MEMILIH METODE PEMBELAJARAN UNTUK MATA PELAJARAN PRODUKTIF PADA SMK PROGRAM STUDI KEAHLIAH TEKNIK OTOMOTIF Rabiman E-mail: [email protected] Prodi Pendidikan Teknik Mesin, FKIP, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta Abstrak Tujuan dari pembelajaran di SMK adalah untuk membuat siswa belajar dan menguasai kompetensi yang sudah ditentukan oleh kurikulum. Pembelajaran dikatakan efektif jika setelah mengikuti pembelajaran semua siswa dapat menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Guru sebagai pamong bertugas mengarahkan siswa untuk belajar sesuai dengan materi pelajaran sesuai dengan kompetensi yang sudah ditentukan tersebut. Pembelajaran yang baik harus dapat membuat semua siswa belajar. Agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik maka diperlukan suatu metode pembelajaran yang tepat. Ada berbagai jenis metode pembelajaran, tetapi tidak semuanya cocok digunakan dalam pembelajaran bidang keahlian teknik otomotif. Karena itu guru harus dapat memilih metode pembelajaran yang tepat. Dalam memilih metode pembelajaran guru perlu mempertimbangkan beberapa hal. Bila guru dapat memilih dan melaksanakan metode pembelajaran secara tepat, maka pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif. Kata Kunci: Belajar, Metode Pembelajaran, pemilihan metode A. Pendahuluan Dipenghujung akhir tahun 2015 Indonesia akan memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara, sehingga persaingan tenaga kerja akan semakin ketat. Sugiharsono (kedaulatan rakyat, 9 Mei 2015) menyatakan semakin dekatnya era MEA tidak memberi tawaran lain bagi indonesia selain harus menghadapinya dengan kesiapan diri. Hal ini menuntut perhatian semua sektor, terlebih sektor pendidikan yang menempati garda terdepan upaya pembangunan sumber daya manusia manusia (SDM Indonesia. Salah satu persiapan yang diperlukan adalah dengan meningkatkan kompetensi atau kemampuan peserta didik baik tingkat menengah maupun tingkat tinggi yang saat ini mengarah pada kemampuan global. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyanto (Kedaulatan rakyat, 2 Mei 2015) yang menyatakan bahwa Pendidikan perlu membelajarkan peserta didik disemua jenjang pendidikan akan pentingnya penguasaan ketrampilan abad 21 yang selalu mengalami perubahan. Ada 8 ketrampilan abad 21 yang harus dikuasai siswa yaitu (1) Leadership; (2) digital literacy; (3) (comunication; 4) emotional intelligence; (5) Entrepreneurship; (6) global citizenship; (7) Problem Solving; dan (8) Team working. Namun dibalik tuntutan berat tersebut saat banyak pihak yang masih meragukan kesiapan dunia pendidikan kita. Hal ini seperti disampaiakan Ketua umum PB PGRI Sulistyo yang mengatakan “pendidikan di Indonesia saat ini sedang sakit dan kualitasnya semakin memprihatinkan, terbukti dengan adanya fakta dan realitas rendahnya kemampuan kualitas lulusan sekolah dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai persoalan”. (kedaulatan rakyat 2 Mei 2014). Karena itu semua pihak yang 1 2 berkecimpung didunia pendidikan harus bekerja keras untuk meningkatkan kualitas lulusan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Salah satunya adalah faktor guru. Guru harus memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan. Disamping itu guru juga harus mampu melaksanakan pembelajaran yang baik. Menurut Sugito Ketua pengurus PB PGRI Selain kompetensi, keberhasilan pendidikan juga dipengaruhi metode pembelajaran yang digunakan guru. Untuk itu supaya siswa mudah dalam menyerap materi, metode pembelajaran harus dibuat menarik dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. (kedaulatan rakyat 27 November 2014). Sejalan dengan pendapat tersebut Sulistyanto menyatakan bahwa idealnya setiap guru harus memiliki metode mengajar tersendiri, agar siswa siswa bisa mengikuti pembelajaran secara menyenangkan. Jadi apapun kurikulum yang digunakan, selama metode mengajarnya bagus, guru lebih mudah menyesuaikan. (kedaulatan rakyat 19 November 2014) Pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) mempunyai perbedaan, karena tujuan dan karakteristik SMK berbeda dengan tujuan dan karakteristik SMA. Karena itu dalam pemilihan metode pembelajaranpun guru SMK juga memerlukan pertimbangan yang berbeda, karena pada dasarnya tidak ada metode pembelajaran yang paling baik. Semuan metode pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan metode pembelajaran. Guru sebaiknya menguasai berbagai metode pembelajaran, sehingga saat mengajar guru akan dapat memilih metode yang akan digunakan secara tepat sehingga pembelajaran yang dilaksanakan berkualitas dan efektif. Dengan pembelajaran yang berkualitas maka dapat menghasilkan lulusan yang siap menghadapi perubahan dan kemajuan zaman termasuk berlakunya MEA. PEMBAHASAN 1. Pembelajaran di SMK Program Keahlian Teknik Otomotif Secara umum pendidikan kejuruan berfungsi untuk mengajarkan peserta didiknya untuk memasuki dunia kerja. Karena itu pembelajaran di SMK seharusnya memberikan kepada siswa berupa ketrampilan atau kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diperlukan untuk memasuki dunia kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Thompson bahwa : Vocational education is any education that provides experiences, visual stimuli, affective awareness, cognitive information,or psychomotor skills; and that enhances the vocational development processes of exploring, establishing, and maintaining one self inthe world of work. (Thompshon 1973 : 216). Di Indonesia selain menyiapkan peserta didiknya untuk memasuki dunia kerja (baik bekerja untuk orang lain atau berwirausaha) SMK juga dituntut untuk memungkinkan lulusannya melanjutkan di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan yang termaktub dalam permendiknas 23/2006 bahwa : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai bagian dari pendidikan menengah kejuruan dalam sistem pendidikan nasional bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya” (Permendiknas 23/2006) 3 SMK menyelenggarakan program pendidikan yang disesuaikan dengan jenis-Jenis lapangan pekerjaan. SMK dapat menyelenggarakan beberapa bidang keahlian. Salah satu program keahlian dalam Bidang Teknologi dan Rekayasa adalah Teknik Otomotif. Program keahlian teknik otomotif yang menyediakan 5 Kompetensi Keahlian/bidang peminatan yaitu teknik kendaraan ringan, teknik sepeda motor, teknik perbaikan bodi otomotif, Teknik alat berat dan Teknik ototronik. (Dikdasmen: 2008). Pendidikan kejuruan yang dimaksud dalam makalah ini adalah SMK Bidang Teknologi dan Rekayasa Program Keahlian Teknik Otomotif Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan. Tujuan dari Program Keahlian ini adalah mempersiapkan siswanya agar dapat memasuki lapangan kerja teknik otomotif serta mengembangkan sikap profesional dalam bidang otomotif. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pembelajaran siswa dalam bidang kejuruan teknik kendaraan ringan dibagi dalam 3 kelompok program pelajaran, yaitu normatif, adaptif dan produktif. Menurut Prosser (1950) sekolah kejuruan dapat melakukan pembelajaran secara efisien dan efektif apabila : (1) disediakan lingkungan belajar yang sesuai dengan tempat dimana mereka akan bekerja kelak; (2) latihan tentang alat dan mesin-mesin tempat kerjanya; (3) secara langsung mempunyai kebiasaan berpikir dan meniru seperti yang diharapkan dalam, jabatannya nanti; (4) mengenal kondisi kerja dan harus memenuhi tuntutan kebutuhan lapangan kerja; (5) sumber data yang paling tepat untuk menentukan materi pendidikan kejuruan adalah pengalaman yang erat hubungannya dengan pekerjaan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, saat ini SMK menerapkan kurikulum berbasis kompetensi. Konsekuensi dari penggunaan pendekatan kompetensi tersebut adalah penyelenggaraan PBM tidak semata-mata diarahkan pada bagaimana siswa menguasai dan mengerjakan sesuatu (know how) tetapi perlu juga diarahkan pada pemahaman aspek kemengapaan sesuatu (know why) secara jelas sehingga memiliki daya suai (adaptable) yang memadai terhadap perkembang terjadi. Disisi lain guru tidak lagi berperan semata-mata sebagai pengajar dan menjadikan dirinya sebagai satusatunya sumber belajar siswa melainkan perlu diupayakan pengembangan peran guru sebagai fasilitator yang selalu siap membantu siswa agar mereka dapat belajar secara optimal. Dalam pembelajaran di SMK haruslah berprinsip bahwa siswalah yang harus belajar. Nasta (2005: 540) menyatakan : “The Vocational curriculum has commonly been characterized as student-centered”. Karena itu guru SMK harus menggunakan metode pembelajaran yang tepat, yang dapat memadukan antar pembelajaran teori maupun praktek sehingga dapat tercipta pembelajaran yang terpusat pada siswa (siswa aktif) namun efektif. . 2. Metode Pembelajaran Pada prinsipnya belajar adalah aktifitas yang bersifat individu. Belajar tidak akan dapat berjalan dengan sendirinya, tetapi memerlukan dukungan lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini seperti dikatakan Wong & wong (2005:261) : “learning is individual activity but not a solitary one. It is more effective when takes place within a supportive community of learners.” Dilingkungan sekolah proses pembelajaran menjadi tanggung jawab guru. Karena itu gurulah yang harus bertanggung jawab menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif. Untuk menciptakan pembelajaran yang kondusif guru memerlukan metode atau strategi pembelajaran. Dalam bahasa inggris pembelajaran diistilahkan dengan instructional atau teaching tergantung konteksnya. Bahasa inggrisnya metode adalah method yang berati 4 cara. Karena itu metode pembelajaran dapat diartikan cara membelajarkan. “Metode dapat diartikan sebagai cara yang berkait dengan pengorganisasian belajar, seperti kegiatan individu, kegiatan kelompok atau kegiatan massal.” (Basleman dan Mappa, 2011:158). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran berfungsi untuk mengatur interaksi antar komponen pembelajaran. a. Metode Pembelajaran Yang Berpusat Pada Guru Metode belajar ini mendasarkan pada teori belajar sosial dan behavioristik. Metode pembelajaran dikatakan berpusat pada guru kalau dalam pembelajaran gurulah yang aktif, sedangkan siswa bersifat pasif. Metode pembelajaran yang berpusat pada guru diantaranya adalah, ceramah, hafalan (drill), tanya jawab, demontrasi dan pembelajaran langsung. 1). Ceramah Menurut Marsh (2011:204-26) Ceramah adalah presentasi langsung oleh guru menggunakan mulut. Untuk mendukung ceramah dapat menggunakan bantuan multimedia. Ceramah cocok digunakan untuk: menyampaikan informasi secara cepat dan langsung, memperkenalkan suatu pengetahuan baru, menyebarkan informasi, pembelajaran yang tidak ada bahan pendukung, dan meningkatkan perhatian serta motivasi. Beberapa kelemahan ceramah diantaranya adalah 1) tidak memberikan kesempatan siswa menunjukkan kreativitas ataupun kemampuan memecahkan masalah; 2) dapat membuat guru merasa superior; 3) dapat membuat siswa bosan; dan 4) kurang mendukung perkembangan sosial siswa. Kelemahan kelemahan ceramah diatas bila diatasi, maka metode ini juga dapat berjalan secara efektif. Agar ceramah dapat belangsung efektifan perlu diperhatikan hal-hal berikut.1) lakukan dengan intonasi suara dan ekspresi yang menarik; 2)pastikan semua siswa dapat mendengar; 3)berikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya; 4)gunakan kombinasi dari multimedia, alat peraga, lembar hand out, dan papan tulis untuk menuliskan pernyataan-pernyataan kunci; 5)lakukan ceramah dengan bersemangat dan melihat peserta secara langsung; 6)waktu ceramah maksimal 20 menit; 7)sesuaikan materi ceramah dengan kemampuan dan ketertarikan siswa; 8)gunakan jeda waktu dalam membuat pernyataan kunci dan pertanyaan; 9)sebut nama siswa dan hubungkan materi ceramah dengan bidang yang menarik siswa; dan 10)buat catatan singkat untuk mengoptimalkan effek yang dramastis. 2). Hafalan Adalah metode pembelajaran dengan cara membangkitkan kembali memori yang ada di dalam pikiran seseorang. Metode hafalan bertujuan untuk meningkatkan penguasaan materi yang dapat dipanggil dengan cepat dan benar. Metode hafalan dapat digunakan dalam pembelajaran yang terkait dengan pengenalan bagian-bagian, urutan prosedur dan pengembangan keterampilan. Metode hafalan dapat dilakukan secara efektif dengan: waktu hafalan sekitar 1015 menit, jumlah dan jenis materi hafalan sesuai dengan kebutuhan siswa, ada catatan kemajuan hafalan siswa, dilakukan secara insidental dan diselingi dengan aktifitas lain, menggunakan permainan, dan siswa harus diberi pemahaman mengapa mereka harus mengafal materi tersebut. 3). Tanya Jawab Terarah. Adalah metode pembelajaran dengan cara guru memberikan pertanyaan kepada siswa baik secara lisan maupun tertulis. Metode tanya jawab dapat 5 digunakan untuk mendapatkan umpan balik selama demonstrasi, memfokuskan diskusi, mengajukan permasalah untuk dipecahkan, mempertajam persepsi siswa, meningkatkkan perhatian siswa, mengetahui kelemahan siswa, dan memastikan ketepatan respon siswa. Metode tanya jawab dapat ditingkatkan efektifitasnya dengan cara: membuat pertanyaan yang jelas, mengajukan pertanyaan terlebih dahulu sebelum menentukan siapa yang harus menjawab, pertanyaan yang diajukan terkait dengan materi yang dipelajari, pertanyaan diberikan secara merata, pertanyaan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, hanya mengajukan 1 pertanyaan dalam satu waktu, tidak bertanya secara tergesa-gesa, beri jeda 3 detik sebelum mengajukan pertanyaan, beri penguatan atas jawaban siswa dan dengarkan jawaban siswa secara cermat. 4). Pembelajaran Langsung Dalam bahasa inggris Pembelajaran Langsung diistilahkan dengan direct instruction, direct teaching atau direct learning. Direct teaching, menurut Parkay& Stanford (2010:347) sangat cocok digunakan untuk pengembangan ketrampilan dasar yang berupa prosedur dan penguasaan pengetahuan secara bertahap dan terstruktur, tetapi tidak cocok untuk materi pembelajaran yang tidak terstruktur, ketrampilan tingkat tinggi, analisis dan pemecahan masalah. Marsh (2011: 210) merangkum beberapa pendapat bahwa direct teaching akan efektif kalau materi pelajaran terstruktur baik, jelas dan tidak membingungkan. Disamping itu direct teaching juga cocok untuk mengembangkan kemampuan dasar bagi pembelajar muda dan murid yang berkemampuan rendah. Sedangkan kekurangannya adalah mengurangi kemandirian siswa, tidak cocok untuk meningkatkan kreatifitas dan pemecahan masalah. Menurut Parkay & Stanford (2010: 348) tahapan direct teaching terdiri dari 8 langkah yaitu: 1) orientasi materi pelajaran; 2) merangkum materi pelajaran sebelumnya; 3) menyampaikan dan mendemonstrasikan materi pelajaran; 4) melihat pemahaman siswa dan membenarkan kesalahpahaman; 5) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktekan ketrampilan atau pengetahuan barunya; 6) memberikan penguatan dan mengoreksikan kesalahan dalam praktek; 7) memberikan pekerjaan rumah menyangkut materi terbaru; dan 8) merangkum materi pelajaran di akhir pertemuan. Untuk meningkatkan efektifitas Direct teaching perlu direncanakan dengan baik dengan memperhatikan prinsip-prinsip behavioris. Adapun tahapan yang harus diperhatikan menurut Marsh (2011: 209) adalah sebagai berikut: a) guru menyiapkan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan siswa, menentukan tes, dan mengidentifikasi tingkat kemampuan; b) mengggunakan analisis pekerjaan/tugas untuk menentukan kemampuan apa yang diperlukan oleh siswa untuk menguasai suatu ketrampilan, tahap ini termasuk membagi suatu ketrampilan utama menjadi sub-sub ketrampilan dan menyusunnya berdasar logika berpikir; a) pengaturan waktu sangat diperlukan, karena itu perhitungkan bahwa waktu pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa. 5). Demonstrasi Menurut Marsh (2011: 210) Demonstrasi oleh guru dapat digunakan pada siswa semua usia. Demonstrasi dapat digunakan untuk menjelaskan pengetahuan ataupun untuk mengembangkan skill yang harus dikuasai oleh setiap siswa. Demonstrasi dapat digunakan untuk menarik perhatian siswa. Untuk meningkatkan daya tarik demonstrasi guru harus benar-benar menguasai 6 pengetahuan yang didemonstrasikan dan menggunakan bantuan berbagai alat bantu. Demonstrasi yang dilaksanakan sekedarnya, maka hasilnyapun juga akan tidak efektif. Agar demonstrasi dapat berlangsung dengan efektif, menurut Marsh (2011: 210) guru harus melakukan pengaturan sebagai berikut: a) dilakukan dengan cara yang paling sederhana, terutama pada materi yang sulit, hindari mengajarkan beberapa konsep secara bersamaan; b) mengatur posisi agar semua siswa dapat mendengar dan melihat demonstrasi; c)secara berkala diperhatikan bahwa semua siswa dapat mengikuti jalanya demonstrasi; d)perhatikan kesesuaian dan kecukupan alat bantu dengan materi pelajaran yang didemontrasikan; e)jika diperlukan tunjuk salah satu siswa untuk mendemonstrasikan kembali materi yang telah didemontrasikan guru; f) melakukan demonstrasi dengan penuh semangat; dan g)semua persyaratan keselamatan dan keamanan telah dipersiapkan. b. Model Pembelajaran Yang Berpusat Pada Siswa Model pembelajaran ini berdasarkan pada teori belajar kognitif dan kontruktivisme. Belajar memerlukan keaktifan, baik guru maupun siswa. Karena itu guru harus dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang aktif. Guru harus menggunakan strategi pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan guru. Menurut Nadler (1982: 150): ” learning is a very active situation, and it is important that the learner and the instructor be equally active”. Jadi pembelajaran yang baik tidak akan terjadi kalau hanya guru atau siswa saja yang aktif, melainkan keduanya harus aktif. Metode pembelajaran dikatakan berpusat pada siswa bila dalam pembelajaran siswalah yang aktif, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator. Metode pembelajaran yang pada berpusat pada siswa diantaranya adalah metode diskusi, pembelajaran kooperatif dan Pembelajaran berbasis masalah serta metode yang lebih menekankan pada pencarian (inkuiri) dan penemuan. Metode ini dapat emnggunakan berbagai jenis alat bantu mengajar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. 1) Diskusi Diskusi adalah metode belajar dimana antara guru dan siswa atau antar siswa saling mengemukakan pendapat tentang suatu topik. Diskusi dapat dilakukan pada kelompok besar maupun kelompok kecil. Pada diskusi kelompok besar atau diskusi kelas biasanya dipimpin oleh guru dan pembelajaran cenderung didominasi oleh guru. Pada diskusi kelompok kecil guru dapat menunjuk ketua kelompok yang diberi tugas memimpin diskusi tentang materi yang telah ditentukan. Guru bertugas memperhatikan dan mengontrol agar diskusi dapat berlangsung dengan baik. Pada diskusi kelompok kecil kadang-kadang guru juga berfungsi sebagai narasumber. Guru juga bertugas untuk menjaga agar situasi kelas tidak terlalu ramai. Guru juga dapat menyelipkan suatu pendapat dalam diskusi tersebut. Pada akhir diskusi guru harus mengumpulkan catatan hasil diskusi dan memeriksa pencapaian setiap kelompok dan memberikan umpan balik. Metode ini kurang cocok untuk siswa tingkat rendah yang daya nalarnya masih kurang. Diskusi dapat digunakan untuk untuk: 1) memperdalam penguasaan materi pelajaran; 2) untuk menguji jawaban siswa tentang materi yang rumit, memerlukan opini, ide-ide dan debat; 3) memberikan kesempatan kepada siswa dalam memecahkan masalah; 4) mendiskusikan isu-isu terkait yang 7 menarik, kisalnya diskusi tentang hubungan antara emisi gas buang dengan pemanasan global; dan 4) untuk meningkatkan ketrampilan komunikasi antar siswa. Agar diskusi dapat berjalan secara efektif diperlukan pengaturan lay out tempat duduk. Pengaturan tempat duduk ini dapat dibuat misalnya kursi disusun melingkar, bentuk tapal kuda atau bentuk lain yang memungkinkan tatap muka langsung antar siswa dalam satu grup. 2) Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (2010: 1) pembelajaran kooperatif dapat dilaksanakan pada semua tingkatan siswa dengan berbagai tingkat kemampuan. Menurut Arends (2008: 5-6) metode pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interdependensi siswa dalam struktur tugas, tujuan dan reward. Metode ini cocok untuk mengembangkan prestasi akademis, toleransi dalam keragaman dan ketrampilan sosial. Lebih lanjut Arends menyatakan pembelajaran kooperatif ditanda dengan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok dimana tiap kelompok terdiri dari siswa dengan karakteristik dan kemampuan yang beragam, serta ada penghargaan kelompok. Adapun tahapan pembelajaran kelompok dapat dibagi menjadi 6 tahap, yaitu a) penyampaian dan klarifikasi tujuan pembelajaran; b) presentasi informasi kepada siswa; c) pembentukan kelompok-kelompok siswa secara heterogen; d) membantu tim dalam belajar; e) guru menguji kemampuan kelompok atau presentasi kelompok; dan f). memberikan pengakuan kelompok. Tahapan-tahapan ini harus dilaksanakan secara urut. Metode pembelajaran kooperatif memiliki berbagai bentuk. Menurut Arends (2008: 13-16 metode-metode yang termasuk pembelajaran kooperatif adalah Students Team Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Grup Investigasi, Think Pair Share, dan Numbered Heads Together. Slavin (2010) juga mengklasifikasikan Team Accelerated Instruction (TAI) dan Team Game Tournament (TGT) sebagai pembelajaran kooperatif. 3) Problem Solving atau Inquiri Menurut Mars (1996:138) problem solving dan inquiri adalah metode pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dengan cara bekerja langsung dan dapat digunakan pada semua tingkatan siswa. Metode ini memiliki keunggulan: memungkinkan siswa melihat isi pelajaran yang lebih realistik sesuai dengan keadaan sebenarnya dan dapat menerapkan data yang diperoleh untuk memecahkan masalah, dapat meningkatkan motivasi siswa, memungkinkan guru bekerja sebagai fasilitator dan efektif digunakan untuk pembelajaran afektif atau etika. Tahapan tahapan dalam pembelajaran inquiri atau problem solving meliputi: a). mengajukan suatu isu atau permasalahan; b) memberikan pengarahan dan membuat hipotesis; c) mengorganisasikan siswa atau membentuk kelompok; c)mencari jawaban atas pertanyaan; e) memilih, mengumpulkan dan memproses data yang sesuai dengan permasalahan, f) membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan dengan kelompok lain; dan g) memikirkan tindak lanjut. 8 4) Problem Based Learning (PBL) PBL yang dalam bahasa inggrisnya diistilahkan dengan Problem based learning adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, yang terbuka dan tidak terstruktur melalui stimulus dalam belajar. Chia Liu et.al (2009 : 206) mengatakan: “problem based learning (PBL) can devined as simply as a model that organizes learning around problem”. PBL menjadikan masalah sebagai panduan utama dalam proses belajar mengajar. Menurut Panen, Mustafa, & Sekarwinahyu, (2005: 89) pemecahan masalah yang dapat menumbuhkan proses belajar siswa secara berkelompok maupun individual merupakan ciri utama PBL. Permasalahan menjadi fokus, stimulus dan pemandu dalam belajar. Masalah sebagai panduan dalam belajar dapat diajukan oleh siswa ataupun guru. Hasil belajar dari PBL menurut Suprijono (2009:72) diantaranya adalah siswa memiliki ketrampilan penyelidikan, ketrampilan memecahkan masalah, belajar mandiri dan independen. Adapun ciri utama PBL menurut Arends (2008) meliputi pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin ilmu, penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya. PBL tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyakbanyaknya kepada siswa. Ada 5 tahapan (sintaks) untuk mengimplementasikan PBL yang merupakan suatu pola untuk mewujudkan metode pembelajaran. PBL dimulai dengan mengorientasikan siswa pada masalah dan diakhiri dengan evaluasi kerja siswa. 3. Pertimbangan dalam Memilih Metode Pembelajaran Banyak faktor yang berpengaruh dalam memilih metode pembelajaran. Memilih metode pembelajaran pada dasarnya juga harus disesuaikan dengan metode belajar siswa. Menurut Parkay & Standford (2010:347) “models of teaching are really models of learning“. Metode mengajar adalah metode belajar yang sebenarnya, karena itu siswa yang memiliki metode belajar yang berbeda mestinya diajar dengan metode yang berbeda. Memilih metode pembelajaran harus mempertimbangkan tujuan belajar. Menurut Gutrie & Schuerman (2011: 52): Fundamental tenent of contemporary learning theory assert that different kinds of learning goals require different pedagogical approaches and that the design of learning environments can be enhanced by insights about the processes of learning, transfer and competent performance. Untuk meningkatkan prestasi belajar guru dapat menggunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dipadukan dengan metode yang tepat. Dengan begitu proses belajar siswa akan menjadi lebih mudah. Intinya dalam mendesain metode pembelajaran semua faktor yang terkait dengan proses belajar mengajar harus diperhitungkan, termasuk faktor kurikulum, siswa, pengajar sekolah dan juga lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Nadler, (1982:182) yang menyatakan: “to select instructional strategies that are appropriate for the curriculum, the learner, the instructor, and the organization”. Mendukung pendapat tersebut Parkay & Stanford (2010:66 ) mengatakan : ”teachers must know their student’ aptitudes, learning styles, stages of development, and readiness to learn new material so they can modify instructional strategies based on students needs.” Lebih lanjut Parkay & Stanford (2010:347 ) menyatakan “in addition, 9 variables such as teacher’s style, learners’ characteristics, the culture of the school and surrounding community, and the resources available all influence the method to use”. Sedangkan menurut penelitian Thompson dan Chapman (2004) menunjukkan bahwa efektifitas suatu metode pembelajaran sangat tergantung pada ketrampilan guru dalam memanagement kelas. Karena itu guru harus benar-benar terampil dalam mengatur kelasnya saat menerapkan sutu metode pembelajaran. Sebagai panduan dalam memilih strategi pembelajaran, Nadler (1982: 182-183) memberikan panduan sebagai berikut: a. apakah metode pembelajaran yang dipilih cocok dengan kurikulum? b. apakah penerapan metode pembelajaran dapat mencapai tujuan pembelajaran? c. apakah metode pembelajaran yang direncanakan dapat menunjukan kebutuhan belajar? d. jika metode pembelajaran yang direncanakan digunakan, akan terkait dengan kemampuan kerja yang sekarang dibutuhkan? e. jika pelatihan dilaksanakan dengan metode pembelajaran yang direncanakan ini apakah permasalahan yang ada dapat dipecahkan? f. apakah metode pembelajaran yang dipilih dapat diimplementasikan? g. apakah peralatan pendukung penerapan metode pembelajaran yang direncanakan dapat tersedia saat dibutuhkan? C. KESIMPULAN Tujuan pembelajaran di SMK telah ditentukan oleh kurikulum. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal, maka pembelajaran harus dibuat efektif. Banyak faktor yang mempengaruhi efektifitas pembelajaran, salah satunya adalah metode pembelajaran. Ada banyak metode pembelajaran, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru dan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Semua metode pembelajaran bila digunakan dengan tepat hasilnya akan baik, dan tidak semuan metode cocok digunakan dalam pembelajaran bidak teknik otomotif. Setiap sekolah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Mungkin suatu metode pembelajaran mungkin sangat baik diterapkan pada suatu sekolah, tetapi belum tentu cocok diterapkan disekolah yang lain. Karena itu guru bidang teknik otomotif dituntut untuk dapat memilih dan menggunakan metode pembelajaran secara tepat. Dalam memilih metode pembelajaran diperlukan beberapa pertimbangan diantaranya adalah tujuan dan materi pembelajaran, karakteristik siswa, kemampuan guru, ketersediaan alat pendukung dan bisa tidaknya diterapkan. DAFTAR PUSTAKA Arends, R.I. (2008). Learning to teach: Belajar untuk mengajar edisi ketujuh/buku dua. (Terjemahan Helly Prayitno S & Sri Mulyantini S). New York: McGraw Hill Companies. (Buku Asli diterbitkan tahun 2007). Basleman, A. & Mappa, S. (2011). Teori belajar orang dewasa. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Chia Liu, W., Liau, A.K, & Tan, O.S. (2009). E-portofolios for problem based learning: Scaffolding thinking and learning in preservice teacher education. Dalam Tan,O.S. (Eds). Problem-Based Learning And Creativity (pp. 205-223). Singapore: Cengage Learning Asia Pte, Ltd 10 Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 23 Tahun 2006, tentang Standar Kompetensi Kelulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas. (2008). Keputusan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas No.251/C/KEP/MN/2008 tentang Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejururan. Guthrie, J.W. & Schuermann P.J.(2011). Leading schools to succes: Constructing and sustaining high performing learning cultures. Los Angels: SAGE Publication, Inc. Implementasi Kurikulum 2013 Sebagai Subyek Perubahan. (23 November 2014). Kedaulatan Rakyat, p.2. Marsh, C.J. (2010). Becoming a teacher: knowledge, skills and issues (5th ed). French Forest: Pearson Australia Nadler, L. (1982). Designing training program: The critical events model. Sydney: Addison Wesley Publishing Company. Nasta, T. (2005). How to Design a vocational curriculum a practical guide for schools and colledges. Abingdon: RoutledgePalmer. Panen, P., Mustafa, D., & Sekarwinahyu, M. (2005). Konstruktivisme dalam pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI-Universitas Terbuka Parkay, F.A. & Stanford, B.H. (2010). Becoming a teacher (8th ed). New Jersey: Pearson Education, Inc Pendidikan di Indonesia Sakit, Seolah Tanpa Arah. (02 Mei 2014). Kedaulatan Rakyat, p.11. Perbaikan Metode Jadi Keharusan. (19 November 2014). Kedaulatan Rakyat, p.10. Perbaikan Metode Jadi Keharusan, Masih Banyak Guru yang Tidak Kreatif. (27 November 2014). Kedaulatan Rakyat, p.10. Proser, C. A., & Allen, C.R. (1950). Vocational Education in a Deocracy. New York : Centuri Slavin, Robert E (2010: 1). Cooperative Learning: teori riset dan prkatek. Bandung: Nusa Media. Suprijono, A. (2009). Cooperative learning, teori dan aplikasi paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suyanto. (2 Mei 2015). Tantangan Global Pendidikan. Kedaulatan Rakyat, p.1. Tantangan Profesionalisme Pendidik di MEA. (9 Mei 2015). Kedaulatan Rakyat, p.11. Thompson, J.F (1973) Foundations of Vocational Educations: Social and Philosophical Consepts. Englewoods Cliffs, NJ: Prentice Hall Thompson, C.J., & Chapman, E.S (2004). Effects of cooperative learning on achievement of adult learners in introductory psychology classes.[Versi Electronik]. Social Behavior and Personality. 32, 2, 139-146 Wong, H.K. & Wong, R.T. (2005). How To be an effective teacher: The first days of school. Singapore: Harry K.Wong Publications.Inc. 11 BIODATA PENULIS Rabiman S.Pd, M.Pd, lahir di Klaten, tanggal 17 April 1975. Menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif di UNY pada Tahun 2000. Menyelesaikan pendidikan S2 di Prodi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Program Pascasarjana UNY Tahun 2013 . Sejak tahun 2010 menjadi Dosen Negeri Dipekerjakan di Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, FKIP, UST dengan NIDN 0017047502. NIP 197504172005011003 Email : [email protected]