BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketika pelaku kejahatan seperti pembunuh, pencuri, teroris atau yang sering terjadi di Indonesia saat ini yaitu koruptor berhasil melarikan diri ke luar negeri, dimana penangkapan hampir mustahil atau sulit dilakukan karena melampaui yurisdiksi penegak hukum Indonesia, kerja sama para penegak hukum Indonesia dengan pihak berkompeten di luar negeri merupakan salah satu solusi paling memungkinkan untuk menangkap para pelaku kejahatan tersebut. Para pihak yang berkompeten tersebut antara lain seperti International Criminal Police Organisation (ICPO-INTERPOL) sebagai organisasi kepolisian nasional negara-negara di dunia. Dalam skala regional ada EUROPOL di kawasan benua Eropa, di kawasan Asia Tenggara dalam kerangka ASEAN ada ASEANAPOL. Kedua organisasi yang belakangan ini merupakan organisasi kepolisian yang sifatnya regional. Sebagai organisasi kepolisian, tentulah peranannya lebih tampak dalam bidang pengimplementasian dari kaidah-kaidah hukum pidana internasional terutama yang merupakan hukum pidana internasional dalam arti formal-prosedural. 1 Untuk dapat bertindak cepat dalam memberantas kejahatan yang sering tidak mengenal batas-batas negara, mau tidak mau POLRI melalui National Central Bureau (NCB) akan sering berhubungan dengan Internasional Criminal Police Organization (ICPO/INTERPOL). Misalnya dalam usaha memberantas 1 I. Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional, Yrama Widya, Bandung,2006, hlm. 24 Universitas Sumatera Utara kejahatan. INTERPOL sering mengedarkan perintah penangkapan ke seluruh Negara anggota sehingga memungkinkan seluruh negara anggota INTERPOL untuk mencari tertuduh atau penjahat yang dicari dan menangkapnya. 2 Kerjasama antar negara melalui keterlibatan INTERPOL dapat memainkan peran penting untuk menangkap dan memulangkan para buronan tersebut. 3 Dengan segala langkah yang luar biasa dan semangat kerja sama antar negara dalam memerangi kejahatan upaya perburuan pelaku kejahatan yang melarikan diri ke luar negeri meski pelan tapi pasti akan membuahkan hasil yang diharapkan. Saat ini masyarakat tinggal menunggu, mendesak, dan menyaksikan pelaku tindak pidana yang melarikan diri dapat ditangkap dan dihukum di Indonesia. Bergabungnya Indonesia dengan INTERPOL membuat Indonesia wajib memiliki kantor INTERPOL yang dinamakan NCB-INTERPOL (National Central Bureau-INTERPOL). NCB-INTERPOL merupakan kantor cabang INTERPOL di masing-masing negara anggota. Di Indonesia, NCB-INTERPOL berkedudukan di Markas Besar POLRI. Kepala NCB-INTERPOL Indonesia dijabat oleh Kapolri (Kepala Polisi Republik Indonesia) yang dalam pelaksanaan tugas sehari-hari diemban oleh Sekretaris NCB-INTERPOL Indonesia (berpangkat Brigadir Jenderal). Di NCB-INTERPOL Indonesia terdapat 6 bidang yang masing-masing dikepalai oleh seorang Kabid (berpangkat Kombes) dan Subbag Renmin (berpangkat AKBP). Bidang-bidangnya antara lain: 2 3 Sardjono, Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian, NCB Indonesia, Jakarta, 1996, hlm. 132 Damian, Edy, Kapita Selekta Hukum Internasional,Alumni, Bandung,1991, hlm. 78 Universitas Sumatera Utara 1. Bidang INTERPOL yang bertugas melaksanakan kerja sama internasional kepolisian dalam rangka mencegah dan memberantas kejahatan transnasional. 2. Bidang Kermadiksipol (Kerja Sama Pendidikan dan Misi Kepolisian) bertugas melaksanakan kerja sama internasional dalam rangka meningkatkan kemampuan SDM POLRI dan merintis partisipasi POLRI dalam misi perdamaian internasional di bawah PBB maupun misi organisasi lainnya. 3. Bidang Protokol bertugas melaksanakan kegiatan protokoler perjalanan dinas pejabat POLRI ke luar negeri dan kunjungan tamu pejabat asing atau organisasi internasional. 4. Bidang Kominter (Komunikasi Internasional) bertugas melaksanakan penyelenggaraan dan pengembangan sistem pertukaran informasi dalam rangka kerja sama internasional kepolisian. 5. Bidang Konvint (Konvensi Internasional) bertugas melaksanakan penyusunan perjanjian internasional dan menyelenggarakan pertemuan internasional dalam rangka penanggulangan kejahatan transnasional. 6. Bidang Lotas (LO dan Perbatasan) bertugas melaksanakan pembinaan kantor penghubung LO (Liaison Officer) POLRI di luar negeri dan mengkoordinir kegiatan LO polisi negara lain di Indonesia serta memfasilitasi penanganan masalah di perbatasan negara yang memerlukan tindakan kepolisian. 4 POLRI memiliki beberapa LO di negara lain yang berbentuk atase kepolisian dan staf teknis kepolisian. Atase kepolisian berkedudukan di Kedutaan Besar Republik Indonesia, sedangkan Staf Teknis Kepolisian berkedudukan di 4 Sardjono.Op. Cit., hlm. 48 Universitas Sumatera Utara Konsulat Jenderal Republik Indonesia. Atase Kepolisian (disingkat ATPOL) saat ini sudah ditempatkan di 7 negara yaitu Malaysia, Australia, Arab Saudi, Thailand, Filipina, Timor Leste dan Amerika Serikat. Untuk kedepannya direncanakan penempatan ATPOL di Singapura, Hong Kong, Belanda, China, dan lain-lain. Sedangkan untuk Staf Teknis saat ini telah ditempatkan di Penang, Kuching dan Tawao (kesemuanya di Malaysia). Rencana ke depan akan ditempatkan Staf Teknis di Davao (Filipina), Johor Bahru (Malaysia), Jeddah (Arab Saudi), Darwin (Australia), dan lain-lain. Disamping LO di atas, POLRI juga memiliki perwakilan di sekretariat ASEANAPOL dan direncanakan juga untuk menempatkan LO di organisasi internasional lainnya seperti LOBANG (LO-Bangkok, kantor regional INTERPOL wilayah Asia Pasifik), ICPOINTERPOL (Lyon-Perancis), PBB (New York-Amerika Serikat), dan lain-lain. Sedangkan untuk LO kepolisian negara asing di Indonesia dikoordinir dalam wadah IFLEC (International Foreign Law Enforcement Community). Saat ini LO Kepolisian yang telah bergabung dalam IFLEC antara lain PDRM (Malaysia), AFP (Australia), FBI (Amerika Serikat), NPA (Jepang), KNPA (Korea Selatan), dan lain-lain. Disamping itu juga ada satu wadah koordinasi tidak resmi yaitu Tim Koordinasi INTERPOL yang beranggotakan berbagai instansi dan departemen di Indonesia seperti BI, PPATK, Bea Cukai, Imigrasi, Kementrian Luar Negeri (Kemlu), dan lain-lain untuk mempermudah dan mempercepat proses kerja sama internasional yang membutuhkan penanganan instansi/departemen sesuai dengan lingkup tugasnya. Universitas Sumatera Utara Banyak hal yang bisa dimanfaatkan dengan keberadaan NCB-INTERPOL Indonesia seperti: 1. Bantuan penyelidikan (pengecekan identitas, keberadaan seseorang, data exit/entry seseorang dari/ke suatu negara, dokumen, alamat, catatan kriminal, status seseorang, dan lain-lain), 2. Bantuan penyidikan (pemeriksaan saksi/tersangka, pengiriman penyidik ke suatu negara, pinjam barang bukti, penggeledahan, penyitaan lintas negara, pemanggilan saksi, dan lain-lain), 3. Pencarian buronan yang lari ke negara lain, dan lain-lain. 5 Di dalam kerja sama internasional, ada beberapa jalur yang bisa ditempuh antara lain melalui jalur police to police. Jalur ini bisa ditempuh apabila sudah ada hubungan baik dengan kepolisian negara yang diajak atau diminta untuk bekerja sama. Apabila tidak bisa ditempuh dapat melalui jalur INTERPOL. Jadi NCBINTERPOL Indonesia yang menghubungkan ke NCB-INTERPOL negara lain untuk memintakan/dimintakan kerja samanya. Dan apabila hal ini masih juga tidak memungkinkan, barulah ditempuh jalur resmi yaitu melalui saluran diplomatik dengan pengajuan melalui Kementerian Luar Negeri RI yang mewakili Pemerintah Indonesia untuk berhubungan dengan pemerintah negara lain. Perlu digaris bawahi bahwa apabila penyidik belum memiliki hubungan baik dengan kepolisian negara setempat, maka ia tidak bisa/tidak boleh meminta bantuan ke negara tersebut. Hal itu merupakan bentuk pelanggaran mekanisme kerja sama dan bisa menimbulkan akibat mulai dari tidak ada tanggapan, protes melalui 5 Ibid. hlm. 32 Universitas Sumatera Utara saluran diplomatik, teguran KBRI/Kemlu kepada Kapolri sampai citra negatif negara lain terhadap POLRI. 6 Bentuk-bentuk kerja sama yang telah dilakukan POLRI dengan negara lain berupa perjanjian-perjanjian baik perjanjian ekstradisi maupun perjanjian MLA (Mutual Legal Assistance). Perjanjian ekstradisi yang telah dilaksanakan antara lain dengan Malaysia (UU No. 9 Tahun 1974), dengan Filipina (UU No. 10 Tahun 1976), dengan Thailand (UU No. 2 Tahun 1978), dengan Australia (UU No. 8 Tahun 1994), dengan Hong Kong (UU No. 1 Tahun 2001), dengan Korea Selatan (UU No. 42 Tahun 2007) dan dengan RRT (dalam proses ratifikasi). Sedangkan perjanjian MLA telah dilaksanakan antara lain dengan Australia (UU No. 1 Tahun 1999), dengan RRT (UU No. 8 Tahun 2006), dengan ASEAN (UU No. 15 Tahun 2008), dengan Hong Kong (proses ratifikasi) dan dengan Amerika Serikat (dalam proses perundingan). Bentuk kerja sama lainnya yaitu berupa MoU-MoU dalam rangka penanggulangan transnational crime maupun capacity building, pendidikan dan latihan (seperti : JCLEC, BKA, ICITAP, JICA, FBI, ATA, ILEA, Platina, CoESPU, dan lain-lain) serta pertemuan-pertemuan internasional yaitu Sidang Umum ICPO-INTERPOL, ARC (Asean Regional Conference), ASEANAPOL, SOMTC (Senior Officer Meeting on Transnational Crime), AMMTC (Asean Ministerial Meeting on Transnational Crime), Operation Storm (operasi obatobatan palsu), UNODC (United Nations Office on Drugs and Crimes). 7 6 Supt. Budiman Parangin-angin, Mutual Legal Assistance (MLA), Majalah Interpol, 2006, hlm.. 59 7 Ibid. Universitas Sumatera Utara Di Indonesia, ekstradisi diatur dengan UU No. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi. Pengertian dari ekstradisi adalah penyerahan tersangka/terpidana dari negara diminta kepada negara peminta karena melakukan tindak pidana di wilayah negara peminta untuk diadili atau menjalani hukuman. Salah satu prinsip internasional dalam mengekstradisi seseorang adalah “double criminality”. Maksudnya adalah bukan seseorang yang melakukan tindak pidana dua kali atau di dua negara tetapi maksudnya adalah bahwa tindak pidana tersebut juga dianggap tindak pidana di negara peminta/diminta. Misalnya WNI melakukan pembunuhan di Indonesia dan melarikan diri ke Inggris maka Indonesia bisa meminta Inggris untuk mengekstradisi orang tersebut karena pembunuhan di Inggris juga merupakan tindak pidana. Lain halnya apabila seorang WNI berjudi di Indonesia kemudian lari ke Singapura. Orang tersebut tidak bisa dimintakan ekstradisi karena di Singapura judi bukan merupakan tindak pidana. Negara yang ingin mengajukan ekstradisi tersebut menghubungi Kementrian Luar Negeri (Kemlu) RI kemudian diteruskan oleh Kemlu RI ke Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Setelah diteliti dan semua syarat terpenuhi maka disampaikan ke POLRI untuk pencarian, penangkapan dan penahanan. Kemudian diajukan ke kejaksaan untuk penuntutan dan diadili di pengadilan. Setelah ada ketetapan pengadilan tentang identitas yang bersangkutan maka berkas dikembalikan ke Kemenkumham untuk dilaporkan kepada Presiden dan apabila telah disetujui baru dilaksanakan ekstradisi. Sedangkan apabila belum ada perjanjian, prosesnya hanya berbeda saat permohonan telah sampai di Kemenkumham maka diajukan ke Presiden terlebih dahulu untuk dimintakan Universitas Sumatera Utara persetujuan dan apabila disetujui maka proses bisa diteruskan. Untuk proses permintaan ekstradisi ke negara lain, permintaan disampaikan oleh Kapolri atau Jaksa Agung kepada Kemenkumham dan diteruskan ke Kemlu RI untuk disampaikan ke negara lain. NCB-INTERPOL Indonesia berkoordinasi dengan NCB-INTERPOL negara setempat untuk memonitor prosesnya. Singkatnya, ketika POLRI atau kepolisian negara lain sedang mencari buronan yang melarikan diri ke negara lain, baik berstatus tersangka maupun terpidana, maka langkah pertama mengajukan untuk diterbitkan Red notices ke ICPO-INTERPOL melalui NCB-INTERPOL. Red notices ini dalam sekejap akan disebarkan ke seluruh negara anggota INTERPOL untuk membatasi pergerakan buronan tersebut. Red notices berlaku seperti DPO (daftar pencarian orang). Ketika suatu negara mendeteksi keberadaan buronan yang sedang dicari, negara tersebut memberitahukan ke negara pencari untuk dimintakan ekstradisi. Kewajiban negara setempat adalah menangkap orang tersebut dan menahannya (provisional arrest) sampai dilaksanakannya ekstradisi. Atau apabila telah diketahui bahwa buronan tersebut melarikan diri ke suatu negara, maka bisa dimintakan secara langsung ke negara tersebut untuk penahanan (provisional arrest) bila dianggap perlu atau langsung dimintakan ekstradisi. Apabila ekstradisi dipergunakan untuk mencari dan memulangkan buronan (tersangka/terpidana), lain halnya dengan MLA (mutual legal assistance in criminal matters) atau bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Dasar hukum MLA adalah UU No. 1 Tahun 2006 tentang bantuan timbal balik dalam masalah pidana. MLA dipergunakan untuk kepentingan penyidikan yaitu mendapatkan alat Universitas Sumatera Utara bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, surat dan keterangan terdakwa serta untuk kepentingan penuntutan, pemeriksaan sidang pengadilan dan untuk perampasan barang bukti. Proses pengajuannya adalah dari Kapolri /Jaksa Agung/Ketua KPK (Tipikor) diajukan ke Kemenkumham untuk diteruskan melalui saluran diplomatik yaitu Kemlu/KBRI kepada negara setempat. Proses permintaan MLA dari negara lain yaitu melalui Kemlu diteruskan ke Kemenkumham untuk diteliti kelengkapan persyaratannya, kemudian disampaikan ke Kapolri/Jaksa Agung. Apabila telah dilaksanakan apa yang dimintakan, akan dikembalikan ke Kemenkumham untuk diteruskan ke negara setempat melalui saluran diplomatik (Kemlu/KBRI). Berbeda dengan permintaan MLA yang berkaitan dengan perampasan harta kekayaan karena setelah dilakukan penggeledahan dan penyitaan serta perampasan oleh Kapolri/Jaksa Agung, maka diajukan terlebih dahulu ke pengadilan apabila ada keberatan dari pemiliknya. Baru setelah ada keputusan dilanjutkan dengan proses di atas. Banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi dalam ekstradisi ataupun MLA yang kesemuanya tercantum di dalam Undang-Undang menimbulkan kesan bahwa proses ekstradisi maupun MLA memakan waktu dan berbelit-belit. Namun, hal tersebut semata-mata untuk menghormati ketentuan atau peraturan yang berlaku, baik di negara sendiri maupun negara lain serta sebagai penghormatan atas otoritas dan kedaulatan kedua negara. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut maka dipilihlah judul skripsi ini tentang : "Analisis Yuridis Perjanjian Internasional Criminal Police Organization (ICPO INTRPOL) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri". B. Perumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang akan dikemukakan dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimanakah kedudukan ICPO-INTERPOL dalam hukum internasional ? 2. Bagaimanakah kewenangan yang dimiliki oleh ICPO-INTERPOL dalam kerjasamanya dengan POLRI ? 3. Mengapa upaya pemulangan terhadap pelaku kejahatan yang melarikan diri keluar negeri sering menghadapi hambatan ? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan. 1. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui kedudukan ICPO-INTERPOL dalam hukum internasional. b. Untuk mengetahui kewenangan yang dimiliki oleh ICPO-INTERPOL dalam kerjasamanya dengan POLRI. c. Untuk mengetahui mengapa upaya pemulangan terhadap pelaku kejahatan yang melarikan diri keluar negeri sering menghadapi hambatan. Universitas Sumatera Utara 2. Manfaat Penulisan Seperti pada umumnya dalam setiap penulisan skripsi pasti ada manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan dalam penulisannya. Manfaat secara umum yang dapat diambil dalam penulisan skripsi ini terdiri dari manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis. a. Secara teoritis adalah untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa, staf pengajar, maupun praktisi hokum, khususnya berkaitan dengan Kerja sama antara ICPO-INTERPOL dengan POLRI dalam menangkap pelaku kejahatan yang melarikan diri keluar negeri dan pembahasan yang komprehensif berkaitan dengan Prosedur pengembalian pelaku kejahatan tersebut setelah tertangkap di luar negeri. b. Secara praktis, untuk menjadi bahan referensi pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara secara khusus dan pembaca pada umumnya serta dapat dijadikan kajian bagi para pihak akademisi dalam menambah pengetahuan terutama di bidang hukum internasional. D. Keaslian Penulisan Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi terkait dengan judul : “Analisis Yuridis Perjanjian Internasional Criminal Police Organization (ICPO-INTERPOL) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri” belum pernah ditulis sebelumnya. Universitas Sumatera Utara Jika dilihat dari keberadaannya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, karya tulis berjudul sama belum pernah ditulis sebelumnya. Hanya saja, ada beberapa penelitian mengenai perananan Perjanjian Internasional Criminal Police Organization (ICPO-INTERPOL) Dengan Polri Dalam Menangkap Pelaku Kejahatan Korupsi Yang Melarikan Diri Ke Luar Negeri tetapi permasalahannya berbeda yaitu Widya Astrini Fricilia dengan judul “Peran Interpol Dalam Pemberantasan Jaringan Peredaran Gelap Narkotika Internasional”. Dalam skripsinya tersebut saudari Widya menjelaskan fungsi utama Interpol terkait jaringan narkotika internasional. Beliau memaparkan bagaimana perkembangan jaringan narkotika internasional tersebut menggambarkan kontribusi INTERPOL dalam membantu pemberantasannya. Sedangkan skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana kerjasama antara INTERPOL dengan POLRI secara spesifik dalam menangkap pelaku kejahatan yang melarikan diri keluar negeri dan memahami kontribusi dari masing-masing pihak secara terperinci. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, referensi dari buku-buku, undang-undang, makalah-makalah, serta media elektronik yaitu internet dan juga mendapat bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan skripsi dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Universitas Sumatera Utara E. Tinjauan Pustaka Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, jurnal- jurnal, laporan dan informasi dari internet. Untuk menghindari penafsiran ganda, maka penulis memberikan penegasan batasan pengertian dari judul penelitian yang diambil dari sudut ilmu hukum, penafsiran secara etimologis, maupun pendapat dari para sarjana terhadap beberapa pokok pembahasan maupun materi yang akan dijabarkan dalam skripsi ini antara lain yaitu : ICPO-INTERPOL merupakan singkatan dari International Criminal Police Organization atau lebih dikenal dengan alamat telegraf listriknya INTERPOL adalah organisasi kerjasama untuk penanganan tindak kejahatan lintas negara. Pada tahun 1954, Indonesia menjadi anggota ICPO-INTERPOL dan mendirikan National Central Bureau (NCB) sebagai biro kerjasama instansi kepolisian antarnegara dalam lingkup ICPO-INTERPOL. Kepala NCBINTERPOL Indonesia dijabat oleh kepala kepolisian RI dan jabatan pemimpin pelaksana harian berada di tangan Sekretaris NCB-INTERPOL Indonesia. Selain penanganan tindak kejahatan lintas negara, seluruh kerjasama luar negeri yang melibatkan unsur POLRI dilakukan dalam Koordinasi NCB-INTERPOL Indonesia. POLRI merupakan singkatan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah presiden. POLRI mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. POLRI dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Universitas Sumatera Utara Republik Indonesia (KAPOLRI). Sejak 13 Juli 2016, Kapolri dijabat oleh Jenderal Polisi Tito Karnavian. Ekstradisi adalah adalah penyerahan yang dilakukan secara formal, baik berdasarkan atas perjanjian ekstradisi yang sudah ada sebelumnya ataupun berdasarkan atas hubungan baik secara timbal balik, atas seseorang yang diduga telah melakukan kejahatan atau tindak pidana (tersangka, tertuduh, atau terdakwa) atau atas seseorang yang telah dijatuhi hukuman yang telah mempunyai kekuatan hukum mengikat yang pasti atas kejahatan yang telah dilakukannya, oleh negara tempatnya berada kepada negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya, atas permintaan dari negara yang memiliki yurisdiksi kepada negara tempat orang yang bersangkutan berada, dengan tujuan untuk mengadilinya ataupun melaksanakan hukuman atau sisa hukumannya. 8 Ekstradisi merupakan suatu bentuk dari aspek formal prosedural dari hukum internasional. Secara sederhana, ekstradisi merupakan bentuk kerjasama antar negara berkaitan dengan pemberantasan kejahatan lintas batas negara dengan cara pengembalian tersangka, terdakwa atau terpidana kepada negara yang memiliki yurisdiksi terhadap tersangka, terdakwa maupun terpidana tersebut. Kejahatan lintas batas negara melalui mekanisme ekstradisi yang dimaksud dalam penulisan selanjutnya adalah kejahatan nasional yang memiliki dimensi internasional, maupun kejahatan yang bersifat terorganisir. Perjanjian ekstradisi yang dimaksudkan dalam skripsi ini merupakan perjanjian ekstradisi multilateral dengan negara-negara yang tergabung dalam 8 Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum Internasional Modern, Yrama Widya, Bandung. 2009, hlm. 38 Universitas Sumatera Utara ASEAN membentuk suatu framework penegakan hukum yang sistematis dan komprehensif. Kejahatan Internasional adalah setiap tindakan yang ditetapkan di dalam konvensi-konvensi multilateral dan diakui oleh sejumlah tertentu negara-negara peserta, sekalipun di dalamnya terkandung salah satu kesepuluh karakteristik pidana. 9 Transnational Crime adalah tindakan kejahatan yang memiliki dampak kepada lebih dari satu negara, melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara, sarana dan prasarana serta metode yang digunakan melampaui batas teritorial suatu negara. 10 Transnational Organized Crime adalah kejahatan terorganisir yang dilakukan lintas batas negara dimana kejahatan tersebut dilakukan lebih dari satu negara; dilakukan di satu negara namun bagian penting seperti persiapan, perencanaan, pengarahan dan pengendalian dilakukan melibatkan kelompok kriminal dari negara lain di lebih dari satu negara atau dilaksanakan di satu negara tetapi berdampak pada negara lain. 11 Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. 12 9 Romli Atmasasmita. Pengantar H ukum Pidana Internasional.Rafika ditama.Bandung, 2000, hlm. 49. 10 Abdussalam, Hukum Pidana Internasional, Restu Agung : Jakarta,2006. hlml 32 11 Ibid, hlm 38 12 Eddy Damian, Kapita Selekta Hukum Internasional, Alumni : Bandung.1991, hlm. 42 Universitas Sumatera Utara Konvensi adalah bentuk perjanjian internasional yang mengatur hal-hal yang penting dan resmi yang bersifat multilateral, bersifat law making treaty dan meletakkan norma hukum bagi masyarakat internasional. 13 Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintas batas negara, antara negara dengan negara; negara dengan subjek hukum bukan negara; dan subjek hukum bukan negara satu sama lain. Hukum Pidana Internasional adalah sekumpulan kaidah-kaidah dan asasasas hukum yang mengatur tentang kejahatan internasional yang dilakukan oleh subjek-subjek hukumnnya, untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kerjasama Multilateral adalah kerjasama yang dilakukan oleh lebih dari dua negara yang mengatur hal-hal yang bersifat lintas batas negara. Organisasi Internasional adalah suatu perhimpunan negara-negara yang berdaulat yang didirikan atas dasar suatu perjanjian internasional tertentu, untuk mencapai kepentingan bersama melalui organ-organ dari perhimpunan tersebut. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang melakukkan analisa hukum atas peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim. Dalam penulisan ini pendekatan yuridis normatif digunakan untuk meneliti norma-norma hukum yang 13 Ibid, hlm. 45 Universitas Sumatera Utara berlaku yang mengatur tentang perjanjian Internasional Criminal Police Organization (ICPO INTRPOL) dengan Polri dalam menangkap pelaku kejahatan korupsi yang melarikan diri ke luar negeri sebagaimana yang terdapat dalam perangkat hukum internasional maupun perjanjian internasional. Penelitian bersifat deskriptif yaitu menggambarkan perjanjian Internasional Criminal Police Organization (ICPO INTRPOL) dengan Polri dalam menangkap pelaku kejahatan korupsi yang melarikan diri ke luar negeri kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung dan selanjutnya mencoba memberikan pemecahan masalahnya. 2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bahan hukum primer (primary research / authoritative records) 14 yaitu bahanbahan hukum yang mengikat yang merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ini. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) ICPO-INTERPOL Constitution and General Regulations. 2) United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, 2000. 3) United Nations Resolutions No. 45/116 tentang Model Treaty on Extradition, 14 Desember 1990 4) ASEAN Declaration on Transnational Crime, 1997. 14 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm.113 Universitas Sumatera Utara 5) ASEAN Charter 6) Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1976 tentang Ekstradisi. 7) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana 8) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 2011 tentang Penggunaan Jaringan INTERPOL (I-24/7) dan Jaringan ASEANAPOL (e-ADS) di Indonesia b. Bahan hukum sekunder (secondary research / non-authoritative records) 15 yaitu bahan hukum yang menunjang dan memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, jurnal ilmiah dan pendapat para ahli hukum internasional. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk guna kejelasan dalam memahami bahan hukum primer dan sekunder 16 berupa kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi kepustakaan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan landasan dalam menganalisa data-data yang diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipercaya maupun tidak langsung (internet) yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 15 16 Ibid, hlm.114. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2005, hlm.52 Universitas Sumatera Utara Alat Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi dokumen, yakni meneliti dokumen-dokumen perjanjian internasional terkait. Untuk memudahkan penelitian, dilakukan juga pengelompokkan data yang relevan kemudian tahap analisis untuk pembahasan permasalahan tersebut. 4. Analisis Data Pada tahap selanjutnya, setelah memperoleh data dan mengolah data tersebut, maka dilanjutkan dengan menganalisis data yang diperoleh baik dari bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dan membahas permasalahannya. Dengan penganalisaan data primer dan data sekunder secara kualitatif dari sudut pandang ilmu hukum. Data primer dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian telah disusun dengan teratur dan sistematis, kemudian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan. G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman untuk mendapatkan jawaban atas rumusan permasalahan, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar melalui sistematika penulisan. Tujuannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam penguraian lebih lanjut mengenai inti permasalahan yang akan dicari jawabannya. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari lima bab yang terdapat dalam skripsi. Setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang akan mendukung keutuhan pembahasan setiap bab. Sistematikanya adalah : Universitas Sumatera Utara BAB I : PENDAHULUAN. Dalam Bab I ini dibahas mengenai latar belakang yang menjelaskan alasan pemilihan judul penelitian yang kemudian akan dilanjutkan dengan perumusan masalah dan diikuti dengan tujuan penelitian serta manfaat dari penelitian. Bab ini juga membahas mengenai keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan serta metodelogi penelitian yang digunakan dan diakhiri dengan sistematika penulisan. BAB II : INTERNATIONAL CRIMINAL POLICE ORGANIZATION (ICPO-INTERPOL) DALAM HUKUM INTERNASIONAL Dalam Bab ini berisi tentang: Sejarah dan Perkembangan ICPOINTERPOL, Jenis-jenis Notice yang dimiliki ICPO-INTERPOL, Kedudukan ICPO-Interpol sebagai salah satu Organisasi Internasional BAB III : PEMBENTUKAN ICPO-INTERPOL DAN KERJASAMA DENGAN POLRI. Dalam Bab ini berisi mengenai : Dasar Hukum Pembentukan ICPO-Interpol, Dasar Hukum Kerjasama ICPO-Interpol dengan POLRI, Kewenangan yang Dimiliki ICPO-Interpol dalam Kerjasama Dengan POLRI Menurut Hukum Internasional dan Hukum Nasional Universitas Sumatera Utara BAB IV : KERJASAMA ICPO-INTERPOL DENGAN POLRI DALAM MENANGKAP PELAKU KEJAHATAN KORUPSI YANG MELARIKAN DIRI KELUAR NEGERI. Dalam Bab ini berisi tentang : Kewenangan ICPO-Interpol Sehubungan dengan Yurisdiksinya dengan Negara Anggota, Beberapa Kasus Penangkapan yang Dilakukan oleh ICPO-Interpol dalam Kerjasama dengan POLRI, Beberapa Jenis Prosedur Pengembalian Pelaku Kejahatan dari Luar Negeri ke Negara Asal BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan Bab penutup dari keseluruhan rangkaian bab-bab sebelumnya yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini dan dilengkapi dengan saran-saran. Universitas Sumatera Utara