keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan taman nasional

advertisement
KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN OBAT DI HUTAN TAMAN
NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
Sri Astutik1, Irpan Fahrurozi 2, dan Priyanti2*
1
UPT BKT Kebun Raya Cibodas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2
*Corresponding author: [email protected]
Abstract
Mount Gede Pangrango National Park is medicinal plant species diversity because of the fertile
soil and humidity tropical forests. This study had been done to identify, preserve, and conserve the
medicinal plant. Square method used in this study i.e: 2x2 m, 5x5 mm, 10x10 m, and 20x20 m.
Mount Gede Pangrango people interviewed to know the medicinal function of each species. The
quantitative data analyzed by Micrsoft Office Excel 2007. Urticaceae had 4 species while the other
families did not know yet. Leaf is the larger utility as herbal (42%) than root, stem, flower and fruit.
The diversity of medicinal plants was moderate (1≤H≤3). Herbaceous had the highly rich index
(R’>5), boundary pole and tree R’=3.5─5, and bar R’<3.5. Mount Gede Pangrango National Park
is expected to be utilized for the local people and carried out the conservation effort for the
medicinal plant.
Keywords: Conservation, leaf, Mount Gede Pangrango National Park, medicinal plant
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan suatu hal penting
yang menjadi perhatian manusia. Pelayanan
kesehatan telah diupayakan Kementrian
Kesehatan RI untuk menyentuh daerah-daerah
di seluruh tanah air. Akses menuju pusat
pelayanan kesehatan terdekat dapat dialami
oleh masyarakat yang tinggal di pelosok desa
yang sulit dijangkau dengan kendaraan atau
oleh masyarakat dengan pendapat lebih
rendah dari upah minimum regional. Kendala
tersebut menyebabkan masyarakat memanfaatkan tumbuhan untuk mengobati penyakitnya.
Indonesia memiliki sekitar 30 ribu jenis
tumbuhan. Masyarakat di tanah air telah
menggunakan 800-1200 ribu jenis tumbuhan
sebagai bahan baku obat (Hidayat, 2006).
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP) terdiri atas zona Sub Montana
(1000-1500 m dpl), zona Montana (15002400 m dpl), dan zona Sub Alpin (2400-3019
m dpl). Zona Sub Montana merupakan
kawasan hutan dengan keaneka-ragaman
tumbuhan yang tinggi (Van Steenis, 1972)
termasuk tumbuhan obat.
Sekitar TNGGP ditemukan kurang lebih
23 jenis penyakit yang diderita masyarakat
dengan 72 resep yang menggunakan sekitar
80 jenis tumbuhan obat (Rosita et al., 2007).
Salah satu jenis tumbuhan bernilai ekonomi
yang diyakini berkhasiat obat adalah Cinnamomum sp yang kulit kayunya dapat dijadikan ramuan pasca melahirkan. Kulit kayu
Beilschmiedia gemmiflora telah digunakan
sebagai obat gatal-gatal (Rahayu, 2010).
Data tumbuhan obat yang tumbuh di
taman nasional TNGGP masih perlu dikaji
keanekaragaman, potensi, dan penyebaran
jenisnya. Data ini diperlukan untuk konservasi tumbuhan obat Indonesia dan pemanfaatannya secara berkelanjutan.
MATERIAL DAN METODE
Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan
Oktober hingga November 2013. Lokasi
penelitian di hutan taman nasional TNGGP
pada ketinggian 1400-1600 m dpl (Gambar
1).
Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015
109
Sri Astutik dkk
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat
Cara kerja
Analisis vegetasi menggunakan metode
kuadrat yang ditentukan secara acak. Plot
betingkat digunakan pada penelitian ini
dengan ukuran 2x2 m2,5x5 m2, 10x10 m2, dan
20x20 m2 (Purba 2009). Identifikasi tumbuhan menggunakan Indeks Tumbuhan Obat
di Indonesia (1995), The Plant List
(http://www.theplantlist.org), The International Plant Names Index (http://www.
ipni.org), dan Tropicos® (http://www.
tropicos.org). Wawancara tentang manfaat
tumbuhan obat dilakukan terhadap 25 orang
yang tinggal di sekitar hutan TNGPP. Metode
wawancara adalah snowball yaitu pemilihan
responden berdasarkan informasi responden
sebelumnya (Ernawati, 2009). Responden
dipilih yang memiliki pengetahuan tentang
tumbuhan obat dan pemanfaatannya. Selain
itu digunakan kuesioner untuk memperoleh
data tumbuhan obat yang digunakan, macam
penggunaan, bagian yang digunakan, dan cara
penggunaannya.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisa secara
kuantitatif dan deskriptif menggunakan
Microsoft Office Excel 2007. Persentase
bagian tumbuhan yang digunakan mengacu
pada Ernawati (2009). Indek nilai penting
(INP) dihitung dengan rumus yang mengacu
pada Purba (2009). Keanekaragaman dan
kekayaan jenis mengacu pada Odum (1998).
Gambar 1. Lokasi penelitian di hutan TNGGP
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman tumbuhan obat di hutan
TNGGP
Tumbuhan obat yang tumbuh di hutan
TNGGP dan berhasil diidentifikasi terdiri atas
45 jenis yang dikelompokkan ke dalam 29
suku. Sebanyak empat jenis dikelompokkan
ke dalam Urticaceae, tiga jenis dari Rubiaceae dan Arecaceae, dua jenis dari Zingi-
beraceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Moraceae, Myrsinaceae, Piperaceae, Rosa-ceae,
Actinidiaceae, dan Theaceae, sedangkan satu
jenis dari suku-suku lainnya.
Keanekaragaman dan kekayaan jenis
tumbuhan obat
Keanekaragaman jenis tumbuhan obat
untuk semua tingkat pertumbuhan tergolong
sedang (1≤H≤ 3). Kekayaan jenis pada tingkat
Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015
110
Sri Astutik dkk
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat
Gambar 2. Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat di TNGGP
pertumbuhan herba tergolong tinggi (R’>5),
pancang dan pohon tergolong sedang (3.5≤
R’≤ 5), sedangkan tingkat pertumbuhan tiang
rendah (R’<3.5) (Gambar 2).
Tingkat pertumbuhan herba yang
berhasil diidentifikasi berjumlah 42 jenis yang
dikelompokkan dalam 28 suku. Cyrtandra
picta merupakan jenis dengan nilai INP
tertinggi yaitu 17.79% sedangkan nilai INP
terendah terdapat pada Altingia excelsa
sebesar 2.27%. Sebanyak 16 jenis tingkat
pertumbuhan pancang dikelompokkan ke
dalam 13 suku. Eugenia lineata, Castanopsis
javanica, dan Litsea resinosa mempunyai
nilai INP tertinggi sebesar 16.69% sedangkan
jenis-jenis lainnya dengan nilai INP sebesar
11.36%. Tingkat pertumbuhan tiang yang
berhasil diidentifikasi berjumlah 10 jenis
dengan 10 suku. Turpinia sphaerocarpa
merupakan jenis dengan nilai INP 59.99%
sedangkan Ostodes paniculata, Ardisia viliosa, dan Neonauclea lanceolata dengan nilai
INP 17.19%. Nilai INP tertinggi pada tingkat
pertumbuhan pohon dimiliki oleh Schima
wallichii 44.52% sedangkan nilai INP
terendah terdapat pada Toona sureni 5.77%.
Organ tumbuhan yang dimanfaatkan
sebagai obat
Masyarakat sekitar kawasan TNGGP
memanfaatkan akar, batang, pcuk daun, biji
sebagai bahan baku pembuatan obat. Daun
merupakan organ yang paling banyak (42%)
dimanfaatkan dalam pembuatan obat dibandingkan organ tumbuhan lainnya (Gambar 3).
Gambar 3. Pemanfaatan organ tumbuhan bahan baku obat di TNGGP
Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015
111
Sri Astutik dkk
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat
Keanekaragaman tumbuhan obat di
hutan TNGGP yang diamati sebelumnya oleh
Purnawan (2006) tercatat 210 jenis. Jumlah
jenis yang berbeda pada penelitian ini dapat
disebabkan oleh pemanfaatan tumbuhan obat
yang semakin meningkat namun tidak diiringi
dengan usaha perbanyakan di habitat alaminya.
Tingkat pertumbuhan herba mempunyai
indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis
yang tinggi dipengaruhi oleh topografi lokasi
penelitian yang berlereng-lereng dan sedikitnya tutupan dari tajuk pada tingkat partumbuhan tiang dan pohon. Hal ini disebabkan
tercukupinya ruang, nutrisi, dan sinar matahari bagi pertumbuhan herba. Tingkat partumbuhan herba lebih mudah beradaptasi dengan
topografi seperti ini (Handayani 2008).
Daun banyak digunakan sebagai bahan
baku obat karena organ ini yang paling
banyak ditemukan ketika tumbuhan tidak
memasuki musim berbunga dan berbuah.
Bahan baku obat yang menggunakan organ
daun ditemukan pada 749 jenis tumbuhan
berkhasiat obat. Selain daun, kulit batang,
batang maupun akar juga merupakan organ
yang digunakan sebagai bahan baku obat
(Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati Bapedal dan Fakultas Kehutanan IPB 2001).
KESIMPULAN
Jenis tumbuhan obat yang ditemukan
paling banyak di TNGGP merupakan anggota
suku Urticaceae. Keanekaragaman tumbuhan
obat di TNGGP tergolong sedang. Kekayaan
jenistumbuhan obat pada tingkat pertumbuhan
herba tergolong tinggi, pancang dan pohon
tergolong sedang, dan tiang tergolong rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1995). Indeks Tumbuhan Obat di
Indonesia (edisi ke-2). PT Esai Indonesia. Jakarta.
Ernawati. (2009). Etnobotani Suku Melayu
Da-ratan (Studi Kasus di Desa Aur
Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu,
Kabu-paten Kampar, Provinsi Riau).
Depar-temen Konservasi Sumber daya
Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Hidayat, S. (2006). Tumbuhan Obat Langka
di Pulau Jawa: Populasi dan Sebaran.
Pusat Konservasi tumbuhan Kebun
Raya Bogor, LIPI, Bogor.
Odum, E. P. (1998). Dasar-dasar Ekologi
(Terje-mahan) Edisi III. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
E.
F.
B.
(2009).
Studi
Purba,
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
Pakan Bekanatan (Naturalis narvatus)
di Taman Nasional Tanjung Putting,
Kalimantan
Tengah.
Departemen
Konservasi Sumber daya Hutan dan
Ekowisata. Fakultas Kehu-tanan IPB.
Bogor.
Purnawan, B. I. (2006). Inventarisasi
Keanekara-gaman Jenis Tumbuhan di
Taman Nasional
Gunung Gede
Pangrango. Departemen Konservasi
Sumber daya Hutan dan Ekowisata.
Fakultas Kehu-tanan IPB. Bogor.
Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati Bapedal dan Fakultas
Kehutanan IPB. (2001). Rancangan
Strategi Konservasi Tumbuhan Obat
Indonesia Executive Summary. Kerjasama Proyek Pengelolaan dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan dengan
Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Rosita, S. M. D., Rostiana, O., Pribadi, E. R.,
& Hermani. (2007). Penggalian Iptek
Etno-medisin
di
Gunung
Gede
Pangrango. Buletin Littro XVIII (1), 1328.
The Plant List. (2013). Version 1.1. (30 April
2014).
Diakses
dari
http://
www.theplantlist.org/
The Royal Botanic Gardens. (2011). The
international plants names index. (3 Mei
2014).
Diakses
dari
http://www.ipni.org.
Van Steenis CGGJ. (1972). Mountain Flora
of Java. Brill Press. Leiden.
Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015
112
Download