Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Economic

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Bank
Menurut Kasmir (2010), bank diartikan sebagai lembaga keuangan
yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan
jasa bank lainnya.
Pengertian bank menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998
tanggal 10 november 1998 dalam Kasmir (2010) tentang perbankan adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
Jadi, perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang
berperan sebagai badan intermediasi yang menghimpun dana (funding),
menyalurkan kembali dalam bentuk kredit (lending), serta sebagai
pelayanan jasa keuangan lainnya (service).
2.2.
Kinerja Keuangan
Menurut Lesmana dan Surjanto dalam Budiharti (2006), kinerja
keuangan adalah analisis keuangan yang pada dasarnya dilakukan untuk
melakukan evaluasi kinerja di masa lalu, dengan melakukan berbagai
analisis, sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili
realitas perusahaan dan potensi-potensi yang kinerjanya akan berlanjut.
Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank, maka dapat dilihat
dari laporan keuangannya. Laporan tersebut menggambarkan kinerja bank
selama periode tertentu. Agar laporan dapat menjadi berarti, maka perlu di
analisis terlebih dahulu. Analisis yang umum dilakukan untuk menilai
kinerja bank adalah menggunakan rasio keuangan. Indikator ini sering pula
digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank. Namun, muncul konsep
penilaian kinerja baru yaitu Economic Value Added (EVA).
2.3.
Laporan Keuangan
Menurut Brigham dan Houston (2010), laporan tahunan ( annual
report) adalah laporan yang diterbitkan setiap tahun oleh perusahaan
kepada para pemegang saham. Laporan ini berisi laporan keuangan dasar
dan opini manajemen atas operasi perusahaan selama tahun lalu dan
prospek perusahaan di masa depan.
Laporan keuangan digunakan oleh perusahaan sebagai informasi
yang menyangkut posisi keuangan, kinerja perusahaan serta perubahan
posisi keuangan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang yang telah
dibuat digunakan oleh perusahaan sendiri dan pihak-pihak yang
berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan
keuangan perusahaan antara lain : investor, karyawan, pemberi pinjaman,
nasabah dan pemerintah.
Bank memiliki beberapa jenis laporan keuangan (Kasmir, 2003)
yaitu :
1. Neraca
2. Laporan Komitmen dan Kontijensi
3. Laporan Laba Rugi
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
6. Laporan Keuangan Gabungan dan Konsolodasi
Dalam menganalisis kinerja keuangan menurut EVA serta rasio
keuangan, maka laporan keuangan yang diperlukan adalah laporan laba
rugi dan laporan neraca.
2.3.1
Neraca
Menurut Brigham dan Houston (2010), Neraca adalah
laporan posisi keuangan pada suatu waktu tertentu. Neraca
memberikan gambaran mengenai aktiva, kewajiban atau hutang
dan ekuitas pemilik untuk periode waktu tertentu. Aktiva
menggambarkan seluruh sumber daya yang dimilki perusahaan,
sementara kewajiban dan ekuitas pemilik menunjukkan bagaimana
seluruh sumber daya perusahaan didanai.
Dalam konteks perbankan, neraca adalah laporan yang
menunjukkan posisi keuangan bank pada tanggal tertentu. Posisi
keuangan yang dimaksud adalah posisi aktiva (harta, pasiva
(kewajiban dan ekuitas) suatu bank. Penyusunan komponen di
dalam neraca didasarkan pada tingkat likuiditas dan jatuh tempo
(Kasmir, 2003).
2.3.2
Laporan Laba Rugi
Menurut Brigham dan Houston (2010), laporan laba rugi
adalah laporan yang mengikhtisarkan pendapatan dan beban
perusahaan selama periode akuntansi tertentu yang umumnya
setiap kuartal atau satu tahun. Laporan laba rugi menggambarkan
pendapatan bersih dari kegiatan operasi perusahaan selama periode
tertentu. Laporan atas laba dan dividen per saham disajikan pada
bagian bawah laporan.
2.4.
Rasio Keuangan
Rasio keuangan adalah sebuah alat utama untuk menganalisis
keuangan sebuah perusahaan. Rasio keuangan terdiri dari perbandingan
data keuangan yang terdapat pada laporan keuangan. Rasio keuangan
merupakan hasil perhitungan antara dua macam data keuangan bank, yang
digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kedua data keuangan
tersebut yang pada umumnya dinyatakan secara negatif, baik dalam
persentase maupun kali (Riyadi, 2004). Rasio keuangan memberikan dua
cara untuk membuat perbandingan dari data keuangan menjadi lebih
berarti (Keown, 2008):
1. Dapat meneliti rasio antar waktu untuk meneliti arah pergerakannya
2. Dapat membandingkan rasio keuangan perusahaan dengan perusahaan
lain.
Menurut Brigham dan Houston (2010), kelebihan rasio keuangan
antara lain:
1. Rasio keuangan mudah dalam perhitungannya.
2. Rasio keuangan dapat digunakan untuk membantu menganalisis,
mengendalikan dan memperbaiki operasi perusahaan
3. Rasio keuangan dapat digunakan untuk membantu menentukan
kemampuan perusahaan membayar utang.
4. Rasio keuangan dapat digunakan untuk melihat efisiensi, risiko dan
prospek pertumbuhan perusahaan
Walaupun rasio keuangan dapat memberikan informasi yang
berguna tentang operasi dan kondisi keuangan perusahaan, namun di
dalamnya terdapat masalah dan keterbatasan yang perlu diperhatikan.
Kekurangan tersebut antara lain (Brigham dan Houston, 2010)
1. Rasio keuangan lebih berguna bagi perusahaan kecil dibandingkan
perusahaan multidivisi.
2. Inflasi dapat memberikan nilai yang dicatat seringkali berbeda dengan
nilai yang sebenarnya pada neraca perusahaan.
3. Faktor-faktor musiman dapat mendistorsi analisis rasio keuangan.
4. Perusahaan dapat menggunakan "window dressing" untuk membuat
laporan keuangan nampak lebih baik.
5. Praktik akuntansi yang berbeda dapat mendistorsi perbandingan.
6. Sangat sulit untuk menyamaratakan apakah suatu rasio tertentu baik
dan buruk
7. Suatu perusahaan mungkin memiliki beberapa rasio yang kelihatan
“bagus” dan yang lainnya kelihatan “buruk:, yang membuat sulit untuk
menyatakan apakah perusahaan tersebut kuat atau lemah.
8. Tidak memperhitungkan biaya modal.
Menurut Kasmir (2003), rasio keuangan terdiri dari rasio likuiditas,
rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas. Rasio likuiditas bertujuan untuk
mengukur seberapa likuid suatu bank, rasio solvabilitas bertujuan untuk
mengukur efisiensi bank dalam menjalankan aktivitasnya, sedangkan rasio
rentabilitas bertujuan untuk mengukur efektivitas bank dalam mencapai
tujuannya.
Rasio solvabilitas atau sering juga disebut rasio permodalan
merupakan ukuran kemampuan bank mencari sumber dana untuk
membiayai kegiatannya (Kasmir dalam Imamah, 2005). Suatu bank
dikatakan solvable apabila bank tersebut mempunyai aktiva yang cukup
untuk membayar semua hutangnya. Salah satu rasio yang digunakan untuk
menilai tingkat solvatibilitas bank adalah Capital Adequacy Ratio (CAR).
Capital Adequacy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kemampuan
permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di dalam
kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga (Martono
dalam Imamah, 2005). Terdapat tiga macam perhitungan CAR, pertama
CAR dengan memperhitungkan risiko kredit. Kedua, CAR dengan
memperhitungkan risiko kredit dan risiko pasar. Ketiga, CAR yang didapat
dari perbandingan antara aktiva tetap terhadap modal. Perhitungan aktiva
tetap adalah sebelum dikurangi akumulasi penyusutan.Sedangkan menurut
ketentuan Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBV2003 tanggal 17 Juli
2003, CAR diperoleh dari perbandingan antara total modal dengan Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Sementara itu menurut Helfert dalam Pradhono (2004), pengukuran
kinerja perusahaan bisa dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu :
1. Earning measures, yang mendasarkan kinerja pada accounting profti.
Termasuk dalam kategori adalah earning per share (EPS), return on
investment (ROI), return on net assets (RONA), return on capital
employed (ROCE) dan return on equity (ROE), dan lain-lain.
2. Cash Flow Measures, yang mendasarkan kinerja pada arus kas operasi
(operating cash flow). Termasuk dalam kategori ini adalah free cash
flow, cash flow return on gross investment (ROGI), cash flow return on
investment (CFROI), total shareholder return (TSR), dan total business
return (TBR).
3. Value measure, yang mendasarkan kinerja pada nilai (value based
management).
Termasuk dalam kategori ini adalah economic value added (EVA),
market value added (MVA), cash value added (CVA) dan shareholder
value (SHV).
Dalam penelitian ini, rasio keuangan berupa earning measures
yang digunakan adalah :
1. Return On Equity (ROE)
Menurut Brigham dan Houston (2010), ROE adalah laba
bersih dibagi dengan ekuitas. Atau dengan kata lain ROE merupakan
laba bersih bagi pemegang saham dibagi dengan total ekuitas pemegang
saham. Rasio ini menunjukkan seberapa besar tingkat pengembalian
atas modal yang telah di investasikan..
2. Earning Per Share (EPS)
Menurut Brigham dan Houston dalam Prehatiningsih (2006),
EPS merupakan perbandingan antara laba bersih terhadap saham biasa
yang beredar, sehingga EPS menggambarkan laba per lembar saham
yang diperoleh investor dari suatu perusahaan.
2.5.
Economic Value Added (EVA)
Economic Value Added (EVA) pertama kali digambarkan- oleh
Alfred Marshall pada tahun 1890 dalam bukunya yang berjudul "Principle
of Economic"_ Dasar teoritis dari konsep nilai tambah ekonomis disajikan
dalam kertas akademis yang dipublikasikan antara tahun 1958 dan 1961
oleh dua ekonom keuangan, yaitu Merton H. Miller dan Franco
Modigiiani, yang memenangkan hadiah nobel dalam bidang ekonomi.
Mereka berargumentasi bahwa laba ekonomis merupakan sumber
penciptaan nilai di perusahaan dan bahwa tingkat pengembalian ditentukan
berdasarkan risiko yang diasumsikan oleh investor. Akan tetapi, Miller
dan Modigliani tidak memberikan teknik untuk mengukur laba ekonomis
dalam suatu perusahaan. Konsep EVA mulai digunakan secara luas pada
tahun 1990an, tepatnya dipopulerkan pertama kali oleh G. Bennett
Stewart, III, Managing Partner dari Stern Stewart and Co dalam bukunya
"The Quest for Value" (Tunggal, 2001).
EVA adalah nilai tambah yang diberikan oleh manajemen kepada
pemegang saham selama satu tahun tertentu (Bringham dan Houston,
2001). EVA membantu manajer mernastikan bahwa perusahaannya dapat
menambah nilai pemegang saham, sementara investor dapat menggunakan
EVA untuk mengetahui saham mana yang akan meningkatkan nilainya.
EVA sangat bermanfaat apabila digunakan sebagai penilai kinerja
perusahaan di mana fokus penilaian kinerjanya adalah pada penciptaan
nilai. Secara sederhana, angka EVA diperoleh dari laba usaha dikurangi
biaya-biaya atas modal yang diinvestasikan.
Menurut Young dan O'Byrne dalam Budiharti (2006), EVA sama
dengan Net Operating Profit After Tax (NOPAT) dikurangi biaya modal.
NOPAT merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak dan mengukur
laba yang diperoleh perusahaan dan operasi berjalan. Biaya modal Sama
dengan modal yang diinvestasikan oleh perusahaan dikalikan rata-rata
tertimbang dari biaya modal (Weighted Average Cost of Capital/WACC).
WACC sama dengan jumlah biaya dari setiap komponen modal- hutang
jangka pendek, hutang jangka panjang dan equitas pemegang sahamditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam
struktur modal
perusahaan pada nilai pasar. Modal yang diinvestasikan adalah jumlah
seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek,
pasiva yang tidak menanggung bunga (non interest bearing liabilities)
seperti hutang upah yang akan jatuh tempo dan pajak yang akan jatuh
tempo. Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang
saham, seluruh hutang jangka pendek dan jangka panjang yang
menanggung bunga, hutang dan kewajiban jangka panjang lainnya.
Jadi, komponen EVA terdiri dari Net Operating Profit After Tax
NOPAT (laba bersih setelah pajak), dan Cost of Capital-COC (biaya
modal). Cost of Capital-COC (biaya modal) merupakan perkalian antara
Weighted Average Cost of Capifal- WACC (biaya modal rata-rata
tertimbang) dengan Invested Capital-IC (modal yang diinvestasikan).
Dengan demikian, EVA dapat dirumuskan sebagai berikut:
EVA
= NOPAT - Cost of Capital
= NOPAT - (WACC x Invested Capital)
dimana NOPAT
= Net Operating Profit After Tax (laba operasi
setelah pajak).
WACC
= Weighted Aveiage Cost of Capital (biaya
modal rata-rata tertimbang).
Invested Capital = Jumlah modal yang tersedia bagi perusahaan
untuk membiayai usahanya yang terdiri dari
hutang dan modal sendiri.
Menurut Poeradisastra dalam Budiharti (2006), hasil perhitungan
EVA akan bernilai lebih besar dari nol (positif), lebih kecil dari nol
(negatif), dan sama dengan nol.
yang berarti:
1. Kondisi
EVA
yang
positif
(EVA>O)
mencerminkan
tingkat
kompensasi yang lebih tinggi daripada tingkat biaya modal. Ini berarti
manajemen telah mampu menciptakan peningkatan kekayaan
perusahaan. Semakin positif EVA berarti semakin bagus kinerja
perusahaan tersebut, artinya manajemen telah menjalankan tugasnya
dengan baik.
2. Kondisi EVA yang negatif (EVA<O) menunjukkan adanya penurunan
nilai kekayaan karena laba yang tersedia tidak mampu memberikan
kompensasi yang setimpal dengan investasi yang ditanam.
3. Kondisi EVA sama dengan nol (EVA=O) berarti laba yang tersedia
impas
untuk memenuhi harapan pemodal dan kinerja keuangan
perusahaan tergolong sehat.
2.5.1 Net Operating Profit After Tax (NOPAT)/Laba Bersih Setelah
Pajak sebagai Komponen EVA
Menurut pendekatan operasional, NOPAT merupakan laba
operasi perusahaan setelah dikurangi pajak. Sedangkan menurut
pendekatan keuangan, NOPAT didapat dari laba bersih seteiah
pajak ditambah dengan beban bunga. Untuk perhitungan NOPAT
dapat diperoleh dan laporan laba rugi perusahaan (Tunggal, 2001).
2.5.2 Cost of Capital (COC)/Biaya Modal sebagai Komponen EVA
Semua sumber dana yang digunakan perusahaan baik
berasal dari hutang maupun modal sendiri (ekuitas) yang
digunakan untuk investasi atau membiayai operasional perusahaan
dikenakan suatu biaya disebut biaya modal. Baik hutang maupun
modal sendiri memiliki biaya modal. Hanya saja kalau dalam
modal sendiri biaya tersebut bersifat implisit atau opportunistic,
sedangkan untuk hutang bersifat eksplisit karena memang benarbenar dikeluarkan oleh perusahaan dalam untuk pembayaran.
bunga. Biaya tersebut harus mencerminkan rata-rata tertimbang
berbagai sumber dana yang digunakan (Tunggal, 2001).
Total biaya modal menunjukan besarnya tingkat dari
pengembalian yang diharapkan oleh penyedia dana atas modal
yang
diinvestasikan
di
perusahaan.
Besarnya
kompensasi
tergantung pada tingkat risiko perusahaan yang bersangkutan.
Semakin tinggi risiko perusahaan, semakin tinggi tingkat
pengembalian yang di tuntut oleh investor (Utama dalam budiharti,
2006).
Weighted Average Cost of Capital (WACC)/ Biaya Modal Rata
Rata Tertimbang.
Biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) adalah tingkat
pengembalian minimum yang dibobot berdasarkan proporsi
masing-masing instrument pembiayaan dalam struktur permodalan
perusahaan yang harus dihasilkan perusahaan untuk memenuhi
ekspektasi kreditor dan pemegang saham. Pembobotan perlu,
karena setiap bentuk pembiayaan yang berbeda baik jangka.pendek
maupun jangka panjang tidak sama resikonya bagi investor. Maka
tiap-tiap bentuk pembiayaan yang dipilih perusahaan memiliki
biaya yang berbeda. Pembiayaan yang dipergunakan perusahaan
bermacam-macam, tetapi secara umum dapat diklasifikasikan
dalam dua bagian besar yaitu hutang dan ekuitas (Tunggal, 2001 ).
WACC terdiri dari komponen biaya hutang dan biaya
ekuitas. Biaya hutang (Kd) adalah rate yang harus dibayar
perusahaan di dalam pasar sekarang untuk mendapatkan hutang
jangka panjang yang baru. Biaya hutang terjadi dalam perusahaan
akibat adanya penggunaan dana pinjaman. Hutang disini mencakup
semua hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek yang
didapat dari kelompok di luar perusahaan.
Perusahaan memiliki beberapa paket surat hutang dengan
beban bunga yang beragam dan cara tepat menghitung nya adalah
secara tertimbang (weighted). Adanya pembayaran bunga oleh
perusahaan akan mengurangi besarnya pendapatan kena pajak,
makan Kd harus dikoreksi dengan factor (1-T), dengan T adalah
tingkat pajak yang dikenakan. Hal tersebut serupa dengan
pernyataan Brigham dan Houstoun (2001) yang menyatakan bahwa
adanya biaya bunga yang wajib dibayarkan dikurangi dengan
penghematan pajak yang timbul. Bunga dalam perhitungan pajak
ini bersifat tax deductible sehingga dikalikan dengan (1-T), dimana
T adalah tarif pajak marjinal dari perusahaan.
Sedangkan biaya ekuitas (Ke) adalah biaya yang timbul
akibat investor menyerahkan dananya berupa ekuitas kepada
perusahaan. Mereka berhak untuk mendapatkan pembagian dividen
di masa mendatang sekaligus berkedudukan sebagai pemilik parsial
perusahaan tersebut. Besarnya dividen tidak ditentukan pada saat
investor menyerahkan dananya, tetapi bersifat tidak tentu
tergantung pada kinerja perusahaan tersebut di masa yang akan
datang. Hal ini sangat berbeda dengan modal hutang yang sudah
memperhitungkan kepastian tingkat suku bunga yang disetujui.
Untuk menghitung Ke perlu pendekatan berdasarkan return yang
diharapkan oleh pemegang saham. Untuk itu harus berdasarkan
nilai pasar yang berlaku dan bukan nilai buku.
Struktur Modal
Keputusan mengenai struktur modal menurut Brigham dan
Gapenski dalam Budiharti (2006) adalah hal yang sangat penting
dalam menghitung biaya rata-rata tertimbang dari modal. Struktur
modal perusahaan terdiri dari proporsi modal terhadap ekuitas.
Adanya perubahan struktur modal perusahaan akan mempengaruhi
risiko yang terkandung pada saham biasa perusahaan yang pada
akhirnya mempengaruhi harga saham dan laba ditahan.
Perusahaan menetapkan strukur modal yang optimal akan
menghasilkan
keseimbangan
antara
risiko
dan
tingkat
pengembalian sehingga akan memaksimumkan harga saham.
Risiko yang makin tinggi akibat membesarnya hutang cenderung
menurunkan harga saham, tetapi meningkatnya pengembalian yang
diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut (Utama dalam
Budiharti, 2006).
Invested Capital (ic)/ modal yang dinvestasikan.
Menurut Tunggal (2001), Invested Capital (IC) adalah
jumlah seluruh pinjaman perusahaan diluar pinjaman jangka
pendek tanpa bunga atau non interesting bearing liabilities. Yang
termasuk dalam kategori non interest bearing liabilities
yaitu
hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak dan
uang muka pelanggan.
Ada dua cara untuk menentukan IC, yaitu dengan
pendekatan operasional dan pendekatan keuangan. Menurut
pendekatan operasioanl, IC diperoleh dari penjumlahan aktiva
tetap, kas, dan working capital requirement
yaitu total aktiva
dikurangi hutang dagang dan hutang beban lainnya. Sedangkan
menutur pendekatan keuangan, IC diperoleh dari penjumlahan
interest bearing liabilities (pinjaman jangka pendek dan jangka
panjang) dengan ekuitas pemegang saham.
2.5.3 Kelebihan dan Kekurangan EVA
Banyak manfaat yang didapat dengan menerapkan EVA
sebagai pengukur kinerja keuangan suatu perusahaan. Menurut
Utama dalam Budiharti (2006), kelebihan EVA antara lain :
1. EVA sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai penilai kinerja
usaha dimana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaan
nilai (value creation).
2. EVA
akan
menyebabkan
perusahaan
untuk
lebih
memperhatikan kebijaksanaan struktur modalnya karena EVA
memperhitungkan biaya modal.
3. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau
proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada
biaya modalnya.
Walaupun metode EVA umumnya mempunyai keefektifan
yang tinggi dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan, metode
EVA juga mempunyai beberapa kelemahan (Utama dalam
Budiharti, 2006), yaitu :
1. EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu periode
tertentu, padahal nilai suatu perusahaan merupakan akumulasi
selama seumur hidup perusahaan.
2. Secara praktis EVA belum dapat diterapkan dengan mudah
karena proses perhitungan EVA memerlukan estimasi atas biaya
modal, dan estimasi ini terutama untuk perusahaan yang belum
go public sulit dilakukan dengan tepat.
2.6.
Market Value Added (MVA)
Menurut Brigham dan Houston (2010), MVA adalah perbedaan
antara nilai pasar ekuitas dan nilai buku. Sedangkan menurut Young dan
O'Byrne dalam Budiharti (2006) MVA adalah perbedaan antara nilai pasar
perusahaan (termasuk ekuitas dan hutang) dan modal keseluruhan yang
diinvestasikan dalam perusahaan. Nilai pasar adalah nilai perusahaan, yakni
jumlah nilai pasar dari semua tuntutan modal terhadap perusahaan oleh pasar
modal pada tanggal tertentu (jumlah nilai pasar dari hutang dan ekuitas).
Modal yang diinvestasikan adalah jumlah modal yang disediakan penyedia
dana pada tanggal yang sama.
Menurut Ruky dalam Budiharti (2006), terdapat dua komponen
pembentuk MVA, yakni market value equity atau nilai pasar ekuitas dan
equity capital supplied by
diinvestasikan dalam
shareholders atau
perusahaan.
jumlah
Market value equity
modal
yang
adalah nilai
pasar yang dicerminkan dengan harga saham perusahan yang dikalikan
dengan jumlah saham yang beredar. Sedangkan equity capital supplied by
shareholders dapat diperoleh dari nilai buku perusahaan.
Dengan demikian , MVA dapat dirumuskan sebagai berikut :
MVA = (Market Value x Shares Outstanding ) – book value
Jika MVA lebih besar daripada nol, maka perusahaan telah
menciptakan kemakmuran bagi pemegang saham, tetapi jika MVA bernilai
negatif, maka perusahaan telah melakukan kinerja yang buruk karena telah
menghancurkan modal investor.
2.6.1
Market Value (Nilai Pasar) sebagai Komponen MVA
Nilai pasar adalah nilai aset yang berlaku di pasar modal. Nilai
ini ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar
modal. Jadi, nilai pasar perusahaan dapat ditetapkan berdasarkan
harga saham.
2.6.2 Shares Outstanding (Jumlah Saham) sebagai Komponen MVA
Jumlah saham di sini adalah jumlah saham yang diedarkan
oleh sebuah perusahaan. Saham yang beredar tersebut merupakan hak
atas sebagian dari perusahaan terbatas atas suatu bukti penyertaan atau
partisipasi dalam modai suatu perusahaan (Keown et aI., 2001).
Seorang investor yang memiliki saham suatu perusahaan berarti turut
memiliki sebagian dari perusahaan tersebut.
2.6.3
Book Value (Nilai Buku) sebagai Komponen MVA
Nilai buku ekuitas adalah total nilai ekuitas atau modal yang
ditanamkan pada perusahaan yang tercantum pada laporan neraca
keuangan perusahaan. Nilai ini menggambarkan biaya historikal
aktiva daripada nilai pasar sekarang.
2.6.4
Kelebihan dan Kekurangan MVA
Menurut Young dan O'Byme dalam Budiharti (2006),
kelebihan penggunaan MVA di antaranya adalah MVA dapat
mencerminkan keputusan pasar mengenai bagaimana manajer suatu
perusahaan
sukses
meningkatkan
kinerja
perusahaan
dengan
menginvestasikan modal yang sudah dipercayakan kepadanya.
MVA secara konseptual sebagai tolak ukur kinerja juga
memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan MVA menurut Young dan
O’Byrne dalam Budiharti (2006), yaitu :
1.
MVA merupakan pengukuran kekayaan periodik pemegang
saham sehingga tidak dapat mengukur kinerja pada tingkat divisi.
2.
Untuk suatu periode waktu tertentu, tidak memberikan solusi
peningkatan penciptaan kekayaan pemegang saham.
3.
MVA mengabaikan kesempatan biaya modal yang di investasikan
dalam perusahaan.
4.
Pengukuran MVA gagal memperhitungkan uang kas pada masa
lalu kepada pemegang saham.
2.7.
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai kinerja keuangan perusahaan, khususnya bank
telah banyak dilakukan. Umumnya kinerja keuangan bank dianalisis
dengan mengunakan rasio-rasio keuangan dan Economic Value Added
(EVA).
Menurut Prehatiningsih (2007), yang meneliti kinerja keuangan PT.
Bank Danamon Indonesia, Tbk dengan menggunakan rasio keuangan dan
Eva serta mencari pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap
Market Value Added (MVA). Rasio-rasio keuangan yang digunakan
adalah Return On Equity (ROE), Return On Assets (ROA) dan Earning
Per Share (EPS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja
keuangan menurut metode EVA dan MVA serta menganalisis kekuatan
hubungan antara rasio keuangan dan EVA terhadap MVA, dan
menganalisis tolak ukur mana yang memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap MVA. Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan kinerja
Economic Value Added (EVA) Bank Danamon adalah baik, karena
sebagian besar nilainya adalah positif yang berarti perusahaan telah
mampu menciptakan nilai tambah ekonomis bagi investornya dan
cenderung mengalami peningkatan. Nilai Market Value Added (MVA)
yang dicapai Bank Danamon secara keseluruhan adalah positif, hal ini
membuktikan bahwa perusahaan sudah berhasil menciptakan kekayaan
bagi pemegang sahamnya.
Menurut Budiharti (2006), yang meneliti kinerja keuangan PT.
Bank Rakyat Indonesia, Tbk dengan menggunakan rasio keuangan dan
EVA serta pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap Market
Value Added (MVA). Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini
adalah analisis Korelasi Pearson dan Regresi Berganda dengan program
Minitab. Dalam hasilnya, jika dilihat dari EVA dan MVA tingkat
kesehatan BRI tahun 2005 lebih besar daripada tahun 2004, tetapi jika
dilihat dari rasio keuangan, tingkat kesehatannya menurun. Lalu
disebutkan dari rasio keuangan yang terdapat dalam model regresi, hanya
Capital Adequacy Ratio (CAR) yang memiliki tingkat signifikansi <0,05
yang berarti memiliki pengaruh signifikan terhadap MVA, CAR memiliki
pengaruh negatif terhadap EVA. Dengan penurunan CAR sebesar 1 persen
akan meningkatkan EVA sebesar Rp. 1.135.320 (dalam jutaan rupiah).
EVA dan MVA berpengaruh secara positif, dengan kenaikan EVA maka
akan meningkatkan MVA sebesar Rp. 1.6 juta (dalam jutaan rupiah).
Menurut Imamah (2005), yang meneliti kinerja keuangan PT. Bank
Mandiri (Persero) Tbk 2003-2004 dengan menggunakan rasio-rasio
keuangan dan EVA serta mencari pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap
Economic Value Added (EVA). Rasio-rasio keuangan yang digunakan
terdiri dari Net Profit Margin (NPM), Net Interest Margin (NIM), Return
On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Capital Adequacy Ratio
(CAR) dan Asset Utilization Ratio (AUR). Dalam penelitian ini tidak
dianalisis penilaian kinerja perusahaan dari sisi nilai tambah pasar (
Market Value Added/MVA ) juga pengaruh EVA terhadap MVA. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk dari tahun 2003-2004 pada umumnya menjadi lebih baik.
Hasil analisis rasio-rasio keuangan dan EVA menunjukkan kinerja yang
berbeda. Artinya, kinerja keuangan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk
menurut rasio keuangan pada tahun 2004 lebih baik daripada tahun 2003
karena sebagian besar pengukur kinerja keuangan perusahaan mengalami
peningkatan. Akan tetapi, kalau diukur dengan EVA, pada tahun 2004
kinerja keuangan perusahaan kurang baik daripada tahun 2003 karena
EVA mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi karena pada tahun 2004
pendayagunaan sumber daya perusahaan menurun dari tahun 2003 bila
ditinjau dari AUR. Artinya, Bank Mandiri mengalami penurunan kinerja
dalam hal pengeloaan asset perusahaan.
Download