60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Satu

advertisement
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Satu Merah Panggung
Di Indonesia tak banyak kelompok teater yang dipimpin oleh seorang
perempuan. Satu Merah Panggung salah satunya. Dan Ratna Sarumpaet adalah
motor penggerak kelompok itu. Dia pribadi pemberontak. Sejak pertama muncul,
berbagai
kontroversi
mewarnai
perjalanan
karirnya
sebagai
sutradara.
Perjalanannya cukup unik dan mencengangkan. Banyak yang mencaci tapi tak
sedikit pula yang menyanjung.
sejak bedirinya pada tahun 1974, Satu merah panggung mengkhususkan
porduksi karya-karya barat seperti; Hamlet, Romeo dan Juliet, Othello, dan
Antigone. disusul kemudian pada tahun 1994 pementasan Marsinah: Nyanyian
dari Bawah Tanah, terpasung (1996), Alia: Luka Serambi Mekkah (2000), Anakanak Kegelapan (2003) serta Jamila dan Sang Presiden (2006).
Seiring waktu, pengakuan baru diraih Ratna dan Satu Merah Panggung,
pada pementesan Antigone karya Jean Anouilh. Daya kritis Ratna kian menguat.
Kejatuhan pemerintah otoriter Orde Baru tidak lantas membuat Ratna tenang.
Kegelisahannya terus berlanjut. Konflik kekerasan di Aceh, pluralisme dan hak
azasi manusia menjadi fokus karya-karyanya. Karya yang sangat disukainya
adalah Alia: Luka Serambi Mekkah. Karya itu memantapkan posisi Satu Merah
Panggung sebagai kelompok teater yang penting dan diperhitungkan.
60
61
Meskipun Ratna tidak pernah menyatakan diri sebagai seorang feminis,
namun karya-karyanya banyak berbicara tentang perempuan, hak azasi manusia
dan seksualitas. Tajamnya kritik Ratna mengantarnya jadi salah satu dari lima
perempuan penulis naskah drama paling kuat di dunia.
Karya Ratna yang juga penting, Jamila dan Sang Presiden, dibuat untuk
menanggapi fenomena pemasungan pluralisme. Lakon mengisahkan tentang
pelacur yang menyerahkan diri pada polisi setelah dia membunuh pejabat
pemerintah. Lakon itulah yang kemudian diadaptasi menjadi sebuah film yang
mendapatkan berbagai penghargaan internasional. Lakon itu kemudian diadaptasi
menjadi sebuah film yang mendapat berbagai penghargaan internasional.
Selain teater, Satu Merah Panggung juga aktif dalam berbagai aksi
kepedulian sosial. Kepedulian ini ditunjukkan dengan mendirikan Ratna
Sarumpaet Crisis Center. Pusat penanggulangan krisis ini melakukan berbagai
kegiatan dari memberi bantuan obat-obatan dan pakaian di daerah konflik Aceh,
menangani kasus lingkungan dan pelanggaran hak azasi manusia di Porsea,
Sumatera Utara serta berbagai kegiatan sosial lainnya.
4.2 Film Jamila dan Sang Presiden
Jamila dan Sang Presiden adalah sebuah film layar perdana karya
sutradara Ratna Sarumpaet, yang mungkin lebih dikenal sebagai seorang sutradara
teater serta aktivis perempuan. Naskah cerita film ini sendiri diadaptasi Ratna dari
karya teaternya yang berjudul Pelacur dan Sang Presiden, yang sempat meraih
62
banyak pujian sekaligus kritikan dari beberapa pihak di Indonesia selama masa
pementasannya.
Ratna sendiri pernah menceritakan bahwa kisah Pelacur dan Sang
Presiden berawal dari rasa keprihatinannya atas kekurangpedulian pihak
pemerintah mengenai kasus penjualan anak di bawah umur yang banyak terjadi di
berbagai daerah terpencil di Indonesia. Ratna sendiri pernah berkelana ke Batam,
Solo, Indramayu, Surabaya, dan kota-kota di Kalimantan, untuk merekam
beragam cerita dari ratusan ribu korban perempuan yang kemudian disatukannya
dalam cerita Pelacur dan Sang Presiden yang kemudian ia pentaskan.
Dimulai dengan sedikit meragukan (akting yang kurang stabil, dialog
naskah yang terasa sangat kaku di beberapa adegan), Jamila dan Sang Presiden
kemudian secara perlahan lepas landas dengan gerakan yang stabil dalam
menceritakan kisahnya. Harus diakui, nafas aktivis perempuan yang dibawa oleh
Ratna Sarumpaet sangat terasa di beberapa bagian naskah film ini. Adalah sangat
jelas untuk melihat film ini mencoba menyindir beberapa pihak (selain negara)
yang selama ini sering keluar-masuk pemberitaan atas tindakan mereka yang
kontroversial. Walau terkesan hanya dibuat dari satu sudut pandang, namun
setidaknya Jamila dan Sang Presiden tidak langsung serta merta menjadi sebuah
film dengan nada „balas dendam‟ terhadap pihak-pihak yang disindir di sepanjang
film.
Walau kurangnya eksplorasi beberapa karakter dan terlalu kakunya
beberapa baris dialog di beberapa adegan terasa cukup mengganggu, namun
63
naskah film yang kuat, provokatif dan menyentuh serta akting yang sangat baik
dari jajaran pemeran film ini, membuat Jamila dan Sang Presiden adalah sebuah
debut penyutradaraan film layar lebar yang lumayan berhasil bagi Ratna
Sarumpaet. Film bertema sosial politik yang seharusnya lebih banyak lagi dibuat
oleh para pembuat film asal Indonesia.
Sebagai sebuah karya teater yang diangkat ke layar lebar, Ratna tentu saja
tidak akan melupakan bahwa penampilan para pemeran setiap karakter di film ini,
dapat mempengaruhi hasil akhir dari kualitas Jamila dan Sang Presiden. Untuk
itu, Ratna memilih berbagai nama-nama besar dan dengan jaminan kualitas akting
yang sangat memadai untuk menghidupkan setiap karakter di film ini. Namanama seperti Christine Hakim, Surya Saputra, Ria Irawan, Ade Irawan, Marcelino
Lefrandt, Dwi Sasono, Eva Celia Latjuba, Fauzi Baadilah dan dipimpin oleh
Atiqah Hasiholan yang memerankan karakter Jamila, film ini benar-benar menjadi
salah satu film dengan jajaran akting yang sangat memukau di film Indonesia.
Di negara dimana sebuah film dengan naskah kuat dan sedikit provokatif
adalah sangat jarang ditemukan, tentu Jamila dan Sang Presiden bagaikan sebuah
nafas segar di dunia perfilman. Apalagi jika naskah tersebut lumayan berhasil
dieksekusi dengan sangat baik oleh sang sutradara, maupun oleh para jajaran
pemerannya. Di Indonesia, hal tersebut hanya terjadi sekali dalam jangka
beberapa tahun. Jamila dan Sang Presiden adalah salah satu yang berhasil
melakukannya.
64
4.2.1 Sinopsis Film Jamila dan Sang Presiden
Hidup bukanlah suatu hal yang dapat dihargai dan dianggap sesuatu yang
indah dan bermakna bagi seorang Jamila (Atiqah Hasiholan). Datang dari sebuah
keluarga miskin, ketika berumur enam tahun, ia dijual oleh sang ayah kepada
seorang agen perdagangan anak. Ia kemudian berhasil melarikan diri dan kembali
kepada kedua orangtuanya. Oleh sang ibu, ia dititipkan kepada sebuah keluarga,
dengan harapan agar Jamila dapat dibesarkan dan disekolahkan untuk meraih
kehidupan yang lebih baik.
Namun, di rumah tersebut ia malah menjadi bulan-bulanan seksual bagi
dua orang pria yang seharusnya melindungi Jamila dan dijadikannya sebagai
keluarga baru baginya. Merasa tertekan dan tak tahan lagi, Jamila melarikan diri.
Berbagai penderitaan hidup terus dihadapinya sendirian hingga akhirnya ia
bertemu dengan Susi (Ria Irawan), seorang pelacur yang kemudian dekat
dengannya dan dianggapnya sebagai satu-satunya teman baiknya.
Berkenalan dengan Susi, akhirnya Jamila memilih untuk masuk ke dunia
hitam dan menjadi seorang pelacur. Dari sinilah ia bertemu Nurdin (Adjie
Pangestu), seorang menteri negara yang kemudian jatuh cinta dengannya. Hidup
serasa mulai berputar ke arah yang lebih baik bagi Jamila, hingga suatu saat, ia
menemukan bahwa Nurdin telah menikah dengan wanita lain dengan alasan
dijodohkan orangtuanya. Secara tidak sengaja, Jamila menembakkan sebuah
peluru ke arah Nurdin ketika ia dan Nurdin sedang bertengkar, yang menyebabkan
kematian Nurdin.
65
Kematian Nurdin, yang seorang menteri negara, tentu saja menyebabkan
seluruh masyarakat gempar. Apalagi setelah masyarakat menemukan bahwa
Jamila, seorang pelacur, kemudian menyerahkan dirinya kepada pihak kepolisian
dan mengakui kesalahannya telah membunuh Nurdin. Jamila akhirnya
dipenjarakan. Kasusnya menarik perhatian seluruh negeri, sekaligus menarik
simpati beberapa kalangan, yang berusaha memintakan grasi bagi Jamila. Walau
begitu, Jamila tak bergeming dan menolak untuk mengajukan grasi pada presiden.
Ia lebih memilih untuk dihukum mati dan terlepas dari seluruh penderitaan
hidupnya selama ini.
4.2.2 Penokohan Dalam Film Jamila dan Sang Presiden
Tokoh – tokoh dalam film Jamila dan Sang Presiden:
1. Atiqah Hasiholan sebagai Jamila: seorang wanita yang diceritakan sangat
menentang trafficking. Dari kecil ia dijual oleh ayahnya sendiri, sehingga
terjebak dalam pelacuran saat remaja. Pada akhirnya dipenjara karena
mengaku bertanggungjawab atas pembunuhan Menteri Nurdin.
2. Eva Celia Latjuba sebagai Jamila remaja: Jamila remaja yang lugu, polos,
rajin mengaji dan juga sangat menyayangi adiknya, Fatima. Berubah
menjadi remaja yang kejam, dengan membunuh Paman, dan Sepupunya
yang telah menodainya.
3. Dwi Sasono sebagai Ibrahim: seorang pengusaha muda yang kaya raya
dan baik hati yang telah jatuh cinta kepada Jamila. Tulus membantu Jamila
66
untuk mengeluarkannya dari penjara dengan mengutus seorang pengacara,
Malik.
4. Christine Hakim sebagai Ria: seorang kepala sipir tahanan di sebuah
Lembaga Pemasyarakatan. Bersifat tegas dan keras. Banyak tahanan yang
takut padanya. Diakhir cerita, ia menjadi baik kepada Jamila karena tidak
tega melihat Jamila terpuruk dalam kesalahnya. Dialah salah satu orang
yang menyarankan Jamila untuk meminta Grasi kepada presiden.
5. Ria Irawan sebagai Susi: seorang PSK tua yang baik hati. Ia
menyelamatkan Jamila kecil saat tertangkap oleh SatPol PP dalam sebuah
razia. Susi juga yang mengurus Jamila hingga dewasa.
6. Adjie Pangestu sebagai Nurdin: seorang menteri penanggulangan
kemiskinan. Seorang laki-laki dengan karakter kuat yang diceritakan
mencintai Jamila. Sampai pada suatu malam, ia merencanakan untuk
membunuh Jamila, justru dia yang terbunuh.
7. Marcelino Lefrant sebagai Malik: seorang pengacara yang mengenal
Jamila saat menjadi aktifis perempuan. Entah karena bayaran atau
kemanusiaan, Malik ditugaskan Ibrahim untuk membujuk Jamila supaya
mau dibantu secara hukum.
8. Surya Saputra sebagai Kang Surya: seorang penjaga lapas dimana Jamila
dipenjara. Ia memiliki pemikiran yang kritis tentang kasus Jamila yang
menurutnya terlalu dipolitisir. Simpatinya terhadap Jamila kemudian
dicemburui oleh ibu Ria yang tampaknya menyukai Kang Surya.
67
9. Fauzi Baadilah sebagai Faizal: seorang tokoh Ormas berbau agama yang
menentang Jamila mendapatkan Grasinya. Sejak awal kasus Jamila
ditangani polisi, Faizal dan anggota ormas nya terus menerus mengadakan
demo demi mempercepat proses hukum Jamila.
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Level Realitas Kode John Fiske atas film Jamila dan Sang Presiden
Beberapa kode-kode sosial yang merupakan realitas kita relatif tepat
didefinisikan dalam hal media melalui mana mereka dinyatakan – perilaku, makeup, pakaian, ucapan. Tergambar dalam scene-scene berikut ini.
Gambar 4.1
SCENE 7
Perilaku: Tampak Susi, seorang pelacur tua yang rebahan diatas kasur sambil
berkumur. Dengan seorang laki-laki berdiri disampingnya, membenarkan risleting
celananya dengan baju kemeja yang belum semuanya terkancing dengan rapi,
merogoh kantong... dan melemparkan uang pada Susi.
Make up: hampir tidak terlihat bahwa Susi menggunakan make up.
68
Pakaian: Susi menggunakan pakaian bunga-bunga lengan panjang, dan celana
panjang 7/8. Dari warnanya, pakaian Susi tergolong cukup mencolok.
Ucapan: (marah) “bayarnya doble... janjinya isep-isep doang”
Pada scene ini menggambarkan, ketidakadilan gender dan kekerasan.
Dalam hal ini pelacuran. Scene ini menggambarkan secara eksplisit kegiatan
Pelacuranan. Dimana laki-laki itu bersiap mengancingi bajunya dan merapihkan
riseleting celananya, Susipun merapihkan bajunya. Dari pakaian yang digunakan
Susi, mencerminkan bahwa tidak semua pelacur harus berpakaian minim. Susi
sudah mempunyai „harga‟ tanpa harus memakai pakaian yang serba terbuka.dan
menurut penulis, dari pakaian yang digunakan kaitannya dengan pekerjaan, Susi
tergolong pelacur kawakan. Pelacur ini, kental dengan faktor ekonomi. Jelas
dengan kata-kata Susi yang meminta bayaran lebih. Meskipun kata-katanya tidak
digubris sama sekali oleh laki-laki yang habis memakai jasanya. Susi menerima
itu. Mau tak mau. Susi juga nrimo saja perilaku saat laki-laki itu melemparkan
uang padanya. Meskipun dia pelacur atau dalam kata lain perempuan bayaran,
tetap tidak pantas memberikan uang dengan cara dilempar. Seolah-olah tidak lagi
ada “harga” disitu. Dan tindakan itu sangat merendahkan perempuan. Apapun
pekerjaannya, perempuan adalah manusia juga. Harusnya setara dengan laki-laki.
69
Gambar 4.2
SCENE 10
Perilaku: beberapa om-om terlihat menggandeng perempuan berbaju minim di
sebuah club malam.
Make up: perempuan perempuan malam itu tidak memakai make up yang terlalu
berlebihan.
PAKAIAN: perempuan itu memakai tank top (baju tampa lengan) dengan rok
pendek. Sementara para om-om terlihat berpakaian rapih menggunakan jas dan
berdasi.
Ucapan: -Perempuan dan dunia malam akrab dengan pelacuran. Meksipun tidak ada
jaminan perempuan keluar malam adalah pelacur dan perempuan berpakaian
minim juga menggambarkan pelacur. Tapi karena stereotipe yang sudah telanjur
berkembang di benak masyarakat indonesia. perempuan keluar malam (apalagi
menggunakan pakaian yang minim) adalah penggambaran dari tokoh „pelacur‟.
Makanya tidak jarang kita mendengar berita, perempuan keluar malam diperkosa;
karena stereotipe „perempuan nakal‟ itu tadi.
70
Gambar 4.2(1)
CONT’D SCENE 10
PERILAKU: ibrahim bertemu dengan Jamila di sebuah club malam. Dan untuk
pertemuan pertama. Ibrahim berani untuk berdiri sedekat itu dan goyang bersama
Jamila, bahkan memeluk Jamila dari belakang. Jamila pun, seakan sudah dekat
dengan Ibrahim, tampak pada scene ini begitu jelas.
Make up: Jamila menggunakan make up natural, dalam arti make up yang tidak
berlebihan.
PAKAIAN: Ibrahim menggunakan kemeja sedangkan Jamila memakai Dress
minim potongan dada rendah sehingga belahan dada nya terlihat.
UCAPAN: Jamila (berbisik pada Ibrahim) “Perempuan Jalang di simpang jalan..
menyimpan tempayan dalam dada. Para pejabat datang menyapa.. melepas napsu
dan uang jarahan”
Scene
ini
menggambarkan
ketidakadilan
gender
dan
stereotipe.
Dinamakan stereotipe karena adanya pelabelan atau penanda terhadap suatu
kelompok tertentu, inilah yang menimbulkan munculnya ketidakadilan gender.
Dimana perempuan yang keluar malam adalah perempuan nakal. Begitulah
71
asumsi yang berkembang dimasyarakat. Meskipun tidak semuanya perempuan
yang keluar malam adalah perempuan nakal. Dan perempuan nakal identik dengan
pakaian yang minim. Ketidakadilan gender dan stereotipe ini makin kuat dengan
kata-kata Jamila kepada Malik “perempuan jalang di simpang jalan menyimpan
tempayan dalam dada.. para pejabat datang menyapa. Melepas napsu dan uang
jarahan”. Kata Jalang sendiri menurut kamus besar bahasa indonesia adalah tidak
dipelihara orang: atau nakal (tentang perbuatan yang melanggar susila). 57 Katakata itu memberi kesan laki-laki pengguna jasanya adalah laki-laki terhormat dan
pelacur itulah yang terkesan liar. Padahal tidak semua perempuan dengan baju
minim adalah pelacur atau sebaliknya, tidak semua pelacur menggunakan baju
yang minim. Tapi, ini semua kembali pada stereotipe “wanita malam” yang sudah
terlanjur melekat di benak masyarakat luas di indonesia.
Gambar 4.3
SCENE 11
PERILAKU: Jamila keluar club, memberhentikan taksi yang lewat, bermaksud
untuk pulang. Malik mengikutinya lalu menarik tangan Jamila.
57
www.kbbi.web.id
72
Make up: meskipun menggunakan make-up, make up yang Jamila gunakan cukup
natural.
PAKAIAN: Jamila menggunakan dress berpotongan rendah warna abu-abu dan
ibrahim menggunakan Kemeja panjang, berwarna hitam.
UCAPAN: Ibrahim “boleh saya minta nomer handphone kamu”
Scene ini menunjukan ketidakadilan gender dan kekerasan dalam hal ini
bentuknya molestation atau jenis kekerasan terselubung dimana Ibrahim sudah
menyentuh tangan Jamila, sedangkan Jamila sendiri tidak mau disentuh. Dan dari
kata-kata Ibrahim, sungguh menggambarkan kehidupan jaman sekarang dimana
menanyakan nomer telepon adalah hal yang lumrah.
Gambar 4.4
SCENE 14
PERILAKU: tampak pada Malik sedang meminum susu. Ibunya sedang menata
bunga yang ada dihadapannya.
Make up: ibu Ibrahim menggunakan make up tipis. Yang berkesan elegan.
PAKAIAN: Ibrahim menggunakan kemeja lengan panjang dengan dasi, ibunya
menggunakan baju blouse lengan panjang warna biru langit.
73
Ucapan: Ibrahim (mencium pipi ibunya) “pagi mam” Ibu Ibrahim : eh kamu
udah bangun”
Scene ini mencoba menjelaskan ketidakadilan gender dan beban kerja. Meskipun
dikemas dengan sangat halus, karena Ibrahim datang dari keluarga berada. „kelas‟
itu bisa terlihat dari dandanan ibu Ibrahim, full make up yang terkesan elegan,
serta rambut yang disanggul keatas, juga pakaian yang menambah kesan „kelas‟
itu sendiri . Tapi tetap saja merupakan bentuk ketidakadilan gender. Adanya
anggapan bahwa perempuan sudah selayaknya untuk bekerja di lingkungan
domestik, salah satu contohnya adalah pada scene ini dimana ibu Ibrahim, menata
bunga di dapur.
Gambar 4.5
SCENE 32
PERILAKU: Jamila dikawal polisi memasuki RUTAN tempatnya dipenjara.
Faizal, seorang tokoh ormas keagamaan menghadang Jamila, lalu meludahi
Jamila.
Make up: Jamila terlihat tanpa make up sama sekali.
74
PAKAIAN: Jamila memakai kaus putih dan Jaket kulit warna hitam. Faizal
menggunakan baju koko lengan panjang berwarna hitam.
UCAPAN: tidak ada dialog antara Jamila dan Faizal.
Scene ini menunjukan ketidakadilan gender dan kekerasan, dimana Faizal
meludahi Jamila, yang dengan kata lain „meludah‟ itu simbol bahwa Jamila hina
dan atau kotor. Laki-laki selalu digambarkan sebagai tokoh yang berkarakter kuat
juga mereka yang bertindak baru berfikir. Tetapi, tindakan meludah yang
dilakukan Faizal nampaknya memang sengaja dilakukan untuk menggabarkan
cemoohan, hinaan mendalam untuk Jamila yang adalah pelacur sekaligus
pembunuh. Tapi, serendah apapun harga diri seorang perempuan, tetap saja tidak
pantas diperlakukan seperti itu.
Gambar 4.6
SCENE 42
PERILAKU: Jamila remaja sedang menuangkan air minum persiapan makan
malam. Sementara itu Pamannya, meraba pinggul Jamila.
Make up: tidak menggunakan Make-up apapun.
PAKAIAN: Jamila menggunakan baju warna pink.
75
UCAPAN: tidak ada ucapan. Hanya saja saat terjadi hal tersebut Jamila langsung
marah dan kembali ke dapur setelah dibentak oleh bibi nya.
Scene ini menunjukan ketidakadilan Gender dan kekerasan, dalam bentuk
kekerasan terselubung. Dimana Paman Jamila meraba pinggul Jamila, tentu saja
tanpa kerelaan dari Jamila. bagaimana Jamila bisa rela? Sedangkan tujuan ibunya
menitipkanya kepada keluarga Wardiman utamanya agar Jamila terhindar dari
perilaku kasar sang ayah; selain itu juga supaya Jamila mendapatkan pendidikan
yang layak. Tapi seolah nasib, Jamila yang kabur dari rumah Bu Sri (agen
pedagang anak) untuk menghidari tindak pelecehan seksual, di tempat barunya
malah dia dilecehkan oleh dua laki-laki sekaligus. Dari segi pakaian yang
digunakan, Jamila sama sekali tidak memakai pakaian yang pas dibadan, yang
meperlihatkan lekuk tubuhnya. Maksud penulis Jamila tidak menggunakan
pakaian yang mengundang birahi para lelaki itu, tapi lelaki itu saja yang memang
tidak tahu moral.
Gambar 4.7
SCENE 43
76
PERILAKU: Hendra sepupu Jamila menarik Jamila ke atas tempat tidur, Jamila
bersikeras untuk mengelak namun tidak bisa.
Make up: Jamila tidak menggunakan make-up apapun.
PAKAIAN: Jamila menggunakan pakaian tidur. Sementara Hendra menggunakan
kemeja panjang warna hitam.
UCAPAN: Hendra “Mau kemana kamu... hah?”
Scene ini jelas menunjukan ketidakadilan gender dan kekerasan. Yaitu
pemerkosaan. Kata-kata “mau kemana kamu.. hah?” yang diucapkan Hendra
semakin menjadikan Jamila pada posisi yang tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak
berdaya menolak. Sikap Hendra, supupu Jamila yang semena-mena itu mungkin
karena Jamila hanya hidup menumpang pada keluarganya. Digambarkan
bagaimana keluarga „terhormat‟ (seperti yang diceritakan Jamila pada buku
hariannya), mampu melakukan tindakan asusila. Padahal dari segi pakaian yang
digunakan, Jamila memakai gaun tidur lengan panjang dan longgar, bukan
pakaian minim sama sekali. Jadi tidak dapat dikatakan tindakan pemerkosaan itu
terjadi karena pakaian Jamila yang „mengundang‟ birahi Hendra. Tapi, jika
melihat skenario film ini, digambarkan malam itu, Hendra baru saja pulang
kerumah, dalam keadaan mabuk. Cukup menggambarkan laki-laki yang
bagaimana tokoh Hendra itu.
77
Gambar 4.8
SCENE 47
PERIAKU: Pa Kadi menutup pintu sel Jamila. Jamila duduk memeluk kakinya
sendiri, seperti menahan perasaannya yang campur aduk.
Make up: --PAKAIAN: Pa Kardi menggunakan baju petugas lapas. Sementara Jamila
menggunakan baju lengan panjang warna merah dan celana pendek.
UCAPAN: Pa Kardi “gak usah semua ucapannya kamu ambil hati”
Scene ini menunjukan ketidakadilan gender dan subordinasi, bahwa
sepertinya Sukardi menilai ibu Ria sebagai pemimpin yang emosional. Dengan
kata-kata itu, Kardi mungkin menunjukan dirinya baik. Namun, disisi lain pula,
kata- kata itu seperti celaan untuk ibu Ria, pemimpin lapas itu. Jika dia
menganjurkan Jamila untuk tidak mengindahkan semua kata-kata bu Ria, berati
mungkin, Pak Kardi sendiripun dalam konteks bawahan terhadap atasan, terkesan
tidak mendengarkan semua ucapan dari ibu Ria.
78
Gambar 4.9
SCENE 50
PERILAKU: Jamila remaja baru selesai mencuci pakaian. Dua preman lewat dan
menyenggol Jamila hingga pakaian yang dibawanya jatuh.
Make up: -PAKAIAN: preman menggunakan pakain preman. Jamila menggunakan kaus
lengan panjang warna coklat dan rok panjang berwarna biru muda.
UCAPAN: Preman (marah-kasar)“meleng aja sih... makannya jangan meleng...”
Scene ini menunjukan ketidakadilan gender dan kekerasan, dimana para
preman itu sengaja menyenggol Jamila hingga jatuh. Bentuk kekerasan yang
dilakukan laki-laki terhadap perempuan seolah-olah menunjukan bahwa
perempuan itu tidak bisa melawan, dan dengan kata lain, perempuan selalu
menjadi mahluk yang tidak berdaya, lemah. Jadi menerima saja perlakuan dari
laki-laki. Terbukti pada scene ini Jamila tidak mengatakan sepatahkatapun untuk
mengungkapkan kekesalannya atas perilaku preman-preman itu. Ada banyak
kemungkinan mengapa Jamila memilih bungkam setelah diperlakukan seperti itu,
salah kemungkinannya adalah karena Jamila takut pada preman-preman itu.
79
Gambar 4.10
SCENE 51
PERILAKU: Jamila sedang tidur di bale. Tiba tiba seseorang laki-laki datang dan
meraba betis Jamila hingga Jamila terbangun.
Make up: -PAKAIAN: Jamila menggunakan kemeja lengan pendek lusuh warna cream dan
rok panjang warna coklat muda. Laki laki itu menggunakan kemeja warna biru
muda dan celana panjang.
UCAPAN: -Scene ini menunjukan ketidakadilan gender dalam bentuk kekerasan,
dimana laki-laki itu berusaha meraba Jamila yang sedang tertidur. Padahal Jamila
tidak mengunakan pakaian yang menggundang. Hanya saja laki-laki tidak mampu
menahan hasratnya tersebut. Apalagi sosok laki-laki itu digambarkan telah
memiliki istri dan anak.
80
Gambar 4.11
SCENE 52
PERILAKU: Jamila meronta saat satpol PP menarik tubuhnya untuk dibawa ke
pos.
Make up: -PAKAIAN: Petugas satpol PP menggunakan pakaian seragam. Jamila
menggunakan kemeja warna cream dan rok panjang warna coklat muda.
UCAPAN: -Scene ini menunjukan ketidakadilan gender dan stereotipe. Bahwa
perempuan yang keluar malam adalah perempuan nakal. Padahal saat itu Jamila
hanya kebetulan berada di tempat razia karena melarikan diri dari kejaran preman
pasar yang ingin menodainya. Harusnya petugas itu dapat melihat pakaian Jamila
yang lusuh dan penampilannya yang tidak menarik. Karena jika dipikirkan secara
logika, mustahil pelacur yang „mangkal‟ menggunakan pakaian seperti yang
dipakai Jamila. Siapa yang akan tertarik? Tapi tetap saja tanpa logika, petugas
satpol PP itu menarik Jamila. sebuah tindakan yang irasional menurut penulis.
81
Gambar 4.12
SCENE 58
PERILAKU: Jamila menemui Malik bersikeras tidak mau dibela secara hukum.
Ibrahim menemui Jamila justru untuk mendesak agar Jamila mau dibantu secara
hukum.
Make up: -PAKAIAN: Malik memakai kemeja putih. Jamila memakai seragam tahanan.
UCAPAN: Malik (menarik paksa bahu Jamila) “kamu membunuh seorang
menteri jamila. Kamu bertanggungjawab pada negara, pada masyarakat” Jamila
“ini adalah pertanggungjawaban saya malik. Berada di penjara ini adalah
pertanggung jawaban saya. Keluar!!”
Scene ini menunjukan ketidakadilan gender dan kekerasan. Nampaknya
laki-laki sangat senang memaksa perempuan untuk melakukan sesuatu, tapi
dengan cara yang kasar. Apakah tidak ada cara lain yang dapat digunakan lakilaki untuk membujuk perempuan? Apalagi Malik dengan background pendidikan
seorang pengacara. Dengan perlakuannya yang kasar terhadap Jamila (kliennya).
Memang maksud Malik, baik, untuk membujuk Jamila mau dibantu secara
82
hukum. Namun demikian, maksud baik yang disampaikan dengan cara yang
kurang tepat seperti cara nya Malik, hasilnya pun bisa jadi tidak baik. Scene ini
menunjukan, bahwa kekerasan dapat dilakukan oleh laki-laki manapun, tanpa
melihat latar belakang pendidikan.
Gambar 4.13
SCENE 66
PERILAKU: Jamila ditarik paksa oleh beberapa petugas lapas. Digiring ke
ruangan isolasi.
Make up: -PAKAIAN: Jamila mengunakan baju tahanan. Para penjaga lapas menggunakan
seragam.
UCAPAN: -Scene ini mirip seperti pada saat Jamila remaja yang tertangkap petugas satpol PP.
Ketidakadilan gender dan kekerasan. Lagi-lagi, perempuan yang dipaksa
melakukan sesuatu seolah menggambarkan bahwa perempuan bersifat mangkel.
Tidak penurut, dan keras kepala
83
Gambar 4.14
SCENE 67
PERILAKU: beberapa petugas lapas menggiring Jamila ke sel isolasi. Salah satu,
menyeret jamila dan mendorongnya kasar hingga tersungkur di sudut sel.
Make up: -PAKAIAN: Jamila memakai seragam tahanan. Para petugas menggunakan
seragam.
UCAPAN: petugas
(memukul dan menendang Jamila)“Sombong kamu ya!!
Kamu pikir kamu orang penting? Hah?”
Meskipun tindak kekerasan petugas lapas terhadap Jamila digambarkan
secara eksplisit, scene ini tetap menunjukan ketidakadilan Gender dan kekerasan.
Tindak pemukulan dan menendang Jamila, tergolong kasar dan semena-mena.
Apalagi kekerasan yang akrab ditelinga masyarakat adalah kekerasan dalam
rumah tangga atau KDRT. Namun, scene ini menunjukan keragaman bentuk
kekerasan pada perempuan yang tidak hanya terjadi dalam lingkup domestik saja
(rumah tangga). Terbukti, seorang petugas lapas secara semena-menanya
memukul dan menendang Jamila. harusnya petugas lapas mempunyai pendidikan
84
yang tinggi, maksud penulis, ketika pemahaman seseorang tentang lawan
jenisnya, baik. Ketika laki-laki memiliki pendidikan yang tinggi, harusnya lakilaki dapat memperlakukan perempuan jauh lebih baik dari mereka, para lelaki
yang pendidikannya rendah. Dan harusnya, mereka berpikir bahwa perempuan
adalah orang yang melahirkannya. Sehingga harus berpikir ribuan kali untuk
melakukan tindakan kekerasan tersebut. Ternyata, pendidikan tinggi tidak
menjamin manusianya (laki-laki) bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan
pendidikannya, tetapi dalam scene ini, laki-laki yang memuku dan menendang
Jamila itu, lebih mengutamakan emosi dibandingkan dengan latarbelakang
pendidikannya.
Gambar 4.15
SCENE 92
PERILAKU: Nurdin memeperlihatkan apartemen pemberiannya untuk Jamila.
Sampai pada kamar Nurdin lalu menuntun Jamila ke atas ranjang.
Make up: Jamila menggunakan make up menyesuaikan dengan pakaian yang
digunakan
85
PAKAIAN: Nurdin memakai kemeja mewah berwarna kuning gading. Jamila
memakai gaun berwarna pink.
UCAPAN: tidak ada percakapan saat adegan ranjang itu.
Scene ini menunjukan ketidakadilan gender dan kekerasan. Meskipun
digambarkan secara eksplisit dan halus tetap saja termasuk dalam ketidakadilan
gender. Adegan ranjang ini mengingatkan kembali tetang adengan ranjang Susi
dengan laki-laki pengguna jasanya. Sama-sama menggambarkan seolah-olah
wanita dapat “dibeli”. Namun terdapat perbedaan dimana, ketika Susi pelacur
kelas bawah diperlakukan kasar dengan pemberian uang secara dilempar. Jamila,
pelacur kelas atas (sejak bertemu Nurdin) diperlakukan dengan lembut. Hal ini
menggambarkan secara nyata bahwa „kelas‟ juga menjadi salah satu faktor
ketidakadilan gender. Digambarkan dua laki-laki dari kelas sosial yang sangat
berbeda (Nurdin seorang menteri, dan laki-laki pemakai Susi adalah laki-laki
biasa) sama-sama mampu melakukan kekerasan terhadap perempuan (pelacur).
Pembedanya hanya pada kemasan dari perlakuan kasar itu. Laki-laki dengan
pendidikan serta jabatan mengemas kekerasannya dengan bagus, sementara lakilaki dengan pendidikan rendah atau rata-rata lebih gamblang (to the point) dalam
perlakuan kasarnya terhadap perempuan.
86
Gambar 4.16
SCENE 96
PERILAKU: Nurdin bertemu Jamila disebuah hotel.
Make up: make-up tipis dan terkesan natural
PAKAIAN: Nurdin memakai kemeja menggunakan dasi. Jamila menggunakan
dress warna hijau tua.
UCAPAN: Nurdin (menghempaskan tubuh Jamila ke atas kasur) “ini kan yang elo
mau selamanya jadi sundal”
87
Scene ini merupakan plot dari film Jamila dan Sang Presiden. Seperti
menjawab pertanyaan penonton bagaimana Nurdin terbunuh. Scene ini terang
sekali menggambarkan ketidakadilan gender dan kekerasan. Dimana Nurdin yang
digambarkan sebagai laki-laki yang powerfull. tindakan kekerasan itu antara lain:
mendorong, mencekik bahkan menodongkan pistol pada Jamila. Dan apa yang
dilakukan Jamila terhadap Nurdin hanyalah sebuah pembelaan diri saja. Dan katakata kasar yang diucapkan Nurdin kepada Jamila. “....selamanya jadi sundal”.
Sundal yang dalam kamus besar bahasa indonesia berarti
Gambar 4.17
SCENE 106
PERILAKU: tampak pada scene beberapa laki-laki,mengangkut anak yang turun
dari dalam truk.
Make up: -PAKAIAN: para lelaki menggunakan kemeja. Anak-anak menggunakan baju kaos
biasa.
UCAPAN: -Scene ini menunjukan ketidakadilan gender dan marginalisasi perempuan.
Dimana (seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya) korban utama trafficking
88
atau perdagangan manusia adalah anak anak & perempuan. Menurut penulis, hal
utama yang menyebabkan tingginya persentasi human trafficking adalah anggapan
bahwa perempuan tidak begitu penting. Anak laki-laki harus mendapatkan
pendidikan yang layak.
Sementara perempuan terjebak dalam pekerjaan
domestik. Seperti idiom “perempuan itu urusan dapur, sumur, dan kasur saja”
yang sudah berkembang sejak dulu. Idiom ini mungkin dibawa oleh budaya
Indonesia yang sebagian besar memenganut patriarki. Sehingga setinggi apapun
pendidikan seorang perempuan, tetap dianggap tidak bisa tampil sebagai
pemimpin. Hal ini lah yang menurut penulis menjadi sebab utama mengapa
wanita mendapatkan ketidakadilan gender. Dan dalam film ini, trafficking seolah
menjadi awal terjadinya segala ketidakadilan gender terhadap tokoh utama dalam
film, yakni Jamila.
4.3.2 Level Reperesentasi Kode John Fiske atas Film Jamila dan Sang
Presiden
Kerja Kamera. Kamera ini digunakan melalui sudut dan fokus dalam
memberi kita pandangan yang sempurna dari adegan itu, dan dengan demikian
pemahaman yang lengkap dari itu. Sebagian besar kesenangan realisme televisi
berasal dari rasa kemahatahuan yang memberikan kita. Jarak Camera digunakan
untuk mengayunkan simpati kami jauh dari penjahat dan pelaku kekerasan. Jarak
kamera normal di televisi adalah medium-shot dan close-up, yang membawa
pemirsa ke dalam hubungan intim yang nyaman dengan karakter di layar.
89
Pencahayaan. Film Jamila dan sang Presiden ini menggunakan
pencahanyaan yang sewajarnya dipakai dalam film atau gambar bergerak lain.
Namun ketika scene-scene dimana Jamila dalam penjara; dalam sel; lighting yang
digunakan agak redup. Peneliti berpikir, pencahayaan minim ini berfungsi untuk
menarik simpati khalayak; untuk menyiratkan bahwa kehidupan si tokoh utama
ini “gelap”
Musik. Musik yang menghubungkan dua adegan dimulai pada kunci
utama, dan berubah menjadi kecil sebagai adegan berubah menjadi keruh. Musik
menjadi wakil perasaan dari tokoh utamanya. Pada scene sedih, musik meredup
dengan nada minor. menyesuaikan dengan scene yang ada.
Gambar 4.18
SCENE 10
SETTING: Interior Club malam. Malam hari.
KAMERA: Medium shoot
PENCAHAYAAN: gelap (minim lampu).
MUSIK: (back sound suara musik ngebeat)
90
NARASI: -DIALOG: (ad lib para om-om dengan perempuan nya)
KONFLIK: -KARAKTER: Dua orang laki-laki berpakaian rapih, berdasi dan memakai jas,
merangkul wanita malam. Dari busana yang dikenakan menunjukan orang yang
cukup berkuasa. Dalam hal ini, berduit. Dua orang perempuan usia belasan,
menggunakan baju minim, dan sudah jelas menggambarkan wanita-wanita ini
adalah wanita malam.
TINDAKAN: mereka berjalan berpasangan in frame lalu out frame.
Pengambilan gambar medium shoot berfungsi untuk penunjuk aktivitas.
Berusaha menunjukan hubungan antara subyek dengan situasi yang ada
didalamnya. Dan dengan lighting minim yang digunakan, selain untuk
menunjukan bahwa setting-nya pada malam hari, juga
mengesankan pelacur
bekerja di tempat yang “remang-remang”. Back sound musik progressive ini juga
sebagai pendukung situasi club pada malam itu. Digambarkan perempuan berbaju
minim itu digandeng mesra dan nampak bahagia dengan senyum yang terpancar
dari wajah mereka.
91
Gambar 4.18(1)
CONT’D SCENE 10
SETTING: Interior Club malam. Malam hari.
KAMERA: close up wajah Jamila.
PENCAHAYAAN: gelap (minim lampu).
MUSIK: (back sound suara musik ngebeat)
NARASI: -DIALOG: Ibrahim: kamu siapa sebenarnya? Maskud saya latar belakang kamu..
keluarga?”
KONFLIK: mendengar itu, airmuka Jamila langsung berubah. Dan langsung
bersiap diri meninggalkan club itu.
KARAKTER: Ibrahim & Jamila.
TINDAKAN: Jamila surut dari hadapan Ibrahim, mengambil tasnya lalu pergi
keluar club.
Metode pengambilan gambar close up, berfungsi sebagai penekanan
karakter, dialog dramatik, ataupun respon terhadap sebuah situasi. Jelas untuk
menggambarkan airmuka Jamila saat merespon dialog dari Ibrahim. Konflik yang
92
timbul nampaknya bukan atara Jamila dengan ibrahim. Tetapi antara Jamila
dengan dirinya sendiri. Kata-kata dari Ibrahim lah yang menjadi pemicunya.
Seolah menyegarkan kembali ingatan Jamila tentang „keluarga‟ keluarnya sendiri,
keluarga yang berantakan. Keluarga yang sudah lama tidak dijumpainya. Keluarga
yang melupakannya. Jamila tidak dapat menyembunyikan ekspresi kecewa pada
wajahnya. Ibrahim merasa bersalah juga, merasa kata-katanya telah mengubah
suasana hati Jamila, tapi dia tidak tahu apa itu? Jamila hanya memikirkan konsep
keluarga yang baru saja ditanyakan Ibrahim. Yang sudah meluber dihatinya.
Gambar 4.19
SCENE 20
SETTING: Ekterior apartemen Jamila. Lobby apartemen.
KAMERA: close up wajah Jamila.
PENCAHAYAAN: terang. Secukupnya.
MUSIK: (alunan piano)
NARASI: --
93
DIALOG: VO („kamu tidak akan mengerti Ibrahim, dunia ini bukan untukku. Dan
aku sudah memutuskan untuk berhenti. Berhenti terhempas-hempas mencari
kebebasan semu... berhenti mencari adikku, Fatima, satu-satunya alasanku untuk
hidup.”
KONFLIK: konflik bathin Jamila.
KARAKTER: Jamila.
TINDAKAN: mendengar hape nya berbunyi, Jamila merogoh tas dan mengambil
hpnya. Tampak nama Ibrahim di layar handphone. Jamila lalu mematikan
telponnya dan pergi keluar lobby.
Metode pengambilan gambar close up bertujuan untuk mengangkat
karakter subyek, dalam hal ini, karakter Jamila yang merupakan tokoh utama
dalam film Jamila dan Sang Presiden. Kakater Jamila yang dengan penggunaan
kacamata yang terkesan mewah itu, seolah menggambarkan kelas sosial Jamila.
tapi disisi lain, penggunaan kacamata pada scene ini ingin memberi kesan
„tertutup‟ dari sudut pandang orang lain yang melihat jamila. Penggunaan VO
berusaha mengkomunikasikan kepada para penonton tentang apa yang akan
terjadi selanjutmnya dalam film ini. Juga memberi gambaran yang nyata tentang
alasan mengapa Jamila tidak menerima telpon dari Ibrahim.
94
Gambar 4.20
SCENE 22
SETTING: Interior rumah ibu Sri. Malam hari. Flashback.
KAMERA:Medium Shoot
PENCAHAYAAN: minim cahaya.
MUSIK: suara hujan dan halilintar
NARASI: -DIALOG: ““sekolah, sekolah...... anak ga tau diuntung. Ngelawan kamu ya!
Kamu pikir ibu beli kamu mahal mahal untuk disekolahin? Jangan mimpi!!”
KONFLIK: antara Ibu Sri (agen penjual anak) dengan Jamila kecil.
KARAKTER: Jamila kecil & Ibu Sri.
TINDAKAN: Ibu Sri menyeret Jamila keluar rumah. Ingin menghukum Jamila.
Medium shoot jelas ingin mengambil fokus penonton terhadap subyek,
shoot seperti ini sangat efektif untuk menarik perhatian penonton pada apa yang
sedang terjadi. Dan jelas tergambar ketidakadilan gender atas subordinasi, dimana
kebanyakan korban trafficking adalah perempuan. Ditambahkan dengan dialog
95
dari ibu Sri “sekolah, sekolah...... anak ga tau diuntung. Ngelawan kamu ya!
Kamu pikir ibu beli kamu mahal mahal untuk disekolahin? Jangan mimpi!!”
Bisa jadi anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi adalah
penyebab utama human trafficking (kaitannya dengan faktor ekonomi dalam suatu
keluarga).
Gambar 4.21
SCENE 26
SETTING: Eksterior Desa Jamila. Subuh. Flashback.
KAMERA: Long shoot.
PENCAHAYAAN: cukup terang.
MUSIK: alunan piano, bernada miror.
NARASI: -DIALOG: bu Wardiman itu lebih tua dari ibu. Dia saudara jauh ibu. Dia orang
baik dan kawin sama orang penting. Dia pasti anggap kamu anaknya sendiri
Mila. Karena dia tidak punya anak gadis seperti kamu. Belajar menerima Mila.
Bersyukur.....”
KONFLIK: antara Jamila dengan ibunya.
96
KARAKTER: Jamila remaja. Ibu Jamila, dan adik Jamila, Fatima.
TINDAKAN: Jamila remaja, ibu Jamila serta adik Jamila berjalan menyusuri
persawahan.
Longshot dalam scene ini berfungsi untuk memberikan keluasan padangan
penonton, sebagai petunjuk waktu dan lokasi. Dimana setting masa lalu yang
kental, persawahaan dan gunung yang hijau, juga penutup kepala yang dipakai ibu
Jamila, mengesankan masa lalu itu. Dan dengan ibu Jamila yang berjalan pesat
meyusuri sawah, sambil menggendong anaknya, nampak sekali ketidakadilan
gender dan beban kerja. Dimanapun berada (diluar lingkungan domestik)
perempuan selalu tampil sebagai sosok yang tetap mengurusi anak. Dan dari
ucapan ibu Jamila, cukup menggambarkan sifat wanita yang harus tegar dalam
menghadapi cobaan yang ada dan tetap harus selalu bersyukur.
Gambar 4.22
SCENE 35
SETTING: Interior sel Jamila. Malam hari.
KAMERA: CLOSE UP wajah Jamila.
PENCAHAYAAN: Gelap.
97
MUSIK: alunan biola bernada minor.
NARASI: -DIALOG: Jamila: itu hak saya..... tolong kembalikan!”
Bu Ria; kamu tidak punya hak sayang!! Ini... satu-satunya hak kamu. Nomor ini.
Faham”
KONFLIK: antara Jamila dengan Bu Ria
KARAKTER: Jamila dan Ibu Ria
TINDAKAN: Bu Ria merampas amplop coklat milik Jamila. dan menggantinya
dengan baju seragam tahanan. Jamila marah besar.
Scene 35 ini mengambil shoot close up yang berfungsi untuk memberikan
penekanan terhadap karakter atas suatu tindakan. Pencahayaan yang digunakan
agak gelap mungkin untuk menunjukan bahwa setting nya pada malam hari. dan
terjadi nya konflik antara ibu Ria dan Jamila adalah karena Jamila merasa haknya
dirampas oleh Bu Ria. Meskipun hanya sebuah amplop, tapi tampaknya dari
reaksi marah Jamila, amplop itu berisi sesuatu yang sangat penting dalam hidup
Jamila. amplop itu juga jika penonton ingat, adalah amplop yang dibawa Jamila
saat janjian bertemu dengan Susi, beberasa saat sebelum Jamila menyerahkan diri
ke polisi. Dari dialog antara bu Ria dengan Jamila juga menjadi penguat unsur
konflik tersebut “kamu tidak punya hak” seolah-olah menggambarkan tokoh bu
Ria sebagai kepala sipir yang tegas dan kuat. Sementara Jamila menjadi tokoh
yang lemah dan tertindas. Scene ini menjadi lanjutan dari ketidakadilan gender
dan stereotipe, dimana Jamila sebagai pelacur, terlanjur dinilai rendah oleh Bu
98
Ria, dan terlebih Jamila sebagai pembunuh. Alunan musik bernada minor yang
menjadi backsound berusaha menggambarkan kesedihan dan kepiluan Jamila.
Gambar 4.23
SCENE 43
SETTING: Interior kamar Jamila. Malam hari. flashback
KAMERA: tehnik pengambilan gambar dengan low angle.
PECAHAYAAN: cukup cahaya
MUSIK: alunan piano bernada minor
NARASI: -DIALOG: “Mau kemana kamu.. hah?”
KONFLIK: antara Jamila dan Hendra.
KARAKTER: Jamila dan Hendra (sepupu Jamila)
TINDAKAN: Hendra menyapu seluruh isi tempat tidur dan menghempaskan
tubuh Jamila keatasnya.
Low angle sangat tepat digunakan untuk menggambarkan situasi
„tertindas‟ maksud saya, ketika para penonton melihatnya, subyek pada gambar
99
tentu terlihat lebih kecil. Jadi, scene ini dengan tehnik pengambilan gambar low
angle sangat sempurna untuk menggambarkan ketidakadilan gender dan
kekerasan. Dimana Jamila merasa tertindas, tergambar dengan baik melalui tehnik
low angle ini. Selain itu, dari dialog yang Hendra ucapkan, Jelas sepertinya Jamila
sama sekali tidak punya kekuatan untuk melawan perlakuan Hendra. Masih
dengan alunan musik bernada minor yang semakin melengkapi situasi yang
sedang terjadi dalam film. Apa yang dilakukan Hendra, sebagai sepupu Jamila
sama sekali tidak terpuji, bahkan bejat. Memang Jamila menumpang tinggal dan
hidup di rumah keluarganya, tapi bukan berarti juga Jamila bisa diperlakukan
sesuka hatinya.
Gambar 4.24
SCENE 47
SETTING: Interior sel Jamila. Malam hari.
KAMERA: medium long shot. Dengan tehnik framing melalui jeruji sel Jamila.
PENCAHAYAAN: cukup
MUSIK: -NARASI: --
100
DIALOG: bu Ria (bicara kepada Sukardi) „kenapa? Gw ini lagi ngatur napi
brengsek.keberatan??‟
KONFLIK: antara ibu Ria dengan Jamila.
KARAKTER: Jamila, bu Ria dan Sukardi.
TINDAKAN: Bu Ria berjalan keluar sel Jamila.
Tehnik framing ini cukup menarik. Sehingga tepat untuk menggambarkan
Jamila yang seolah „terkurung‟ dengan metode medium longshot yang berfungsi
untuk menunjukan hubungan atara subjek dengan situasi yang ada didalamnya,
dalam hal ini Jamila dengan situasi terpenjara didalam penjara. Dialog Bu Ria
“kenapa? Gw ini lagi ngatur napi brengsek... keberatan”. Menurut penulis, ibu
Ria terlanjur melabelkan Jamila dengan stereotipe yang buruk, sehingga
ketidakadilan gender itu terjadi. Dan jadilah ibu Ria yang memaki Jamila
semuanya. Tanpa mendalami lebih jauh apa yang sebenar-benarnya terjadi.
Gambar 4.25
SCENE 52
SETTING: Eksterior jalanan tempat mangkal pelacur.
KAMERA:medium close up
101
PENCAHAYAAN: gelap
MUSIK: lagu dangdut
NARASI: -DIALOG: Susi: “Eh ikut aja.... ikut... gapapa ada gue”
KONFLIK: antara Jamila dengan satpol PP
KARAKTER: Jamila, Susi, Para pelacur dan satpol PP
TINDAKAN: Jamila berusaha menghindar dari tangkapan satpol PP
Pada scene ini jelas tergambar ketidakadilan gender dan stereotipe.
Dengan medium shot menjadi pendukungnya. Dimana penggunaan medium close
up sendiri untuk penekanan karakter.
Gambar 4.26
SCENE 53
SETTING: Ekterior rumah ibu Darno. Malam hari. flashback.
KAMERA: medium shot
PENCAHAYAAN: cukup
MUSIK: -NARASI: --
102
DIALOG: Susi; eeee ngerocos aja kayak petasan injek, anak masih ingusan ini
mam.... gw laporin lo mam, macem macem mam.......
Bu darno (sewot): heh lonte munafik
Susi: germo tua kisut, ga laku
Bu darno; nggak tau diri. Lonte ga tau diuntung... sekarang aje lo ngelawan gw...
dulu..
KONFLIK: antara Susi dengan ibu Darno (germonya)
KARAKTER: Jamila remaja. Susi Ibu Darno
TINDAKAN: Susi menghalangi usaha ibu Darno untuk menjual Jamila
Scene ini seperti menunjukan bahwa stereotipe „pelacur‟ sangat erat
dengan kata-kata kasar yang tidak enak didengar telinga. Scene ini juga
menunjukan bahwa pada saat remaja, Susi selalu tampil menjadi pembela dan
penyelamat bagi Jamila.
Gambar 27
SCENE 61
103
SETTING: Interior lorong depan sel Jamila.
KAMERA: medium shot
PENCAHAYAAN: cukup
MUSIK: -NARASI: -DIALOG: “Lo pikir napi napi lain itu suka sama kelakuan lo? Hidup kayak
dihotel, manja manja minta perhatian kang Surya (meludah) udah bagus lu kagak
disuruh bersihin jamban! Gue juga kriminal Mila, gue perampok kelas berat.
Tapi sebagai perampok, gue punya keahlian, ngak sekedar buka slangkangan
kaya lo”
KONFLIK: antara Sari dengan Jamila
KARAKTER: Jamila & Sari
TINDAKAN: Sari memaki Jamila saat Jamila sedang bersiap dibawa bertemu
dengan ibu Ria.
Scene ini menunjukan begitu buruknya stereotipe “perempuan malam‟
yang menempel dalam diri Jamila. Dimana Sari, napi kriminal dari sel sebelah
Jamila, memaki bahkan meludah. Dengan kata – kata kasar “...Tapi sebagai
perampok, gue punya keahlian, ngak sekedar buka slangkangan kaya lo” ejekan
itu penuh kebencian. Mungkin napi lain iri karena segala kegiatan Jamila terpisah
dengan napi lainnya, selain itu juga Jamila mendapatkan perhatian dari kang
Surya, petugas lapas yang masih muda dan juga tampan.
104
Gambar 28
SCENE 63
SETTING: Interior Dapur. Siang hari.
KAMERA: medium shot
PENCAHAYAAN: cukup
MUSIK: -NARASI: -DIALOG: “pejabat dan saya sama bu... sama-sama pelacur”
KONFLIK: antara Jamila dengan Bu Ria.
KARAKTER: Jamila dan Bu Ria
TINDAKAN: Bu Ria mengomeli Jamila di dapur umum lapas.
Digambarkan dalam film ini, entah bagaimana, ibu Ria mempunyai
perasaan kepada Surya, sehingga melihat kedekatan Jamila dengan Surya-lah
yang membakar emosi ibu Ria. Jadi kata-kata penuh amarah yang diucapkan ibu
Ria, selain karena “stereotipe” tadi adalah juga karena rasa cemburunya atas
kedekatan & perhatian Surya kepada Jamila.
105
Gambar 29
SCENE 66
SETTING: Ekterior Lapas
KAMERA: long shot
PENCAHAYAAN: cukup.
MUSIK: -NARASI: -DIALOG: -- (Jamila VO “aku lebih suka meminta presiden untuk menuduriku Bu
Ria, ketimbang memintanya memberiku pengampunan. Pengampunan hanya akan
memperpanjang kesialanku. Tidak satu orang pun di muka bumi ini ingin jadi
pelacur, bu Ria”)
KONFLIK: Jamila dengan ibu Ria, juga para petugas lapas yang lain.
KARAKTER: Jamila, dan para petugas lapas
TINDAKAN: (atas perintah ibu Ria) Petugas lapas menyeret Jamila dengan
paksa. Membawa Jamila ke ruang isolasi.
106
Lagi-lagi tidak bosannya, ketidakadilan gender dan stereotipe itu
dimunculkan dalam scene. Seperti dalam scene ini, Jamila digambarkan terlan jur
terjerat kedalam “strereotipe” itu tadi sehingga seolah-olah berhak menerima
perlakuan kasar dan semena-mena.
Gambar 30
SCENE 73
SETTING: interior sel Jamila malam hari
KAMERA:close up
PENCAHAYAAN: gelap
MUSIK: alunan piano bernada minor
NARASI: -DIALOG: (Kang Surya VO “Terimakasih telah menjadi sahabatku Mila.
Terimakasih telah membantu Akang berpikir jernih. Kamu benar, Akang harus
merebut hak Akang yang selama ini direnggut orang di luar sana. Tapi Akang
tidak akan meninggalkanmu. Sukardi dan kawan-kawan di sel-3 akan menjagamu
untuk Akang, dan radio kecil ini akan membantumu mengikuti perkembangan.
107
Ikhlaskan semuanya Mila. Semua yang pernah melukai hatimu. -Surya”)
KONFLIK: Konflik batin Jamila.
KARAKTER: Jamila.
TINDAKAN: Jamila membaca surat dari Surya.
Jamila tampak bingung dan seakan tidak percaya akan hadiah yang baru
saja diterimanya. Surya memberinya hadiah sebuah Radio. Jamila sendiri-pun
nampaknya sudah berpikir bahwa dirinya sendiri adalah perempuan yang tidak
baik sehingga tidak pantas menerima perlakuan baik dari oranglain. Tapi hadiah
dan terlebih isi surat dari Surya seakan sedikit melepas bebannya. Dengan katakata terakhir dari Surya “Iklaskan semuanya Mila... semua yang pernah melukai
hatimu...” pesan itu menjadi sangat berarti bagi Jamila. sebuah nasehat yang
positif dan juga digambarkan pada scene secara close-up untuk memberi
penegasan kepada penonton tentang reaksi Jamila saat membuka dan membaca
surat dari kang Surya.
Gambar 31
SCENE 81
SETTING: interior Ruang kerja & aktifitas napi.
108
KAMERA: medium close up
PENCAHAYAAN: cukup
MUSIK: -NARASI: -DIALOG: ibu Ria “kamu masih punya 36 jam untuk menghidari hikuman mati.
Ngak penting presiden datang atau tidak. Minta Grasi!”
KONFLIK: antara Jamila dengan ibu Ria
KARAKTER:
TINDAKAN: bu Ria menasehati Jamila.
Masih dalam keadaan
bersitegang bu Ria memberikan Jamila sebuah
nasehat. Telat nampaknya karena, Jamila sudah terlanjur menerima perlakuan
kasar dari ibu Ria dan kini tiba-tiba ibu Ria menjadi baik dan menasehatinya
layaknya tidak pernah terjadi apa-apa. Sulit diterima Jamila. dan medium close up
pada scene ini berfungsi untuk memperlihatkan ekspresi datar Jamila atas nasihat
yang diucapkan ibu Ria.
Gambar 32
SCENE 86
109
SETTING: ekterior taman lapas
KAMERA: CLOSE UP
PENCAHAYAAN: cukup.
MUSIK: alunan piano minor
NARASI:-DIALOG: “aku mencintai mu Jamila.. aku mencintaimu”
KONFLIK: konflik bathin Jamila
KARAKTER: Jamila dan Ibrahim.
TINDAKAN: ibrahim menarik tangan Jamila, lalu menjatuhkan tubuh Jamila
kedalam peluknya.
Ibrahim lah yang dari awal begitu perhatian pada kehidupan Jamila. dan
sampai detik-detik menjelang eksekusinya, Jamila baru terbuka matanya bahwa
didunia ini, di dunia nya yang tidak sempurna masih ada laki-laki yang
mencintainya dengan tulus tanpa melihat latar belakang nya sebagai pelacur
sekaligus pembunuh.
Gambar 33
SCENE 94
110
SETTING: Interior apartemen Jamila. Siang
KAMERA: CLOSE UP
PENCAHAYAAN: Cukup
MUSIK:
NARASI: -DIALOG: Jamila “gue hamil susi,, gue hamil dari satu-satunya laki-laki yang gue
cintai dan sekarang dia meninggalkan gue”
KONFLIK: Jamila dengan dirinya sendiri.
KARAKTER: Jamila dan Susi
TINDAKAN: Susi menarik Jamila kedalam pelukannya. Dan air mata Jamila
tumpah dalam pelukan Susi.
Susi merupakan orang penting dalam hidup Jamila. sejak terrtangkap saat
razia. Susi lah yang merawat Jamila sampai bertemu dengan Nurdin. Susi, sudah
seperti kakak untuk Jamila, dan nampaknya di dalam scene ini, Susi turut sedih
atas apa yang terjadi kepada Jamila. Susi begitu mengenal Jamila sebagai sosok
permpuan yang kuat, yang biasanya mampu bertahan dalam kondisi kehidupan
terburuk. Tapi begitu melihat Jamila terpuruk seperti saat ini, Susi pun sedih
melihatnya. Bathin Jamila bergolak, dia sangat ingin mempunyai anak dari
Nurdin, tapi ternyata Nurdin pun menganggapnya tidak lebih dari seorang pelacur.
Kenyataan pahit itulah yang membuatnya begitu sedih, pilu, memangisi nasibnya
sendiri.
111
Gambar 34
SCENE 96
SETTING: Interior kamar Hotel. Malam hari
KAMERA: Medium Close Up
PENCAHAYAAN: cukup.
MUSIK: alunan biola terkesan menegangkan
NARASI: -DIALOG: „ini kan yang lo mau selamanya jadi Sundal”
KONFLIK: antara Jamila dengan Nurdin
KARAKTER: Jamila dan Nurdin
TINDAKAN: Nurdin sudah berencana untuk membunuh Jamila.
Metode pengambilan gambar pada scene ini close up semuam untuk
menunjukan reaksi dari aksi subyek dalam gambar. Nurdin sengaja mengajak
Jamila bertemu berniat untuk membunuhnya. terbukti dari Pistol yang dibawanya.
Mereka berkelahi, Nurdin memaki Jamila, dan berusaha menembaknya. Tapi
pistol itu berhasil direbut oleh Jamila. dan tanpa sengaja pelatuknya tertekan
112
hingga menyebabkan terbunuhnya Nurdin. Kata-kata Nurdin sama sekali tidak
enak didengar, telebih Jamila adalah orang yang pernah dicintainya. Dan
tampaknya begitu cepatnya bagi Nurdin berubah dari sayang menjadi benci
bahkan berbuat kasar kepada Jamila.
Gambar 35
SCENE 102
SETTING: Interior Kamar mandi Jamila. malam hari.
KAMERA: long shot
PENCAHAYAAN: gelap.
MUSIK: alunan piano bernada minor.
NARASI: -DIALOG: “maaf kan teteh Fatima,,,, maafkan teteh”
KONFLIK: konflik bathin Jamila
KARAKTER: Jamila.
TINDAKAN: Jamila duduk menangis memeluk celengan ayam di kamar mandi
didalam selnya.
113
Dia nampak begitu sedih dan haru dengan kenangannya itu. Celengan kenangan
bersama adiknya Fatima. Dia ingat tujuan awal dia tinggal bersama ibu
Wardiman, untuk sekolah lalu bekerja demi menyekolahkan adiknya, Fatima.
Namun keinginan itu menjadi angan-angan saja karena Jamila terperangkap pada
kenyataan yang sungguh memilukan. Longshot sendiri menunjukan bagaimana
mirisnya kehidupan dipenjara. Kotor, kumuh.
4.3.3 Level Ideologi Kode John Fiske atas Film Jamila dan Sang Presiden
Film menampilkan waccana yang dijadikan pintu masuk memahami
kondisi masyarakat tertentu. Khrisna Sen (1987) yang melakukan kajian kritis
tentang film tahun 1965 sampai 1982, menemukan benang merah atara struktur
kekuasaan orde baru dengan film sebagai produk kultural. Film dipandang sebagai
proses ideologi, sehingga konstruksi sosial yang membentuk masyarakat dapat
dilihat melalui film. Dalam konteks gender, konstruksi sosial muncul dalam
penampulan perempuan dan laki-laki dalam peran-peran sosial, masalah seksual
dan reporoduksi, pekerjaan perempuan, gambaran tentang feminitas dan stereotip
perempuan.
Dari sini kesadaran konstruksi sosial menjadi penting, sebab akan menjadi
titik tolak dari proses kreatif. Masalah yang perlu diapresiasi adalah bentukbentuk penindasan yang berasal dari nilai partiarki. Penindasan dapat bergerak
dalam bentuk
kekerasan fisik sampai kekerasan simbolik yang berssifat
psikologis. Pemujaan kecantikan perepuan misalnya, dapat dipandang sebagai
114
kekerasan simbolik jika tujuan akhirnya kepentingan hegemoni pasar dalam
struktur kapitalisme. 58
Kode-kode dan kode televisual yang membawa mereka ke penampil
keduanya tertanam dalam kode ideologis yang mereka sendiri adalah pembawa.
Jika kita mengadopsi praktik ideologis yang sama dalam decoding encoding kita
ditarik ke posisi dari, putih laki-laki, kelas menengah Amerika (atau orang Barat)
moralitas konvensional. Posisi membaca adalah titik sosial di mana campuran
televisual, sosial, dan kode ideologis datang bersama-sama untuk membuat
koheren, rasa bersatu: dalam membuat rasa program ini dengan cara ini kita
terlibat dalam praktik ideologis diri kita sendiri, kita mempertahankan dan
legitimasi ideologi dominan, dan penghargaan kami untuk hal ini adalah
kesenangan yang mudah dari pengakuan akrab dan dari kecukupan. Kita telah
menjadi "membaca subjek" yang dibangun oleh teks, dan, menurut Althusser
(1971), pembangunan subyek ideologi adalah pratek ideologis utama di dalam
masyarakat kapitalis.
Ideologi Patiarki dimana sistem sosial yang menempatkan laki-laki
sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Ayah memiliki
otoritas terhadap anak perempuan, anak-anak serta harta benda. Secara tersirat
sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak istimewa laki-laki dan menuntut
subordinasi perempuan. Kebanyakan sistem patriarki juga adalah sistem patrineal.
58
Ashadi Siregar. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: ketidakadilan konstruksi perempuan di film
dan televisi. Yogyakarta. Vol 7 no.3 Maret 2004
115
Partisipasi dalam status publik dan politik atau agama atau atibusi dari berbagai
pekerjaan pria dan wanita ditentukan oleh pemabagian kerja secara seksual.59
Gambar 36
SCENE 14
Ibu ibrahim sibuk dengan pekerjaan domestik.
Gambar 37
SCENE 15
Malik sebagai sosok “pelindung‟ Jamila
59
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Patriarki#section_language
116
Gambar 38
SCENE 24
Ibu Sri, agen pedagang anak, menghukum Jamila kecil.
Kata bu Sri “sekolah.. sekolah... kamu pikir saya beli kamu mahal-mahal untuk
disekolahin... kalau mau marah.. marah sana sama bapakmu” kata-kata Ibu Sri
menjadi penegas dari perilaku patriarki itu sendiri.
Gambar 39
SCENE 26
Ibu Jamila mengantar Jamila ke stasiun, sambil menggendong Fatima.
117
Ideologi Kapitalis adalah paham dimana bahwa pemilik modal bisa melakukan
usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dalam hal ini, pihak
berduitlah yang bisa “mengatur”. Implikasi dari sistem ini telah diperluas tidak
hanya terkait bisnis tetapi juga dalam segi kehidupan yang lainnya. Nampak
dalam film ini, bagaimana suatu ormas berbau agama, yang dikomandoi oleh
Faizal begitu ngotot untuk menghukum Jamila seberat-beratnya. Bukan sebuah
bualan bawa pada kehidupan nyata sering terjadi dimana ormas tertentu
dikendalikan
orang-orang berduit untuk mengarahkan suatu opini publik.
Begitupun bagaimana dalam film ini, Faizal mati-matian mengecam Jamila,
adalah karena bayaran orang tertentu. Mengingat kasus pembunuhan yang Jamila
lakukan adalah kasus pembunuhan Menteri. Juga Malik yang bertindak sebagai
pengacara Jamila, dimana Malik berusaha membela Jamila dengan niat tulus
membantu teman, tapi karena Ibrahim membayar Malik dengan mahal agar Malik
mau membela kasus Jamila.
Gambar 40
SCENE 48
Faisal bertemu dengan ormas berbau agama
118
Gambar 41
SCENE 56
Malik dan pengacara lain mengikuti perkembangan kasus Jamila
Gambar 42
SCENE 58
Jamila “berada di penjara ini adalah tanggung jawab saya Malik”
119
Gambar 43
SCENE 68
Forum Pemuda yang berdemo pada saat persidangan Jamila
Gambar 44
SCENE 69
Faizal “bagi kami yang penting Jamila dihukum mati yang mulia”
120
Gambar 45
SCENE 87
Faizal “tidak ada Grasi untuk pelacur”
Gambar 46
SCENE 90
Jamila menerima uang dari Nurdin
121
Gambar 47
SCENE 101
Presiden terduduk diam, tidak memberikan grasi pada Jamila.
4.4 Pembahasan
Ketidakadilan gender digambarkan pada tokoh perempuan dalam film
Jamila dan Sang Presiden. Yakni, Jamila. dengan tiga setting waktu yang berbeda
yaitu; Jamila kecil, Jamila remaja dan Jamila dewasa, dimana setting dan lokasi
serta karakter dalam film ini digambarkan secara nyata (realistis). Pada saat
Jamila kecil, tampak sekali budaya priyayi yang kental, penggunaan baju kemben
berupa kain bercorak batik, sebagai contohnya. Jamila remaja, setting lokasi yang
direpresentasikan, erat kaitannya dengan jaman itu, yakni masih menggunakan
kereta sebagai alat transportasinya, juga celengan ayam yang dibawanya kemanamana. Untuk menandakan „jaman‟ dimana Jamila tumbuh. Demikian pula setting
waktu pada saat Jamila dewasa, dimana sudah sangat modern, juga terlihat dari
penggunaan teknologi.
122
Ketidakadilan
gender
dalam
film
Jamila
dan
Sang
Presiden
dimanifestasikan kedalam; marginalisasi, stereotipe, kekerasan, dan beban kerja
yang dialami oleh tokoh perempuan dalam film ini. Salah satu bentuk manifestasi
ketidakadilan gender yang sangat eksplisit adalah kekerasan. Yaitu: pemukulan,
pemerkosaan, pelacuran, dan molestation atau kekerasan terselubung. Kentalnya
unsur kekerasan yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan dalam film ini,
menggambarkan budaya patriarki. Sekalipun, tokoh perempuan belum atau bukan
istri dari si penyiksa.
Ketidakadilan gender yang terjadi karena budaya patriarki ini selanjutnya
akan terbentuk menjadi stereotipe perempuan yang mengakibatkan perempuan,
dengan segala kelemahannya, berada dibawah kendali laki-laki. Sehingga
perempuan hanya dapat bersikap nrima, rela dan tabah. Sikap hormat (perempuan
terhadap laki-laki) yang kemudian berubah menjadi rasa takut, malu, dan sungkan
inilah membuat mereka menjadi lunak atas kesewenang-wenangan laki-laki.
Suatu bentuk pemberontakan perempuan, dalam film inilah yang
menyebabkan munculnya konflik baru dalam kehidupan Jamila, sampai akhirnya
di jatuhi hukuman mati. Kejadian ini karena Jamila sebagai perempuan dan
korban, berusaha melawan ketidakadilan gender itu dengan kekerasan. Dalam 3
waktu: Jamila kecil kabur dari rumah agen pedagang anak. Jamila remaja kabur
dengan sebelumnya membunuh dua laki-laki yang memperkosanya. Jamila
dewasa kabur dari usaha pembunuhan oleh Nurdin, yang berakhir dengan
terbunuhnya Nurdin.
123
Kemajuan jaman yang menggeser norma-norma dan budaya yang
mengikat perempuan. Namun demikian, tidak membebaskan perempuan dari
kekuasaan laki-laki. Jika pada saat masih kecil, Jamila hanya dapat melakukan
perlawanan dengan kabur dari rumah agen pedagang anak, semakin bertumbuh,
Jamila makin berani dalam melakukan perlawanan. Saat remajanya dia
membunuh dua orang orang sekaligus, yakni paman dan sepupunya yang telah
menodai dia. Dan seakan belum lepas dari keinginanya untuk melawan
ketidakadilan gender itu, pada saat dewasa ia kembali membunuh, meskipun
hanya untuk membela diri. Tapi pada akhirnya Jamila bertanggungjawab atas
kesalahannya itu dengan menyerahkan diri ke polisi.
Tapi pada akhirnya perlawanan Jamila ini kandas. Dan hanya merupakan
perlawanan semu semata. Karena dua tokoh laki-laki yang belum lama
dikenalnya, yakni Ibrahim dan Kang Surya yang bersifat baik, dan sungguh
bertolak belakang dari sifat laki-laki yang selama ini pernah dikenalnya. Terutama
Ibrahim yang dengan tulus berusaha membantu Jamila dengan menunjuk Malik
sebagai pengacara pembela Jamila meskipun Jamila menolaknya. Karena dua
tokoh laki-laki itu Jamila seakan pasrah dengan ketidakadilan gender yang
dialaminya.
Pada akhirnya ketidakadilan gender terhadap perempuan disebabkan oleh
budaya patriarki yang muncul dari sebuah kebudayaan yang berkembang dalam
tatanan masyarakat tertentu. Perempuan selalu menerima ketidakadilan gender,
karena laki-laki selalu merasa bahwa merekalah yang mampu lebih berperan
ketimbang perempuan. Perempuan adalah sosok yang lemah dimata laki-laki.
124
Tapi dilihat dari sisi lain, perempuan justru sosok yang kuat, karena tabah
menghadapi ketidakadilan gender dalam hidup mereka. Bahkan perempuan
mampu melakukan pemberontakan atas dirinya, meskipun dalam film ini
pemberontakan yang dilakukan oleh tokoh utama, yaitu Jamila adalah
pemberontakan yang tidak tepat. Dimana dia berontak dengan cara membunuh
laki-laki yang menyakitinya. Film ini sukses memberikan gambaran alur dari
ketidakadilan gender itu, dari awal Jamila menjadi korban trafficking oleh
ayahnya sendiri, diperkosa dan dilecehkkan oleh paman dan sepupunya, hingga
terjebak menjadi pelacur saat dia beranjak dewasa. Latar belakang pendidikan dan
ekonomi lah yang menjadi akar masalahnya.
Download