HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANGTUA-REMAJA DENGAN IDENTITY ACHIEVEMENT PADA REMAJA AKHIR Jatika Kusumaningrum Hepi Wahyuningsih INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara komunikasi orangtua-remaja dengan identity achievement. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara komunikasi orangtua-remaja dengan identity achievement pada remaja akhir. Semakin tinggi komunikasi orangtua-remaja, semakin tinggi identity achievement. Sebaliknya semakin rendah komunikasi orangtua-remaja, semakin rendah identity achievement. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir dengan rentang usia menurut Santrock (2001) adalah antara 18 sampai 22 tahun. Tehnik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode purposive sampling. Adapun skala yang digunakan adalah adaptasi dari Extended Objective Measure of Ego Identity Status – 2 Revision (EOMEIS-2 R) yang dibuat oleh Adams, dkk, (Adams, 1998), yang berjumlah 11 aitem, mengacu pada aspek yang ada dalam skala Extended Objective Measure of Ego Identity Status – 2 Revision (EOMEIS-2 R) dan skala komunikasi orangtua-remaja mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh DeVito (1997). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS for Mac OS X versi 11.0 untuk menguji apakah terdapat hubungan komunikasi orangtua-remaja dengan identity achievement. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r= 0,188 dengan p=0,025 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara komunikasi orangtua-remaja dengan identity achievement pada remaja akhir. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : identity Achivement, Komunikasi Orangtua-Remaja PENGANTAR Remaja adalah masa transisi antara anak dan dewasa. Masa remaja lebih dikenal dengan masa pubertas atau masa pertumbuhan fisiologis dan pertumbuhan hormon-hormon perubahan pada fisik remaja. dalam tubuh yang menyebabkan Perubahan hormon yang terjadi adanya memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan fisik, emosi serta sosial yang sedikit banyak dipengaruhi oleh keluarga dan lingkungannya. Dari 108 anak yang berhasil diwawancara oleh BNP di Jabodetabek secara mendalam 96 di antaranya (dua perempuan) pernah terlibat dalam penjualan dan pengedaran narkoba. O (18) mengaku dirinya pernah menjual tabung oksigen milik ibunya agar bisa membeli putauw. Dari 108 responden, sebagian besar atau 30,4% karena ikutikutan teman, menyusul 10,9% adalah mereka yang dekat dan selalu berhubungan dengan bandar. Anak lain mengaku ingin mendapat putaw gratis jika ikut mengedarkan, dan ada juga yang memang dipaksa oleh teman. Hanya dua orang yang terlibat pengedaran karena broken home (http://www.gemari.or.id). Tawuran antara mahasiswa dan warga terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan, kasus ini bermula saat mahasiswa memukuli Akbar, pemuda setempat yang kebut-kebutan di sekitar kos mahasiswa di Jalan Hartaco Indah, Makassar. Akbar yang tak terima lantas kembali dengan membawa massa dan balik menyerang para mahasiswa (http://www.liputan6.com). Kebanyakan para remaja melakukan suatu perbuatan yang melanggar aturan tidak akan dilakukan secara sendirian, karena mereka berpikiran kalau dilakukan secara beramai-ramai atau bersama-sama maka apabila ketahuan akan menjalani hukumannya secara bersama-sama pula sehingga tidak menanggungnya sendirian. Hal itu mengindikasikan adanya ketidak percayaan diri dalam diri remaja. Apa yang dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru) dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya (http://www.e-psikologi.com). Seharusnya di dalam masa remaja akhir sudah mempunyai identitas diri yang matang (identity achievement), tetapi dalam kenyatannya masih banyak remaja yang mengalami kebingungan identitas. Adanya perasaan tidak mampu, tidak percaya diri, tidak berdaya, penurunan harga diri, dan akibatnya ia pesimis menghadapi masa depannya adalah tandatanda dari orang yang mengalami kebingungan identitas (identity diffussion). Hasil wawancara peneliti pada mahasiswa psikologi Universitas Islam Indonesia diantaranya A (22) mengungkapkan bahwa dia masih belum tahu harus bekerja sebagai apa kelak setelah dia lulus kuliah. Ada juga beberapa mahasiswa yang mengungkapkan keresahannya apabila memikirkan tentang pernikahannya apakah kelak dia mampu menjalankan perannya baik sebagai suami/istri dengan baik. Seperti yang dikemukakan oleh L (21) dia merasa khawatir kalau memikirkan kehidupan pernikahan nantinya. Dari pengamatan peneliti masih banyaknya mahasiswi yang tidak sepenuh hati memakai jilbab, mereka memakai jilbab hanya sekedar untuk menaati peraturan kampus saja. Terlihat dari pemakaian jilbab yang cenderung asal-asalan seperti masih terlihat rambut atau poninya dan berpakaian ketat. Berbagai permasalahan tersebut mengindikasikan belum tercapainya identity achievement. Menurut Marcia, identitas achievement merupakan individu yang telah melalui krisis dan telah memiliki komitmen dalam dirinya (Santrock, 2001). Komitmen merupakan suatu bagian dari perkembangan identitas di mana remaja menunjukkan adanya suatu investasi pribadi pada apa yang akan mereka lakukan (Santrock, 2001). Sedangkan menurut Santrock (2001) krisis adalah sebagai suatu masa perkembangan identitas dimana remaja memilah-milah alternatif-alternatif yang berarti dan tersedia. Semua permasalahan diatas yang terjadi mengindikasikan remaja belum memiliki komitmen dalam dirinya. Seharusnya di dalam masa remaja akhir sudah mempunyai identitas diri yang matang (identity achievement), tetapi dalam kenyataannya masih banyak remaja yang mengalami kebingungan identitas (identity diffusion). Menurut Dariyo (2004) tanda-tanda dari orang yang mengalami kebingungan identitas (identity diffusion) adalah adanya perasaan tidak mampu, tidak percaya diri, tidak berdaya, penurunan harga diri, dan akibatnya ia pesimis menghadapi masa depannya. Seperti yang diungkapkan oleh Dariyo (2004), orangtua yang komunikatif merupakan salah satu ciri yang akan membantu perkembangan anak untuk mencapai identitas diri dengan baik. Jika orangtua tidak bisa menciptakan komunikasi yang baik dengan anak, maka bisa menyebabkan anak tersesat di jalan yang salah. Hubungan antara orangtua dan anak merupakan hubungan antar pribadi. Saad (2003) mengungkapkan kualitas hubungan antar pribadi akan memberi pengaruh yang besar terhadap perilaku individu terutama anak dan remaja. Lebih lanjut Rakhmat (Saad, 2003) mengungkapkan hubungan dengan orangtua seyogyanya diwarnai oleh suatu prinsip saling menjalin komunikasi dan membangun relasi yang dapat mendorong terjadinya hubungan yang sehat. Oleh karena itu, komunikasi antara orangtua dan remaja perlu dibina dengan baik karena merupakan salah satu hal yang dapat membantu perkembangan identitas achievement pada remaja. Berdasarkan uraian diatas mengenai pentingnya peran orangtua dalam hal ini adanya komunikasi antara orangtua dan anak, maka muncul suatu pertanyaaan penelitian apakah ada hubungan komunikasi orangtua dan remaja terhadap identity achievement pada remaja akhir. A. Identity Achievement Dalam masa remaja, remaja berusaha untuk melepaskan diri dari ketergantungan dengan orangtua untuk menemukan siapa sebenarnya dirinya. Erikson mendefinisikan identitas sebagai rasa yang relatif stabil dan memiliki keunikan sendiri pada individu dan pembentukan identitas merupakan tugas dasar pada remaja (Jolley, dkk, 1996). Individu dikatakan memiliki identitas apabila mempunyai kesadaran sosial dan konsep penguasaan kognitif terhadap lingkungan sehingga menyadari adanya kontinuitas diri (Fuhrmann, 1990). Pembentukan identitas diri dilihat sebagai proses dari perubahan kepribadian, tuntunan sosial, dan harapan untuk masa depannya (Sprinthall, dkk, 1995). Identity achievement menurut Marcia (Santrock, 2003) adalah istilah untuk remaja yang telah melewati krisis dan telah membuat komitmen. Sehingga dapat disimpulkan remaja yang akan menjadi seseorang dengan individu yang mantap dan kuat (memiliki identity achievement) adalah apabila telah melalui suatu konflik atau krisis dan bisa melaluinya dengan baik dan telah memiliki suatu komitmen terhadap segala aspek kehidupan. B. Komunikasi Orangtua-Remaja Secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh oranglain (Supratiknya, 1995). Lebih lanjut Dance dan Larson (Vardiansyah, 2004) mengidentifikasikan definisi komunikasi menjadi tiga, salah satunya adalah tingkat kesengajaan yang artinya mensyaratkan komunikasi kesengajaan, adalah misalnya situasi-situasi definisi yang yang menyatakan memungkinkan suatu bahwa sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. Aspek komunikasi orangtua-remaja diambil dari teori DeVito (1997), yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesamaan (equality). Peneliti menggunakan seluruh aspek diatas karena aspek keterbukaan dibutuhkan untuk dapat saling memahami dan mengerti antara orangtua-remaja, aspek empati dibutuhkan untuk saling memahami perasaan antara orangtua-remaja, sikap positif diperlukan agar memandang dirinya sendiri lebih positif dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul serta bisa lebih menghargai orang lain, dan yang terakhir aspek kesamaan adalah antara orangtua-remaja memiliki suatu kesamaan dalam mengungkapkan perasaan masing-masing. Penelitian yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dilakukan oleh Clark, dkk (1997) yang bertujuan mencari hubungan antara komunikasi orangtua dan anak dengan kenakalan. Hasil yang diperoleh adalah komunikasi antara orangtua dan anak yang baik ternyata menghindarkan anak dari kenakalan. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitian yang hendak digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa/mahasiswi remaja akhir menuju dewasa awal dengan rentang usia antara 18 sampai 22 tahun. B. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang bersifat self report untuk mendapatkan jenis data kuantitatif. 1. Skala identity achievement adaptasi Extended Objective Measure of Ego Identity Scale - 2 Revision (EOMEIS-2 R) Data identity achievement pada penelitian ini diungkap dengan hanya mengambil aitem yang termasuk dalam identity achievement pada alat ukur Extended Objective Measure of Ego Identity Scale – 2 Revision (EOMEIS-2 R) yang dibuat oleh Adams, dkk, 1986 (Adams, 1998). Skala ini disusun untuk mengukur respon subyek terhadap dua domain, identitas ideologi terdiri dari aspek : (1) politik, (2) agama, (3) pekerjaan, dan (4) nilai hidup. Sedangkan domain identitas interpersonal terdiri dari aspek : (1) persahabatan, (2) dating, (3) peran jenis, dan (4) rekreasi. Skala identity achievement ini menggunakan skala Likert. Skala ini terdiri dari 16 aitem favourable. Tabel1 Distribusi Skala Identity Achievement Sebelum Uji Coba Butir Favourable Aspek __________________________________________ Nomor Butir Jumlah Identitas ideologi - Politik 2, 14 2 - Agama 4, 10 2 - Pekerjaan 8, 11 2 - Nilai hidup 1, 13 2 Identitas interpersonal - Persahabatan 3, 9 2 - Dating 7, 16 2 - Peran jenis 5, 15 2 - Rekreasi 6, 12 2 Total 16 Berdasarkan alat ukur dari Extended Objective Measure of Ego Identity Scale – 2 Revision (EOMEIS-2 R) yang dibuat oleh Adams, dkk, skala ini menggunakan skala Likert dengan enam kemungkinan jawaban. Pemberian skor aitem yang favourable dari 6 (sangat setuju sekali), 5 (sangat setuju), 4 (setuju), 3 (tidak setuju), 2 (sangat tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju sekali). Pemberian skor untuk masing-masing aitem ditentukan oleh pilihan jawaban subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin tinggi identity achievement nya, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek maka identity achievement subjek semakin rendah. Berdasarkan data yang diperoleh melalui tahap uji coba alat ukur, dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Koefisien korelasi total skala identity achievement bergerak dari -0,24 sampai 0,681 dan uji koefisien alpha adalah 0,6833. Hasil uji validitas skala identity achievement menunjukkan ada 11 aitem yang sahih dari 16 aitem dengan menggunakan batas = 0,30. Aitem yang gugur adalah aitem nomor 1, nomor 4, nomor 11, nomor 14, dan nomor 15. Koefisien validitas skala identity achievement setelah dikurangi 5 item yang gugur, berkisar antara 0,3182 sampai dengan 0,6833 dan uji koefisien alpha adalah 0,8103. Tabel 2. Distribusi Butir Iidentity Achievement Setelah Uji Coba Butir Favourable Jumlah Aspek __________________________________________ Nomor Butir Sahih Identitas ideologi - Politik 2(1) 1 - Agama 10(8) 1 - Pekerjaan 8(6) 1 - Nilai hidup 13(10) 1 Identitas interpersonal - Persahabatan 3(2), 9(7) 2 - Dating 7(5), 16(11) 2 - Peran jenis 5(3) 1 - Rekreasi 6(4), 12(9) 2 11 Catatan : angka dalam kurung () adalah nomor urut butir baru setelah uji coba. 2. Skala Komunikasi Orangtua-Remaja Skala Komunikasi Orangtua-Remaja yang digunakan dalam penelitian ini disusun sendiri berdasarkan teori dari DeVito (1997). Untuk mengetahui tingkat komunikasi orangtua-remaja subjek dilakukan dengan melihat lima aspek komunikasi interpersonal yaitu : keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), kesamaan (equality) (DeVito, 1997). Masing-masing aspek berjumlah 5 aitem sehingga jumlah seluruh aitem sebanyak 25 aitem favourable. Tabel 3 Distribusi Skala Komunikasi Orangtua-Remaja Sebelum dan Setelah Uji Coba Butir Favourable Aspek ____________________________________ Nomor Butir Jumlah Keterbukaan (openness) 5,8,13,17,22 5 Empati (empathy) 2,6,14,20,21 5 Sikap mendukung (supportiveness) 1,9,15,16,24 5 Sikap positif (positiveness) 3,7,12,18,23 5 Kesamaan (equality) 4,10,11,19,25 5 Total 25 Catatan : tidak ada perubahan nomor setelah dilakukan uji coba Skala Komunikasi Orangtua-Remaja ini menggunakan skala Likert dengan pilihan 5 jawaban untuk setiap pernyataan. Skor skala Komunikasi OrangtuaRemaja ini bergerak dari 0 hingga 4 dengan rincian : 4 (selalu), 3 (sering), 2 (kadang-kadang), 1 (jarang), 0 (tidak pernah). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek maka tingkat komunikasi orangtua-remaja tinggi. adalah semakin Begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat komunikasi orangtua- remaja maka skor yang diperoleh adalah semakin rendah. Hasil uji validitas skala komunikasi orangtua-remaja menunjukkan ada 25 aitem yang sahih dan tidak terdapat aitem yang gugur dengan koefisien korelasi total bergerak dari 0,3759 sampai 0,8336 dan uji koefisien alpha adalah 0,9558. D. Metode Analisis Data Proses penganalisisan data yang diperoleh akan menggunakan teknik analisis data statistik dengan bantuan SPSS 11.0 for Mac OS X. Tehnik analisis data yang dipakai untuk mengungkap hipotesis penelitian yaitu mencari hubungan antara komunikasi orang tua-remaja dengan identity achievement pada remaja akhir akan dilakukan tehnik analisis korelasi product moment Pearson. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa/mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia yang masih tergolong ke dalam kategori remaja akhir yang berusia 18 sampai 22 tahun. Tabel 4 Deskripsi Subjek Penelitian Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan 18 19 20 21 Usia tahun tahun tahun tahun 18 tahun 19 tahun 20 tahun Total Jumlah 11 16 5 1 46 24 5 108 2. Deskripsi Data Penelitian Gambaran singkat mengenai data penelitian secara umum yang berisikan fungsi-fungsi statistik dasar dari masing-masing variabel dapat dilihat secara lengkap pada tabel 5. Tabel 5 Deskripsi data penelitian variabel min 0 komunikasi ortu-remaja Identity 11 achievement hipotetik maks SD 100 16,67 66 9,17 Rerata 50 min 32 empirik maks SD Rerata 100 15,684 77,21 38,5 35 62 5,904 48,88 Berdasarkan deskripsi statistik penelitian diatas dapat diketahui tinggi rendahnya komunikasi orangtua-remaja pada subjek melalui pengkategorian skor total yang diperoleh oleh masing-masing subjek pada kedua skala. Tujuan pengkategorian ini adalah untuk menempatkan subjek dalam kelompokkelompok terpisah menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur, sehingga dapat diketahui kontinum jenjang dari tingkat rendah hingga ke tingkat tinggi. a. Skala Identity Achievement Variabel Identity Achievement dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kriteria kategori identity achievement dapat dilihat pada tabel 6 dan untuk kategorisasi skala identity achievement dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 6 Kriteria Kategori Skala Identity Achievement Kategori Nilai Tinggi µ+1? =X Sedang µ-1? = X< µ+1? Rendah X<µ-1? Keterangan: µ = mean hipotetik, ? = setiap satuan standar deviasi Tabel 7 Kategorisasi Identity Achievement Skor x? 29,33 29,33? x? 47,67 47,67? x Total Kategorisasi rendah sedang tinggi Frekuensi 0 48 60 108 Prosentase 0% 44,44% 55,56% 100% Melihat tabel 7 dapat diketahui bahwa subjek yang termasuk kategori tinggi sebanyak 60 (55,56%), kategori sedang sebanyak 48 subjek (44,44%), dan tidak ada subjek dalam kategori rendah. Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa identity achievement berada pada kategori tinggi sebanyak 55,56%, karena jumlah subjek yang berada pada rentang skor 47,67 = X paling banyak jika dibandingkan dengan jumlah subjek pada rentang skor lain. b. Skala Komunikasi Orangtua-Remaja Variabel skala komunikasi orangtua-remaja dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kriteria kategori skala komunikasi orangtua-remaja dapat dilihat pada tabel 8 dan untuk kategorisasi skala komunikasi orangtua-remaja dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 8 Kriteria Kategori Skala Komunikasi Orangtua-Remaja Kategori Nilai Tinggi µ+1? =X Sedang µ-1? = X< µ+1? Rendah X<µ-1? Keterangan: µ = mean hipotetik, ? = setiap satuan standar deviasi Tabel 9 Kategorisasi Skala Komunikasi Orangtua-Remaja Skor x<33,33 33,33? x? 66,67 66,67? x Total kategorisasi rendah sedang tinggi frekuensi 1 19 88 108 % 0,93 17,59 81,48 100 Melihat tabel 9 dapat diketahui bahwa subjek yang termasuk kategori tinggi sebanyak 88 subjek (81,48%), kategori sedang sebanyak 19 subjek (17,59%), dan kategori rendah sebanyak 1 subjek (0,93%). Berdasarkan tabel dapat disimpulkan bahwa skala komunikasi orangtua-remaja berada pada kategori tinggi sebanyak 81.48%, karena jumlah subjek yang berada pada rentang skor 66,67? x paling banyak jika dibandingkan dengan jumlah subjek pada rentang skor lain. 2. Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan dilakukan pada statistik parametrik sebelum uji hipotesis agar nantinya tidak salah dalam menarik kesimpulan. Uji asumsi terdiri dari : a. Uji Normalitas Uji normalitas pada variabel koefisien K-S-Z pada variabel identity achievement dan komunikasi orangtua-remaja menunjukkan distribusi yang normal dengan koefisien K-S-Z pada variabel identity achievement sebesar 1,079 dengan p=0,195 dan koefisien K-S-Z pada variabel komunikasi orangtua-remaja sebesar 1,214 dengan p=0,105. Kedua variabel memiliki nilai probabilitas > 0,05 dan berdasarkan hasil ini berarti kedua variabel tersebut terdistribusi secara normal. b. Uji Linearitas Hasil uji linearitas hubungan antara variabel komunikasi orangtua-remaja dengan identity achievement diperoleh hasil f=4,870 dengan p=0,031 (p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel komunikasi orangtua-remaja dengan identity achievement bersifat linier atau mengikuti garis lurus. 3. Uji Hipotesis Hasil analisis data menunjukkan korelasi antara variabel antara komunikasi orangtua-remaja dengan identity achievement, r=0,188 dengan p=0,025, p<0,05 berarti ada hubungan positif antara komunikasi orangtua-remaja dengan identity achievement, sehingga hipotesis diterima. Analisis koefisien determinasi (R2) pada korelasi antara variabel komunikasi orangtua-remaja dengan identity achievement menunjukkan angka sebesar 0,035 berarti variabel komunikasi orangtua-remaja memberikan sumbangan efektif sebesar 3,5% terhadap variabel identity achievement. 4. Analisis Tambahan Analisis tambahan dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan dari masing-masing aspek komunikasi orangtua dan remaja dengan identity achievement dan untuk melihat seberapa besar sumbangan dari masing-masing aspek komunikasi orangtua-remaja tersebut terhadap identity achievement. Hasil analisis statistik tambahan dapat dinyatakan sebagai berikut : a. r=0,144, p=0,068, p>0,05, tidak ada hubungan antara aspek keterbukaan pada komunikasi orangtua dan remaja dengan identity achievement pada remaja akhir. b. r=0,219, p=0,011, p<0,05. remaja Semakin tinggi empati antara orangtua dan maka semakin tinggi identity achievement. Analisis koefisien determinasi (R2)pada korelasi antara aspek empati pada komunikasi orangtua dan remaja dengan identity achievement menunjukkan angka sebesar 0,048 berarti aspek empati pada komunikasi orangtua dan remaja memberikan sumbangan efektif sebesar 4,8% terhadap variabel identity achievement. c. r=0,177, p=0,033, p<0,05. Semakin tinggi supportiveness antara orangtua dan remaja maka semakin tinggi identity achievement. Analisis koefisien determinasi (R2)pada korelasi antara aspek supportiveness pada komunikasi orangtua dan remaja dengan identity achievement menunjukkan angka sebesar 0,031 berarti aspek supportiveness pada komunikasi orangtua dan remaja memberikan sumbangan efektif sebesar 3,1% terhadap variabel identity achievement. d. r=0,215, p=0,013, p<0,05. Analisis koefisien determinasi (R2) pada korelasi antara aspek positiveness pada komunikasi orangtua dan remaja dengan identity achievement menunjukkan angka sebesar 0,046 berarti aspek positiveness pada komunikasi orangtua dan remaja memberikan sumbangan efektif sebesar 4,6% terhadap variabel identity achievement. e. r=0,128, p=0,093, p>0,05, tidak ada hubungan antara aspek equality pada komunikasi orangtua dan remaja dengan identity achievement pada remaja akhir. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian, maka hipotesis yang telah diajukan dapat diterima, yaitu ada hubungan positif antara komunikasi orangtuaremaja dengan identity achievement pada remaja akhir. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan koefisien korelasi sebesar r=0,188 dengan p=0,025, p<0,05, dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan positif antara komunikasi orangtua-remaja dengan identity achievement, semakin tinggi komunikasi orangtua-remaja, maka akan semakin tinggi identity achievement pada remaja akhir. Sebaliknya semakin rendah komunikasi orangtua-remaja maka semakin rendah identity achievement pada remaja akhir. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Purwadi (dalam Purwadi, 2004) yang mengungkap bahwa pengasuhan orangtua memiliki hubungan yang signifikan dengan pembentukan identitas diri remaja, dalam hal ini bagaimana orangtua mendidik dan memperlakukan anak. Purwadi (2004) juga mengungkapkan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta pembentukan identitas dirinya sangat tergantung pada orangtua. Sehingga antara orangtua dengan remaja yang mampu menjalin komunikasi dengan baik akan sangat bermanfaat bagi perkembangan emosi remaja terutama perkembangan identitas dirinya sehingga nantinya tercapai suatu identitas achievement pada remaja akhir. Sehingga orangtua harus menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan anaknya. Hasil analisis data menunjukkan sumbangan efektif variabel komunikasi orangtua-remaja menunjukkan angka sebesar 0,035 ini berarti variabel komunikasi orangtua-remaja memberikan sumbangan efektif sebesar 3,5% terhadap variabel identity achievement. Hal tersebut berarti bahwa komunikasi orangtua-remaja mempengaruhi tingginya identity achievement pada remaja akhir dengan nilai yang relatif kecil, masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi mempengaruhi identity achievement yakni sebesar 96,5% namun tidak diperhatikan dalam penelitian ini. Seperti yang diungkapkan oleh Marcia (dalam Dariyo, 2004), faktor-faktor yang mempengaruhi identity achievement yaitu faktor pertama adalah keluarga khususnya orangtua yang memiliki sikap supportif, memberikan perhatian, dan mempercayai anak. Faktor kedua adalah kepribadian dari anak sendiri, kepribadian disini disebutkan anak yang mempunyai kekuatan ego, kemandirian, kontrol diri internal, akrab, percaya diri, inisiatif, kreatif, dan berprestasi. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel komunikasi orang tua-remaja dengan identity achievement. Hasil analisis data berdasarkan korelasi product moment dari Pearson memakai program komputer SPSS 11 for Mac OS X menunjukkan korelasi antara variabel komunikasi orang tua-remaja dengan identity achievement, r=0,188 dengan p=0,025, p<0,05. Analisis koefisien determinasi (R2) pada korelasi antara variabel komunikasi orang tua-remaja dengan identity achievement menunjukkan angka sebesar 0,035 berarti variabel komunikasi orang tua-remaja memberikan sumbangan efektif sebesar 3,5% terhadap variabel identity achievement. B. Saran-saran a. Orang tua Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa ada hubungan antara variabel komunikasi orang tua-remaja dengan identity achievement, sehingga disarankan bagi orang tua untuk selalu menjalin komunikasi dengan anaknya agar anak mampu memperoleh identity achievement. b. Bagi Peneliti Selanjutnya Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat diketahui bahwa ada hubungan antara variabel komunikasi orang tua-remaja dengan identity achievement. Hasil dari ini belum sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan karena pada penelitian ini tidak memperhatikan factor-faktor lain selain komunikasi yang dapat mempengaruhi terbentuknya identity achievement pada remaja akhir. Hal itu dibuktikan dengan adanya hasil dari analisis koefisien determinasi (R2) pada korelasi antara variabel komunikasi orang tua-remaja dengan identity achievement menunjukkan angka sebesar sebesar 0,035 berarti variabel komunikasi orang tua-remaja memberikan sumbangan efektif sebesar 3,5% terhadap variabel identity achievement. Oleh karena itu disarankan adanya penelitian lebih lanjut dengan lebih memperhatikan adanya faktor lain sehingga diharapkan dapat memperoleh hasil penelitian yang lebih cermat dan akurat. Pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kroscek jawaban yang diberikan anak dengan orang tuanya. Sehingga diharapkan pada peneliti selanjutnya apabila melakukan penelitian dengan variabel komunikasi orang tua dan remaja agar mengadakan kroscek jawaban antara anak dengan orang tua sebagai pihak yang diajak berkomunikasi, sehingga analisis dalam penelitiannya tidak hanya melihat pada sudut pandang anak saja. DAFTAR PUSTAKA Adams, G. R. 1998. The Objective Measure of Ego Identity Status : A Reference Manual. Canada : Department of Family Relationship and Applied Nutrition College of Social and Applied Human Sciences. University of Guelph. www.uoguelph.ca/~gadams Azwar, S. 2006. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Clark, R.D. dkk. 1997. Family communication and Delinquency. www.springerlink.com. Journal. Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor Selatan : Ghalia Indonesia. DeVito, J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia : Kuliah Dasar (terjemahan Agus Maulana). Edisi kelima. Jakarta : Professional Books. Guntoro. __. Asertifkah Kita?. http://www.glorianet.org Jolley, J. M., dkk. 1996. Lifespan Development : A Topical Approach. United States of America : Brown&Benchmark Publisher Purwadi. 2004. Proses pembentukan Identitas Diri Remaja. Jurnal Humanitas. Vol 1 No.1. Universitas Ahmad Dahlan. Rahmawati. __. Pengguna Narkoba Lebih Suka Menyendiri, Cenderung Pemarah dan Suka Berhalusinasi. http://gemari.or.id Saad, H., M, 2003. Perkelahian Pelajar: Potret Siswa SMU di DKI Jakarta. Yogyakarta:Galang Press.Santrock, J, W. 2003. Adolescence : Perkembangan Remaja. (Edisi ke-6). Jakarta : Erlangga. Sprinthall, dkk. 1995. Adolescents Psychology a Developmental View. Third edition. United States of America : Mc Grw-Hill Inc. Takbir. 2007. Warga-Mahasiswa di Makasar Tawuran. http://www.liputan6.com Tambunan, R. 2001. psikologi.com Toz. Remaja dan Perilaku Konsumtif. http://www.e- 2007. Lagi, Mahasiswa http://www.liputan6.com Vardiansyah, D. 2004. Indonesia Universitas Negeri Pengantar Ilmu Komunikasi. Makassar Tawuran. Bogor Selatan : Ghalia