MEMILIH METODE PEMBELAJARAN UNTUK MATA PELAJARAN

advertisement
MEMILIH METODE PEMBELAJARAN UNTUK MATA
PELAJARAN PRODUKTIF PADA SMK PROGRAM STUDI KEAHLIAH
TEKNIK OTOMOTIF
Rabiman
E-mail: [email protected]
Prodi Pendidikan Teknik Mesin, FKIP, Universitas Sarjanawiyata
Tamansiswa Yogyakarta
Abstrak
Tujuan dari pembelajaran di SMK adalah untuk membuat siswa belajar dan
menguasai kompetensi yang sudah ditentukan oleh kurikulum. Pembelajaran dikatakan
efektif jika setelah mengikuti pembelajaran semua siswa dapat menguasai kompetensi
yang telah ditetapkan. Guru sebagai pamong bertugas mengarahkan siswa untuk belajar
sesuai dengan materi pelajaran sesuai dengan kompetensi yang sudah ditentukan
tersebut. Pembelajaran yang baik harus dapat membuat semua siswa belajar. Agar
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik maka diperlukan suatu metode
pembelajaran yang tepat. Ada berbagai jenis metode pembelajaran, tetapi tidak
semuanya cocok digunakan dalam pembelajaran bidang keahlian teknik otomotif.
Karena itu guru harus dapat memilih metode pembelajaran yang tepat. Dalam memilih
metode pembelajaran guru perlu mempertimbangkan beberapa hal. Bila guru dapat
memilih dan melaksanakan metode pembelajaran secara tepat, maka pembelajaran dapat
dilaksanakan secara efektif.
Kata Kunci: Belajar, Metode Pembelajaran, pemilihan metode
A. Pendahuluan
Dipenghujung akhir tahun 2015 Indonesia akan memasuki era Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan
mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara, sehingga persaingan tenaga
kerja akan semakin ketat. Sugiharsono (kedaulatan rakyat, 9 Mei 2015) menyatakan
semakin dekatnya era MEA tidak memberi tawaran lain bagi indonesia selain harus
menghadapinya dengan kesiapan diri. Hal ini menuntut perhatian semua sektor, terlebih
sektor pendidikan yang menempati garda terdepan upaya pembangunan sumber daya
manusia manusia (SDM Indonesia. Salah satu persiapan yang diperlukan adalah dengan
meningkatkan kompetensi atau kemampuan peserta didik baik tingkat menengah
maupun tingkat tinggi yang saat ini mengarah pada kemampuan global. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suyanto (Kedaulatan rakyat, 2 Mei 2015) yang menyatakan bahwa
Pendidikan perlu membelajarkan peserta didik disemua jenjang pendidikan akan
pentingnya penguasaan ketrampilan abad 21 yang selalu mengalami perubahan. Ada 8
ketrampilan abad 21 yang harus dikuasai siswa yaitu (1) Leadership; (2) digital literacy;
(3) (comunication; 4) emotional intelligence; (5) Entrepreneurship; (6) global
citizenship; (7) Problem Solving; dan (8) Team working.
Namun dibalik tuntutan berat tersebut saat banyak pihak yang masih meragukan
kesiapan dunia pendidikan kita. Hal ini seperti disampaiakan Ketua umum PB PGRI
Sulistyo yang mengatakan “pendidikan di Indonesia saat ini sedang sakit dan
kualitasnya semakin memprihatinkan, terbukti dengan adanya fakta dan realitas
rendahnya kemampuan kualitas lulusan sekolah dalam menghadapi dan menyelesaikan
berbagai persoalan”. (kedaulatan rakyat 2 Mei 2014). Karena itu semua pihak yang
1
2
berkecimpung didunia pendidikan harus bekerja keras untuk meningkatkan kualitas
lulusan.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pendidikan untuk
menghasilkan lulusan yang berkualitas. Salah satunya adalah faktor guru. Guru harus
memenuhi kompetensi yang dipersyaratkan. Disamping itu guru juga harus mampu
melaksanakan pembelajaran yang baik. Menurut Sugito Ketua pengurus PB PGRI
Selain kompetensi, keberhasilan pendidikan juga dipengaruhi metode pembelajaran
yang digunakan guru. Untuk itu supaya siswa mudah dalam menyerap materi, metode
pembelajaran harus dibuat menarik dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.
(kedaulatan rakyat 27 November 2014). Sejalan dengan pendapat tersebut Sulistyanto
menyatakan bahwa idealnya setiap guru harus memiliki metode mengajar tersendiri,
agar siswa siswa bisa mengikuti pembelajaran secara menyenangkan. Jadi apapun
kurikulum yang digunakan, selama metode mengajarnya bagus, guru lebih mudah
menyesuaikan. (kedaulatan rakyat 19 November 2014)
Pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Sekolah Menengah
Atas (SMA) mempunyai perbedaan, karena tujuan dan karakteristik SMK berbeda
dengan tujuan dan karakteristik SMA. Karena itu dalam pemilihan metode
pembelajaranpun guru SMK juga memerlukan pertimbangan yang berbeda, karena pada
dasarnya tidak ada metode pembelajaran yang paling baik. Semuan metode
pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan. Banyak faktor yang
mempengaruhi keberhasilan penerapan metode pembelajaran. Guru sebaiknya
menguasai berbagai metode pembelajaran, sehingga saat mengajar guru akan dapat
memilih metode yang akan digunakan secara tepat sehingga pembelajaran yang
dilaksanakan berkualitas dan efektif. Dengan pembelajaran yang berkualitas maka dapat
menghasilkan lulusan yang siap menghadapi perubahan dan kemajuan zaman termasuk
berlakunya MEA.
PEMBAHASAN
1. Pembelajaran di SMK Program Keahlian Teknik Otomotif
Secara umum pendidikan kejuruan berfungsi untuk mengajarkan peserta didiknya
untuk memasuki dunia kerja. Karena itu pembelajaran di SMK seharusnya memberikan
kepada siswa berupa ketrampilan atau kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik
yang diperlukan untuk memasuki dunia kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat
Thompson bahwa :
Vocational education is any education that provides experiences, visual stimuli,
affective awareness, cognitive information,or psychomotor skills; and that
enhances the vocational development processes of exploring, establishing, and
maintaining one self inthe world of work. (Thompshon 1973 : 216).
Di Indonesia selain menyiapkan peserta didiknya untuk memasuki dunia kerja
(baik bekerja untuk orang lain atau berwirausaha) SMK juga dituntut untuk
memungkinkan lulusannya melanjutkan di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini
sesuai dengan yang termaktub dalam permendiknas 23/2006 bahwa :
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai bagian dari pendidikan menengah
kejuruan dalam sistem pendidikan nasional bertujuan meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya”
(Permendiknas 23/2006)
3
SMK menyelenggarakan program pendidikan yang disesuaikan dengan jenis-Jenis
lapangan pekerjaan. SMK dapat menyelenggarakan beberapa bidang keahlian. Salah
satu program keahlian dalam Bidang Teknologi dan Rekayasa adalah Teknik Otomotif.
Program keahlian teknik otomotif yang menyediakan 5 Kompetensi Keahlian/bidang
peminatan yaitu teknik kendaraan ringan, teknik sepeda motor, teknik perbaikan bodi
otomotif, Teknik alat berat dan Teknik ototronik. (Dikdasmen: 2008). Pendidikan
kejuruan yang dimaksud dalam makalah ini adalah SMK Bidang Teknologi dan
Rekayasa Program Keahlian Teknik Otomotif Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan
Ringan. Tujuan dari Program Keahlian ini adalah mempersiapkan siswanya agar dapat
memasuki lapangan kerja teknik otomotif serta mengembangkan sikap profesional
dalam bidang otomotif. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pembelajaran siswa
dalam bidang kejuruan teknik kendaraan ringan dibagi dalam 3 kelompok program
pelajaran, yaitu normatif, adaptif dan produktif.
Menurut Prosser (1950) sekolah kejuruan dapat melakukan pembelajaran secara
efisien dan efektif apabila : (1) disediakan lingkungan belajar yang sesuai dengan
tempat dimana mereka akan bekerja kelak; (2) latihan tentang alat dan mesin-mesin
tempat kerjanya; (3) secara langsung mempunyai kebiasaan berpikir dan meniru seperti
yang diharapkan dalam, jabatannya nanti; (4) mengenal kondisi kerja dan harus
memenuhi tuntutan kebutuhan lapangan kerja; (5) sumber data yang paling tepat untuk
menentukan materi pendidikan kejuruan adalah pengalaman yang erat hubungannya
dengan pekerjaan.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, saat ini SMK menerapkan kurikulum
berbasis kompetensi. Konsekuensi dari penggunaan pendekatan kompetensi tersebut
adalah penyelenggaraan PBM tidak semata-mata diarahkan pada bagaimana siswa
menguasai dan mengerjakan sesuatu (know how) tetapi perlu juga diarahkan pada
pemahaman aspek kemengapaan sesuatu (know why) secara jelas sehingga
memiliki
daya suai (adaptable) yang memadai terhadap perkembang terjadi. Disisi lain guru tidak
lagi berperan semata-mata sebagai pengajar dan menjadikan dirinya sebagai satusatunya sumber belajar siswa melainkan perlu diupayakan pengembangan peran guru
sebagai fasilitator yang selalu siap membantu siswa agar mereka dapat belajar secara
optimal. Dalam pembelajaran di SMK haruslah berprinsip bahwa siswalah yang harus
belajar. Nasta (2005: 540) menyatakan : “The Vocational curriculum has commonly
been characterized as student-centered”. Karena itu guru SMK harus menggunakan
metode pembelajaran yang tepat, yang dapat memadukan antar pembelajaran teori
maupun praktek sehingga dapat tercipta pembelajaran yang terpusat pada siswa (siswa
aktif) namun efektif.
.
2. Metode Pembelajaran
Pada prinsipnya belajar adalah aktifitas yang bersifat individu. Belajar tidak akan
dapat berjalan dengan sendirinya, tetapi memerlukan dukungan lingkungan belajar
yang kondusif. Hal ini seperti dikatakan Wong & wong (2005:261) : “learning is
individual activity but not a solitary one. It is more effective when takes place within a
supportive community of learners.” Dilingkungan sekolah proses pembelajaran menjadi
tanggung jawab guru. Karena itu gurulah yang harus bertanggung jawab menciptakan
lingkungan pembelajaran yang kondusif. Untuk menciptakan pembelajaran yang
kondusif guru memerlukan metode atau strategi pembelajaran.
Dalam bahasa inggris pembelajaran diistilahkan dengan instructional atau
teaching tergantung konteksnya. Bahasa inggrisnya metode adalah method yang berati
4
cara. Karena itu metode pembelajaran dapat diartikan cara membelajarkan. “Metode
dapat diartikan sebagai cara yang berkait dengan pengorganisasian belajar, seperti
kegiatan individu, kegiatan kelompok atau kegiatan massal.” (Basleman dan Mappa,
2011:158). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran
berfungsi untuk mengatur interaksi antar komponen pembelajaran.
a. Metode Pembelajaran Yang Berpusat Pada Guru
Metode belajar ini mendasarkan pada teori belajar sosial dan behavioristik.
Metode pembelajaran dikatakan berpusat pada guru kalau dalam pembelajaran
gurulah yang aktif, sedangkan siswa bersifat pasif. Metode pembelajaran yang
berpusat pada guru diantaranya adalah, ceramah, hafalan (drill), tanya jawab,
demontrasi dan pembelajaran langsung.
1). Ceramah
Menurut Marsh (2011:204-26) Ceramah adalah presentasi langsung oleh
guru menggunakan mulut. Untuk mendukung ceramah dapat menggunakan
bantuan multimedia. Ceramah cocok digunakan untuk: menyampaikan informasi
secara cepat dan langsung, memperkenalkan suatu pengetahuan baru,
menyebarkan informasi, pembelajaran yang tidak ada bahan pendukung, dan
meningkatkan perhatian serta motivasi. Beberapa kelemahan ceramah diantaranya
adalah 1) tidak memberikan kesempatan siswa menunjukkan kreativitas ataupun
kemampuan memecahkan masalah; 2) dapat membuat guru merasa superior; 3)
dapat membuat siswa bosan; dan 4) kurang mendukung perkembangan sosial
siswa.
Kelemahan kelemahan ceramah diatas bila diatasi, maka metode ini juga
dapat berjalan secara efektif. Agar ceramah dapat belangsung efektifan perlu
diperhatikan hal-hal berikut.1) lakukan dengan intonasi suara dan ekspresi yang
menarik; 2)pastikan semua siswa dapat mendengar; 3)berikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya; 4)gunakan kombinasi dari multimedia, alat peraga, lembar
hand out, dan papan tulis untuk menuliskan pernyataan-pernyataan kunci;
5)lakukan ceramah dengan bersemangat dan melihat peserta secara langsung;
6)waktu ceramah maksimal 20 menit; 7)sesuaikan materi ceramah dengan
kemampuan dan ketertarikan siswa; 8)gunakan jeda waktu dalam membuat
pernyataan kunci dan pertanyaan; 9)sebut nama siswa dan hubungkan materi
ceramah dengan bidang yang menarik siswa; dan 10)buat catatan singkat untuk
mengoptimalkan effek yang dramastis.
2). Hafalan
Adalah metode pembelajaran dengan cara membangkitkan kembali memori
yang ada di dalam pikiran seseorang. Metode hafalan bertujuan untuk
meningkatkan penguasaan materi yang dapat dipanggil dengan cepat dan benar.
Metode hafalan dapat digunakan dalam pembelajaran yang terkait dengan
pengenalan bagian-bagian, urutan prosedur dan pengembangan keterampilan.
Metode hafalan dapat dilakukan secara efektif dengan: waktu hafalan sekitar 1015 menit, jumlah dan jenis materi hafalan sesuai dengan kebutuhan siswa, ada
catatan kemajuan hafalan siswa, dilakukan secara insidental dan diselingi dengan
aktifitas lain, menggunakan permainan, dan siswa harus diberi pemahaman
mengapa mereka harus mengafal materi tersebut.
3). Tanya Jawab Terarah.
Adalah metode pembelajaran dengan cara guru memberikan pertanyaan
kepada siswa baik secara lisan maupun tertulis. Metode tanya jawab dapat
5
digunakan untuk mendapatkan umpan balik selama demonstrasi, memfokuskan
diskusi, mengajukan permasalah untuk dipecahkan, mempertajam persepsi siswa,
meningkatkkan perhatian siswa, mengetahui kelemahan siswa, dan memastikan
ketepatan respon siswa. Metode tanya jawab dapat ditingkatkan efektifitasnya
dengan cara: membuat pertanyaan yang jelas, mengajukan pertanyaan terlebih
dahulu sebelum menentukan siapa yang harus menjawab, pertanyaan yang
diajukan terkait dengan materi yang dipelajari, pertanyaan diberikan secara
merata, pertanyaan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, hanya mengajukan 1
pertanyaan dalam satu waktu, tidak bertanya secara tergesa-gesa, beri jeda 3 detik
sebelum mengajukan pertanyaan, beri penguatan atas jawaban siswa dan
dengarkan jawaban siswa secara cermat.
4). Pembelajaran Langsung
Dalam bahasa inggris Pembelajaran Langsung diistilahkan dengan direct
instruction, direct teaching atau direct learning. Direct teaching, menurut
Parkay& Stanford (2010:347) sangat cocok digunakan untuk pengembangan
ketrampilan dasar yang berupa prosedur dan penguasaan pengetahuan secara
bertahap dan terstruktur, tetapi tidak cocok untuk materi pembelajaran yang tidak
terstruktur, ketrampilan tingkat tinggi, analisis dan pemecahan masalah. Marsh
(2011: 210) merangkum beberapa pendapat bahwa direct teaching akan efektif
kalau materi pelajaran terstruktur baik, jelas dan tidak membingungkan.
Disamping itu direct teaching juga cocok untuk mengembangkan kemampuan
dasar bagi pembelajar muda dan murid yang berkemampuan rendah. Sedangkan
kekurangannya adalah mengurangi kemandirian siswa, tidak cocok untuk
meningkatkan kreatifitas dan pemecahan masalah.
Menurut Parkay & Stanford (2010: 348) tahapan direct teaching terdiri dari
8 langkah yaitu: 1) orientasi materi pelajaran; 2) merangkum materi pelajaran
sebelumnya; 3) menyampaikan dan mendemonstrasikan materi pelajaran; 4)
melihat pemahaman siswa dan membenarkan kesalahpahaman; 5) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mempraktekan ketrampilan atau pengetahuan
barunya; 6) memberikan penguatan dan mengoreksikan kesalahan dalam praktek;
7) memberikan pekerjaan rumah menyangkut materi terbaru; dan 8) merangkum
materi pelajaran di akhir pertemuan.
Untuk meningkatkan efektifitas Direct teaching perlu direncanakan
dengan baik dengan memperhatikan prinsip-prinsip behavioris. Adapun tahapan
yang harus diperhatikan menurut Marsh (2011: 209) adalah sebagai berikut: a)
guru menyiapkan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan siswa, menentukan
tes, dan mengidentifikasi tingkat kemampuan; b) mengggunakan analisis
pekerjaan/tugas untuk menentukan kemampuan apa yang diperlukan oleh siswa
untuk menguasai suatu ketrampilan, tahap ini termasuk membagi suatu
ketrampilan utama menjadi sub-sub ketrampilan dan menyusunnya berdasar
logika berpikir; a) pengaturan waktu sangat diperlukan, karena itu perhitungkan
bahwa waktu pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa.
5). Demonstrasi
Menurut Marsh (2011: 210) Demonstrasi oleh guru dapat digunakan pada
siswa semua usia. Demonstrasi dapat digunakan untuk menjelaskan pengetahuan
ataupun untuk mengembangkan skill yang harus dikuasai oleh setiap siswa.
Demonstrasi dapat digunakan untuk menarik perhatian siswa. Untuk
meningkatkan daya tarik demonstrasi guru harus benar-benar menguasai
6
pengetahuan yang didemonstrasikan dan menggunakan bantuan berbagai alat
bantu.
Demonstrasi yang dilaksanakan sekedarnya, maka hasilnyapun juga akan
tidak efektif. Agar demonstrasi dapat berlangsung dengan efektif, menurut
Marsh (2011: 210) guru harus melakukan pengaturan sebagai berikut: a)
dilakukan dengan cara yang paling sederhana, terutama pada materi yang sulit,
hindari mengajarkan beberapa konsep secara bersamaan; b) mengatur posisi agar
semua siswa dapat mendengar dan melihat demonstrasi; c)secara berkala
diperhatikan bahwa semua siswa dapat mengikuti jalanya demonstrasi;
d)perhatikan kesesuaian dan kecukupan alat bantu dengan materi pelajaran yang
didemontrasikan; e)jika diperlukan tunjuk salah satu siswa untuk
mendemonstrasikan kembali materi yang telah didemontrasikan guru; f)
melakukan demonstrasi dengan penuh semangat; dan g)semua persyaratan
keselamatan dan keamanan telah dipersiapkan.
b. Model Pembelajaran Yang Berpusat Pada Siswa
Model pembelajaran ini berdasarkan pada teori belajar kognitif dan
kontruktivisme. Belajar memerlukan keaktifan, baik guru maupun siswa. Karena itu
guru harus dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang aktif. Guru harus
menggunakan strategi pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan guru.
Menurut Nadler (1982: 150): ” learning is a very active situation, and it is important
that the learner and the instructor be equally active”. Jadi pembelajaran yang baik
tidak akan terjadi kalau hanya guru atau siswa saja yang aktif, melainkan keduanya
harus aktif.
Metode pembelajaran dikatakan berpusat pada siswa bila dalam pembelajaran
siswalah yang aktif, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator.
Metode
pembelajaran yang pada berpusat pada siswa diantaranya adalah metode diskusi,
pembelajaran kooperatif dan Pembelajaran berbasis masalah serta metode yang lebih
menekankan pada pencarian (inkuiri) dan penemuan. Metode ini dapat emnggunakan
berbagai jenis alat bantu mengajar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada.
1) Diskusi
Diskusi adalah metode belajar dimana antara guru dan siswa atau antar
siswa saling mengemukakan pendapat tentang suatu topik. Diskusi dapat
dilakukan pada kelompok besar maupun kelompok kecil. Pada diskusi kelompok
besar atau diskusi kelas biasanya dipimpin oleh guru dan pembelajaran cenderung
didominasi oleh guru. Pada diskusi kelompok kecil guru dapat menunjuk ketua
kelompok yang diberi tugas memimpin diskusi tentang materi yang telah
ditentukan. Guru bertugas memperhatikan dan mengontrol agar diskusi dapat
berlangsung dengan baik. Pada diskusi kelompok kecil kadang-kadang guru juga
berfungsi sebagai narasumber. Guru juga bertugas untuk menjaga agar situasi
kelas tidak terlalu ramai. Guru juga dapat menyelipkan suatu pendapat dalam
diskusi tersebut. Pada akhir diskusi guru harus mengumpulkan catatan hasil
diskusi dan memeriksa pencapaian setiap kelompok dan memberikan umpan
balik.
Metode ini kurang cocok untuk siswa tingkat rendah yang daya nalarnya
masih kurang. Diskusi dapat digunakan untuk untuk: 1) memperdalam
penguasaan materi pelajaran; 2) untuk menguji jawaban siswa tentang materi yang
rumit, memerlukan opini, ide-ide dan debat; 3) memberikan kesempatan kepada
siswa dalam memecahkan masalah; 4) mendiskusikan isu-isu terkait yang
7
menarik, kisalnya diskusi tentang hubungan antara emisi gas buang dengan
pemanasan global; dan 4) untuk meningkatkan ketrampilan komunikasi antar
siswa.
Agar diskusi dapat berjalan secara efektif diperlukan pengaturan lay out
tempat duduk. Pengaturan tempat duduk ini dapat dibuat misalnya kursi disusun
melingkar, bentuk tapal kuda atau bentuk lain yang memungkinkan tatap muka
langsung antar siswa dalam satu grup.
2) Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (2010: 1) pembelajaran kooperatif dapat dilaksanakan pada
semua tingkatan siswa dengan berbagai tingkat kemampuan. Menurut Arends
(2008: 5-6) metode pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan
interdependensi siswa dalam struktur tugas, tujuan dan reward. Metode ini cocok
untuk mengembangkan prestasi akademis, toleransi dalam keragaman dan
ketrampilan sosial. Lebih lanjut Arends menyatakan pembelajaran kooperatif
ditanda dengan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok dimana tiap kelompok
terdiri dari siswa dengan karakteristik dan kemampuan yang beragam, serta ada
penghargaan kelompok.
Adapun tahapan pembelajaran kelompok dapat dibagi menjadi 6 tahap, yaitu
a) penyampaian dan klarifikasi tujuan pembelajaran; b) presentasi informasi
kepada siswa; c) pembentukan kelompok-kelompok siswa secara heterogen; d)
membantu tim dalam belajar; e) guru menguji kemampuan kelompok atau
presentasi kelompok; dan f). memberikan pengakuan kelompok. Tahapan-tahapan
ini harus dilaksanakan secara urut.
Metode pembelajaran kooperatif memiliki berbagai bentuk. Menurut Arends
(2008: 13-16 metode-metode yang termasuk pembelajaran kooperatif adalah
Students Team Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Grup Investigasi, Think
Pair Share, dan Numbered Heads Together. Slavin (2010) juga
mengklasifikasikan Team Accelerated Instruction (TAI) dan Team Game
Tournament (TGT) sebagai pembelajaran kooperatif.
3) Problem Solving atau Inquiri
Menurut Mars (1996:138) problem solving dan inquiri adalah metode
pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dengan cara bekerja langsung
dan dapat digunakan pada semua tingkatan siswa. Metode ini memiliki
keunggulan: memungkinkan siswa melihat isi pelajaran yang lebih realistik sesuai
dengan keadaan sebenarnya dan dapat menerapkan data yang diperoleh untuk
memecahkan masalah, dapat meningkatkan motivasi siswa, memungkinkan guru
bekerja sebagai fasilitator dan efektif digunakan untuk pembelajaran afektif atau
etika.
Tahapan tahapan dalam pembelajaran inquiri atau problem solving meliputi:
a). mengajukan suatu isu atau permasalahan; b) memberikan pengarahan dan
membuat hipotesis; c) mengorganisasikan siswa atau membentuk kelompok;
c)mencari jawaban atas pertanyaan; e) memilih, mengumpulkan dan memproses
data yang sesuai dengan permasalahan, f) membuat kesimpulan dan
mengkomunikasikan dengan kelompok lain; dan g) memikirkan tindak lanjut.
8
4) Problem Based Learning (PBL)
PBL yang dalam bahasa inggrisnya diistilahkan dengan Problem based
learning adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi
kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, yang terbuka dan tidak terstruktur
melalui stimulus dalam belajar. Chia Liu et.al (2009 : 206) mengatakan: “problem
based learning (PBL) can devined as simply as a model that organizes learning
around problem”. PBL menjadikan masalah sebagai panduan utama dalam proses
belajar mengajar.
Menurut Panen, Mustafa, & Sekarwinahyu, (2005: 89) pemecahan masalah
yang dapat menumbuhkan proses belajar siswa secara berkelompok maupun
individual merupakan ciri utama PBL. Permasalahan menjadi fokus, stimulus dan
pemandu dalam belajar. Masalah sebagai panduan dalam belajar dapat diajukan
oleh siswa ataupun guru.
Hasil belajar dari PBL menurut Suprijono (2009:72) diantaranya adalah
siswa memiliki ketrampilan penyelidikan, ketrampilan memecahkan masalah,
belajar mandiri dan independen. Adapun ciri utama PBL menurut Arends (2008)
meliputi pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar
disiplin ilmu, penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya. PBL
tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyakbanyaknya kepada siswa. Ada 5 tahapan (sintaks) untuk mengimplementasikan
PBL yang merupakan suatu pola untuk mewujudkan metode pembelajaran. PBL
dimulai dengan mengorientasikan siswa pada masalah dan diakhiri dengan
evaluasi kerja siswa.
3. Pertimbangan dalam Memilih Metode Pembelajaran
Banyak faktor yang berpengaruh dalam memilih metode pembelajaran. Memilih
metode pembelajaran pada dasarnya juga harus disesuaikan dengan metode belajar
siswa. Menurut Parkay & Standford (2010:347) “models of teaching are really models
of learning“. Metode mengajar adalah metode belajar yang sebenarnya, karena itu siswa
yang memiliki metode belajar yang berbeda mestinya diajar dengan metode yang
berbeda.
Memilih metode pembelajaran harus mempertimbangkan tujuan belajar. Menurut
Gutrie & Schuerman (2011: 52):
Fundamental tenent of contemporary learning theory assert that different kinds of
learning goals require different pedagogical approaches and that the design of
learning environments can be enhanced by insights about the processes of
learning, transfer and competent performance.
Untuk meningkatkan prestasi belajar guru dapat menggunakan pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dipadukan dengan metode yang tepat. Dengan
begitu proses belajar siswa akan menjadi lebih mudah. Intinya dalam mendesain metode
pembelajaran semua faktor yang terkait dengan proses belajar mengajar harus
diperhitungkan, termasuk faktor kurikulum, siswa, pengajar sekolah dan juga
lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Nadler, (1982:182) yang menyatakan:
“to select instructional strategies that are appropriate for the curriculum, the learner,
the instructor, and the organization”.
Mendukung pendapat tersebut Parkay & Stanford (2010:66 ) mengatakan : ”teachers
must know their student’ aptitudes, learning styles, stages of development, and
readiness to learn new material so they can modify instructional strategies based on
students needs.” Lebih lanjut Parkay & Stanford (2010:347 ) menyatakan “in addition,
9
variables such as teacher’s style, learners’ characteristics, the culture of the school and
surrounding community, and the resources available all influence the method to use”.
Sedangkan menurut penelitian Thompson dan Chapman (2004) menunjukkan bahwa
efektifitas suatu metode pembelajaran sangat tergantung pada ketrampilan guru dalam
memanagement kelas. Karena itu guru harus benar-benar terampil dalam mengatur
kelasnya saat menerapkan sutu metode pembelajaran.
Sebagai panduan dalam memilih strategi pembelajaran, Nadler (1982: 182-183)
memberikan panduan sebagai berikut:
a. apakah metode pembelajaran yang dipilih cocok dengan kurikulum?
b. apakah penerapan metode pembelajaran dapat mencapai tujuan pembelajaran?
c. apakah metode pembelajaran yang direncanakan dapat menunjukan kebutuhan
belajar?
d. jika metode pembelajaran yang direncanakan digunakan, akan terkait dengan
kemampuan kerja yang sekarang dibutuhkan?
e. jika pelatihan dilaksanakan dengan metode pembelajaran yang direncanakan ini
apakah permasalahan yang ada dapat dipecahkan?
f. apakah metode pembelajaran yang dipilih dapat diimplementasikan?
g. apakah peralatan pendukung penerapan metode pembelajaran yang direncanakan
dapat tersedia saat dibutuhkan?
C. KESIMPULAN
Tujuan pembelajaran di SMK telah ditentukan oleh kurikulum. Agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara maksimal, maka pembelajaran harus dibuat efektif.
Banyak faktor yang mempengaruhi efektifitas pembelajaran, salah satunya adalah
metode pembelajaran. Ada banyak metode pembelajaran, yang secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru dan pembelajaran yang
berpusat pada siswa. Semua metode pembelajaran bila digunakan dengan tepat hasilnya
akan baik, dan tidak semuan metode cocok digunakan dalam pembelajaran bidak teknik
otomotif.
Setiap sekolah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Mungkin suatu
metode pembelajaran mungkin sangat baik diterapkan pada suatu sekolah, tetapi belum
tentu cocok diterapkan disekolah yang lain. Karena itu guru bidang teknik otomotif
dituntut untuk dapat memilih dan menggunakan metode pembelajaran secara tepat.
Dalam memilih metode pembelajaran diperlukan beberapa pertimbangan diantaranya
adalah tujuan dan materi pembelajaran, karakteristik siswa, kemampuan guru,
ketersediaan alat pendukung dan bisa tidaknya diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R.I. (2008). Learning to teach: Belajar untuk mengajar edisi ketujuh/buku dua.
(Terjemahan Helly Prayitno S & Sri Mulyantini S). New York: McGraw Hill
Companies. (Buku Asli diterbitkan tahun 2007).
Basleman, A. & Mappa, S. (2011). Teori belajar orang dewasa. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya
Chia Liu, W., Liau, A.K, & Tan, O.S. (2009). E-portofolios for problem based learning:
Scaffolding thinking and learning in preservice teacher education. Dalam
Tan,O.S. (Eds). Problem-Based Learning And Creativity (pp. 205-223).
Singapore: Cengage Learning Asia Pte, Ltd
10
Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 23 Tahun 2006,
tentang Standar Kompetensi Kelulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah
Depdiknas. (2008). Keputusan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Depdiknas No.251/C/KEP/MN/2008 tentang Spektrum Keahlian
Pendidikan Menengah Kejururan.
Guthrie, J.W. & Schuermann P.J.(2011). Leading schools to succes: Constructing and
sustaining high performing learning cultures. Los Angels: SAGE Publication, Inc.
Implementasi Kurikulum 2013 Sebagai Subyek Perubahan. (23 November 2014).
Kedaulatan Rakyat, p.2.
Marsh, C.J. (2010). Becoming a teacher: knowledge, skills and issues (5th ed). French
Forest: Pearson Australia
Nadler, L. (1982). Designing training program: The critical events model. Sydney:
Addison Wesley Publishing Company.
Nasta, T. (2005). How to Design a vocational curriculum a practical guide for schools
and colledges. Abingdon: RoutledgePalmer.
Panen, P., Mustafa, D., & Sekarwinahyu, M. (2005). Konstruktivisme dalam
pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI-Universitas Terbuka
Parkay, F.A. & Stanford, B.H. (2010). Becoming a teacher (8th ed). New Jersey:
Pearson Education, Inc
Pendidikan di Indonesia Sakit, Seolah Tanpa Arah. (02 Mei 2014). Kedaulatan Rakyat,
p.11.
Perbaikan Metode Jadi Keharusan. (19 November 2014). Kedaulatan Rakyat, p.10.
Perbaikan Metode Jadi Keharusan, Masih Banyak Guru yang Tidak Kreatif. (27
November 2014). Kedaulatan Rakyat, p.10.
Proser, C. A., & Allen, C.R. (1950). Vocational Education in a Deocracy.
New
York : Centuri
Slavin, Robert E (2010: 1). Cooperative Learning: teori riset dan prkatek. Bandung:
Nusa Media.
Suprijono, A. (2009). Cooperative learning, teori dan aplikasi paikem. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Suyanto. (2 Mei 2015). Tantangan Global Pendidikan. Kedaulatan Rakyat, p.1.
Tantangan Profesionalisme Pendidik di MEA. (9 Mei 2015). Kedaulatan Rakyat, p.11.
Thompson, J.F (1973) Foundations of Vocational Educations: Social and Philosophical
Consepts. Englewoods Cliffs, NJ: Prentice Hall
Thompson, C.J., & Chapman, E.S (2004). Effects of cooperative learning on
achievement of adult learners in introductory psychology classes.[Versi
Electronik]. Social Behavior and Personality. 32, 2, 139-146
Wong, H.K. & Wong, R.T. (2005). How To be an effective teacher: The first days of
school. Singapore: Harry K.Wong Publications.Inc.
11
BIODATA PENULIS
Rabiman S.Pd, M.Pd, lahir di Klaten, tanggal 17 April 1975. Menyelesaikan
pendidikan S1 Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif di UNY pada Tahun 2000.
Menyelesaikan pendidikan S2 di Prodi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,
Program Pascasarjana UNY Tahun 2013 . Sejak tahun 2010 menjadi Dosen
Negeri Dipekerjakan di Program Studi Pendidikan Teknik Mesin, FKIP, UST
dengan NIDN 0017047502. NIP 197504172005011003
Email : [email protected]
Download