BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang luas antara bicara, berjalan, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmodjo, 2003). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan, Blum menggambarkannya sebagai berikut : Keturunan Fasilitas K Status Kesehatan Lingkungan h Perilaku Universitas Sumatera Utara Dari skema tersebut, terlihat bahwa perilaku manusia mempunyai kontribusi, yang apabila dianalisa lebih lanjut kontribusinya lebih besar. Sebab disamping berpengaruh tidak langsung melalui faktor lingkungan terutama lingkungan fisik buatan manusia, sosio budaya, serta faktor fasilitas kesehatan. Bahwa faktor perilaku ini juga dapat berpengaruh terhadap faktor keturunan karena perilaku manusia terhadap lingkungan dapat menjadi pengaruh yang negatif terhadap kesehatan dan karena perilaku manusia pula maka fasilitas kesehatan disalahgunakan oleh manusia yang akhirnya berpengaruh kepada status kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Dengan demikian kita juga dapat menyimpulkan bahwa banyak perilaku yang melekat pada diri manusia baik secara sadar maupun tidak sadar. Salah satu perilaku yang penting dan mendasar bagi manusia dalah perilaku kesehatan. Becker, 1979 membuat suatu konsep tentang perilaku dalam 2 kelompok yaitu : 2.1.1 Perilaku Kesehatan Menurut Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu : 1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), adalah faktor yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut. 2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, yang termasuk di dalamnya adalah berbagai Universitas Sumatera Utara macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas dan sarana, kebijakan pemerintah dan sebagainya. 3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undangundang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). 2.1.2 Perilaku Sakit Secara ilmiah penyakit (desease) diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari lingkungan. Jadi penyakit itu bersifat objektif. Sebaliknya, sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Menurut Mering dalam Foster dan Anderson (2005), studi yang benar mengenai makhluk manusia yang sakit berpendapat bahwa setiap individu hidup dengan gejala-gejala maupun konsekuensi penyakit, dalam aspek-aspek fisik, mental, aspek medikal dan aspek sosialnya. Dalam usahanya untuk meringankan penyakitnya, si sakit terlibat dalam serangkaian proses pemecahan masalah yang bersifat internal maupun eksternal baik spesifik maupun non spesifik. Menurut Suchman dalam Sarwono (2004), ada lima macam reaksi dalam mencari proses pengobatan sewaktu sakit yaitu : 1. Shoping atau proses mencari beberapa sumber yang berbeda dari medical care untuk satu persoalan atau yang lain, meskipun tujuannya adalah untuk mencari dokter yang akan mendiagnosis dan mengobati yang sesuai harapan. Universitas Sumatera Utara 2. Fragmentation atau proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. 3. Self Mediation atau mengobati sendiri dengan berbagai ramuan atau membelinya di warung obat. 4. Procrastination atau penundaan pencarian pengobatan sewaktu gejala sakit dirasakan. 5. Discontunity atau proses tidak melanjutkan (menghentikan pengobatan). 2.2 Bentuk-bentuk Perilaku Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Bloom (1906) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut yang terdiri dari : 1. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge) 2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude) 3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice). 2.2.1 Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh Universitas Sumatera Utara intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran dan penglihatan. Terdapat 6 tingkatan pengetahuan yaitu : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. 2. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut ,tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisa diartikan kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Universitas Sumatera Utara 6. Evaluasi (evaluation ) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian-penilain itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteriakriteria yang ada. Faktor - faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain : 1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki. 2. Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupaun secara tidak langsung. 3. Umur Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa. 4. Minat Minat diartikan sebagai suatu kecendrungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam. Universitas Sumatera Utara 5. Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif. 6. Informasi Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. 2.2.2 Sikap (Attitude) Sikap merupkan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehiduapan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Selain bersifat pasif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda - beda (sangat benci, agak benci, dsb). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab sering kali terjadi bahwa seseorang memperhatikan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap dapat berubah dengan diperoleh tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 2004). Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut : 1. Sikap itu dipelajari Sikap merupakan hasil belajar. Ini perlu dibedakan dari motif – motif psikologi lainnya, misalnya : lapar, haus, nyeri, adalah motif psikologis yang tidak dipelajari, sedangkan pilihan kepada makanan Eropa adalah sikap. Beberapa Universitas Sumatera Utara sikap dipelajari tidak disengaja atau tanpa kesadaran sebagai individu. Mungkin saja yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal tersebut akan membawa lebih baik untuk dirinya sendiri, membantu tujuan kelompok atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan. 2. Memiliki kestabilan Sikap yang bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan stabil melalui pengalaman. Misalnya pengalaman terhadap suka atau tidak suka terhadap warna tertentu (spesifik) yang sifatnya berulang-ulang. 3. Personal Societal Signifinance Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dengan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka dan hangat, maka ini sangat berarti bagi dirinya dan dia akan merasa bebas dan nyaman. 4. Berisi Kognitif dan Affecty Komponen kognitif dari sikap adalah berisi informasi yang aktual, misalnya objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan. 5. Approach – Avoidance Directionality Bila seseorang memiliki sikap yang mudah beradaptasi terhadap suatu objek, mereka akan mendekati dan membantunya, sebaliknya bila seseorang memeliki skap yang susah beradaptasi maka akan menghindarinya. Ciri – ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut : 1) Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling) Universitas Sumatera Utara Hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan - pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, dan merupakan modal untuk bertindak dengan pertimbangan untung – rugi, manfaat serta suberdaya yang tersedia. 2) Adanya orang lain yang menjadi acuan (personal reference) merupakan faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu. 3) Sumber daya (resurces) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tetentu dengan pertimbangan kebutuhan diri pada individu tersebut (Notoatmodjo, 2005). Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yaitu : 1. Sikap sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat coomunicable, artinya suatu yang mudah menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan anggota kelompoknya. 2. Sikap sebagai alat pengatur tingkah laku. Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada anak dewasa dan yang sudah lanjut usianya tidak ada. Perangsang itu pada umunya tidak diberi perangsang secara spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang –perangsang itu. 3. Sikap sebagai alat pengatur pngalaman –pengalaman. Manusia didalam menerima pengalaman – pengalaman dari luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, atinya semua berasal dari dunia luar Universitas Sumatera Utara tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana – mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi, semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih. 4. Sikap sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mnecerminkan kepribadian seseorang, ini disebabkan karen sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya oleh karena itu dengan melihat sikap –sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bias mengetahui pribadi orang tersebut. Sikap merupakan pernyataan pribadi (Notoatmodjo, 2007). Sikap mempunyai tiga komponen pokok, seperti yang dikemukakan Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007), yaitu : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama –sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap mempunyai 4 tingkatan yaitu : 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). Universitas Sumatera Utara 2. Menanggapi (responding) Menanggapi artinya memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. 3. Menghargai (valving) Menghargai diartikan subjek,atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan mengajak orang lain merespons. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi tingkatannya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, maka dia harus berani mengambil resiko. 2.2.3 Tindakan (Practice) Tindakan adalah suatu sikap yang belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan agar sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor – faktor dukungan (support) dari pihak lain didalam tindakan atau praktik (Notoatmodjo, 2007). Tingkatan-tingkatan daripada tindakan (practice) yaitu : 1. Persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakanyang akan diambil. 2. Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. Universitas Sumatera Utara 3. Mekanisme yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu merupakan kebiasaan. 4. Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. 2.3 Diabetes Melitius 2.3.1 Defenisi Diabetes mellitus yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh (Depkes RI, 2008). Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2002) diabetes mellitus merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang dapat dilatarbelakangi oleh kerusakan sel beta pankreas dan resistensi insulin (Soegondo, 2008). Insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah yaitu untuk orang normal (non diabetes) waktu puasa antara 60-120 mg/dL dan dua jam sesudah makan dibawah 140 mg/dL. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, keseimbangan tersebut akan terganggu sehingga kadar glukosa darah cenderung Universitas Sumatera Utara naik. Gejala bagi penderita diabetes mellitus adalah dengan keluhan banyak minum (polidipsi), banyak makan (poliphagia), banyak buang air kecil (poliuri), badan lemas serta penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya, kadar gula darah pada waktu puasa≥ 126 mg/dL dan kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL disebut Diabetes Melitus (Brant, 2004). 2.3.2 Jenis-jenis Diabetes 1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Diabetes mellitus Tipe 1 terjadi karena sel-sel beta pada pankreas telah mengalami kerusakan, sehingga pankreas sangat sedikit atau tidak sama sekali memproduksi insulin (Sustrani, 2004). Kerusakan sel beta pankreas dapat disebabkan oleh adanya peradangan pada sel beta pankreas (insulitis). Insulitis dapat disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV (Cytomegalovirus), herpes dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan tubuh sedikit memproduksi atau sama sekali tidak menghasilkan insulin, sehingga penderita diabetes mellitus tipe 1 bergantung pada insulin dari luar, yaitu melalui suntikan/injeksi insulin secara teratur agar pasien tetap sehat (Maryunani, 2008). Secara global diabetes mellitus tipe 1 tidak begitu umum, hanya kira-kira 10-20% dari semua penderita diabetes mellitus yang menderita diabetes mellitus tipe 1. Diabetes mellitus tipe 1 ini biasanya bermula pada saat kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil baliq atau remaja. Biasanya penderita diabetes mellitus tipe 1 mempunyai berat badan yang kurus (Johnson, 1998). 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Diabetes mellitus tipe 2 atau diabetes mellitus tidak tergantung insulin adalah diabetes mellitus yang paling sering dijumpai. Diabetes mellitus tipe 2 Universitas Sumatera Utara terjadi karena kombinasi dari “kecacatan dalam produksi insulin” dan “resistensi terhadap insulin”. Pankreas masih bisa menghasilkan insulin, tetapi kualitasnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam darah. Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat. Pasien biasanya tidak memerlukan tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang bekerja memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan kadar gula dalam darah (Tandra, 2008). Diabetes mellitus tipe 2 biasanya didiagnosa setelah berusia 40 tahun, dan 75% individu dengan diabetes mellitus tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat obesitas. Penyakit diabetes mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa yang berusia menengah atau lanjut. Di Indonesia, sekitar 95% kasus diabetes mellitus adalah diabetes mellitus Tipe 2, yang cenderung disebabkan oleh faktor gaya hidup yang tidak sehat (Moore, 1997). 2.3.3 Gejala Diabetes Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai macam keluhan dan gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti sering merasa haus (polidipsia), sering buang air kecil (poliuria), sering merasa lapar (polifagia) serta berat badan yang menurun (Depkes RI, 2008). Selain gejala-gejala utama di atas, gejala selanjutnya adalah badan terasa lemah, kurang gairah kerja, mudah mengantuk, timbul kesemutan pada jari tangan dan kaki, gatal-gatal, gairah seks menurun bahkan sampai impotensi, luka yang sulit sembuh, penglihatan kabur, dan keputihan. Terkadang, ada sekelompok Universitas Sumatera Utara orang yang sama sekali tidak mengalami gejala-gejala tersebut, namun penyakit ini baru diketahui secara kebetulan pada waktu “check up” atau melakukan pemeriksaan darah (Tara, 2002). 2.3.4 Determinan Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi diabetes mellitus adalah : a. Genetik atau Faktor Keturunan Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan. Faktor genetis memberi peluang besar bagi timbulnya penyakit diabetes mellitus. Anggota keluarga penderita diabetes mellitus memiliki kemungkinan lebih besar menderita diabetes mellitus dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes mellitus. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang menderita diabetes mellitus, maka seseorang tersebut memiliki resiko 40% menderita diabetes mellitus (Wulandari, 2006). Diabetes mellitus tipe 1 lebih banyak dikaitkan dengan faktor keturunan dibandingkan dengan diabetes mellitus tipe 2. Sekitar 50% pasien diabetes mellitus tipe 1 mempunyai orang tua yang juga menderita diabetes mellitus, dan lebih dari sepertiga pasien mempunyai saudara yang juga menderita diabetes mellitus. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 hanya sekitar 3-5% yang mempunyai orangtua menderita diabetes mellitus juga. Pada diabetes mellitus tipe 1, seorang anak memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita diabetes mellitus bila salah satu orang tua anak tersebut menderita diabetes mellitus pada usia < 40 tahun dan 1:13 bila salah satu orang tua anak tersebut menderita diabetes mellitus pada usia ≥ 40 tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita diabetes mellitus tipe 1, maka kemungkinan menderita diabetes mellitus adalah 1:2 (Tandra, 2008). Universitas Sumatera Utara b. Usia Diabetes mellitus dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama ≥ 40 tahun karena resiko terkena diabetes mellitus akan meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia akan mengalami penurunan fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. Diabetes mellitus tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun, sedangkan diabetes mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia ≥ 40 tahun. Di negara-negara barat ditemukan 1 dari 8 orang penderita diabetes mellitus berusia di atas 65 tahun, dan 1 dari penderita berusia di atas 85 tahun (Sukarmin, 2008). Menurut penelitian Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita diabetes mellitus tipe 1 mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur < 40 tahun (2,7%), dan jumlah kasus yang paling banyak terjadi pada umur 61-70 tahun (48 %) (Handayani, 2006). Menurut hasil penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96%) pasien DM berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang (4%) yang berusia < 40 tahun (Wulandari, 2006). c. Jenis Kelamin Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita diabetes mellitus, berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor resiko untuk terjadinya penyakit diabetes mellitus. Dalam penelitian Martono dengan desain cross sectional di Jawa Barat tahun 1999 ditemukan bahwa penderita diabetes mellitus lebih banyak pada perempuan (63%) dibandingkan laki-laki (37%). Demikian pula pada penelitian Media tahun 1998 di seluruh rumah sakit di Kota Bogor, proporsi pasien diabetes mellitus lebih tinggi pada perempuan (61,8%) dibandingkan pasien laki-laki (38,2%) (PERKENI, 2002). Universitas Sumatera Utara d. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas) Perkembangan pola makan yang salah arah saat ini mempercepat peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia. Makin banyak penduduk yang kurang menyediakan makanan yang berserat di rumah. Makanan yang kaya kolesterol, lemak, dan natrium (antara lain dalam garam dan penyedap rasa) muncul sebagai tren menu harian, yang ditambah dengan meningkatnya konsumsi minuman yang kaya gula (Tara, 2002). Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan, sebab meningkatnya angka kejadian diabetes mellitus tipe 2 berkaitan dengan obesitas. Delapan dari sepuluh penderita diabetes mellitus tipe 2 adalah orangorang yang memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT (Indeks 2 Massa Tubuh) 30 kg/m akan 30 kali lebih mudah terkena diabetes mellitus dari 2 2 ≥ 35 Kg/m pada seseorang dengan IMT normal (22 Kg/m ). Bila IMT , kemungkinan mengidap diabetes mellitus menjadi 90 kali lipat (Tandra, 2008). e. Kurangnya Aktivitas Fisik Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat membuang kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya kegemukan dan kemungkinan untuk menderita diabetes mellitus. Pada saat tubuh melakukan aktivitas/gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga zat makanan Universitas Sumatera Utara yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan zat makanan dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin. Namun jika hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala diabetes mellitus (Sumual, 1996). f. Infeksi Virus yang dapat memicu diabetes mellitus adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas, virus ini menyebabkan kerusakan atau destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. Pada kasus diabetes mellitus tipe 1 yang sering dijumpai pada anak-anak, seringkali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang, yang disebabkan oleh virus mumps dan coxsackievirus. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM (Johnson, 1998). g. Kehamilan Diabetes mellitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabtes Mellitus Gestasional (DMG). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi insulin. Pada waktu kehamilan tubuh banyak memproduksi horman estrogen, progesterone, gonadotropin, dan kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang antagonis dengan insulin. Untuk itu tubuh memerlukan jumlah insulin yang lebih banyak. Oleh sebab itu, setiap kehamilan bisa menyababkan munculnya diabetes mellitus. Jika seorang wanita memiliki riwayat keluarga penderita diabetes mellitus, maka ia akan mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita diabetes mellitus gestasional (Waspadji, 2004). Universitas Sumatera Utara 2.4 Pengaturan Pola Makan Penderita Diabetes Pola makan adalah pola makan yang seimbang antara zat gizi karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Makanan yang seimbang adalah makanan yang tidak mementingkan salah satu zat gizi tertentu dan dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pola diartikan sebagai suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian pola makan dapat diartikan sebagai suatu cara untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Bustan, 2002). Pengaturan makan merupakan pilar utama dalam pengelolaan diabetes mellitus, namun penderita diabetes mellitus sering memperoleh sumber informasi yang kurang tepat yang dapat merugikan penderita tersebut seperti penderita tidak lagi menikmati makanan kesukaan mereka, sebenarnya anjuran makan pada penderita diabetes mellitus sama dengan anjuran makan sehat umumnya yaitu makan menu seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing penderita Diabetes Mellitus (Bustan, 2002). Pengaturan diet pada penderita diabetes melitus merupakan pengobatan yang utama pada penatalaksanaan diabetes mellitus yaitu mencakup pengaturan dalam : 1. Jumlah Makanan Syarat kebutuhan kalori untuk penderita diabetes mellitus harus sesuai untuk mencapai kadar glukosa normal dan mempertahankan berat badan normal. Universitas Sumatera Utara Komposisi energi dari karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-25% yaitu : a. Makanan sumber karbohidrat sebanyak 3-8 porsi (1 porsi nasi=100 gram) b. 2-3 porsi sayur (1 porsi=satu gelas sayur masak yang sudah ditiriskan) c. 3-5 porsi buah (1 porsi setara satu pisang ambon sedang/50 gram) d. 2-3 porsi protein hewani (1 porsi setara 50 gram daging sapi) e. 2-3 porsi protein nabati (1 porsi setara dua potong sedang tempe/50 gr) f. Gula maksimal 12 sendok teh atau 48 gram per hari (World Health Organization/WHO, 2009). Dalam mengatur jumlah makanan juga dapat dilakukan dengan cara praktis yaitu untuk mengisi separuh piring dengan sayur, seperempatnya dengan nasi dan sisanya dengan lauk setiap kali makan. 2. Jenis Bahan Makanan Banyak yang beranggapan bahwa penderita diabetes mellitus harus makan makanan khusus, anggapan tersebut tidak selalu benar karena tujuan utamanya adalah menjaga kadar glukosa darah pada batas normal. Untuk itu sangat penting bagi penderita diabetes mellitus untuk mengetahui efek dari makanan pada glukosa darah. Jenis makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus adalah makanan yang kaya serat seperti sayur-mayur dan buah-buahan segar. Yang terpenting adalah tidak terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan mengakibatkan kadar gula darah yang sangat rendah (hypoglikemia) dan juga tidak terlalu banyak makan makanan yang memperparah penyakit diabetes mellitus. Universitas Sumatera Utara Makan aneka ragam makanan yang mengandung sumber zat tenaga, sumber zat pembangun serta zat pengatur. Makanan sumber zat tenaga mengandung zat gizi karbohidrat, lemak dan protein yang bersumber dari nasi serta penggantinya seperti : roti, mie, kentang, dan lain-lain. Makanan sumber zat pembangun mengandung zat gizi protein dan mineral. Makanan sumber zat pembangun seperti kacang-kacangan, tempe, tahu, telur, ikan, ayam, daging, susu, keju, dan lain-lain. Makanan sumber zat pengatur mengandung vitamin dan mineral. Makanan sumber zat pengatur antara lain: sayuran dan buah-buahan. 3. Jadwal Makan Jadwal makan yang dianjurkan bagi penderita diabetes mellitus adalah enam kali makan dalam sehari. Dengan ketentuan tiga kali makan besar dan tiga kali makan kecil. Hal ini dimaksudkan agar lambung tidak kosong dan asupan gula dalam tubuh stabil tidak melonjak drastis dan tidak juga turun sangat rendah. Jadwal makan yang dianjurkan adalah : 1. Makan besar I (sarapan pagi) : pukul 07.00 2. Makan kecil I (snack) : pukul 10.00 3. Makan besar II (makan siang) : pukul 13.00 4. Makan kecil II (snack) : pukul 16.00 5. Makan besar III (makan malam) : pukul 19.00 6. Makan kecil III (snack) : pukul 22.00 Penderita diabetes mellitus harus mentaati jadwal makan secara teratur, karena keterlambatan yang terjadi akan mengakibatkan hipoglikemia (penurunan kadar gula darah) yang ditandai dengan timbulnya pusing, mual, dan pingsan pada penderita diabetes mellitus (Fox C, 2011). Universitas Sumatera Utara 2.5 Kerangka Konsep Karakteristik Responden Jenis kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Penghasilan Frekuensi kunjungan Pernah tidaknya penyuluhan mendapatkan Kejadian Diabetes Lama menderita diabetes type II Riwayat keluarga Kebiasaan Pola makan Penderita Diabetes DM type II Perilaku Pengetahuan Sikap Tindakan Dalam kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa berdasarkan karakteristik penderita diabetes mellitus tipe II yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, frekuensi kunjungan dan pernah atau tidaknya mendapatkan penyuluhan; berdasarkan kejadian diabetes meliputi riwayat diabetes dan lama menderita diabetes; dan berdasarkan perilaku meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan penderita diabetes melitus tipe II terhadap kebiasaan makan pada pasien rawat jalan Padang Bulan Selayang II. Universitas Sumatera Utara