MODUL KESUBURAN TANAH (Soil Fertility) Prof. Dr. Ir. Syekhfani, MS dan Tim A. Mata Kuliah: Kesuburan Tanah (KESTAN) B. SKS: 3(2-1) C. Silabus: Kestan merupakan mata ajaran yang menjadi modal pengetahuan mahasiswa untuk mengerti tentang peran tanah sebagai medium pertumbuhan tanaman. Ilmu ini merupakan Ilmu Terapan yang erat kaitannya dengan ilmu dasar seperti Kimia, Fisika, dan Biologi Tanah; selain juga berkaitan dengan ilmu genesis, mineralogi, dan klasifikasi Tanah; serta mendasari ilmu terapan lain seperti: Pupuk dan Pemupukan, Evaluasi Lahan, Pengelolaan Lahan, Ilmu Lingkungan, dan sebagainya. Memberi pengetahuan dasar kepada mahasiswa agar mereka mengerti fungsi tanah sebagai tempat kehidupan akar tanaman serta jazad-jazad hidup penghuni tanah lainnya yang erat kaitannya dengan pertumbuhan, produksi, serta keberlanjutan hasil tanaman pertanian. D. Tujuan: 1. Mahasiswa secara teori mengetahui faktor penentu pertumbuhan dan produksi tanaman yang tumbuh di medium tanah. 2. Mahasiswa mengerti bagaimana cara praktek penyuburan tanah dan melakukan pemupukan. E. GBPP (RPKPS) 1 2 DAFTAR PUSTAKA Anthoni, J. F. 2000. Seafriends - Soil fertility. Revised: 20010527. http://www.seafriends.org.nz/enviro/soil/fertile.htm# Epstein, E. 1972. Mineral Nutrition of Plants: Principles and Perspectives. Wiley Eastern Limited. New Delhi. Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A12. http://www.tutorvista.com Home, James. 1995. Chemistry of Soils. http://pubpages.unh.edu/~harter/soil702.html Soil Science (SOIL) 702/802 (revised Jan 1998). Isaac, R.A. dan J.D. Kerber. 1971. Atomic absorption and flame photometry: Techniques and uses in soil, plant, and water analysis. In L.M. Walsh (ed), Instrumental methods for analysis of soils and plant tissue. Soil Sci. Soc. of Amer., Inc. Ma., Wisc. USA. Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd. Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York. Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed. Khusus No.2, LPPP-Bogor. Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed. Khusus No.2, LPPP-Bogor. McArthur, W. M. dan K. Spencer. 1970. A scheme for preliminary study of soil fertility in a district. Australian J. of Exp. Agric. And Animal Husbandry. Vol. 10: 106-203. Mengel, K,. dan E.A. Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition. Intern. Potash Inst. Switzerland, 655 p. Mitchell, R.L. 1964. Trace elements in soils, p. 320-368. In E. Bear (ed), Chemistry of the Soil. Second Ed. Oxford & IBH Publ. Co., New Delhi. Mohr, E.C.J., F.A. van Baren, dan J. Schuylenborg. 1972. Tropical Soils. Mouton-Ichtiar Baru-van Houve. The Hague, Paris-Jakarta.Ponnamperuma, F.N. 1964. Problems rice soils. A Paper Presented at Intern. Rice Res. Con., IRRI, Los Banos, Laguna, The Philippines. Soepardi, G. 1977. Masalah kesuburan tanah dan cara penyelesaiannya (diktat). Departemen Ilmu -ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syekhfani. 2001. Penggunaan Analisis Tanah Sebagai Dasar Evaluasi Kesuburan Tanah Suatu Area. Disampaikan dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh PT Pioneer Hibrida Indonesia di Hotel Kartika Graha, 23 Apr il 2001 (tidak dipublikasikan). Syekhfani. 2005. Riset Strategi untuk Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Makalah disajikan dalam Kongres Nasional Maporina, Jakarta, 21 Desember 2005. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. Tobing, E.L. 1976. Pemupukan tanaman teh di Simalungun, Sumatera Utara, Warta BPTK 2(3/4):241-256. Wood, L.K. dan F.E.deTurk, 1941. The absorption of potassium in soils and non-replaceable forms. Soil Sci. Soc. Aner. Proc. 5: 152-161. 3 Modul 1. Paradigma Kesuburan Tanah 1.1. Sejarah Kesuburan Tanah(*) – Materi-1 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sejarah perkembangan kesuburan tanah. 2. Mahasiswa mengetahui tanah sebagai medium tumbuh tanaman. 3. Mahasiswa mengetahui hubungan kesuburan tanah dengan kesuburan tanaman. Penilaian: KomponenPenilaian Tugas Individual Persentase 5 Perkembangan peradaban manusia ditandai oleh perkembangan pertanian. Kapan mulai ada pertanian tersebut, tidak dapat dipastikan. Mungkin beberapa ribu tahun sebelum masehi. Kenyataannya, hingga saat ini, peradaban berburu masih dijumpai yang merupakan kebiasaan berpindah pindah (nomaden). ZAMAN PURBA Telah disepakati bahwa manusia pertama kali melakukan budidaya pertanian berdiam di lembah Mesopotamia, antara s. Tigris dan Euphrate (Irak sekarang). 2500 BC: Tercatat manusia di daerah ini telah mengenal kesuburan lahan. Telah tercatat bahwa dengan memupuk tanah dicapai peningkatan hasil 86 hingga 300 kali pada beberapa kawasan pertanian. 2000 th berikutnya (500 BC): Seorang sejarahwan Greek Herudotus melaporkan hasil lawatannya ke Mesopotamia, bahwa produksi pertanian tinggi di kawasan ini dihasilkan jaringan irigasi yang baik, dan kesuburan tanah yang tinggi akibat penggenangan oleh banjir musiman dari sungai di kiri kanan kawasan. 300 BC: Theophrastus melaporkan pengkayaan oleh endapan s. Tigris dan menyatakan bahwa penggenangan yang makin lama, meninggalkan makin banyak debu sebagai endapan yang kaya hara. Pada waktu itu manusia mengerti bahwa tanah-tanah tertentu akan merosot hasilnya bila ditanami secara terus menerus. Penambahan pupuk kadang dan pupuk hijau dari sayur-sayuran diketahui dapat mempertahankan kesuburan tanah. 900-700 BC: Dari epos bangsa Greek diketahui bahwa Odyssius telah melakukan pemupukan kotoran hewan. 4 434-355 BC: Xenophon menyatakan dari penyelidikannya bahwa: ''kebun akan mengalami kerusakan, sebab orang tidak mengerti cara-cara memupuk lahan''; dan dikatakan lebih lanjut bahwa: ''tidak ada cara lebih baik dari pemupukan''. Butir-butir penting yang dikemukakan Xenophon ialah: (1). Pengaturan pemberian pupuk kandang dapat mempertahankan kesuburan tanh. (2). Saran agar digunakan pupuk kandang dilakukan di awal musim semi. (3). Rumput dapat digunakan sebagai pupuk hijau. 372-287 BC: Theophrastus merekomendasaikan agar pemberian pupuk yang banyak perlu dilakukan pada tanah bersolum tipis, tapi pada tanah kaya perlu dilakukan penghematan pemberian pupuk. Disarankan juga bahwa tanaman perlu disemaikan terlebih dahulu sebelum ditanam dan gar dibuat bedengan. Hal ini dianut hingga sekarang. Perlu pula dicatat bahwa Theophrastus menyarankan perlu pemberian air yang banyak pada tanaman yang membutuhkan unsur hara banyak. Saat itu telah diketahui pula bahwa pupuk diklasifikasikan menurut kandungan atau kepekatannya. Sebagai contoh ia urutan kekayaan (dalam kotoran) yaitu: manusia > babi > kambing > biri2 > sapi dan kuda. Lebih lanjut, Varro, seorang penulis perkembangan pertanian mengemukakan urutan yang sama, tetapi menempatkan urutan burung dan unggas lain lebih kaya dari pada kotoran manusia. Columella menyarankan agar kulit clover ditambahkan dalam ransum ternak sebab ia merasa bahwa hal ini akan memperkaya kandungan hara dalam kotorannya. Tidak hal di atas saja yang dapat dijadikan pupuk, tetapi para pakar juga menyelidiki pengaruh mayat terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman. 700 BC: Archilochus melakukan penyelidikan tersebut sekitar tahun 700 BC. Nilai pupuk hijau, khususnya legum, sebagai pupuk hijau segera pula diketahui. Theophrastus mencatat bahwa sejenis kacang (Vicia vaba) telah dibenamkan oleh petani-petani Thessaly dan Macedonia. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan jumlah biji bila ditanam pada tanah yang dipupuk dengan bahan tanaman ini. 400 BC: Anjuran Xenophon bahwa pengolahan tanah di awal musim semi menjadikan tanah lebih gembur dan rumput-rumputan tumbuh cukup waktu pada musim semi. Ini dapat berfungsi sebagai cadangan pupuk hijau, tetapi tidak menghasilkan biji sehingga tidak mengganggu/tumbuh bila dibenamkan. Ia juga menerangkan bahwa: ''setiap jenis vegetasi, setiap jenis tanah, pada keadaan cukup air akan berubah menjadi pupuk''. 234-149 BC: Cato menyatakan bahwa lahan penggembalaan yang miskin harus ditanami dengan tanaman jenis acinum. Tidak diketahui kenapa harus tanaman ini, tetapi ia tidak menghasilkan biji sehingga implikasinya tidak dapat tumbuh bila dibenamkan. Ia juga menyatakan bahwa lebun terbaik dalam menyuburkan tanah adalah kacang2an: lupine dan vetch. Lupine sangat terkenal sejak lama. Columella mencatat beberapa legum meliputi: lupine, vetch, lentil, chickpea, clover, dan alfalfa, yang cukup memuaskan untuk memperbaiki lahan. Banyak pakar lama yang sependapat bahwa lupine adalah pupuk hijau terbaik sebab ia tumbuh baik pada kisaran kondisi tanah yang lebar, dapat dijadikan bahan makanan manusia dan yang terakhir ia mudah membentuk biji dan cepat tumbuh. 5 70-19 BC: Virgil mempelopori penggunaan legum sebagai penyubur tanah. Penggunaan apa saat ini disebut pupuk mineral atau perbaikan tanah bukan tidak dikenal pada zaman dulu. Theophrastus mengemukakn bahwa pencampuran tanah-tanah berbeda yang dimaksudkan sebagai ''penyembuhan kerusakan dan penambahan hati ke dalam tanah''. Cara ini mungkin dalam keadaan tertentu menguntungkan. Penambahan tanah subur ke tanah miskin dapat meningkatkan kesuburan tanah, dan praktek pencampuran satu jenis tanah dengan yang lain mungkin dapat memberi keuntungan terhadap inokulasi biji-biji legum pada suatu tanah pertanian. Juga, pencampuran tanah-tanah bertekstur kasar dengan halus atau sebaliknya mungkin dapat memperbaiki hubungan udara dan air dalam tanah yang diperlakukan. Nilai marl (sejenis tanah liat berkapur) juga telah dikenal. pengapuran di lahan pertanian. Ini merupakan awal dari praktek 62-113 BC: Pliny menyatakan bahwa kapur harus disebar rata dan tipis di atas tanah dan satu perlakuan adalah ''cukup untuk bertahun tahun''. Columella juga menyarankan untuk menyebarkan marl pada tanah berkerikil dan mencampurnya dengan suatu tanah kapur padat. 0 C: Dalam Bibel disebutkan nilai abu dari pembakaran kayu bagi kesuburan tanah. Xenophon dan Virgil juga menyebutkan pembakaran jerami untuk maksud pembersihkan lahan dan memberantas gulm a. Cato menasehatkan agar penggembala membakar bekas pangkasan dalam satu lubang dan dicampurkan melalui pembajakan untuk memperkaya tanah. Pliny menyatakan bahwa penggunaan kapur dari tungku pembakaran kapur adalah baik untuk pohon zaitun, dan beberapa petani membakar kotoran hewan kemudian menggunakannya untuk pupuk. Columella juga menyatakan penyebaran abu ataupun kapur pada tanah sawah dapat meniadakan kemasaman. Salpeter atau KNO3, dinyatakan pula oleh Theophrastus maupun Pliny dapat berguna untuk memupuk tanaman yang disebut-sebut dalam bibel. Air laut juga disebut-sebut oleh Theophrastus. Tampak bahwa pohon palem membutuhkan garam dalam jumlah banyak, petani -petani dulu menaburkan garam di sekitar tanaman mereka. Virgil menulis tentang sifat tanah yang sekarang dikenal sebagai bulk density. Columella menyarankan suatu uji untuk mengukur derajat keasaman dan kesalinan tanah dan Pliny menyatakan bahwa rasa pahit pada tanah mungkin disebabkan adanya herba-herba hitam di dalam tanah. Pliny menulis bahwa: ''di antara penyebab kebaikan tanah adalah perbandingan ketebalan dari batang jagung'' dan Columella menyatakan secara sederhana bahwa uji terbaik untuk kesauaian lahan bagi pertumbuhan tanaman adalah kondisi tempat tumbuh tersebut. Banyak pakar terdahulu (juga masih banyak dianut oleh pakar sekarang) sependapat bahwa warna tanah dapat menggambarkan kriteria kesuburan tanah. Ide umum adalah bahwa tanah hitam adalah tanah subur, sedang tanah pucat atau abu-abu tidak subur. Columella tidak sependapat dengan pernyataan ini yang mendapatkan bahwa tanah marshland yang berwarna hitam tidak subur, tetapi tanah pucat yang terdapat di Libia mempunyai kesuburan tinggi. Ia merasa bahwa ada faktor-faktor tertentu yang menentukan tingkat kesuburan tanah, seperti struktur, tekstur dan kemasaman merupakan petunjuk yang baik untuk menduga kesuburan tanah. Kebanyakkan tulisan-tulisan mengenai kesuburan tanah zaman dulu berdasar pada deskripsi dari praktek lapang. Tidak banyak bukti secara percobaan terhadap masalah-masalah yang dijumpai di 6 pertanian, tetapi banyak manuskrip yang mengemukakan perbandingan-perbandingan beberapa faktor tertentu yang saat telah diketahui berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sebagian dari apa yang dikemukakan dalam catatan era teesebut dapat berlaku hingga sekarang tetapi sebagian lagi tidak dapat diterima. Namun demikian, titik tolak pemikiran serta data yang diperoleh dari catatan2 tersebut dapat menjadi bahan pemikiran yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah kesuburan tanah yang dihadapi saat ini dan yang akan datang. Kesenjangan catatan tentang kemajuan pertanian setelah masehi yaitu masa Romawi seperti terputus akibat fokus perhatian pada zaman ini tertuju pada perang, kesenian, dll. Baru pada abad ke -18 kemajuan perkembangan pertanian mulai muncul. ABAD KE-18 1230-1307: De Crescenzi memulai perkembangan pertanian dengan publikasi koleksi praktek setempat di bidang pertanian ''opus ruralium commodorum''. Dengan publikasi koleksi cara bercocok tanam ini maka De Crescenzi dikenal sebagai ''Bapak Agronomi Modern''. Tetapi isi tulisan hanya terbatas pada hal-hal yang berupa bahan praktek dan tidak menurut perkembangan yang akan datang (hanya dapat dipakai saat itu). Setelah pemunculan pekerjaan De Crescenzi hanya sedikit pengetahuan tentang pertanian untuk beberapa tahun, meskipun Palissy tahun 1563 memberi kredit dengan penyelidikan bahwa kandungan abu tanaman merupakan merupakan bahan yang diambil tanaman dari tanah. 1561-1624: Sekitar permulaan abad ke-17 Francis Bacon mengemukan prinsip makanan tanaman adalah air. Ia percaya bahwa fungsi utama tanah adalah memegang tanaman agar tetap tegak dan melindunginya dari panas dan dingin dan bahwa setiap tanaman menyerap senyawa khas sebagai makanan khusus baginya. Bacon menegaskan pendapat Herudotus bahwa bahwa tanah yang ditanami terus menerus akan mengurangi kesuburannya. 1577-1644: Selama periode yang sama, Jan Baptiste von Helmont seorang ahli fisika dan kimia dari Flemish, melaporkan bahwa hasil dari suatu percobaan yang mana ia percaya bahwa air merupakan satu2nya unsur hara bagi tanaman. Percobaannya adalah sebagai berikut: 5 lb oak + 200 lb tanah + air hujan Tanaman dipelihara setelah tumbuh lalu ditimbang kembali, hasilnya: 169 lb oak + 196 lb tanah. Jadi kesimpulannya tanaman hanya membutuhkan air. Tentu saja saat ini telah diketahui bahwa CO2 dan mineral dari tanah dibutuhkan sebagai hara tanaman. Namun perlu diingat adalah bahwa pekerjaan ini dilakukan saat sebelum pengetahuan tentang mineral maupun fotosintesis diketahui. Hasil kerja von Helmont ini, meskipun kesimpulannya salah tetapi memberi kontribusi yang besar terhadap ilmu pengetahuan. Meski salah tetapi hasil percobaan mendorong penyelidikan selanjutnya yang menghasilkan pengertian-pengertian lebih baik terhadap perharaan tanaman. 7 1627-1691: Pekerjaan von Helmonth diulang beberapa tahun kemudian oleh Robert Boyle dari Inggris. Boyle memperkuat von Helmonth, tetapi ia melangkah lebih maju. Sebagai hasil analisa kimia ia menyatakan bahwa tanaman mengandung garam, alkohol, tanah, dan minyak, yang semuanya terbuat dari air. 1604-1668: Seorang ahli bangsa Jerman, J.R. Glauber menyatakan bahwa salpeter (KNO3), bukan air, merupakan suatu ''prinsip vegetasi''. Ia mengumpulkan garam dari tanah di bawah kandang domba dan mengemukakan bahwa garam-garam tersebut dari apa yang jatuh dari domba tersebut. Ia juga menyatakan karena hewan memakan rumput, maka garam-garam yang berasal dari hewan tersebut juga berasal dari rumput. Bila garam tersebut diberikan ke tanaman maka setelah diselidiki ternyata diperoleh peningkatan yang besar terhadap pertumbuhan. Ia kemudian menyatakan bahwa kesuburan tanah dan nilai pupuk berkaitan dengan salpeter. 1643-1679: Seorang ahli kimia dari Inggris: John Mayow mendukung beberapa percobaan Glauber. Mayow mengestimasi jumlah niter dalam tanah pada berbagai waktu selama setahun dan mendapatkan kepekatan tertinggi pada musim spring. Mengenai jumlah yang rendah pada musim summer ia berkesimpulan bahwa salpeter diserap atau diisap oleh tanaman pada periode pertumbuhan yang cepat. Summer Nitrifikasi aktif tanaman aktif ~ gugur ~ nitrifikasi bertambah tanaman berkurang winter nitrat bertambah tanaman mati ~ semi nitrat tertimbun - Pendapat John Mayow ini masih dianut sampai sekarang. Penelitian2 masih menggunakan teknik yang sangat kasar pada waktu tersebut, sehingga kontribusi Mayow, Glauber, Boyle dan Bacon, boleh dikatakan kecil dibandingkan standar penelitian sekarang. 1700: Kurang lebih tahun 1700, seorang kebangsaan Inggris: John Woodward, mengulangi percobaan Boyle dan von Helmont, menumbuhkan tanaman dalam air dari berbagai tempat: air hujan, air sungai, air comberan dan air comberan + tanah lumut dari kebun. Ia secara hati2 mengukur jumlah transpirasi air oleh tanaman dan mengukur bobot tanaman pada awal dan akhir percobaan. Ia mendapatkan bahwa pertumbuhan tanaman sejalan dengan ketidak murnian air dan menyimpulkan bahwa: bahan p adat atau tanah lebih baik dari air dan merupakan ''prinsip vegetasi''. Meskipun kesimpulan ini tidak benar, tetapi cara melakukan penelitiannya lebih maju dibandingkan penelitian sebelumnya. 1674-1741: Jathro Tull, seorang kebangsaan Inggris mempublikasikan buku: ''Horse Hoeing Husbandry''. Ia mengemukakan bahwa berbagai cara untuk menggunakan tenaga hewan dalam pertanian. Ia dijuluki sebagai ''Bapak Mekanisasi Pertanian''. Pendapat Tull yang lain adalah: bahwa zarah tanah dapat masuk ke dalam tanaman melalui mulut akar. Tetapi pendapat ini tidak ada penganutnya. 1741-1820: Arthur Young, seorang ahli pertanian Inggris melakukan percobaan dalam pot. Ia menumbuhkan barley pada pasir dengan penambahan bahan2 seperti arang, alkohol, dan anggur, niter, mesiu, kulit kerang, dan bahan-bahan lain. Beberapa bahan yang diperlakukan menghasilkan pertumbuhan 8 pertanian, yang lainnya tanaman tidak tumbuh. Young mempublikasikan hasil pekerjaannya dengan judul: ''Annal of Agriculture'' sebanyak 46 volume yang mempunyai dampak cukup luas di bidang pertanian di Inggris. 1775: Francis Home, menentang pendapat Glauber dan menyatakan bahwa tanaman tidak hanya memerlukan KNO3, tetapi juga: air, udara, tanah, garam, minyak dan api. Ia melakukan percobaan pot untuk mengukur pengaruh berbagai cairan terhadap pertumbuhan tanaman. Hasil pekerjaan merupakan batu loncatan dalam perkembangan ilmu pertanian. Ide bahwa tanaman memerlukan api lama menjadi pemikiran. Saat itu juga orang percaya bahwa organik atau humus diambil sec ara tidak langsung oleh tanaman dan ia merupakan penyusun hara tanaman. Ide ini bertahan hingga bertahun-tahun. Hal ini sulit dihilangkan sebab hasil analisis kimia menunjukkan bahwa tanaman dan humus mengandung unsur-unsur yang sama dengan tanaman. Juga proses fotosintesis belum diketemukan. 1775: Joseph Priestly menyatakan bahwa tanaman dapat membersihkan udara. Ia melakukan percobaan dalam ruang kaca: Tanaman + lilin ~ lilin tetap menyala x lilin ~ lilin mati pd beberapa saat Pada saat ini observasi tentang oksigen belum dijumpai. Terakhir, setelah ia menemukan gas ini, ia menyatakan bahwa oksigen bwrkaitan dengan pertumbuhan tanamaan. Penemuan oksigen oleh Priestly merupakan batu kunci terhadap beberapa penemuan lain yang berkaitan dengan rahasia kehidupan tanaman lebih jauh. 1730-1799: Jan Ingenhousz, kemudian menunjukkan bahwa pembersihkan udara oleh tanaman hanya terjadi bila ada cahaya, tetapi pada tempat gelap pembersihan tidak terjadi. 1742-1809: Bersamaan dengan penemuan Ingenhousz ini adalah penemuan Jean Snebier seorang filsuf dan ahli sejarah bangsa Swiss yang menyatakan bahwa kenaikan bobot tanaman dan percobaan von Helmont adalah menghasilkan udara. KEMAJUAN PADA ABAD KE-19 Penemuan2 abad ke-19 ini dirangsang oleh pikiran Theodore de Saussure yang mengikuti paham penemuan Snebier. Ia mengeritik dua problem yang dilakukan Snebier: pengaruh udara terhadap tanaman dan asal garam dalam tanaman. Hasilnya, de Saussure mampu menunjukkan bahwa tanaman menyerap oksigen dan membebaskan CO2, pokok pemikiran dari ''respirasi''. Sebagai tambahan, ia mendapatkan bahwa akan menyerap CO2 dengan membebaskan oksigen pada keadaan ada cahaya. Bila tanaman menangkap CO2 bebas dari lingkungan, mereka akan mati. De Saussure menyatakan bahwa tanah hanya menyediakan sedikit hara yang diperlukan oleh tanaman. Serapan hara tersebut bersifat selektif karena membran sel akan bersifat selektif-permeabel, memungkinkan air masuk lebih cepat dibandingkan garam. 9 1813: Gambaran yang diberikan oleh Sir Humprey Davy, yang mempublikasikan pekerjaannya: ''The Elements of Agriculture Chemistry'' sekitar tahun 1813, menyatakan bahwa meskipun tanaman mwnerima karbon dari udara, tetapi sebagian besar diambil melalui akar. Ia termasuk setuju dan me nyarankan penggunaan minyak sebagai pupuk sebab karbonnya dan hidrogen yang terdapat dalam minyak tersebut dapat digunakan sebagai hara tanaman. 1802-1882: Pertengahan abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan periode maju dalam hal pengertian terhadap hara dan kesuburan tanaman. Di antara manusia periode ini yang mempunyai sumbangan besar adalah Jean Baptiste Bousingault, seorang ahli kimia Perancis yang melakukan percobaan lapangan. Ia meniru pekerjaan de Saussure dalam menimbang, menganalisis pupuk yang diberikan dalam plot dan tanaman yang dipanen. Ia menyiapkan seperangkat keseimbangan yang menunjukkan berapa banyak berbagai unsur yang berasal dari air hujan, tanah, dan udara, dianalisis komposisinya dalam tanaman selama fase pertumbuhan, dan ditetapkan bahwa rotasi terbaik yang menghasilkan sejumlah terbesar bahan organik beserta pupuk kandang yang diberikan. Bousingault kemudian dikenal sebagai ''Bapak Percobaan Lapangan''. Bobot Tanaman dengan Rotasi = Bobot Tanaman + Pupuk Kandang Meskipun para pakar tanaman pada periode ini mengakui nilai penelitian de Saussure, teori humus kuno masih banyak dianut. Ini merupakan teori alami yang sulit untuk dihilangkan, yang kemudian sangat terasa hingga saat ini bahwa penghancuran bahan tanaman dan hewan menaikkan produksi adalah penting untuk nutrisi pertumbuhan tanaman. 1803-1873: Justus von Leibig, seorang ahli kimia bangsa Jerman sangat berkeyakinan dengan mitos humus. Ia mendobrak bebeara paham konservatif seperti misalnya beberapa pakar yang saat itu ti dak punya keberanian untuk menyatakan bahwa karbon dalam tanaman berasal dari sumber-sumber selain CO 2. Leibig membuat beberapa pernyataan sebagai berikut: (1). Sebagian besar karbon dalam tanaman berasal dari CO 2 atmosfer. (2). Hidrogen dan oksigen berasal dari air. (3). Logam alkalin dibutuhkan untuk menetral asam2 dibentuk oleh tanaman sebagai aktivitas metabolik. (4). Fosfat penting untuk pembentukan biji. (5). Tanaman menyerap semua unsur tanpa membedakan dari dalam tanah tetapi mengekskresikan senyawa-senyawa yang tidak esensial melalui akar-akar. Tidak semua ide Liebig adalah benar. Ia menyatakan bahwa asam asetat diekskresikan melalui akar tanaman. Ia juga percaya bahwa NH 4+ merupakan bentuk nitrogen satu-satunya yang diserap tanaman dan tanaman dapat menemukan senyawa ini dari tanah, pupuk, dan udara. Leibig sangat percaya pada analisis tanaman dan mempelajari kandungan unsur yang ada merupakan suatu cara untuk dasar rekomendasi. Ia juga berpendapat bahwa pertumbuhan tanaman adalah bagian dari jumlah senyawa mineral yang terdapat dalam pupuk. Ia juga mengemukakan '”hukum minimum” yang berbunyi: ’’Bahwa pertumbuhan tanaman dibatasi oleh unsur hara tanaman yang tersedia dalam jumlah tersedikit, bila yang lain berada dalam jumlah yang cukup’’. Konsep ini mempengaruhi pendapat di bidang pertanian dalam jangka lama. 10 Liebig membuat pupuk berdasar idenya terhadap nutrisi tanaman. Rumusan campuran diperhitungkan tetapi dia melakukan kesalahan dalam mencampur garam fosfat dan kalium dengan kapur. Sebagai hasilnya pupuk menyebabkan kerusakan pada tanaman. Namun demikian, Leibig menyumbangkan dasar-dasar dalam pertanian dan dia barangkali orangnya yang dikenal sebagai: ''Bapak Kimia Pertanian''. (*) Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. 11 1.2. Riset Strategi Pengembangan Pertanian Organik – Syekhfani (2005)- Materi-1 Pendahuluan Perubahan suatu sistem membutuhkan kajian yang tepat dan menyeluruh agar sistem tersebut dapat berhasil dan tidak memberikan dampak negatif jangka panjang. Sistem pertanian organik (SPO) di Indonesia merupakan wacana yang saat ini sedang hangat hangatnya didiskusikan apakah dapat menjadi alternatif sistem pertanian yang akan membaw a pembangunan pertanian akan datang ke arah lebih baik. Sistem tersebut perlu dikaji secara khusus dan menyeluruh dalam mengantisipasi permasalahan permasalahan yang mungkin muncul bila diterapkan secara luas. Untuk itu, dibutuhkan strategi dan program yang tepat di bidang penelitian dan pengembangan SPO di Indonesia. Dasar-dasar Pokok Pikiran Penerapan sistem "Revolusi Hijau" di Indonesia, pada awalnya menunjukkan perkembangan yg menggembirakan, setelah dilakukan berbagai program intensifikasi pada lahan sawah, dimulai dari padi sentra, Bimas, Inmas Insus, Supra Insus, Gema Palagung, Korporat Farming, dan Ketahanan Pangan. Penggunaan saprodi yg dikenal sebagai "Panca Usaha" pertanian (pengolahan tanah, irigasi, bibit unggul, pemupukan, dan pestisida) di awalnya meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi sawah. Keberhasilan yg sangat dirasakan adalah saat Indonesia dinyatakan mencapai “swasembada beras” tahun 1984. Namun setelah itu sangatlah sulit untuk meningkatkan produktivitas padi sawah, meskipun dilakukan berbagai upaya. Jenis tanaman padi unggul dari rekayasa secara biologis diperoleh dengan potensi produksi > 10 ton/ha. Namun potensi produksi itu sangat sulit dicapai, di mana rata-rata produktivitas nasional hanya 5.0 ton GKG/ha (Jawa Timur sebagai sentra produksi beras hanya 5.5 ton GKG/ha). Telah terjadi "levelling off" produktivitas tanaman padi sawah. Disinyalir akibat perlakuan budidaya tanaman yang tidak rasional, yaitu penggunaan pupuk dan/atau pestisida berlebihan, yang mengakibatkan terjadi ketidak-imbangan perharaan dalam tanah serta terganggunya biodiversitas siklus pertumbuhan tanaman. Apabila mengacu kepada sistem tradisional alami (natural system), di mana terdapat keseimbangan unsur hara dalam tanah, diversifikasi tanaman di lahan sawah, sistem bero tanpa penggunaan pupuk/pestisida buatan pabrik, dan air irigasi yang tidak tercemar, maka diketahui kehidupan tidak mengalami banyak permasalahan terutama berkaitan dengan kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, maupun lingkungan. Umur manusia pun relatif panjang dibandingkan setelah adanya sistem intensifikasi. Berbagai tindakan intensifikasi lahan di atas mengarah kepada degradasi tanah dan pencemaran lingkungan, misalnya pemberian pupuk N, P, K buatan pabrik berkonsentrasi serta dosis tinggi secara terus menerus, tanpa diimbangi dengan unsur hara esensial lain, pestisida/herbisida nonselektif yang membunuh organisme lain kecuali hama/penyakit, air irigasi yang tercemar oleh industri baik pabrik maupun rumah tangga, semuanya berdampak negatif terhadap kehidupan manusia, hewan, maupun tanaman. Hal ini menyebabkan kehidupan di bumi makin lama makin terasa tidak nyaman. 12 Paradigma baru kesuburan tanah yang bersifat sustainable, bahwa tanah bukanlah benda statis melainkan dinamis, karena ia merupakan medium kehidupan (organisme makro/mikro, termasuk akar tanaman). Seharusnya, yang menjadi fokus perhatian tidak hanya pengolahan tanah (sifat fisik) dan pupuk (sifat kimia) saja; melainkan juga kehidupan organisme tersebut (sifat biologi). Bahan organik, bersifat multi purpose (peran ganda) di mana ia berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, maupun biologi tanah. Jadi, bahan organik adalah merupakan kunci kesuburan tanah, dan managemen bahan organik adalah kunci keberlanjutan pertanian. Di pihak lain, perkembangan konsumen di negara-negara maju dari hari ke hari telah beralih kepada konsumsi bahan pangan yang sehat, tidak tercemar senyawa-senyawa kimia buatan pabrik. Di Amerika Serikat misalnya, perkembangan produksi organik sejak th 1990-an dalam jangka lima tahun saja, meningkat tajam dari 5% hingga 20%, dan saat ini mungkin angka tersebut lebih tinggi lagi. Hal yang sama ditemukan pula pada masyarakat komunitas Eropah dan Kanada, dan Australia. Impor beberapa produk pertanian saat ini telah mulai mempersyaratkan produk berasal dari "sistem organik". Di dalam negeri, akhir-akhir ini SPO mulai didiskusikan, dan bahkan ada yang telah menerapkan praktek budidaya, meskipun berbagai definisi tentang pertanian organik belum dipahami secara jelas. Pihak pemerintah maupun swasta juga mulai mengkaji perkembangan yang terjadi di masyarakat untuk mempertimbangkan apakah sistem ini dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif budidaya yang menguntungkan, diterima di tingkat lokal, regional, nasional dan bahkan global. Apabila ternyata SPO dinyatakan dapat menjanjikan sebagai salah satu alternatif budidaya pertanian yang menguntungkan, maka berbagai hal perlu dipikirkan menuju ke arah pengembangannya. Hal-hal tersebut meliputi semua aspek yang berkaitan dengan produksi di lahan (on-farm), maupun di luar lahan (off-farm); melibatkan pihak industri hulu dan hilir, serta berbagai komponen pelaku produksi terkait, baik pemerintah, swasta, Lembaga Penelitian (termasuk Perguruan Tinggi), Perbankan, pelaku pasar, dan lain-lain. Semuanya harus mempunyai persepsi dan komitmen yang sama terhadap pengembangan SPO. Adalah sulit untuk mengubah sistem intensifikasi pertanian yang selama ini diterapkan beralih ke SPO, karena sifatnya sangat berbeda; yang satu orientasi ke produksi tinggi dengan masukan dari luar tinggi (high external input agriculture, HEIA) melibatkan bahan-bahan kimia buatan panrik, dan yang lain masukan dari luar rendah (low external input agriculture, LEIA) dengan mengandalkan “daur ulang” (recycling) sisa panen. Hal ini memerlukan tindakan yang bersifat evolusional bukan revolusional. Terlebih dulu dibutuhkan perubahan sikap perilaku para pelaku produksi dan konsumsi seperti tersebut di atas. Fokus pembenahan terutama ditujukan kepada para konsumen sebagai pengguna, diikuti oleh produsen (petani) beserta para pendukung produksi, serta pelaku pasar. Dalam hal ini, pemerintah harus berperan dalam membuat kebijakan (regulator, fasilitator, dinamisator, dan eksekutor) dalam pengembangan sistem. Jaminan kuantitas, kualitas, serta kontinyuitas produksi menjadi kunci utama keberhasilan usaha, dengan adanya suatu "jaminan pasar". Harus ada political will yang jelas dari pemerintah tentang pengembangan SPO. Secara geografis, lahan-lahan pertanian yang berpeluang besar menuju sistem organik, uruturutannya adalah komoditi hortikultura (buah-buahan, sayuran, dan bunga-bungaan); perkebunan; dan terakhir tanaman pangan terutama yang dibudidayakan di lahan sawah beririgasi. Umumnya hortikultura dibudidayakan di dataran tinggi (upper stream) yang relatif bebas dari sumber pencemar kecuali dari tindakan budidaya itu sendiri; perkebunan dilakukan dengan managemen terkendali, dan tanaman pangan umumnya berada di kawasan dataran rendah (lower stream); sehingga lahan sawah beririgasi sangat riskan terjadi pencemaran, tergantung pada kualitas air irigasi apakah tercemar atau tidak. 13 Strategi Penelitian Bidang Kajian: Aspek Bio-Fisik; On Farm, Off Farm (IFS, IPNS, IPMS). Aspek Sosial: Perilaku konsumen (perubahan kebiasaan makan, motto hidup sehat), prioritas sasaran pengembangan (masy. kalangan bawah, menengah, atas/elit). Aspek Ekonomi: Pasar/Jaringan Pasar (jaminan pasar, jaminan produktivitas/kualitas /kontinyuitas), segmen pasar (lokal, regional, nasional, ekspor). Aspek Polesi: Kebijakan pemerintah (arah paradigma pembangunan pertanian), regulasi (standarisasi, sertifikasi, kontrol kualitas, perlindungan konsumen). Aspek Kelembagaan: pemerintah, swasta, LSM. Alur Kegiatan Pewilayahan pertanian organik indigenous dan introduksi. Evaluasi kesesuaian dan kemampuan lahan (land suitibility dan land capability). Penentuan jenis komoditi dan lokasi spesifik. Produsen dan konsumen produk organik. Pasar dan jaringan pasar. Sertifikasi dan standarisasi. Regulasi dan Kebijakan Pemerintah. Program Jangka Pendek: Polesi pemerintah. Regulasi berkaitan dengan SPO. Pembentukan kelembagaan formal/non-formal. Jangka Menengah: Penentuan jenis komoditi tanaman organik. Pembenahan sistem pertanaman, sistem perharaan tanaman, dan sistem pengendalian hama/penyakit tanaman terkendali. Penguasaan teknologi dekomposisi di tingkat petani. Penciptaan pasar/jaringan pasar produk organik. Pengkajian sasaran konsumen produk organik. Jangka Panjang: Pemetaan potensi wilayah spesifik untuk komoditi tanaman organik atas dasar land capability dan land suitability. Penciptaan sistem agribisnis produk organik di tingkat lokal, regional, nasional, dan global. Menjalin perjanjian bilateral dengan negara-negara pengimpor produk organik dari Indonesia. Melakukan penelitian-penelitian dasar dan terapan yang menunjang perkembangan pertanian organik. 14 Objek Penelitian Penelitian Dasar: Sifat kimia dan biokimia tanah, bahan organik sisa tanaman, produk organik. Proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik, sinkronisasi penyediaan dan uptake unsur hara, kapasitas dan intensitas penyediaan unsur hara. Daur ulang sisa tanaman, hubungan hara dalam air - tanah – tanaman. Sifat kimia dan biokimia pupuk/pestida organik. Sifat kimia dan biokimia lingkungan, udara, air irigasi. Kandungan gizi produk pertanian. Penelitian Terapan: Kajian pewilayahan komoditi pertanian organik. Sumber bahan organik (pupuk kandang, pupuk hijau, kompos), proses pembuatan, kualitas. Teknik Budidaya SPO: pola pertanian, pemupukan, pemberantasan hama penyakit (secara terpadu), masukan internal/eksternal, daur ulang sisa panen. Potensi SDM SPO: tingkat pendidikan, pendapatan, adopsi teknologi, tenaga kerja. Kajian pasar, segmen pasar, jaringan pasar, konsumen. Kajian kelembagaan tingkat lokal, regional, nasional, global (pemerintah, swasta, lembaga kemasyarakatan). Kajian mutu serta jaminan mutu produk pertanian. Hubungan produk organik dengan kesehatan manusia dan hewan. Penelitian Faktor Pendukung: Pelayanan Faktor Pendukung: modal, teknologi budidaya/ pasca panen, bimbingan dan penyuluhan. Rakitan Teknologi: teknologi budidaya, teknologi pasca panen. Penyiapan Tenaga Penyuluh/Pendamping: peran PT sangat besar. Transfer Teknologi: media masa, percontohan, pendampingan. Pengorganisasian: “Masyarakat Pertanian Organik Indonesia” (MAPORINA). Penutup Sistem pertanian organik (SPO) di Indonesia baru dikembangkan dan merupakan alternatif dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan baik produsen maupun konsumen. Prinsip dasar SPO adalah keberlanjutan (sustainability), mengacu sistem alami (natural system), dan tidak menggunakan bahan-bahan kimiawi buatan pabrik; sehingga produk tidak tercemar dan bersifat akrab lingkungan. Untuk menuju penerapan SPO, diperlukan kegiatan-kegiatan penelitian, baik bersifat penelitian dasar maupun terapan, meliputi aspek fisik/biofisik, sosial, ekonomi, maupun kelembagaan. Penelitian-penelitian tersebut mencakup komponen-komponen pemerintah, swasta, maupun lembaga kemasyarakatan. 15 DAFTAR PUSTAKA Syekhfani. 2005. Riset Strategi untuk Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia. Makalah disajikan dalam Kongres Nasional Maporina, Jakarta, 21 Desember 2005. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sejarah perkembangan kestan bagi pertanian. 16 1.2. Tanah Sebagai Medium Tumbuh – Materi 2 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui komponen-komponen tanah pengendali sifat kesuburan. 2. Mahasiswa mengetahui mekanisme terjadinya pengendali tersebut. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 5 Tanah tersusun atas tiga komponen utama: padatan, cairan, dan udara. Padatan terdiri dari bahan mineral dan organik, menempati separuh volume. Bahan mineral yang berasal dari hancuran batuan induk menempati sekitar 45% dan bahan organik dari dekomposisi jasad mikro mati menempati 5% volume. Separuh sisanya diisi oleh cairan dan elektrolit-elektrolit larut, serta udara dengan volume berfluktuasi menurut banyaknya cairan tersebut. Berdasar pada ukuran partikel, bahan mineral terbagi atas tiga fraksi: pasir, debu, dan liat. Perbandingan bobot masa relatif ketiga fraksi ini disebut tekstur tanah. Ukuran masing-masing fraksi menurut USDA dan ISSS disajikan pada Tabel 1. Diketahui bahwa komponen mineral tanah paling kasar berukuran 2 mm. Fraksi lebih besar seperti kerikil atau koral tidak termasuk komponen tanah, tetapi merupakan fraksi batuan induk. Berdasar hal tersebut, bila kita ingin menggunakan tanah dalam penelitian maka diperlukan ayakan berukuran 2 mm agar komponen bukan tanah dapat dipisahkan. Secara sederhana, tanah didominasi fraksi pasir akan membentuk struktur lepas dan drainase baik. Akan tetapi, daya pegang air dan hara rendah sehingga tanah miskin unsur hara dan cenderung kekurangan air. Tanah didominasi fraksi liat mempunyai sifat lekat dan berstruktur masif sehingga drainase jelek. Meskipun umumnya tanah-tanah liat relatif kaya unsur hara, namun masalah yang dihadapi adalah pengolahan berat dan memerlukan perbaikan drainase. Tabel 1. Klasifikasi Partikel Tanah Menurut USDA dan ISSS*) Fraksi Batas Ukuran Partikel (mm) USDA ISSS Pasir : Sangat kasar 2.00 - 1.00 Kasar 1.00 - 0.50 Sedang 0.50 - 0.25 Halus 0.25 - 0.10 Sangat Halus 0.10 - 0.05 --2.00 - 0.20 --0.20 - 0.02 --- Debu 0.05 - 0.002 0.02 - 0.002 Liat <0.002 <0.002 *) USDA = United States Dapartement of Agriculture ISSS = International Society of Soil Science 17 Fraksi debu lebih halus dari pada pasir, dengan ciri dalam keadaan lembab tidak begitu lekat dan lebih mudah diolah namun mudah mengalami erosi oleh air maupun angin. Bila ketiga fraksi berada dalam keadaan relatif seimbang, maka akan terbentuk tekstur berlempung (loamy). Tanah-tanah berlempung ideal untuk dijadikan lahan pertanian. Di antara ketiga fraksi, liat merupakan fraksi koloidal yang mampu mengendalikan berbagai sifat kimia maupun fisiko-kimia tanah. Bahan organik menyebabkan warna gelap pada lapisan tanah, terutama pada bagian atas (top soil). Komponen ini berasal dari dekomposisi sisa-sisa jasad mikro hidup yang mati. Disebut bahan organik apabila sisa-sisa jasad mikro telah mengalami dekomposisi menjadi bahan halus sukar dikenali asalnya. Sisa tanaman yang belum memengalami dekomposisi sempurna disebut serasah atau seresah (litter). Pemisahan menggunakan ayakan berukuran 2 mm seperti pada fraksi mineral, berlaku pula dalam membedakan bahan organik dari seresah. Bahan organik tanah ada yang sukar mengalami dekomposisi dan ada yang mudah. Golongan pertama menentukan sifat fisik tanah, sedangkan yang kedua lebih berperan pada sifat kimia terutama dalam penyediaan hara. Senyawa organik sukar mengalami dekomposisi yang paling penting adalah humus. Bersamasama liat, humus merupakan komponen pengendali sistim perharaan serta air tanah. Liat dan humus berperan sebagai kompleks jerapan (adsorption), pertukaran (exchange), dan penyanggaan (buffer) hara dan air. Unsur hara dalam bentuk ion yang dijerap dipermukaan liat dan humus tersedia bagi tanaman melalui mekanisme pertukaran atau disosiasi; dan hal yang sangat penting adalah unsur hara dapat dipertahankan dari proses yang menyebabkan kehilangan. Humus mampu menyerap (absorp) air sekitar lima kali bobot keringnya. Sifat penyanggaan sama seperti kantong tempat penyimpanan barang yang sewaktu -waktu dapat digunakan dengan mudah. Liat dan humus sebagai penyangga, mampu menyimpan unsur hara bila berlebihan dan segera menyediakan begitu unsur hara berkurang, misalnya diambil tanaman atau hilang ke luar daerah perakaran. Prinsip penyanggaan hara sangat penting dalam ilmu kesuburan tanah dan pemupukan. Selain hara, liat dan humus juga berfungsi sebagai penyangga pH dan air tanah. Unsur hara tanaman tersedia dalam bentuk ion: kation atau anion. Ion diikat oleh kompleks bermuatan listrik pada permukaannya dan dilepas ke dalam cairan tanah melalui mekanisme pertukaran ion. Air ditahan di antara lempeng liat dan dalam molekul bahan organik. Kemampuan kompleks penyangga untuk mempertukarkan kation atau anion dinyatakan sebagai Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Kapasitas Tukar Anion (KTA); dan jumlah kation-kation basa terjerap, dalam persen, disebut Persentase Kejenuhan Basa (PKB). Mekanisme pertukaran ion sangat dipengaruhi oleh reaksi tanah (pH). Dalam menafsir tingkat kesuburan suatu tanah, maka nilai KTK, KTA, PKB, dan pH digunakan sebagai parameter. 1.2. Komponen Tanah Pengendali Hara Telah disinggung bahwa liat dan humus merupakan dua komponen padatan aktif dalam mekanisme penyangga hara dan air. Untuk mengerti lebih jauh, diperlukan gambaran dasar tentang struktur dan sifat-sifatnya, akan ditinjau lebih lanjut berikut ini. Struktur Dasar Mineral Liat Pengertian mineral liat meliputi mineral liat primer dan sekunder, koloid silikat, dan oksida-oksida besi dan aluminium terhidrasi (seskuioksida). Secara garis besar mineral liat dapat digolongkan dalam grup-grup disajikan pada Tabel 2. 18 Tabel 2. Penggolongan Grup Mineral Liat (Loughnan, 1969) Kristalin: (a) Tipe 1:1, contoh: kaolinit, haloisit, anaukit, dikit, dan lain-lain. (b) Tipe 2:1 (memuai), contoh: montmorilonit, beidelit, nontronit, saponit, vermikulit, dan lain-lain. (c) Tipe 2:2 (tidak memuai), contoh: khlorit. Nonkristalin: (d) Alofan (e) Seskuioksida (Fe dan Al hidroksida): gutit, limonit, gibsit. Mineral liat tipe 1:1 tersusun atas satu lempeng silikon tetrahedral dan satu lempeng aluminium oktahedral; tipe 2:1 dua lempeng tetrahedral dan satu lempeng oktahedral, dan tipe 2:2 masing-masing tetrahedral dan oktahedral dua lempeng silih berganti. Tipe 1:1 disebut golongan Kaolinit dan tipe 2:1 golongan Montmorilonit. Kedua tipe ini paling banyak dijumpai dalam tanah. Untuk tipe 2:1 yang tidak mengembang termasuk golongan Ilit, sedang tipe 2:2 golongan khlorit. Mineral liat tipe 1:1 mempunyai kisi-kisi mantap dan tidak mengembang; sedang tipe 2:1 bersifat kurang mantap dan mengembang bila menyerap air; menyebabkan terjadi penjonjotan (swelling) bila basah; dan pengerutan (shrinkage) bila kering. Grumusol (Vertisol) merupakan contoh jenis tanah didominasi liat tipe 2:1; sangat lekat saat hujan tetapi keras serta merekah dengan celah dalam di permukaan saat kemarau. Karena itu jenis tanah ini sulit diolah pada kondisi kelebihan ataupun kekurangan air, dan rekahan dapat menyebabkan kerusakan akar tanaman. Sifat jelek lain ialah drainase buruk sehingga seringkali menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman. Tanah didominasi liat tipe 1:1 tidak menunjukkan sifat-sifat di atas. Golongan ini berumur lanjut, masam dan miskin unsur hara. Sebagai contoh adalah Latosol dan Podzolik (Oksisol dan Ultisol) terdapat di daerah beriklim basah. Mineral liat tipe 2:1 mempunyai kemampuan mengikat (retensi) unsur hara lebih besar daripada tipe 1:1; berkaitan dengan jumlah muatan pada permukaan lempeng yang lebih banyak. Muatan listrik permukaan lempeng liat ditinjau pada uraian berikutnya. Perbedaan tingkat kemampuan mengikat unsur hara menyebabkan tanah-tanah didominasi mineral liat tipe 2:1 mempunyai tingkat kesuburan potensial relatif lebih tinggi daripada tipe 1:1. Komponen Organik: Humus Jasad hidup, apakah tanaman, hewan ataupun manusia, terdiri dari komponen-komponen organik sebagai penyusun tubuh. Bila jasad mati, komponen-komponen dirombak oleh jazad mikro menjadi senyawa organik sederhana. Hasil akhir adalah air, karbon-dioksida, dan unsur-unsur mineral. Senyawa kimia utama penyusun tanaman meliputi karbohidrat, lignin, dan protein. Sedang penyusun lain ialah minyak, lilin (wax), enzim, alkaloid, dan unsur mineral. Proses dekomposisi sisa tanaman oleh jazad melepas senyawa-senyawa tersebut menjadi bahan organik tanah. Kemampuan bahan organik mengalami dekomposisi berbeda-beda sehingga dapatdigolongkan menjadi senyawa ‘mudah’ dan senyawa ‘tahan’ terhadap dekomposisi. Senyawa yang tahan mengalami dekomposisi antara lain humus, yang tersusun atas poliuronida dan lignin dengan lignin sebagai senyawa utama. 19 Seperti liat, humus berukuran koloidal dan sangat reaktif. Humus mampu menyerap banyak air sehingga kapasitas pengikatan air (water holding capacity) tanah menjadi besar. Kemampuan humus menyerap air lima kali lebih besar dari liat. Di samping itu, humus berperan dalam pembentukan dan penentuan kemantapan agregat, sifat keremahan, aerasi, sifat olah, dan ketahanan terhadap erosi. Senyawa protein dalam humus berperan sebagai cadanganmunsur P, N, dan S. Partikel humus merupakan asam-asam organik yang umumnya bermuatan negatif, sehingga mampu menjerap kation-kation. Nilai KTK humus kurang lebih 200 hingga 300 me/100g, jauh lebih besar daripada liat yang hanya sekitar 100 me/100g tanah. Kation-kation basa K, Ca, dan Mg yang diikat humus lebih mudah tersedia bagi tanaman. Di pihak lain, humus mampu mengurangi pengaruh kemasaman akibat penggunaan pupuk. Sumber kemasaman tanah seperti ion Al3+ dinetralkan oleh humus dalam bentuk ikatan khelat (chellating bond) humus-logam. Di sini humus bertindak sebagai ligan (ligand) bermuatan negatif dan ion Al3+ sebagai inti bermuatan positif. Penggunaan bahan organik pada tanah masam dapat diperhitungkan sebagai discount factor dosis kapur dalam peningkatan pH. 1.3. Muatan Listrik pada Liat dan Bahan Organik Muatan listrik tanah menentukan sifat kimia maupun fisiko-kimia. Muatan listrik liat dan humus menyebabkan keduanya bertindak sebagai kompleks aktif yang erat kaitannya dengan kesuburan tanah aktual maupun potensial. Di samping itu, ikatan ion-ion dapat menjelaskan sistim penyediaan hara serta prinsip-prinsip dasar pemupukan. Muatan Listrik pada Liat Muatan listrik pada liat muncul karena dua hal: (1) kisi-kisi mineral liat rusak atau patah, dan (2) pertukaran tempat kedudukan kordinasi unsur Si dan/atau Al oleh unsur-unsur lain dalam struktur mineral tanpa merusak struktur lempeng, dikenal dengan istilah substitusi isomorfik. Pada kasus pertama, kisi-kisi liat mengalami kerusakan atau patah akibat gaya-gaya alami atau pengolahan tanah, sehingga sebagian unsur yang berikatan terlepas. Pada bagian kisi kristal rusak atau patah, unsur oksigen (O) dan hidrogen (H) berada dalam ikatan kovalen. Kekuatan ikatan tergantung pada pH. Bila nilai pH rendah, maka cairan tanah didominasi ion H+, muatan kisi-kisi adalah positif karena ion OH- di ikat oleh ion H+ menjadi molekul air yang netral. Sebaliknya bila pH tinggi, ion OH- dominan dan muatan kisi negatif karena ion H+ berikatan dengan sebagian OH-. Sifat muatan liat yang dipengaruhi perubahan pH ini disebut muatan bergantung pada pH (pH-dependent charge). Mekanisme perubahan adalah sebagai berikut: Muatan listrik pada substitusi isomorfik tidak dipengaruhi perubahan pH; sehingga disebut muatan tidak bergantung pH (muatan permanen, permanent charge). Muatan Listrik pada Bahan Organik/Humus Muatan listrik pada humus mirip dengan muatan liat mengalami kerusakan pada kisi-kisinya. Contoh bagan susunan koloidal disajikan dalam Gambar 1.6. Gugus hidroksi fenolat (-O-) terikat pada cincin aromatik, sedangkan gugus karboksil (-COO-) terikat pada atom karbon lain. Bagan tersebut menyerupai struktur liat silikat dan menunjukkan adanya jerapan permukaan (surface adsorption), meskipun jerapan juga terjadi dalam struktur padatan (misel). Seperti liat kisi-kisi patah, muatan humus sangat bergantung pada pH. Pada suasana sangat masam, ion hidrogen terikat erat dan tidak mudah diganti kation lain. Dengan penambahan unsur basa maka kealkalian naik; mula-mula ion hidroksil-fenolat berionisasi, kemudian hidrogen dari grup fenolat digantikan 20 oleh kalsium, magnesium, atau kation lain. Sifat muatan bahan organik bergantung pH mempengaruhi nilai KTK yang berubah dengan perubahan pH pada tanah kaya bahan organik. Nisbah C/N Tanah dan Tanaman Bahan organik acapkali digunakan dalam ameliorasi tanah bermasalah terutama berkaitan dengan sifat fisik. Dalam praktek sehari-hari pemberian bahan organik disebut pemupukan dan bertujuan meningkatkan produksi. Untuk itu, dibutuhkan jumlah banyak karena kadar unsur terkandung dalam bahan organik umumnya rendah. Sebagai contoh, kadar N pupuk kandang hanya sekitar 2% dan cukup rendah dibandingkan 46% dalam urea. Dengan demikian, lebih tepat bila bahan organik dikatakan sebagai pupuk tanah dan pupuk artisifial (pupuk pabrik, pupuk anorganik) adalah pupuk tanaman. Dalam praktek pertanian, bahan organik dikenal sebagai pupuk hijau, pupuk kandang, kompos, atau humus. Tingkat dekomposisi bahan-bahan ini diketahui dari kandungan karbon dan nitrogen. Unsur karbon dan nitrogen dibutuhkan oleh jazad mikro dekomposer sebagai sumber energi dan hara. Antara jazad mikro dengan tanaman terjadi kompetisi dalam memperoleh nitrogen. Umumnya jazad mikro lebih mampu, sehingga tanaman menunjukkan kekurangan (defficiency) nitrogen. Pengikatan N dalam tubuh jazad dinamakan imobilisasi nitrogen; dijumpai pada tanah diberi bahan organik belum terdekomposisi sempurna. Imobilisasi bersifat sementara dan dilepas kembali begitu jasad mati. Pelepasan N ditandai pertumbuhan tanaman normal dan nisbah C/N tamah berada antara 10 sampai 15. Nisbah C/N lazim digunakan sebagai petunjuk (indikator) kemudahan dekomposisi bahan organik. Makin tinggi C/N makin sukar terdekomposisi. Jerami padi mempunyai nilai C/N lebih tinggi dari kedelai sehingga dekomposisinya lebih lama. Contoh komposisi karbon dan nitrogen serta nisbah C/N beberapa jenis bahan disajikan pada Tabel 4. Bila jerami padi dimasukkan ke dalam tanah, dengan waktu nisbah C/N 44 turun mendekati 10. Dalam proses pembentukan kompos, dekomposisi dipercepat melalui penambahan nitrogen dan kapur untuk memacu perkembangan jazad. Karena dekomposisi membutuhkan waktu, maka pemberian bahan organik ke dalam tanah dianjurkan dua atau tiga minggu sebelum tanam, atau jerami terlebih dulu dikomposkan. Tujuannya menjaga agar tanaman tidak kekurangan N akibat kompetisi dengan jazad. 21 Tabel 4. Komposisi Beberapa Jenis Bahan Diberikan ke dalam Tanah (Kalpage, 1967) BAHAN KARBON NITROGEN C/N (%)(%) Organik, seluruh tanaman: 45 - 50 1.5 - 3.5 15 - 30 0.78 44 Jerami padi 34.6 Kacang-kacangan 50.0 Pupuk kandang 30.9 2.15 14 Kompos 18.7 1.77 11 Serbuk gergaji Kue kacang tanah 44.9 7.92 40 6 Darah beku 41.5 11.10 4 2.0 - 3.5 13 - 25 Peran Organisme Tanah Organisme berukuran dari beberapa kali hingga beberapa ribu kali partikel liat.. Dalam kasus umum dalam ekosistem, organisme lebih besar memakan yang lebih kecil, sebab bentuk ini tidak berisiko terhadap kesehatan mereka tidak dapat membela diri dan berukuran makanan. Warna latar belakang membagi mereka dengan ukuran fauna dalam mikro - (kecil), meso- (sedang) dan makro - (besar) (Coleman & Crossley dalam 'Fundamentals of soil ecology’, 1996), menempatkan fungsi dan hubungan terhadap daur hara dan struktur tanah pada grup ini melalui cara berikut: Daur hara Struktur tanah Mikroflora (bakteri + fungi) Katabolis bahan organik. Mineralisasi dan imobilisasi unsur hara. Menghasilkan senyawa organik yg mengikat agregat. Hypha mengikat partikel membentuk agregat. Mikrofauna Mengatur populasi bakteri dan fungi. Mengubah turn-over unsur hara. Bisa berpengaruh terhadap struktur agregat melalui interaksi dengan mikroflora. Mesofauna Mengatur populasi bakteri dan fungi. Mengubah turn-over unsur hara . Memperkecil residu tanaman. Menghasilkan butiran halus. Membuat bio-pori. Merangsang humifikasi. Makrofauna Memperkecil residu tanaman. Merangsang aktivitas mikroba. Mencampur partikel bahan organik dan mineral. Meredistribusi bahan organik dan mikroorganisme.Membuat bio-pori. Merangsang humifikasi. Menghasilkan butiran halus. 22 DAFTAR PUSTAKA Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. PROPAGASI TUGAS 1.Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) bagaimana terjadi sifat pengendali pada komponen tanah. 23 1.3. Unsur Hara dalam Sistem Tanah-Tanaman – Materi-3 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis unsur hara serta sumber utamanya di alam. 2. Mahasiswa mengetahui peran utama unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Penilaian: KomponenPenilaian Tugas Individual Persentase 5 Peran kunci pupuk sebagai sumber unsur hara telah diketahui dengan jelas dalam sistem perharaan tanaman. Saat ini tidak kurang dari 16 unsur hara esensial dibutuhkan tumbuhan hijau untuk kehidupannya. Disebut unsur hara esensial, karena tanaman tidak akan dapat hidup tanpa unsur-unsur tersebut, dan bila kekurangan tumbuh tidak normal. Ke 16 unsur hara tersebut adalah: karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), Fosfor (P), sulfur (S), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu), molibdenum (Mo), boron (B), dan khlor (Cl). Tumbuhan hijau memperoleh karbon sebagai karbon-dioksida dari udara; oksigen dan hidrogen dari air, sedang unsur lain diambil dari dalam tanah. Berdasar pada keberadaan dalam tanaman secara normal. Unsur hara nitrogen, fosfor, sulfur, kalium, kalsium, dan magnesium, dikenal sebagai unsur hara esensial makro, karena dibutuhkan dalam jumlah relatif banyak; sedang unsur hara mikro esensial dibutuhkan relatif sedikit, adalah besi, mangan, tembaga, seng, boron, molibden, dan khlor. Hidup tersusun dari senyawa karbon, disimpan dlm tanaman dan hewan, juga dalam tanah. Energi organisme tanah hanya berasal dari berbagai jenis senyawa karbon yg didaur-ulang ke tanah. Planet bumi dibedakan menjadi biosfer (lapisan kehidupan), selapis tipis gas, tanah dan cairan di mana semua kehidupan berada. Planet (diameter 12,000 km), apa penyusunnya? Dengan tekanan permukaan 1 atmosfer, sama dengan 1 kg/cm2, kolom udara 10,000 kg setiap meter persegi, mengandung nitrogen (~8000kg) dan oksigen (~2000kg) dan 3 kg karbondioksida (CO2) atau sekitar 1kg. Jadi, sedikit sekali karbon di bagian atas, ditangkap oleh tanaman (lihat Gambar 1). Tanaman memproduksi bahan tanaman dari unsur hara tanah, air dan karbondioksida, menggunakan energi cahaya. Ia dinamakan produksi primer. Diagram di bawah menunjukkan aliran karbon (sama dengan aliran energi). Pada bagian kiri dpt dilihat suatu tanaman menangkap sinar dan CO2 dari udara dan melepas oksigen. Pd malam hari, di mana tdk ada sinar matahari, tanaman melaakukan respirasi seperti halnya dilakukan hewan, mengambil oksigen dan melepas CO2. Anehnya, proporsi produksi primer yg banyak (50%) tidak tampak di bawah tanah, di mana dalamnya tumbuh sistim perakaran dan makanan organisme tanah. Hanya 50% digunakan untuk pertumbuhan atas tanah. Hal ini, antara 10 dan 40% digunakan utk pertumbuhan, tergantung pada tipe tanaman, umur dan jenis panen. Bila tanaman secara teratur digembalakan, pertumbuhan biomas adalah rumput, berjumlah tdk lebih dari 40%. Sisa 10% hilang melalui daun gugur. Seresah daun ini didekomposisi oleh fungi dan bakteri, menyumbang energi bagi biota tanah, melalui pemberian hara ke tanah. 24 Gambar 1. Proses Produksi Primer Tanaman (Materi Kuliah SFN-MAES, 2011) Semua unsur hara tanaman, kecuali karbon, hidrogen dan oksigen, berasal dari tanah. Sistem tanah digambarkan oleh para pakar tanah terdiri dari fase padat, cair, dan gas. Fase ini secara fisik dapat terpisah-pisah. Perharaan tanaman berbasis pada fase padat berdisosiasi dengan fase cairan; kebiasaan lintasan masuk ke dalam sistem tanaman melalui akar dan sel-sel tanaman. Lintasan ini dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan: M (padatan) -> M (larutan) -> M (akar tanaman) -> M (tajuk tanaman) Di mana 'M', adalah unsur hara bergerak kontinyu melalui sistem tanah menuju tanaman. Operasional sistem ini tergantung pada energi matahari melalui aktivitas fotosintesis dan metabolisme. Kejadian ini merupakan fenomena alami sederhana, namun dapat dijelaskan secara detail melalui proses fisik dan fisiko-kimia berkaitan dengan reaksi-reaksi dan lintasan. Transfer aktual di alam menempati muatan ion-ion, berupa bentuk di mana unsur makanan tanaman dijumpai dalam larutan (fase cair dalam sistem). Akar tanaman mengangkut ke atas unsur-unsur dari tanah dalam bentuk ion-ion. Muatan ion-ion positif disebut 'kation' meliputi kalium (K+), kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+), besi (Fe2+), tembaga (Cu2+), seng (Zn2+), dan lain-lain. Ion-ion bermuatan negatif disebut ‘anion, contohnya nitrat (NO 3-), mono fosfat (H2PO4-), sulfur (SO42-), Khlor (Cl-), dan lain-lain. Oleh karena hampir seluruh unsur hara esensial tanaman diambil dari dalam tanah, maka tanah berperan sangat penting sebagai sumber unsur hara; di samping sebagai medium tumbuh akar tanaman. Sebagian unsur hara diikat kompleks jerapan dan sebagian lagi larut sebagai senyawa atau ion dalam cairan tanah. Jumlah unsur terjerap dan larut menentukan kapasitas dan intensitas ketersediaan. Sebagai gambaran, status unsur total dan tersedia dalam tanah dan jaringan tanaman disaji kan pada Tabel 5. 25 Tabel 5. Kisaran Normal Kadar Unsur Hara dalam Tanah dan Tanaman (Isaac dan Kerber, 1971) Unsur Unsur Tanah (Total) Tanah Terekstrak) (ppm) Tanaman P 0.05 - 0.25 % P 2O5 0,5 – 500 0,03 - 1.0% K 0,1 - 4 % K2 O 50 - 4 000 0,2 - 10.0% Ca 2.5 % CaO 100 - 15 000 0,1- 10.0% Mg 0,1 - 2 % MgO 10 - 3 000 0,05 - 2% S 0,05 - 0.4 % SO3 5 - 50 0,1 - 1% Fe 0,1 - 8 % Fe2O3 10 - 1 000 20 - 200 ppm Mn 0-0.5% MnO 2 - 500 5-5000 ppm Cu 2-200(1-1000) ppm 0.5 – 100 1-25 ppm Zn 10-300 ppm 1 - 100 5-300 ppm, (5-1500) ppm B 3-200 ppm 0.1 - 2 10-100 ppm, (5-1500) ppm Mo 0.2-5% 0.5 –10 0.01-25 ppm Angka di antara kurung ( ), adalah kisaran yang pernah dilaporkan Data di atas belum menunjukkan kondisi ketersediaan aktual tanaman karena masih sangat tergantung pada sifat dan perilaku masing-masing unsur hara. Oleh sebab itu, sifat dan perilaku tersebut penting dipelajari untuk tujuan pengendalian. DAFTAR PUSTAKA Isaac, R.A. dan J.D. Kerber. 1971. Atomic absorption and flame photometry: Techniques and uses in soil, plant, and water analysis. In L.M. Walsh (ed), Instrumental methods for analysis of soils and plant tissue. Soil Sci. Soc. of Amer., Inc. Ma., Wisc. USA. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) dari mana saja unsur hara diperoleh tanaman dan bagaimana tanaman menyerap (uptake) masing-masing unsur tersebut. 26 2.1. Unsur Hara Makro 2.1.1. Nitrogen: – Materi-4 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara nitrogen. 2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur nitrogen. Penilaian: KomponenPenilaian Tugas Individual Persentase 10 Nitrogen adalah unsur yang berpengaruh cepat terhadap pertumbuhan tanaman. Bagian vegetatif berwarna hijau cerah hingga gelap bila kecukupan N; karena ia berfungsi sebagai regulator penggunaan kalium, fosfor dan unsur-unsur lain dalam proses fotosintesis. Bila kekurangan N, tanaman kerdil dan pertumbuhan perakaran terhambat. Daun-daun berubah kuning atau hijau kekuningan (khlorosis, kekurangan khlorofil) dan cenderung gugur. Di lain pihak, bila N berlebihan akan terjadi penebalan dinding sel; jaringan bersifat sukulen (berair), dan mudah rebah atau terserang hama penyakit. Sumber Nitrogen disediakan secara cepat oleh batuan dan mineral batuan beku, tetapi komponen utama adalah berasal dari atmosfer (79%). Di sini dijumpai molekul gas yg sangat stabil (N2), merupakan bagian yg tidak mudah lepas. Di bagian atas atmosfer dapat dibagi menjadi radikal (N+.N+) oleh radiasi ultraviolet, segera bersenyawa dengan oksigen menjadi berbagai oksida nitrat (2NO, NO, NO2), dan kemudian dengan air membentuk asam nitrat fertil (3NO2 + 3H2O = 2HNO3 + NO). Tsenyawa ini juga pembentuk inti awan hujan melalui energi tinggi muatan petir. Tahun 1914 ilmuan Jerman Fritz Haber dan Carl Bosch,pemenang hadiah Nobel menemukan proses fiksasi nitrogen secara industri dari nitrogen murni dikombinasikan dengan amoniak (NH4) sebagai methane (CH4), menggunakan gas alam sebagai sumber energi. Sebagian amoniak direaksikan dengan karbon dioksida menghasilkan urea, pupuk lambat tersedia (slow-release fertiliser). Sisa amoniak dikonversikan menjadi amonium nitrat (NH3.NO3), pupuk sangat cepat tersedia dan berdaya tinggi. Oleh karena biaya gas alam sangat murah, pupuk buatan baru ini memegang kendali dalam revolusi hijau (green revolution), bersama dengan kultivar unggul produksi tinggi. Nitrogen tanah berasal dari berbagai sumber, yaitu: (1) hasil dekomposisi bahan organik; (2) penambatan gas N2 atmosfer oleh bakteri Rhizobium bersimbiose dengan tanaman leguminosae; (3) penambatan gas N2 atmosfer non-simbiotik oleh jazad mikro tanah seperti Azotobacter dan Clostridium; (4) penambatan gas N2 atmosfer oleh ganggang hijau biru bersimbiose dengan paku air, (5) terdapat dalam air hujan; (6) terbawa asap gunung berapi; dan (7) sebagai pupuk organik maupun anorganik. Keseimbangan N di alam secara global dapat dilihat pada Tabel 6; dan jumlah N ditambat secara tepat belum diketahui, tetapi ada hubungannya dengan jenis tanaman seperti ditunjukkan dalam Tabel 7. 27 Penambatan N simbiotik oleh ganggang hijau biru dilakukan Anabaena-azollae bersimbiose dengan pakis air (Azolla-pinnata). Pada tanah sawah, asosiasi Azolla - Anabaena diketahui mampu menambat N bebas 100 hingga 150 kg N tiap hektar per tahun, dengan biomas 40 hingga 60 ton Azolla. Tabel 6. Keseimbangan Nitrogen di Bumi (Yamaguchi, 1976) Kegiatan Biologi/Non Biologi Luas N2 yang di tambat (kg/ha/th) N2 yang di tambat 250 55-140 14-35 1.015 5 5 135 30 4 -Tipe Tanah/Vegetasi 12.000 25-30 30-35 - Marin 36.000 0.31 10-36 (dalam juta Ha) (juta ton/th) Penambatan Biologik: - Legum Non-Legum - Sawah Penambatan Industrial 30 Penambatan atmosferik 7.6 Penambatan juvenil 0.2 Denitrifikasi: -Daratan 13.400 3 43 -Marin 36.100 1 40 Hilang ke sedimen 0.2 Tabel 7. Nitrogen yang Ditambat dari Asosiasi Rhizobium-Legum (NAS, 1979) Tanaman Legum Kisaran Kira-kira (kg/ha/th) Alfalfa, Medicago sativa 100-300 Sweet Clover, Melilotus sp 125 Clover, Trifolium sp. 100-150 Kacang Tunggak, Vigna unguiculata 85 Faba Bean, Vicia vaba 240-325 Lentil, Lens sp. 100 Kacang Tanah, Arachis hypogea 50 Kedelai, Glycine max 60-80 Kacang Hijau, Vigna radiata 55 Koro Benguk, Mucuna pruriens 115 Rumput Legum, Desmodium sp. Lezpedeza sp. 100-400 Lupin, Lupinus sp. 150-200 28 Sifat dan Perilaku Nitrogen diambil akar dalam bentuk ion NH4+ dan NO3-. Di dalam tanah, nitrogen bersifat mobil dan mudah mengalami perubahan bentuk (transformasi). Pada kondisi tertentu ia menjadi tidak tersedia karena terikat atau terfiksasi. Perubahan-perubahan ini umumnya dilakukan oleh jazad mikro tanah. Beberapa di antaranya jazad mikro spesifik kondisi aerobik atau anaerobik. Aktivitas jazad, di satu pihak menyediakan N bagi tanaman, tetapi di lain pihak menyebabkan ketidak-tersediaan. Nitrogen tanah kebanyakan berada dalam bentuk senyawa organik. Perombakan merupakan proses dekomposisi atau mineralisasi senyawa N dari kompleks menjadi lebih sederhana; dengan urutan, yaitu: aminisasi, amonifikasi, dan nitrifikasi. Proses-proses tersebut diterangkan sebagai berikut: Aminisasi, adalah proses pelepasan senyawa amina dari perombakan senyawa organik mengandung nitrogen, dalam hal ini adalah protein: Protein R-NH4+ + CO2 + senyawa lain + energi Amonifikasi, adalah proses pelepasan amoniak dari hasil aminisasi protein: RNH2 + HOH R-OH + NH3 + energi Alkohol NH3 + HOH amoniak NH4+ + OHAmonium Nitrifikasi, adalah proses pembentukan nitrit dan nitrat dari hasil amonifikasi: NH4+ + O2 NO 2- + 4 H+ (a) Nitrit NO2- + 2H+ + O2 NO 3- + H2O (b) Nitrat Dalam proses dekomposisi, mineralisasi, aminisasi dan amonifikasi yang berperan adalah jazad heterotrof; dan nitrifikasi dilakukan oleh jasad autotrof, terjadi pada kondisi aerobik. Pada proses nitrifikasi, jasad mikro yang berperan adalah: proses (a) dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrosoccus; sedang proses (b) dilakukan oleh Nitrobacter. Apabila proses (b) mengalami hambatan, maka dalam tanah terjadi penimbunan NO2- yang dapat bersifat racun bagi akar tanaman. Nitrifikasi terjadi pada kondisi aerobik karena bersifat oksidatif. Pada kondisi anaerobik, Bacterium-denitrificans menggunakan oksigen dari NO2- dan N03-, sehingga kedua ion berubah menjadi gas dan hilang ke atmosfer. Proses ini disebut denitrifikasi (c). Denitrifikasi: NO3- NO2- NO, N2O, N2 (c) gas nitrogen Proses amonifikasi dan nitrifikasi merupakan mekanisme penyediaan unsur hara karena ion NH4+ dan NO3- merupakan bentuk tersedia. Sedangkan proses denitrifikasi merugikan karena N hilang ke atmosfer berupa gas. Tidak semua ion N03; sebagian tercuci ke lapisan lebih bawah karena N03 bermuatan negatif tidak diikat oleh komponen tanah yang bermuatan sama. Pencucian NO3- seringkali menjadi masalah bagi kesuburan N terutama pada tanah bertekstur pasir. Tidak semua ion NH4+ aman karena ia dapat mengalami fiksasi, yaitu terperangkap di antara lempeng liat terutama dengan adanya ion K. Bila ion K+ berada dalam jumlah banyak, fiksasi amonium terjadi akibat K+ yang mempunyai jari-jari ionik relatif sama dengan NH4+ menghalangi pergerakan ion terakhir ini sehingga tidak tersedia. Mekanisme fiksasi diterangkan dalam Gambar 2.1. 29 Mekanisme lain menjadi penyebab ketidak-tersediaan nitrogen adalah imobilisasi, yaitu N yang semula tersedia menjadi tidak tersedia akibat di-inkorporasi (di ikat masuk) ke dalam tubuh jasad mikro karena N merupakan unsur hara esensial bagi jasad. Nitrogen kembali tersedia bila jasad mikro mati dan dirombak. Perubahan atau transformasi N tanah selain dilakukan jasad mikro secara biologis; juga melalui proses fisika, kimia, atau fisiko-kimia. Penguapan N menjadi gas nitrogen pada suhu atau kandungan karbonat tinggi, disebut volatilisasi. Proses ini menjadi masalah terutama di daerah kering dan /atau kalkareus; dan percobaan N di kamar-kaca di mana suhu tinggi pada siang hari. NH4+ + CO32- NH3 + HCO3- Amonium Karbonat Amoniak Bikarbonat Perilaku nitrogen dapat menjelaskan perubahan N, berkaitan dengan pemupukan. Pemberian urea, ZA, Amofos, DAP, atau amonium-nitrat, pada tanah sawah seringkali kurang efisien; bila disebar rata di permukaan. Ion NH4+ dioksidasi menjadi N03-, tercuci ke lapisan reduktif atau ikut air irigasi. Di lapisan reduktif, N03--mengalami denitrifikasi. Oleh karena itu, hanya sebagian N diambil tanaman, sebagian lagi hilang. Ketidak efisienan pemberian N secara sebar-rata di permukaan tanah dapat diatasi bila pupuk amonium dibenamkan (Ponammperuma, 1964). Mekanismenya pada Gambar 2.2. Teknik mengantisipasi kehilangan N melalui aplikasi sebar-rata di permukaan tanah sawah, antara lain dilakukan dengan melapisi atau memperbesar butir pupuk agar bersifat lambat tersedia (slow release). Sebagai contoh sulfur terselimut urea (SCU, urea dibungkus sulfur); super granular urea (SGU, urea butir besar); mudball urea (MBU, urea kelereng lumpur), bricket urea (urea pasta), dan pellet urea (urea tablet). Bentuk-bentuk ini lambat larut karena menghambat proses nitrifikasi merupakan alternatif mengefisienkan pupuk amonium. Kegiatan bakteri nitrifikasi dicegah dengan menggunakan senyawa kimia penghambat (inhibitor), misalnya nitrapyrin. Zat penghambat banyak diteliti dan dikembangkan di International Rice Recearch Institute, Filipina, tetapi sulit diaplikasikan karena khawatir dapat membunuh jazad penting. Waktu pemberian yang tepat merupakan kunci efisiensi pemberian pupuk N. Pemberian secara split sebelum dan setelah tanaman berumur tertentu ditujukan agar serapan N lebih efisien dengan memperhatikan perkembangan sistem perakaran. Cara ini disebut sinkronisasi pemberian pupuk dan merupakan konsep yang rasional. Pada umumnya petani lebih menyukai pemberian pupuk N secara sebar-rata dipermukaan (broadcasting), dibandingkan dibenamkan (dipping) di lapisan reduksi. Karena itu, usaha untuk membenamkan pupuk amonium ke lapisan reduktif melalui pengembangan berbagai teknik aplikasi, masih sulit diadopsi petani meskipun secara teori lebih efisien. Analisis dan Interpretasi Perkembangan metode analisis nitrogen tanah sampai saat ini sangat pesat. Namun beberapa di antaranya ada yang sulit digunakan secara rutin, karena bersifat terlalu spesifik. Metode standar yang paling umum adalah oksidasi katalitik, di mana N-organik dan anorganik diubah menjadi bentuk amonium, menggunakan distilator Kjeldahl. Metode ini digunakan pula untuk ekstrak ion NH4+ yang terikat pada lempeng liat. Meskipun pengukuran dengan metode yang sama seringkali menunjukkan hasil berbeda, namun kisaran nilai harkat yang disajikan dalam Tabel 8 dapat digunakan mengevaluasi kandungan N total secara umum. Sebagai catatan tambahan, serapan N akan menurun bila dalam tanah terdapat khlor. Pengaruh pH rendah terhadap ketersediaan N juga perlu diperhatikan sehubungan dengan aktivitas jasad mikro menurun sehingga N tersedia rendah, meskipun total N tinggi. Pada pH sangat rendah, perombakan bahan organik terhenti dan terjadi gambut. Keadaan spesifik ini perlu diperhatikan agar interpretasi tidak keliru. 30 Tabel 8. Kisaran Nilai Harkat Nitrogen dalam Tanah (Landon, 1986) KANDUNGAN NITROGEN NILAI HARKAT Metode Kjeldahl (% bobot) >1.0 Sangat tinggi 0.5 - 1.0 Tinggi 0.2 - 0.5 Sedang 0.1 - 0.2 Rendah <0.1 Sangat rendah DAFTAR PUSTAKA Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A122. Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd. Ponnamperuma, F.N. 1964. Problems rice soils. A Paper Presented at Inter n. Rice Res. Con., IRRI, Los Banos, Laguna, The Philippines. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) darimana tanaman memperoleh unsur hara Nitrogen. 3. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara Nitrogen. Resume sifat perilaku tersebut! 31 2.1.2. Sulfur: – Materi-5 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara sulfur. 2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur sulfur. Penilaian: KomponenPenilaian Tugas Individual Persentase 5 Sumber Plankton memegang peranan penting dalam daur hara kembali ke lahan. Pada kahir tahun 70-an telah diketemukan oleh ilmuan James Lovelock, bahwa sulfur dihasilkan oleh beberapa Fito-plankton sebagai dimethyl sulfide (CH3.S.CH3), suatu gas dengan mudah keluar dari air laut. Dalam atmosfer, gas ini, oleh karena kesamaan kutub dengan molekul air (H.O.H), menarik uap air dan membantunya terkondensasi seputar inti dari satu molekul dimetil sulfida. Sifat ini menjadikannya menjadi satu agen penyebab terjadinya pembuat awan, memegang peranan penting dalam daur ulan g air maupun daur sulfur. Dimetil sulfid masuk ke dalam tanah melalui air hujan, dengan mudah menyatu dengan struktur tanah. Oleh karena plankton ditunjukkan berpengaruh terhadap pembentukan awan dan juga albedo tanah (reflectance),diduga ia berperan penting terhadap pergerakan suhu planet dan penahan kuat terhadap pemanasan global. Hal ini didiskusikan lebih detail dalam pembahasan tentang pemansan. Daur lain mungkin berkaitan dengan keberadaan unsur mikro. Belerang dalam tanah berasal dari berbagai sumber, yaitu: (a) mineral mengandung belerang, (b) dekomposisi bahan organik, (c) abu sisa pembakaran, (d) asap pabrik ataupun kendaraan ber motor, dan (e) bahan kimia mengandung S. Permasalahan belerang antara lain muncul akibat: Penggantian pupuk N beranalisis rendah dan berikutan S (ZA) dengan N beranalisis tinggi (urea), Penggantian pupuk K berikutan S (ZK) dengan tanpa S (KCl, MOP), Beralihnya penggunaan pestisida mengandung S menjadi berbahan aktif P atau unsur lain, dan Pengangkutan bahan panen ke luar lahan terus menerus sehingga S dalam tanah menjadi rendah. Selain itu, lahan-lahan jauh dari gunung berapi, pusat industri, atau jalan raya dilalui kendaraan bermotor cenderung mengalami defisiensi sulfur. Sifat dan Perilaku Bentuk belerang tersedia bagi tanaman adalah berupa SO3 2-, SO42-, SO2 (gas). Sifat dan perilaku S mirip dengan N, baik perubahan-perubahan dalam tanah maupun bentuk senyawa dalam tanaman; hanya bedanya S3- atmosferik dapat diserap langsung oleh tanaman sedang N-atmosferik tidak. Di dalam tanaman baik S maupun N merupakan penyusun asam amino dalam pembentukan protein. Gejala defisiensi N dan S ditandai menguningnya daun karena mengalami khlorosis; pada N dimulai dari daun tertua (terbawah) sedang S merata untuk seluruh jenis daun. 32 Seperti halnya N, pelepasan S dari bahan organik (protein) terjadi dengan bantuan jazad mikro tanah pada kondisi oksidatif menghasilkan ion SO 42-. Begitu terjadi perubahan kondisi menjadi reduktif, maka ion SO42- direduksi menjadi gas H2S dan bila terdapat besi reduksi (Fe2+) akan terbetuk pirit yang mengendap dan sukar larut. Reaksinya sebagai berikut: Mineralisasi: (bantuan Bacterium thiooxidans) Bahan organik (protein) SO42- Asam amino Reduksi Sulfat: (bantuan Bacterium desulforicans) SO42- S2- S2- + H+ H2S (gas) S2- + Fe2+ FeS (pirit) Pada tanah-tanah cekung dan selalu tergenang masalah kehilangan S menjadi gas atau terbentuk endapan pirit merupakan indikasi bahwa drainase jelek dan kondisi tanah adalah reduktif. Pada keadaan ini pemupukan belerang menjadi tidak efektif bila tidak dilakukan perbaikan drainase. Belerang elementer (So) seringkali diberikan ke dalam tanah untuk maksud menurunkan pH. Apabila hal ini dilakukan, diperlukan masukan bahan organik agar proses oksidasi yang melibatkan aktivitas jazad mikro tanah berjalan dengan baik. Oksidasi belereng elementer menjadi ion sulfat memberikan ekses ion H sehingga menurunkan pH tanah. Interpretasi Hasil Analisis Meskipun SO4-S merupakan bentuk diserap tanaman, pengukuran sulfat jarang menunjukkan suatu penduga yang nyata terhadap level S dalam tanah, oleh karena ion sulfat se ringkali dapat berubah melalui disosiasi dan pengukuran sangat tergantung kondisi pengambilan contoh. Hal yang sama juga untuk pengukuran sulfat organik dalam hubungannya dengan laju pelepsan S menjadi bentuk lebih tersedia. Hanya dapat dilakukan pendugaan sangat terbatas terhadap status S tanah diukur (Tabel 8). Tabel 8. Interpretasi Hasil Pengukuran S (Landon, 1984) Pengukuran S Level S Pemunculan Total S <200 ppm Defisiensi S Tersedia (Morgan) < 3 ppm Defisiensi S Tersedia (jenuh) > 30 me/l Kelebihan S (terekstrak)*) 6-12 ppm Batas repon *)Berbagai metode 33 DAFTAR PUSTAKA Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A122. Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara sulfur. Resume sifat perilaku tersebut! 34 2.1.3. Fosfor: – Materi-6 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara fosfor. 2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur fosfor. Penilaian: KomponenPenilaian Tugas Individual Persentase 10 Unsur kedua setelah N yang menyebabkan pertumbuhan kritis pada tanaman di lapangan adalah fosfor (P). Defisiensi unsur P nyata akibatnya karena serapan-serapan unsur lain bisa terhambat. Peran fosfor bagi tanaman melalui pengaruhnya terhadap pem-bungaan, pembentukan buah dan biji, pemasakan tanaman, perkembangan akar, ketahanan terhadap penyakit, dan lain -lain. Jumlah fosfor dalam mine-ral lebih banyak dibandingkan dengan nitrogen, tetapi jauh lebih sedikit dari kalium, kalsium, dan magnesium. Penting diketahui bahwa hampir semua fosfor dalam tanah tidak tersedia bagi tanaman. Juga bila diberikan sebagai pupuk tersedia, fosfor sering kali menjadi tidak t ersedia akibat "fiksasi". Bentuk Senyawa Fosfor dalam tanah berada dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Bila dalam bentuk organik, maka perombakan merupakan proses penting dalam penyediaan P bagi tanaman. Fosfor dalam mineral misalnya apatit, strengit, varasit, dan lain-lain, lebih sulit tersedia. Fosfor organik dijumpai sebagai senyawa fitin, asam nukleat, dan lain-lain dan ada pendapat bentuk P-organik ini tersedia bagi tanaman. Fosfor anorganik umumnya dijumpai sebagai: Senyawa Ca, Fe, dan Al: Senyawa Rumus Kelarutan Fluor-apatit 3 Ca3(PO4)2.CaF Karbonato-apatit 3 Ca3(PO4)2.CaCO3 Hidroksi-apatit 3 Ca3(PO4)2.Ca(OH)2 Oksi-apatit 3 Ca3(PO4)2.CaO Trikalsium-fosfat Ca3(PO4)2 Dikalsium-fosfat CaHPO4 Monokalsium-fosfat Ca(H2PO4)2 naik 35 Senyawa P-Organik: 1. Fitin dan derivatifnya 2. Asam Nukleat 3. Fosfolipida Dalam larutan tanah, Terjerap pada permukaan komplek padatan, Pengendapan oleh kation Fe, Al, Mn, dan Anion fosfat terikat pada kisi-kisi liat: Kaolinit, Montmorilonit, Illit. Sifat dan Perilaku Bentuk fosfat tersedia adalah anion-anion: H2PO4-, HPO42- , dan PO43- larut dalam cairan tanah. Bentuk-bentuk ion ini sangat ditentukan oleh pH tanah (Gambar 3). Pada pH rendah, ion H2PO4dominan; sedang pada pH tinggi ion HPO42-. Ion PO43- terjadi bila pH berada di atas 10.0 sehingga bentuk ini pada kisaran pH tanah mineral (4.0 hingga 9.0) jarang dijumpai. Jumlah ion H2PO4 - dan HPO42- berimbang pada kondisi pH netral; sehingga banyak pendapat bahwa pH netral merupakan kondisi terbaik bagi ketersediaan fosfat. Gb 3. Hubungan Spesies Ion Fosfat dengan pH Larutan (Tisdale & Nelson, 1975) Pada tanah masam, kelarutan kation-kation Fe, Al, Mn, Cu, Zn tinggi; sedang pada tanah alkalin Ca dan Mg berada dalam jumlah banyak. Ion fosfor sangat mudah bereaksi dengan kation-kation tersebut membentuk ikatan kompleks yang mengendap dan sukar tersedia. Dengan besi, aluminium, dan mangan, ion P membentuk mineral strengit, varasit, dan manganifosfat yaitu bentuk-bentuk fiksasi fosfat utama pada tanah-tanah masam. Ikatan P dengan kalsium membentuk mineral apatit, merupakan bentuk fiksasi P pada tanah alkalin atau kalkareus.Ketersediaan P bagi tanaman tgt pd bentuk anion fosfat, selanjutnya bentuk anion ini tgt pada pH: 36 +OH- H2PO4larutan tanah +OH- H2O + HPO4= H2O + PO4--- netral larutan tanah sangat masam sangat alkalin Pengendapan oleh kation Fe, Al, Mn: Al3+ + H2PO4- + H2O 2H+ + Al(OH)2H2PO4 larut tdk larut Dlm tanah masam biasanya konsentrasi kation Fe, Al lebih besar dp anion fosfat, sehingga reaksi berlangsung ke arah kanan Pengendapan oleh kation Ca++ atau CaCO3: H2PO4- + 2 Ca++ Ca3(PO4)2 + 4H+ larut tidak larut H2PO4- + 2 CaCO3 larut Ca3(PO4)2 + 2CO2 + 2H2O tidak larut Ca3(PO4)2 yang terbentuk dalam reaksi di atas, masih dapat berubah menjadi bentuk-bentuk yang lebih sukar larut, seperti senyawa hidroksi-, oksi- , karbonat-, atau fluor-apatit. Reaksi-reaksi ini semua terjadi pada tanah-tanah masam yang dikapur dengan dosis tinggi (Pengapuran berat). Anion fosfat terikat pada kisi-kisi liat: Kaolinit, Montmorilonit, Illit 1. Reaksi permukaan antara gugusan OH- yang tersembul di permukaan liat dengan anion fosfat 2. Kation Fe dan Al dibebaskan dari pinggiran kristal silikat yg kemudian bereaksi dengan anion fosfat menjadi fosfat-hidroksi : [Al] + H2PO4- + 2H2O Dlm kristal silikat 2H+ + Al(OH)2H2PO4 tidak larut 37 Reaksi pertukaran anion fosfat terjerap sangat lambat dibandingkan dengan reaksi dengan kation secara individual. Pelepasan fosfat secara perlahan-lahan terjadi selama suatu periode tanam; hal ini dijadikan dasar pemberian pupuk P setiap awal periode tanaman tersebut. Pembebasan P terjadi bila pH diubah mendekati 7.0; melalui usaha tindakan pengapuran ataupun pemberian belerang. Kondisi ketersediaan P dikaitkan dengan pH tanah. Analisis dan Interpretasi Metode yang paling umum digunakan untuk menetapkan P tanah adalah metode Olsen dengan ekstraksi bikarbonat. Metode ini peka terhadap suhu, terutama untuk pH di atas 7.0. Untuk tanah -tanah masam, digunakan metode Bray, Truog, atau Morgan. Hasil pengukuran dinyatakan dalam ppm fosfat (P2O5); dengan faktor konversi P elemental dan P2O5: Konversi dari P ke P2O5 kalikan 2.29 Konversi dari P2O5 ke P kalikan 0.44 Oleh karena banyak macam metode analisis, maka tidak ada pedoman interpretasi umum ketersediaan P. Harkat P dengan metode Olsen disajikan dalam Tabel 9 (Cooke dalam Landon, 1984) Untuk metode asam flourida (Bray) dan semua ekstraksi asam, nilai rendah menunjukkan defisiensi, tetapi nilai tinggi belum tentu dapat di interpretasikan. Nilai tinggi ini dapat diperoleh dari tanahtanah dengan tingkat ketersediaan P rendah atau seringkali pula defisiensi unsur P. Rata-rata analisis P-total untuk kedalaman 15 cm di USA adalah sekitar 0.06% atau 600 ppm P, dan jarang ditemukan lebih dari 0.2% atau 2000 ppm. Data P-total (ekstraksi asam perkhlorat) dari Varley (Landon, 1984) untuk tanah-tanah tropika adalah: rendah 200 ppm, sedang 200 hingga 1000 ppm, dan tinggi >1000 ppm. Perlu diingat bahwa terdapat interaksi negatif antara P dengan Fe, Zn, dan Cu dan khlorida dalam tanah dapat mengurangi serapan P oleh tanaman. Tabel 9. Interpretasi Umum Penetapan Fosfor MenurutMetode Olsen (Landon, 1984) Karak- Contoh Nilai Ketersediaan Indikatif Kebutuhan Tanaman teristik Kurang Diragukan Cukup ............................... (ppm) .......................... P-rendah rumput, <4 5-7 >8 <7 8 - 13 >14 sereal, kedele, Jagung P-sedang Lucerne, kapas, jagung, 38 Tomat Karak- Contoh Nilai Ketersediaan Indikatif Kebutuhan Tanaman teristik Kurang Diragukan Cukup ............................... (ppm) .......................... P-tinggi Gula-bit, <11 12 - 20 >21 kentang, seledri, Bawang DAFTAR PUSTAKA Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A122. Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara fosfor. Resume sifat perilaku tersebut! 39 2.1.4. Kalium, Kalsium, dan Magnesium: – Materi-7 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur Kalium, Kalsium, dan Magnesium. 2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur Kalium, Kal;sium, dan Magnesium. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 20 2.1.4. Kalium: – Materi-7 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara kalium. 2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur kalium. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 10 Kalium tanah yang cukup merupakan syarat ketegaran dan vigur tanaman, karena kalium berperan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit tertentu, di samping mendorong perkembangan akar. Tanaman defisiensi kalium menunjukkan kekeringan mulai ujung daun paling tua (bawah), meluas sepanjang pinggir, disertai khlorotik bagian tengah. Hampir semua tanah kecuali bertekstur berpasir, mengandung K-total tinggi. Meskipun K dipegang kompleks jerapan tanah, namun sedikit yang dapat dipertukarkan. Dengan demikian, proporsi terbesar adalah tidak larut atau relatif tidak tersedia. Kalium tersedia hanya 1 hingga 2 persen dari total kalium tanah mineral. Sumber Kebanyakan kalium merupakan bagian kompleks mineral tanah yang sedikit demi sedikit larut dalam air tanah, asam karbonat, atau asam-asam lain. Kemudahan pelepasan K tergantung pada kompleks mineral tanah dan intensitas dekomposisi. Sebagai contoh, dekomposisi kalium feldspar menghasilkan mineral liat Kaolinit dan Ilit, silikat, dan K-hidroksida (Loughnan, 1969): 2KalSiO K-feldspar + 3HO air AlSiO (OH) + 4SiO + 2KOH kaolinit silikat 40 kalium 3KalSiO + 2HO K-feldspar KAl(Al,Si)O(OH) + 6SiO + 2KOH air Ilit ilikat kalium Kalium dibebaskan berupa hidroksida mudah terionisasi dan ion K+ bebas dapat diserap tanaman, hilang melalui air drainase, atau di ikat muatan negatif kompleks jerapan tanah. Kalium merupakan unsur penting dalam kerak bumi, tidak dapat berdiri sendiri, melainkan berada sebagai senyawa-senyawa dalam batuan, mineral, dan garam-garam larut. Secara umum, kerak bumi mengandung kurang lebih 3.11 persen K2O; sedang air laut 0.04 persen (Madiadipoera, 1976). Batuan felsik, intermediet, mafik, dan ultramafik berturut-turut mengandung 3.3, 2.3, 0.8, dan 0.3 persen kalium (Krauskopf, 1979). Menurut Mohr, van Baren, dan Schuylenborg (1972) mineral K paling umum dijumpai dalam tanah adalah feldspat, mika, dan feldspatoid; masing-masing beranggotakan ortoklas dan sanidin (feldspat), 12.3 dan 9.6 persen K; biotit dan muskovit (mika) 5.82 dan 7.48 persen K; dan lusit (feldspatoid) 16.17 persen K. Urutan berdasarkan kepentingan bagi pertanian, dari paling penting hingga kurang penting adalah: lusit > ortoklas > sanidin > muskovit > biotit (Soepardi, 1977). Mineral liat terpenting adalah ilit; di mana K terdapat di antara lempeng-lempengnya lebih banyak dibandingkan mineral liat tipe 2:1 lainnya. Sifat dan Perilaku Bentuk kalium tersedia bagi tanaman adalah ion K+. Kalium tanah berada dalam keseimbangan bentuk-bentuk: mineral, terfiksasi, dapat diper tukarkan, dan larut dalam cairan tanah (Wood dan deTurk, 1941): Km Kf K dd Mineral terfiksasi dapat di- Kl larut pertukarkan Bentuk kalium dalam mineral telah dikemukakan di bagian depan. Kalium terfiksasi bila jumlah dapat diekstraksi menurun akibat K+ larut/ tersedia berinteraksi dengan tanah (mineral liat). Fiksasi K terjadi karena terjebak di antara lempeng mineral liat Ilit atau dihalangi ion NH4+ yang relatif b erjarijari ionik mirip K+ (lihat fiksasi NH4+). Mekanismenya disajikan dalam Gambar 2.5. Pada tanah -tanah mengandung banyak mineral liat Ilit, bila kondisi kekurangan seringkali tampak gejala defisiensi K pada tanaman; akan tetapi gejala tersebut segera pulih setelah mulai musim hujan. Bila dalam tanah lebih banyak ion NH4+ dari pada K+ maka serapan K berkurang karena mobilitasnya dihalangi ion NH4+. Oleh sebab itu, pupuk amonium berlebihan dapat menyebabkan defisiensi kalium, khususnya pada tanah masam miskin K. Di antara ion-ion basa K, Ca, Mg, atau Na terdapat sifat antagonistik dalam hal serapan oleh tanaman. Bila salah satu unsur lebih banyak, maka serapan unsur lainnya akan terganggu. Kompetisi berkaitan dengan sifat fisiko-kimia yang mirip satu sama lain sehingga terjadi perebutan tempat pada tapak-tapak jerapan tanah atau permukaan akar. Karena itu, nisbah K/Na, K/Ca, K/Ca+Mg, K/Ca+Na+Mg, seringkali dapat memberikan gambaran tentang status basa-basa dalam tanah. Kalium termasuk unsur mobil sehingga mudah mengalami pencucian bila kondisi memungkinkan pergerakannya. Sifat mobilitas K ini berhubungan berhubungan dengan kemudahan pertukaran dengan kation lain dan ketersediaannya bagi tanaman. Tingkat pencucian K tinggi merupakan penyebab utama defisiensi K pada tanah-tanah masam. Salah satu usaha mengefisienkan penggunaan K yaitu mengatur cara dan waktu pemberian pupuk yang tepat. Hal ini merupakan alasan mengapa K diberikan lebih dari satu kali (split application) selama masa tanam. 41 Dalam praktek, masalah kalium dapat didekati melalui penelaahan kondisi tanah. Secara umum, tanah-tanah berpeluang mengalami defisiensi kalium adalah tekstur berpasir, bahan induk kapur (kalkareous), bahan induk masam dan miskin K, kadar bahan organik tinggi, atau tanah-tanah mengalami pencucian lanjut seperti Oksisol (Soepardi, 1977). Analisis dan Interpretasi Metode analisis kalium yang umum digunakan adalah penetapan K dapat dipertukarkan (Kdd ), diperoleh dari K larut pada analisis KTK. Patut disesalkan bahwa tidak ada uji tanah yang dapat diterima secara umum yang mampu menjelaskan Kdd serta beberapa indeks tingkat pelepasan K untuk melengkapi penilaian status K. Nilai K total mungkin dapat digunakan, meskipun Varley menemukan hasil yang menyolok dari tanah Nepal dan Saint Helena. Tanah pertama mengandung mineral mika dengan nilai K total 20 000 ppm (2%) tetapi hanya menunjukkan nilai Kdd 0.1 me/100g; sedang tanah kedua menunjukkan K total 2 000 hingga 3 000 ppm dan Kdd lebih dari 2.0 me/100g (Landon, 1984). Perlu diingat bahwa level Kdd biasanya berubah bila tanah-tanah menjadi kering. Oleh sebab itu, tidak jarang contoh tanah menunjukkan nilai K cukup tinggi di laboratorium tetapi di lapangan tanaman menunjukkan gejala defisiensi K. Jumlah K yang diperoleh dengan menggunakan ekstraktan amoniumasetat seringkali sedikit berbeda dibandingkan dengan pengekstrak asam encer. Namun demikian, ekstraksi amonium- asetat menunjukkan keampuhannya selama 15 hingga 20 tahun terakhir (Landon, 1984). Nilai kritik kalium disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Nilai Kritik Kalium Tersedia Ekstrak Amonium Asetat (Landon, 1984) K Tersedia Tempat Sumber (ekstraksi amonium asetat) Rendah Sedang Tinggi ……....... (me/100g) ............... 0.03-0.2 0.2-0.4 Malawi Young & Brown (1962) >0.5 AS Thomas (1966) 0.3-0.5 0.5-0.8 >0.8 Sel.Baru Metson (1961) <0.15 >0.6 Inggris <0.25 0.25-0.5 0.15-0.6 0.4-0.8 MAFF (1967) Sebagai pegangan umum, respon tanaman terhadap pemupukan K tampak bila nilai K tanah <0.2 me/100 g dan tidak tampak bila >0.4 me/100 g. Namun, batas ini masih bersifat pertimbangan tergantung pada sifat-sifat tanah, lingkungan dan tanaman. Hasil penelitian di Zimbabwe (Landon, 1984), mengenai hubungan antara defisiensi K dengan tekstur tanah serta indeks ketersediaan disajikan dalam Tabel 11. 42 Tabel 11. Hubungan Kdd dengan Tekstur (Landon, 1984) Kisaran K Kdd (ekstrak amonium asetat) Pasir Lempung Liat Berpasir ……….……….. (me/100g) ……………….…………… Defisien (respon) <0.05 Marginal (respon) 0.05-0.1 0.1-0.2 0.15-0.3 Kecukupan *) 0.1-0.25 0.2-0.3 0.3-0.5 >0.3 >0.5 Kaya <0.1 >0.25 <0.15 *)Tetapi pemberian diperlukan untuk mencegah defisiensi) Boyer (Landon, 1984) mengemukakan angka patokan defisiensi K tanah-tanah tropika basah sebagai berikut (meskipun menurut Jones dan Wild masih bervariasi menurut jenis tanaman serta level produksi): Minimum Mutlak : 0.07 hingga 0.20 me/100g Minimum Relatif: paling rendah 2% jumlah basa Nisbah K : Mg tinggi dalam tanah dapat menjadi petunjuk defisiensi Mg, misalnya setelah pemupukan K. Pada tanah-tanah KTK rendah, penambahan Ca dan Mg mungkin diperlukan untuk mengimbangi pemupukan K. Pada persentase K tinggi (>25%), permeabilitas dan struktur mungkin dipengaruhi, tetapi tidak sebesar bila Na tinggi. Tanaman dalam kamar kaca atau buah -buahan, serapan Mg mungkin terhambat bila nisbah K : Mg berkadar Mg rendah 2 : 1 (Landon, 1984). Pada tanaman teh, Wibowo dan Verstrijden (1976) memberikan status K atau Mg berdasar nisbah K/Mg sebagai berikut: K/Mg <5 : Teh cenderung defisiensi K, K/Mg >10 : Teh cenderung defisiensi Mg, K/Mg = 8-9 : Kadar K dan Mg normal, atau keduanya sama-sama rendah, dan K/Mg = 5-7 : Kadar K rendah pada Mg normal atau di atas normal Secara umum, Reudering (Tobing, 1976) menetapkan nisbah K/Mg normal tanaman teh antara 3 hingga 5. 43 DAFTAR PUSTAKA Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A122. Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd. Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York. Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed. Khusus No.2, LPPP-Bogor. Madiadipoera, T. 1976. Endapan bahan kalium di Indonesia. Kalium dan Tanaman Pangan, Problem dan Prospek. Ed. Khusus No.2, LPPP-Bogor. Mohr, E.C.J., F.A. van Baren, dan J. Schuylenborg. 1972. Tropical Soils. Mouton-Ichtiar Baru-van Houve. The Hague, Paris-Jakarta. Soepardi, G. 1977. Masalah kesuburan tanah dan cara penyelesaiannya (diktat). De partemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Wood, L.K. dan F.E.deTurk, 1941. The absorption of potassium in soils and non-replaceable forms. Soil Sci. Soc. Aner. Proc. 5: 152-161. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. Tobing, E.L. 1976. Pemupukan tanaman teh di Simalungun, Sumater a Utara, Warta BPTK 2(3/4):241-256. PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara kalium. Resume sifat perilaku tersebut! 44 2.1.5. Kalsium dan Magnesium – Materi-8 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara kalsium dan magnesium. 2. Mahasiswa mengetahui analisis dan interpretasi status unsur kalsium dan magnesium. 3. Mahasiswa mengetahui peran unsur kalsium dan magnesium sebagai bahan kapur. Penilaian: KomponenPenilaian Tugas Individual Persentase 10 Pengapuran merupakan usaha mengatasi pengaruh buruk akibat kemasaman tanah; antara lain ketersediaan P dan Mo rendah, kekurangan unsur-unsur K, Ca, dan Mg; keracunan Al, Fe atau Mn, serta penghambatan perkembangan jazad mikro tanah tertentu. Pengertian klasik tentang pengapuran tanah yaitu peningkatan pH hingga mendekati netral (pH=6.5). Namun hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa penyebab utama pengaruh buruk bukan oleh ion H+, melainkan efek keracunan ion Al3+. Data Vlamis (1953) merupakan bukti pernyataan tersebut (Tabel 12). Penelitian Team Fakultas Pertanian, IPB (Anonymous, 1983) pada Podzolik Merah Kuning Jasinga, Bogor, menunjukkan bahwa pemberian kapur 20 ton/ha menekan Aldd dari 20.0 menjadi 6.3 me/100 g tanah dan meningkatkan produksi biji kacang tanah dari 2.6 hingga 38.9 g/pot. Selain itu, berbagai pakar menyarankan bahwa penentuan jumlah kebutuhan kapur harus didasarkan pada: (1) jenis tanaman yang akan diusahakan, dan (2) jumlah aluminium yang harus dinetralkan agar dicapai pertumbuhan maksimum. Bahan penetral kemasaman atau bahan kapur pertanian adalah senyawa mengandung Ca dan Mg. Bahan ini meliputi kapur tohor, kapur tembok, batu kapur (kalsit, dolomit), kulit kerang, dan terak baja. Persyaratannya paling sedikit mengandung 50 persen setara CaO atau 90 persen setara CaCO33. Di samping itu, harus berukuran 100 persen lolos saringan 20 mesh, dan 80 persen lolos saringan 60 mesh. Bahan organik dan pupuk TSP dapat diperhitungkan sebagai bahan substitusi kapur karena mampu menetralkan Aldd. Secara kasar, setiap ton bahan organik setara satu ton kapur, dan setiap kuintal TSP setara 1/5 ton kapur. Dengan demikian, kebutuhan kapur aktual adalah kebutuhan berdasar Aldd dikurangi "discount factor" bahan organik dan pupuk TSP. 45 Tabel 12. Aluminium Sebagai Penghambat Tumbuh Tanaman Jelai (Hordeum vulgare, L) (Vlamis, 1953) BOBOT JELAI Perlakuan pH Al Mn Simbol Akar .. (ppm)... Ekstrak Tanah(ET) 4.2 1.8 ET + Kapur(K a) 5.8 0.8 ET + Ka + H2SO4 (AS) Tajuk Jumlah ......mg/pot)…..……. 16 32 107 139 7 152 201 353 4.2 0.3 7 125 190 315 ET+Ka+AS+Al2(SO4 )(Al) 4.2 1.8 8 39 137 176 ET+Ka+AS+Al+MnSO4 (Mn) 4.2 0.316 125 216 341 Selain sebagai bahan kapur, Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial bagi tanaman. Untuk kasus ini, pengertian pemberian Ca dan Mg bukanlah pengapuran tetapi pemupukan seperti halnya pemberian unsur hara lain ke tanah dalam memenuhi kebutuhan tanaman. Sumber Ca dan Mg Sumber utama Ca dan Mg di alam adalah batu gamping. Di Indonesia, deposit batu ini tersebar luas dan terdapat hampir di semua propinsi. Batu gamping dijumpai sebagai mineral kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaCO3, MgCO3), terbentuk secara organik, mekanik atau kimia. Cara pertama merupakan proses terbanyak sebagai endapan cangkrang kerang dan siput, karang (foraminifera), atau ganggang. Penyebarannya dari bukit hingga pegunungan kapur sepanjang pantai. Cara kedua berawal dari bahan kapur pertama, perbedaannya setelah melalui perombakan kemudian diendapkan tidak jauh dari tem pat semula. Sedang cara ketiga terjadi pada kondisi iklim dan lingkungan tertentu dalam air laut maupun air tawar. Selain sebagai bahan kapur, Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial bagi tanaman. Sifat dan Perilaku Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan Ca antara lain: (1) konsentrasi ion H+ (pH), makin rendah pH makin rendah ketersediaan Ca, dan (2) sifat kation Ca dalam tanah, berkenaan dengan tipe koloid dan persentase kejenuhan Ca. Urutan pembebasan Ca terikat pada koloid yaitu: bahan organi k > kaolinit > ilit > montmorilonit. Hubungan antara persentase kejenuhan Ca dengan jumlah Ca yang dibebaskan berbentuk kuadratik. Pada tanaman serealia, gejala kekurangan Ca ditandai oleh daun muda tidak membuka, tetap menggulung dan mudah patah. Di dalam tanah, magnesium dijumpai dalam bentuk: (1) larut dalam air, (2) dapat dipertukarkan, (3) terjerap pada kisi mineral liat, dan (4) berada dalam mineral primer; dan erat hubungannya dengan bahan induk tanah. Pada tanah Loss kadar Mg adalah tinggi, dan sebaliknya pada tanah tua adalah rendah. Selain itu, kadar Mg tinggi erat pula kaitannya dengan kadar montmorilonit tinggi. Magnesium merupakan penyusun khlorofil tanaman, karena itu kekurangan Mg ditandai oleh khlorosis khas di antara tulang daun (interveinal khlorosisis). "Penyakit kuning" pada lada di Sumatera Selatan dan Lampung, 46 khlorosis pada tanaman cengkeh di Sumatera Barat dan teh di Jawa Barat, erat kaitannya dengan kekurangan Mg. Demikian pula penyakit “grass tetany” yang menyebabkan kejang pada ternak ruminansia, dilaporkan karena kekurangan Mg pada rumput pakan ternak. Penggantian pupuk Fussed Magnesium Fosfat (FMP) berkadar fosfat rendah dengan DSP atau TSP merupakan salah satu penyebab Mg jarang diberikan melalui pemupukan. Analisis dan Interpretasi Secara normal, defisiensi Ca tampak pada tanah dengan nilai KTK rendah dan pH < 5.5. Pemupukan K tinggi atau tanah dengan cadangan K tinggi menghambat serapan Ca pada tanah netral. Defisiensi Ca terjadi pula pada pH tinggi bila Na berlebihan (tanah sodik). Pada kasus ini, pemberian Ca tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan Ca tanaman tetapi juga untuk memperbaiki struktur tanah yang hancur akibat dispersi oleh Na. Respon terhadap pemberian Ca dapat terjadi pada tanah berkadar Ca dd < 0.2 me/100 g tanah. Defisiensi Mg selain karena kadar Mg tanah rendah, juga oleh sifat kompetitif dengan Ca atau K. Peningkatan nisbah Ca : Mg di atas 5 : 1, dapat menyebabkan ketersediaan Mg menurun, meskipun tanah termasuk kategori subur. Bila jumlah Mg jauh melebihi Ca, unsur terakhir ini akan berkurang ketersediannya, dan struktur tanah menjadi lebih lemah akibat terjadi deflokulasi liat. Nilai nisbah seimbang sangat tergantung pada jenis tanah. Interpretasi hasil analisis Mg disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Interpretasi Nilai Mgdd (Landon, 1984) Level Kisaran Komentar (me/100 g) (ppm) < 0.2 < 30 Rendah Dibutuhkan pemberian Mg 0.2-0.5 30-60 Medium Gunakan Kapur Mg bila diperlukan pengapuran > 0.5 > 60 Tinggi Mg biasanya cukup 47 DAFTAR PUSTAKA Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A122. Landon, J.R. (ed). 1984. Booker Tropical Soil Manual. Booker Agric. Intern. Ltd. Loughnan, F.C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American Elsevier Publ. Co., Inc. New York. Mitchell, R.L. 1964. Trace elements in soils, p. 320-368. In E. Bear (ed), Chemistry of the Soil. Second Ed. Oxford & IBH Publ. Co., New Delhi. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. McMillan Publ. Co., Inc. New York. PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara kalsium dan magnesium. 3. Demikian pula, berikan ulasan singkat (dua halaman) mengapa unsur basa K tidak tergolong sumber kapur sedang Ca, dan Mg tergolong sumber kapur. 48 2.2. Unsur Mikro – Materi-9 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara Fe, Mn, Cu, Zn. 2. Mahasiswa mengetahui sifat sinergis maupun antagonis di antara unsur mikro kation. Dekomposisi batu-batuan akan menghasilkan mineral-mineral sekunder tertentu dengan mengikut-sertakan semua unsur logam berat sebagai penyusun mikro. Sebagian kecil unsur mikro dibebaskan setelah mineral primer memengalami dekomposisi dan disintesis menjadi mineral liat, oksida logam, dan bahan organik. Sedang mineral-mineral sekunder mengandung logam berat adalah golongan mineral liat mengalami substitusi isomorfik (kaolinit, trioktahedral, mika, montmorilonit, khlorit, dan lain lain), yaitu substitusi Al atau Si dengan logam mikro (Fe, Mn, Cu, Zn); serta oksida dan hidroksida residual, terutama Fe (Loughnan, 1969; Mitchell, 1964). Mitchell (1964) mengemukakan analisis unsur-unsur mikro terkandung pada berbagai jenis mineral berasal dari batuan beku maupun endapan, disajikan pada Tabel 14 a dan b. Penjelasan lebih lanjut dikemukakan untuk masing-masing jenis unsur mikro. 2.2.1. Unsur Mikro Kation: Fe, Mn, Cu, Cu– Materi-9 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara Fe, Mn, Cu, Zn. 2. Mahasiswa mengetahui sifat sinergis maupun antagonis di antara unsur mikro kation. Penilaian: KomponenPenilaian Tugas Individual Persentase 5 Unsur mikro kation meliputi: Fe, Mn, Cu, dan Zn. Secara pedogenesis, dua pertama banyak di alam sebagai penyusun makro; sedang dua terakhir relatif sedikit dan berpeluang kekurangan. Pengaruh tanah terhadap ke-4 kation berbeda, tetapi pada kondisi tanah tertentu cenderung sama. Faktor-faktor tersebut adalah: (1) reaksi tanah (pH), (2) tingkat oksidasi dan pH, (3) reaksi dengan unsur anorganik lain, dan (4) ikatan dengan bahan organik. Kelarutan unsur mikro kation tinggi pada tanah masam, sehingga keracunan Fe/Mn sering terjadi, tetapi Cu/Zn kekurangan hilang melalui pencucian. Unsur Fe dan Mn sangat dipengaruhi oksidasi-reduksi. Pada kondisi reduktif, ion Fe3+ /Mn4+ berubah menjadi Fe2+/Mn2+ sehingga ketersediaannya meningkat. Sebaliknya bila drainase diperbaiki, maka ion Fe/Mn tersedia menjadi berkurang. Selain itu, ketersediaan unsur mikro kation berkurang akibat 49 keberadaan kation lain, sehubungan dengan kompetisi serapan oleh akar. Baik Fe/Mn maupun Cu/Zn terikat kuat dalam ikatan khelat logam-organik. Secara alami, daerah tropika basah (tropical rain forest) berpeluang besar mengalami masalah unsur mikro kation. Curah hujan tinggi, masam, berpasir, berombak/ bergelombang, kondisi umum pertanian di Indonesia. Kekurangan Cu/Zn muncul melalui pencucian/erosi terutama di tegalan. Keracunan Fe/Mn berkaitan dengan drainase buruk, di mana ketersediaan meningkat di cekungan, sawah atau rawa. Pengelolaan tanaman secara intensif, disadari atau tidak, dapat pula menjadi penyebab munculnya kekurangan ataupun keracunan unsur mikro. Pemupukan NPK berat merupakan pendorong kekurangan; terlebih lagi bila digunakan pupuk NPK beranalisis tinggi tanpa/sedikit ikutan unsur mikro seperti lazim digunakan (Urea, TSP dan KCl). Hal ini mempengaruhi keseimbangan unsur hara tanah ataupun tanaman. Tabel 14a. Mineral Primer Sumber Fe, Mn, Zn dan Cu - Batuan Beku (Mitchell, 1964) Stabilitas Unsur Utama Unsur Miko Mengalami dekomposisi Mudah: Olivin Mg, Fe, Si Ni, Co, Mn, Li, Zn, Cu, Mo Hornblen Mg, Fe, Ca, Ni, Co, Mn, Sc, Li, V, Zn, Augit Biotit Al, Si Cu, Ga Ca, Mg, Al, Ni, Co, Mn, Sc, Li, V, Zn, Si Pb, Cu, Ga K, Mn, Fe, Al, Si Rb, Ba, Ni, Co, Sc, Li, Mn, V, Zn, Cu, Ga Apatit Ca, P, F Pb, Sr Unsur-unsur lain yang jarang Anorthit Ca, Al, Si Sr, Cu, Ga, Mn Andesit Ca, Na, Al, Si Sr, Cu, Ga, Mn Oligoklas Na, Ca, Al, Si Cu, Ga Mengalami dekomposisi Sedang: Albit Na, Al, Si Cu, Ga Garnet Ca, Mg, Fe, Mn, Cr, Ga, Al, Si Ortoklas K, Al, Si Rb, Ba, Sr, Cu, Ga Muskovit K, Al, Si F, Rb, Ba, Sr, Ga, V Titanit Ca, Ti, Si V, Sn Unsur-unsur lain yang jarang Ilmenit Fe, Ti Co, Ni, Cr, V Magnetit Fe Zn, Co, Ni, Cr, V Zirkon Zr, Si Hf Mengalami dekomposisi Sukar: Kuarsa Si 50 Tabel 14b. Mineral Primer Sumber Fe, Mn, Zn dan Cu - Batuan Sedimen (Mitchell, 1964) STABILITAS UNSUR HARA MINERAL UTAMA Batu-pasir (sand-stone) UNSUR HARA MIKRO Si Zr, Ti, Sn, Th, Au, Pt, dsb. Batu-lapis (shale) Al,Si, K V, U, As, Sb, Mo, Cu, Ni, Co, Cd, Ag, Au, Pt, B, Se Bijih besi (ion ores) Fe V, P, As, Sb, Se Bijih mangan (Mn ores) Mn Li, K, Ba, B, Ti, W, Co, Ni, Cu, Zn, Pb Batu kapur dan dolomit Endapan garam Ca, Mg, Fe K, Na, Ca, Mg Ba, Sr, Pb, Mn B, I Penggunaan varietas unggul respon pemupukan secara terus menerus, diikuti pengangkutan sisa panen ke luar lahan juga mempercepat munculnya kebutuhan akan unsur mikro. Unsur Cu dan Zn yang sedikit dalam tanah terangkut ke luar lahan dan tidak dikembalikan melalui pemupukan. Pengairan berlebihan pada lahan berdrainase buruk dapat menyebabkan tanaman keracunan Fe atau Mn. DAFTAR PUSTAKA Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A122. Mitchell, R.L. 1964. Trace elements in soils, p. 320-368. In E. Bear (ed), Chemistry of the Soil. Second Ed. Oxford & IBH Publ. Co., New Delhi. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. 51 PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara mikro kation Fe, Mn, Cu dan Zn. 3. Demikian pula, berikan ulasan singkat (dua halaman) mengapa unsur hara mikro kation Fe, Mn, Cu, dan Zn bersifat antagonis satu dengan lain. 2.2.2. Unsur Mikro Anion: Cl, B, Mo – Materi-9 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui sumber dan sifat perilaku unsur hara Cl, B, Mo. 2. Mahasiswa mengetahui sifat sinergis maupun antagonis di antara unsur mikro anion. Penilaian: KomponenPenilaian Tugas Individual Persentase 5 Unsur mikro anion (Cl, B, Mo) secara kimia mempunyai sifat berbeda sehingga reaksi yang terjadi dalam tanah pun tidak akan sama. Khlor Sebagian besar khlor dalam tanah dijumpai dalam bentuk sangat larut, misalnya kalium khlorida. Ion Cl- tidak dijerap liat yang bermuatan negatif dan oleh karena itu akan turut bergerak mengikuti aliran air, baik ke atas maupun ke bawah. Di daerah bercurah hujan tinggi, ion khlor dalam tanah rendah akibat hilang melalui pencucian. Sedang di daerah kering atau setengah kering akan dijumpai kadar khlor lebih tinggi, bahkan kadang-kadang bersifat meracun tanaman. Penambahan khlor dari atmosfer diduga dapat mencukupi kebutuhan tanaman, terutama untuk kondisi seperti Indonesia yang merupakan kepulauan. Uap air laut merupakan sumber khlor cukup tinggi sehingga masalah khlor di Indonesia belum ada yang melaporkan. Ion Cl- meningkatkan laju mobilitas Ni 2+, Cu2+ dan Cd2+ melalui tanah. Hal ini mungkin secara langsung berkaitan dengan tingkat pembentukan kompleks khlor seperti diramalkan dari 52 konstanta kestabilan. Tembaga dipegang jauh lebih kuat dibandingkan Ni maupun Cd seperti ditunjukkan dari jumlah volume pori yang dibutuhkan untuk memperoleh kembali Cu3+ dalam efluen (larutan pencuci) dan yang berada sebagai bentuk jerapan (Doner, 1978). Boron Ketersediaan dan penggunaaan boron sebagian besar ditentukan oleh pH tanah. Boron sangat larut dalam keadaan masam dan pada kondisi ini sebagian boron berada dalam bentuk asam borat yang segera tersedia bagi tanaman. Pada tanah berpasir bereaksi agak masam boron larut akan segera tercuci; demikian pula pada tanah liat tidak begitu masam, kerena liat bermuatan negatif tidak menjerap anion H2BO3- atau HBO32- Kecuali pada tanah liat masam didominasi oleh liat tipe 1 : 1 yang mengalami patahan, anion tersebut dijerap pada kisi yang bermuatan positif. Pada nilai pH tinggi boron tidak begitu tersedia, kemungkinan mengalami pengikatan oleh liat berkombinasi dengan adanya kation-kation bivalen Ca atau Mg. Pemberian kapur berlebihan seringkali menciptakan kekurangan boron. Boron yang berikatan dengan senyawa organik dilepas setelah prombakan dan tersedia bagi tanaman. Pada umumnya kadar boron lapisan tanah atas lebih tinggi daripada lapisan bawah. Hal ini merupakan salah satu sebab kekurangan boron terjadi pada musim kemarau. Pada saat kekurangan air, akar tanaman terpaksa masuk lebih dalam untuk memperoleh lebih banyak hara dan air sehingga kadar B rendah di bagian bawah ini menyebabkan tanaman kekurangan. Akan tetapi pada musim hujan, akar tanaman cukup memperoleh hara dan air dari lapisan tanah atas sehingga boron tidak menjadi masalah. Molibdenum Reaksi tanah terhadap molibdenum hampir sama seperti terhadap fosfor; misalnya Mo hampir tidak tersedia pada tanah bereaksi masam. Dalam keadaan ini, ternyata anion molibdat (MoO43-) bereaksi dengan mineral tanah seperti silikat, besi dan aluminium. Ion molibdat yang terikat dapat digantikan kedudukannya oleh ion fosfat melalui pertukaran anion, suatu petunjuk bahwa senyawa tanah yang sama dapat terlibat dalam pengikatan molibdenum dan fosfat. Ketersediaan Mo sangat menurun pada tanah masam, sehingga kebijakan pengapuran tertentu khusus ditujukan agar ketersediaan Mo meningkat. Molibdenum sangat penting bagi bakteri Rhizobium, sehingga tanaman legum yang ditanam pada tanah kalkareus seringkali menunjukkan respon terhadap pemberian Mo. DAFTAR PUSTAKA Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A122. Mitchell, R.L. 1964. Trace elements in soils, p. 320-368. In E. Bear (ed), Chemistry of the Soil. Second Ed. Oxford & IBH Publ. Co., New Delhi. Syekhfani. 2010. Hubungan - Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS, Surabaya, 247 p. 53 PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan ulasan singkat (satu halaman) mengapa Anda perlu mengetahui sifat dan perilaku unsur hara Cl, B, Mo. Resume sifat perilaku tersebut! 54 Modul 3. Evaluasi Kesuburan Tanah Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui kesuburan tanah suatu area maupun individu tanaman melalui metode analisis. 2. Mahasiswa mengetahui kesuburan tanah suatu area maupun individu tanaman melalui metode visual. 3. Mahasiswa mengetahui kesuburan tanah suatu area maupun individu tanaman melalui metode visual Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Quiz 5 Tugas Individual 5 3.1. Kond isi Tanah Mengalami Masalah Unsur Hara–Materi-10 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui kondisi tanah apasaja yang mengalami masalah unsur hara. 2. Mahasiswa mengetahui cara mengevaluasi kondisi tersebut secara analisis di laboratorium. Penilaian: KomponenPenilaian Tugas Individual Persentase 5 Masalah perharaan dapat terjadi pada berbagai kondisi tanah. Berikut disajikan kondisi tanah yang umumnya menunjukkan masalah unsur hara. Nitrogen Masalah unsur N dijumpai pada semua jenis tanah, terutama bertekstur kasar dan berkadar bahan organik rendah; pada tanah berkapur atau bersuhu tinggi; serta tanah-tanah berdrainase jelek. 55 Fosfor Ketersediaan P sering dikaitkan dengan rekasi tanah (pH). Pada tanah-tanah masam difiksasi oleh ion-ion Al, Fe, atau Mn; dan pada tanah alkalin oleh Ca. Umumnya ketersediaan P tidak bermasalah pada tanah netral. Keberadaan anion seperti SO 42- , SiO44-, NO3-, atau Cl - dapat mengganggu ketersedaian P. Kondisi basah-kering bergantian, dan juga tanah-tanah berkadar liat tinggi dapat pula dikaitkan dengan permasalahan ketersediaan P akibat terfiksasi atau teretensi. Kalium, Kalsium, Magnesium Kadar basa-basa umumnya rendah pada tanah- tanah masam, terutama bila bertekstur kasar. Fiksasi K terjadi pada tanah kaya mineral liat Ilit pada keadaan kekurangan air. Antara K, Ca, Mg (dan juga Na) terjadi kompetisi terhadap serapan oleh tanaman, di mana bila salah satu lebih tinggi maka unsur lain akan tertekan serapannya. Sulfur Masalah sulfur terjadi pada tanah-tanah mempunyai kandungan sulfat rendah, atau drainase buruk yang menyebabkan reduksi sulfat menjadi sulfida. Gas H2S bersifat racun bagi akar tanaman selain tidak tersedia karena menguap. Bila terdapat unsur-unsur logam (misalnya Fe, Mn, dan lain-lain.), sulfida akan diikat dalam bentuk senyawa kompleks logam-sulfida. Bentuk pirit misalnya, merupakan ikatan besi-sulfida yang mengendap dan sukar larut. Unsur Mikro Kation (Fe, Mn, Cu, Zn) Kelarutan unsur mikro kation tinggi pada tanah bereaksi masam, terutama unsur Fe dan Mn, sehingga seringkali menjadi racun bagi tanaman. Masalah keracunan kedua unsur terjadi pula pada tanah berdrainase buruk, berkaitan dengan proses reduksi menjadi bentuk tersedia. Pada tanah alkalin, ketersediaan unsur mikro kation rendah akibat berikatan dengan hidroksida menjadi senyawa kompleks logam-hidroksida yang mengendap. Kadar bahan organik tinggi dapat pula menjadi penyebab ketidak-tersediaan unsur mikro logam, berkaitan dengan ikatan logam-organik (khelat) yang relatif sukar lepas. Kekurangan unsur Cu (dan juga Zn) pada tanah gambut yang direklamasi merupakan contoh hal tersebut. Kekurangan unsur mikro Cu dan Zn sering terjadi pada tanah masam akibat pencucian. Unsur Mikro Anion (B, Mo, Cl) Kekurangan boron sering dikaitkan dengan tanah-tanah porous yang memungkinkan pencucian. Perilaku Mo mirip P sehingga kondisi yang menyebabkan P bermasalah dapat pula terjadi pada Mo; kecuali Mo tidak bermasalah pada kondisi alkalis. Unsur Cl jarang bermasalah di Indonesia karena uap air laut cukup mengandung khlor yang dibutuhkan tanaman. 56 3.2. Evaluasi Status Kesuburan Tanah –Materi-10 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui cara mengevaluasi status kesuburan tanah secara visual di lapangan. 2. Mahasiswa mengetahui cara mengevaluasi kondisi melalului percobaan respons. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 5 Status perharaan tanah dan tanaman dapat digunakan dalam mengevaluasi tingkat kesuburan tanah untuk pertumbuhan tanaman. Konsep evaluasi perharaan ini berdasar pada pengertian yang diberikan oleh Liebig di tahun 1840-an, yaitu kebutuhan hara tanaman dapat dihubungkan dengan jumlah unsur hara yang diserap tanaman. Berdasar pada pengertian ini, maka berkembanglah metode metode penetapan status perharaan tanah dan tanaman melalui cara-cara: 1. Analisis kimia seluruh tanaman atau bagian-bagian tanaman tertentu, 2. Percobaan respons tanaman di lapang dengan perlakuan dan tanpa perlakuan unsur tertentu, 3. Analisis tanah untuk mengetahui suplai unsur hara tanah (total maupun 4. tersedia), 5. Respons tanaman melalui pemberian langsung ke bagian tanaman me6. lalui cara injeksi ataupun penyemperotan, dan 7. Diagnosis secara visual berdasarkan gejala kelainan yang ditunjukkan 8. tanaman akibat kekurangan atau kelebihan unsur tertentu. Dari butir-butir di atas, secara umum penilaian status perharaan dapat dilakukan dengan cara: analisis kimia, percobaan respons tanaman terha-dap pemberian pupuk, dan pengamatan secara langsung terhadap kelainan pertumbuhan. Ketiga cara masih digunakan dalam metode pene-litian tanah dan tanaman. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: (a) Pengamatan Secara Visual: Gejala kelainan pertumbuhan atau perubahan warna yang terjadi kita amati, kemudian kita hubungkan dengan gejala spesifik kekurangan ataupun kelebihan unsur hara masing-masing unsur. (b) Analisis Kimia: Untuk mengetahui apakah gejala yang muncul dari pengamatan secara visual pada butir (a) disebabkan oleh kekurangan/kelebihan unsur tertentu, maka perlu dilakukan analisis tanah dan tanaman. Sebagai petunjuk umum digunakan standar baku unsur hara tanah atau tanaman yang ada. 57 (c) Percobaan Respons: Untuk menguji apakah unsur-unsur yang telah diketahui menunjukkan kondisi abnormal pada butir (b) benar-benar bermasalah bagi tanaman, maka perlu dilakukan percobaan respons tanaman terhadap pemberian unsur yang bermasalah tersebut. Digunakan kontrol sebagai pemban-ding, dan dapat pula digunakan beberapa tingkat dosis pemberian sehingga dapat dibuat suatu kurva respons. Percobaan dapat dilakukan di kamar kaca maupun di lapang. 8.3. Pengenalan Gejala Defisiensi Secara umum, kekurangan dan kelebihan unsur hara akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengaruh ini dapat bersifat makroskopik atau mikroskopik berupa perubahan pada struktur sel. Gejala-gejala spesifik yang tampak secara lokal pada bagian tanaman adalah sangat penting untuk mengenali kekurangan atau kelebihan unsur hara tertentu. Namun dalam praktek seringkali dijumpai kesulitan. Gejala defisiensi atau toksisiti suatu unsur berbeda antara satu tanaman dengan tanaman lain; bahkan dalam satu jenis tanaman. Sebagai contoh, defisiensi seng pada pohon buah-buahan dan beberapa jenis tanaman semusim menunjukkan kondisi yang jelas, disebut "little leaf", yaitu ukuran daun tidak normal. Tetapi, pada jagung, ditunjukkan oleh khlorosis pada daun -daun yang baru berkembang, disebut "white bud" yang berbeda dengan "little leaf". Tetapi tidak hanya perbedaan defisiensi suatu jenis unsur yang sulit dilakukan diagnosis; gejala sama atau identik bisa disebabkan oleh unsur-unsur yang berbeda. Sebagai contoh, defisiensi N dan S ditunjukkan oleh khlorosis yang sulit dibedakan hanya melalui pengamatan secara visual. Kesulitan lain dalam pengenalan gejala yaitu suatu tanaman bisa mengalami defisiensi atau toksisiti lebih dari satu unsur. Terakhir, gejala umum defi-siensi atau toksisiti bisa disebabkan bukan oleh perharaaan, misalnya kekurangan air, atau serangan hama atau penyakit. Oleh sebab itu, sebelum gejala yang tampak dinyatakan sebagai defisiensi atau toksisiti, maka perlu dilakukan uji pendahuluan berikut: Gejala kekurangan unsur hara akibat kekurangan air akan pulih bila ta nah diairi, Serangan hama dapat diketahui dari bekas gigitan atau tusukan hewan serangga atau kita jumpai serangga tersebut, dan Serangan penyakit dapat dilacak dengan cara menularkan tanaman sa- kit ke tanaman sehat; dalam hal ini dapat digunanakan cairan tanaman terkena infeksi kemudian disuntikan ke jaringan tanaman sehat. Secara umum, pengenalan gejala defisensi berdasar penampakan pada bagian tanaman dijelaskan seperti pada bagan dalam Gambar 3.1. 58 Gambar 3.1. Bagan Pengenalan Gejala Umum Defisiensi Unsur Hara pada Tanaman (www.tutorvista.com) Bila uji pendahuluan ini negatif, maka selanjutnya dapat dilakukan diagnosis kekurangan atau kelebihan unsur hara. Sebagai pedoman, berikut ini disajikan gejala umum defisiensi unsur pada tanaman (Epstein, 1972): Nitrogen Kecuali kekeringan, tidak ada defisiensi unsur yang berakibat seburuk kekurangan nitrogen. Gejala yang paling umum yaitu khlorosis dan etiolasi. Pertumbuhan terhambat dan tanaman tampak kurus serta kerdil. Tetapi warna buah yang normal merupakan perkecualian. Gejala tampak terutama pada daun tua yang meluas ke daun muda yang lebih aktif. Sulfur Gejala defisiensi sulfur seringkali dikaburkan dengan defisiensi nitrogen. Tanaman menunjukkan khlorotik, kurus dan pertumbuhan jelek. Fosfor Warna daun hijau tua atau biru tua adalah salah satu gejala utama defisiensi P pada berbagai tanaman. Seringkali pigmen merah, ungu, atau coklat dijumpai pada daun, khususnya sepanjang tulang daun. Pertumbuahn terhambat dan pada kondisi defisiensi hebat tanaman menjadi kerdil. 59 Kalium Defisiensi kalium pada beberapa jenis tanaman menyebabkan warna hijau tua atau biru tua seperti pada defisiensi P. Bercak-bercak seringkali muncul pada permukaaan daun. Bisa pula muncul nek-rosis pada tepi daun atau daun seperti terbakar. Pada kondisi defisiensi berat, tunas pucuk dan samping bisa mati ("dieback"). Kalsium Gejala defisiensi Ca tampak pada fase pertumbuhan awal dan bagian yang paling menderita adalah jaringan meristematik serta daun muda. Kalsium cenderung mengalami imobilisasi pada daun tua atau jaringan lain dan tidak dapat ditranslokasikan ke bagian muda yang aktif; akibatnya titik tumbuh rusak atau mati ("dieback"). Pada bunga dan buah muda gejala disebut "blossom-end-rot". Pertumbuhan akar sangat dipengaruhi. Gejala defisiensi Ca pada tanah-tanah masam sering diikuti keracunan ion hidrogen, atau logam-logam seperti Al, Fe, atau Mn. Hal terakhir ini berkaitan dengan kepekatan tion -ion tersebut tinggi pada pH rendah. Akar-akar tanaman yang rusak dapat terinfeksi bakteri ataupun cendawan. Magnesium Berlainan dengan Ca, magnesium mudah ditranslokasikan dari bagian tua ke bagian muda atau daerah pertumbuhan aktif. Oleh sebab itu, defi-siensi pertama kali tampak pada daun tua. Seringkali terjadi khlorosis tepi daun diikuti munculnya berbagai pigmen. Khlorosis mungkin pula dimulai dalam bentuk bercak-bercak atau panu yang berkembang pada tepi dan ujung daun; yang secara keseluruhan merupakan interveinal chlorosis (khlorosis di antara tulang-tulang daun dimulai pada daun tua). Besi Defisiensi besi umumnya ditunjukkan oleh khlorosis pada daun muda. Mula-mula tulang daun tetap hijau, tetapi pada kebanyakan tanaman tulang daun juga mengalami khlorosis. Defisiensi umumnya dijumpai pada pohon buah-buahan. Defisiensi yang disebabkan level kalsium karbonat tinggi (tanahtanah berkapur atau kalkareus) disebut "lime induced khlorosis". Mangan Gejala defisiensi mangan sangat bervariasi pada berbagai jenis tanaman. Daun seringkali menunjukkan khlorosis di antara tulang, dan tulang daun membentuk pola berwarna hijau dengan latar belakang kuning, menyerupai fase awal defisiensi besi. Dapat pula muncul bintik-bintik nekrtotik atau garis-garis pada daun (pada oats disebut "gray speck"). Pada biji legum, nekrosis bisa muncul pada embrio atau di permukaan dalam keping biji. Pada beberapa jenis tanaman, daun-daun mengalami perubahan bentuk (pada pohon pecan disebut "mouse ear"). Bila defisiensi berat, tanaman menjadi sangat kerdil. Seng Gejala klasik difisiensi seng pada pohon buah-buahan adalah berupa "Little leaf" atau "rossette"; akibat gagalnya jaringan berkembang secara normal. Perkembangan terhambat menyebabkan daun menyempit (little leaf), dan ruas terhambat menyebabkan kedudukan daun menyerupai bun ga rose ("rossette"). Pada jenis-jenis tanaman tertentu daun mengalami khlorotik, tetapi daun-daun lain berwarna hijau tua atau hijau biru, membengkok dan nekrotik. Pada kondisi defisiensi berat, pembungaan dan pembuahan sangat berkurang dan seluruh tanaman bisa kerdil dan cacat. 60 Tembaga Gejala sangat bervariasi tergantung jenis tanaman. Daun-daun mengalami khlorotik atau warna hijau biru tua dengan pinggir melengkung ke atas. Kulit pohon sering kali kasar dan melepuh; gom atau belendok keluar dari celah kulit melepuh tersebut ("exanthema"). Pucuk muda sering mati diikuti munculnya tunas-tunas dalam jumlah banyak menyerupai semak-semak. Pembungaan dan pembuahan berkurang; tanaman semusim bisa gagal tumbuh dan mati pada fase pembibitan. Khlor Keesensialan khlor ditemukan pada penelitian tomat yang ditumbuhkan di media larutan murni oleh Broyer dkk tahun 1954. Tanaman yang mengalami defisiensi Cl mula-mula berwarna hijau biru dan daundaun muda memanjang; di terik matahari ujung daun muda layu dan terkulai, tetapi segar kembali pada malam hari, suhu dingin atau berawan. Selanjutnya muncul "bronzing" pada daun, diikuti khlorosis dan mekrosis. Pada keadaan defisiensi hebat tanaman kurus dan kerdil. Layu, kehilangan warna (bronzing) dan nekrosis dijumpai pula pada jenis tanaman lainnya. Belum dijumpai defisiensi Cl pada tanaman yang ditumbuhkan di udara terbuka. Boron Pertumbuhan ujung sering rusak dan tanaman sering mati akibat defisiensi B. Jaringan tanaman mengeras, kering, dan rapuh. Daun rontok, batang kasar dan retak-retak; bagian menonjol bergabus dan berbintik-bintik dan pembungaan sangat dipengaruhi. Bila buah terbentuk, seringkali tampak gejala seperti pada batang; akar sangat menderita, dan akar atupun pucuk seringkali terinfeksi bakteri. Molibdenum Defisiensi Mo pertama kali diidentifikasi pada tanaman tomat, menyebabkan tanaman ini dan jenis tanaman lain khlorosis di antara tulang daun. Tulang berwarna hijau pucat sehingga khlorosis menyebabkan daun tampak berbercak-bercak kadang-kadang seperti defisiensi mangan. Tepi daun cenderung mengeriting atau menggulung. Dalam kasus defisiensi berat diikuti oleh nek- rosis dan tanaman mengerdil. Pada kubis helai daun menjadi nekrotik dan tidak berkembang, menampakkkan banyak garis sepanjang tulang daun utama ("whiptail"). DAFTAR PUSTAKA Epstein, E. 1972. Mineral Nutrition of Plants: Principles and Perspectives. Wiley Eastern Limited. New Delhi. Mengel, K,. dan E.A. Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition. Intern. Potash Inst. Switzerland, 655 p. Syekhfani. 2010. Hubungan – Hara – Tanah - Air – Tanaman. Dasar Kesuburan Tanah Berkelanjutan. Edisi ke-2. PMN – ITS,. Surabaya. 247 p. 61 PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi bersangkutan). 2. Resume terhadap jurnal (dari dosen). Ketentuan Resume 1. Maksimal 2 halaman dan diketik, bagian depan diberi cover. 2. Huruf : Times New Roman ukuran 12, spasi 1.5. 3. Kertas A-4, format : Atas : 3.5, Bawah 3, Kiri : 3, Kanan : 3 Penilaian Nilai Isi dilihat dari : akurasi penyampaian masalah, tujuan, dan pemecahan serta ide penulis mudah dipahami dan kreativitas. 62 3.2. Anal isis Tanah dan Tanaman–Materi-11 Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui arti penting analisis tanah dan tanaman bagi kesuburan tanah. 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis analisis yang dilakukan di laboratorium serta kegunaannya. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 5 3.2.1. Penggunaan Analisis Tanah Sebagai Dasar Evaluasi Kesuburan Tanah Suatu Area (Syekhfani, 2001) Pendahuluan 1. Produktivitas Tanaman adalah fungsi dari faktor-faktor: tanah, tanaman, iklim dan pengelolaan. 2. Produktivitas Tanah adalah fungsi dari faktor-faktor: sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. 3. Respon tanaman terhadap pemberian unsur hara dapat terjadi karena: Kadar unsur total tanah rendah, dan Ketersediaan unsur bagi tanaman rendah. Hal ini sebagai akibat intensifikasi berlebihan. Untuk mengetahui hal ini perlu dilakukan analisis kimia unsur di laboratorium dengan menggunakan metode-metode yang ada. 4. Keampuhan metode analisis tanah dalam mengevaluasi status perharaan tergantung pada beberapa persyaratan, antara lain yaitu: Data cukup banyak dan dapat mewakili area yang di evaluasi, Metode ekstraksi mencerminkan serapan oleh tanaman, diketahui dari nilai korelasi antara analisis tanah vs tanaman, Data telah teruji di lapang dari suatu percobaan jangka panjang, dan Analisis dapat dilakukan secara cepat dan murah. 63 Tahapan Pekerjaan 1. Tahapan evaluasi meliputi pekerjaan-pekerjaan: survai lapang, percobaan pendahuluan (rumahkaca), dan percobaan kalibrasi (lapang). 2. Survai lapang berupa pengumpulan contoh-contoh tanah (dan tanaman) serta data penunjang lainnya berkenaan dengan kondisi pertumbuhan tanaman, produksi, dan lingkungan. Untuk tanaman jagung: contoh tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0 –30 cm, dan contoh daun berupa daun dewasa terbuka sempurna (fully expanded leaf) pada fase silk (silking period). 3. Percobaan rumah-kaca merupakan pengujian status hara berdasar informasi dari hasil survai lapang (pada tempat dengan status unsur: rendah/sangat rendah) melalui percobaan dosis pupuk; dan percobaan kalibrasi di lapang merupakan pengujian respon tanaman lebih lanjut di tempat asal contoh tanah berdasar hasil percobaan rumah-kaca. 4. Data analisis survai lapang bersifat korelatif, sedang percobaan rumah-kaca dan kalibrasi lapang berupa respon yang dapat diuji tingkat probabilitasnya melalui F-tes, t-tes ataupun regresi. 5. Sebelum survai, diperlukan peta dasar untuk area yang akan dievaluasi. Peta dasar dapat berupa peta lokasi, vegetasi, topografi, geologi, iklim, dan sebagainya. Penentuan jumlah contoh tanah (dan tanaman) dan titik pengamatan dilakukan pada peta dasar melalui dua cara: Secara acak (dilakukan peneliti berpengalaman), dan Secara sistematis (oleh pemula, misalnya dengan sistem grid). Intensitas pengamatan menyangkut ketelitian evaluasi. 6. Pemisahan data analisis tanah (dan tanaman) dari titik pengamatan tanaman abnormal (bergejala) dan normal (tidak bergejala), menghasilkan garis batas kritikal unsur, seperti dikembangkan oleh Wear dan Somner (1948). 7. Apabila status perharaan ditinjau dari sudut kekahatan terselubung (tidak ditunjukkan oleh gejala kelainan), maka batas kritikal unsur dapat diperoleh melalui kurva dikemukakan Ulrich dan Hill (Epstein, 1972) atau Cate dan Nelson (1965). 8. Penggambaran status perharaan dapat dilakukan dengan memasukkan data analisis pada titik–titik pengamatan dalam peta. Setelah semua data masuk, penyebaran data dapat dikelompokkan dalam suatu kisaran tingkat status masing-masing unsur pada kategori: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Data analisis dapat diplotkan dengan data melalui metode overlay. 9. Bila dijumpai lebih dari satu unsur yang menjadi masalah, sedangkan di antara unsur-unsur tersebut ada yang berinteraksi, maka evaluasi dapat didekati dengan menggunakan metode statistik. Langkah pertama adalah membuat matrik korelasi (r) di antara semua komponen yang di analisis. Selanjutnya mencari bentuk regresi berganda yang tepat sebagai penduga respon. Kontribusi masing-masing unsur dalam regresi dapat diketahui melalui nilai koefisien determinasi (R 2) yang diperoleh dari perhitungan delineating. 64 10. Bentuk pengujian di rumah-kaca bisa berupa manipulasi pemberian unsur hara ke tanah melalui metode inkubasi, uji kurang satu, ataupun percobaan tingkat dosis pemupukan. Dasar pengujian diperoleh dari informasi awal survai lapang. 11. Selain analisis tanah (dan tanaman), data yang diperoleh dapat berupa pengamatan visual gejala kelainan pertumbuhan, respon pertumbuhan dan produksi dari pencatatan parameter yang diamati. Gambaran respon yang jelas dapat diperoleh bila hasil analisis dikaitkan dengan data tersebut. 12. Penelitian respon di rumah-kaca bisa dilakukan sampai panen, tergantung jumlah media yang digunakan. Namun data yang ada belum dapat dipakai untuk keperluan rekomendasi karena dilakukan secara terkontrol pada media terbatas. Penelitian kalibrasi di lapang dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi kepada petani karena medium tidak terbatas dan dilakukan pada kondisi praktikal. Apbila kita menginginkan data lebih akurat, maka dapat dilakukan percobaan menurut cara petani. Hasil yang Diperoleh 1. Dari informasi-informasi survai lapang, percobaan pendahuluan di rumah-kaca, dan percobaan kalibrasi di lapang diperoleh kurva-kurva standar yang dapat digunakan secara cepat dan tepat untuk keperluan rekomendasi selanjutnya tanpa perlu melakukan percobaan di area yang diteliti (Gambar 7). 2. Dari kurva respon dapat diperoleh informasi yang tepat terhadap dosis optimum pemberian unsur melalui pupuk. 3.2.2. Interpretasi Uji Tanah - (Herrera, 2000) Uji tanah merupakan alat pengelolaan penting dalam mengembangkan program efisiensi kesuburan tanah, misalnya monitoring potensi pengelolaan tanah dan air. Uji tanah menyediakan informasi dasar kapasitas penyediaan unsur hara tanah. Uji tanah tidak valid jika pengambilan contoh tanah salah atau ditangani secara serampangan. Dalam hal ini perlu konsultasi pada pihak instansi yang berkompeten. Oleh karena teknik analisis bervariasi antar laboratorium, maka hasil analisis pun mungkin tidak sama di antara berbagai laboratorium. Angka-angka yang digunakan oleh masing-masing bisa mempunyai tujuan tertentu. Dalam tulisan ini analisis tanah, tanaman dan air dilakukan menurut metode yang dikembangkan di laboratorium New Mexico State University (NMSU). Rekomendasi pengelolaan tanah dan pemupukan berbentuk laporan berdasar informasi hasil uji tanah disajikan pada suatu lembar hasil analisis laboratorium. Materi yang dilaporkan meliputi latar belakang budidaya, produksi sebelumnya, pupuk yang digunakan, kedalaman tanah dan permukaan air bawah tanah, mutu air, dan praktek irigasi. Informasi tambahan meliputi keadaan umum tanaman, hasil praktek, atau masalah yang mungkin berhubungan dengan tanaman. Kebutuhan pemupukan dapat berbeda pada umumnya program pengelolaan tanaman. Informasi yang lengkap dan akurat penting untuk memperoleh rekomendasi pupuk yang menjamin hasil maksimum dengan biaya murah. 65 Uji Tanah Individual Klasifikasi berikut berupa nilai baku uji tanah, air dan tanaman yang dilakukan di laboratorium NMSU. Kecuali pH, klasifikasi digolongkan dalam: sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Untuk faktor status kesuburan (N, P, K, unsur mikro) klasifikasi rendah dan sangat rendah menandai adanya kemungkinan respon terhadap pemberian pupuk; klasifikasi sedang mungkin respon atau tidak; klasifikasi sangat tinggi dan tinggi berarti respon tidak mungkin terjadi. pH. Kebanyakan tanaman tumbuh baik pada tanah dengan kisaran pH antara 6.2 hingga 8.3. Tanaman yang peka defisiensi besi dan seng mungkin dijumpai pada pH > 7.5. pH Klasifikasi > 8.5 Sangat alkalin 7.9-8.5 Alkalin sedang 7.3-7.9 Agak alkalin 6.7-7.3 netral 6.2-6.7 Agak masam 5.6-6.2 Masam sedan 3.0-5.6 Sangat masam Garam, Daya Hantar Listrik (DHL x 103). Bila DHL < 2, berarti ada masalah dengan kadar garam. Pada tanaman sangat peka bila nilai DHLx10 3 antara 2 hingga 4, walaupun masalah pada umumnya kecil. Bila DHLx10 3 antara 4 hingga 8, masalah pada umumnya tampak jelas. DHLx10 3 > 8, tanaman toleransi garam sedang umumnya terhambat pertumbuhannya, daundaun terbakar atau khlorosis. Pencucian tanah dapat mengurangi bahaya kerusakan bila permeabilitas baik. Tabel 15 dan 16 adalah daftar toleransi beberapa jenis tanaman terhadap salinitas. DHL x 103 Klasifikasi <2 sangat rendah 2-4 rendah 4-8 sedang 8-16 tinggi > 16 sangat tinggi 66 Tabel 15. Tingkat Toleransi Tanaman terhadap garam, arah ke bawah toleransi menurun utk setiap kelompok Toleransi baik Toleransi sedang Toleransi jelek - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Tanaman Pangan - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - barley (grain) sugar beet rape cotton rye (grain) wheat (grain) oats (grain) alfalfa sorghum (grain) corn (grain) foxtail millet sunfrendaher vetch - - - - - - - - - - - - -- - - - - - Tanaman Ternak - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - alkali sacaton saltgrass bermudagrass Canada wild rye western wheatgrass white Dutch clover meadow foxtail alsike clover red clover ladino clover - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Tanaman Sayuran - - - - - - - - - - - - - - - - - - garden beet kale asparagus tomato broccoli cabbage caulifrendaher lettuce potatoes (White Rose) sweetcorn carrot peas onion squash canteloupe cucumber radish spinach celery green beans - - - - - - - - - - - - - - - - - - Tanaman Buah dan Kacang - - - - -- - - - - - - - - - - pistachio palm grape pear apple prune plum apricot peach strawberry pecan 67 Tabel 16. Tingkat Toleransi Tanaman Hias terhadap Salinitas Tanah Kisaran Toleransi berpengaruh pada tanaman Tanaman Hias Sangat Peka DHL x 10 3 = < 2 Southern yew Peka DHL x 10 3 = 2-3 or 4 Laurustinus Sedang DHL x 10 3 = 4-5 or 6 Spreading juniper Pyracantha Thorny elaeagnus Oriental arborvitae Indian hawthorn Glossy abelia Photinia Rose Chinese holly Star jasmine Pyrenees cotoneaster Chinese hibiscus Heavenly bamboo Japanese pittosporoum Algerian ivy Japanese black pine Japanese boxwood Yelrendah sage Glossy privet Toleran DHL x 10 3 = 6-8 Aleppo pine European fan palm Rosemary Spindle tree Blue dracaena Oleander Umumnya toleran DHL x 10 3 = 8-10 Croceum iceplant Purple iceplant Rosea iceplant White iceplant Ceniza Bougainvillea Natal plum Natrium dapat dipertukarkan. Masalah Na muncul bila Na dapat ditukarkan 20 % atau lebih. Tanah berkadar Na tinggi (tanah sodik) dapat pulih bila Na digantikan dengan unsur lain, umumnya oleh unsur kapur. Aplikasi gipsum, yang mengandung belerang, asam sulfat dapat memulihkan tanah sodik dengan baik. Tabel 17 merupakan tingkat toleransi beberapa tanaman terhadap natrium dapat dipertukarkan. Natrium % Klasifikasi < 10 rendah 10-20 sedang 20-30 tinggi > 30 sangat tinggi 68 Table 17. Tolerance Berbagai Jenis Tanaman Terhadap Natrium dapat ditukarkan Toleran terhadap ESP1 dan kisaran di mana tanaman terpengaruh Respon pertumbuhan pada kondisi lapangan Sangat Peka (ESP = 2-10) Buahan pohon Kelapa Jeruk Alpokat Gejala defisiensi natrium Peka (ESP = 10-20) Kacang-kacangan Pertumbuhan kerdil pada nilai ESP rendah meski kondisi fisik tanah mungkin baik Sedang (ESP = 20-40) Clover Oats Tall fescue Padi Dallisgrass Pertumbuhan kerdil karena faktor nutrisi dan/atau kondisis tanah Toleran (ESP = 40-60) Gandum Kapas Alfalfa Barley Tomat Beets Pertumbuhan kerdil biasanya karena kondisi fisik tanah jelek Umumnya toleran (ESP > 60) Crested wheatgrass Fairway wheatgrass Tall wheatgrass Rhodesgrass Pertumbuhan kerdil biasanya karena kondisi fisik tanah jelek 1 ESP = exchangeable-sodium-percentage (persentase kejenuhan natrium) Bahan Organik. Persentase bahan organik dapat digunakan dalam menduga kadar N tanah. Metoda ini sendiri tidak selalu akurat tergantung kadar N tersedia, sehingga kebanyakan orang menggunakan N-nitrat untuk rekomendasi. Pasir % Liat % Klasifikasi < .5 < 1.0 sangat rendah .5-1.0 1.0-2.0 rendah 1.0-1.5 2.0-3.0 sedang > 1.5 > 3.0 tinggi 69 Tekstur. Tanah bertekstur kasar menentukan kapasitas pegang unsur hara dan/atau air. Tanah bertekstur halus seringkali menyebabkan masalah perembesan air. Material Tekstur Sand, loamy sand (pasir, pasir berlempung) kasar Sandy loam, fine sandy loam (lempung berpasir, lempung berpasir halus) Agak kasar Very fine sandy loam, loam, silt loam, silt (lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu) sedang Sandy clay, silty clay, clay (liat berpasir, liat berdebu, liat) halus N-Nitrat. Nitrat-nitrogen merupakan unsur N tersedia dalam tanah; bersam bahan organik (dalam %) digunakan untuk rekomendasi pupuk N. Karena N-nitrat sangat larut, sehingga mudah mengalami pencucian terutama pada tanah bertekstur kasar. Sampel tanah yang akurat untuk analisis N-nitrat diambil pada kedalaman 18 hingga 36 cm. Aplikasi penambahan nitrogen secara split perlu dilakukan terutama pada tanah berpasir. ppm Klasifikasi < 10 rendah 10-30 sedang > 30 tinggi P-Bikarbonat. Otorita Mexico Baru pada umumnya rendah P tersedia sebab difiksasi pada tanah berkapur. Fosfor Bikarbonat (NaHCO3-P) atau P-Olsen, merupakan P- larut air, Pkalsium dapat larut, dan P-organik. ppm Klasifikasi <7 sangat rendah 8-14 rendah 15-22 sedang 23-30 tinggi >31 sangat tinggi 70 K-Tersedia. Kalium pada umumnya cukup tersedia pada tanah yang tidak mengalami pencucian tinggi. Kalium dilepas oleh Ca at au Na pada tanah berkapur atau salin. Respons terhadap pupuk Kalium kadang-kadang tampak pada tanah berpasir dengan kapasitas tukar kation rendah. ppm Klasifikasi < 30 rendah 300-60 sedang < 60 tinggi Fe-Ekstrak-DTPA. Kekurangan besi sering menjadi masalah bagi tanaman peka yang tumbuh pada nilai pH > 7.5. Meskipun batas kritis besi dalam tanah adalah 4.5 ppm, tanaman peka besi sering dapat tumbuh dengan baik pada level 2.5 ppm bila tidak ada kendala caliche atau gips, atau terjadi over irigasi. Beberapa jenis tanaman yang satu lebih peka terhadap besi dibandingkan yang lain. ppm Klasifikasi < 2.5 rendah 2.5-4.5 sedang > 4.5 tinggi Zn-Ekstrak-DTPA. Kekurangan Seng merupakan masalah penting beberapa tanaman sereal, terutama jagung dan gandum; umumnya tanah dengan nilai pH > 7.5 atau tanah mengalami pemupukan P berat. Beberapa jenis tanaman mungkin lebih peka kurang seng dibanding jenis lain. ppm Klasifikasi < 0.5 rendah 0.5-1.0 sedang > 1.0 tinggi Cu-Ekstrak-DTPA. Defisiensi Tembaga belum dibuktikan di Mexico Baru. Faktor yang mendukung defisiensi tembaga adalah berkaitan dengan kadar bahan organik tinggi, berpasir, atau pH tinggi. 71 ppm Klasifikasi < 0.3 rendah 0.3-1.0 sedang > 1.0 tinggi Mn-Estrak-DTPA. Defisiensi mangan belum dibuktikan di Meksico Baru. Umumnya terjadi di bawah kondisi seperti terjadi pada besi dan seng. ppm Klasifikasi < 1.0 rendah 1.0-2.5 sedang > 2.5 tinggi Faktor Konversi Luas lahan percobaan dapat dikonversi dari bagian per sejuta (ppm) ke pon per akre melalui faktor konversi berdasar kedalaman sampling tanah. Karena profil area 1 akre dan dalam 3 inci setara kira-kira 1 juta pon, faktor konversi berikut dapat digunakan: Kedalaman sampling ppm, kalikan dg inci 3 1 6 2 7 2.33 8 2.66 9 3 10 3.33 12 4 72 Komitmen Kesuburan Tanah Suatu sifat kimia tanah yang baik berdasar interpretasi uji tanah yang akurat bukanlah satusatunya pertimbangan terhadap hasil keuntungan maksimum dari produksi tanaman. Walaupun sejumlah pupuk yang sesuai berdasar pada suatu uji tanah direkomendasikan dan diterapkan, banyak faktor lain yang menyebabkan efek pupuk membatasi potensi hasil suatu tanaman. Faktor ini meliputi: (1) Kondisi tanah, (2) Pengendalian hama, dan (3) Mutu air irigasi, dan (4) Pengelolaan air irigasi. Jenis tanah dan mutu air irigasi bagi tanaman adalah sulit untuk untuk dikendalikan. Bagaimanapun, pengendalian hama dan penyakit dan pengelolaan air adalah di bawah kendali langsung penanam dan ketrampilan pengelolaan nya. Respon terhadap aplikasi pupuk pada umumnya tergantung berpa baik pengaturan pertanaman. DAFTAR PUSTAKA Herrera, E. 2000. College of Agriculture and Home Economics. New Mexico State University. Soil Analysis - Panduan A122. McArthur, W. M. dan K. Spencer. 1970. A scheme for preliminary study of soil fertility in a district. Australian J. of Exp. Agric. And Animal Husbandry. Vol. 10: 106-203. Syekhfani. 2001. Penggunaan Analisis Tanah Sebagai Dasar Evaluasi Kesuburan Tanah Suatu Area. Disampaikan dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh PT Pioneer Hibrida Indonesia di Hotel Kartika Graha, 23 April 2001 (tidak dipublikasikan). PROPAGASI TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi). 2. Berikan catatan singkat (satu halaman) apa saja yang perlu disiapkan sebelum melakukan analisis di laboratorium. 73 Modul 4. Aplikasi Pupuk Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui 5 kaedah pemberian pupuk: kebutuhan, jenis, dosis, waktu, dan cara. 2. Mahasiswa mengerti beda aplikasi pupuk anorganik dengan organik ke tanah dan ke tanaman. Ada tiga alasan prinsip melakukan pemupukan: 1. Keseimbangan Tanah: menjadikan komposisi hara dalam suatu tanah mencapai campuran yang dibutuhkan tanaman, atau menambahkan unsur hara dalam suplai singkat. Melalui analisis batuan dasar dari mana tanah tanah berasal, dan mengetahui kebutuhan tanaman yang tumbuh di sana atau mencampur tanaman selama beberapa musim, unsur hara dalam suplai sesaat dapat ditetapkan dan dapat ditambahkan dalam bentuk pupuk artifisial. Dalam uji tanah tradisional, suatu sampel A dianalisis, daripada horizon C atau B. Hal ini dilakukan karena komposisi horizon A, zone olah dan zone perakaran, segera menarik untuk musim produksi tanaman. Hal sama seperti analisis horizon C atau B, unsur asli dalam suplai sesaat dapat dideteksi dan ditambahkan untuk memperbaiki komposisi tanah. 2. Penggantian: untuk menggantikan unsur hara melalui panen. Dalam skala kecil masyarakat primitif, sisa manusia dan binatang dikembalikan ke tanaman budidaya di mana mereka berasal, tetapi pada skala besar pertanian di mana produksi dijual dan di,akan secara luas, hal ini tidak tidak lebih lama diterima. Pupuk artifisial kemudian penting untuk menggantikan pupuk tanah alami. Lihat pula catatan pada pertanian tradisional dan daur ulang sisa di bawah: Respon Cepat: pupuk cepat tersedia diaplikasikan untuk memperoleh kebutuhan mendadak tanaman budidaya monokultur cepat tumbuh. Optimis: pupuk artifisial diberikan untuk optimisasi bebrapa parameter ekonimi, biasanya jumlah keuntungan udari operasi. Banyak perusahaan pupuk mendefinisikan hasil optimal tanpa maksud meningkatkan resiko polusi tanah dan air, dan degradasi lahan miring seperti racun bunga plankton di laut. Pakan Mikroorganisme Tanah: suatu aspek paling penting sering dipandang adalah penggunaan pupuk sebagai pakan mikroorganisme dari senyawa berkayu di dalamnya. Di abad ke-19, 'Gabungan Petani' Belanda menggunakan lebih dari 20 t/ha manure. Nitrogen dapat diperoleh dari manure dalam bentuk amoniak NH3, bentuk nitrogen sangat menguap. 74 Tabel 18. Pupuk Umum Digunakan Tipe pupuk Formula Unsur aktif Komentar Amonium bikarbonat NH4.HCO3 N 18% Cepat menguap. Kemasan butuh sealed. Terbaik aplikasi dalam tanah. Hilang di atas 50 % setelah aplikasi. Pembuatan murah. Amonium nitrat NH4.NO3 N 35% Pupuk paling potensial buatan industri Haber-Bosch. Mudah larut dalam air dan diserap tanaman. Juga cepat tercuci. Urea NH2.CO.NH2 N 47% Pupuk lambat tersedia yang membutuhkan konversi oleh bakteri tanah sebelum amoniak tersedia bagi tanaman. Urea pelet mudah dipak, dipegang, disimpan dan diaplikasi. Batu Fosfat Ca3(PO4)2 P 19% Ca 38% Diberikan sebagai fosfor dan kalsium. Ditambang dari deposit guano (ekskresi burung laut). Super fosfat CaSO4 53% CaP2O5 34% S 12% P 11% Ca 24% Dibuat dari batuan fosfat atau tulang, digiling menjadi tepung, kemudian dicampur dengan asam sulfat. Populer di New Zealand dan Australia. Super fosfat dobel Ca(H2PO4)2 P 26% Ca 17% Bentuk fosfat yang paling umum, kelarutan tinggi Triple super fosfat CaHPO4 P 23% Ca 29% Digunakan secara luas, sedikit larut dalam air. Kapur, kalsit CaCO3 Ca 40% Ditambahkan ketanah sebagai kalsium dan mengurangi kemasaman. Kalium oksida K2O K 83% Penambahan kalium Uji tanah memberikan konsentrasi tanah dalam ppm (parts per million). Dua nilai berbeda tampak pada fosfor, tergantung jenis uji: Bray atau Olsen. Olsen menunjukkan gambaran umum 30% lebih rendah dari pada uji Bray. Tanah adalah dianggap optimal dengan konsentrasi P 10-20 ppm; deficient bila 0-5 ppm. Tingkat aplikasi tipikal adalah 50 kg/ha (P2O5) untuk lahan pertanian intensitas tinggi. Kalium diekstraksi dari tanah dengan amonium-asetat, menunjukkan tanah optimal pada 90-130 ppm dan tanah deficient adalaht 0-50 ppm. Tingkat aplikasi tipikal adalah 40 kg/ha (K2O) untuk tanah pertanian intensitas tinggi (catatan: 1000 ppm = 1 kg/ton). Bila pupuk dihalangi, padang rumput berproduksi tinggi diturunkan 5% dan daerah berbukit 10-15% per tahun, untuk mendatar hasil kurang dari 30-40%. Pada sistem pertanian tradisional tidak terdapat cukup daur sisa hewan dan manusia untuk mempertahankan kehilangan melalui panen. Lahan budidaya digilir dengan rumput. Ternak kandang pedaging diberi pakan sisa tanaman dan tanaman pakan yang ditumbuhkan khusus untuk itu. Sisanya didaur ke lahan, hanya pada saat sebelum tanaman baru membutuhkan unsur hara. Penyakit tanaman lebih baik dikendalikan dengan rotasi daripada dengan bahan kimia. Ini merupakan cara pertanian berlanjut lebih dari seribu tahun, dan mendapat banyak dukungan saat ini dengan istilah permacultur. Pertanaman dan produksi daging modern telah diperkenankan berkembang secara bebas, belokasi jauh dengan yang lain, sehingga biaya transpor terlalu tinggi untuk menjastifikasi daur sisa. Ini suatu ide perdagangan bebas yang tidak cocok untuk keberlanjutan, namun dapat diubah melalui relokasi petani ayam dan babi ke tempat di mana kotoran sisanya dapat didaur. Kesuburan tanah berkaitan erat dengan organisme tanah. Bagaimana perlakuan tanah dengan membajak, memupuk atau mengontrol hama penyakit, petani perlu mempertimbangakan tentang 75 biota tanah. Apa yang perlu? Bagaimana cara perlekuan? Bagaimana cara memperoleh lebih banyak? Dalam hal ini, pupuk anorganik (artifisial) tidak sama dengan daur sisa. Pupuk artifisial hanya mengandung nhara untuk tanaman. Sisa dan akar kemudian memberi pakan tanah. Secara kontras, sisa hewan tanah memberi pakan tanah menjadikan unsur hara tersedia bagi tanaman. Ini perbedaan penting antara pupuk anorganik dengan bahan organik. Juga terdapat perbedaan jelas antara tanaman tahunan seperti teh, kopi, karet, rumput, dengan tanaman semusim seperti kacang, gandum, kentang. Tanaman pohon tidak memerlukan pengolahan tanah, tidak menghancurkan tanah agar berlanjut, yang mempengaruhi kehidupan biota tanah. Hidup tanaman yang lama membiarkan tanah menjastifikasi komunitas tanaman baru di atasnya dan mempertahankan unsur hara yang paling dibutuhkan. Kebanyakan tanaman budidaya berbeda dari ekosistem alami dan komunitasnya dalam kompleksitasnya. Tanaman budidaya kebanyakan monokultur, sedang komunitas alami mempunyai kemungkinan ragam untuk memberikan tipe tanah dan iklim spesifik lokal. Varieats tanaman tinggi dimaksud bahwa komposisi rata-rata haranya lebih dalam komunitas tanah oprimal. Dengan kata lain, ragam tanaman meningkatkan kesuburan tanah. Adalah menarik bahwa bero dengan varietas rumput dan lain ragam tanaman, memelihara tanah lebih subur daripada bila dibudidayakan secara monokultur satu jenis rumput. 3. Meminimalkan Resiko: melalui kepedulian penuh terhadap lahan budidaya, mengenal sejarah dan mempunyai pengalaman bagaimana terjadinya melalui penelitian dan pengujian, petani merupakan person paling tepat untuk menjastifikasi resiko lingkungan. Berikut beberapa praktek umum mengurangi resiko kerusakan oleh lingkungam: Uji tanah setiap tahun. Ambil bebrapa sampel tersebar di lahan pada titik-titik tertentu pada bulan sama setiap waktu. Mintakan advis ahli pertanian. Ingat bahwa ukuran uji adalah hara segera tersedia, sedang organisme tanah melepas hara 'tidak tersedia' sedikit-sedikit. Tanah yang baik bisa mempunyai kutub hara 'tidak tersedia'. Analisis jaringan tanaman untuk serapan hara aktual. Catatan uji tanah dan tanaman, aplikasi pupuk dan hasil tanaman. Juga curah hujan. Kondisi aplikasi pupuk saat angin tenang, kurang dari 5 km/jam. Sering-sering semprot/aplikasi. Hindari air terbuka. Tidak memupuk bila tanah jenuh air (> kapasitas lapangan). Lakukan bila pipa drainase tak berjalan. Perubahan suhu tanah tanah 5ºC. Waktu aplikasi pada saat pertumbuhan tercepat. Berikan pupuk lambat tersedia (slow-release) atau cepat tersedia (fast-release), atau campuran keduanya untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Berikan jumlah sedikit lebih sering ( split application) bila mungkin dan mudah dilakukan. Lahan merupakan tipe yang cocok (tanah, kelerengan). Sumber dan kualitas sumber air/air pengairan memenuhi syarat sebagai sumber unsur hara. 76 4.1. Prinsip Dasar Apl ikasi Pupuk Anorganik– Materi-13a Tujuan: 1. Mahasiswa mengetahui cara aplikasi pupuk anorganik padat dan cair. 2. Mahasiswa mengetahui cara aplikasi pupuk anorganik ke tanah dan ke tanaman. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Tugas Individual 5 Proponen permakultur dan pertanian organik menggunakan sumber alami 'batuan' untuk pupuk alami. Bahan ini ditebar di lahan. Organisme tanah kemudin menutupinya menjadi lingkungan masam dan lembab yang mendorong laju pelapukan alami 1 ton/ha. Sudah barang tentu, di horizin C, batuan basik melapuk pada timgkat ini, memberikan unsur hara baru. Seringkali batuan keras adalah endapan metamorf seperti greywacke atau batuan beku seperti basalt. Susunan kimia dari kedunya berbeda , tetapi rata-rata dapat mendorong hasil unsur hara berikutnya (lihat tabel berikut): Estimasi Komposisi Batuan Pupuk Unsur N - nitrogen P - fosfor K – kalium S - sulfur Ca – kapur, kalsium Mg - magnesium Batuan [1] konsentrasi ppm batuan [1] kg/ton tanah[2] kg/ton 100 700 1,200 1,000 20,000 20,000 0.1 0.7 1.2 1.0 20 20 1.0 0.7 14 0.7 14 5 [1] Konsentrasi rata-rata kerak bumi, pada greywacke, granit dan basal. [2] lihat tabel di atas Aplikasi pupuk sebelum tanam harus disebar rata dan dibenamkan ke dalam tanah. Dalam hal pupuk mengandung fosfat larut, aplikasi dilakukan pada jarak 2.5 hingga 5 cm di bagian kiri kanan baris tanaman dengan kedalaman10 hingga 15 cm, lalu ditutupi tanah untuk mengurangi fiksasi fosfat. Juga praktek yang baik dilakukan dengan cara mencampurkan superfosfat dengan kotoran ternak (farmyard manure) sebanyak 18 hingga 22 kg setiap ton sebelum diaplikasikan. Amonium sulfat diaplikasikan setelahada tanaman dan tidak boleh saat kondisi daun basah. Aplikasi untuk tanaman beririgasi, harus segera diikuti pemberian air. Untuk tanaman pohon buahan, pupuk diaplikasikan ke tanah seputar proyeksi tajuk, sesuai perkembangan pertumbuhan. Di negara-negara maju, pupuk biasanya diaplikasikan dengan bantuan mesin berbagai jenis dan kadang-kadang menggunakan pesawat terbang seperti helikopter. Kombinasi - tanaman, pupuk, dan penyebaran - perlu disesuaikan bila pupuk diberikan dalam barisan saat tanam. 77 Diagnosis Kebutuhan Pupuk: (Chrisiworld, 2009) Ada empat metode penetapan kebutuhan pupuk suatu tanah, yaitu: (1) percobaan lapangan, (2) uji pot, (3) uji biologis, dan (4) uji kimia. Percobaan lapangan, bersifat sebagai metode yang lebih nyata, tetapi memerlukan waktu dan biaya, dilakukan terutama oleh para peneliti dan organisasi peneliti lapangan. Petani yang menginginkan hasil suatu percobaan lapangan yang valid untuk dijadikan landasan penentuan kebutuhan pupuk di lahan mereka, perlu minta nasihat pada para Ahli agronomi. Percobaan pot, memungkinkan melakukan percobaan pemupukan dalam jumlah banyak, pada tempat terbatas, dan dalam waktu relatif singkat. Bagaimanapun, kondisi pengujian berbeda dengan di lapangan, hasilnya tidak selalu dapat langsung diaplikasikan skala luas di lapangan. Uji Biologis, berkaitan dengan pertumbuhan benih atau bentuk tanaman tingkat rendah lain, seperti bakteri dan fungi, di bawah kondisi khusus dan studi pertumbuhan relatif mereka atau kandungan hara yang dibutuhkan. Prediksi suatu uji jaringan tanaman untuk nitrat dan unsur hara lain menunjukkan kecenderungan prediksi kebutuhan tanaman terutama tanaman pangan berbeda. Metode ini bersifat lambat dan memerlukan biaya besar sehingga tidak selalu dapat dipraktekkan. Analisis kimia tanah dan tanaman tumbuh di tanah, merupakan metode modern untuk menentukan status kesuburan tanah. Analisis tertentu memberikan informasi relatif tentang kelebihan atau kekurangan unsur-unsur bagi tanaman, tetapi tidak memberikan indikasi tentang kuantitas yang tepat tentang pupuk yang akan diaplikasikan untuk mengatasi defisiensi dengan baik. Suatu metode dapat digunakan untuk suatu tujuan bila hasilnya dikorelasikan dengan hasil penelitian lapangan. Uji cepat tanah dapat dilakukan di semua daerah yang didukung fasilitas cukup. Percobaan lapangan pun jumlahnya banyak, dilakukan setiap tahun pada berbagai jenis tanaman dan tanah berbeda. Hasil-hasil percobaan lapangan, bila dikalibrasi dengan uji cepat, akan memberikan gambaran status perharaan dalam tanah berikutnya; ini akan menjadi petunjuk berharga bagi para petugas penyuluh dalam menyampaikan saran kepada petani tentang praktek pemupukan. Gejala defisiensi, pada tanaman kadang-kadang mampu memberikan petunjuk kemungkinan mengatasi defisiensi dalam tanah. Namun, diagnosis defisiensi yang benar membutuhkan pengalaman yang luas. Lebih jauh, beberapa simptom pada tanaman menunjukkan penampakan aktual defisiensi unsur hara dalam tanah. Defisiensi tanah tertentu harus didiagnose dan dilakukan seawal mungkin dengan memperhatikan tujuan-tujuan lain. Jumlah Aplikasi Pupuk: Di negara daratan seperti India, di mana kondisi varietas dan iklim beragam, tidak mudah menentukan dosis optimum jenis pupuk untuk tanaman tertentu yang umum bagi semua daerah. Setiap daerah punya penelitian 50 tahun-an dan infomasi kebutuhan pupuk spesifik lokasi. Namun, untuk 78 praktek pupuk khusus dalam hubungan dengan jenis tanaman dan tanah, dilakukan konsultasi dengan Departemen Pertanian. Faktor Konversi untuk Menentukan Jumlah Pupuk: Untuk menetapkan jumlah pupuk dari rekomendasi tingkat aplikasi N, P atau K, atau sebaliknya, digunakan faktor konversi berikut: Faktor Konversi untuk Menentukan Jumlah Pupuk Jenis Unsur/Senyawa Kalikan dengan Jenis Pupuk Nitrogen 4.854 Amonium sulfat Nitrogen 2.222 urea Nitrogen 3.846 Amonium sulfat nitrat Nitrogen 4.000 Amonium khlorida Nitrogen 3.030 Amonium nitrat Fosfor oksida (P2O5) 6.250 Superfosfat, single Fosfor oksida (P2O5) 12.222 Superfosfat, double Fosfor oksida (P2O5) 2.857 Dikalsium fosfat Fosfor oksida (P2O5) 5.000 Tepung tulang, mentah Kalium (K2O) 1.666 Kalium muriat Kalium (K2O) 2.000 Kalium sulfat Amonium sulfat .206 Nitrogen Natrium nitrat 0.155 Nitrogen Urea 0.450 Nitrogen Amonium sulfat nitrat 0.260 Nitrogen Amonium khlorida 0.250 Nitrogen Amonium nitrat 0.330 Nitrogen Superfosfat, dobel 0.450 Fosfor oksida (P2O5) Dikalsium fosfat 0.350 Fosfor oksida (P2O5) Tepung tulang, mentah 0.200 Fosfor oksida (P2O5) Kalium muriat 0.600 Kalium (K2O) Kalium sulfat 0.500 Kalium (K2O) 79 4.2. Pupuk Ke Daun: Pendahuluan Pemupukan daun (atau memberi makan daun) merupakan aplikasi—melalui semprotan—unsur hara ke daun dan batang tanaman serta serapan oleh bagian tersebut. Penggunaan baik sistem produksi konvensional maupun alternatif, keduanya mampu (meski kadang-kadang ada kontroversi) dalam hal meningkatkan nutrisi tanaman. Informasi memberi makan daun pada aplikasi konvensional biasanya disediakan oleh Koperasi Penyuluhan dan pers pertanian umum, publikasi menitik beratkan aplikasi dalam hal sistem organik dan berkelanjutan. Lebih detail lihat publikasi ATTRA: Sustainable Agriculture: An Introduction and Organic Crop Production Overview. Latar Belakang Memberi makan daun dilakukan untuk tujuan suplai hara makro dan mikro, hormon tanaman, stimulan, dan senyawa-senyawa menguntungkan lainnya. Penelitian pengaruh pemupukan melalui daun antara lain meliputi peningkatan hasil, ketahanan hama penyakit, toleransi kekeringan, dan kualitas tanaman. Respon tanaman tergantung spesies, bentuk pupuk, konsentrasi, dan frekuensi aplikasi, sejalan dengan fase pertumbuhan tanaman. Aplikasi daun seringkali berkaitan dengan fase pertumbuhan vegetatif atau pembuahan tertentu, dan formula pupuk harus didekati secara benar. Aplikasi juga dilakukan untuk tujuan pemulihan akibat sok karena pindah tanam, kerusakan, atau akibat cuaca ekstrem buruk. Dalam hal serapan hara, pemupukan daun dapat mencapai 8 hingga 20 kali lebih efisien daripada aplikasi melalui tanah (1). Bagaimanapun, efisiensi tidak selalu dicapai dalam praktek. Biasanya, kegagalan terjadi akibat tidak menguasai prinsip-prinsip memberi makan daun (lihat Dasar Memberi Makan Daun, uraian di bawah). Kerusakan lain termasuk aplikasi campuran semprotan salah, atau campuran benar tapi waktu pemberian salah. Keterampilan tentang bahan semprotan yang dipakai dan fase tumbuh tanaman kapan penyemprotan tampaknya berkaitan dengan pengalaman dan penguasaan ilmu. Oleh karena hasil penelitian dan pengalaman praktek aplikasi pemberian makan daun beragam, pendapat terhadap penggunaannya juga beragam baik pada siklus pertanian konvensional maupun alternatif. Meski demikian terdapat kesepakatan umum, bahwa bagaimanapun pemupukan daun tidak dapat disebut sebagai pengganti dalam program penyuburan tanah. Untuk mencari cara operasi ke lahan agar lebih berlanjut, termasuk beberapa kombinasi kompos, ternak, pupuk kandang, pupuk hijau, tanaman penutup, mineral-mineral tanah dari batuan, dan perencanaan yang baik dalam rotasi tanaman, termasuk legum. Salah satu keuntungan pemupukan daun adalah peningkatan serapan hara dari dalam tanah. Pernyataan ini berdasar pada pertimbangan bahwa pemupukan daun menyebabkan tanaman memompakan lebih banyak gula serta eksudat lain dari akar ke rizosfer. Populasi mikroba di zona perakaran terstimulasi melalui peningkatan eksudat ini. Akibatnya, hal ini mendorong aktivitas biologi dalam meningkatkan ketersediaan hara, penekanan penyakit secara biokimia, vitamin, dan faktor-faktor menguntungkan tanaman lainnya. Berdasar pertimbangan ini, maka upaya aplikasi pemupukan daun dalam pertanian organik adalah tepat, di mana filosofi makanan tanah, bukan isi ulang tanaman. 80 Pemupukan Daun dan Resistensi Hama Penyakit Terdapat acuan dasar pertanian organik bahwa tanaman tertentu mempunyai perilaku tersendiri terhadap ketahanan hama penyakit. Sedang tradisi kebanyakan partisi mencoba mencapai hara optimum melalui menejemen tanah secara langsung, banyak pertimbangan pemupukan daun kunci akhir membuat beberapa format "resistency induced" suatu kenyataan praktek. Pupuk Daun Agar pupuk daun bekerja efektif, beberapa petunjuk berikut agar diikuti: Untuk efisiensi dan mencegah kerusakan tanaman, disarankan agar larutan nutrien seencer mungkin. Kadang-kadang sebanyak satu atau ½ takaran kecil tiap akre adonan aktif cukup menunjukkan respon yang jelas (1). Semprotan konsentrasi tinggi, khususnya pupuk berupa garam-garam anorganik, mempunyai potensi "membakar" daun tanaman. Terutama garam-garam khlorida (mis, KCl). Nilai pH larutan semprot harus berada mendekati kisaran netral (5.5-8.5). Bila dibutuhkan peneraan pH, dapat digunakan vinegar untuk meningktkan kemasam, dan baking soda untuk menurunkan. Dalam hal pH, beberapa kualitas air semprot harus diperhatikan: Kebersihan. Partkel kecil tak larut, dapat segera menyumbat lubang nozzles—meski lebih baikdilengkapi dengan strainers bila cukup banyak bahan mengendap. Bahan Kimia dan Kontaminan Penyakit. Beberapa air sumber kontaminan tidak boleh digunakan untuk pupuk daun. Apabila terdapat kecurigaan pada organisme penyakit tertentu, air dapat diperlakukan secara efektif dengan sedikit hidrogen peroksida. Khlorin. Khlorinasi air dapat menghilangkan bakteri membahayakan, tetapi dapat pula membunuh organisme yang menguntungkan, yang mana mungkin berada dalam larutan semprot daun. Membiarkan air dalam tangki terbuka selama satu malam umumnya cukup menjadikan air tidak membahayakan mikroba campuran. Pengaruh baik adalah bila semprot daun mencapai kehalusan atom. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan tekanan pompa menggunakan blower. Perkembangan lanjut berupa semprot tipe boom dengan mengatur nozzles posisi sudut 45° membiarkan semprot menempel pada tanaman. Semprotkan saat angin minimal. Ini khusus penting dengan semprot halus mengatom agar mudah membasahi permukaan daun. Serapan akan meningkat bila semprotan memasahi dan menempel di helai daun. Semprotan agar mengenai bagian lokasi stomata. Tunda semprot daun bila suhu udara turun hingga 80°F atau lebih rendah. Serapan pada suhu tinggi sangat tidak baik sebab stomata menutup. Beberapa semprot daun paling efektif dilakukan sore hari menjelang malam, ketika suhu baik dan angin minimal. Serapan akan dibantu bila kondisi cuaca adalah lembab dan basah. Keberadaan embun pada daun membantu pupuk daun. Penambahan surfactant ke larutan menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan serapan. 81 Catat kemungkinan terjadi interaksi di antara pupuk daun. Beberapa bahan tidak cocok untuk dicampurkan bersama-sama. Ia akan menyebabkan terjadi endapan yang mengikat hara dan menyumbat nozzle. Banyak label produk menunjukkan ketidak-kompatibelan. Bila tidak ada keterangan, campur sejumlah relatif bahan dengan air dan dalam botol dan kocok. Bila tidak ada endapan, bearti tidak ada masalah. Untuk penghematan dan pengurangan biaya, pupuk daun kadang-kadang dapat dikombinasikan dengan aplikasi pestisida. Bagaimanapun, konflik waktu dan ketidak-kompatibelan bahan dapat dikombinasikan melalui semprotan. Boleh jadi diperlukan membaca semua label produk dan melakukan uji dalam botol. Defisiensi atau Gejala Di kawasan di mana produksi tanaman secara kontinyu untuk suatu waktu dan di mana interaksi tanaman dan tanah tertentu telah dipelajari, defisiensi nutrisi tertentu dapat diprediksi. Di mana defisiensi ini berkaitan dengan hara sekunder dan mikro, pemupukan daun sering dianggap dapat mengatasi. Sebagai contoh, pemupukan daun secara rutin digunakan untuk mengatasi defisiensi Zn pada tanaman pecan. Tampaknya, penyemprotan Ca sering direkomendasikan sebagai salah satu pencegah blossom end rot pada tomat. Pemutusan untuk menyemprot pada beberapa kasus berdasar pada hasil peneleitian sebelumnya, sering bolstered dengan informasi uji tanah dan/atau pengamatan simptom di lapangan. Uji Jaringan Tanaman Uji jaringan tanaman faktual daripada cara pendekatan sebelumnya, yaitu melalui simptom tanaman, atau uji tanah untuk memantapkan kondisi adanya defisiensi hara, meski mereka dapat digunakan satu sama lain sebagai patokan dalam mengetahui dan mengatasi masalah defisiensi. Dalam hal tanaman hortikultura bernilai tinggi (termasuk pecan dan tomat), uji jaringan adalah rutin. Hal ini barangkali merupakan suatu hal secara umum diterima untuk mengidentifikasi defisiensi unsur hara. Kesesuaian pemupukan daun sebagai cara koreksi biasanya tergantung pada defisiensi hara. Sebagai contoh, penggunaan pemupukan daun lebih umum bila defisiensi unsur mikro daripada defisiensi unsur makro nitrogen, fosfor, atau kalium. Banyak servis uji tanah juga dilengkapi uji jaringan tanaman. Hal yang sama dilakukan banyak laboratorium lapangan. Sebagai contoh, Universitas Arkansas, mempunyai program khusus analisis daun blueberi—komoditi utama di negara ini. Lab Uji Tanah Alternatif ATTRA mempublikasikan daftar sejumlah fasilitas uji secara bebas, sebagian di antaranya mengenai servis analisis jaringan. Perlu perhatian bahwa analisis daun akurat tergantung pada pengambilan dan prosedur penanganan contoh. Sedang instruksi tampak pada setiap lab atau pengembangan servis konsultasi, beberapa advis umum yang baik disajikan dalam bentuk tulisan berjudul: Leaf/Petiole (Stem) Sampling. 82 Refraktometer Suatu alat yang dirasakan petani baik diintreaksikan dengan pemupukan daun adalah refraktometer. Refractometer adalah alat sederhana yang murah untuk mengukur padatan larut dalam cairan tanaman (kebanyakan adalah gula), dengan cara menyelidiki berkas (refraksi) cahaya lewat melalui cairan. Persentase tinggi padatan larut yang ada dalam cairan, berarti perharaan baik dalam tanaman. Seperti dijelaskan sebelumnya, kebanyakan proponen pemupukan daun berhubungan dengan pembacaan °Brix lebih tinggi dengan resistensi hama penyakit. Bahan Pupuk untuk Pemupukan Daun: Pupuk Sintetik Bahan pupuk konvensional paling larut dapat digunakan untuk pemupukan daun. Campuran cairan panas dan formulasi larutan kering (contoh, produk Miracle-Gro™) biasanya ada saham, seperti halnya dirancang agar larut dalam air dan mengandung beberapa kontaminan. Pupuk mengandung jumlah banyak khlorin, harus dihindari untuk mengurangi kemungkinan kerusakan tanaman. Catat bahwa pupuk sintesis tidak diperbolehkan untuk produksi tanaman organik. Pupuk Organik Pupuk berbasis-ikan (emulsi ikan atau tepung ikan) dan rumput laut (tepung rumput laut larut atau ekstrak rumput laut) di antaranya adalah merupakan makanan tanaman paling umum dalam pertanian organik, diaplikasikan secara sendiri-sendiri maupun kombinasi. Informasi jenis pupuk-pupuk ini telah ada, dua-duanya telah sangat umum digunakan selama banyak dekade. Buku pegangan: The Non-Toxic Farming Handbook; menyajikan informasi tentang pupuk berbasis-ikan untuk aplikasi daun maupun tanah. Berbagai buku oleh Lee Fryer, seperti: The Bio-Gardener's Bible, juga sumber advis yang baik dalam penggunaan pupuk ikan. Referensi dan detail tentang tumbuhan laut berbagai pupuk tersedia di ATTRA. Teh kompos menjadi populer sebagai bahan pupuk daun sebab mengandung unsur hara dan bersifat menekan penyakit. Untuk informasi lanjut produksi teh kompos, disarankan: Compost Tea Manual by Ingham. Juga lihat: publikasi ATTRA: Notes on Compost Teas. Bahan organik larut yang mana ekstraksi mudah dibuat, termasuk semprotan darah kering, guano kelelawar, kascing, teh pupuk, humat, tetes, susu, vitamin B, dan ekstrak herbal ekstrak tanaman seperti stinging nettle dan horsetail. Pemupukan Daun untuk Pertanian Organik Petani organik harus waspada ketika membeli produk pupuk organik komersial. Tidak semua berupa produk bersertifikasi yang benar. Sebagian telah dicampur dengan bahan pupuk konvensional. Stimulan tertentu, biokatalis, dan lain-lai juga dilarang, seringkali karena mengandung atau derivat organisme hasil rekayasa genetik. 83 Manipulasi Tanaman melalui Pemupukan Daun Strategi pemupukan dapat berhubungan dengan pembungaan, pembentukan buah, ukuran buah, jumlah pertumbuhan vegetatif,dan karakteristik tanaman lain. Dengan memilih secara hati2 komponen pupuk daun atau pupuk samping, petani dapat "nudge" suatu tanaman melalui pembentukan buah lebih awal, lebih lebat, atau mencegah pembuahan—dalam pengembangan bila memproduksi tanaman hijau atau polong. Konsep ini agak lebih dikenal dalam komunitas pertanian konvensional. Sebagai contoh, banyak petani jeruk mengetahui bahwa makanan daun dicampur dengan kalium dan nitrat—hara mendorong pertumbuhan vegetatif—untuk meningkatkan ukuran buah setelah berbuah baik. Secara umum, campuran pupuk didominasi kalium, nitrat, kalsium, dan khlor cenderung mendorong pertumbuhan vegetatif dan ukuran buah. Campuran didominasi amonium, fosfor, sulfur, dan mangan memperbaiki pembuahan dan pembentukan biji. Karena pengetahuan ini memberikan opsi menejemen lebih banyak pada petani, satu hal tidak diasumsikan lebih bila mencoba memanipulasi penampakan tanaman. Semua tanaman—tetapi khususnya tanaman buah—akan membutuhkan jumlah tertentu baik unsur hara untuk pertumbuhan maupun mendorong pembuahan tiap musimnya. Ketepatan waktu, atau lebih jauh menyeimbangkan, dapat menghasilkan kerugian dari segi biaya. Catatan, bahwa manipulasi ini dapat menjadi sulit dalam hal mensertifat organik untuk mencapai rantai pendek terhadap bahan pupuk tersedia untuk digunakan. 84 4.2. Prinsip Dasar Apl ikasi Pupuk Organik– Materi-13b a b c Aplikasi Pupuk Organik: a. Penyebaran di lahan dengan tangki b. Pencampuran menggunakan garu/chissel c. Pemerataan 85 Penggunaan Kompos Memanen Kompos: Proses pengomposan komplit bila komposisi menu dalam waktu singkat dapat diketahui. Kompos jadi berwarna hitam, remah dan berbau spesifik. Meskipun anda selalu menambah bahan dan membalik timbunan, anda harus melakukan hingga ke lapisan terbawah. Pisahkan lapisan yang belum jadi mulai dari atas dan diletakkan di samping. Lapisan yang sudah jadi dapat dibawa ke luar, dan lapisan yang belum jadi ditaruh kembali di bagi an bawah tempat pengomposan. Agar saat memindahkan bahan belum komplit pengomposannya dari lapisan jadi, ayak kompos menggunakan kawat kasa. Ayakan berukuran 7 – 21mm (1/4 – ¾ inci), tergantung pada kekasaran kompos. Semua bahan pengomposan yang belum komplit kemudian dikembalikan ke komposer. Petunjuk: Cara mudah memperoleh kompos jadi adalah melepas kotak kompos, dan memasang lagi dan semua bahan belum jadi dimasukkan kembali ke dalam kotak komposer. Menggunakan Kompos: Ada banyak cara penggunaan kompos jadi seperti: Ia dapat langsung ditambahkan ke kebun atau bedeng kembang dan ke dalam tanah. Penyebaran kompos di seputar pangkal batang selama musim pertumbuhan. Unsur hara dari kompos akan tercuci ke dalam tanah dan perakaran tanaman. Sebar rata hamparan anda, melalui penyebaran selapis tipis kompos dalam lapisan di atas rumput. Ia harus diaduk rata dengan tanah. Kompos dapat digunakan untuk timbunan pembibitan atau ditambahkan pada tanaman rumah. Untuk memulai transplanting disarankan menggunakan campuran separuh kompos dan separuh tanaman pot. Penggunaan kompos sebagai pengondisi tanah dengan membenamkan ke dalam tanah sebelum tanaman berbunga dan sayuran. Atau, sebar bahan jadi di lahan anda sebagai pupuk. Membuat teh kompos. Letakkan beberapa kompos dalam suatu burlap sack atau nylon sock dan tuangkan dalam air. Unsur hara dari kompos akan tercuci ke dalam air. Gunakan 'teh' yang dihasilkan untuk air kembang, sayuran dan tanaman indoor. Petunjuk: Bila anda khawatir terhadap kutu sewaktu menggunakan kompos dalam rumah, sterilkan terlebih dulu. Kesemua itu harus dilakukan memanaskan kompos dalam oven pada 175Of selama kurang lebih setengah jam. 86 Aplikasi pupuk sebelum tanam harus disebar rata dan dibenamkan ke dalam tanah. Dalam hal pupuk mengandung fosfat larut, aplikasi dilakukan pada jarak 2.5 hingga 5 cm di bagian kiri kanan baris tanaman dengan kedalaman10 hingga 15 cm, lalu ditutupi tanah untuk mengurangi fiksasi fosfat. Juga praktek yang baik dilakukan dengan cara mencampurkan superfosfat dengan kotoran lahan pertanian (farmyard manure) sebanyak 18 hingga 22 kg setiap ton sebelum diaplikasikan. Amonium sulfat diaplikasikan setelahada tanaman dan tidak boleh saat kondisi daun basah. Aplikasi untuk tanaman beririgasi, harus segera diikuti pemberian air. Untuk tanaman pohon buahan, pupuk diaplikasikan ke tanah seputar proyeksi tajuk, sesuai perkembangan pertumbuhan. Di negara-negara maju, pupuk biasanya diaplikasikan dengan bantuan mesin berbagai jenis dan kadang-kadang menggunakan pesawat terbang seperti helikopter. Kombinasi -tanaman, pupuk, dan penyebaran- perlu disesuaikan bila pupuk diberikan dalam barisan saat tanam. Aplikasi Pupuk Kandang: Khusus pupuk kandang berbau tidak sedap secara umum harus diaplikasikan ke tanah tiga hingga empat minggu sebelum tanam. Bila tanah cukup lembab, tersedia cukup waktu untuk dekomposisi dan perbaikan struktur tanah. Waktu aplikasi terlalu lama sebelum tanam, dapat menyebabkan bau tidak sedap pupuk organik mengalami dekompisisi cepat, tergantung adanya hujan. Tetapi pada kasus tertentu, bisa jadi menyebabkan kehilangan amoniak dan nitrogen. Pupuk organik sedang dalam proses perombakan, tidak dianjurkan diaplikasikan sebelum tanam; khususnya pada tanah-tanah ringan. Tetapi, untuk beberapa kasus, begitu pupuk organik diangkut ke lapangan, segera harus disebar dan dicampur tanah agar tidak kehilangan nitrogen. Pada budidaya sayuran dan buahan, aplikasi pupuk organik sedang dalam proses perombakan, khusus bagi tanaman muda, menunjukkan hasil yang baik. Diperlukan kelembaban cukup untuk proses dekomposisi bahan organik. Pupuk kandang dapat digunakan pada semua fase pertumbuhan tanaman pada musim hujan, atau bila irigasi cukup. Jumlah pupuk organik untuk tanaman tanpa irigasi bervariasi dari 1.5 hingga 2 gerobak penuh per hektar pada area dengan curah hujan tinggi. Untuk lahan beririgasi, pemberian berkisar 10 hingga 20 gerobak. Tebu, jagung, atau tanaman kebun seperti kentang kunyit, jahe, sayuran dan buahan memerlukan 15 hingga 25 gerobak. Satu gerobak pupuk organik, berukuran 9 meter kubik, berat kurang lebih setengah ton. Perlu dicatat bahwa nilai pupuk kandang tergantung pada kandungan unsur hara utama dan dapat: (1). memperbaiki struktur tanah dan aerasi, (2). meningkatkan kapasitas pemegangan air tanah, dan (3). merangsang aktivitas jasad mikro yang menjadikan unsur hara dalam tanah tersedia bagi tanaman. Suplai bahan organik, dikonversi menjadi humus merupakan kegunaan pupuk kandang. Satu ton kotoran ternak dapat menyuplai 2,95 kg nitrogen, 1,59 kg fosfor dan 2,95 kg kalium. Penggunaan hanya pupuk kandang menyebabkan ketidak-imbangan unsur hara berkaitan dengan kandungan fosfor yang relatif rendah. Bagaimanapun, mempertahankan suplai unsur hara esensial siap tersedia, dan juga dalam bentuk 'dikehendaki', disarankan menggunakan bahan organik padat. Aplikasi Kompos Cacing: Aplikasi kompos-cacing matang disarankan 0.5 ton/ha. Saran-saran berikut perlu diikuti: Campuran kotoran ternak, domba, kuda dan sisa sayuran dengan gram bran dan gandum merupakan pakan ideal cacing. Campuran gram bran dengan kotoran ternak dengan perbandingan 3 : 10 meningkatkan biomas, Campuran bran gandum dengan kotoran ternak perbandingan 3 : 10 mendukung pertumbuhan cacing. Penambahan sisa dapur dalam proporsi sama meningkatkan populasi cacing. Lumpur biogas/ ternak unggas jumlah yang sama sangat meningkatkan populasi cacing dan biomas. Petunjuk Umum Aplikasi Teh Kompos: Dapat diinjeksikan ke air sistem sprinkle atau mikro jet dosis yang rekomendasi. Tidak diaplikasi melalui sistem irigasi drip. Aplikasi sumber pakan mikroba yang cocok harus diikutkan pada setiap aplikasi teh kompos. Penggunaan bahan pembasah tanah alami disarankan pada setiap aplikasi teh kompos. Apabila aplikasi menggunakan alat semprot ke tanah, harus digunakan 40 m spray nozzle. Teh kompos dapat peka terhadap sinar UV sehingga perlu diaplikasikan jam-jam pagi atau sore hari. 87 DAFTAR PUSTAKA Chrisworld. 2009. Vermicompost for Sugarcane – New Experiment. Http://www.chrishiworld.com/default.asp. Sulivan, Preston. 2004. Sustainable Soil Management. 31 p. (http://attra.ncat.org/attra.pub/PDF/soilmgmt.pdf). NCAT Agric. Spec. ATTRA Pub. TUGAS 1. Tugas Individu (Batas Akhir penyerahan satu Minggu setelah kuliah materi bersangkutan). 2.Cara perhitungan mutu pupuk anorganik dan organik (dari dosen). Ketentuan Resume 1. Maksimal 2 halamandan diketik, bagian depan diberi cover. 2. Huruf : Times New Roman ukuran 12, spasi 1.5. 3. Kertas A-4, format : Atas : 3.5, Bawah 3, Kiri : 3, Kanan : 3 Penilaian: Nilai Isi dilihat dari : akurasi penyampaian masalah, tujuan, dan pemecahan serta ide penulis mudah dipahami dan kreativitas. 88 Modul Praktikum Kesuburan Tanah A. Mata Praktikum: Kesuburan Tanah (KESTAN) B. SKS: 1 C. Tujuan: 1. Mahasiswa secara praktek mengetahui keragaan pertumbuhan tanaman pada tanah subur dan tidak subur. 2. Mahasiswa mengerti cara merancang percobaan respons tanaman terhadap perlakuan faktorfaktor pertumbuhan. 3. Mahasiswa mampu membedakan bentuk penelitian riset dan observasi serta membuat lay out percobaan. D. Penilaian: KomponenPenilaian Persentase Praktikum 30 Total 30 89 Contoh:asi– Materi-P1 JUDUL: ''Ketersediaan Nutrisi1? dan Potensi Produksi Tanaman Pala2? (Myristica fragrans L.) Pada Altitude3?Berbeda di Sulteng4?'' Abdul Madiki (S3 PDIP-FPUB) 1? Dependent variable (parameter) ~ definisi ~ NPK 2? Independent variable (parameter) ~ definisi ~ kg/ha 3? Faktor geografi ~ strata ~ pewakil ~ peta 4? Skope ~ skala penelitian ~ pewakil ~ spesifik lokasi LATAR BELAKANG: -Pala di Sulteng belum pernah diteliti. -Produksi dipengaruhi kesesuaian lahan (topografi, iklim, jenis tanah). -Topografi ~ ketersediaan nutrisi ~ pertumbuhan, produksi. -Ketersediaan nutriisi tgt volume, kandungan dan pelepasan unsur dari seresah. PENDEKATAN: -Setelah teridentifikasi: tindakan selanjutnya? ~ IPTEK yang dikembangkan? BAHAN DAN METODE: -Bahan: peta dasar: p. Lokasi, p. Topografi, p. Tanah, p. Tanaman, p. Iklim ~ skala peta semi detail/detail. -Metode: penentuan titik sampel berdasar topografi, jenis tanah, spesies tanaman, umur tanaman, iklim. -Dependent factors: ''faktor produksi (Y)'': produksi per tanaman (data primer), per hektar (data sekunder). -Independent factors: ''faktor kesuburan (X)'': jenis sampling (tanah-tanaman-seresah), metode sampling dan pelaksanaan sampling tanah+daun+seresah . -Analisis bahan: bahan/jenis unsur . -Analisis statistik: plotting hasil analisis dalam peta. -penggambaran kelas evaluasi berdasar: rendah, sedang, tinggi. -Overlay peta: p. Lokasi, p. Topografi, p. Tanah, p. Tanaman, p. Iklim ~ skala peta semi detail/detail. -OUTPUT: Peta Evaluasi Lahan Tanaman Pala di Sulteng?. -OUTCOME: -Implementasi peta: kesesuaian lahan untuk tanaman pala. -Interpretasi: status nutrisi ~ status produksi ~ pada topografi/altitude berbeda. 90 Contoh: Riset– Materi-P2 1. Judul : “Foliar Feeding untuk Menunjang Produksi Tanaman Padi Sawah Berlanjutan” 2. 3. 4. 5. Dibiayai oleh: Jumlah Biaya Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat: Jangka Waktu Kegiatan : 12 (dua belas bulan) Personalia Penelitian: No. Nama 1 - Asal Fakultas Tugas FP Unibraw Ketua Peneliti: Bidang kimia tanah, penanggung jawab utama dan koordinator pelaksanaan penelitian 2 - Mahasiswa JIT Pelaksana (S1): Mahasiswa JIT, membantu pelaksanaan penelitian 3 - Mahasiswa JIT Pelaksana (S1): Mahasiswa JIT, membantu pelaksanaan penelitian 6. Lokasi Penelitian: No. Lokasi/Laboratorium Alamat Pemilik/Pengelola 1 Laboratorium Kimia Tanah FP Unibraw Jur. Tanah 2 Rumah-kaca FP Unibraw Jur. Tanah 3 Laboratorium Kimia Tanah FP Unibraw Jur. Tanah 4 Lahan Petani di Kec. Kasembon Kab. Malang Petani PRINSIP DASAR: -Keseimbangan unsur hara tanah - tanaman -Hara melalui tanah dan daun -Dosis, konsentrasi, interval -Pupuk padat dan larutan -Kelarutan dan ketersediaan unsur pupuk 91 METODE -Percobaan respon tanaman padi di media pot, tanah Aluvial (Inseptisol), lahan terbuka/rumah-kaca, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. BAHAN -Ember plastik kapasitas 10 kg tanah. -Perlakuan: a. Hara makro dan mikro lengkap (L) b. Pupuk dasar (pupuk kandang, dolomit, urea, SP-36, KCl) c. Pupuk Phonska d. Hara komersial (GB) e. ZPT (EM) f. Energi (sukrose) 92 RANCANGAN -Acak lengkap sederhana -Ulangan 3 kali PELAKSANAAN 7. Persiapan Penelitian: a. Pengambilan contoh tanah jenis Inseptisol untuk analisis kimia tanah di laboratorium dan percobaan Rumah-kaca; dari lokasi lahan petani yanag disawahkan di Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang, Jawa Timur. b. Persiapan dan Pelaksanaan Analisis Tanah. c. Persiapan media tanah dan pot untuk percobaan Rumah-kaca. 8. Persiapan Percobaan: a. Persiapan medium tanah: jenis tanah dari Desa …., Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang, Jawa. Tanah dihaluskan dan diayak dengan ukuran 2 mm. Jumlah yang dibutuhkan ad alah 10 (dua) kilogram untuk setiap perlakuan. b. Ember plastik berwarna hitam dengan kapasitas 15 kilogram tanah kering udara. c. Air bebas ion sebagai sumber air yang digunakan dalam penelitian. d. Padi jenis ….. diperoleh dari …., sebagai tanaman indikator. e. Tanah diinkubasi selama satu minggu menggunakan air bebas ion pada kondisi kapasitas lapang. f. Setelah inkubasi dilakukan penanaman padi sebanyak 3 biji/pot, nanti dipertahan satu tanaman dengan pertumbuhan awal yang seragam. g. Air tanah dipertahankan pada kondisi tergenang setinggi 5 cm selama pertumbuhan tanaman. 9. Penentuan rancangan percobaan di rumah-kaca: Rancangan Acak Kelompok Sederhana, dengan perlakuan sebagai berikut: 1. Kontrol minus (K-) : tanpa perlakuan dasar 2. Kontrol netral (Ko) : perlakuan dasar praktek petani setempat 3. Kontrol plus (K+) : BO, Dolomit 4. Perlakuan 1 (P1) : dipupuk N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, B, Mo ke tanah 5. Perlakuan 2 (P2) : dipupuk N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, B, Mo ke daun Diulang 3 kali = 5 x 3 pot = 15 pot Parameter pengamatan: Pertumbuhan tanaman: tinggi tanaman/batang, jumlah daun/anakan, diamater batan 93 Produksi tanaman: bobot segar/kering tanaman Kadar unsur hara: tanah dan tanaman. Analisis Unsur di Laboratorium: Analisis tanah dasar berupa analisis lengkap (pH, C-Organik, N-Total, P-tersedia, K, Na, Ca, dan Mgdapat dipertukarkan, KTK, KB, dan tekstur. Catatan: A. TANAH: -dosis (sesuai petani) -perlakuan (sesuai petani) B. FOLIAR: -dosis sesuai praktek -konsentrasi 1% -semprot mengabut s/d basah -mulai 10 hst s/d primordia bunga -interval 7 hari TEMPAT PERCOBAAN -Percobaan dilakukan di rumah-kaca/lapangan terbuka LAMA PENELITIAN -Diamati s/d panen (6 bl) ANALISIS STATISTIK: -Anova 10. Rencana An ggaran I. Bahan Habis Pakai No. Jenis Bahan Volume/Harga satuan Harga 1. Pot plastik - - 2. Jerigen - - 3. Labu semprot - -- 4. Plastik penutup - - 5. - 94 LAY OUT PERCOBAAN– Materi-P3 Contoh-1 (Lay Out) I. Pendahuluan Latar belakang mengapa penelitian dilakukan. Jenis penelitian yang akan dilakukan: observasi, riset. Metode yang akan dilakukan: laboratorium, rumah-kaca, lapangan. II. Tinjauan Pustaka Sesuai dengan “Judul” serta “maksud dan tujuan” penelitian III. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan IV. Metode Percobaan Perlakuan dalam percobaan b. Rancangan Percobaan Ulangan Cara Kerja V. Pengukuran dan pencatatan data Parameter percobaan (medium, tanaman) Analisis tanah dan/atau tanaman c. Lain-lain (sesuai tujuan penelitian) VI. Hasil Penelitian VII. Pembahasan IX. Kesimpulan X. Saran Laporan Daftar Pustaka 95 Contoh-2 (Lay Out) JUDUL: ''Medium Kascing Diperkaya untuk Tanaman Jagung'' 1. Objek Utama: 2. Cacing Tanah (diberi pakan sesuai perlakuan; produk: kascing) 3. Pendahuluan 4. Tinjauan Pustaka 5. Bahan & Metode 6. Rancangan Percobaan 7. Perlakuan: 8. 0. Tanaman tidak diperkaya 9. 1. Tanaman diperkaya Hara(H) 10. 2. Tanaman diperkaya ZPT(Z) 11. 3. Tanaman diperkaya Antibiotik(A) 12. 4. Tanaman diperkaya H+Z 13. 5. Tanaman diperkaya H+A 14. 6. Tanaman diperkaya Z+A 15. 7.Tanaman diperkaya H+Z+A striptomisin) Ulangan 3 kali (>Tanaman = Jagung; hara lengkap; ZPT=auksin; Antibiotik=penisilin, 16. Pelaksanaan: 17. - Tanaman ditanam pada media tanah yg dicampur dengan kascing 18. - Pemeliharaan meliputi: air, gulma, hama penyakit, penyulaman, penjarangan, penyerbukan 19. - Pengamatan dilakukan terhadap parameter berikut. 96 20. Parameter: 21. 1. Kadar unsur hara medium 22. 2. Kadar unsur hara tanaman 23. 3. Pertumbuhan Vegetatif 24. 4. Pertumbuhan generatif 25. 5. Kualitas produk (energi, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral) 26. Analisis Data 27. - Sidik ragam 28. - Uji beda nyata/Uji korelasi/regresi 29. Hasil dan Pembahasan 30. Kesimpulan dan Saran 31. Ucapan terima kasih 32. Daftar Pustaka Lampiran 97 Presentasi Materi Kuliah Lampiran 98