laporan akhir program p2m dipa undiksha pelatihan penyusunan

advertisement
LAPORAN AKHIR
PROGRAM P2M DIPA UNDIKSHA
PELATIHAN PENYUSUNAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS
KIMIA BERBASIS BUDAYA BALI BAGI GURU-GURU IPA SMP
DI KECAMATAN SUKASADA
OLEH
Dr. I Nyoman Suardana, M.Si. (NIDN. 0023116603))
Dr. I Dewa Ketut Sastrawidana, S.Si., M.Si. (NIDN. 0017046804)
Drs. Nyoman Retug, M.Si. (NIDN. 0001125904)
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 023.04.2.552581/2013
Revisi 2 tanggal 01 Mei 2013
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FMIPA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan pengabdian kepada masyarakat (P2M). P2M ini berjudul "
Pelatihan Penyusunan Perangkat Pembelajaran Sains Kimia Berbasis Budaya Bali Bagi
Guru-Guru IPA SMP Di Kecamatan Sukasada." Kegiatan P2M ini dilakukan untuk
meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA SMP di Kecamatan
Sukasada dalam menyusun perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali
sehingga pembelajaran yang dilakukan lebih menarik dan bermakna. P2M ini
dilaksanakan dalam bentuk seminar dan pelatihan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Lembaga Pengabdian kepada
Masyarakat Undiksha yang telah membiayai kegiatan P2M ini dan pihak-pihak yang
telah membantu terlaksananya kegiatan ini, terutama kepada guru-guru IPA SMP di
Sukasada yang hadir dalam kegiatan seminar dan pelatihan. Akhirnya, semoga hasil
P2M ini berguna dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah Buleleng Bali.
PELATIHAN PENYUSUNAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SAINS KIMIA
BERBASIS BUDAYA BALI BAGI GURU-GURU IPA SMP
DI KECAMATAN SUKASADA
ABSTRAK
Guru sebagai pendidik profesional seharusnya memiliki kemampuan merancang dan
melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna sehingga protensi diri peserta
didik dapat dikembangkan secara optimal. Pengembangan pembelajaran berbasis
budaya Bali merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan. Namun, guru-guru
IPA SMP di Kecamatan Sukasada belum memiliki pemahaman tentang pembelajaran
berbasis budaya Bali. Dengan demikian, kegiatan P2M ini bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang
pembelajaran berbasis budaya Bali. Kegiatan P2M ini dilakukan melalui seminar dan
pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali.
Sasaran kegiatan ini adalah guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada. Seminar dan
pelatihan dilaksanakan pada Rabu, 6 Nopember 2013 bertempat di Ruang Sidang
FMIPA UNDIKSHA. Guru IPA SMP yang hadir dalam kegiatan tersebut sebanyak 8
orang dari jumlah keseluruhan undangan 24 guru. Hasil dari kegiatan tersebut adalah
sebagai berikut. 1) Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP
di Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP dan
pembelajaran berbasis budaya Bali. 2) Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman
dan keterampilan guru-guru IPA SMP dalam penyusunan perangkat pembelajaran sains
kimia berbasis budaya Bali. 3) Kegiatan P2M mendapat respon positif dari guru-guru
yang terlibat dalam seminar dan pelatihan penyusunan perangkat pembelajaran sains
kimia berbasis budaya Bali.
Kata-kata kunci: pembelajaran sains kimia, budaya Bali, guru IPA SMP, Sukasada
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ...................................................................................................................... .. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................. iv
DAFTARA ISI ...................................................................................... ....................... v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... ................ vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ........... vii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Analisis Situasi .......................................................................................... 1
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ......................................................... 3
1.3 Tujuan Kegiatan ......................................................................................... 3
1.4 Manfaat Kegiatan ..................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4
a. Budaya Bali yang Relevan dengan Konsep-Konsep Sains Kimia SMP ......5
b. Pembelajaran Berbasi Budaya Lokal ……………………………………. 8
c. Perangkat Pembelajaran Berbasis Budaya Bali ……………………….. 10
BAB III METODE PELAKSANAAN
………………………………………..…… 12
3.1 Khalayak Sasaran .................................................................................... 12
3.2 Metode Kegiatan ……………................................................................. 12
3.3 Kerangka Pemecahan Masalah ............................................................... 12
3.4 Keterkaitan ……………………………………………………………. 13
3.5 Evaluasi ………………………………………………………..…….... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………. 15
BAB V PENUTUP ………………….......................................................................... 19
5.1 Simpulan ........................................... ................................................... 19
5.2 Saran ........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 20
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Keterkaitan Budaya Bali dengan SK-KD Sains Kimia SMP....................... 4
Tabel 3.1 Alternatif Pemecahan Masalah ……………………………………...…… 12
Tabel 3.2. Keterkaitan Tujuan dan Metode Kegiatan ……………………………… 13
Tabel 4.1 Guru-guru IPA SMP yang Hadir dalam Seminar dan Pelatihan …...…… 15
Tabel 4.2. Hasil Kegiatan Seminar dan Pelatihan ………………...……………….. 17
Tabel 4.3 Respon Guru terhadap Seminar dan Pelatihan ………………………….. 17
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Foto Pembukaan (Sambutan Ketua Pelaksana dan Sekretaris LPM) ...... 22
Gambar 2 Foto Peserta Mengikuti Acara Pembukaan
……………………………. 22
Gambar 3 Foto Penyajian Makalah ……………………………………………….. 23
Gambar 4. Foto Peserta Menyimak Pemaparan Makalah oleh Penyaji …………… 23
Gambar 5 Foto Peserta Berlatih Membuat Perangkat Pembelajaran
……………... 24
Gambar 6 Foto Pembimbingan dalam Pembuatan Perangkat Pembelajaran …...…. 24
Gambar 7 Peta Lokasi Ruang Sidang FMIPA UNDIKSHA ……………………… 25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Kecamatan Sukasada merupakan salah satu kecamatan dari sembilan kecamatan
yang terdapat di Kabupaten Buleleng. Kecamatan Sukasada terdiri atas dua belas desa
pekraman, yaitu: Desa Kayu Putih, Desa Padang Bulia, Desa Pancasari, Desa Panji
Anom, Desa Panji, Desa Sambangan, Desa Selat, Desa Silangjana, Desa Tegal Linggah,
Desa Wanagiri, Desa Pegadungan, dan Desa Pegayaman. Di Kecamatan Sukasada
terdapat delapan Sekolah Menengah Pertama (SMP/Mts.), yaitu: SMP Negeri 1
Sukasada, SMP Negeri 2 Sukasada, SMP Negeri 3 Sukasada, SMP Negeri 4 Sukasada,
SMP TP 45 Sukasada, SMP Maulana Pegayaman, MTs. Al-Iman Pegayaman dan Mts.
Tegal Linggah.
Guru-guru IPA yang mengajar di SMP ini berlatar belakang pendidikan Fisika
dan Biologi. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru IPA SMP lebih mengarah
pada pembelajaran langsung yang berpusat pada guru (teacher centered). Mereka
kurang memiliki pemahaman yang mendalam terhadap pembelajaran inovatif yang
berkembang saat ini sehingga mereka kurang mampu untuk menerapkan pembelajaran
yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. Mereka kurang memiliki pemahaman dalam menerapkan atau
mengembangkan model-model pembelajaran inovatif, misalnya model pembelajaran
berbasis budaya lokal (Bali). Pembelajaran atau praktikum berbasis budaya lokal (Bali)
telah banyak dilakukan dan terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa
(Suja, et al., 2007; Suastra, el al., 2011 ) dan keterampilan berpikir kritis siswa/
mahasiswa (Selamat, et al., 2009; Suardana, 2010).
Perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru-guru IPA cenderung menonton
dan tidak memasukkan aspek budaya lokal. Rencana pelaksaaan pembelajaran yang
dibuat sudah mengacu pada Permen RI No. 41 tahun 2007 tentang standar proses, tetapi
rumusan tujuan belum menunjukkan proses yang jelas untuk pencapaian hasil belajar
serta tahapan pembelajaran tidak runut dan kurang jelas. Hal senada juga ditemukan
1
Suastra (2010) bahwa 90% guru menyatakan berkeinginan untuk mengembangkan
model pembelajaran sains berbasis budaya lokal, namun hanya 20% guru yang memiliki
wawasan/pengetahuan dan kemampuan untuk mengembangkannya. Hal ini sebagai
indikasi bahwa model pembelajaran berbasis budaya lokal dapat diterima dengan baik,
meskipun
wawasan
dan
pengetahuan
mereka
masih
minim.
Minimnya
wawasan/pengetahuan guru terhadap model pembelajaran sains berbasis budaya local
terletak
pada
kurangnya
kemampuan
guru
dalam
mencari
contoh-contoh
kejadian/peristiwa yang mengandung nilai kearifan lokal untuk dapat diintegrasikan ke
dalam silabus atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Temuan penelitian lainnya menunjukkan bahwa guru-guru IPA SMP masih
mengalami kesulitan dalam mengajarkan sains kimia dan mengganggap materi sains
kimia terlalu luas dan tidak sistematis (Suja, et al., 2007). Selain itu, guru-guru IPA
SMP juga belum memahami sains asli (budaya lokal) yang dapat diintegrasikan ke
dalam
pembelajaran,
walaupun
sesungguhnya
tanpa
disadari
mereka
telah
menyinggungnya dalam pembelajaran aspek kimia yang sedang diajarkannya. Misalnya,
penggunaan garam dapur untuk pengawetan ikan sering dilakukan dalam pembelajaran,
tetapi mereka tidak secara eksplisit memasukkan dalam RPP.
Lebih lanjut, hasil diskusi penulis dengan beberapa guru IPA SMP di
Kecamatan Sukasada terungkap bahwa mereka belum memiliki pemahaman berkaitan
dengan budaya Bali yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran IPA. Dalam
pembelajaran IPA, mereka berpedoman pada buku-buku dan LKS yang ada. Mereka
belum mengaitkan pembelajaran yang dilakukan dengan budaya lokal yang berkembang
di masyarakat. Di samping itu, guru-gusu IPA SMPA ini juga belum memahami
pembelajaran berbasis budaya lokal, khususnya budaya Bali dan bagaimana
penyususnan perangkat pembelajarannya. Mereka belum menyadari bahwa adanya
keterkaitan antara budaya Bali dengan pembelajaran IPA. Mereka juga menyatakan
bahwa untuk praktikum IPA, khususnya sains kimia, sangat jarang bisa dilakukan
karena keterbatasan waktu yang tersedia dan tidak adanya tenaga laboran.
Berdasarkan uraian di atas maka guru-guru IPA SMP perlu diberikan informasi
berkaitan dengan budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia,
pembelajaran berbasis budaya Bali, dan selanjutnya diberikan pelatihan penyusunan
2
perangkat pembelajarannya. Hal ini penting dilakukan untuk menjadikan pembelajaran
lebih menarik, menantang, memotivasi, dan bermakna.
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang disajikan pada pendahuluan dan analisis situasi di atas,
dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.
a. Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada kurang memiliki pemahaman
dalam menerapkan atau mengembangkan pembelajaran inovatif, termasuk
pembelajaran berbasis budaya Bali.
b. Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada kurang memperoleh informasi dan
pemahaman tentang budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains
kimia.
c. Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada kurang memahami pembelajaran
berbasis budaya Bali dan penyusunan perangkat pembelajarannya
d. Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada jarang melakukan kegiatan
praktikum karena keterbatasan waktu dan tidak adanya tenaga laboran.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah yang dicarikan
solusinya melalui kegiatan pengabdian masyarakat ini dibatasi pada aspek-aspek
berikut.
1. Apakah kegiatan P2M ini dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di
Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP?
2. Apakah kegiatan P2M ini dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di
Kecamatan Sukasada tentang pembelajaran berbasis budaya Bali
3. Apakah kegiatan P2M ini dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan guruguru IPA SMP di Kecamatan Sukasada dalam menyusun perangkat pembelajaran
berbasis budaya Bali?
4. Bagaimana tanggapan guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada terhadap
pelaksanaan P2M ini?
1.3 Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang
budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP.
3
2. Meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang
pembelajaran berbasis budaya Bali.
3. Meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA SMP di Kecamatan
Sukasada dalam menyusun perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali.
4. Mendeskripsikan tanggapan guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada terhadap
pelaksanaan P2M ini
1.4 Manfaat Kegiatan
Manfaat yang diperoleh oleh peserta setelah mengikuti kegiatan P2M ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1.
Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada mendapatkan informasi tentang
budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP yang selanjutkan dapat
diintegrasikan ke dalam pembelajaran.
2.
Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang pembelajaran berbasis budaya Bali.
3.
Guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada memiliki pengetahuan dan
keterampilan dalam menyusun perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali
sehingga pembelajaran yang dilakukan lebih bermakna bagi siswa.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Budaya Bali yang Relevan dengan Konsep-Konsep Sains Kimia SMP
Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam kehidupan masyarakat sebagai hasil belajar (Koentjaraningrat, 2009).
Berdasarkan pengertian ini, kebudayaan memiliki tiga wujud, yaitu: 1) ide, gagasan,
nilai, norma, dan peraturan; 2) aktivitas dan tindakan berpola dalam masyarakat; dan 3)
benda-benda hasil karya manusia. Jika sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia terdapat dalam wilayah masyarakat tertentu maka kebudayaan ini merupakan
budaya lokal.
Budaya lokal Bali banyak yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia.
Budaya Bali ini masih banyak yang terdokumentasi dalam lontar (atau salinannya) dan
masih banyak juga yang terpelihara dan diwariskan turun-tumurun secara lisan. Budaya
Bali yang relavan dengan konsep-konsep sains kimia SMP dapat dikaitan dengan
standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) sains kimia SMP. Keterkaitan
budaya Bali dengan SK-KD sains kimia SMP dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Keterkaitan Budaya Bali dengan SK-KD Sains Kimia SMP
SK
Memahami
klasifikasi
zat.
Kompetensi Dasar
1. Mengelompokkan sifat larutan
asam, larutan basa, dan larutan
garam melalui alat dan indikator
yang tepat.
2. Melakukan percobaan
sederhana dengan bahan-bahan
yang diperoleh dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Menjelaskan nama unsur dan
rumus kimia sederhana.
4. Membandingkan sifat unsur,
senyawa, dan campuran.
5
Budaya Bali
 Cuka, asam, belimbing, limau
untuk pembuatan makanan.
 Abu gosok untuk mencuci piring
berminyak.
 Air kapur untuk mengobati
tersengat tawon dan semut
merah, serta cuka untuk
mengobati sengatan lebah.
 Panca datu, yaitu: emas, perak,
tembaga, timah, dan besi, sebagai
bahan pedagingan yang bernilai
sakral.
SK
Memahami
berbagai sifat dalam
perubahan
fisika dan
kimia.
Menjelaskan konsep
partikel
materi
Memahami
kegunaan
bahan kimia
dalam
kehidupan.
Kompetensi Dasar
1. Membandingkan sifat fisika
dan sifat kimia zat.
2. Melakukan pemisahan campuran dengan berbagai cara
berdasarkan sifat fisika dan sifat
kimia.
3. Menyimpulkan perubahan
fisika dan kimia berdasarkan
hasil percobaan sederhana.
4. Mengidentifikasi terjadinya
reaksi kimia melalui percobaan
sederhana.
1. Menjelaskan konsep atom, ion,
dan molekul.
2. Menghubungkan konsep atom,
ion, dan molekul dengan produk
kimia sehari-hari.
3. Membandingkan molekul unsur
dan molekul senyawa.
1. Mencari informasi tentang
kegunaan dan efek samping
bahan kimia dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Mengkomunikasikan informasi
tentang kegunaan dan efek
samping bahan kimia.
3. Mendeskripsikan bahan kimia
alami dan bahan kimia buatan
dalam kemasan yang terdapat
dalam bahan makanan
4. Mendeskripsikan sifat/pengaruh
zat adiktif dan psikotropika.
6
Budaya Bali
 Pemasangan linggis di halaman
pada waktu ada petir.
 Pembuatan garam dari air laut.
 Pembuatan arak dari tuak.
 Pemanasan gula pasir untuk
pembuatan jajan tradisional
Bali.
 Pembuatan tape dari singkong,
dan tuak dari nira.
 Pembuatan tahu dengan koagulan
batu tahu.
 Materi terdiri atas partikel, ruang
kosong (akasa), dan energi.
 Partikel berupa anu, dan anu-anu
yang berbeda disusun oleh
paramaanu dengan komposisi
berbeda.
 Penggunaan lerak sebagai bahan
pembersih.
 Penggunaan daun sirih sebagai
desinfektan.
 Penggunaan legundi dan beluntas
untuk insektisida.
 Tradisi nginang (makan sirih)
untuk menjaga kesehatan gigi.
 Tumbuhan tarum dan mengkudu
sebagai bahan pewarna kain
tenun double ikat Geringsing.
 Rumput laut dan daun salam
untuk penyedap masakan.
 Daun suji, kunir, tomat, gula aren
untuk pewarna bahan pangan.
 Garam untuk pengawet telur, sosis;
gula untuk pengawet lawar.
 Penyakit masyarakat: memunyah
(mabuk alkohol), madat (narkoba).
 Persembahan (tetabuhan) untuk
Bhuta Yajna beraroma alkohol,
meliputi: tuak, arak, dan berem.
 Kopi, tembakau, dan kecubung
sebagai stimulan tradisional.
SK
Kompetensi Dasar
5. Menghindarkan diri dari
pengaruh zat adiktif dan
psikotropika.
Budaya Bali
 Pengobatan ketagihan candu
dengan ramuan belimbing besi
dan asam (lunak).
 Pengobatan ketagihan rokok
dengan jeruk nipis.
Sumber: Suja et al., 2007
Berdasarkan Tabel 2.1, budaya Bali yang revan dengan konsep-konsep sains
kimia SMP dapat diuraikan menjadi beberapa bidang sebagai berikut. 1) Bidang
kosmologi, yaitu pembentukan alam semesta berawal ruang kosong dan energi dari
kekuatan Tuhan. Energi ini selanjutnya memunculkan kekuatan kejiwaan (purusa) dan
kekuatan badanih (pradana). Dari kedua kekuatan inilah tercipta alam semesta beserta
isinya (lontar Wrhraspati Tatwa, dalam Suja et al., 2007). Lebih lanjut, lontar Tatwa
Jnana menyebutkan tentang adanya kesamaan materi penyusun alam semesta
(makrokosmos) dan penyusun badan manusia (mikroskosmos). Jadi, alam semesta
dibentuk komponen materi, energi, dan ruang kosong. Demikian juga dengan materi
yang terdiri atas partikel, ruang kosong, dan energi. 2) Bidang obat-obatan tradisional
dan kesehatan, yaitu: air kapur untuk mengobati tersengat tawon dan semut merah; cuka
untuk mengobati sengatan lebah; ramuan belimbing besi dan asam (lunak) untuk
mengobati ketagihan candu, jeruk dan jeruk nipis untuk mengobati ketagihan; tradisi
nginang (makan sirih) untuk menjaga kesehatan gigi. 3) Bidang sandang, yaitu:
tumbuhan tarum dan mengkudu sebagai bahan pewarna kain tenun double ikat
Geringsing. 4) Bidang pangan, yaitu: pembuatan garam dari air laut; pembuatan arak
dari tuak; pemanasan gula pasir untuk pembuatan jajan tradisional Bali; pembuatan tape
dari singkong; pembuatan tuak dari nira; pembuatan tahu dengan koagulan batu tahu;
rumput laut dan daun salam untuk penyedap masakan; daun suji, kunir, tomat, gula aren
untuk pewarna bahan pangan; dan garam untuk pengawet telur, sosis; dan gula untuk
pengawet lawar. 5) Bidang keagamaan, yaitu: panca datu, yaitu: emas, perak, tembaga,
timah, dan besi, sebagai bahan pedagingan yang bernilai sakral; dan persembahan
(tetabuhan) untuk Bhuta Yajna beraroma alkohol, meliputi: tuak, arak, dan berem. 6)
Bidang pertanian, yaitu: penggunaan legundi dan beluntas untuk insektisida.
7
2.2 Pembelajaran Berbasi Budaya Lokal
Stanley dan Brickhouse (2001) menyarankan agar pembelajaran sains di sekolah
menyelaraskan antara sains Barat (sains modern) dengan sains asli (sains tradisional)
dengan menggunakan pendekatan lintas budaya (cross-culture). Latar belakang budaya
yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap pembelajaran sains. Cobern dan
Aikenhead (1996) serta Wahyudi (2007) menyatakan bahwa pengaruh latar belakang
budaya siswa terhadap pembelajaran sains ada dua macam. Pertama, pengaruh positif
akan muncul jika materi pembelajaran sains di sekolah yang sedang dipelajari selaras
dengan pengetahuan (budaya) siswa sehari-hari. Pada keadaan ini proses pembelajaran
mendukung cara pandang siswa terhadap alam sekitarnya. Proses pembelajaran yang
seperti ini disebut dengan proses inkulturasi. Kedua, proses pembelajaran sains di
sekolah menjadi pengganggu dalam pembentukan pengetahuan siswa ketika materi
pelajaran sains tidak selaras dengan latar belakang budaya yang dimiliki siswa. Dengan
demikian, kemampuan guru untuk mengaitkan antara dunia siswa dan budayanya
dengan dunia sekolah dan kelas merupakan komponen penting dalam penanganan
keanekaragaman budaya (Arends, 2008). Lebih lanjut, Jegede dan Okebukola (dalam
Suastra, 2005) menyatakan bahwa memadukan sains asli siswa (sains sosial budaya)
dengan pelajaran sains di sekolah ternyata dapat meningkatkan prestasi siswa. Hal ini
diakuinya, jika dalam proses pembelajaran sains, keyakinan atau pandangan tradisional
tidak dimasukkan, maka konflik yang ada pada diri siswa tentang perbedaan pandangan
tradisional dan pandangan ilmiah akan terus dibawa oleh siswa dan akan berakibat pada
pemahaman siswa terhadap konsep ilmiah menjadi kurang bermakna.
Sardjiyo dan Pannen (2005) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis budaya
merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar
yang mengintegrasikan budaya. Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi
sebuah media bagi siswa untuk mentransformasikan hasil observasi mereka ke dalam
bentuk prinsip-prinsip yang kreatif tentang alam. Dengan demikian, melalui
pembelajaran berbasis budaya, siswa bukan sekedar meniru dan/atau menerima saja
informasi yang disampaikan, tetapi siswa menciptakan makna dan pemahaman dari
informasi yang diperolehnya. Demikian juga, pembelajaran berbasis budaya bukan
sekedar menstransfer atau menyampaikan budaya atau perwujudan budaya, tetapi
menggunakan budaya untuk menjadikan siswa mampu menciptakan makna, menembus
8
batas imajinasi, dan kreativitas untuk mencapai pemahaman yang mendalam tentang
materi subyek yang dipelajarinya. Sementara itu, Linn dan Burbules (dalam Jegede dan
Aikenhead, n.d.) menyatakan bahwa konteks sosial (budaya) dalam pembelajaran
berbasis budaya adalah sebagai jembatan bagi pebelajar dan memberikan petunjuk serta
membantu mereka mengkonstruksi pengetahuan pada saat mereka berinteraksi dengan
masyarakat.
Proses pembelajaran berbasis budaya memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengemukakan berbagai rasa keingintahuannya, terlibat dalam proses analisis
dan eksplorasi yang kreatif mencari jawaban, serta terlibat dalam proses pengambilan
kesimpulan yang sehat. Aktivitas dalam pembelajaran berbasis budaya tidak dirancang
hanya sekedar untuk mengaktifkan siswa, tetapi dibuat untuk memfasilitasi terjadinya
interaksi sosial dan negosiasi makna sampai terjadinya penciptaan makna.
Kebermaknaan dalam hal ini diperoleh dari hasil interaksi sosial dan negosiasi antara
pengetahuan yang dimiliki oleh siswa dan informasi baru yang diperolehnya dalam
pembelajaran, antara siswa dan siswa lainnya, antara siswa dan guru dalam konteks
komunitas budaya.
Menurut
Stephens
(2000),
pembelajaran
berbasis
budaya
berusaha
mengintegrasikan sistem pengetahuan asli (lokal) dan pengetahuan Barat di sekitar
topik-topik atau materi pelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa
terhadap konsep-konsep yang dipelajari dan sekaligus juga untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap budaya lokalnya. Lebih lanjut, Stephens (2000) menyatakan
bahwa karakteristik pembelajaran berbasis budaya, meliputi: (1) dimulai dengan topik
tentang manfaat budaya dan melibatkan ahli-ahli budaya; (2) menghubungkan
pembelajaran sains dengan topik-topik budaya dan standar sains; (3) menyediakan
kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengembangkan pemahaman secara
mendalam
tentang
pengetahuan
budaya
menggabungkan praktek pembelajaran
memfokuskan pada pemahaman
yang
berkaitan
dengan
sains;
(4)
yang sesuai dengan konteks budaya,
siswa, dan menggunakan
pengetahuan dan
keterampilan; serta (5) melibatkan asesmen autentik yang membimbing pembelajaran
dan menyediakan pemahaman sains dan budaya, pengembangan penalaran dan
keterampilan yang berhubungan dengan standar.
9
Menurut Barnhardt (n.d.), prinsip dalam menerapkan pembelajaran berbasis
budaya lokal adalah “think globally, act locally.” Ini mengandung makna bahwa tujuan
dari pembelajaran berbasis budaya lokal adalah mencapai keterampilan berpikir secara
global, yaitu dapat memecahkan masalah-masalah di sekitar dan masalah-masalah
global, seperti pencemaran lingkungan, hujan asam, pemanasan global. Namun,
keterampilan berpikir ini dicapai melalui tindakan-tindakan lokal. Hal ini dapat dicapai
salah satunya dengan mengaitkan pembelajaran sains dengan budaya lokal.
George (dalam Wahyudi, 2007), menyarankan guru agar memperhatikan empat
hal berikut selama pembelajaran. (1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengekspresikan pikiran-pikirannya, untuk mengakomodasi konsep-konsep keyakinan
yang dimiliki siswa, yang berakar pada pengetahuan tradisional. (2) Menyajikan kepada
siswa contoh-contoh keganjilan atau ”keajaiban” (discrepant event) yang sebenarnya
hal biasa menurut konsep ilmiah. (3) Mendorong siswa untuk aktif bertanya. (4)
Mendorong siswa untuk membuat serangkaian skema tentang konsep yang
dikembangkan selama pembelajaran. Sementara itu, Haukoos dan LeBeau (1992)
menyatakan bahwa pembelajaran sains juga dapat dilakukan dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut. (1) Menghadirkan masalah kepada siswa untuk didiskusikan.
(2) Ketrampilan proses sains merupakan bagian proses pengajaran dan pembelajaran.
(3) Komunikasi di antara siswa perlu dibangun dalam rangka inkuiri dan pemecahan
masalah. (4) Lingkungan budaya setempat dapat dijadikan sebagai sumber belajar.
2.3 Perangkat Pembelajaran Berbasis Budaya Bali
Perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali yang diuraikan dalam tulisan ini
meliputi: Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa
(LKS). Menurut Permen Diknas RI No. 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa silabus sebagai acuan
pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, Standar
Kompetensi
(SK),
Kompetensi
Dasar
(KD),
materi
pembelajaran,
kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP, 2006). Dalam pelaksanaannya, pengembangan
silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah
10
sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan
silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen yang menangani urusan
pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
Sementara itu, RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar
peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan
berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam
satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan
yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen RPP meliputi: 1) identitas mata pelajaran, 2) standar kompetensi, 3)
kompetensi dasar, 4) indikator pencapaian kompetensi, 5) tujuan pembelajaran, 6)
materi ajar, 7) alokasi waktu, 8) metode pembelajaran, 9) kegiatan pembelajaran, 10)
penilaian hasil belajar, dan 11) sumber belajar. Komponen-komponen silabus dan RPP
yang tertuang dalam Permen Diknas RI No. 41 tahun 2007 seperti yang diuraikan di
atas, digunakan sebagai rujukan dalam pengembangan silabus dan RPP berbasis budaya
Bali. Silabus dan RPP berbasis budaya Bali merupakan silabus dan RPP yang
mengintegrasikan budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep atau materi dalam
suatu mata pelajaran tertentu. Dalam pelaksanaan pembelajaran, RPP difasilitasi dengan
LKS sesuai dengan model pembelajaran yang digunakan.
11
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Khalayak Sasaran
Khalayak yang dijadikan sasaran pada kegiatan P2M ini adalah guru-guru IPA
SMP di Kecamatan Sukasada. Guru-guru IPA ini diberikan informasi dan pelatihan
berkaitan dengan budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP, pembelajaran
berbasis budaya Bali, dan penyusunan perangkat pembelajarannya.
3.2 Kerangka Pemecahan Masalah
Masalah pokok
yang dipecahkan dalam
P2M ini
berkaitan dengan
kekurangpahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada terhadap budaya Bali
yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia, pembelajaran berbasis budaya Bali,
dan penyusunan perangkat pembelajaran berbasis budaya Bali. Berbagai alternatif untuk
memecahkan permasalahan tersebut disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Alternatif Pemecahan Masalah
No.
Permasalahan
1.
Guru-guru IPA kurang
memahami budaya
Bali yang relevan
dengan konsep-konsep
sains kimia SMP
Guru-guru IPA kurang
memahami
pembelajaran berbasis
budaya Bali
2.
3.
Guru-guru IPA kurang
memiliki pengetahuan
dan keterampilan
dalam menyusun
perangkat
pembelajaran berbsais
budaya Bali
Aternatif Pemecahan
Masalah
Kurangnya informasi
1. Penyebaran informasi
tentang budaya Bali yang
lewat internet
relevan dengan konsep2. Pemberian ceramah
konsep sains kimia
3. Ceramah dan diskusi
atau seminar
Kurangnya informasi dan 1. Penyebaran linformasi
inisiatif dalam mencari
lewat internet
informasi tentang
2. Pemberian ceramah
pembelajaran berbasis
3. Ceramah dan diskusi
budaya Bali
atau seminar
Kurangnya pengetahuan 2. Ceramah dan diskusi
dan keterampilan dalam 3. Seminar dan pelatihan
penyusunan perangkat
penyusunan perangkat
pembelajaran berbasis
pembelajaran berbasis
budaya Bali
budaya Bali
Akar Masalah
Berdasarkan rumusan alternatif pemecahan masalah dalam tabel di atas, solusi
yang dipilih untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah: 1) Ceramah dan diskusi
12
(seminar) tentang budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia SMP
dan pembelajaran berbasis budaya Bali; dan 2) Seminar dan pelatihan tentang
penyusunan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali.
3.3 Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan di depan
adalah metode ceramah, diskusi, dan pelatihan. Gabungan metode tersebut diharapkan
mampu meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tentang
budaya Bali yang relevan dengan konsep-konsep sains kimia, pembelajaran berbasis
budaya Bali, dan penyusunan perangkat pembelajarannya. Keterkaitan antara tujuan dan
metode yang digunakan untuk mencapai tujuan P2M ini disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Keterkaitan Tujuan dan Metode Kegiatan
No.
Tujuan
2.
Meningkatkan pemhaman guru-guru IPA
SMP di Kecamatan Sukasada tentang budaya
Bali yang relevan dengan sains kimia.
Meningkatkan pemhaman guru-guru IPA
SMP di Kecamatan Sukasada tentang
pembelajaran berbasis budaya Bali
Meningkatkan pemhaman guru-guru IPA
SMP di Kecamatan Sukasada tentang
penyusunan perangkat pembelajaran sains
kimia berbasis budaya Bali.
3.
4.
Metode
Ceramah dan
diskusi
Bentuk
Kegiatan
Seminar
Ceramah dan
diskusi
Seminar
Diskusi dan
Pelatihan
Seminar dan
pelatihan
3.4 Keterkaitan
Kegiatan P2M diselenggarakan di Ruang Sidang FMIPA Universitas Pendidikan
Ganesha dengan melibatkan guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada. Peta lokasi
kegiatan P2M ini disajikan pada Lampiran 3. Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk
seminar dan pelatihan dengan mengundang guru-guru IPA SMP se-Kecamatan
Sukasada yang mengikuti kegiatan seminar dan pelatihan tersebut.
3.5 Evaluasi
Evaluasi kegiatan ini dilakukan terhadap proses dan produk kegiatan. Evaluasi
proses berkaitan dengan partisipasi guru-guru dalam diskusi (mengajukan atau
menjawab pertanyaan), semangat mengikuti kegiatan, dan kerja sama. Evaluasi proses
13
dilakukan selama kegiatan berlangsung. Evaluasi produk dilakukan terhadap
kemampuan guru-guru dalam membuat perangkat pembejaran berbasis budaya Bali
yang dihasilkan sebagai produk lokakarya. Perangkat pembelajaran yang dibuat
meliputi: Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa
(LKS). Aspek indikator terhadap Silabus meliputi: 1) relevansi budaya Bali dengan
kompetensi dasar, 2) materi pembelajaran, 3) kegiatan pembelajaran, 4) indikator
pencapaian kompetensi, 5) penilaian, 6) alokasi waktu, 7) sumber belajar. Aspek
indikator terhadap RPP meliputi: 1) relevansi budaya Bali yang dengan pokok bahasan,
2) indikator pencapaian kompetensi, 3) tujuan pembelajaran, 3) materi ajar, 4) alokasi
waktu, 5) metode pembelajaran, 6) kegiatan pembelajar yang meliputi: pendahuluan;
inti (eksplorasi, eleborasi, konfirmasi); dan penutup), 7) penilaian hasil belajar, dan 8
sumber belajar. Lebih lanjut, aspek indikator terhadap LKS meliputi: 1) penggunaan
budaya Bali yang relevan dengan pokok bahasan, 2) tujuan, 3) materi, dan 4) daftar
pertanyaan. Disamping itu dilakukan evaluasi terhadap tanggapan guru-guru terhadap
pelaksanaan seminar dan pelatihan. Kegiatan P2M dikatakan berhasil jika terjadi
peningkatan pemahaman dan keterampilan guru-guru dalam menyusun perangkat
pembelajaran berbasis budaya Bali serta mendapat tanggapan positif dari guru-guru
yang terlibat dalam kegiatan ini.
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan P2M ini dilakukan melalui seminar dan pelatihan pembuatan perangkat
pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali bagi guru-guru IPA SMP di Kecamatan
Sukasada. Seminar dan pelatihan dilaksanakan pada hari Rabu, 6 Nopember 2013
bertempat di Ruang Sidang FMIPA UNDIKSHA (foto-foto kegiatan dapat dilihat pada
Lampiran 2). Seminar dan pelatihan dibuka oleh Sekretaris Lembaga Pengabdian
kepada Masyarakat (LPM) Dr. I Wayan Mudana, M.Si., selaku perwakilan dari Ketua
LPM. Nara sumber dalam kegiatan ini adalah Dr. I Nyoman Suardana, M.Si. dari
Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNDIKSHA. Dalam kegiatan pelatihan penyusunan
perangkat pembelajaran nara sumber dibantu oleh dua tenaga pembimbing, yaitu: Dr. I
Dewa Ketut Sastrawidana, S.Si., M.Si. dan Drs. Nyoman Retug, M.Si. Seminar dan
pelatihan ini dihadiri oleh 11 peserta, yang terdiri atas 8 guru IPA SMP di Kecamatan
Sukasada dan 3 mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNDIKSHA (Daftar
hadir peserta disajikan pada Lampiran 1). Jumlah keseluruhan undangan sebanyak 24
orang. Peserta kegiatan seminar dan pelatihan ini disajikan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Guru-guru IPA SMP yang Hadir dalam Seminar dan Pelatihan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama
Lembaga
SMP TP 45 Sukasada
SMP Negeri 2 Sukasada
SMP Negeri 2 Sukasada
SMP Negeri 4 Sukasada
SMP Negeri 4 Sukasada
SMP Negeri 4 Sukasada
SMP Maulana Pegayaman
MTs. Al-Iman Pegayaman
Universitas Pendidikan Ganesha
Universitas Pendidikan Ganesha
Universitas Pendidikan Ganesha
Made Astrini
Ketut Masah
Nyoman Sri Ardana, S.Pd.
Ni Made Widiastini, S.Pd.
Gede Sucita, S.Pd. Bio.
I Made Budiyasa
I Nengah Rapet, S.Pd.
Hafifah
I G Agung Sandy Satriawan
Vicky Enggy Caudea Indra E
Putu Sista Dharmika
Guru-guru IPA SMP yang hadir dalam kegiatan seminar dan pelatihan se bagian
besar berlatar belakang Pendidikan Fisika
Kimia.
dan Biologi, tidak ada yang berlatar belakang Pendidikan
Hal ini menunjukkan bahwa guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tidak
15
memiliki latar belakang pendidikan yang berimbang antara Pendidikan Kimia, Fisika, dan
Biologi. Di samping itu, guru-guru IPA SMP di Kecamatan Sukasada tidak ada yang
berpendidikan IPA. Kegiatan seminar dan pelatihan berlangsung dari jam 08.00 Wita
s/d 16.00 WITA
Seminar dan pelatihan berlangsung baik dan lancar. Kegiatan seminar dan
pelatihan mendapat sambutan positif dari guru dan mahasiswa yang hadir. Guru-guru
IPA SMP dan mahasiswa sangat antosias mengikuti kegiatan seminar dan pelatihan.
Mereka banyak yang bertanya tentang budaya Bali, misalnya apakah budaya Bali yang
tidak dikenali oleh siswa akan dapat berpengaruh positif terhadap pembelajaran yang
dilakukan? Mereka juga menanyakan bagaimana usaha kita untuk memendung budaya
Barat agar budaya Bali tidak punah? Pada bagian mana dari silabus atau RPP, budaya
Bali dapat diintegrasikan? Pertanyaan yang dijukan ini menunjukkan bahwa guru-guru
secara sungguh-sungguh mengikuti kegiatan seminar dan pelatihan agar mereka
memperoleh manfaat dari kegiatan ini.
Dalam kegiatan pelatihan, mereka juga dapat bekerja sama dengan baik dalam
menysusun perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang disusun berupa
Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS)
berbasis budaya Bali. Secara umum perangkat yang susun oleh guru-guru sudah baik.
Perangkat yang dibuat oleh guru tersebut sudah menunjukkan adanya relevansi antara
budaya Bali dan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi. Namun,
rumusan idikator dan tujuan tidak relevan, disamping itu tujuan yang dirumuskan hanya
menyatakan hasil dan tidak disertai proses untuk pencapaian hasil tersebut. Misalnya,
rumusan tujuan: siswa dapat menjelaskan prinsip pemisahan campuran. Kegiatan
pembelajaran juga masih ditemukan belum adanya kesesuaian antara model yang
digunakan dengan langkah-langkah pembelajaran dan kegiatan pada langkah eksplorasi
guru menjelaskan materi pelajaran. Di samping itu, penilaian juga belum semuanya
sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi.
Walaupun masih terdapat kelemahan dalam perangkat pembelajaran yang dibuat
oleh guru-guru sains SMP, tetapi secara umum perangkat yang dibuat sudah baik. Hal
ini menunjukan terjadi peningkatan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA dalam
membuat perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya Bali. Secara ringkas hasil
kegiatan seminar dan pelatihan ini disajikan pada Tabel 4.2.
16
Tabel 4.2. Hasil Kegiatan Seminar dan Pelatihan
No Kegiatan
Sasaran
Hasil
1
Seminar
Guru-guru IPA SMP di
Kecamatan Sukasada
Meningkatkan pemahaman guru-guru IPA
SMP tentang budaya Bali yang relevan dengan
sains kimia SMP, pembelajaran berbasis
budaya lokal Bali, dan perangkat pembelajaran
sains kimia berbasis budaya Bali
2
Pelatihan
Guru-guru IPA SMP di
Kecamatan Sukasada
Meningkatkan pemahaman dan keterampilan
guru-guru IPA SMP dalam menyusun
perangkat pembelajaran sains kimia berbasis
budaya Bali
Seminar dan pelatihan ini mendapat tanggapan positif dari guru-guru IPA SMP
yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Tanggapan guru-guru terhadap seminar dan
pelatihan disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Respon Guru terhadap Seminar dan Pelatihan
No
Respon (%)
Pertanyaan
SS
S
TS
STS
1
Setelah saya mengikuti seminar dan pelatihan, saya lebih
memahami budaya Bali yang dapat diintegrasikan dalam 50,0 50,0
pembelajaran sains kimia
-
-
2
Setelah mengikuti seminar dan pelatihan, pengetahuan dan
keterampilan saya bertambah tentang penyusunan perangkat
pembelajaran berbasis budaya Bali
62,5 37,5
-
-
3
Setelah mengikuti seminar dan pelatihan, kepercayaan diri
saya bertambah dalam menyusun perangkat pembelajaran 25,0 75,0
berbasis budaya Bali
-
-
4
Setelah mengikuti pelatihan, saya termotivasi untuk
62,5 37,5
menerapkan pembelajaran berbasis budaya Bali
-
-
5
Seminar dan pelatihan yang saya ikuti telah menyadarkan
saya akan kekurangan/kelebihan saya dalam penyusunan
perangkat pembelajaran
87,5 12,5
-
-
6
Seminar dan pelatihan yang saya ikuti telah menginspirasi
saya untuk menjadi guru yang lebih kreatif dan inovatif
37,5 62,5
-
-
7
Seminar dan pelatihan yang saya ikuti telah meningkatkan
motivasi saya untuk meningkatkan kompetensi saya
37,5 62,5
-
-
Rerata
51,8 48,2
-
-
Dari angket terbuka, guru menyatakan bahwa pelaksanaan seminar dan pelatihan
sudah berlangsung sangat baik dan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kompetensi
mereka, tetapi mereka menyayangkan banyak guru-guru tidak dapat hadir mengikuti
17
kegiatan ini. Guru berharap agar program ini dilakukan secara berkesinambungan dan
dilanjutkan sampai praktek pembelajarannya sehingga pengetahuan dan keterampilan
mereka lebih mendalam. Di samping itu, guru-guru juga menyarankan agar dapat
dilakukan seminar dan pelatihan tentang: 1) Kurikulum 2013, dan 2) pembuatan media
pembelajaran. Dengan kegiatan pelatihan ini, guru lebih memahami pembelajaran
berbasis budaya lokal dan dapat meningkatkan motivasi mereka untuk menjadi guru
yang lebih kreatif dan inovatif.
Berdasarkan kegiatan seminar dan pelatihan yang telah diuraikan di atas,
nampak bahwa terjadi peningkatan wawasan dan pemahaman guru-guru IPA SMP di
Kecamatan Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP dan
pembelajaran berbasis budaya lokal Bali serta peningkatan pemhaman dan keterampilan
guru-guru IPA dalam pembuatan perangkat pembelajaran sains kimia berbasis budaya
Bali, khususnya silabus, RPP, dan LKS berbasis budaya Bali.
18
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1)
Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan
Sukasada tentang budaya Bali yang relevan dengan sains kimia SMP.
2)
Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman guru-guru IPA SMP di Kecamatan
Sukasada tentang pembelajaran berbasis budaya lokal.
3)
Kegiatan P2M dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan guru-guru IPA
SMP di Kecamatan Sukasada dalam menyusun perangkat pembelajaran sains
kimia berbasis budaya Bali.
4)
Kegiatan P2M mendapat tanggapan positif dari guru-guru IPA SMP di Kecamatan
Sukasada yang terlibat dalam seminar dan pelatihan.
5.2 Saran
1) Guru-guru IPA SMP diharapkan dapat menyempurnakan perangkat pembelajaran
yang telah dibuat dalam pelatihan dan menerapkannya dalam pembelajaran serta
dikembangkan lebih lanjut untuk topik-topik yang lain.
2) Bagi para pelaksana kegiatan P2M, model seminar dan pelatihan seperti ini perlu
dilakukan juga dilakukan terhadap guru-guru IPA SMP di kecamatan atau daerah
lain sehingga pembelajaran berbasis budaya lokal menjadi salah satu upaya untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat memperkuat atau melestarikan budaya
lokal, khususnya budaya Bali.
19
Daftar Pustaka
Arends, R. I. (2008). Learning to Teach. Buku I. Edisi Ketujuh. Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Barnhardt, R. (n.d.). Teaching/Learning accros Culture: Strategis for Succes. [Online].
Tersedia: http://www.ankn.uaf.edu/TLAC.hyml. [21 Desember 2003].
Cobern, W. W. & Aikenhead, G. S. (1996). Cultural Aspects of Learning Science.
[Online]. Tersedia: http://wmich.edu/slcsp/121.htm. [21 Desember 2003].
Haukoos, G. & LeBeau, D. (1992). “Inservice Activity that Emphasizes the Importance
of the Cultural in Teaching School Science”. Journal of American Indian
Education–Arizona
State
University.
32(1).
[Online].
Tersedia:
http://jaie.asu.edu/v34/ V34S2imp.htm. [3 April 2009].
Koentjaraningrat, (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke-9. Edisi Revisi.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sardjiyo & Pannen, P. (2005). “Pembelajaran Berbasis Budaya: Model Inovasi
Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.” Jurnal
Pendidikan. 6(2), 83-98.
Selamat, I N., Redhana, I W., & Suardana, I N. (2009). Pengembangan Buku Kerja
Kimia Berbasis Peta Argumen Menggunakan Konteks Budaya Lokal untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Laporan Penelitian
Undiksha Tidak Dipublikasikan.
Stanley, W.B. & Brickhouse, N.W. (2001). The Multicultural Question Revisited.
Science Education. 85(1), 35-48.
Stephens, S. (2000). Handbook for Culturally Responsive Science Curriculum.
Fairbanks: Alaska Native Knowledge Network.
Suardana, I N. (2010). Pengembangan Model Praktikum Kimia Dasar Berbasis Budaya
Bali untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Calon Guru
Kimia. Disertasi SPs UPI. Tidak Dipublikasikan
Suastra, I W. (2005). Merekonstruksi Sains Asli (Indigenous Science) dalam Rangka
Mengembangkan Pendidikan Sains Berbasis Budaya Lokal di Sekolah: Studi
Etnosains pada Masyarakat Penglipuran Bali. Disertasi PPs UPI. Tidak
Dipublikasikan.
Suastra, I W. (2010). Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal untuk
Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal di SMP. Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran. 43(2). 8-16.
Suastra, I W., Tika, K., & Kariasa, N. (2011). Efektivitas Model Pembelajaran Sains
Berbasis Budaya Lokal untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai
Kearifan Lokal Di SMP. Jurnal Penelitian dan Pengembangan. 5(3), 258-273.
Suja, I W., Sudria IBN., & Muderawan, I W. (2007). Integrasi Sains Asli (Indigeneous
Science) ke dalam Kurikulum Sains Sekolah sebagai Upaya Pengembangan
Pendidikan Sains Berbasis Content dan Context Budaya Bali. Laporan Penelitian.
Tidak Diterbitkan.
Wahyudi (2007). Kurikulum IPA Berbasis Budaya Lokal. [Online]. Tersedia:
http://www.duniaguru.com. [3 April 2009].
20
Lampiran 1. Daftar Hadir Peserta
21
Lampiran 2. Foto-Foto Kegiatan
Gambar 1 Foto Pembukaan (Sambutan Ketua Pelaksana dan Sekretaris LPM)
Gambar 2 Foto Peserta Mengikuti Acara Pembukaan
22
Gambar 3 Foto Penyajian Makalah
Gambar 4. Foto Peserta Menyimak Pemaparan Makalah oleh Penyaji
23
Gambar 5 Foto Peserta Berlatih Membuat Perangkat Pembelajaran
Gambar 6 Foto Pembimbingan dalam Pembuatan Perangkat Pembelajaran
24
Lampiran 3. Peta Pelaksanaan P2M
Kegiatan P2M ini menyasar guru-guru sains SMP di Kecamatan Sukasada.
Kegiatan P2M dilaksankan di Ruang Sidang FMIPA Undiksha FMIPA UNDIKSHA.
Peta Kegiatan P2M disajikan pada Gambar L1.
RUANG
SIDANG
FMIPA
UNDIKSHA
Gambar 7 Peta Lokasi Ruang Sidang FMIPA UNDIKSHA
25
Download