Oleh : Dra. Darmiati, M.Pd.I (Kepala MAN MODEL Jambi) Masih dalam konteks pendidikan, terkadang hampir dilupakan, bahwa dalam proses pembelajaran pembentukan moral anak didik adalah tujuan yang utama. Muara dari tujuan pendidikan adalah terbentuknya manusia seutuhnya ini artinya terbentuknya kesempurnaan lahir dan batin (fisik dan Fsikis). Suatu rumusan (UU No. 2 tahun 1989) berbunyi pendidikan nasional memiliki tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Rumusan tujuan pendidikan di atas sangat sempurna, namun prakteknya masih sangat jauh dari harapan. Kegagalan sebagian asfek pendidikan dapat kita saksikan secara bebas, media elektronik, media cetak dan berbagai media lainnya tidak pernah alfa untuk menyampaikan informasi kegagalan tersebut. Fokus rumusan yang harus dilakukan dalam pendidikan adalah bagaimana menyampaikan bahkan menanamkan nilai, pengetahuan dan keterampilan dalam setiap proses pembelajaran. Beberapa tahapan yang terdapat dalam proses pendidikan (Psikologi Pendidikan) diantaranya : (1). Ranah “TAHU”, hanya terbatas pada pengetahuan akademik (pengetahuan teoritis) yang biasa didapat dari sekolah atau lingkungan formal lainnya dan tidak sampai pada ranah BISA. (2). Ranah “BISA” adalah ranah yang berkaitan dengan praktek langsung di lapangan terhadap ilmu yang sudah dimilki. Banyak sekali sarjana Pertanian yang tidak mampu menjadi petani dengan baik padahal mereka TAHU (secara teori) bagaimana cara bertani. (3). Selanjutnya ranah TERAMPIL, yakni melatih secara kontinu terhadap apa yang sudah BISA. (4). Selanjutnya yang terakhir adalah ranah “AHLI” yaitu keterampilan (TERAMPIL) yang mendapat pengakuan dari pihak luar. Dalam kaitannya dengan pendidikan, guru mempunyai peran yang amat penting dalam pembentukan moral dan karakter anak didik. Guru adalah contoh (role mode), Pengasuh (caregiver), penasehat (mentor) bagi kehidupan anak didiknya. Transfer ilmu pengetahuan adalah media dalam pembentukan moral, karena disetiap materi pembelajaran akan terdapat pesan-pesan moral yang harus dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan. Pembentukan moralitas anak didik bukan hanya menjadi tanggung jawab materi ajar Agama dan PKn saja, pembentukan moral anak didik menjadi tanggung jawab semua guru. Kita ingat bahwa guru sering diartikan dengan digugu dan ditiru. Artinya keteladanan guru menjadi amat penting bagi anak didik dalam pendidikan moral dan karakter. Pelajaran Agama dan PKn yang diberikan kepada anak didik harus menjadi landasan moral dalam kehidupan sehari-hari. Konsekwensinya dua pelajaran di atas tidak hanya diajarkan secara hafalan, namun dalam waktu bersamaan harus ada sistem evaluasi yang komprehensif terutama untuk pembentukan moral yang bersumber dari proses pembelajaran di atas. Lebih kongkrit lagi bahwa dalam praktek pembelajarannya dapat menggambarkan pesan moral yang harus dilakukan. Manusia yang mampu mengfungsikan 3 (tiga) kompetensi dalam dirinya maka ia akan memiliki moral dan karakter yang kuat, tiga kompetensi tersebut adalah Kemampuan berpikir (thinking), kemampuan merasakan (feeling) dan kemampuan untuk melakukan/bertindak (acting). Akan tetapi pola pembelajaran yang terjadi saat ini lebih banyak terfokus pada kemampuan berpikir (akademik) dan mengabaikan pembentukan moral dan karakter. Guru akan merasa kecewa apabila siswa tidak mampu menguasai materi pelajaran yang disampaikan, tetapi sedikit sekali guru peduli apabila siswa melakukan kesalahan dalam berperilaku. Nilai-nilai agama dan kepemilikan jiwa patriotisme anak didik semakin memprihatinkan, bahkan tawuran antar pelajar dan perilaku yang a-moral sudah menjadi pemandangan yang bisa dikonsumsi oleh semua masyarakat. Peristiwa ini bukan hanya fenomena kota besar seperti Jakarta, tapi sudah merambah ke kampung atau daerah tertentu seperti Kendal, Boyolali, Depok, Bogor dan sebagian daerah Sumatra. Kenyataan yang menyedihkan ini harus di akui bahwa kondisi ini muncul akibat lemahnya sebagian aspek pendidikan. Bentuk rendahnya moral dan karakter anak didik juga dapat dilihat dari data yang disajikan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak yang melakukan penelitian di beberapa kota besar (Jakarta, Medan, Bandung dan Surabaya) berikut ini : Perilaku seksual remaja tingkat SMP dan SMU (antara usia 12 tahun s.d 18 tahun) NO 1 2 3 4 5 PERSENTASE (%) 93,7 % 62,7 % 21,2 % 97,0 % 52,0 % PERILAKU Ciuman, Petting dan Oral Sex Remaja tingkat SMP tidak perawan Remaja tingkat SMU pernah aborsi Pernah nonton film porno Melakukan sex pra-nikah Data yang disajikan menjadi PR (pekerjaan rumah) besar bagi dunia pendidikan. APA YANG SALAH......... ? DI MANA SALAHNYA ............... ? dan PIHAK MANA YANG PALING BERTANGGUNG JAWAB ........... ? Kejadian ini artinya bahwa peserta didik saat ini belum memilki sense of morality value (kepekaan terhadap nilai-nilai moral). Belum bisa membedakan antara akibat baik dan buruk dari semua tindakannya. Yang bisa dipahaminya baru sebatas tahu dan tidak tahu, boleh dan tidak boleh tanpa memahami kenapa tidak boleh dan bagaimana akibatnya. Hasil analisis dari para akhli dan praktisi pendidikan sepakat bahwa pendidikan agama dan semua mata pelajaran yang termuat dalam struktur kurikulum harus berlandaskan dengan pembentukan moral dan karakter bangsa. Namun bagaimana bentuknya, cara dan modelnya, ukurannya, pelakunya, penilaiannya dan semacamnya harus diformat dan disajikan dengan lebih kongkrit. Jika pembelajaran yang diberikan hanya berupa hafalan seabrek yang dimuat dengan ketentuan-ketentuan bijak, maka tidak mustahil bahwa kondisi yang sama akan terjadi lagi, Perilaku keseharian anak didik dalam lingkungan sekolah akan terkait erat dengan kondisi lingkungan yang ada. Sangat ironis bahkan mustahil terwujud jika siswa dituntut untuk berprilaku terpuji sementara kehidupan sekolah terlalu banyak elemen yang tercela. Anak didik akan mentertawakan ketika dituntut disiplin jika guru menunjukkan prilaku tidak disiplin. Anak didik tidak akan mendengarkan ketika dituntut untuk jujur, apabila mereka selalu menyaksikan berbagai kecurangan dimana-mana. Mereka akan selalu meremehkan terhadap tata tertib yang sudah ditetapkan jika mereka menyaksikan lingkungan tidak menghargai terhadap peraturan yang sudah dibuat. Mereka akan menggunakan bahasa yang kurang etika, jika yang mereka selalu mendengar kata-kata yang tidak mendidik. Mereka juga akan menganggap aneh jika disuruh masuk kelas sebelum jam pelajaran di mulai jika mereka selalu menyaksikan keterlambatan guru dalam jam pelajaran. Masih banyak lagi kejanggalan-kejanggalan yang bisa ditemukan di lingkungan sekolah, semua ini merupakan kesenjangan antara aturan dan norma serta realita yang ada. Perbuatan jahat, prilaku jelek, merugikan orang lain, tindakan rakus dan egois seolah bukan pemandangan yang aneh bagi masyarakat kita. Dengan kata lain masalah sosial seperti ini adalah wujud dari minimnya moral dan karakter yang dimiliki oleh masayarakat saat ini. Lalu apakah ini akan dibiarkan berlarut ? Satu kata yang harus disikapi secara bersama adalah bagaimana merubah kondisi ini menjadi kondisi yang diidamkan, yakni elemen etika untuk mewujudkan moral dan karakter bangsa. Partisipan yang sangat berperan adalah guru dalam proses pembelajaran. Membangun sebuah etika lingkungan merupakan bagian terpenting untuk mewujudkan etika sosial. Dan yang lebih penting harus diingat bahwa praktek/aplikasi nyata sangat dibutuhkan untuk melihat keberhasilan dari wujud pembentukan moral atau karakter. Dengan kata lain tindakan bermoral adalah tindakan yang dapat bermanfaat bagi orang lain (termasuk diri sendiri), menetapi peraturan yang ada serta terhindar dari kemudaratan. Mengatasi lemahnya moral dan karakter peserta didik bukanlah masalah yang instan, sepele dan mudah dilakukan sebagaimana membalikkan telapak tangan. Menangani kondisi ini memerlukan waktu dan harus dilakukan secara terencana, bertahap dan selalu dilakukan evaluasi serta harus dilakukan secara holistik (menyeluruh) dengan mengikutkansertakan seluruh potensi dan elemen pendidikan dan yang terpenting adalah IHKLAS bahwa seorang guru adalah pekerjaan mulia dalam membantu terciptanya generasi muda bangsa yang berkualitas. Ini yang harus disumbangkan oleh dunia pendidikan selain lingkungan lain yang juga berperan dalam pembentukan moral dan karakter peserta didik. Beberapa saran/masukan untuk guru. Pembelajaran dilakukan bukan hanya sekedar mendapatkan informasi (ilmu), melainkan harus berlanjut pada kepahaman peserta didik terhadap informasi/ilmu tersebut untuk kemudian mampu amalkan ilmu yang didapat. Harapan terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru hendaknya : 1. Menginformasikan materi dengan jelas (jangan hanya sebatas TAHU) 2. Membuat peserta didik mengerti (harus dipahami dan BISA melakukan) 3. Menghapus keraguan dan menambah keyakinan (TERAMPIL) 4. Mengubah yang tidak percaya menjadi percaya, tidak yakin menjadi yakin (AHLI) Uraian di atas menggambarkan bahwa penanaman pesan-pesan moral dan karakter dalam setiap materi ajar menjadi sangat penting, paling sedikit tanamkan tentang kejujuran, disiplin, kerja keras, saling menghargai, beretika, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Maju terus pendidikan, temukan kembali moral yang hilang, raih karakter yang terlupakan, berjuang terus guru, nasib generasi muda ada pada beban tugasMU.