naskah publikasi - Universitas Muhammadiyah Surakarta

advertisement
METODE DAKWAH BIL-ḤIKMAH
KH. AHMAD DAHLAN
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada
Program Studi Magister Pemikiran Islam
Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh
Gelar Magister Pemikiran Islam (MPI)
Oleh:
SITI MARFU’AH
NIM: O.000120011
PROGRAM STUDI MAGISTER PEMIKIRAN ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016 M /1437 H
i
ii
iii
iv
METODE DAKWAH BIL- ḤIKMAH
KH. AHMAD DAHLAN
Siti Marfu’ah; Syamsul Hidayat; Imron Rosyadi
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini berkaitan dengan dakwah bil-ḥikmah sebagai sebuah metode
dakwah yang dimiliki oleh seorang tokoh dalam hal ini KH. Ahmad Dahlan.
rumusan masalah dari penelitian ini adalah penggunaan Metode Dakwah bilḥikmah dalam kegiatan dakwah KH. Ahmad Dahlan. penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan bentuk manifestasi Metode Dakwah bil-ḥikmah dalam
kegiatan dakwah KH. Ahmad Dahlan.
Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif dengan menggunakan
pendekatan historis, karena meneliti peristiwa-peristiwa yang telah berlalu yaitu
perjalanan Dakwah tokoh KH. Ahmad Dahlan. tekhnik pengumpulan data metode
adalah Dokumentasi. teknik analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif yaitu berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau
makna yang terdapat di balik fakta. kualitas, nilai atau makna hanya dapat di
ungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa atau kata- kata.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa didalam dakwahnya KH.Ahmad
Dahlan menggunakan metode dakwah bil-ḥikmah sebagai salah satu metode
dakwah. hal ini terlihat dari kesesuaian antara praktek dakwah yang dilakukan
KH. Ahmad Dahlan dengan Metode Dakwah bil-ḥikmah.
kata kunci: Dakwah bil-ḥikmah, KH. Ahmad Dahlan
1
ABSTRACT
This study concerned with bil-ḥikmah religious proselytizing as a method of
religious proselytizing which was owned by a figure KH. Ahmad Dahlan. The
formulation of this research was the use of methods of bil-ḥikmah religious
proselytizing in KH. Ahmad Dahlan’s missionary activities. This research aimed
to describe the form of manifestation of propaganda methods bil-ḥikmah in KH.
Ahmad Dahlan’s proselytizing activities.
This research was a descriptive study using a historical approach, because it
examined past events of Propagation KH. Ahmad Dahlan trip. Technique of data
collection method was documentation and technique of data analysis in this
research was descriptive qualitative meant anything which related to aspects of
quality, value or meaning lies behind the facts quality, value or meaning could
only be disclosed and explained in linguistics, language or words.
The results of this study indicated that in preaching KH.Ahmad Dahlan used
propaganda bil-ḥikmah as one of the methods of propaganda. It could be seen
from the correspondence between the practice of preaching conducted by KH.
Ahmad Dahlan with methods of propaganda bil-ḥikmah.
2
A. Pendahuluan
Islam adalah agama yang senantiasa mengajak pemeluknya untuk
senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat
islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang di
lakukan. Oleh sebab itu Al-Qur’an menyebutkan kegiatan dakwah dengan kata
Aḥsanu Qaula. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa dakwah menempati
posisi yang begitu tinggi dan mulia bagi kemajuan agama islam.1
Dakwah sangatlah di butuhkan saat ini sebagai satu-satunya alat yang di
gunakan untuk menyadarkan manusia kembali ke jalan yang benar. Pastinya
dalam berdakwah tidak hanya sebatas menyampaikan kebenaran saja, tapi
perlu adanya prinsip-prinsip dalam berdakwah, supaya dakwah itu dapat di
lakukan dengan benar, tersusun dengan rapi, apik dan sebaik mungkin. Guna
tercapainya tujuan dakwah perlu diperhatikan hal- hal yang dapat menunjang
keberhasilan dalam berdakwah salah satunya adalah metode dakwah yang akan
dipergunakan. Berlandas dari surat An- Nahl: 125:
   

 
   
    




   
 
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan ḥikmah dan
pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa orang-orang
yang mendapat petunjuk.2
Dalam surat An Nahl 125 tersebut diatas dapat disimpulkan ada tiga metode
yang dapat diterapkan yaitu:
1
Didin Hafiduddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema InsaniPress, 1998), hlm. 79.
Departemen Agama RI, Al Hikmah (Al Qur’an dan terjemahnya), (Bandung: Diponegoro,
2008), hlm.281.
2
3
1. Bil-Ḥikmah, menurut Muhammad Abduh mengatakan bahwa Ḥikmah
sendiri adalah mengetahui rahasia dan faedah didalam tiap-tiap hal.
ḥikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lafazh akan tetapi
banyak makna ataupun diartikan meletakkan atau menempatkan sesuatu
pada tempat atau semestinya.3
2. al-mau’iẓah al-ḥasanah menurut Abd. Hamid al bilali al mau’iẓah alḥasanah adalah memberikan nasehat atau membimbing kepada orang lain
dengan perkataan yang lemah lembut agar mereka mau melakukan
perbuatan baik.4
3. Mujadalah Billati Hiya Aḥsan, menurut Muhammad Munir dan Wahyu
Ilahi dalam bukunya yang berjudul Managemen Dakwah Mujadalah
Billati Hiya Aḥsan yaitu berdakwah dengan melakukan tukar pikiran dan
memberi argumen dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak
memberikan tekanan-tekanan yang dapat memberatkan pada komunitas
yang menjadi mad’u atau sasaran dakwah.
Ketiga metode yang telah dipaparkan diatas tentunya memiliki
kelebihannya masing-masing, akan tetapi peneliti lebih fokus terhadap metode
dakwah bil- Ḥikmah. Sebab Ḥikmah merupakan hal penting pertama yang
harus dimiliki oleh seorang da’i dalam melaksanakan dakwahnya. Karena
dengan adanya ḥikmah ini dapat melahirkan kebijaksanaan-kebijaksanaan
dalam mengamalkan langkah-langkah dakwah, baik secara metodologis
maupun praktis.5
KH. Ahmad Dahlan adalah da’i sekaligus pendidik yang kredibilitasnya
sudah tidak diragukan lagi dalam dunia dakwah. Meskipun ia sudah meninggal
dunia tapi Semangat dakwah dan peranannya masih dapat kita rasakan melalui
amal usaha yang beliau tinggalkan. Oleh sebab itu meneliti dan melakukan
studi atas kegiatan dakwah KH. Ahmad Dahlan menjadi penting dilakukan,
terutama atas metode yang ia terapkan. Ini akan berguna untuk menjadi salah
3
Fawwaz bin Hulayyil as-Suhaimi, Begini Seharusnya Berdakwah, ( Jakarta: Darul Haq,
2008), hlm. 145-146.
4
M.Munir, Metologi Dakwah, (Jakarta: kencana , 2006, Cet.II).hlm.15-16.
5
Ibid. hlm. 14
4
satu rujukan metode dalam pelaksanaan dakwah bagi para penyampai risalah
islam atau Da’i dalam menghadapi dinamika perkembangan dakwah. Sehingga
Perlu adanya analisis secara komperhensip dan objektif terhadap pemikiranpemikiran yang dikemukakan dari seorang Ahmad Dahlan, hal inilah yang
melatar belakangi penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang
metode dakwah KH. Ahmad Dahlan, khususnya dakwah bil-ḥikmah.
Dengan tujuan Untuk mengetahui apakah sebenarnya KH.Ahmad Dahlan
menggunakan Metode Dakwah bil-ḥikmah. Untuk mengetahui bagaimana
implementasi Metode Dakwah bil-ḥikmah KH. Ahmad Dahlan. Sehingga
peneliti menetapkan Rumusan Masalah yaitu Apakah KH. Ahmad Dahlan
menggunakan metode dakwah Bil- Ḥikmah? Dan bagaimana implementasi
Metode Dakwah bil-ḥikmah KH. Ahmad Dahlan
B. Kajian Teori
1. Konsep Dakwah Islam
Kata dakwah (‫ )دعوة‬secara bahasa adalah isim mashdar yang berasal dari
kata
‫دعا يدعو‬
yang memiliki banyak arti di antaranya mendorong,
mengundang, menyeru, memanggil, mengajak, dan meminta.6 Para ahli ilmu
banyak mendefinisikan dakwah secara terminologi. Definisi dakwah menurut
para ahli ilmu diantanya:
a) Definisi dakwah Islam menurut Dr. Sayyid Muhammad Wakil adalah
menghimbau umat manusia ke jalan kebenaran dan membimbing mereka
kearah kebenaran dengan memerintah mereka untuk beramal makruf dan
melarang mereka berbuat munkar.
b) Definisi dakwah ke jalan Allah menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
adalah menyeru umat manusia untuk beriman kepada Allah Swt. dan apa
yang dibawa oleh rasul-rasulnya dengan meyakini semua yang
disampaikan oleh mereka.7
6
H. Syamsul Huda, Komando Dakwah, (Bojonegoro: Pustaka Hakami, 2011), hlm. 11.
Sayyid Muhammad Nuh, Mari Berdakwah(Strategi Dakwah & Pendidikan Umat),
(Yogyakarta: Bina Media, 2005), hlm. 32.
7
5
Meskipun dalam berbagai pernyataan dan definisi dakwah yang
disebutkan di atas terdapat perbedaan ataupun kesamaan akan tetapi jika dikaji
dan diambil kesimpulan maka dakwah merupakan suatu usaha dan kegiatan
baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan, yang memiliki unsur seruan
atau ajakan kepada orang lain untuk mengetahui, mengamalkan, dan
menghayati panduan Islam dalam kehidupan sehari- hari, sebagaimana Allah
dan Rasulnya perintahkan.
2. Metode Dakwah Bil- Ḥikmah
Didalam KBBI, metode adalah cara yang terpikir lagi teratur dengan baik
untuk menggapai tujuan didalam ilmu pengetahuan dan lain-lain atau cara kerja
yang bersistem untuk memudahan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai
tujuan yang di tentukan.8 Metode berasal dari bahasa yunani (Metodos) yang
artinya jalan atau cara.9 Jadi pengertian metode adalah suatu cara yang dapat
ditempuh. Dan cara yang digunakan oleh da’i dalam menyampaikan pesanpesan atau materi dakwah kepada mad’u merupakan pengertian dari metode
dakwah.
Para etimolog memaknai kata Ḥikmah dengan al- haq (kebenaran),
keadilan (al- ‘adl), kesabaran dan ketabahan (al ḥilm), kenabian (annubuwwah), yang meletakkan sesuatu pada tempatnya, yang dapat mencegah
seseorang dari kerusakan.10
Imam
Ibnul
Qayyim
berpendapat
mengenai
al-ḥikmah,
beliau
berkata,”Ḥikmah adalah melakukan sesuatu yang mesti, pada waktu yang tepat,
dengan cara yang pantas”. Ḥikmah secara bahasa dimutlakkan dengan arti
melakukan sesuatu dengan profesional sedangkan dari perkataan Ibnul Qayyim
ra. ini menunjukkan bahwa ḥikmah adalah melakukan sesuatu dengan baik.11
Apabila dalam bahasa Indonesia bil-ḥikmah biasa diartikan dengan kata
kebijaksanaan atau bijaksana. Bertolak dari pengertian ḥikmah yang demikian
8
Harimukti Kridalaksana, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), hlm.
652.
9
Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT. Gramedia, 1985), hlm.7.
Muhammad Husain Fadhlullah, Metodologi Dakwah Dalam Al- Qur’an, (Jakarta:
Lentera, 1997), hlm.46.
11
Fawwaz bin Hulayyil as-Suhaimi, Begini Seharusnya Berdakwah...., hlm. 145-146.
10
6
maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa pengertian bil-ḥikmah dengan makna
kebijaksanaan mencangkup taktik atau metode dakwah
yang dibutuhkan
dalam menghadapi berbagai macam golongan.12
Jadi dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Metode
dakwah bil-ḥikmah adalah cara berdakwah dengan bijaksana dimana seorang
da’i dituntut untuk menyesuaikan tekhnik berdakwah dengan memperhatikan
situasi dan kondisi mad’u atau sasaran dakwah dengan menitik beratkan pada
kemampuan mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam
selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah peneliti Kualitatif dengan menggunakan penelitian
kepustakaan atau yang dalam bahasa inggris disebut Library Risearch. Sebuah
penelitian dimana tekhnik pengumpulan data diambil dari sumber-sumber
kepustakaan, seperti majalah, buku- buku, surat kabar dan lain- lain.13
jika kita lihat dari sifatnya maka dapat digolongkan sebagai penelitian
yang bersifat deskriptif analisis. Adapun pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan Historis(sejarah). Dengan menggunakan Metode dokumentasi
sebagai metode pengumpulan data. Adapun untuk sumber data yang
digunakan, Penulis menggunakan
referensi berupa buku-buku yang ada
kaitannya dengan Dakwah dan KH. Ahmad Dahlan tentunya selain Al-Qur’an
dan hadits yang merupakan sumber pokok ajaran islam yang harus di
sampaikan kepada umat serta semua dokumen atau buku-buku yang
terberkaitan, di luar dari karya mengenai KH. Ahmad Dahlan.
Setelah data diperoleh, maka keseluruhan data tersebut di analisa dengan
analisa Deskriptif Kualitatif. Deskriptif Kualitatif yaitu berarti sesuatu yang
berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat di balik fakta.
Kualitas, nilai atau makna hanya dapat di ungkapkan dan dijelaskan melalui
linguistik, bahasa atau kata- kata.
D. Hasil dan Pembahasan Penelitian
12
13
Mohammad Natsir, Fiqhud Dakwah, (Jakarta: Media Dakwah, 2000), hlm. 162.
Suharismi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hlm. 310.
7
1. Biografi Kh. Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan, di lahirkan di kauman, Yogyakarta pada tahun 1285
H yang bertepatan tahun 1868 M, dengan nama Muhammad Darwis. hasil dari
pernikah kyai haji Abu Bakar dengan Siti Aminah.14 Ayahnya Haji Abu Bakar
bin Kiai Haji Muhammad Sulaiman yang memiliki garis keturunan sampai ke
Maulana Malik Ibrahim, adalah pejabat kapengulon kesultanan yogyakarta
Hadiningrat dengan gelar penghulu khatib di masjid besar kesultanan.
Sedangkan ibunya Nyai Abu Bakar adalah putri Kiai Haji Ibrahim bin Haji
Hasan juga pejabat kepangulon kesultanan di yogyakarta.15 Dalam sumber lain
Muhammad Darwis dilahirkan pada tahun 1869.16
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Makkah selama lima
tahun. Pada periode ini, Muhammad Darwis mulai berinteraksi dengan
pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, AlAfghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke
kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.17
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah pada bulan
dzulhijjah tahun 1889, sepupunya sendiri, anak Kiai Penghulu Haji Fadhil,
yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawan Nasional
dan pendiri Aisyiah.18 Pada tahun 1902, ketika kiai haji Ahmad Dahlan berusia
34 tahun, ia berangkat untuk kedua kalinya ke mekah. Kepergiannya ke tanah
suci itu untuk memperkuat pendirinya dalam pembaharuan pengalaman agama
islam.19
14
M. Yusron Asrofie, Kyai Haji Ahmad Dahlan, Pemikiran Dan Kepemimpinannya,
(yogyakarta: yogyakarta offset, 1983), hlm. 21.
15
M. Yunan Yusuf, dkk, Ensiklopedi, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.7374.
16
Muhammad Soedja, Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan, (Jakarta: Rhineka Cipta,
1993), hlm. 202.
17
Herry Muhammad, dkk, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2006), hlm. 8.
18
M. Junus Anis, Nyai Ahmad Dahlan Ibu Muhammadiyah Dan Aisyiyah: Pelopor
Pergerakan Indonesia , (Yogyakarta: Mercu Suar, 1968), hlm.8
19
Mardanas Safwan dan Surisno Kutoyo, Kiai Haji Akhmad Dahlan, (Jakarta: Mutiara
Sumber, 2010), hlm. 29.
8
Dengan kedalaman ilmu agama dan ketekunannya dalam mengikuti
gagasan-gagasan pembaharuan Islam, KH. Ahmad Dahlan kemudian aktif
menyebarkan gagasan pembaharuan Islam ke pelosok-pelosok tanah air sambil
berdagang batik. pada tanggal 18 November 1912 KH. Ahmad Dahlan
mendirikan organisasi Muhammadiyah. Disamping aktif di Muhammadiyah
beliau juga aktif di partai politik. Seperti Budi Utomo dan Sarikat Islam.
Hampir seluruh hidupnya digunakan untuk beramal demi kemajuan umat islam
dan bangsa.
Sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik dan rumah yatim piatu
banyak didirikan. Kesemuanya merupakan hasil dari perjuangan melalui
Muhammadiyah. Selian itu juga pada tahun 1918 didirikan pula organisasi bagi
kaum wanita yang di berinama Aisyiah, kemudian dibentuk pula kepanduan
Hizbul Wathan. Setelah perkumpulan Muhamadiyah yang didirikannya teratur
dan kuat, maka KH. Ahmad Dahlan berpulang ke Rahmatullah pada tanggal 23
Februari 1923 dalam usia 55 tahun.20
2. Implementasi Metode Dakwah Bil-Ḥikmah KH. Ahmad Dahlan
a. Mengenal Strata Mad’u
Dalam berdakwah, KH. Ahmad Dahlan terkenal dengan kearifan dan
kebijaksanaan tidak memaksa peserta dakwah mengikutinya, beliau dalam
berdakwah selalu memperhatikan budaya masyarakatnya. Misalnya
terhadap, tradisionalisme, KH. Ahmad Dahlan menggunakan metode
tabligh (menyampaikan) dengan mengunjungi murid-muridnya, dari pada
menunggu kedatangan mereka. Padahal pada waktu itu, guru mencari murid
adalah persoalan “aib sosial-budaya”. Dan KH. AhmadDahlan adalah sosok
yang pantas dan berhak didatangi oleh murid-muridnya dikarenakan
kecakapan dan kemampuan dibidang agama.21
Kalau ditelaah model guru pada zaman modern ini, seperti sosok KH.
Ahmad Dahlan sangat sulit dan bahkan tidak ada lagi. Kepribadian itulah
20
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
1996), hlm. 121.
21
M.Afdul Halim Hani, Manifesto Gerakan Intelektual Profetik, (Yogyakarta: samudra
biru,2011), hlm. 74.
9
yang menjadi kelebihan sosok Ahmad Dahlan. Pada saat ini guru datang
mengajar setelah murid/ mahasiswa ada di kelas ini secara umum di
terapkan di indonesia, namun tidak dengan Dahlan, yang rela berjalan untuk
mengunjungi para murid-muridnya. Menurut M. Abdul Halim Sani tabligh
yang digunakan ini dilakukan setidaknya ada dua implikasi yaitu; pertama,
melawan langsung terhadap idolatery (pemujaan tokoh) ulama, dan yang
kedua, perlawanan langsung terhadap mistifikasi agama.22
b. Kapan Harus Bicara, Kapan Harus Diam
KH. Ahmad Dahlan sebagai manusia Jawa yang lahir di lingkaran
Keraton Yogyakarta adalah pemimpin yang memahami konsep menghindari
perdebatan atau pembicaraan yang tidak layak. Apabila hanya berupa
pembicaraan-pembicaran rendah yang tidak bermutu. Perdebatan yang tidak
ada ujung pangkalnya hanya menguras tenaga dan pikiran. Bersilat lidah yang
hanya menguras kepuasan diri berujung pada silang sengketa yang tidak
menguntungkan.23
KH. Ahmad Dahlan pada awal perjuangan dakwahnya banyak sekali
kritik dan hinaan yang ia terima. Tidak hanya hujatan dalam bentuk lisan
Bahkan dalam bentuk tindakan nyata seperti ketika langgar yang milik beliau
diruntuhkan. Tentunya hal ini sangat berat untuk dihadapi tapi dengan penuh
kesabaran tindakan “Kapan harus diam” dalam Metode Dakwah bil-ḥikmah ia
terapkan. Diam disini maksudnya beliau tidak lantas membalas perbuatan yang
mereka lakukan dengan hal serupa.
KH. Ahmad Dahlan adalah sosok yang gemar berdiskusi. Kebiasaan
berdiskusi telah dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan sejak dirinya masih belia.24
Hingga dirinya tumbuh dewasa, diskusi yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan
ditekankan untuk adanya dialog untuk meyakinkan sasaran dakwahnya atau
bahkan orang-orang yang tidak sepaham denganya. Karena, bagi dahlan, dialog
22
Haeder Nahsir, Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan, (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2010), hlm. 274.
23
GRAy. Koes Moertiyah dan HM. Nasruddin Anshory Ch.,Tafsir Jawa; Keteladanan Kiai
Ahmad Dahlan, (Yogyakarta: Adi Wacana,2010), hlm. 37.
24
M. Sanusi, Kebiasaan- Kebiasaan Inspiratif Kh. Ahmad dahlan & kh. Hasyim
Asy’ari(Teladan- Teladan Kemuliaan Hidup ), (Jogyakarta: Diva Press, 2013), hlm.72.
10
merupakan alat atau sarana untuk mencapai kebenaran.25 Salah satu bentuk
nyata dari penerapan diskusi ini adalah tentang permasalahan arah kiblat
dimana KH. Ahmad dahlan dalam rapat pertama musyawarah alim ulama
mengumpulkan para ulama untuk mendiskusikannya.
c. Mencari Titik Temu dalam Dakwah
Terpecahnya dunia pendidikan di Indonesia pada abad 20 M menjadi dua
golongan. Pertama, pendidikan yang diberikan oleh sekolah barat yang sekuler
yang tidak mengenal ajaran agama. Kedua, pendidikan yang diberikan oleh
pondok pesantren yang hanya mengenal ajaran agama saja. Akibat dialisme
pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia: lulusan pesantren yang
menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda
yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
Menghadapi realitas dialisme pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan
mencoba menemukan titik temu dengan mengintergrasikan kedua sistem
pendidikan tersebut. Untuk mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut
Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di
sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri
di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Ahmad
Dahlan memadukan antara pendidikan Agama dan pendidikan umum
sedemikian rupa, dengan tetap berpegang kepada ajaran Al-Qur’an dan AsSunnah.26
d. Toleransi Tanpa Kehilangan Sibgah
Perilaku KH. Ahmad dahlan dalam melihat sesuatu dengan berfikir
positif ini kiranya menjadi trade-mark Muhammadiyah dalam menjalankan
perannya sebagai gerakan tajdid. Pendirian Muhammadiyah awal-awal juga
melibatkan beberapa orang dari kalangan non- muslim. Sikap menghargai
perbedaan yang sangat diresapi oleh KH. Ahmad Dahlan termanifestasi dalam
kehidupan sosial secara nyata. Atas bantuan berbagai pihak, Muhammadiyah
hingga kini berkembang pesat dengan ciri gerakan bersumbu pada gerakan
25
26
Ibid. hlm.73
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006), hlm.306.
11
il’am, gerakan dakwah, gerakan tajdid, dan gerakan sosial keagamaan.
Terhadap orang atau kelompok yang membenci islam, KH. Ahmad Dahlan
memperlakukannya berbeda, tentunya sesuai dengan syariat islam.
Menghargai perbedaan atau toleransi dalam kehidupan sosial memiliki
manfaat yang sangat besar bagi keberlangsungan pembangunan dan
kemanusiaan. Pada awal-awalnya dakwahnya, atas sikap menghargai
perbedaan ini, KH. Ahmad dahlan sempat dicap sebagai kiai kafir. Tetapi, hal
tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk selalu memanusiakan manusia
sesuai dengan ajaran agama islam. KH. Ahmad Dahlan memiliki sikap toleran,
tetapi tegas dan santun. Pemikirannya yang terbuka dan sikapnya yang santun
membuatnya disegani dalam setiap kesempatan.27
e. Memilih Kata yang Tepat
Dalam sebuah pertemuan KH. Ahmad Dahlan bertanya kepada anakanak muda perempuan Muhammadiyah, bertanya “Adakah kamu tidak malu
kalau auratmu sampai dilihat oleh orang laki-laki?” lalu murid-murid
perempuan tersebut menjawab “Wah, malu sekali Kyai,” Beliau menjawab “
mengapa kebanyakan dari kamu kalau sakit pergi ke dokter laki-laki, apalagi
kalau melahirkan anak. Kalau benar-benar kamu malu, teruskanlah belajar,
jadilah dirimu dokter, sehingga kita sudah mempunyai dokter wanita untuk
kaum wanita pula,alangkah utamanya”28
Tujuan pesan yang mulia ini dikemas oleh KH. Ahmad Dahlan dalam
kata-kata yang menarik. Dimulai dari sebuah pertanyaan psikologi yang
membuat mad’u berfikir, kemudian baru menyampaikan pesan yang berisi
motivasi serta mengajak kaum wanita untuk mandiri serta mampu berperan
bagi sesama. Dari pesan KH. Ahmad dahlan ini telah banyak diaplikasikan
oleh Aisyiyah yang juga bergerak di bidang dakwah, pendidikan, dan sosial,
seperti kesehatan ibu dan anak, peningkatan gizi, peningkatan pendpatan
27
M.sanusi,. Kebiasaan- Kebiasaan Inspiratif Kh. Ahmad dahlan & kh. Hasyim
Asy’ari(Teladan- Teladan Kemuliaan Hidup )..., hlm.158-160.
28
HM Nasruddin Anshoriy Ch, Matahari Pembaharuan (Rekam Jejak KH Ahmad Dahlan),
(Yogyakarta: Jogja Bangkit Publiser, 2007), hlm. 164.
12
keungan keluarga (terutama di pedesaan), mengadakan kontes bayi sehat,
keluarga berencana dan sebagainya.29
f. Cara Berpisah
Cara berpisah dalam konteks ini adalah hijrah dimana KH. Ahmad
dahlan guna mendukung jalannya dakwah benar-benar berhijrah kemekkah.
Hasil kongkrit dari studinya di Mekah setelah menunaikan ibadah haji pertama
ini, dapat dilihat Dalam rentan waktu 14 tahun (1889-1903) sampai ia akan
menunaikan ibadah haji ke-2, nampaknya fokus aktivitas kajian Ahmad Dahlan
lebih pada tataran purifikasi ajaran Islam. Metodologi pemahaman yang
efektif menuju pemikiran
pembaharuan Islam perolehnya pada pasca
melaksanakan ibadah haji yang ke-2.
Ahmad Dahlan mengajukan metodologi pemahaman yang rasionalfungsional. Rasional adalah menelaah sumber utama ajaran Islam dengan
Kebebasan akal pikiran dan kejernihan akal nurani (hati), sekaligus
membiarkan al-Qur’an berbicara tentang dirinya
dimaksud
sendiri. Adapun yang
dengan fungsional dalam konteks pemahaman
Ahmad Dahlan
adalah keharusan merumuskan pemahaman ke dalam bentuk aksi sosial.
Artinya pemahaman ayat-ayat al-Qur’an ke dalam bentuk aksi-aksi sosial.
Untuk itu diperlukan organisasi atau institusi berbagai alat perjuangan yang
mampu mengorganisasi secara efesien, yang oleh Ahmad Dahlan institusi ini
diberi nama Muhammadiyah. Jadi, Muhammadiyah merupakan alat semata
yang dirasa sangat efektif untuk menerjemahkan dan membumikan ajaran
Islam kepada masyarakat.
g. Uswatun Ḥasanah
Islam adalah ajaran yang mulia. Terhadap anak yatim, Islam
memerintahkan kaum
muslimin untuk senaniasa memperhatiakan nasib
mereka, berbuat baik kepada mereka, mengurus dan mengasuh mereka sampai
dewasa. Islam juga memberi nilai yang sangat istimewa bagi orang-orang yang
29
Mardanas Safwan dan Sutrisno Kutojo, Kiai Haji Akhmad Dahlan, (Jakarta: Mutiara
Sumber Wijaya,2010), Hlm. 65.
13
benar-benar menjalankan perintah ini. Tidak salah kiranya bila KH. Ahmad
Dahlan selalu memerhatikan kehidupan anak-anak yatim ini.
Kasih sayang KH. Ahmad Dahlan terhadap anak yatim melalui
Muhammadiyah
dituangkan
dalam
strategi
yang
dikembangkan
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah sehingga Tahun 1920 didirikan Panti
Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah. menurut kaidah Muhammadiyah Panti
Asuhan adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab
memberikan pelayanan pengganti pemenuhan fisik, mental dan sosial pada
anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai
bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan ajaran islam.
h. Bi-Lisān Al-Hāl
KH. Ahmad Dahlan hidup pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke20
dimana bangsa indonesia masih hidup dalam zaman penjajahan.30 Kolonialisasi
suatu bangsa pada hakekatnya ialah usaha eksploitasi kekayaan dan penindasan
terhadap bangsa lain. Tidak terkecuali kolonialisasi yang dilakukan pemerintah
belanda terhadap penduduk hindia belanda dengan berbagai cara dan sistem
yang pernah diterapkan. Kolonialisasi yang terjadi mengakibatkan kemunduran
dalam berbagai segi kehidupan seperti masalah sosial, ekonomi, dan
pendidikan.31
Melihat kondisi yang demikian usaha yang dilakukan KH. Ahmad
Dahlan melalui Muhammadiyah Dalam bidang pendidikan, yaitu: Memberi
Gagasan untuk mendirikan wadah pendidikan atau madrasah untuk
menigkatkan pendidikan umat dalam bidang agama dan umum. Maka
didirikanlah sekolah pada 1 desember 1911. 32
1) Mendirikan sekolah-sekolah umum yang bersifat modern dengan
memasukkan kedalamnya ilmu agama.
30
Mardanas Safwan dan Sutrisno Kutojo, Kiai Haji Akhmad Dahlan..,hlm.12.
Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia, (Jakarta: Djambatan,1979),
hlm. 343.
32
Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam,(Jakarta: Gema Insani
Press,2000), hlm.13.
31
14
2) Mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan dan
pengajaran ilmu agama dan umum.
Yang kemudian Dalam bidang masyarakat upaya yang dilakukan adalah:
1) Mendirikan rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatannya,
rumah bersalin, dan lain-lain.
2) Mendirikan panti asuhan untuk mendidik dan menyantuni anak yatim.33
E. Kesimpulan
1. Berangkat dari rangkaian pembahasan yang tertuang dalam tesis ini, dapat
dikemukakan kesimpulan bahwa di dalam dakwahnya KH. Ahmad Dahlan
menggunakan metode dakwah bil-ḥikmah sebagai salah satu metode dakwah.
Hal ini terlihat dari kesesuaian antara praktek dakwah yang dilakukan KH.
Ahmad Dahlan dengan metode dakwah bil-ḥikmah.
2. KH. Ahmad Dahlan tidak mendefinisikan secara lisan mengenai metode
dakwah bil-ḥikmah akan tetapi dari praktek dakwah yang ia lakukan nampak
jelas bahwa KH. Ahmad dahlan telah menjiwai makna dari Metode Dakwah
bil- ḥikmah itu sendiri. Hal ini terlihat dengan adanya fakta-fakta implementasi
metode dakwah bil-ḥikmah KH. Ahmad Dahlan. Dengan menggunakan
pendekatan historis (sejarah) penulis memperoleh fakta-fakta mengenai
implementasi metode dakwah bil-ḥikmah KH. Ahmad Dahlan. Dalam
pelaksanaan dakwahnya KH. Ahmad Dahlan mengenal strata mad’u,
mengetahui kapan harus bicara dan kapan harus diam, berupaya mencari titik
temu dalam dakwah, menerapkan sikap toleran yang tanpa kehilangan sibgah,
memilih kata yang tepat, mengamalkan cara berhijrah, memberikan uswatun
ḥasanah dan menggunakan bi lisān al-hāl.
33
Shalahadin Hamid dan Iskandar Ahza, . Seratus Tokoh Islam yang Paling Berpengaruh
di Indonesia, (Jakarta; Intimedia Ciptanusantara, 2003), hlm. 28.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anis, M. Junus. 1968. Nyai Ahmad Dahlan Ibu Muhammadiyah Dan Aisyiyah:
Pelopor Pergerakan Indonesia. Yogyakarta: Mercu Suar.
Anshoriy, Hm. Nasruddin. 2010. Matahari Pembaharuan.Yogyakarta: Jogja
Bangkit Publisher.
Arikunto, Suharismi. 2000. Manajemen Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Asrofie, M. Yusron.1983. Kyai Haji Ahmad Dahlan, Pemikiran Dan
Kepemimpinannya. Yogyakarta: Yogyakarta Offset.
As-Suhaimi, Fawwaz bin Hulayyil. 2008. Begini Seharusnya Berdakwah.
Jakarta: Darul Haq.
Darban, Ahmad Adaby.2000. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam. Jakarta:
Gema Insani Press.
Departemen Agama RI. 2008. Al Hikmah (Al Qur’an dan terjemahnya).Bandung:
Diponegoro.
Fadhlullah, Muhammad Husain. 1997. Metodologi Dakwah Dalam Al- Qur’an.
Jakarta: Lentera.
GRAy. Koes Moertiyah dan HM. Nasruddin Anshory Ch. 2010.Tafsir Jawa;
Keteladanan Kiai Ahmad Dahlan. Yogyakarta: Adi Wacana.
Hafiduddin, Didin . 1998. Dakwah Aktual. Jakarta: Gema InsaniPress.
Hani, M.Afdul Halim. 2011. Manifesto Gerakan Intelektual Profetik. Yogyakarta:
samudra biru.
16
Hasbullah.1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Herry Muhammad, dkk. 2006. Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20.
Jakarta: Gema Insani Press.
Huda, H. Syamsul. 2011. Komando Dakwah. Bojonegoro: Pustaka Hakami.
Koentjaraningrat. 1979. Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Koentjaraningrat. 1985. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.
Kridalaksana, Harimukti. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Mardanas Safwan dan Surisno Kutoyo. 2010. Kiai Haji Akhmad Dahlan. Jakarta:
Mutiara Sumber.
M. Munir, 2006. Metologi Dakwah, Jakarta: kencana.
M. Sanusi. 2013. Kebiasaan- Kebiasaan Inspiratif Kh. Ahmad dahlan & kh.
Hasyim Asy’ari(Teladan- Teladan Kemuliaan Hidup ).Jogyakarta: Diva
Press.
Nahsir, Haeder. 2010. Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan. Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah.
Natsir, Mohammad. 2000. Fiqhud Dakwah. Jakarta: Media Dakwah.
Nuh, Sayyid Muhammad. 2005. Mari Berdakwah(Strategi Dakwah & Pendidikan
Umat). Yogyakarta: Bina Media.
Shalahadin Hamid dan Iskandar Ahza. 2003 Seratus Tokoh Islam yang Paling
Berpengaruh di Indonesia. Jakarta; Intimedia Ciptanusantara.
Soedja, Muhammad. 1993. Cerita Tentang Kiyai Haji Ahmad Dahlan. Jakarta:
Rhineka Cipta.
Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam.Jogjakarta: Ar-Ruzz.
Yusuf, H.M. Yunan. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta: Kencana.
17
Download