadukan sains asli siswa (sains sosial budaya) dengan pelajaran sains di sekolah ternyata dapat meningkatkan prestasi siswa. Hal ini diakuinya, jika dalam proses pembelajaran sains, keyakinan atau pandangan tradisional tidak dimasukkan, maka konflik yang ada pada diri siswa tentang perbedaan pandangan tradisional dan pandangan ilmiah akan terus dibawa oleh siswa dan akan berakibat pada pemahaman siswa terhadap konsep ilmiah menjadi kurang bermakna. Sardjiyo dan Pannen (2005) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya. Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah media bagi siswa untuk mentransformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk prinsip-prinsip yang kreatif tentang alam. Dengan demikian, melalui pembelajaran berbasis budaya, siswa bukan sekedar meniru dan/atau menerima saja informasi yang disampaikan, tetapi siswa menciptakan makna dan pemahaman dari informasi yang diperolehnya. Demikian juga, pembelajaran berbasis budaya bukan sekedar menstransfer atau menyampaikan budaya atau perwujudan budaya, tetapi menggunakan budaya untuk menjadikan siswa mampu menciptakan makna, menembus 8 batas imajinasi, dan kreativitas untuk mencapai pemahaman yang mendalam tentang materi subyek yang dipelajarinya. Sementara itu, Linn dan Burbules (dalam Jegede dan Aikenhead, n.d.) menyatakan bahwa konteks sosial (budaya) dalam pembelajaran berbasis budaya adalah sebagai jembatan bagi pebelajar dan memberikan petunjuk serta membantu mereka mengkonstruksi pengetahuan pada saat mereka berinteraksi dengan masyarakat. Proses pembelajaran berbasis budaya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan berbagai rasa keingintahuannya, terlibat dalam proses analisis dan eksplorasi yang kreatif mencari jawaban, serta terlibat dalam proses pengambilan kesimpulan yang sehat. Aktivitas dalam pembelajaran berbasis budaya tidak dirancang hanya sekedar untuk mengaktifkan siswa, tetapi dibuat untuk memfasilitasi terjadinya interaksi sosial dan negosiasi makna sampai terjadinya penciptaan makna. Kebermaknaan dalam hal ini diperoleh dari hasil interaksi sosial dan negosiasi antara pengetahuan yang dimiliki oleh siswa dan informasi baru yang diperolehnya dalam pembelajaran, antara siswa dan siswa lainnya, antara siswa dan guru dalam konteks komunitas budaya. Menurut Stephens (2000), pembelajaran berbasis budaya berusaha mengintegrasikan sistem pengetahuan asli (lokal) dan pengetahuan Barat di sekitar topik-topik atau materi pelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang dipelajari dan sekaligus juga untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap budaya lokalnya. Lebih lanjut, Stephens (2000) menyatakan bahwa karakteristik pembelajaran berbasis budaya, meliputi: (1) dimulai dengan topik tentang manfaat budaya dan melibatkan ahli-ahli budaya; (2) menghubungkan pembelajaran sains dengan topik-topik budaya dan standar sains; (3) menyediakan kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengembangkan pemahaman secara mendalam tentang pengetahuan budaya menggabungkan praktek pembelajaran memfokuskan pada pemahaman yang berkaitan dengan sains; (4) yang sesuai dengan konteks budaya, siswa, dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan; serta (5) melibatkan asesmen autentik yang membimbing pembelajaran dan menyediakan pemahaman sains dan budaya, pengembangan penalaran dan keterampilan yang berhubungan dengan standar. 9 Menurut Barnhardt (n.d.), prinsip dalam menerapkan pembelajaran berbasis budaya lokal adalah “think globally, act locally.” Ini mengandung makna bahwa tujuan dari pembelajaran berbasis budaya lokal adalah mencapai keterampilan berpikir secara global, yaitu dapat memecahkan masalah-masalah di sekitar dan masalah-masalah global, seperti pencemaran lingkungan, hujan asam, pemanasan global. Namun, keterampilan berpikir ini dicapai melalui tindakan-tindakan lokal. Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan mengaitkan pembelajaran sains dengan budaya lokal. George (dalam Wahyudi, 2007), menyarankan guru agar memperhatikan empat hal berikut selama pembelajaran. (1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya, untuk mengakomodasi konsep-konsep keyakinan yang dimiliki siswa, yang berakar pada pengetahuan tradisional. (2) Menyajikan kepada siswa contoh-contoh keganjilan atau ”keajaiban” (discrepant event) yang sebenarnya hal biasa menurut konsep ilmiah. (3) Mendorong siswa untuk aktif bertanya. (4) Mendorong siswa untuk membuat serangkaian skema tentang konsep yang dikembangkan selama pembelajaran. Sementara itu, Haukoos dan LeBeau (1992) menyatakan bahwa pembelajaran sains juga dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut. (1) Menghadirkan masalah kepada siswa untuk didiskusikan. (2) Ketrampilan proses sains merupakan bagian proses pengajaran dan pembelajaran. (3) Komunikasi di antara siswa perlu dibangun dalam rangka inkuiri dan pemecahan masalah. (4) Lingkungan budaya setempat dapat dijadikan sebagai sumber belajar. 2.3 Perangkat Pembelajaran Berbasis Budaya Bali Perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali yang diuraikan dalam tulisan ini meliputi: Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Menurut Permen Diknas RI No. 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP, 2006). Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah 10 sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK. Sementara itu, RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Komponen RPP meliputi: 1) identitas mata pelajaran, 2) standar kompetensi, 3) kompetensi dasar, 4) indikator pencapaian kompetensi, 5) tujuan pembelajaran, 6) materi ajar, 7) alokasi waktu, 8) metode pembelajaran, 9) kegiatan pembelajaran, 10) penilaian hasil belajar, dan 11) sumber belajar. Komponen-komponen silabus dan RPP yang tertuang dalam Permen Diknas RI No. 41 tahun 2007 seperti yang diuraikan di atas, digunakan sebagai rujukan dalam pengembangan silabus dan RPP berbasis budaya Bali. Silabus dan RPP berbasis budaya Bali merupakan silabus dan RPP yang mengintegrasikan budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep atau materi dalam suatu mata pelajaran tertentu. Dalam pelaksanaan pembelajaran, RPP difasilitasi dengan LKS sesuai dengan model pembelajaran yang digunakan. 11 BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Khalayak Sasaran Khalayak yang dijadikan sasaran pada kegiatan P2M ini adalah guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada. Guru-guru IPA ini diberikan informasi dan pelatihan berkaitan dengan budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP, pembelajaran berbasis budaya Bali, dan penyusunan perangkat pembelajarannya. 3.2 Kerangka Pemecahan Masalah Masalah pokok yang dipecahkan dalam P2M ini berkaitan dengan kekurangpahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada terhadap budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia, pembelajaran berbasis budaya Bali, dan penyusunan perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali. Berbagai alternatif untuk memecahkan permasalahan tersebut disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Alternatif Pemecahan Masalah No. Permasalahan 1. Guru-guru IPA kurang memahami budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia SMP Guru-guru IPA kurang memahami pembelajaran berbasis budaya Bali 2. 3. Guru-guru IPA kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun perangkat pembelajaran berbsais budaya Bali Aternatif Pemecahan Masalah Kurangnya informasi 1. Penyebaran informasi tentang budaya Bali yang lewat internet relevan dengan konsep2. Pemberian ceramah konsep sains kimia 3. Ceramah dan diskusi atau seminar Kurangnya informasi dan 1. Penyebaran linformasi inisiatif dalam mencari lewat internet informasi tentang 2. Pemberian ceramah pembelajaran berbasis 3. Ceramah dan diskusi budaya Bali atau seminar Kurangnya pengetahuan 2. Ceramah dan diskusi dan keterampilan dalam 3. Seminar dan pelatihan penyusunan perangkat penyusunan perangkat pembelajaran berbasis pembelajaran berbasis budaya Bali budaya Bali Akar Masalah Berdasarkan rumusan alternatif pemecahan masalah dalam tabel di atas, solusi yang dipilih untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah: 1) Ceramah dan diskusi 12 (seminar) tentang budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia SMP dan pembelajaran berbasis budaya Bali; dan 2) Seminar dan pelatihan tentang penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. 3.3 Metode Pelaksanaan Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan di depan adalah metode ceramah, diskusi, dan pelatihan. Gabungan metode tersebut diharapkan mampu meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia, pembelajaran berbasis budaya Bali, dan penyusunan perangkat pembelajarannya. Keterkaitan antara tujuan dan metode yang digunakan untuk mencapai tujuan P2M ini disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Keterkaitan Tujuan dan Metode Kegiatan No. Tujuan 2. Meningkatkan pemhaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia. Meningkatkan pemhaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang pembelajaran berbasis budaya Bali Meningkatkan pemhaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. 3. 4. Metode Ceramah dan diskusi Bentuk Kegiatan Seminar Ceramah dan diskusi Seminar Diskusi dan Pelatihan Seminar dan pelatihan 3.4 Keterkaitan Kegiatan P2M diselenggarakan di Ruang Sidang FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha dengan melibatkan guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada. Peta lokasi kegiatan P2M ini disajikan pada Lampiran 3. Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk seminar dan pelatihan dengan mengundang guru-guru IPA SMP se-Kecamatan Sukasada yang mengikuti kegiatan seminar dan pelatihan tersebut. 3.5 Evaluasi Evaluasi kegiatan ini dilakukan terhadap proses dan produk kegiatan. Evaluasi proses berkaitan dengan partisipasi guru-guru dalam diskusi (mengajukan atau menjawab pertanyaan), semangat mengikuti kegiatan, dan kerja sama. Evaluasi proses 13 dilakukan selama kegiatan berlangsung. Evaluasi produk dilakukan terhadap kemampuan guru-guru dalam membuat perangkat pembejaran berbasis budaya Bali yang dihasilkan sebagai produk lokakarya. Perangkat pembelajaran yang dibuat meliputi: Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Aspek indikator terhadap Silabus meliputi: 1) relevansi budaya Bali dengan kompetensi dasar, 2) materi pembelajaran, 3) kegiatan pembelajaran, 4) indikator pencapaian kompetensi, 5) penilaian, 6) alokasi waktu, 7) sumber belajar. Aspek indikator terhadap RPP meliputi: 1) relevansi budaya Bali yang dengan pokok bahasan, 2) indikator pencapaian kompetensi, 3) tujuan pembelajaran, 3) materi ajar, 4) alokasi waktu, 5) metode pembelajaran, 6) kegiatan pembelajar yang meliputi: pendahuluan; inti (eksplorasi, eleborasi, konfirmasi); dan penutup), 7) penilaian hasil belajar, dan 8 sumber belajar. Lebih lanjut, aspek indikator terhadap LKS meliputi: 1) penggunaan budaya Bali yang relevan dengan pokok bahasan, 2) tujuan, 3) materi, dan 4) daftar pertanyaan. Disamping itu dilakukan evaluasi terhadap tanggapan guru-guru terhadap pelaksanaan seminar dan pelatihan. Kegiatan P2M dikatakan berhasil jika terjadi peningkatan pemahaman dan keterampilan guru-guru dalam menyusun perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali serta mendapat tanggapan positif dari guru-guru yang terlibat dalam kegiatan ini. 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan P2M ini dilakukan melalui seminar dan pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali bagi guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada. Seminar dan pelatihan dilaksanakan pada hari Rabu, 6 Nopember 2013 bertempat di Ruang Sidang FMIPA UNDIKSHA (foto-foto kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 2). Seminar dan pelatihan dibuka oleh Sekretaris Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) Dr. I Wayan Mudana, M.Si., selaku perwakilan dari Ketua LPM. Nara sumber dalam kegiatan ini adalah Dr. I Nyoman Suardana, M.Si. dari Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNDIKSHA. Dalam kegiatan pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran nara sumber dibantu oleh dua tenaga pembimbing, yaitu: Dr. I Dewa Ketut Sastrawidana, S.Si., M.Si. dan Drs. Nyoman Retug, M.Si. Seminar dan pelatihan ini dihadiri oleh 11 peserta, yang terdiri atas 8 guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada dan 3 mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNDIKSHA (Daftar hadir peserta disajikan pada Lampiran 1). Jumlah keseluruhan undangan sebanyak 24 orang. Peserta kegiatan seminar dan pelatihan ini disajikan pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Guru-guru IPA SMP yang Hadir dalam Seminar dan Pelatihan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nama Lembaga SMP TP 45 Sukasada SMP Negeri 2 Sukasada SMP Negeri 2 Sukasada SMP Negeri 4 Sukasada SMP Negeri 4 Sukasada SMP Negeri 4 Sukasada SMP Maulana Pegayaman MTs. Al-Iman Pegayaman Universitas Pendidikan Ganesha Universitas Pendidikan Ganesha Universitas Pendidikan Ganesha Made Astrini Ketut Masah Nyoman Sri Ardana, S.Pd. Ni Made Widiastini, S.Pd. Gede Sucita, S.Pd. Bio. I Made Budiyasa I Nengah Rapet, S.Pd. Hafifah I G Agung Sandy Satriawan Vicky Enggy Caudea Indra E Putu Sista Dharmika Guru-guru IPA SMP yang hadir dalam kegiatan seminar dan pelatihan se bagian besar berlatar belakang Pendidikan Fisika Kimia. dan Biologi, tidak ada yang berlatar belakang Pendidikan Hal ini menunjukkan bahwa guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tidak 15 memiliki latar belakang pendidikan yang berimbang antara Pendidikan Kimia, Fisika, dan Biologi. Di samping itu, guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tidak ada yang berpendidikan IPA. Kegiatan seminar dan pelatihan berlangsung dari jam 08.00 Wita s/d 16.00 WITA Seminar dan pelatihan berlangsung baik dan lancar. Kegiatan seminar dan pelatihan mendapat sambutan positif dari guru dan mahasiswa yang hadir. Guru-guru IPA SMP dan mahasiswa sangat antosias mengikuti kegiatan seminar dan pelatihan. Mereka banyak yang bertanya tentang budaya Bali, misalnya apakah budaya Bali yang tidak dikenali oleh siswa akan dapat berpengaruh positif terhadap pembelajaran yang dilakukan? Mereka juga menanyakan bagaimana usaha kita untuk memendung budaya Barat agar budaya Bali tidak punah? Pada bagian mana dari silabus atau RPP, budaya Bali dapat diintegrasikan? Pertanyaan yang dijukan ini menunjukkan bahwa guru-guru secara sungguh-sungguh mengikuti kegiatan seminar dan pelatihan agar mereka memperoleh manfaat dari kegiatan ini. Dalam kegiatan pelatihan, mereka juga dapat bekerja sama dengan baik dalam menysusun perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang disusun berupa Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis budaya Bali. Secara umum perangkat yang susun oleh guru-guru sudah baik. Perangkat yang dibuat oleh guru tersebut sudah menunjukkan adanya relevansi antara budaya Bali dan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi. Namun, rumusan idikator dan tujuan tidak relevan, disamping itu tujuan yang dirumuskan hanya menyatakan hasil dan tidak disertai proses untuk pencapaian hasil tersebut. Misalnya, rumusan tujuan: siswa dapat menjelaskan prinsip pemisahan campuran. Kegiatan pembelajaran juga masih ditemukan belum adanya kesesuaian antara model yang digunakan dengan langkah-langkah pembelajaran dan kegiatan pada langkah eksplorasi guru menjelaskan materi pelajaran. Di samping itu, penilaian juga belum semuanya sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi. Walaupun masih terdapat kelemahan dalam perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru-guru sains SMP, tetapi secara umum perangkat yang dibuat sudah baik. Hal ini menunjukan terjadi peningkatan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA dalam membuat perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. Secara ringkas hasil kegiatan seminar dan pelatihan ini disajikan pada Tabel 4.2. 16 Tabel 4.2. Hasil Kegiatan Seminar dan Pelatihan No Kegiatan Sasaran Hasil 1 Seminar Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada Meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP, pembelajaran berbasis budaya lokal Bali, dan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali 2 Pelatihan Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada Meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA SMP dalam menyusun perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali Seminar dan pelatihan ini mendapat tanggapan positif dari guru-guru IPA SMP yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Tanggapan guru-guru terhadap seminar dan pelatihan disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Respon Guru terhadap Seminar dan Pelatihan No Respon (%) Pertanyaan SS S TS STS 1 Setelah saya mengikuti seminar dan pelatihan, saya lebih memahami budaya Bali yang dapat diintegrasikan dalam 50,0 50,0 pembelajaran sains kimia - - 2 Setelah mengikuti seminar dan pelatihan, pengetahuan dan keterampilan saya bertambah tentang penyusunan perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali 62,5 37,5 - - 3 Setelah mengikuti seminar dan pelatihan, kepercayaan diri saya bertambah dalam menyusun perangkat pembelajaran 25,0 75,0 berbasis budaya Bali - - 4 Setelah mengikuti pelatihan, saya termotivasi untuk 62,5 37,5 menerapkan pembelajaran berbasis budaya Bali - - 5 Seminar dan pelatihan yang saya ikuti telah menyadarkan saya akan kekurangan/kelebihan saya dalam penyusunan perangkat pembelajaran 87,5 12,5 - - 6 Seminar dan pelatihan yang saya ikuti telah menginspirasi saya untuk menjadi guru yang lebih kreatif dan inovatif 37,5 62,5 - - 7 Seminar dan pelatihan yang saya ikuti telah meningkatkan motivasi saya untuk meningkatkan kompetensi saya 37,5 62,5 - - Rerata 51,8 48,2 - - Dari angket terbuka, guru menyatakan bahwa pelaksanaan seminar dan pelatihan sudah berlangsung sangat baik dan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kompetensi mereka, tetapi mereka menyayangkan banyak guru-guru tidak dapat hadir mengikuti 17 kegiatan ini. Guru berharap agar program ini dilakukan secara berkesinambungan dan dilanjutkan sampai praktek pembelajarannya sehingga pengetahuan dan keterampilan mereka lebih mendalam. Di samping itu, guru-guru juga menyarankan agar dapat dilakukan seminar dan pelatihan tentang: 1) Kurikulum 2013, dan 2) pembuatan media pembelajaran. Dengan kegiatan pelatihan ini, guru lebih memahami pembelajaran berbasis budaya lokal dan dapat meningkatkan motivasi mereka untuk menjadi guru yang lebih kreatif dan inovatif. Berdasarkan kegiatan seminar dan pelatihan yang telah diuraikan di atas, nampak bahwa terjadi peningkatan wawasan dan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP dan pembelajaran berbasis budaya lokal Bali serta peningkatan pemhaman dan keterampilan guru-guru IPA dalam pembuatan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali, khususnya silabus, RPP, dan LKS berbasis budaya Bali. 18 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP. 2) Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang pembelajaran berbasis budaya lokal. 3) Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada dalam menyusun perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. 4) Kegiatan P2M mendapat tanggapan positif dari guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada yang terlibat dalam seminar dan pelatihan. 5.2 Saran 1) Guru-guru IPA SMP diharapkan dapat menyempurnakan perangkat pembelajaran yang telah dibuat dalam pelatihan dan menerapkannya dalam pembelajaran serta dikembangkan lebih lanjut untuk topik-topik yang lain. 2) Bagi para pelaksana kegiatan P2M, model seminar dan pelatihan seperti ini perlu dilakukan juga dilakukan terhadap guru-guru IPA SMP di kecamatan atau daerah lain sehingga pembelajaran berbasis budaya lokal menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat memperkuat atau melestarikan budaya lokal, khususnya budaya Bali. 19 Daftar Pustaka Arends, R. I. (2008). Learning to Teach. Buku I. Edisi Ketujuh. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP. Barnhardt, R. (n.d.). Teaching/Learning accros Culture: Strategis for Succes. [Online]. Tersedia: http://www.ankn.uaf.edu/TLAC.hyml. [21 Desember 2003]. Cobern, W. W. & Aikenhead, G. S. (1996). Cultural Aspects of Learning Science. [Online]. Tersedia: http://wmich.edu/slcsp/121.htm. [21 Desember 2003]. Haukoos, G. & LeBeau, D. (1992). “Inservice Activity that Emphasizes the Importance of the Cultural in Teaching School Science”. Journal of American Indian Education–Arizona State University. 32(1). [Online]. Tersedia: http://jaie.asu.edu/v34/ V34S2imp.htm. [3 April 2009]. Koentjaraningrat, (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke-9. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sardjiyo & Pannen, P. (2005). “Pembelajaran Berbasis Budaya: Model Inovasi Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.” Jurnal Pendidikan. 6(2), 83-98. Selamat, I N., Redhana, I W., & Suardana, I N. (2009). Pengembangan Buku Kerja Kimia Berbasis Peta Argumen Menggunakan Konteks Budaya Lokal untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Laporan Penelitian Undiksha Tidak Dipublikasikan. Stanley, W.B. & Brickhouse, N.W. (2001). The Multicultural Question Revisited. Science Education. 85(1), 35-48. Stephens, S. (2000). Handbook for Culturally Responsive Science Curriculum. Fairbanks: Alaska Native Knowledge Network. Suardana, I N. (2010). Pengembangan Model Praktikum Kimia Dasar Berbasis Budaya Bali untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru Kimia. Disertasi SPs UPI. Tidak Dipublikasikan Suastra, I W. (2005). Merekonstruksi Sains Asli (Indigenous Science) dalam Rangka Mengembangkan Pendidikan Sains Berbasis Budaya Lokal di Sekolah: Studi Etnosains pada Masyarakat Penglipuran Bali. Disertasi PPs UPI. Tidak Dipublikasikan. Suastra, I W. (2010). Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal di SMP. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. 43(2). 8-16. Suastra, I W., Tika, K., & Kariasa, N. (2011). Efektivitas Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal Di SMP. Jurnal Penelitian dan Pengembangan. 5(3), 258-273. Suja, I W., Sudria IBN., & Muderawan, I W. (2007). Integrasi Sains Asli (Indigeneous Science) ke dalam Kurikulum Sains Sekolah sebagai Upaya Pengembangan Pendidikan Sains Berbasis Content dan Context Budaya Bali. Laporan Penelitian. Tidak Diterbitkan. Wahyudi (2007). Kurikulum IPA Berbasis Budaya Lokal. [Online]. Tersedia: http://www.duniaguru.com. [3 April 2009]. 20 Lampiran 1. Daftar Hadir Peserta 21 Lampiran 2. Foto-Foto Kegiatan Gambar 1 Foto Pembukaan (Sambutan Ketua Pelaksana dan Sekretaris LPM) Gambar 2 Foto Peserta Mengikuti Acara Pembukaan 22 Gambar 3 Foto Penyajian Makalah Gambar 4. Foto Peserta Menyimak Pemaparan Makalah oleh Penyaji 23 Gambar 5 Foto Peserta Berlatih Membuat Perangkat Pembelajaran Gambar 6 Foto Pembimbingan dalam Pembuatan Perangkat Pembelajaran 24 Lampiran 3. Peta Pelaksanaan P2M Kegiatan P2M ini menyasar guru-guru sains SMP di Kecamatan Sukasada. Kegiatan P2M dilaksankan di Ruang Sidang FMIPA Undiksha FMIPA UNDIKSHA. Peta Kegiatan P2M disajikan pada Gambar L1. RUANG SIDANG FMIPA UNDIKSHA Gambar 7 Peta Lokasi Ruang Sidang FMIPA UNDIKSHA 25