HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DAN TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI DESA MARINSOUW DAN PULISAN KABUPATEN MINAHASA UTARA. Marten Jeis Takoes*, Grace D. Kandou*, Paul A.T. Kawatu* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, ISPA merupakan penyakit infeksi yang paling sering dijumpai pada masyarakat. Balita merupakan kelompok umur yang sangat rentan terkena penyakit ISPA. Penyakit ISPA di Provinsi Sulawesi Utara merupakan penyakit dengan distribusi tertinggi selama tahun 2014 – 2016. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Kondisi Fisik Rumah dan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Marinsouw dan Pulisan Kabupaten Minahasa Utara. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain penelitian Cross Sectional Study yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2017. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total populasi balita di desa Marinsouw dan Pulisan pada bulan Maret 2017. Analisis data menggunakan uji Chi Square dengan CI=95% dan α=0,05. Hasil Uji statistik menunjukan bahwa variabel kondisi ventilasi (p=0,001) dan Kondisi Lantai Rumah (p=0,015) memiliki hubungan dengan kejadian ISPA pada Balita. Sedangkan variabel Kondisi Dinding Rumah (p=0,526) dan Tingkat Pendapatan Keluarga (p=0,791) tidak berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita. Kata Kunci: ISPA, Kondisi Fisik Rumah, Pendapatan Keluarga ABSTRACT Acute Respiratory Infection (ARI) is an acute infectious disease that attacks one or more of the respiratory tract. ARI is a most common infectious disease in the society. Toddler is a group of ages that is very susceptible to ARI disease. The ARI disease in North Sulawesi province is a disease with the highest distribution in 2014-2016. This research was done to discover the correlations between the house physical condition and household income level with ARI on toddlers in Marinsouw and Pulisan villages North Minahasa district. The research type is Analytical observational with Cross Sectional Study research design, and conducted from March to July 2017. The sample that used in this research are the number of toddler populations in Marinsouw and Pulisan in March 2017. The data analytical used Chi Square test with CI=95% and α=0,05. Statistical test results showed that the variable of Ventilation Conditions (p=0,001) and the House Floor Condition (p = 0.015) have correlations with ARI on toddlers. While the variables of House Wall Condition (p = 0,526) and the Household Income Level (p = 0,791) has no correlation with ARI on toddlers. Keywords: ARI, House Physical Condition, Household Income 1 PENDAHULUAN bahwa Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) peringkat teratas dari distribusi jenis adalah penyakit yang ada di Minahasa Utara penyakit infeksi akut yang penyakit ISPA menyerang salah satu bagian atau lebih dengan dari saluran napas, mulai hidung sampai 46.731(Profil Dinkes Minut, 2017). Data alveoli temasuk andeksanya (Depkes, ini juga didukung laporan puskesmas 2004). Likupang Timur yang menunjukan ISPA Laporan menunjukan WHO bahwa tahun angka 2008 perinatal masih jumlah menduduki kasus merupakan sebanyak penyakit yang mortality rate (PMR) akibat ISPA bagian menduduki urutan paling atas dengan bawah (pneumonia) pada balita Indonesia jumlah pada tahun 2015 sebanyak 6.684 adalah 22%. Diperkirakan 10 juta anak kasus, dan pada tahun 2016 meningkat yang menjadi 8247 kasus. meninggal tiap tahun yang disebabkan oleh Diaare, HIV /AIDS, Observasi awal yang telah dilakukan Malaria, dan ISPA (WHO,2007). Berdasarkan hasil laporan oleh peneliti menunjukan bahwa sebagian Riset besar masyarakat di Desa Marinsouw dan Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada Pulisan memiliki rumah yang masuk tahun 2007, prevalensi ISPA di Indonesia dalam kategori semi permanen, dan sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi masyarakat di kedua Desa ini juga terjadi pada bayi berusia 2 tahun (>35%) berprofesi atau mata pencaharian yang (RISKESDAS, 2007). Penyakit ISPA beragam, yang pastinya secara tidak pertama diawali dengan suhu tubuh panas langsung kemudian disertai batuk, dan sering nyeri tingkat pendapatan keluarga. Berdasarkan tenggorokan, pilek, sesak napas, mengi uraian diatas maka peneliti tertarik untuk atau kesulitan bernapas. meneliti tentang kondisi fisik Data Surveilens Berbasis Puskesmas Provinsi Sulawesi Utara akan berpengaruh terhadap “Hubungan rumah dan antara tingkat menunjukan pendapatan keluarga dengan kejadian bahwa pada tahun 2014, penyakit ISPA ISPA pada balita di desa Marinsouw dan (influenza) 62.642 kasus, tahun 2015 Pulisan kabupaten Minahasa Utara”. 63.839 dan pada tahun 2016, meningkat menjadi 73.225 kasus (Profil Dinkes METODE PENELITIAN Sulut, 2016) . Penelitian ini menggunakan Dinas Kesehatan kabupaten Minahasa penelitian survey Utara tahun 2015 melaporkan menunjukan rancangan penelitian 2 analitik metode dengan Cross-sectional. Penelitian dengan rancangan Cross HASIL PENELITIAN sectional adalah suatu penelitian untuk Analisis Univariat mempelajari dinamika atau korelasi antara Tabel 1. Gambaran Kejadian ISPA pada faktor-faktor risiko dan dampak atau Balita efeknya. Faktor risiko dan dampak atau No 1 2 efaknya diobservasi pada saat yang sama. Artinya setiap subjek penelitian Kejadian ISPA Mengalami ISPA Tidak Mengalami ISPA Total n 65 27 % 70,7 29,3 92 100 diobservasi hanya satu kali saja dan faktor Diketahui bahwa balita yang mengalami risiko serta dampak diukur menurut ISPA sebanyak 65 balita (70,7) keadaan atau status pada saat diobservasi Tabel 2. Gambaran Kondisi Ventilasi (Budiharto, 2008). No 1 2 Populasi dari penelitian ini adalah seluruh Balita yang terdaftar di Desa Marinsouw pada penelitian ini adalah tolal populasi kamar balita masuk dalam kategori Tidak yang berjumlah 120 Balita. Memenuhi Syarat, yaitu sebanyak 69 Analisis data yang digunakan rumah (75,0%). terbagi menjadi 2 macam, yaitu: analisis untuk Tabel 3. Gambaran Kondisi Dinding mendeskripsikan Rumah masing-masing variabel penelitian dalam No bentuk tabel distribusi, frekuensi dan 1 2 Total presentase. Analisis Bivariat: digunakan untuk menganalisis variabl Hubungan bebas/independen n % 69 75,0 23 25,0 Total 92 100 Diketahui bahwa sebagian besar ventilasi dan Pulisan pada bulan maret, dan sampel Univariat: Kondisi Ventilasi Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat antara Kondisi Dinding Rumah Kurang Baik Baik n % 71 21 92 77,2 22,8 100 Diketahui bahwa karakteristik dinding (kondisi rumah dari responden yang masuk dalam ventilasi, kondisi dinding rumah, kondisi kategori Baik (permanen) yaitu sebanyak lantai rumah, dan tingkat pendapatan 71 rumah (77,2%), keluarga) dan variabel terikat / dependen Tabel 4. Gambaran Kondisi Lantai Rumah (kejadian ISPA pada Balita). kejadian No ISPA menggunakan uji statistik chi square (x2). Nilai Confidence interval (CI) = 95% 1 2 Total dan tingkat kesalahan 5% (α = 0,05). Hasil analisis bivariat dinyatakan bermakna jika nilai probabilitas (p) < α 3 Kondisi Lantai Rumah Kurang Baik Baik n % 70 22 92 76,1 23,9 100 Diketahui bahwa sebanyak 70 rumah ventilasi kamar memenuhi syarat, balita (76%) masuk dalam kategori lantai rumah tidak mengalami ISPA. Berdasarkan hasil yang kurang baik (Tanah dan Semen). uji Chi Square diperoleh nilai p=0,001, Tabel 5. Gambaran Tingkat Pendapatan sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 Keluarga ditolak yang artinya ada hubungan antara No Tingkat Pendapatan 1 Rendah 2 Tinggi Total Dikethui bahwa tingkat n kondisi ventilasi dengan kejadian ISPA % pada balita di Desa Marinsow dan Pulisan 56 60,9 36 39,1 92 100 pendapatan Kabupaten Minahasa Utara. Tabel 7. Hubungan antara Kondisi Dinding Rumah dengan Kejadian keluarga paling banyak berada pada ISPA pada Balita di Desa kategori rendah (<Rp.2.598.000 per bulan) Marinsouw dan Pulisan yaitu 56 keluarga (60,9%). Kabupaten Minahasa Utara Analisis Bivariat Tabel 6. Hubungan Ventilasi antara dengan kondisi Kejadian ISPA pada Balita di Desa Marinsouw dan Pulisan Kabupaten Minahasa Utara Berdasarkan tabel 7 menunjukan bahwa sebanyak 16 dari 21 (76,2%) rumah dengan kategori dinding tidak baik, balita mengalami ISPA, dan 22 dari 71 (30,9) rumah yang memiliki dinding dengan kategori baik, balita tidak mengalami ISPA. Berdasarkan hasil uji Chi Square diperoleh nilai p=0,526, sehingga dapat Berdasarkan data pada tabel 6, dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yang dilihat bahwa sebanyak 55 dari 69 (79%) artinya tidak ada hubungan antara kondisi rumah yang memiliki ventilasi kamar dinding rumah dengan kejadian ISPA dengan kategori tidak memenuhi syarat, pada balita di Desa Marinsow dan Pulisan balita mengalami ISPA, dan sebanyak 13 Kabupaten Minahasa Utara. dari 23 (52,6%) rumah dengan kategori 4 Tabel 8. Hubungan antara Kondisi Lantai Tabel 9. Hubungan antara Tingkat Rumah dengan Kejadian ISPA Pendapatan Keluarga dengan Pada Balita di Desa Marinsouw Kejadian ISPA pada Balita. di dan Pulisan Kabupaten Minahasa Desa Marinsouw dan Pulisan Utara Kabupaten Minahasa Utara Pada tabel 8 menunjukan sebanyak 54 dari Tabel 9 menunjukan sebanyak 39 dari 56 70 rumah (77,2%) kondisi lantai dengan (69,6%) kategori Tidak Baik balita mengalami pendapatan ISPA dan 11 dari 22 rumah (50,0%) balitanya mengalami ISPA dan 10 dari 36 kondisi lantai dengan kategoti Baik balita (72%) keluarga yang memiliki pendapatan tidak mengalami ISPA. Berdasarkan hasil tinggi balitanya tidak mengalami ISPA. uji Chi Square diperoleh nilai p=0,015, Berdasarkan sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diperoleh nilai p=0,791, sehingga dapat ditolak yang artinya ada hubungan antara disimpulkan bahwa H0 diterima, yang kondisi lantai rumah dengan kejadian berarti bahwa tidak ada hubungan antara ISPA pada balita di Desa Marinsow dan dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Pulisan Kabupaten Minahasa Utara. Marinsow keluarga yang dengan hasil dan memiliki kategori uji Pulisan Chi rendah, Square Kabupaten Minahasa Utara. PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan distribusi balita yang mengalami ISPA sebanyak 65 (70,7%) dari total keseluruhan balita yang menjadi sampel penelitian, dan balita yang tidak mengalami ISPA sebanyak 5 27(29,3%). Kategori usia balita yang paling banyak pathogen ditemui adalah balita pada usia > 12 bulan menyebabkan ISPA pada Balita. Hasil ini dengan frekuensi 67 (72,8%) balita. Untuk sejalan dengan penelitian yang telah kategori jenis kelamin, paling banyak dilakukan oleh Fillacano (2013) yang ditemui adalah jenis kelamin perempuan menyatakan bahwa ada hubungan antara dengan 54(58,7%), luas ventilasi kamar dengan kejadian sedangkan untuk jenis kelamin laki-laki ISPA pada balita dengan nilai p=0,019 sebanyak 38(41,3%). (<0,05). Salah satu fungsi dari ventilasi frekuensi sebesar dalam ruangan sehinga Ventilasi memiliki peranan yang sangat yang tak kalah penting adalah fungsi penting terhadap kejadian penyakit ISPA untuk membebaskan udara udara dalam pada penghuni rumah, ventilasi yang ruangan dari kuman pathogen yang dapat memenuhi menyebabkan syarat kesehatan adalah penyakit (Notoatmodjo ventilasi yang memiliki luas ≥10% dari 2007). luas dilakukan peneliti menunjukan bahwa ada hubungan antara masyarakat belum kondisi ventilasi dengan kejadian ISPA pentingnya keberadaan ventilasi didalam pada balita. Hal ini sesuai dengan keadaan rumah. Sebagian masyarakat yang hanya di desa Marinsouw dan Pulisan, dimana menggunakan sebagian besar dari rumah responden ventilasi, bahkan ada juga masyarakat memiliki kondisi ventilasi yang tidak yang tidak memiliki ventilasi pada kamar memenuhi syarat kesehatan, kemungkinan tidur mereka. Sirkulasi udara yang tidak yang lancar dan kondisi ruangan yang lembab lantai. Hasil terjadi menganggap analisis adalah kondisi statistik masyarakat observasi yang sebagian besar terlalu jendelanya menyadari sebagai yang akan mempermudah bakteri dan virus mereka punya tidak akan berdampak ISPA untuk berkembang, dan dapat terhadap pada menular dari anggota keluarga yang ventilasi dari mengalami ISPA kepada anggota keluarga dikategorikan tidak kejadian penghuninya, responden jenis yang ventilasi Berdasarkan penyakit yang sehat. memenuhi syarat bukan hanya karena Analisis hubungan antara kondisi ukurannya <10% dari luas lantai, namun dinding rumah dan kejadian menunjukan tidak sedikit juga dari rumah responden bahwa tidak ada hubungan antara kondisi yang sama sekali tidak memiliki ventilasi dinding rumah dengan kejadian ISPA pada kamar tidurnya, hal inilah yang pada balita. Masyarakat Desa Marinsouw menyebabkan dan Pulisan sudah banyak yang memiliki meningkatnya bakteri 6 rumah dengan keadaan dinding permanen kondisi lantai rumah dengan kejadian yang berarti bahwa risiko kejadian ISPA ISPA dapat masyarakat desa Marinsow dan Pulisan pada balita. Sebagian besar Hasil ini sejalan dengan penelitian masih memiliki rumah dengan jenis lantai yang dilakukan oleh Lingga, dkk (2014) tidak permanen (tanah dan semen) jenis menunjukan lantai ini akan mempermudah timbul dan bahwa tidak terdapat hubungan antara kondisi dinding rumah berkembangnya dengan kejadian ISPA pada balita (0,073). penyakit pernapasan. Menurut Notoatmodjo (2007) Ventilasi Rumah mempunyai. Fungsi penyakit terutama Hasil penelitian ini sejalan dengan untuk penelitian oleh Padmonobo (2012), menjaga agar aliran udara dalam rumah menyatakan bahwa kondisi lantai rumah tetap segar sehingga keseimbangan O2 berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada tetap terjaga, dan untuk membebaskan balita (p=0,003). Rumah dengan kondisi udara dari bakteri-bakteri terutama bakteri lantai pathogen dan menjaga rumah agar selalu kontribusi yang besar terhadap penyakit berada dalam kondisi kelembaban yang ISPA, karena debu yang dihasilkan dari optimum. Ini berarti ketika ventilasi tidak lantai tanah akan terhirup dan menempel memenuhi syarat, tidak permanen mempunyai maka akan pada saluran pernapasan (Notoatmodjo, O2 dalam 2012). Rumah dengan jenis lantai semen meningkatkan CO2, dan tanah, akan meningkatkan keberadaan kurangnya ventilasi juga akan membuat debu, dan mikroorganisme patogen dalam ruangan rumah yang kemudian akan menyebabkan menyebabkan ruangan dan kurangnya menjadi lembab sehingga mempermudah timbul dan berkembang ISPA pada balita, bakteri-bakteri terutama bakteri pathogen Pendapatan keluarga dapat diudara yang dapat berisiko menyebabkan berpengaruh secara tidak langsung dengan ISPA. kejadian ISPA pada balita, keluarga yang Kondisi lantai rumah dikategorikan berdasarkan unuk untuk memenuhi meningkatkan debu dan mikroorganisme untuk mendukung dalam akan supaya anak terhindar dari berbagai menjadi faktor risiko terjadinya ISPA penyakit. Acuan yang digunakan dalam pada statistik pengambilan data penghasilan keluarga menunjukan bahwa ada hubungan antara adalah UMP provinsi Sulawesi Utara rumah balita. potensinya memiliki pendapatan rendah akan sulit yang Hasil kemudian analisis 7 kebutuhan anaknya petumbuhan dan tahun 2017 senilai Rp.2.598.000. Hasil hubungan antara kondisi Ventilasi dan analisis menunjukan tidak ada hubungan Kondisi Lantai Rumah dengan Kejadian antara ISPA pada Balita, sedangkan Kondisi tingkat pendapatan keluarga terhadap kejadian ISPA pada balita. Dinding Rumah dan Tingkat Pendapatan Hasil ini sejalan dengan penelitian Keluarga tidak memiliki hubungan dengan yang dilakukan oleh Tandipayuk (2015) Kejadian ISPA pada balita. yang menunjukan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara status ekonomi SARAN keluarga Masyarakat dengan kejadian ISPA. diharapkan agar Berdasarkan observasi yang dilakukan meningkatkan selama penelitian, menunjukan bahwa pentingnya masalah penyakit ISPA, faktor sebagian besar dari responden masyarakat penyebab dan dampak yang dapat terjadi desa Marinsow dan Pulisan tidak memiliki akibat ISPA agar dapat berperilaku lebih pekerjaan kemudian sehat terkait dalam pola asuh terhadap berpengaruh pada penghasilan keluarga. balita. Keluarga juga harus aktif dalam hal Keadaan ini menyebabkan data tentang pemeliharaan lingkungan rumah untuk tingkat pendapatan yang diberikan oleh mendukung upaya penyehatan lingkungan responden tidak menentu, banyak dari fisik rumah. Penelitian ini hanya melihat responden yang hanya memperkirakan hubungan antara tiga bagian dari kondisi pendapatan tiap bulannya. kemungkinan fisik rumah, yaitu, ventilasi dinding dan hal lantai rumah. Bagi peneliti selanjutnya ini tetap, adalah hal ini salah satu yang pengetahuan dapat untuk tentang menyebabkan variabel tingkat pendapatan diharapkan keluarga tidak ada hubungan dengan penelitian kejadian ISPA pada balita. Pendapatan lingkungan lainnya dengan kejadian ISPA merupakan salah satu wujud dari sumber pada balita. terkait mengembangkan dengan faktor daya, pendapatan ini yang kemudian akan menjadi perilaku, faktor yang khususnya DAFTAR PUSTAKA mempengaruhi perilaku Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian yang Kesehatan dengan contoh bidang berhubungan dengan kesehatan. Ilmu kesehatan Gigi. Jakarta: EGC KESIMPULAN Berdasarkan dilakukan penelitian menunjukan yang telah bahwa ada Depkes RI, 2004. Informasi tentang ISPA pada 8 Balita dan Pusat Penyuluhan Kesehatan Notoatmodjo. Masyarakat. 2007. Masyarakat Departemen Kesehatan RI. 2009. Ilmu Kesehatan dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta Pedoman Tatalaksana Pneumonia Notoatmodjo, Balita. Jakarta: DepkesRI S. 2012. Masyarakat: Dinkes Sulut. 2017. Profil Kesehatan ilmu Kesehatan dan seni. Jakarta : PT. Adi Mahasatya. Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Nurhidayati Sulawesi Utara. dan Nurfitriah, 2009. lingkungan fisik rumah dengan Djafar, S. 2012. Hubungan Kondisi kejadian penyakit ispa pada balita fisikRumah dan Sosial Ekonomi di Keluarga karangnongko kabupaten klaten dengan Kejadian wlayah kerja puskesmas Penyakit ISPA pada Balita. UNG: tahun 2009 kesehatan Masyarakat Diakses pada 26 maret 2017. Diakses pada 27 maret 2017 Online: Online:http://kim.ung.ac.id/index. http://id.portalgaruda.org/?ref=bro php/KIMFIKK/article/viewFile/2 wse&mod=viewarticle&article=1 711/2687 53469 Dinkes Minut. 2017.Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Padmonobo, H. 2012. Tentang Hubungan Kabupaten Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Minahasa Utara. Rumah Fillacano, R. 2013. Hubungan Lingkungan Dengan Pneumonia Pada Kejadian Balita Di Dalam Rumah Terhadap Ispa Wilayah Kerja Pada Balita Di Kelurahan Ciputat Jatibarang Kabupaten Kota Tanggerang Selatan Tahun Semarang: 2013. Skripsi. Jakarta : Fakultas Diponegoro. Diakses pada: 25 Kedokteran dan Kesehatan. UIN juni 2017. Syarif Hidayatullah. Diakses pada Online: 28 juni 2017. http://ejournal.undip.ac.id/index.p Online: hp/jkli/article/view/5031 http://repository.uinjkt.ac.id/dspac Tandipayuk e/handle/123456789/24284 A,D,S. Puskesmas Brebes. Universitas 2015. Hubungan antara faktor ibu, anak dan Lingkungan ISPA pada 9 dengan kejadian anak balita di puskesmas Surabaya. Pakis Prodi Surabaya. Pendidikan dokter. Universitas Katolik Widya Mandala. Diakses pada 23 juni 2017. Online: repository.wima.ac.id/5035/1/AB STRAK.pdf Winardi,dkk. 2014. Hubungan antara kondisilingkungan rumah dengan kejadian ispa pada anak balita di wilayah kerja puskesmas sario kecamatan kota manado. UNSRAT: fkm. Diakses pada 25 maret 2017. Online: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.p hp/jikmu/article/view/7185 WHO. 2007. Pencegahan pengendalian infeksi dan Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemic dan pandemic di fasilitas pelayanan kesehatan. Geneva . ahli bahasa : Trust indonesia. Diakses pada tanggal 28 maret 2017. Online : http://www.who.int/csr/resources/ publicatons/WHO_CDS_EPR_20 07_8bahasa.pdf 10