HUKUM PIDANA ADAT SEBAGAI SUMBER PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL Fery Kurniawan, SH., MH* [email protected] *Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Universitas Pamulang ABTRAK Dalam hukum adat tersebut ada hukum yang mengatur masalah harta benda dan kekeluargaan dan terdapat juga hukum dellik adat yang dapat juga disebut sebgai Hukum pidana adat, atau hukum pelanggaran adat.Hukum delik adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur peristiwa atau perbuatan kesalahan yang berakibat terganggunya keseimbangan masyarakat, sehingga perlu diselesaikan agar keseimbangan masayarakat tidak terganggu. Keberadaan hukum pidana adat pada masyarakat merupakan pencerminan kehidupan masyarakat tersebut dan pada masing-masing daerah memiliki hukum pidana adat yang berbeda-beda sesuai dengan adat istiadat yang ada di daerah tersebut dengan ciri khas tidak tertulis dan terkodifikasi. 1 Beberapa daerah mempunyai system hukum adat yang sudah di legal formalkan Kata Kunci: Pidana Adat, Hukum Pidana Nasional 1 Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Menuju Hukum Adat Minangkabau, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hlm. 11. 10 A. PENDAHULUAN Dalam kehidupan sosial, suatu tercantum dalam undang-undang, masyarakat khususnya masyarakat yang kadang-kadang tidak diakui Indonesia tidak bisa dilepaskan dari oleh hukum, sebagaimana adagium yang diungkapkan. Norma yang mengatur sering kita dengar yakni ibi ius ibi perilaku societas (dimana ada masyarakat hukum.Norma tersebut hidup dalam disitu pergaulan terdapat hukum) oleh hukum dan manusia dan bahkan adalah lama tidak norma kelamaan karenanya Indonesia menjadi suatu menjadi aturan dan hukum yang negara yang berdasarkan hukum mengikat tingkah laku masyarakat (rechts staat).Dalam sistem hukum pemeluknya dan dibanyak tempat Indonesia, dikenal tiga sistem hukum disebut sebagai hukum adat. yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan satu dengan Dalam hukum adat tersebut ada yang hukum yang mengatur masalah harta lainnya, yakni hukum adat, hukum benda dan kekeluargaan dan terdapat Islam, dan hukum barat. juga hukum dellik adat yang dapat Disamping itu Etika dan Norma juga disebut sebgai Hukum pidana sejak lama menjadi standar bagi adat, pergaulan tengah adat.Hukum delik adat adalah aturan- masyarakat yang beradab.etika dan aturan hukum adat yang mengatur norma peristiwa atau perbuatan kesalahan hidup menjadi menentukan di aturan apakah yang perilaku yang atau hukum berakibat pelanggaran terganggunya manusia tertentu patut atau tidak. keseimbangan masyarakat, sehingga Berdasarkan hal itu orang dapat perlu mengetahui apa yang dia dapat keseimbangan harapkan dari orang lain. Untuk terganggu. Adat bangsa Indonesia suatu kehidupan bersama aturan yang “Bhinneka Tunggal Ika” ini demikian mutlak perlu. Perilaku kita tidak sehari-hari dipengaruhi oleh banyak berkembang, etika dan normanorma yang tidak serta berdasarkan keharusan selalu 11 diselesaikan mati, agar masayarakat melainkan senantiasa tidak selalu bergerak dalam keadaan evolusi mengikuti mendapat sanksi untuk mewujudkan proses dan perkembangan peradaban keadilan, bangsanya. Ketika 2 pelanggar, keadilan bagi seseorang dilihat masyarakat bercorak dari adat yang kearifan Indonesia religios-magis, adat secara termasuk seutuhnya. Rasa ingin mewujudkan keadilan ini yang oleh hukum masyarakat lokal, yang dalam ancangan antropologi hukum disebut kebiasaan dilanggar, mewujudkan keadilan masyarakat yang konkrit terkristalisasi dalam produk hukum baik keadilan bagi si para pakar hukum pidana adat dikatakan sebagai pemulihan keseimbangan yang telah terganggu, (customary), sehingga hukum rakyat (folk law), hukum menjadi penduduk asli (indigenous law), kemudian sumber adat hukum dapat pidana nasional. hukum tidak tertulis (unwritten law), atau hukum tidak resmi (unofficial Sumber hukum sebenarnya adalah law), atau dalam konteks Indonesia kesadaran masyarakat tentang apa disebut yang dirasakan adil dalam mengatur hukum adat (adat 3 law/adatrecht). hidup kemasyarakatan yang tertib dan damai. Jadi, sumber hukum Ada semacam kesepakatan hukum tersebut harus mengalirkan aturan- yang disepakati oleh masyarakat adat tertentu secara kontinyu, aturan (norma-norma) hidup yang dari adil dan sesuai dengan perasaan dan generasi ke generasi, tentang suatu yang dilarang atau suatu kesadaran yang apabila dilanggar (nilai-nilai) masyarakat, yang dapat menciptakan diperbolehkan. Suatu yang dilarang inilah hukum suasana damai dan teratur karena akan selalu memperhatikan kepentingan masyarakat.Oleh 2 Surojo Wignjodipuro, Pengantar AsasAsas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung Anggota IKAPI, 1982), hlm. 13. 3 I Nyoman Nurjaya, Menuju Pengakuan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam: Perspektif Antropologi Hukum, dalam Rachmad Syafa’at, dkk, Negara, Masyarakat Adat dan Kearifan Lokal, (Malang: In-Trans Publishing, 2008), hlm. 8. karenanya, pembaharuan hukum pidana di sini haruslah dilakukan secara menyeluruh dan sistematis dengan memperhatikan 12 nilai-nilai yang berkembang ukuran dimasyarakat. untuk Jadi, keseimbangan masyarakat tidak lagi merasa terganggu. mengkriminalisasi suatu perbuatan bergantung pada B. PERMASALAHAN nilai-nilai dan pandangan kolektif yang terdapat di 1. Posisi hukum pidana adat dalam masyarakat hukum nasional mengenai apa yang benar, baik, bermanfaat atau sebaliknya. “Das 2. Cara penyelesaian hukum pidana adat rechts wird nicht gemacht, es ist und wird mit dem volke” yang berati C. PEMBAHASAN hukum itu tidak dibuat, tetapi berada 1. Pengertian hukum pidana adat dan berkembang dengan jiwa bangsa seperti pendapatnya Von Savigny. 4 Konsep pidana merupakan teori yang Dengan demikian yang diuraikan selalu berkembang sesuai tempat dan dalam hukum adat delik adalah waktu.Sehingga tentang peristiwa dan perbuatan yang atau masyarakat adat mempunyai merupakan delik adat dan bagaimana persepsi sendiri mengenai delik atau cara hukum menyelesaikan sehingga setiap pidana. komunitas Beberapa ahli berpendapat mengenai hukum adat 4 antara lain: Dalam teori Von Savigny disebutkan bahwa setiap bangsa mempunyai jiwanya masingmasing yang disebut Volkgeist, artinya Jiwa Rakyat atau Jiwa Bangsa.Dari sini kiranya jelas bahwa hukum pada hakekatnya adalah manifestasi nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, sehingga dengan demikian hukum tumbuh dan berkembang seiring perkembangan masyarakat karena hukum adalah bagian dari masyarakat, cerminan dari jiwa masyarakat, cerminan dari rasa keadilan rakyat. Sehingga, jika suatu hukum hendak dibuat dalam bentuk formal oleh negara maka hal yang seharusnya dijadikan sebagai sumber pembentuk substansi hukum tersebut tidak lain adalah nilai-nilai yang hidup di masyarakat, dengan demikian hukum positif tidak lain adalah formulasi formal dari value consciousness masyarakat dengan nalar keadilan berdasarkan rasa keadilan rakyat. a. Ter Haar berpendapat bahwa yang dimaksud pelanggaran delik adalah atau adanya perbuatan sepihak yang oleh pihak lain dengan tegas atau secara sebagai diam-diam dinyatakan perbuatan mengganggu keseimbangan. 5 yang 5 Lihat Ter Har Bzn, Mr.B., Beginselen en stelsel van het adatrecht, JB. WoltersGroningen, Djakarta, 4e druk, 1950, hal. 219. 13 Dari pernyataan tersebut, Hilman berpendapat Ter Haar barang-barang atau uang).Untuk Hadikusuma dapat disebut tindak pidana adat, bahwa hukum perbuatan itu pidana adat adalah hukum yang mengakibatkan menunjukkan peristiwa dalam perbuatan yang dan harus harus kegoncangan neraca keseimbangan masyarakat.Kegoncangan diselesaikan (dihukum) karena tidak peristiwa dan perbuatan itu telah peraturan hukum dalam suatu mengganggu masyarakat dilanggar, tetapi juga keseimbangan masyarakat.6Jadi terdapat apabila Haar apabila norma-norma kesusilaan, berasumsi bahwa yang dianggap keagamaan, dan sopan santun suatu pelanggaran (delict) ialah dalam masyarakat dilanggar. setiapgangguan Ter hanya itu segi (eenzijding) satu Berbeda dengan hukum pidana terhadap keseimbangan dan positif yang berlaku di Indonesia setiap sekarang penubrukan dari segi satu pada barang-barang materiil dan adanya orang dalam kesatuan (gerombolan).Tindakan yang peristiwa undang-undang, maka ini disebut dengan asas legalitas yang tertuang dalam pasal 1 ayat besar kecilnya ditetapkan oleh (1) hukum adat (adat reactie), karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang reaksi mana keseimbangan dapat berbunyi: “Suatu perbuatan tidak dan harus dipulihkan kembali dengan tertulis tidak dapat dikatakan delik. Hal menimbulkan suatu reaksi yang sifatnya dan (kebanyakan dan dan perbuatan itu tidak diatur banyak yang merupakan suatu itu hukum mengaturnya.Selama seorang atau dari orang-orang sedemikian peristiwa perbuatan itu dihukum karena kehidupan imateriil ini, dapat jalan dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan pembayaran pelanggaran berupa 6 Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, Penerbit Alumni, Bandung, 1989, hal. 8. 14 perundang-undangan yang telah ada.” pidana yang 7 sudah mapan, maka perbuatan itu dapat dikatakan melanggar hukum. Sementara hukum pidana adat menitikberatkan pada b. Soepomo menjabarkan lebih rinci “keseimbangan yang terganggu”. bahwa antara perbuatan yang Selama suatu dapat dipidana dan perbuatan masyarakat adat itu terganggu, yang hanya mempunyai akibat di maka wilayah keseimbangan akanmendapat Hukum pidana mengenal adat asas sebagaimana karena hukumnya hukum mengenal antara struktur.8 “hukum ada Artinya, pidana” strukturnya sederhana, kodifikasi. tidak dan “hukum perdata” yang perbedaan positif adat perdata perbedaan ketentuan masih pidana tidak legalitas selain hukum sanksi. dibedakan wilayahnya dalam hukum positif, tidak dalam hukum pidana adat tidak Dengan membedakan struktur itu. kata lain, hukum pidana adat Apakah itu masuk dalam wilayah tidak pidana mengenal hukum tertulis atau perdata, meskipun beberapa masyarakat “mengganggu adat masyarakat, di Indonesia sudah selama keseimbangan” maka ia mengenal kodifikasi hukum adat. dikategorikan sebagai delik atau Misalnya kitab Kuntara Raja Niti tindak pidana. (Lampung), Manawa Dharmasastra, Catur c. Sementera Agama, Van berpendapat Vollenhoven bahwa hukum Awig-Awig (Bali), kitab Babad pidana adat adalah perbuatan Jawa (Jawa kuno), dan lain yang sebagainya.Jadi, meskipun dalam kenyataannya perbuatan itu selama menyebabkan tidak peristiwa boleh atau dilakukan, perbuatan itu kegoncangan pada keseimbangan dalam suatu masyarakat adat 7 8 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2007, hal. 7. Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, penerbitan Universitas, 1967, hal. 98 15 hanya merupakan perbuatan sumbang yang kecil saja. keseimbangan 9 kosmis masyarakat. Karenanya, bagi si d. Hukum pidana adat atau delik pelanggar diberikan reaksi adat, adat adalah mengatur mengenai koreksi adat atau sanksi adat oleh tindakan yang melanggar rasa masyarakat dengan musyawarah keadilan dan kepatutan yang bersama pemimpin atau pengurus hidup adat.11 ditengah sehingga masyarakat, menyebabkan f. Hilman Hadikusuma terganggunya ketentraman serta menyebutkan hukum pidana adat keseimbangan masyarakat. Untuk adalah hukum yang hidup (living memulihkan dan law) dan akan terus hidup selama maka ada manusia budaya, ia tidak ketentraman keseimbangan tersebut, terjadi reaksi adat.10 akan dapat dihapus dengan e. I Made Madyana mengatakan perundang-undangan. Andaikata bahwa hukum pidana adat adalah diadakan juga undang-undang hukum yang hidup (living law), yang diikuti oleh percuma juga. Malahan, hukum masyarakat adat secara terus- pidana perundang-undangan akan menerus, dari satu generasi ke kehilangan sumber kekayaannya generasi berikutnya. Pelanggaran oleh karena hukum pidana adat terhadap tertib itu dapat dengan antropologi dan sosiologi kegoncangan dari pada perundang-undangan. 12 tersebut dan aturan dianggap tata dipandang menimbulkan dalam ditaati masyarakat karena menghapuskannya, g. Didik lebih mengganggu erat Mulyadi akan hubungannya memberi kesimpulan bahwa hukum pidana adalah perbuatan yang melanggar 9 Van Vollenhoven dalam bukunya En Adatwetboekje voor heel Indie Pasal 92 menyebutkan bahwa pengertian delik adat itu sebagai perbuatan yang tidak dibolehkan. (Topo Santoso, Pluralisme Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: PT Ersesco, 1990). hlm. 228. 10 Topo Santoso, Pluralisme Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: PT Ersesco, 1990), hlm. 9. perasaan keadilan dan kepatutan 11 I Made Widnyana, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, PT Eresco, Bandung, 1993, hal. 3. 12 Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, CV Rajawali, Jakarta, 1961, hlm. 307 16 yang hidup dalam masyarakat, dengan antropologi dan sosiologi sehingga menimbulkan adanya dari pada perundang-undangan. I gangguan dan Made Widnyana menyebutkan keseimbangan masyarakat yang hukum pidana adat adalah hukum bersangkutan. Oleh karena itu, yang hidup (the living law), untuk memulihkan ketentraman diikuti dan tersebut masyarakat adat secara terus terjadi reaksi-reaksi adat sebagai menerus, dari satu generasi ke bentuk wujud mengembalikan generasi berikutnya. Pelanggaran ketentraman yang terhadap maksud tersebut ketentraman keseimbangan magis terganggu dengan dan aturan menimbulkan menetralisir suatu keadaan sial dalam akibat suatu pelanggaran adat. dianggap delik adat yang oleh tertib dapat kegoncangan masyarakat karena mengganggu keseimbangan sebagai perbuatan tidak tata dipandang sebagai bentuk meniadakan atau h. Van Vollenhoven menyebutkan ditaati kosmis masyarakat, oleh sebab itu, bagi diperbolehkan. si pelanggar diberikan reaksi Hadikusuma adat, koreksi adat atau sanksi menyebutkan hukum pidana adat adat oleh masyarakat melalui adalah hukum yang hidup (living pengurus adatnya. Hilman law) dan akan terus hidup selama Konklusi dasar dari apa yang ada manusia budaya, ia tidak akan dapat dihapus telah diterangkan konteks di atas dengan dapat disebutkan bahwa hukum perundang-undangan. Andaikata pidana adat adalah perbuatan diadakan juga undang-undang yang menghapuskannya, yang akan hidup pidana perundang-undangan akan gangguan oleh karena hukum pidana adat erat dalam masyarakat sehingga menimbulkan adanya kehilangan sumber kekayaannya lebih perasaan keadilan dan kepatutan yang percuma juga. Malahan, hukum itu melanggar ketentraman keseimbangan hubungannya 17 dan masyarakat bersangkutan. Oleh karena itu, Sebagai dasar problematika untuk memulihkan ketentraman substantif hukum pidana adat dan dan tersebut hukum pidana nasional, dengan terjadi reaksi-reaksi adat sebagai sendirinya akan teratasi karena bentuk wujud mengembalikan hukum ketentraman terbangun adalah hukum yang keseimbangan magis terganggu dengan yang maksud yang benar-benar nantinya akan berasal dari sebagai bentuk meniadakan atau masyarakat dan hukum tersebut menetralisir suatu keadaan sial memang akibat suatu pelanggaran adat. langsung dari nilai-nilai yang bersubstansikan hidup di masyarakat. Dengan 2.Posisi hukum Pidana adat dalam demikian hukum akan selalu linier Hukum Nasional. dengan tuntutan keadilan bagi Hukum adat dapat menjadi seluruh masyarakat, serta hukum sumber hukum positif dalam arti pidana adat di masa yang datang hukum pidana adat dapat menjadi akan menjadi sumber hukum dan dasar menjadi dasar dalam pembentukan hukum Pengadilan sumber dan hukum pemeriksaan juga negatif di sebagai hukum pidana nasional. yaitu 3. Dasar ketentuan-ketentuan hukum adat hukum berlakunya hukum pidana adat. dapat menjadi alasan pembenar, alasan memperingan pidana atau Ada beberapa dasar hukum yang memperberat pidana.Apabila kita dapat memperhatikan berlakunya bahwa hukum masyarakat, maka ada alasan pula Hukum dalam Adat di 1) Ketentuan UUD 1945. Dalam untuk mengatakan bahwa sumber pasal 18 B ayat (2) Undang hukum dalam kaitan ini adalah Undang hukum pidana adat maka sumber tersebut dasar Indonesia pada saat ini antara lain : tidak dapat dipisahkan dengan hukum dijadikan Dasar Negara Republik Indonesia 1945 : adalah masyarakat. 18 a. “Negara mengakui dan menghormati kesatuan untuk kesatuan- kesatuan susunan, kekuasaan dan acara pengadilan sipil. 15 masyarakat hukum adat beserta hakhak 3) UU No. 5 tahun 1960 tradisionalnya tentang UUPA Pasal 2 sepanjang masih hidup ayat (4) UUPA mengatur dan tentang sesuai dengan pelimpahan perkembangan wewenang masyarakat dan prinsip kepada masyrakat hukum Negara Kesatuan adat untuk melaksanakan Republik Indonesia, yang hak menguasai atas tanah, diatur sehingga dalam undang- undang”. 13 kembali masyrakat Hukum Adat merupakan 2) UU Drt. No. 1 tahun 1951 14 menyelenggarakan aparat pelaksana dari hak tentang tindakan sementara Akan tetapi, untuk tindak pidana adat yang berat ancaman pidana paling lama 10 tahun , sebagai pengganti dari hukuman adat yang tidak dijalani oleh terdakwa. 2. Tindak pidana adat yang bandingannya dalam KUHP maka ancaman pidananya sama dengan ancaman pidana yang ada dalam KUHP seperti misalnya tindak pidana adat Drati Kerama di Bali atau Mapangaddi (Bugis) Zina (Makassar) yang sebanding dengan tindak pidana zinah sebagaimana ketentuan Pasal 284 KUHP. 3. Sanksi adat sebagaimana ketentuan konteks di atas dapat dijadikan pidana pokok dan atau pidana utama oleh hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perbuatan yang menurut hukum yang hidup (living law) dianggap sebagai tindak pidana yang tiada bandingnya dalam KUHP sedangkan tindak pidana yang ada bandingnya dalam KUHP harus dijatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan KUHP. 15 Lihat juga : Pasal 1 ayat 3 UU Drt. No. 1 tahun 1951 hakim desa tetap dipertahankan. 13 Dalam pasal ini sudah jelas dituliskan bahwa mayarakat adat diakui dan dihormati kesatuan-kesatuannya berserta hak-hak tradisionalnya, karena oleh sebab itu lah perlu adanya hukum adat dan hukum pidana adat 14 Pasal 5 ayat (3) sub b Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1952 tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara PengadilanPengadilan Sipil. 1. bahwa tindak pidana adat yang tiada bandingan atau padanan dalam KUHP dimana sifatnya tidak berat atau dianggap tindak pidana adat yang ringan ancaman pidananya adalah pidana penjara dengan ancaman paling lama tiga bulan dan/atau denda sebanyak lima ratus rupiah (setara dengan kejahatan ringan), minimumnya sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 12 KUHP yaitu 1 hari untuk pidana penjara dan pidana denda minimal 25 sen sesuai dengan ketentuan Pasal 30 KUHP. 19 menguasai negara atas dibilang sebagai untuk mengelola tanah operasionalisasi yang ada di wilayahnya. 16 MPR 4) UU No. 4 tahun 2004 yang XVII/1998 masyarakat tahun sebagai Ketentuan-ketentuan TAP yang menegaskan bahwa hak-hak menggantikan UU No. 14 1970 dari tentang hukum bagian adat dari Hak Asazi Manusia. 18 Pokok Kekuasaan Kehakiman. 17 6) UU No. 32/2004 tentang 5) Undang-Undang No.39 tahun Pemerintahan 1999 tentang HAM ini, boleh lebih tertuju penegasan Daerah, pada hak-hak 16 Lihat JUga : 1. Pasal 3 UUPA bahwa pelaksanaan hak ulayat masyarakat Hukum Adat, sepanjang menurut kenyataannya harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, berdasarkan persatuan bangsa dan tidak boleh bertentangan dengan UU atau peraturan yang lebih tinggi. 2. Pasal 5 UUPA menyebutkan bahwa Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, udara dan ruang angkasa adalah Hukum Adat sepanjang (dengan pembatasan) tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, negara, sosialisme dan undang-undang. Pasal 22 terjadinya hak milik berdasarkan ketentuan Hukum Adat akan diatur dengan PP 17 Lihat Juga : 1. Pasal 25 ayat (1) yang isinya segala putusan pengadilan selain harus memuat dasar-dasar putusan, juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. 2. Pasal 28 ayat (1) yang isinya tentang hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. 18 Lihat juga : Pasal 6 UU No.39/1999, menyebutkan: Dalam rangka penegakkan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah.Indentitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan jaman. Penjelasan pasal 6 ayat (1) UU ini menyatakan bahwa “hak adat” yang secara nyata masih berlaku dan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat hukum adat harus dihormati dan dilindungi dalam rangka perlindungan dan penegakakan Hak Asasi Manusia dalam masyarakat yang bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan perundangan-undangan. Sedangkan penjelasan untuk ayat (2) dinyatakan bahwa dalam rangka penegakkan hak asasi manusia, identitas budaya nasional masyarakat hukum adat, hak-hak adat yang masih secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat tetap dihormati dan dilindungi sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas hukum negara yang berintikan keadilan dan kesejahteraan rakyat. 20 tertulis untuk mengelola sistem Beberapa politik system hukum adat yang sudah di dan pemerintahannya dengan ketentuan sesuai legal ketentuanhukum adat pencerminan Perda No. merupakan di adat 13 Tahun 1983, tentang Nagari sebagai Kesatuan kehidupan Masyarakat Hukum Adat (baik di kabupaten maupun kota) dan Perda yang No. 9 Tahun 2000 Tergugat Pemerintahan Nagari berbeda-beda sesuai dengan adat istiadat misalnya dibentuk dan disusun melalui masing-masing daerah memiliki pidana formalkan mempunyai kerapatan Adat Nagari (KAN) masyarakat tersebut dan pada hukum daerah Masalahnya di Sumatera Barat Keberadaan hukum pidana adat masyarakat dan Aceh dan di Sumatera Barat. setempat. 19 pada terkodifikasi. 20 masyarakat hukum adat (nagari sebagai pengganti desa) yang ada di daerah dan Perda No. 2 Tahun 2007 tersebut dengan ciri khas tidak tentang Pemerintahan Nagari (baik di kabupaten termasuk Mentawai maupun kota), maka sesuai dengan Pasal 1 angka 2 19 Pasal 203 ayat (3), umpamanya menyebutkan: “Pemilihan Kepala Desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah”. Pasal ini sekaligus memberi makna bahwa masyarakat hukum adat sesuai perkembangannya dapat mengembangkan bentuk persekutuannya menjadi pemerintahan setingkat desa sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 202 ayat (1): “Desa yang dimaksud dalam ketentuan ini termasuk antara lain Nagari di Sumatera Barat, Gampong di provinsi NAD, Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua, Negeri di Maluku”. UU No.5/1986 Kerapatan Adat Nagari merupakan badan dan Pengurus Pejabat KAN Tata merupakan Usaha Negara. Keputusan KAN akan merupakan Putusan Tata Usaha Negara, sehingga jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan KAN 20 21 itu, yang mempunyai Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Menuju Hukum Adat Minangkabau, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hlm. 11. kompetensi absolut untuk hukum pidana pada mengadilinya adalah Peradilan hakikatnya merupakan bagian Tata dari Usaha Negara, bukan Peradilan Pidana.” RUU sebagai proses perkembangan hukum yang penanggulangan kejahatan). 3) Sebagai bagian dari kebijakan penegakan sedang berlangsung sampai saat pada hakikatnya merupakan pembaharuan bagian hukum nasional dengan tujuan hukum sudut pendekatan kebijakan maka hukum dalam nasional pada lebih penegakan yang sudah dibahas di DPR sejak hakikatnya lebih dari 30 tahun maka hukum merupakan bagian dari upaya mengatasi masalah- sosial (termasuk adat dan Pidana adat menempati posisi strategis dimana pasal 2 RUU masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai/menunjang tujuan nasional (kesejahteraan KUHP tersebut menyatakan hakim mengambil landasan KUHP masyarakat tersebut disamping hukum dapat pula mengambil dasar hukum hukum dan sebagainya). adat untuk menjatuhkan pidana 2) Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, rangka Dalam RUU KUHP nasional sosial, pembaharuan hukum masalah substance) hukum. 1) Sebagai bagian dari kebijakan untuk upaya substansi (legal mengefektifkan dapat dilihat :21 pidana dari memperbaharui Due prosees of law. Dilihat dari pembaharuan hukum, pembaharuan hukum pidana ini mempunyai fungsi strategis bagian perlindungan masyarakat (khususnya upaya KUHP sebagai upaya pada pembaharuan seseorang. Sehingga eksistensi Hukum adat di RUU 21 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum Pidana (Menyongsong Generasi Baru Hukum Pidana Indonesia), (Semarang: Universitas Diponegoro, 2007), hlm. 50. KUHP tersebut formalnya diakui Negara. 22 Secara umum pembaharuan legalitas tidak mutlak.Dalam hukum pidana harus dilakukan RUU juga dimuat sanksi delik dengan pendekatan kebijakan, adat karena memang pada hakikatnya kewajiban ia merupakan bagian dari suatu menetapkan kewajiban setempat langkah kebijakan atau policy yang harus dilakukan terpidana”, (yaitu politik jika keadaan menghendaki untuk hukum/penegakan hukum, politik memulihkan keseimbangan dan hukum pidana, politik kriminal, mendatangkan rasa damai dalam dan politik sosial). Di dalam masyarakat.Tujuan setiap (policy) bukan semata-mata menghukum terkandung pula pertimbangan pelaku, tetapi juga mendatangkan nilai.Oleh karena itu, rasa pembaharuan hukum pidana harus bagian dari kebijakan pula berupa pemenuhan adat.“Hakim damai dapat pemidanaan dan memulihkan keseimbangkan dalam masyarakat. berorientasi pada pendekatan nilai. 22 Harkristuti Misalnya dalam Pasal 1 ayat selaku Harkrisnowo23 Direktur Jenderal (3) RUU KUHP menyebutkan Perlindungan Hak Asasi Manusia asas boleh Kementerian Hukum dan HAM, mengurai meminta para penyusun RUU berlakunya hukum yang hidup KUHP memperhatikan implikasi yang menentukan bahwa adat masuknya delik adat ke dalam setempat rancangan.Sebab, legalitas ditafsirkan tidak sebagai seseorang patut masih ada dipidana bilamana perbuatan itu sejumlah pertanyaan yang harus tidak dalam dijawab agar perumusan undang- perundang- undang itu jelas.“Bagi orang, ada peraturan undangan.Ini persamaan berarti asas 23 Harkristuti menyampaikankritik tersebut saat jadi pembicara dalam dialog mengenai Akses Perempuan Pada Keadilan: Mekanisme Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Formal dan Non Formal, di Jakarta, Rabu (22/12). 22 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Edisi Kedua Cetakan ke-3, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 29. 23 pidana harus jelas,” alasan sosiologis, hal ini dapat ujarnya.’Guru Besar Universitas menyangkut Indonesia itu menyinggung RUU ideologis maupun hal-hal yang KUHP ketika berbicara tentang berkaitan sistem peradilan pidana terpadu manusia, (integrated Indonesia sepanjang tetap dalam criminal justice system). bersifat dengan alam kondisi dan tradisi kerangka bagian budaya bangsa Pemantauan (subsulture) Komnas merupakan Perempuan di Sumatera Selatan dan yang Sulawesi sebagian Sekretaris jalur Masyarakat formal, budaya tandingan Sejalan dengan hal tersebut perempuan masih menggunakan non bukan (counter culture).24 Tengah menunjukkan dan terutama Jenderal Aliansi Adat Nusantara Abdon Nababan, mekanisme hukum adat, untuk (AMAN), menyelesaikan kasus.Dalam hal mengatakan Aliansi memang ikut tertentu, mekanisme hukum adat mendorong agar RUU KUHP dianggap mengakomodir lebih cepat menyelesaikan ketimbang masalah jalur hukum Fokusnya adalah memungkinkan formal penyelesaian kasus pengadilan.Ternyata, di beberapa hukum daerah, penegasan tentang itu,"25 hukum adat masih berlaku.“Aturan adat yang tidak tertulis justru hidup,” "Harus menuturkan ada RUU menjelaskan bagaimana definis dan sistem peradilan hukum adat. KUHP Nasional di masa- Jadi, masa datang dapat menyesuaikan dengan sepanjang melalui KUHP harus menjamin dengan Sri Nurherwati. perkembangan adat. Abdon kata komisioner Komnas Perempuan, diri adat. setempat perkembanganbaru. yang perangkat 24 hukum didahulukan adat dalam Muladi, Proyeksi Hukum Pidana Materil Indonesia di Masa Datang, Pidato Pengukuhan Guru Besar, (Semarang, FH UNDIP, TT), hlm. 3. 25 Hukum online.com Khusus menyangkut 24 penyelesaian perkara pidana yang 3) Membeda-bedakan terkait langsung dengan adat permasalahan masyarakat setempat.Setelah terjadi peristiwa pelanggaran perkara diputuskan hukum adat, yang dilihat bukan semata- dibuatlah semacam berita acara mata perbuatan dan akibatnya untuk tetapi didaftarkan pada Pengadilan dimana dilihat apa bila yang Negeri menjadi latar belakang dan setempat.Fungsi pengadilan kata siapa pelakunya. Oleh karena Abdon lebih diutamakan untuk itu, menjaga agar penegakan hukum demikian adat berjalan. mencari penyelesaian dalam suatu 4. Sifat sifat hukum pidana adat dijiwai kosmis oleh yang berhubungan dimana yang pidana dan bersifat besar tidak pelanggaran yang karena didasarkan ketidakmampuan apa yang akan dari pihak yang dirugikan atau diperlakukan tidak adil. terbuka 5) Tindakan reaksi atau koreksi atas tidak hanya dapat dikenakan meramal pada si pelaku tetapi dapat terjadi juga dikenakan pada kerabatnya atau keluarganya sehingga ketentuannya selalu untuk adanya adanya tuntutan atau gugatan sehingga tidak bersifat pasti terbuka berdasarkan sebagian permintaan atau pengaduan, perdata. 2) Ketentuan menjadi menyelesaikan pelanggaran adat sehingga membedakan peristiwa dalam 4) Peradilan dengan permintaan sifat saling hukum pidana adat maka pikiran berbeda-beda. 1) Menyeluruh dan menyatukan karena dengan alam bahkan segala peristiwa atau pebuatan yang mungkin terjadi. juga dibebankan kepada masyarakat bersangkutan untuk 25 mungkin mengembalikan keseimbangan yang masyarakat, terganggu. Hukum adat adakalanya perkaranya sampai tidak ditangani oleh alat negara, dapat mengenal ditempuh dengan cara melalui sistem “prae-existente regels”, pribadi dan atau keluarga yang artinya tidak mengenal sistem pelanggaran hukum ditetapkan bersangkutan, yang terlebih sebagaimana kepala dahulu dalam Berdasarkan atas selalu untuk peristiwa segala konflik dalam masyarakat di sehingga ketentuannya Indonesia, terbuka musyawarah yang di Indonesia mempunyaibudaya tidak penyelesaian mempunyai sistem pelanggaran damai, yang tertutup. konflik misalnya secara masyarakat Jawa, Lampung,Bali, Sumatra 5. Cara penyelesaian hukum adat Selatan, Papua, Sulawesi Selatan. terganggunya keluarga Lombok, Sulawesi Barat, dan masyarakat Penyelesaian delik adat yang keseimbangan nilai Indonesia. Berbagai suku bangsa berlainan dengan hukum kriminal berakibat konsiliasi banyakdianut oleh masyarakat di ialah Hukum adat ini sendiri Adat dasarnya atau merupakan Yang harus kita pahami disini hukum pada budayauntuk penyelesaian secara atau pebuatan yang mungkin terjadi. Barat, yang akademisiterhadap penyelesaian yang akan terjadi sehingga tidak pasti penelitian dilakukan oleh berbagai kalangan ketidakmampuan meramal apa bersifat adat, Hukum Pidana Adat menyatakan, didasarkan kepala Mediasi Pidanadalam Ketentuan Hukum Pidana. Dalam hal ini I karena kerabat, ditangani organisasi dan alat negara 26. Pasal 1 Kitab Undang-undang Widnyana atau kepala desa, ketua perkumpulan “asas legalitas” yang tertuang dalam Made walaupun 26 Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, CV Manda Maju, Bandung, 1992 hlm.242 atau 26 Jenis hukum rakyat ini kepala kerabat, adat, merupakan sistem norma yang kepala desa, ketua perkumpulan mengejawantahkan organisasi asas, struktur, mekanisme, nilai-nilai, kelembagaan, dan religi dan alat Negara.Penyelesaian yang konflik secara musyawarah itu secepat tumbuh, berkembang, dan dianut mungkin mesyarakat perdamaian berkembang sebagai lokal, fungsinya untuk dalam sebagai menjaga interaksi instrumen diadakanproses hukum keteraturan antara adat. Perkembangan selanjutnya darihukum adat pada warga suku bangsa di Indonesia masyarakat (social order), khususnya terhadap penyelesaian keteraturan hubungan dengan konflikmelalui sang pencipta dan roh-roh yang memiliki dipercaya yaitu memiliki kekuatan musyawarah berbagai kesamaan konflik diarahkan supranatural (spiritual order), dan padaharmonisasi atau kerukunan menjaga dalam masyarakat serta tidak keteraturan masyarakat perilaku dengan lingkungannya alam memperuncing (ecological sedapat 27 keadaan,dengan mungkin menjaga order). suasana perdamaian. Penyelesaian delik adat yang Penyelesaian- berakibat konflik yang dilakukan melalui terganggunya keseimbangan masyarakat, keluarga yang perkara tersebut atau mekanisme penyelesaian hukumadat baik adakalanya untuk perkara perdata maupun sampai harus perkara pidana. Berbeda dengan ditangani oleh alat Negara (polisi hukumpidana dan Jaksa) , sebenarnya dapat hukum ditempuh dengan cara melalui memulihkan pribadi dan atau keluarga yang hukumyang bersangkutan, segala reaksi atau koreksi adat atau ditangani pidana sedangkan 27 kepala Op cit - I Nyoman Nurjaya, hlm. 9. 27 barat, tujuan adat adalah keseimbangan menjadi tujuan tujuan untukmemperbaiki orang yang banyak memperoleh pengaruh salah, orang yang melanggar dari hukum Islam. hukum, sebagai salah satudasar Konflik-konflik yang terdapat pada sistem hukum dalam masyarakat banyak dimintakan pidana barat, tidak terdapat pada penyelesaiannya system hukum adat. kepadatokoh masyarakat, dan umumnya pada Pada dasarnya hukum pidana daerah-daerah adat adalah hukum yang hidup hukumIslamnya kuat, seperti di dan akan terus hidup, selama ada Aceh, Sumatra Barat, dan Jawa manusia dan budaya, ia tidak maka para tokoh masyarakatatau akan dihapus dengan perundang- adat di dalamnya termasuk para undangan. Andaikata diadakan tokoh-tokoh agama. Penyelesaian juga undang-undang yang akan konflik menghapuskannya, maka akan tokoh-tokoh percuma saja, malahan hukum umumnya pidana perundang-undangan akan pendekatan kehilangan sumber kekayaannya, yang pengaruh yangdiselesaikan oleh agama Islam dilakukan dengan D. KESIMPULAN oleh karena hukum pidana adat Hukum pidana adat adalah lebih dekat dengan hubungannya dengan antropologi dan sosiologi perbuatan daripada perasaan keadilan dan kepatutan hukum perundang- undangan. 28 yang melanggar yang hidup dalam masyarakat Penyelesaian konflik musyawarah guna sehingga menimbulkan adanya secara gangguan mencapai ketentraman keseimbangan penyelesaian antarapelaku dan dan masyarakat bersangkutan. Hukum adat secara korban tindak pidana sebagian structural dan fungsional masih besar masyarakat di Indonesia berlaku dalam hukum nasional yangumumnya beragama Islam, dibuktikan praktek 28 Hilman Hadikusuma, Hukum Pidana Adat, (Bandung: Alumni, 1984), hlm. 20. 28 dengan hukum adanya ditengah masyarakat yang didukung oleh Indonesia akan mencerminkan undang undang yang disebutkan nilai-nilai diatas. Mengenai pidana adat masyarakat dan sesuai dengan sendiri kebudayaan bangsa yang berasal terdapat praktek prakteknya di masyarakat adat dari Indonesia bangsa. dan dalam RUU diakui KUHP pidana adat sebagai pijakan hukum hakim dalam yang jiwa hidup serta di kepribadian Sebagi sumber hukum kesadaran masyarakat tentang bagi apa yang dirasakan adil dalam memutuskan mengatur hidup kemasyarakatan perkara , dan saat ini RUU yang tertib dan damai tersebut KUHP tersebut masih dibahas di akan mengalirkan aturan-aturan DPR. (norma-norma) hidup yang adil dan sesuai dengan perasaan dan Dengan demikian maka di dalam kesadaran hukum Adat, suatu perbuatan masyarakat, yang tadinya tidak merupakan teratur dapat dianggap oleh hakim atau kepala adat masyarakat yang karena memperhatikan sebagai dapat selalu kepentingan masyarakat. perbuatan yang menentang tata tertib (nilai-nilai) menciptakan suasana damai dan delik adat, pada suatu waktu oleh hukum sedemikian Selanjutnya kami sadar makalah rupa, sehingga dianggap perlu ini masih banyak kekurangan diambil upaya adat (adatreaksi) baik guna memperbaiki hukum. meterinya dan lain sebaginya, pidana carapenulisan, oleh karena itu kami sangat E. PENUTUP Hukum dalam mengharapkan saran dan kritik adat sangat yang membangun, relevan untuk dijadikan bahan pembenahan kedepannya untuk lebih baik bagi kita semua. penyusunan Rancangan KUHP yang akan berlaku secara DAFTAR PUSTAKA efektif. Sehingga KUHP Baru 29 guna agar Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Hilman Alumni, 1984). H. Hilman Hadikusuma, SH, Konsep KUHP Baru), Edisi Kedua Cetakan ke-3, Pengantar Ilmu Hukum Adat I Pengembangan Hukum Hukum Indonesia), Nyoman Nurjaya, Pengakuan Pidana Sumber Pidana Daya Alam: Antropologi Hukum, dalam Rachmad Universitas Diponegoro, Syafa’at, dkk, Negara, 2007). Masyarakat B. Ter Haar Bzn, Asas-asas dan Adat dan Kearifan Lokal, (Malang: Susunan Hukum Adat, In-Trans PT 2008) Paramita, Jakarta, 2001 Publishing, Muladi, Proyeksi Hukum Pidana Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Materil Menuju Hukum Minangkabau, Kearifan Perspektif (Semarang: Pradnya Menuju Lokal dalam Pengelolaan (Menyongsong Generasi Baru CV 1992 Barda Nawawi Arief, Beberapa Ilmu Indonesia, Manda Maju, Bandung, (Jakarta: Kencana, 2011) Aspek Hukum Pidana Adat, (Bandung: (Perkembangan Penyusunan Hadikusuma, Masa Indonesia Datang, di Pidato Adat Pengukuhan Guru Besar, (Jakarta: (Semarang, FH UNDIP, Rineka Cipta, 1997) TT) D. Schaffmeister, N. Keijzer, dan Surojo Wignjodipuro, Pengantar E. PH. Sutorius, Hukum Asas-Asas Hukum Adat, Pidana, (Jakarta: Gunung Agung Liberty, Yogyakarta, 1995 Anggota IKAPI, 1982) 30 Topo Santoso, Pluralisme Hukum Indonesia, Pidana (Jakarta: PT Ersesco, 1990). 31