program studi ners fakultas keperawatan dan kebidanan universitas

advertisement
SKRIPSI
PENGARUH LATIHAN FISIK SENAM AEROBIK TERHADAP
PERUBAHAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA DIABETISI
TIPE II DI KLUB SENAM DIABETES MELITUS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
HELVETIA MEDAN
TAHUN 2015
Oleh
JENI MEIFRIDA ZAI
11 02 176
PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2015
SKRIPSI
PENGARUH LATIHAN FISIK SENAM AEROBIK TERHADAP
PERUBAHAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA DIABETISI
TIPE II DI KLUB SENAM DIABETES MELITUS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
HELVETIA MEDAN
TAHUN 2015
Skripsi ini Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Oleh
JENI MEIFRIDA ZAI
11 02 176
PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2015
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Diri
1. Nama
2. Tempat/ Tanggal Lahir
3. Suku
4. Agama
5. Nama Ayah
6. Nama Ibu
7. Anak Ke
8. Alamat
9. Email
10. No. Hp
II. Data Orangtua
1. Nama Ayah
2. Pekerjaan
3. Nama Ibu
4. Pekerjaan
5. Agama
6. Alamat
:
:
:
:
:
:
:
:
Jeni Meifrida Zai
Boboziōli/Lōlōana’a, 01 Mei 1992
Nias
Kristen Protestan
G. Zai
R. Lase
2 dari 7 bersaudara
Jl.Enggang VIII No.537, Perumnas
Mandala-Medan
: [email protected]
: 081397580814
:
:
:
:
:
:
G. Zai
Wiraswasta
R.Lase
PNS
Kristen Protestan
Jl.Enggang VIII
Mandala-Medan
III. Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1998-2004
No.537,
Perumnas
: SDN
076084
Tetehōsi,Kec.
Idanōgawo
Kab.Nias Induk
2. Tahun 2004-2005/ 2006-2008 : SMPN 1 Idanōgawo,Kab.Nias /
SMP TUNAS GAJAH MADAMedan
3. Tahun 2008-2011
: SMA PARULIAN 2-Medan
4. Tahun 2011-2015
: Menyelesaikan Program Studi Ners
di
Fakultas
Keperawatan
dan
Kebidanan
Universitas Sari Mutiara IndonesiaMedan.
ii
PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
Skripsi, Agustus 2015
Jeni Meifrida Zai * Laura Siregar * Edriyani Yonlafado Simanjuntak *
Pengaruh Latihan Fisik Senam Aerobik Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah Pada
Diabetisi Tipe II di Klub Senam Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia
Medan Tahun 2015.
xii + 54 hal + 8 tabel + 1 skema + 11 lampiran
ABSTRAK
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah
melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh
kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Salah satu program penatalaksanaan
diabetes melitus adalah dengan melakukan latihan fisik seperti senam aerobik yang bertujuan
untuk memberikan pengaruh penurunan kadar gula darah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh latihan fisik senam aerobik terhadap perubahan kadar glukosa darah pada
pasien diabetes melitus tipe II di klub senam puskesmas helvetia medan tahun 2015. Penelitian ini
menggunakan quasi experimental design dengan pendekatan pre test - post test one group design.
Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes melitus yang ada di Puskesmas Helvetia
Medan. Metode pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling dengan jumlah sampel
sebanyak 20 orang. Hasil penelitian menggunakan uji statistik Paired sample t-Test diperoleh hasil
kadar gula darah sebelum dan sesudah pemberian terapi senam aerobik berbeda secara signifikan
dengan nilai (p=0,001; value < 0,05). Sehingga dapat disimpulkan ada Pengaruh Latihan Fisik
Senam Aerobik Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah Pada Diabetisi Tipe II di Klub Senam
Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan. Disarankan kepada penderita
diabetisi dapat mengetahui manfaat senam aerobik dan mampu melakukan senam aerobik secara
mandiri untuk menjaga kadar gula darah tetap stabil.
Kata Kunci
:
Daftar Pustaka :
Diabetes Melitus Tipe II, Latihan Fisik : Senam Aerobik, Kadar Gula
Darah
41 (2005 – 2014)
iii
SCHOOL OF NURSING
FACULTY OF NURSING AND MIDWIFERY
UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA
Thesis, August 2015
Jeni Meifrida Zai* Laura Siregar * Edriyani Yonlafado Simanjuntak*
The Influence of Physical Exercise Aerobic Gymnastics for the Overchanges Of
BloodGlucose to Diabetes type II atDiabetes Mellitus Gymnastics Club In Puskesmas
Helvetia Medan Year 2015.
Xii + 54 page + 8 table + schemes + 11 attachment
ABSTRACK
Diabetes mellitus is a chronic disease that characterized by blood glucose levels than normal and
impaired metabolism of carbohydrates, fats and proteins caused bydeficiencyof the hormone
insulin in a relativeor absolute. One of the program’s management of diabetes mellitus is by doing
exercises such as aerobics which aims to give the effect of a decrease in blood sugar levels. This
research aims to understand the influence of physical exercise aerobic gymnastics for the
overchanges of blood glucose to diabetes type IIat diabetes mellitus gymnastics club puskesmas
Helvetia medan 2015.This study used quasi experimental design with the approach pre test -post
test one group design. The population research is all of the patients diabetes mellitus at puskesmas
Helvetia medan. A method of the sample using purposive sampling of samples from 20 people.The
results of the research uses statistical tests paired sample t-test result was obtained on the blood
sugar concentration before and after the provision of therapy aerobic gymnastics differ
significantly with the value of ( p = 0,001; value; 0.05 ). So that can be concluded is The Influence
of Physical Exercise Aerobic Gymnastics for the Overchanges Of Blood Glucose to Diabetes type
II at Diabetes Mellitus Gymnastics Club In Puskesmas Helvetia Medan.Was recommended to
patients diabetisi can determine the benefits aerobic gymnastics and able to do gymnastics aerobic
independently to keep their blood sugar to be stable.
Keyword : dibetes mellitus type II, physical exercise: aerobics, blood glucose
Bibliography: 41 (2005-2014)
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan pada penulis, dan atas berkat rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh
Latihan Fisik Senam Aerobik Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah
Pada Diabetisi Tipe II Di Klub Senam Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja
Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015”.
Penyelesaian skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
pendidikan pada Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Universitas Sari Mutiara Indonesia Tahun 2015. Selama proses penyusunan
skripsi penelitian ini, begitu banyak bantuan, nasehat, dan bimbingan yang penulis
terima demi kelancaran penulisan skripsi penelitian ini. Dengan segala
kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada :
1.
Parlindungan Purba, SH, MH, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2.
Dr. Ivan Elisabeth Purba, M. Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
3.
Ns. Janno Sinaga, M. Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan
dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
4.
Ns. Rinco Siregar, S. Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas
Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
5.
Ka.Puskesmas Helvetia Drg. Hj.Yumna Sari Siregar,M.Kes serta staf bagian
Penelitian dan Diklit yang telah membantu dalam penelitian skiripsi ini.
6.
Ns. Laura Siregar, M.Kep, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing peneliti dengan sabar, tekun dan bijaksana dan sangat cermat
memberikan masukan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
7.
Ns. Edriyani Yonlafado Simanjuntak, S.Kep, selaku Pembimbing II yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti dengan
sabar, membantu, serta memberikan banyak masukan dalam penyelesain
skripsi ini.
v
8.
Para dosen dan staff di lingkungan Program Studi Ners Fakultas Keperawatan
dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
9.
Sebagai bukti kasih sayang dan rasa hormat penulis kepada kedua orang tua
tercinta G. Zai dan R. Lase, abang dan adek, Ar. Zai serta keluarga besar yang
telah memberikan dukungan baik secara materi, motivasi, dan doa kepada
Tuhan dalam penyusunan skiripsi ini.
10. Terima kasih kepada teman-teman Mahasiswa/i PSIK Program Studi Ners
Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia
yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi, dan upaya dalam
membantu menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi penelitian ini masih banyak
kekurangan, dengan demikian penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi penelitian ini.
Medan,
Agustus
2015
Penulis
Jeni Meifrida Zai
vi
vii
viii
ix
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1.
Pengertian
Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa segala upaya dalam
pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai derajat
kesehatan yang lebih tinggi yang memungkinkan orang hidup lebih produktif
baik sosial maupun ekonomi. Dengan meningkatnya status sosial dan ekonomi,
pelayanan kesehatan masyarakat, perubahan gaya hidup, bertambahnya umur
harapan hidup, maka di Indonesia mengalami pergeseran pola penyakit dari
penyakit menular menjadi penyakit tidak menular, hal ini di kenal dengan
transisi epidemiologi (Dr.Hasdianah, 2012).
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar
glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara realatif
maupun absolut. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi
metabolik
akut
maupun
komplikasi
vaskuler
jangka
panjang,
baik
mikroangiopati maupun makroangiopati (Darmono, 2010).
Menurut survei yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (2010),
jumlah penderita Diabetes Melitus di Indonesia pada tahun 2000 terdapat 8,4
juta orang, jumlah tersebut menempati urutan ke-7 terbesar didunia, sedangkan
urutan diatasnya adalah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat
(17,7
juta).
Diperkirakan
jumlah
penderita
Diabetes
Melitus
akan
meningkatkan pada tahun 2030 yaitu India (79,4 juta), Cina,Amerka Serikat
(30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta). Jumlah penderita Diabetes Melitus tahun
2000 didunia termasuk Indonesia tercatat 175,4juta orang, dan diperkirakan
1
2
tahun 2010 menjadi 279,3 juta orang, tahun 2020 menjadi 300 juta orang dan
tahun 2030 manjadi 366 juta orang (Depkes RI,2011).
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis di dapatkan prevalensi
Diabetes Melitus sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk yang usia lebih 15 tahun,
bahkan didaerah purban prevalensi DM sebesar 14,7 % dan daerah rural
sebesar 7,2 %. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan
negara maju, sehingga Diabetes Melitus merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang serius, dan dapat terjadi pada lansia (Hadisaputro, 2009).
Diabetes Melitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan
metabolisme karbohidart dan lemak yang relatif kekurangan insulin. Diabetes
Melitus yang utama di klasifikasikan menjadi diabetes melitus tipe I Insulin
Dependen Diabetes Melitus (IDDM) dan tipe II Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM). Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit
menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh
kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut ( Hidayah, 2010).
Diabetes mellitus tipe II merupakan penyakit familier yang mewakili kurang
lebih 95% kasus diabetes mellitus di negara maju, dengan prevalensi sangat
tinggi (35% orang dewasa) pada masyarakat yang mengubah gaya hidup
tradisional menjadi modern. Diabetes mellitus tipe II mempunyai onset pada
usia pertengahan (40-an tahun), atau lebih tua lagi, dan cenderung tidak
berkembang ke arah ketosis. Kebanyakan pengidapnya memiliki berat badan
lebih. Atas dasar ini pula, penyandang diabetes jenis ini dikelompokkan
menjadi dua; (1) kelompok obes dan (2) kelompok non-obes. Kemungkinan
untuk mengidap diabetes mellitus tipe II akan berlipat dua jika berat badan
bertambah sebanyak 20% di atas berat badan ideal dan usia bertambah 10
tahun ( atas 40 tahun). Gejala muncul perlahan-lahan dan biasanya ringan
(kadang-kadang, bahkan belum menampakkan gejala selama bertahun-tahun).
3
Progresivitas segala berjalan lambat. Koma hiperosmolar dapat terjadi pada
kasus-kasus berat. Namun, ketoasidosis jarang sekali muncul, kecuali pada
kasus yang disertai stres atau infeksi. Kadar insulin menurun (tetapi tidak
sampai nol), atau bahkan tinggi atau mungkin juga insulin bekerja tidak efektif.
Tingginya kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus disebabkan oleh
terganggunya organ pankreas sehingga hormon insulin yang dihasilkan
menjadi kurang maksimal. Akibatnya insulin yang dihasilkan jumlahnya bisa
sedikit bahkan tidak mencukupi untuk menurunkan kadar gula darah atau
jumlah insulinnya mencukupi tetapi kualitasnya rendah sehingga tetap tidak
bisa menurunkan kadar gula darah. Insulin berperan dalam mendorong glukosa
darah ke sel tertentu untuk diubah menjadi energi dan mengubah kelebihan
glukosa darah menjadi glikogen yang disimpan di hati dan otot sebagai
timbunan energi (Tandra, 2007 dalam Iwayan Sutara, 2013).
Beberapa ahli berpendapat bahwa bertambah umur, intoleransi terhadap
glukosa juga meningkat jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi dari pada orang dewasa non usia lanjut
(Anita, 2009).
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas,
aktivitas fisik yang berkurang, kurangnya masa otot, penyakit penyerta,
penggunaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan
sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang
tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang
abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai
diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin
terutama pada post reseptor (Depkes RI, 2010).
Pengelolaan diabetes mellitus terdiri dari lima pilar, yaitu : (edukasi),
(perencanaan makanan), (diet nutrisi), aktifitas fisik (olahraga) dan intervensi
4
farmakologis (Wibisono, 2009 dalam Iwayan Sutara, 2013). Sebagai usaha
pencegahan diabetes mellitus agar tidak terjadi komplikasi dapat dilakukan
dengan mengikuti aktifitas fisik atau olahraga. Program olahraga tersebut
membutuhkan waktu, dan untuk kebanyakan orang tidak punya waktu karena
sangat sibuk. Sering kali waktu tiga jam seminggu yang direncanakan untuk
berolahraga dan menyeimbangkan energi masuk dan energi keluar tidak
terlaksana (Sudirman, 2009).
Urusan pekerjaan dan keluarga, jadwal perjalanan, serta kesibukan lainnya
terkadang mengganggu jadwal berolah raga. Jadi, bukannya berolahraga
selama dua atau tiga jam seminggu, tetapi mungkin hanya satu jam atau
kurang. Kebanyakan orang (40% dari anggota masyarakat) berolahraga hanya
seminggu sekali. Efek peningkatan aktifitas fisik akan memberi pengaruh
langsung memperbaiki sensitifitas otot-otot terhadap insulin, sehingga gula
lebih mudah ditimbun dalam otot dari pada dibiarkan meningkat dalam
peredaran darah. Efek terbaiknya dari aktifitas fisik diperoleh bila dilakukan
dengan teratur, setidaknya tiga sampai empat kali seminggu. Aerobik bisa
meningkatkan metabolisme dan menguatkan jantung serta pembuluh darah,
tambahan olahraga juga menguatkan tubuh fisik (Sudirman, 2009).
Program pencegahan dan pengobatan diabetes mellitus yang paling berhasil
memasukkan peningkatan aktivitas fisik dengan intensitas sedang dalam
kehidupan sehari-hari. Kebugaran jasmani adalah kondisi kemampuan jasmani
yang dapat menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya terhadap tugas jasmani
tertentu dan atau terhadap keadaan lingkungan yang harus diatasi dengan cara
yang efisien, tanpa kelelahan yang berlebihan dan telah pulih sempurna
sebelum datang tugas yang sama pada esok harinya (Giriwijoyo dan Sidik,
2010).
5
Penatalaksanaan ini bertujuan untuk menurunkan kadar gula darah,
mengurangi kegiatan jantung memompa, dan mengurangi mengerutnya
dinding-dinding pembuluh nadi halus sehingga tekanan pada dinding-dinding
pembuluh darah berkurang dan aliran darah sehingga gula akan menurun.
Olahraga yang efektif untuk meningkatkan kebugaran fisik adalah dengan
senam aerobik (Triangto, 2005 dalam Iwayan Sutara, 2013).
Latihan fisik pada penderita DM memiliki peranan yang sangat penting dalam
mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat melakukan latihan fisik
terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara
langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa darah. Selain itu dengan
latihan
fisik
dapat
menurunkan
berat
badan,
meningkatkan
fungsi
kardiovaskuler dan respirasi, menurunkan LDL dan meningkatkan HDL
sehingga mencegah penyakit jantung koroner apabila latihan fisik ini dilakukan
secara benar dan teratur. Anjuran olahraga atau latihan fisik sebetulnya bukan
merupakan hal yang baru.
Jenis olahraga yang dianjurkan pada penderita diabetisi adalah senam aerobik
yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh khususnya
meningkatkan fungsi dan efisiensi metabolisme tubuh. Olahraga aerobik
seperti jogging, berenang, senam kelompok dan bersepeda tepat dilakukan
pada penderita diabetisi karena menggunakan semua otot-otot besar,
pernapasan dan jantung. Disamping itu senam aerobik yang dilakukan secara
berkelompok akan memberi rasa senang pada anggota dan juga dapat
memotivasi anggota yang lain untuk terus melakukan olahraga secara kontinue
dan teratur (Soegondo, 2007).
6
Dari hasil penelitian Indriati (2010), mengatakan bahwa adanya pengaruh
senam diabetes terhadap perubahan kadar glukosa darah, hal ini dibuktikan
dengan turunnya kadar glukosa darah rata-rata 60,767 mg pada penelitian yang
beliau lakukan pada penderita diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe
II.
Penelitian Allen (1999) dkk bahwa olahraga yang teratur dan konsisten dapat
menurunkan kebutuhan insulin sebesar 30-50% dan penurunan kadar glukosa
dalam darah. Latihan fisik menyebabkan adaptasi lokal dalam otot-otot
terutama dalam peningkatan beberapa enzim peningkatan aktifitas enzim yang
aktif bersamaan dengan kapilarisasi dari otot yang aktif akan meningkatkan
sensitifitas insulin dan peningkatan penggunaan glukosa dalam darah.
Manfaat dari senam diabetes melitus menurut santoso (2010) adalah:
mengontrol gula darah, terutama pada diebetes melitus tipe II yang mengikuti
olahraga teratur; (2) menghambat dan memperbaiki faktor resiko penyakit
kardiovaskuler yang banyak terjadi pada penderita diabetes melitus; (3) senam
diabetes melitus dapat memperbaiki profil lemak darah,dan kolestrol total,serta
memperbaiki sirkulasi dan tekanan darah; (4) menurunkan berat badan,
pengaturan olahraga secara optimal dan diet diabetes melitus pada penderita
kegemukan; (5) memperbaiki gejala-gejala muskuloskeletal otot, tulang sendi,
serta gejala-gejala neuropati perifer seperti kesemutan, dan kebas; (6)
mencegah terjadinya diabetes melitus yang dini terutama orang-orang riwayat
keluarga diabetes melitus; (7) mengurangi kebutuhan pemakaian obat oral dan
insulin.
Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Helvetia Medan,
terjadi peningkatan pasien diabetes melitus setiap tahunnya di Puskesmas
Helvetia Medan. Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Puskesmas
Helvetia Medan pada tahun 2014 terdapat data 3119 jumlah penderita diabetes
7
melitus, yang setiap bulannya ± 259 orang. Hal ini di picu oleh faktor usia,
gaya hidup, dan riwayat keturunan.
Senam diabetes yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan
dilaksanakan seminggu sekali yaitu setiap hari jumat dengan durasi 45 menit,
peserta senam diabetes yang mengikuti senam berkisar 42 orang, sebelum dan
sesudah melakukan senam diabetes dilakukan pengukuran kadar gula darah
sebelum dan sesudah melakukan senam.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan kepada diabetisi di Wilayah Kerja
Puskesmas Helvetia Medan, yang mengikuti senam aerobik KGD sebelum,
KGD setelah. Frekuensi senam 45 menit pada pasien diebetisi menunjukkan
kadar gula darahnya cukup tinggi. Hal inilah yang menjadi dasar bagi peneliti
untuk melakukan penelitian apakah ada Pengaruh Latiahan Fisik: Senam
Aerobik Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah Pada Diabetisi Tipe II Di
Klub Senam DM Di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini adalah apakah ada Pengaruh Latihan Fisik: Senam Aerobik
Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah Pada Diabetisi Tipe II Di Klub Senam
Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Latihan Fisik Senam
Aerobik Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah Pada Diabetes Tipe II Di
Klub Senam DM Di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a.
Untuk mengidentifikasi kadar gula darah diabetes melitus di Wilayah
Kerja Puskesmas Helvetia Medan.
8
b.
Untuk mengindetifikasi kadar glukosa darah sebelum melakukan senam
aerobik di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan.
c.
Untuk mengindetifikasi kadar glukosa darah sesudah melakukan senam
aerobik di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan.
d.
Untuk mengetahui perbedaan kadar glukosa darah sesudah dan setelah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Peneliti
Penelitian ini dapat di jadikan masukan ilmiah kepada pendidik dan
mahasiswa, serta menambah wawasan baru tentang penanganan 5 pilar
terhadap kasus perubahan kadar gula darah dengan melakukan latihan fisik
senam aerobik, serta teknik-teknik senam aerobik juga dapat diterapkan dalam
pelaksanaan senam diabetes oleh mahasiswa keperawatan suatu saat nanti.
2. Bagi Penderita Diebetisi
Dari hasil penelitian diharapkan pasien dapat mengetahui manfaat senam
aerobik dan mampu melakukan senam aerobik secara mandiri untuk menjaga
kadar gula darah tetap stabil.
3. Manfaat bagi Puskesmas
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukkan dalam penanganan
pasien penderita diabetes melitus untuk membantu menurunkan kadar gula
darah dengan menggunakan senam aerobik di Puskesmas tersebut.
4. Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan maupun data
awal untuk mengembangkan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
pengaruh senam aerobik terhadap perubahan kadar glukosa darah pada
diabetisi melitus tipe II di wilayah kerja puskesmas helvetia medan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetisi
1.
Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana)
di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan
insulin secara cukup. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas,
yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang
normal. Insulin memasukkan gula kedalam sel sehingga bisa menghasilkan
energi atau disimpan sebagai cadangan energi (Manganti, 2012).
Diabetes melitus merupakan suatu golongan penyakit kronis yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan
sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu
memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh (Dr. Nurul Wahdah,
2011). Diabetes Melitus adalah kelainan bersifat kronik yang ditandai dengan
adanya gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang diikuti
komplikasi mikrovaskuler (pembuluh darah kecil) dan makrivaskuler
(pembuluh darah besar) (H. Rizki Joko Sukmono, 2010). Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang disebabkan kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya dengan karakteristik hiperglikemia.
Hiperglikemia jangka panjang pada DM berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan organ beberapa tubuh terutama mata,
ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Hasdianah H.R. 2013).
Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia)
2013, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memeiliki kadar gula darah
puasa 126 mg/dL dan pas tes sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula darah
sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali
normal dalam waktu 2 jam.
9
10
Dari definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa diabetes tipe 2 adalah
suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh
menggunakan insulin atau memproduksi insulin. Seseorang dikatakan
menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa > 126 md/dL dan pada
saat tes sewaktu >200 mg/dL (Isma Fauzi, 2014).
2.
Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI (2013) adalah yang sesuai
dengan anjuran kliasifikasi DM American Diabetes Association:
a.
Diabetes Melitus tipe 1 (insulin dependent)
Diabetes melitus tipe 1 atau disebut juga dengan insulin dependent
(tergantung insulin) adalah klien yang menggunakan insulin oleh karena
tubuh tidak dapat menghasilkan insulin. Pada diabetes melitus tpe 1, badan
kurang atau tidak menghasilkan insulin, terhjadi karena masalh
genetik,virus atau penyakit autoimun. Injeksi insulin diperlukan setiap hari
untuk pasien diabetes melitus tipe 1. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan
oleh faktor genetika (keturunan), faktor imunologik dan faktor lingkungan.
b.
Diabetes Melitus tipe 2 (insulin requirement)
Diabetes melitus tipe 2 atau disebut juga dengan insulin requirement
(membutuhkan insulin) adalah klien yang membutuhkan insulin sementara
atau seterusnya. Pankreas tidak menghasilkan cukup insulin agar kadar
glukosa darah normal, oleh karena badan tidak dapat respon terhadap
insulin. Penyebabnya tidak hanya satu yaitu akibat resistensi insulin yaitu
banyaknya jumlah insulin. Diabtes melitus tipe 2 menjadi semakin umum
oleh karena faktor resikonya yaitu obesitas dan kekurangan olahraga.
Faktor yang mempengaruhi timbulnya diabetes melitus tipe 2 yaitu usia 45
tahun hingga usia 65 tahun ke atas, obesitas,riwayat keluarga.
c.
Diabetes Melitus Gestasional
DM gestasional terjadi pada wanita yang tidak mengalami DM sebelum
kehamilan akan tetapi terjadi peningkatan gula darah pada masa
kehamilan. Faktor resiko yang dapat menyebabkan DM gestasional ini
11
antara lain usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan
riwayat diabetes gestasional terdahulu. Kadar glukosa darah pada wanita
yang mengalami DM gestasional akan kembali normal setelah melahirkan.
d.
Diabetes Melitus tipe khusus lain
DM tipe lain ini disebabkan oleh kelainan genetik dalam sel pankreas,
kelainan genetik pada kerja insulin, penyakit pada eksokrin pankreas,
penyakit endokrin, obat-obatan yang bersifat toksik dan infeksi.
3.
Patofisiologi
Pada DM tipe 2 terdapat dua masalah utama terkait insulin yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Insulin pada kondisi normal akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel, kemudian terjadi reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai
dengan penurunan reaksi intrasel sehingga insulin tidak efektif menstimulasi
pengambilan glukosa jaringan (Hasdianah H.R,2013). Reaksi intraseluler
menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan
transpor glukosa menembus membran sel (Price & Wilson, 2010).
Klien dengan DM tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Kelainan ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau disebabkan
ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Hal ini mengakibatkan terjadinya
penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem
transpor glukosa. Ketidak normalan postreseptor dapat mengganggu kerja
insulin (Price & Wilson, 2010), untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk
mempertahankan agar glukosa darah tetap normal, terjadi peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan sebagai kompensasi adanya resistensi insulin. Lamakelamaan sel beta tidak akan sanggup lagi mengkompensasi resistensi sehingga
kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun normal
(Rondhianto, 2011).
12
Adanya resistensi insulin menyebabkan sel beta melakukan kompensasi dengan
mensekresikan insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi
insulin diikuti oleh sekresi amylin dari sel beta yang ditumpuk disekitar sel
beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri
sampai akhirnya sel beta dalam pulau langerhans menjadi berkurang sampai
50-60% dari jumlah normal (DeFronzo, 2009 dalam Suyono, 2010). Apabila
sel-sel beta pankreas tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
insulin, kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2 (Smeltzer dan
Bare, 2012). Keadaaan yang menyerupai DM tipe 1 akan terjadi akibat
penurunan sel beta yang berlangsung secara progresif yang sampai akhirnya
sama sekali tidak mampu lagi mensekresikan insulin sehingga menyebabkan
kadar glukosa darah semakin meningkat (Rondhianto, 2011).
Penurunan fungsi sel beta pankreas disebabkan oleh beberapa faktor yang
meliputi: glukotoksisitas (peningkatan kadar glukosa darah yang berlangsung
lama akan menyebabkan stres oksidatif, IL-Iβ dan NF-kβ dengan akibat
peningkatan apoptosis sel beta), lipotoksisitas (peningkatan asam lemak bebas
yang berasal dari jaringan adiposa dalam proses lipolisis akan mengalami
metabolisme non oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel beta
sehingga sel beta mengalami apoptosis), penumpukan amiloid dan adanya efek
inkretin yang mempunyai pengaruh langsung terhadap sel beta dengan cara
meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan
mengurangi apoptosis sel beta. Selain itu untuk menyebabkan DM, diperlukan
faktor pencetus lain misalnya kegemukan, pola makan yang salah, minum obatobatan yang dapat menaikkan kadar glukosa darah, proses menua (usia lebih
dari 45 tahun), stres dan lain-lain (Hasdianah H.R.2013).
13
4.
Komplikasi
a.
Komplikasi akut
1) Ketoasidosis diabetik
Adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai
oleh trias, terutama diakibatkan oleh defisiensi insulin absolut atau
insulin relatif.
2) Hipoglikemi
Adalah penurunan kadar glukosa dalam darah. Biasanya disebabkan
peningkatan kadar insulin yang kurang tepat atau asupan karbohidrat
kurang.
3) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Adalah suatu dekompensasi metabolik pada pasien diabetes tanpa
disertai adanya ketosis. Gejalanya pada dehidrasi berat, tanpa
hiperglikemia berat dan gangguan neurologis.
b.
Komplikasi kronis
1) Mikroangiopati
a) Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh
darah retina. Faktor terjadinya retinopati diabetikum : lamanya
menderita diabetes, umur penderita, kontrol gula darah, faktor
sistematik (hipertensi,kehamilan).
b) Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar
protein yang tinggi dalam urin yang disebabkan adanya kerusakan
pada glomerulus. Nefropati diabetikum merupakan faktor resiko
dari gagal ginjal kronik.
c) Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya reflex.
Selain itu juga bisa terjadi poliradikulopati diabetikum yang
merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada
satu atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan
motorik, biasanya dalam waktu 6-12 bulan.
14
2) Makroangiopati
a) Penyakit jantung koroner dimana diawali dari berbagai bentuk
dislipidemia, hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL.
Pada DM sendiri tidak meningkatkan kadar LDL, namun sedikit
kadar LDL pada DM tipe II sangat bersifat atherogeni karena
mudah mengalami glikalisasi danm oksidasi.
b) Kaki Diabetik
Terdapat 4 faktor utama yang berperan pada kejadian kaki
diabetes melitus :
(1) Kelainan vaskular : Angiopati, contoh : aterosklerosis
(2) Kelainan saraf : Neuropati otonom dan perifer
(3) Infeksi
(4) Perubahan biomekanika kaki
5.
Diagnosis Diabetes Melitus
Kriteria diagnosis diabetes melitus pada lansia tidak berbeda dengan kriteria
pada umumnya di masyarakat. Kriteria diagnostik diabetes melitus menurut
Perkeni,2006 dalam Hasdianah, 2012 atau yang dianjurkan ADA (American
Diabetes Association) yaitu bila terdapat salah satu atau lebih hasil
pemeriksaan gula darah dibawah ini:
a.
Kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
b.
Kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl
c.
Kadar glukosa plasma ≥ 200 md/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram pada tes toleransi glukosa oral.
Gejala dan Tanda Diabetes Melitus
Gejala dan tanda-tanda Diabetes Melitus dapat digolongkan menjadi gejala
akut dan gejala kronik (Ignativicius dan Workman, 2006 dalam Perkeni, 2011):
15
a.
Gejala Akut Penyakit Diabetes Melitus
Gejala penyakit Diabetes Melitus dari satu penderita ke penderita lain
bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu. Permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (poli)
yaitu banyak makan (poliphagi), banyak minum (polidipsi) dan banyak
kencing (poliuri). Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan
timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai
berkurang/berat badan turun dengan cepat (turun 5–10 kg dalam waktu
2–4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa
mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma
diabetik.
b.
Gejala Kronik Diabetes Melitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes Melitus adalah
kesemutan; kulit terasa panas, atau seperti tertusuktusuk jarum; rasa tebal
di kulit; kram; capai; mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti
kacamata; gatal di sekitar kemaluan terutama wanita; gigi mudah goyah
dan mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi dan para
ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (Soegondo dkk,
2010).
6.
Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe II
Menurut ehsa (2010) faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan
proses terjadinya diabetes melitus tipe II dibagi menjadi dua, yaitu :
a.
Faktor resiko yang tidak dapat diubah
1) Riwayat keluarga diabetes
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus orang tua.
Biasanya, seseorang yang menderita diabetes melitus mempunyai
anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut.
16
2) Ras atau latar belakang etnis
Resiko diabetes melitus tipe II lebih besar pada hispanik, kulit hitam,
penduduk asli Amerika, dan Asia
3) Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih
dari 4,5 kg dapat meningkatkan risiko diabetes melitus tipe II.
b.
Faktor resiko yang dapat diubah
1) Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
2) Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya diabetes melitus tipe
II, hal ini pankreas mempunyai kapasitas disebabkan jumlah/kadar
insulin oleh sel maksimum untuk disekresikan. Oleh karena itu,
mengonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh
sekresi insulin dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula
dalam darah meningkat dan menyebabkan diabetes melitus
3) Gaya hidup
Makanan cepat saji dan olah raga tidak teratur merupakan salah satu
gaya hidup di jaman sekarang yang dapat memicu terjadinya diabetes
melitus tipe II
4) Obesitas
Seseorang dikatakan obesitas apabila indeks massa tubuh (BMI) lebih
besar dari 25. HDL (―baik‖ kadar kolesterol) di bawah 35 mg/dl dan
/ atau tingkat trigliserida lebih dari 250 mg/dL dapat meningkatkan
resiko diabetes melitus tipe II
5) Hipertensi
Tekanan darah > 140/90 mmHg dapat menimbulkan resiko diabetes
melitus tipe II
6) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
7) Penyakit dan infeksi pada pankreas
17
8) Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan
plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat
pada pasien diabetes.
7.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes melitus menurut
Isma Fauzi (2014) yaitu :
a.
Poliuria (Peningkatan pengeluaran urin)
b.
Polidipsia (Peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar
dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel
mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik
(sangat
peka).
Dehidrasi
intrasel
merangsang pengeluaran
ADH
(antidiuretik hormone) dan menimbulkan rasa haus.
c.
Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
d.
Polifagia (Peningkatan rasa lapar)
e.
Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus,
gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes
kronik.
f.
Kelainan kulit : gatal – gatal , bisul Kelaianan kulit berupa gatal – gatal,
biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan kulit seperti di ketiak dan
dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.
g.
Kelainan ginekologis
Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
18
h.
Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.
Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur
protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama perfifer mengalami
kerusakan.
i.
Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang
dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara
optimal.
j.
Luka/ bisul yang tidak sembuh-sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein
dan unsur makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan
protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan
yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami
gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh
pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes melitus.
k.
Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi
Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon seksual
akibat kerusakan testosteron dan sistem yang berperan.
l.
Mata kabur
Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa
oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus
vitreum.
8.
Penatalaksanaan
Tujuan umum terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Menurut
Hasdianah, 2012 ada empat komponen dalam pelaksanaan diabetes meliputi:
19
a.
Diet dan pengendalian berat badan
Merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi
pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini :
1) Memberikan semua insur makanan essensial (misalnya, vitamin,
mineral)
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3) Memenuhi kebutuhan energi
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui caracara yang aman dan praktis.
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat Standar yang
dianjurkan makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik
sebagai berikut :
Karbohidrat: 60 – 70 %
Protein: 10 – 15 %
Lemak : 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan idaman. Bagi pasien yang memerlukan insulin untuk
membantu mengendalikan kadar glukosa darah, upaya untuk
mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang
dikonsumsi pada jam- jam makan yang berbeda-beda merupakan hal
penting. Disamping itu, konsistensi interval waktu diantara jam makan
dengan mengkonsumsi camilan (jika diperlukan), akan membantu
mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan kadar
glukosa darah. Bagi pasien-pasien obesitas, khususnya pasien diabetes
tipe II, penurunan berat badan merupakan kunci dalam penanganan
diabetes.
20
b.
Latihan Fisik (Olahraga)
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi resiko
kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga.
Penderita diabetes harus di ajarkan untuk selalu melakukan latihan pada
saat yang sama (sebaiknya ketika kadar glukosa darah mencapai
puncaknya) dan intensitas yang sama setiap harinya. Latihan yang
dilakukan setiap hari secara teratur lebih dianjurkan daripada latihan
sporadik.
c.
Edukasi
Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi
aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan
harus mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang
berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan
perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan
motivasi yang berkenaan dengan :
1) Makan makanan sehat
2) Kegiatan jasmani secara teratur
3) Menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktuwaktu yang spesifik
4) Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan
berbagai informasi yang ada.
5) Melakukan perawatan kaki secara berkala.
6) Mengelola diabetes dengan tepat.
7) Mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan.
8) Dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang
21
berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi dan
memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan
evaluasi.
d.
Terapi Farmakologis
Pada diabetes tipe II,insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka
panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat
hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian
pasien diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah
dengan diet/dengan diet dan obat kadang membutuhkan insulin secara
temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan pembedahan atau
beberapa kejadian stres lainnya.
B. Senam Aerobik
1.
Pengertian Senam Aerobik
Senam merupakan latihan fisik yang di pilih dan diciptakan dengan terencana,
disusun secara sisitematik dengan tujuan membentuk dan mengembangkan
pribadi secara harmonis (Probosuseno, 2007 dalam Simamora, 2012).
Berdasarkan pengertiannya, senam merupakan salah satu jenis olahraga
aerobik yaitu olahraga yang menggunakan gerakan-gerakan sebagian besar
otot-otot tubuh, berlangsung secara terus menerus dimana kebutuhan oksigen
masih dapat dipenuhi tubuh. (Karin, 2002 dalam Simamora 2012 ).
Selain itu senam aerobik adalah senam yang diiringi dengan musik kesenangan
dan irama musik menjadi panduan dari gerakan yang dilakukan yang
bermanfaat bagi siapa saja, pria maupun wanita baik tua maupun muda demi
kebugaran dan rutin secara teratur yang diiringi dengan musik dan merupakan
latihan rutin yang terdiri dari kombinasi langkah, jalan, joging, loncatan dan
perpindahan pergerakan sendi (Hoenger, 2008, dalam simamora 2012)
22
Senam diabetes adalah senam aerobic low impact dan rithmis gerakan
menyenangkan tidak membosankan dan dapat diikuti semua kelompok umur
sehingga menarik antusiasme kelompok dalam klub- klub diabetes. (Hans
Tandra, 2010). Pada waktu latihan jasmani otot-otot tubuh, sistem jantung dan
sirkulasi darah serta pernafasan diaktifkan. Oleh sebab itu metabolisme tubuh,
keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa harus menyesuaikan diri.
Otot – otot akan menggunakan asam lemak bebas dan glukosa yang berasal
dari glikogen di otot – otot pada waktu latihan jasmani mulai dipakai sebagai
sumber tenaga. Apabila latihan jasmani terus ditingkatkan maka sumber tenaga
dan glikogen otot berkurang, selanjutnya akan terjadi pemakaian glukosa darah
dan asam lemak bebas. Makin ditingkatkan porsi olahraga makin meningkat
pula pemakaian glukosa yang berasal dari cadangan glikogen hepar. Apabila
porsi latihan ditingkatkan lagi, maka sumber tenaga terutama berasal dari asam
lemak bebas dan lipolisis jaringan lemak.
Pada saat latihan jasmani ringan, pemakaian asam lemak bebas dan glukosa
tidak tergantung insulin, apabila olahraga ditingkatkan menjadi berintensitas
sedang maka insulin akan menurun dan adrenalin akan meningkat. Selanjutnya
bila latihan jasmani dalam intensitas yang lebih berat maka non adrenalin akan
meningkat dan menghambat sekresi insulin dan bersamaan dengan itu terjadi
peningkatan glukagon. Perubahan – perubahan metabolik dan system hormonal
selama latihan tersebut adalah reaksi fisiologis tubuh untuk penyediaan energy
yang dibutuhkan oleh otot–otot, glukosa dan asam lemak bebas dan
penyesuaian sistem kardiovaskuler serta sistem respirasi.
2.
Manfaat Olahraga Bagi Diabetes Melitus
Olahraga secara umum bermanfaat bagi penatalaksanaan DM, akan tetapi tidak
Dapatdilepaskan dari keseluruhan program penatalaksanaan DM, yaitu diet,
olahraga, obat–obatan oral atau insulin, penyuluhan. Apabila keempat prosedur
terapi tersebut dijalankan, maka hasil optimal regulasi DM akan tercapai.
Adapun manfaat olahraga pada DM adalah :
23
a.
Mengontrol gula darah, terutama pada DM tipe II yang mengikuti olahraga
teratur maka monitor gula darah HbA1C mengalami perbaikan. Glukosa
darah di bakar menjadi energi sehingga, sel-sel energi menjadi lebih
sensitif terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik dan resiko terjadinya
diabetes tipe II akan turun sampai 50 %. Keuntungan lain dari olahraga
adalah bertambahnya massa otot. Biasanya 70–90 % glukosa darah diserap
oleh otot, pada orang yang kurang bergerak massa otot berkurang dan gula
darah pun akan meningkat.
b.
Menghambat dan memperbaiki factor resiko penyakit kardiovaskuler yang
banyak terjadi pada penderita DM, olahraga dapat membantu memperbaiki
profil lemak darah, menurun kolesterol total. LDL trigliserida dan
menaikan HDL kolesterol serta memperbaiki system hemostatik, sirkulasi
dan tekanan darah. Kondisi tersebut dapat menghambat terjadinya
aterosklerosis dan penyakit – penyakit vaskuler yang berbahaya seperti
penyakit jantung koroner (PJK), stroke, penyakit pembuluh darah perifer.
Dengan olahraga yang teratur ternyata penderita DM yang telah terserang
penyakit jantung koroner tingkat kesegaran jasmaninya dapat tetap terjaga
dengan baik.
c.
Menurunkan berat badan, pengaturan olahraga secara optimal dan diet DM
pada penderita kegemukan (obesitas) dapat menurunkan berat badan.
Penurunan berat badan menguntungkan dalam regulasi DMTD obese,
yaitu memperbaiki insulin resisten, mengontrol gula darah dan
memperbaiki resiko PJK.
d.
Memperbaiki gejala–gejala musculoskeletal otot, tulang, sendi yaitu
dengan
gejala–gejala
neuropati
perifer
dan
osteoartrosis,
seperti
kesemutan, gatal-gatal, dan linu-linu.
e.
Memberikan keuntungan psikologis, olahraga yang teratur juga dapat
memperbaiki tingkat kesegaran jasmani, karena memperbaiki sistem
kardiovaskuler, respirasi, pendontrolan gula darah sehingga penderita
merasa fit. Mengurangi rasa cemas terhadap penyakitnya, timbul rasa
24
senang dan lebih percaya diri serta pada akhirya kualitas hidupnya
meningkat meskipun dia menderita penyakit menahun.
f.
Mencegah terjadinya DM yang dini terutama bagi orang-orang dengan
riwayat keluarga DMTD dan diabetes kehamilan atau predicable test.
Keadaan yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan akibat olahraga. Ada beberapa hal yang perlu
dijelaskan kepada penderita dalam penyuluhan-penyuluhan.
1) Berhubungan dengan metabolisme :
a) Gula darah malah meninggi dan adanya ketosis
b) Terjadinya hipoglikemia pada penderita yang mendapat suntikan
insulin atau minum obat oral anti diabetes atau obat eriposlikemi
koral
(OHO)
berdasarkan pengalaman
di
klub
olahraga
PERSADIA, penderita dengan kadar gula darah puasa 140 – 200
mg/dL sebelum olahraga kecil kemungkinan terjadi hipoglikemia.
2) Berhubungan dengan microvaskuler :
a) Dapat terjadi perdarahan retina
b) Meningkatkan proterinuria
c) Perdarahan jaringan lunak setelah latihan
3) Berhubungan dengan sistem kardiovaskuler :
a) Dekompensasi jantung dan aritmia disebabkan oleh PJK
b) Tekanan darah meningkat dalam latihan
c) Hipotensi orthostatic setelah latihan
4) Berhubungan dengan sistem kardiovaskuler :
a) Ulkus pada kaki
b) Penyakit – penyakit sendi terutama pada orang tua
c) Trauma tulang dan otot sehubungan dengan adanya neuropati,
osteoporosis dan ostreartrosis. Untuk menghindari akibat yang
tidak diinginkan dari olahraga tersebut maka perlu pemeriksaan
penyaring lebih dahulu. Pemeriksaan penyaring antara lain :
(1) Riwayat DM dan komplikasi DM akut atau menahun dan
pemeriksaan fisik.
25
(2) Berat atau ringannya status DM apakah terkontrol atau tidak
dengan OHO atau insulin, DM tipe I atau tipe II
(3) Untuk mengetahui komplikasi akut atau kronik yang terjadi
diperlukan pemeriksaan laboratorium lengkap, EKG, foto
thorax dan pemeriksaan penunjang lain apabila diperlukan
misal foto sendi, USG dan lain-lain.
(4) Untuk penderita diabetes 35 tahun sebaiknya dilakukan stres
test dengan treadmill atau master test.
3.
Petunjuk Olahraga
Apabila tidak ada kontra indikasi, atau komplikasi-komplikasi berat, maka
penderita dimasukkan dalam program olahraga. Olahraga yang dianjurkan
untuk penderita DM adalah aerobic low impact dan rithmis misalnya berenang,
jogging, naik sepeda, sedangkan latihan resisten statis tidak dianjurkan
(misalnya olahraga beban angkat besi dan lain-lain). Latihan bertujuan
meningkatkan kesegaran jasmani atau latihan aerobic optimal. Kesegaran
jasmani terdiri atas beberapa hal, yaitu kekuatan, kelenturan, daya tahan dan
keseimbangan,
kelincahan,
tenaga
dan
aktivitas
penampilan,
untuk
meningkatkan kesegaran jasmani, maka komponen–komponen yang harus
ditingkatkan adalah daya tahan jantung dan sistem peredaran darah, sistem
respirasi, daya tahan otot–otot dan sendi, kekuatan fisik dan kelenturan.
Program latihan CRIPE banyak dianajurkan untuk latihan jasmani penderita
DM karena dianggap memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan kesegaran
jasmani.
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam latihan senam diabetes adalah sebagai
berikut :
a.
Interval, artinya latihan dilaksanakan terselang-seling kadang kadang
cepat, kadang-kadang lambat kemudian makin cepat, kadang-kadang
lambat tetapi kontinyu selama periode latihan.
26
b.
Dimulai jalan lambat kemudian makincepat dan kemudian melambat lagi
dan seterusnya berselang – selang.
c.
Cripe adalah kepanjangan dari Continous, artinya latihan jasmani terus
menerus tidak berhenti dapat menurunkan intensitas, kemudian aktif lagi
dan seterusnya.
d.
Rhitnical, artinya latihan harus dilakukan berirama melakukan latihan otot
kontraksi dan relaksasi. Gerakan-gerakan berirama tersebut teratur dan
terus menerus.
e.
Progressif, artinya latihan harus dilakukan peningkatan secara bertahap
dan beban latihan juga ditingkatkan secara perlahan- lahan. Latihan harus
dimulai dengan pemanasan selama 5-10 menit dan diakhiri dengan
pendinginan (cooling down) 5-10 menit dari hari ke hari latihan
ditingkatkan bertahap perlahan-lahan.
f.
Endurance, artinya latihan untuk meningkatkan kesegaran dan ketahanan
sistem kardiovaskuler dan kebutuhan tubuh penderita DM.
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam latihan senam diabetes menurut Ilyas
(2010) adalah :
a.
Pemanasan (Warming Up)
Dilakukan
sebelum
melakukan
latihan
yang
bertujuan
umtuk
mempersiapkan berbagai sistem tubuh sebelum memasuki latihan. Selain
itu pemanasan perlu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cedera
akibat olahraga. Lama pemanasan biasanya 5-10 menit.
b.
Latihan ini (Conditioning)
Pada tahap ini Heart Rate (HR) diusahakan mencapai target heart rate
(THR).
c.
Pendinginan (Cooling Down)
Pendinginan adalah untuk mencegah terjadinya penimbunan asam laktat
yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot sesudah berolahraga atau
pusing karena darah masih terkumpul pada otot yang aktif. Lama
pendinginan kurang lebih 5-10 menit.
27
d.
Peregangan (Streching)
Di lakukan untuk melemaskan dan melenturkan otot- otot yang masih
tegang dan lebih elastis.
4.
Porsi Latihan
Porsi latihan harus ditentukan supaya maksud dan tujuan olahraga oleh
penderita DM memberikan manfaat yang baik. Latihan yang berlebihan akan
merugikan kesehatan, sedangkan latihan yang terlalu sedikit tidak begitu
bermanfaat. Penentuan porsi latihan tersebut harus diperhatikan intensitas
latihan, lama latihan dan frekuensi latihan. Untuk mencapai kesegaran
kardiovaskuler yang optimal maka idelanya latihan berada pada VO2 max,
berkisar antara 50- 85 % ternyata tidak memperburuk komplikasi DM dan
tidak menaikan tekanan darah sampai 180 mmHg. Praktisnya dilapangan
seperti yang dilakukan oleh klub-klub diabetes, intensitas latihan dinilai
dengan:
a.
Target nadi/ area latihan
Penderita dapat menghitung denyut nadi maksimal yang diperbolehkan
atau yang harus dicapai selama latihan. Meskipun perhitungan ini agak
kasar tapi tetap dipakai di lapangan. Rumus denyut nadi maksimal = 20umur penderita . Area latihan adalah interval nadi yang ditargetkan dicapai
selama latihan atau segera latihan maksimum, yaitu antara 60-70 % dari
denyut nadi maksimal. Sebagai contoh penderita diabetes melituus tidak
tergantung insulin umur 40 tahun interval nadi yang diperbolehkan adalah
60 % kali (220-45) dan 75 % kali (220-40) dan hasilnya interval nadi
antara 108 permenit sampai dengan 142 permenit. Jadi area latihan antara
108-142 denyut nadi permenit.
b.
Kadar gula darah
Sesudah latihan jasmani kadar gula darah 140-180 mg/dL pada usia lanjut
dianggap cukup baik sedang usia muda sampai 140 mg/dL.
28
c.
Tekanan darah sebelum dan sesudah latihan
Sebelum latihan tekanan darah tidak melebihi 140 mmHg dan setelah
latihan maksimal tidak lebih dari 180 mmHg. Untuk mencapai efek
metabolik maka latihan inti berkisar antara 30-40 menit dengan pemanasan
dan pendinginan masing-masing 5-10 menit. Bila kurang maka efek
metabolik sangat rendah sebaliknya bila berlebihan menimbulkan efek
buruk terhadap sistem muskuloskeletal dan kardiovaskuler serta sitem
respirasi. Untuk senam masal dimana umur penderita sangat bervariasi
antara 30-70 tahun, maka latihan 45 menit merupakan pemanasan dan
pendinginan yang cukup memadai, baik dari petugas medis dan instruktur
terutama untuk penderita usia lanjut.
Dianjurkan untuk penderita muda melakukan gerakan-gerakan senam diabetes
secara lebih aktif dari pada penderita DM usia lanjut. Untuk mencapai hasil,
yang cukup baik. Latihan dilakukan 35 kali perminggu. Untuk penderita DM
obese efek penurunan BB dan gula darah akan tercapai maksimal bila latihan
dilakukan lebih dari 5 kali seminggu. Latihan dapat dilakukan bila tidak ada
kontra indikasi hubungan dengan komplikasi DM yang sudah ada.
Untuk mencegah atau menghambat dan memperbaiki dan memperbaiki
neuropati perifer pada umunya dan pada orang tua yang sudah menderita
osteoartritis dan neuropati maka latihan kaki harus lebih intensif. Latihan kaki
bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi darah tungkai bawah pergelangan kaki,
telapak kaki dan jari-jari. Latihan kaki sebaiknya dilakukan sebelum latihan
jasmani sebenarnya (jalan, jogging dan sebagainya) atau diluar hari-hari latihan
dan dapat dikerjakan dimana saja.
Untuk meningkatkan ketaatan dan kerajinan olahraga perlu diperhatikan
beberapa hal :
a.
Pilihlah olahraga yang disenangi sesuai kebutuhan penderita DM.
29
b.
Dicari tempat, suasana dan waktu yang sesuai sehingga penderita tidak
merasa terburu-buru dan suasananya menyenangkan.
c.
Penderita tidak merasa dipaksa atau terpaksa mengikuti latihan. Dapat
dihindari unsur dipaksa oleh keluarga dan petugas medis.
d.
Harus diadakan evaluasi terhadap latihan tersebut oleh instruktur atau
petugas medis, mengenai manfaat dan hasil-hasil olahraga.
C. Glukosa Darah
1.
Definisi Glukosa Darah
Di dalam darah terdapat zat glukosa, glukosa ini gunanya untuk dibakar agar
mendapatkan kalori atau energi. Sebagian glukosa yang ada dalam darah
adalah hasil penyerapan dari usus dan sebagian lagi dari hasil pemecahan
simpanan energi dalam jaringan. Glukosa yang ada di usus bisa berasal dari
glukosa yang kita makan atau bisa juga hasil pemecahan zat tepung yang
dimakan dari nasi, ubi, jagung, kentang, roti atau dari yang lain (Djojodibroto,
2012). Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah terbentuk dari
karbohidrat dalam makanan lalu disimpan sebagai glikogen di hati dan otot
rangka. Glukosa adalah bahan bakar yang diubah menjadi energi (Wahdah,
2011). Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan
diabsorbsi terutama dalam duodenum dan jejenum proksimal. Setelah
diabsorbsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu dan
akhirnya akan akan kembali lagi ke kadar semula.
Macam–Macam Test Glukosa Darah Pemeriksaa glukosa darah dilakukan
dengan beberapa tes (Wiyakusuma, 2010), yaitu :
a.
Test kadar glukosa darah, Kadar glukosa darah yang diuji setiap waktu,
dan setiap hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. jika kadar
glukosa sama atau di atas 200 mg/dl.
b.
Tes glukosa darah puasa Tes ini memerlukan puasa 12 sampai 14 jam
sebelum darah diambil untuk pemeriksaan. Puasa adalah keadaan tanpa
30
suplai makanan (kalori) selama minimum 8 jam, tetapi tetap diperbolehkan
minum air putih.
2.
Metabolisme Glukosa
Fruktosa dan galaktosa masuk melalui dinding usus halus kedalam aliran darah
Fruktosa dan galaktosa akan diubah dalam tubuh menjadi glukosa. Glukosa
merupakan hasil akhir dari pencernaan dan diabsorbsi secara keseluruhan
sebagai karbohidrat. Kadar glukosa dalam darah bervariasi dengan daya
penyerapan, akan menjadi lebih tinggi setelah makan dan akan menjadi turun
bila tidak ada makanan yang masuk selama beberapa jam. Glikogen dapat
lewat dengan bebas keluar dan masuk ke dalam sel dimana glukosa dapat
digunakan semata-mata sebagai sumber energi. Glukosa disimpan sebagai
glikogen di dalam sel hati oleh insulin (suatu hormon yang disekresi oleh
pankreas). Glikogen akan diubah kembali menjadi glukosa oleh aksi dari
glukogen (hormon lain yang disekresi oleh pankreas) dan adrenalin yaitu suatu
hormon yang disekresi oleh kelenjar adrenalin (Jan Tambayong, 2011)
3.
Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak atau
berlebihan, yang akhirnya akan menjadi penyakit yang disebut Diabetes
Melitus (DM) yaitu suatu kelainan yang terjadi akibat tubuh kekurangan
hormon insulin, akibatnya glukosa tetap beredar di dalam aliran darah dan
sukar menembus dinding sel. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh stress,
infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan
poliuria, polidipsi, dan poliphagia, serta kelelahan yang parah dan pandangan
yang kabur (Nabyl, 2010).
4.
Hipoglikemia
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan dimana
kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena ketidak
seimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan
31
yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis antara
lain penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur dan
gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai
hilang kesadaran (syok hipoglikemia) (Nabyl, 2010).
5.
Mekanisme glukosa darah
a.
Insulin dan Glukagon
Organ sasaran kedua hormon ini adalah hati, otot dan jaringan lemak.
Glukagon dan insulin memegang peran penting dalam metabolisme
karbohidrat,protein lemak. Bahkan keseimbangan kadar gula darah sangat
di pengaruhi oleh kedua hormon ini. Fungsi kedua hormon ini saling
bertolak belakang. Secara umum, insulin menurunkan kadar gula darah
sebaliknya glukagon terjadi bila kadar gula darah rendah,dan asam amino
darah meningkat. Dalam meningkat kadar gula darah, glukagon akan
merangsang glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa) dan
meningkat transportasi asam amino dari otot serta meningkatkan
glukogeonesis (pemecahan glukosa dari yang bukan karbohidrat).
b.
Efek Insulin Pada Metabolisme Karbohidrat
Setelah makan maka di lambung proses pencernaan makanan berlangsung
2 jam dan pada saat itu pankreas melepaskan insulin ke usus halus. Lalu
dibantu insulin terjadi proses penyerapan makanan sehingga gloksa darah
meningkat insulin berguna memasukkan ke dalam sel-sel organ tubuh
untuk digunakan pada semua aktivitas. Sisa glukosa di ubah menjadi
glikogen dan disimpan di hati,otot jaringan lainnya. Glikogen dpat
digunakan lagi menjadi glukosa jika dibutuhkan, misalanya pada saat kita
berpuasa, proses ini dilakukan oleh hormon glukagon.
32
c.
Efek Insulin Pada Metabolisme Protein
1) Insulin menyebabkan penyangkutan secara efektif asam amino dalam
sel.
2) Insulin menghambat proses katabolisme protein sehingga mengurangi
pelepasan asam amino dari sel dan mengurangi pemecahan protein
oleh sel.
3) Insulin menekan kecepatan glukoneogenesis (pembentukkan glukosa
dari protein).
4) Bila insulin tidak ada atau sedikit, maka tubuh akan memecah protein
menjadi gula melalui proses glukoneogenesis.
5) Pemecahan asam amino meningkat kadar ureum dalam urine, bila
berlangsung lama akan merusak ginjal.
d.
Efek Insulin Pada Metabolisme Lemak
insulin berguna untuk meningkatkan pembentukkan asam lemak. Sintesis
lemak dalam sel hati dan ditranspor dari hati melalui darah dalam bentuk
lipoprotein menjadi jaringan adipose untuk disimpan, jika dibutuhkan
lemak yang disimpan dapat dipergunakan sebagai energi melalui proses
lipolysis. pengaruh jangka panjang kekurangan insulin emnyebabkan
aterosklerosis hebat, seranagn jantung, stroke, penyakit vaskular/pembuluh
darah lainnya.
e.
Faktor Lain Yang Meransang Pelepasan Insulin
1) Hormon gastrointestinal (lambung dan usus)
Campuran beberapa hormon pencernaan yang penting seperti
gastrin,sekretin,kolesistokinin, dan peptida penghambat asam lambung
(yang merupakan hormon terkuat yang dikeluarkan oleh kelenjar
pencernaan) akan meningkatkan pelepasan insulin dalam jumlah
banyak. Hormon ini dilepaskan stelah makan. Hormon ini akan
menyebabkan antisipasi insulin dalam darah yang merupakan suatu
persiapan agar glukosa dan asam amino dpat diabsorbsi atau diserap.
33
2) Hormon lain dan sistem saraf
Hormon-hormon yang dapat meningkatkan sekresi atau pengeluaran
insulin: glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol, dan yang lebih
lemah adalah progesteron dan estrogen. Pelepasan insulin secara terus
menerus dan dalam jumlah yang besar kadang dapat menyebabkan sel
beta pankreas mengalami kelelahan sehingga dapat menyebabkan
diabtes melitus.
Tabel 2.1.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM
Kadar glukosa darah
(mg/dl)
Kadar glukosa darah
sewaktu :
Plasma vena
Darah kapiler
Kadar glukosa Darah
Puasa:
Plasma Vena
Darah Kapiler
Bukan DM
Belum Pasti DM
DM
<110
<90
<110-199
90-199
>200
>200
<110
<90
110-125
90-109
>126
>126
Sumber : (wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus diakses tanggal 20 Maret 2011)
Panduan Federasi Diabetes Internsional (IDF) tentang pengelolaan gula
darah sesudah makan merekomendasi pasien diabetes untuk menjaga kadar
gulanya tidak lebih dari 140 mg/dL pada dua jam sesudah makan. Patokan
ini dipublikasi pertama kali pada September 2007 di Amsterdam, Belanda.
Panduan IDF ini menekankan pentingnya menjaga gula darah sesudah
makan agar terhindari dari resiko komplikasi diabetes (Triyono,Heru,
2009). Menurut Em Yunir (2010), kadar glukosa darah prepardial 90 – 130
mg/ dL, kadar glukosa darah postpradial : < 180 mg/ dL.
f.
Pengaruh Langsung Dari Masalah Gula Darah
Bila level gula darah menurun terlalu rendah, berkembanglah kondisi yang
bisa fatal yang disebut hipoglikemia. Gejala-gejalanya adalah perasaan
lelah, fungsi mental yang menurun, rasa mudah tersinggung, dan
34
kehilangan
kesadaran.
Bila
levelnya
tetap
tinggi,
yang disebut
hiperglikemia, nafsu makan akan tertekan untuk waktu yang singkat.
Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat menyebabkan masalahmasalah kesehatan yang berkepanjangan pula yang berkaitan dengan
diabetes, termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf.
g.
Cara Mengontrol Kadar Gula Darah
Kadar gula darah dapat di kontrol dengan 3 cara yakni menjaga berat
badan idela, diet makanan seimbang dan melakukan olahraga atau latihan
fisik. Seiring dengan berjalannya waktu, ketiga cara tersebut sering kali
kurang memadai lagi. Kadar gula darah mungkin tidak terkontrol dengan
baik. Pada keadaan yang seperti inilah baru diperlukan obat anti diabetes
(OAD). Jadi, pada dasarnya obat baru diperlukan jika dengan cara diet dan
olahraga gula dara belum terkontrol dengan baik.
Tabel 2.2.
Kriteria Pengendalian DM
Glukosa darah puasa ( mg/ dL)
Glukosa darah 2 jam ( mg/ dL)
Glukosa sewaktu
A1C
Kolesterol total (mg/dL )
Kolesterol LDL (mg/dL)
Kolesterol HDL (mg/dL)
Trigliserida ( mg/dL)
IMT ( kg / m2 )
Tekanan darah ( mmHg )
Baik
80-109
110-144
80-144
<6,5
<200
<100
>45
<150
18,5 – 22,9
< 130/80
Sedang
110 – 125
145 – 179
145 – 179
<6,5 – 8
200 – 239
100-129
150-199
23-25
130 – 140/80 – 90
Buruk
≥ 126
≥ 180
≥ 180
>8
≥ 240
≥130
≥ 200
>25
>140/90
Sumber : (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe II Perkeni di Indonesia :
2011)
35
D. Kerangka Konsep
kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan mengetatahui penagaruh latihan
fisik:senam aerobik terhadap perubahan kadar glukosa darah pada diabetisi tipe II
di wilayah kerja puskesmas helvetia medan tahun 2015. Pada kerangka konsep ini
terdiri dua variabel yaitu variabel independent (variabel bebas) dan variabel
dependent (variabel terikat) yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Skema 2.1
Kerangka Konsep Penelitian
Independent
Dependent
Latihan Fisik:
KGD
Senam
Sebelum
Aerobik
Sesudah
E. Hipotesis
Ha : Ada Pengaruh Latihan Fisik Senam Aerobik Terhadap Kadar Glukosa
Darah Pada Pasien Diabetes Tipe II Di Klub Senam DM Di Puskesmas
Helvetia Medan 2015.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian ini adalah
penelitian Quasi Eksperimental dengan rancangan “One group Pretest-Postest
Design”. Rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol), tetapi paling
tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan perubahanperubahan yang terjadi. Yang bertujuan untuk melihat pengaruh penelitian ini
menggunakan satu kelompok yaitu kelompok intervensi.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1.
Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Diabetes melitus yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Helvetia (data puskesmas yang mengikuti
senam) dengan jumlah 42 orang.
2.
Sampel Penelitian
Besar sampel di tentukan berdasarkan rumus Saryono (2013), dengan
perhitungan:
Keterangan:
n= perkiraan jumlah sampel
N= perkiraan besar pupolasi
d2= presisi yang ditetapkan
n=
n=
36
37
n=
n=20
Jadi besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 untuk yang
mengikuti senam aerobik. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik Purposive Sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel
dengan mempertimbangkan kemudahan. Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah:
a.
Umur yang mengalami diabetes melitus
b.
Bersedia sebagai responden
c.
Menderita diabetes melitus kurang dari 5 tahun dan tidak mengalami
penyakit kronis
d.
Dapat mengikuti prosedur penelitian sampai selesai
e.
Yang aktif mengikuti senam DM.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan
Kecamatan Helvetia Medan.
2. Waktu Penelitian
Waktu pengumpulan data dan pengolahan data dilaksanakan pada tanggal 18
Maret s.d Juni 2015
38
D. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No.
Variabel Penelitian
Definisi Opersional
Cara Ukur
Variabel Independen:
Gerakan dinamis yang dilakukan oleh
Senam Aerobik
diabetisi, dengan cara mengikuti irama
musik
yang
juga
dipilih
Hasil
Skala
Ukur
Ukur
Observasi
-
-
Menggunakan
mg/dl
Rasio
mg/dl
Rasio
sehingga
melahirkan ketentuan ritmis,kontinuitas dan
durasi tertentu.
Latihan
jasmani
yang
menimbulkan
perubahan metabolik, dipengaruhi oleh
lama, berat latihan dan tingkat kebugaran,
juga oleh kadar insulin plasma, kadar
glukosa darah, kadar benda keton, dan
imbangan cairan tubuh. Senam tersebut
dapat dilakukan selama 1 kali serminggu,
dengan frekuensi 30-45 menit selama 1
bulan.
1.
Variabel Dependen:
Didalam
Kadar
glukosa ini gunanya untuk dibakar agar
Glukosa
darah
terdapat
zat
glukosa,
Darah
mendapatkan kalori atau energi. Sebagian
(sebelum)
glukosa yang ada dalam darah adalah hasil
gluco meter
penyerapan dari usus dan sebagian lagi dari
hasil pemecahan simpanan energi dalam
jaringan.
Nilai normal kgd 70-110 mg/dl.
2.
Variabel Dependen:
Didalam
darah
terdapat
zat
glukosa,
Kadar Glukosa darah
glukosa ini gunanya untuk dibakar agar
(setelah)
mendapatkan kalori atau energi. Sebagian
glukosa yang ada dalam darah adalah hasil
penyerapan dari usus dan sebagian lagi dari
hasil pemecahan simpanan energi dalam
jaringan.
Nilai normal kgd 70-110 mg/dl.
Menggunakan
gluco meter
39
E. Aspek Pengukuran
Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui senam aerobik yaitu dengan
pengamatan (observasi). Alat pengukuran glukosa darah yaitu glukometer yang
digunakan dilengkapi dengan alat tambahan berupa stick dengan merk dan tipe
yang sama untuk mendapatkan sampel darah yang akan diperiksa gula darahnya,
dilakukan penusukan pada ibu jari tangan. Cara pengambilan darah dilakukan
dengan dengan prosedur pengambilan darah kapiler yaitu mengusap satu kali ujung
jari yang ditusuk dengan kapas alkohol, dilakukan dengan penusukan dengan jarum
lanset, darah yang keluar pertama di usap dengan kapas kering, darah yang keluar
berikutntya dilakukan pengambilan darah pada stick kemudian dimasukan ke
glukometer berikutnya dibaca hasilnya.
F. Alat dan Prosedur pengumpulan Data
1. Alat Pengumpulan Data
a.
Data Primer
Alat pengumpulan data penelitian ini menggunakan ini lembar observasi
dengan instrumen observasinya Glueho Check Digital. Lembar observasi
adalah
cara
pengumpulan
data
dengan
mengadakan
melakukan
pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari
perubahan atau hal-hal yang akan diteliti (Hidayat, 2012), dan lembar
observasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi terstruktur,
dimana peneliti secara cermat mendefinisikan apa yang akan di observasi
melalui
suatu
perencanaan
yang
matang,
peneliti
tidak
hanya
mengobservasi fakta-fakta yang ada pada subjek, tetapi lebih di dasarkan
pada perencanaan penelitian yang sudah disusun secara matang sesuai
pengelompokannya, pencatatan, dan pemberian kode terhadap hal-hal
yang sudah ditetapkan (Nursalam, 2011 ). Lembaran observasi berisi data
demografi responden yang meliputi:
1.
Nomor Responden
2.
Data demografi : nama inisial, usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan.
40
b.
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Helvetia Medan tahun 2015.
2. Prosedur Pengumpulan Data
Langkah – langkah pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a.
Perizinan
Dalam pengumpulan data, pertama sekali peneliti meminta izin kepada
pihak Ka.Dinas Kesehatan Kota Medan dengan membawa surat izin dari
Universitas Sari Mutiara Indonesia. Setelah mendapat izin dari pihak
Dinas Kesehatan, kemudian pihak Puskesmas Helvetia memberi surat
balasan peneliti meminta data di Puskesmas Helvetia. Selanjutnya
melakukan pengambilan data awal untuk mengetahui populasi dan sampel
penelitian serta menemui responden dan memaparkan tentang penelitian,
tujuan, langkah-langkah penelitian dan penandatanganan informed
consent.
b.
Penelitian
Setelah mendapatkan surat pengantar dari Fakultas Keperawatan dan
Kebidanan USM Indonesia, peneliti memberikan surat tersebut kepada Ka.
Dinas Kesehatan Kota Medan dan dilanjutkan ke Ka. Puskesmas Helvetia
Medan.
1) Melakukan pengambilan responden sampel / responden yaitu dengan
jumlah 20 orang
2) Menjelaskan tentang penelitian, tujuan, manfaat dan langkah-langkah
penelitian serta penandatanganan Informed consent
3) Melakukan pengukuran gula darah pre-test
4) Melakukan senam aerobik
5) Melakukan pengukuran kadar gula darah post-test
41
G. Etika Penelitian
Kodek etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang
berlaku untuk setiap
kegiatan penelitian yang melibatkan antar pihak peneliti, pihak yang diteliti dan
masyarakat yang memilki dampak dari penelitian tersebut ( Notoatmodjo, 2010).
Masalah etika penelitian dalam penelitian keperawatan merupakan maslah yang
sangat penting dalam penelitian mengingat penelitian keperawatan berhubungan
langsung dengan manusia (Polit and Beck, 2004 dalam Setiawan, 2010).
Segi etika penelitian harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi
dalam kegiatan penelitian. Dalam hal penelitian ini sebelum peneliti mendatangi
calon partisipasi untuk meminta kesediaan menjadi partisipasi penelitian. Peneliti
harus melalui beberapa tahap pengurusan perijinan sebagai berikut:
peneliti
meminta surat izin dari Ketua Program Studi Fakultas Keperawatan untuk
mengambil data survey awal
melalui dari Ka. Dinas Kesehatan Kota Medan.
Setelah mendapatkan izin dari Ka. Dinas Kesehatan Kota Medan, peneliti meminta
izin kepada Ka.Puskesmas Helvetia Medan untuk melakukan penelitian. Setelah
mendapatkan izin beserta data dari pihak staf Puskesmas Helvetia, kemudian
peneliti mendatangi calon partisipan dan meminta perstujuan untuk menjadi
partisipan
penelitian.
Setelah
mendapatkan
persetujuan
penelitian
baru
dilaksanakan penelitian dengan memperhatikan etika-etika dlam melakukan
penelitian yaitu:
1. Benefience
Prinsip benefience menekankan peneliti untuk melakukan penelitian yang
memberikan manfaat bagi responden. Prinsip ini memberikan keuntungan
dengan cara mencegah dan menjauhkan bahaya, membebaskan pasien dari
eksploitas serta menyeimbangkan antara keuntungan dan resiko.
2. Non Malaficence
Prinsip ini menekankan peneliti untuk tidak melakukan tindakan yang
menimbulkan bahaya bagi respnden. Responden dibuat bebas dari rasa tidak
nyaman. Penelitian ini menggunakan prosedur yang tidak menimbulkan bahaya
bagi responden.
42
3. Anonimity
Peneiliti memberikan jaminan dalam penggunaan sampel penelitian dengan
cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar
observasi dan hanya menuliskan inisial pada lembar observasi serta hasil
penelitian yang akan disajikan. Peneliti juga menjamin kerahasiaan semua
informasi hasil penelitian yang telah dikumpulkan dari sampel.
4. Veracity
Prinsip veracity atau kejujuran menekankan peneliti untuk menyampaikan
informasi yang benar dan tidak melakukan kebohongan kepada responden.
Pada penelitian ini semua responden diberitahu bahwa responden subjek
penelitian.
5. Informed Consent
Penelitian ini tidak ada unsur pemaksaan didalamnya sehingga responden
memiliki hak untuk menolak. Peneliti memberikan lembar persetujuan
(informed consent) yang kemudian ditandatangani responden sebagai bentuk
kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian.
6. Confidentiality
Informasi yang telah diberikan oleh responden dalam menggunakan subjek
penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama/responden dalam lembar
data oleh peneliti, namun akan menggunakan kode dalam mengolah data dan
mempublikasikannya.
H. Pengolahandan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Data yang sudah terkumpul diolah untuk menghasilkan data, melalui tahaptahap sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010) :
a.
Editing (Penyuntingan Data)
Hasil observasi atau pengamatan yang diperoleh atau dikumpulkan melalui
penegecekan isian formulir atau lembar obsevasi, apakah gambaran sudah
lengkap, jelas, relevan dan konsisten.
43
b.
Membuat lembaran kode ( Coding Sheet)
Melakukan pengkodean terhadap data yang sudah di edit, data berupa
umu, jenis kelamin, penddikan dan pekerjaan. Pengkodean dilakukan
melalui komputer sebagai usaha menyederhanakan data.
c.
Memasukan data (Data Entry) atau processing
Processing merupakan proses mengelola data agar dapat di analisa.
Pemprosesan data dilakukan dengan mengentry data dari lembar observasi
tingkat kecemasan ke perangkat komputer.
d.
Pembersihan Data (Cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai di
masukkan, di cek kembali untuk melihat kemungkinan dan sebagainya,
kemudian dilakukan koreksi.
2. Analisa Data
Pengolahan analisa data dilakukan dikomputer. Analisa data dilakukan melalui
uji statistik data.
a.
Analisis Univariat
Merupakan analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah sebelum
dan sesudah diberikan senam aerobik pada diabetisi tipe II di klub senam
diabetes melitus.
b.
Analisa Bivariat
Analisis bivariat digunakan dengan melihat pengaruh senam aerobik
terhadap perubahan kadar glukosa darah pada diabetisi tipe II di klub
senam DM di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015. Uji bivariat data
mengunakan uji Paired t- test dengan nilai < 0,05.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan data tentang pengaruh latihan fisik senam aerobik terhadap
perubahan kadar glukosa darah pada diabetes melitus tipe II yang berupa analisis
univariat dan bivariat. Sebelum dilakukan analisis bivariat dilakukan uji normalitas data.
Pada analisa univariat akan disajikan hasil distribusi frekuensi variabel umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan. Sedangkan pada analisa bivariat akan disajikan analisis
pengaruh latihan fisik senam aerobik terhadap perubahan kadar glukosa darah sebelum
dan sesudah intervensi.
A. Analisis Univariat Karakteristik Responden
Karakteristik responden yaitu pasien dengan diabetes melitus tipe II yang
diidentifikasi berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan kadar
gula darah. Data yang bersifat numerik dianalisis sehingga didapatkan nilai ratarata, median dan standar deviasi. Data kategorik dianalis dan didapatkan hasil
berupa persentase.
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan
Pekerjaan di Klub Senam Diabetes Melitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015 (n = 20)
Variabel
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Umur
45 – 57 tahun
58 – 70 tahun
Total
Pendidikan
SD
SMP
SMA
D-3
S-1
Total
Pekerjaan
IRT / tidak bekerja
Wiraswasta
PNS
Pensiunan
Total
44
f
%
6
14
20
30,0
70,0
100
13
7
20
65,0
35,0
100
3
4
4
3
6
20
15,0
20,0
20,0
15,0
30,0
100
6
7
2
5
20
30,0
35,0
10,0
25,0
100
45
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan mayoritas responden berjenis kelamin perempuan
sebanyak 14 orang (70,0%) dan selebihnya 6 orang (30,0%) berjenis kelamin lakilaki. Diketahui mayoritas umur responden antara 45 – 57 tahun sebanyak 13 orang
(65,0%) dan selebihnya 7 orang (35,0%). Sedangkan berdasarkan tingkat
pendidikan mayoritas responden berpendidikan S-1 sebanyak 6 orang (30,0%),
selebihnya 4 orang (20,0%) berpendidikan SMP dan 4 orang (20,0%)
berpendidikan SMA, 3 orang (15,0%) berpendikan SD dan 3 orang (15,0%)
berpendidikan D-3. Selain itu mayoritas responden berprofesi sebagai wiraswasta
sebanyak 7 orang (35,0%), selebihnya 6 orang (30,0%) IRT / tidak berprofesi dan
5 orang (25,0%) pensiunan dan 2 orang (10,0%) berprofesi sebagai PNS.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Kadar Gula Darah Sebelum dan
Sesudah Intervensi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Klub Senam
Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas
Helvetia Medan Tahun 2015
Variabel
n
Mean
20
20
SD
Min.
Mak.
95% CI
269,35 35,886
210
334
252,55 – 286,15
254,20 39,516
190
315
235,71 – 272,69
Kadar Gula Darah (mg/dl)
KGD Sebelum Intervensi
Kadar Gula Darah (mg/dl)
KGD Sesudah Intervensi
Berdasarkan pada data tabel 4.2 diketahui rata-rata kadar gula darah sebelum
intervensi adalah 269,35 mg/dl (SD = 35,886) dengan kadar gula darah terendah
adalah 210 mg/dl dan kadar gula darah tertinggi adalah 334 mg/dl. Dari hasil
estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kadar gula darah
antara 252,55 – 286,15 mg/dl. Sedangkan sesudah intervensi terjadi penurunan ratarata kadar gula darah menjadi 254,20 mg/dl (SD = 39,516) dengan kadar gula darah
terendah adalah 190 mg/dl dan kadar gula darah tertinggi adalah 315 mg/dl. Dari
hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kadar gula
darah antara 235,71 – 272,69 mg/dl.
46
B. Analisis Bivariat
1.
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk variabel numerik, seperti kadar gula darah
sebelum dan sesudah perlakuan. Jika didapatkan distribusi data yang normal
maka, syarat untuk dilakukan uji t terpenuhi.
Tabel 4.3
Hasil uji Normalitas Data Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah Intervensi
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Klub Senam
Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas
Helvetia Medan Tahun 2015
Variabel
KGD Sebelum Intervensi
KGD Sesudah Intervensi
Shapiro-Wilk
Statistic
0,935
0,948
Sig.
0,189
0,342
Berdasarkan tabel 4.3 terlihat tingkat signifikansi (sig.) atau nilai probabilitas
kadar gula darah sebelum dan sesudah intervensi berada diatas 0,05 (0,189 >
0,05; 0,324 > 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
Tabel 4.4
Hasil uji Normalitas Data Selisih Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah
Intervensi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Klub Senam
Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas
Helvetia Medan Tahun 2015
Variabel
Selisih Kadar Gula Darah (Pre –
Post)
Shapiro-Wilk
Statistic
0,921
Sig.
0,104
Berdasarkan tabel 4.4 terlihat tingkat signifikansi (sig.) atau nilai probabilitas
selisih kadar gula darah sebelum dan sesudah intervensi berada diatas 0,05
(0,104 > 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
Sehingga uji statistik yang digunakan untuk data berdistribusi normal dan
saling berpasangan adalah Uji Paired Sample t test.
47
2.
Analisis Perbedaan Rata-rata Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah
Intervensi Senam Aerobik
Berikut akan disajikan perbedaan rata-rata kadar gula darah pada pasien DM
tipe II sebelum dan sesudah intervensi.
Tabel 4.5
Hasil Analisis Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah
Intervensi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Klub Senam
Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas
Helvetia Medan Tahun 2015
n
Mean
KGD Sebelum Intervensi (mg/dl)
Variabel
20
269,35
35,886 8,024
SD
SE
KGD Sesudah Intervensi (mg/dl)
20
254,20
39,516 8,836
p value
0,001
Berdasarkan pada data tabel 4.5 diketahui rata-rata kadar gula darah sebelum
intervensi adalah 269,35 mg/dl dengan standar deviasi 35,886. Setelah
dilakukan intervensi didapatkan rata-rata kadar gula darah sebesar 254,20
mg/dl dengan standar deviasi 39,516.
Hasil uji statistik lebih lanjut diperoleh nilai p value adalah 0,001 < 0,05 (p <
0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh sebelum dan sesudah
senam aerobik terhadap penurunan kadar gula darah.
C. Pembahasan
1.
Analisis Univariat
a.
Kadar Gula Darah Sebelum Melakukan Senam Aerobik di Wilayah
Kerja Puskesmas Helvetia Medan
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi mayoritas responden dalam
penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan dengan kategori umur
terbanyak antara 45 – 57 tahun dan berdasarkan tingkat pendidikan
mayoritas responden berpendidikan S-1 dengan profesi terbanyak sebagai
wiraswasta. Sedangkan data hasil distribusi responden berdasarkan
48
variabel kadar gula darah sebelum intervensi senam aerobik rata-rata
269,35 mg/dl.
Menurut Wahdah (2011) seseorang dikatakan Diabetes melitus jika kadar
gula darah pasien ≥ 126 mg/dl. Pemeriksaan kadar gula darah tersebut
dapat dilakukan dengan puasa sedikitnya 8 jam. Menurut (price &
Anderson 2006) Diabetes Melitus merupakan serangkaian gangguan
metabolik yang ditandai dengan defisiensi insulin maupun relatif atau
resistensi insulin ataupun keduanya. Diabetes melitus ditandai dengan
hiperglikemia pada saat sebelum dan setelah makan, aterosklerotik dan
penyakit mikroangiopati pembuluh darah dan neuropati. Diabetes Melitus
adalah gangguan metabolisme yang di tandai dengan hiperglikemi karena
menurunnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau
keduanya sehingga menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular,
makrovaskular, dan neuropati (Yuliana Elin dalam Nurarif & Kusuma,
2013).
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa sebagian besar responden
berpendidikan Sekolah Dasar yaitu sebanyak (15,0%), tingkat pendidikan
dapat mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan seseorang dalam
menerapkan prilaku hidup sehat, terutama mencegah kejadian Diabetes
Melitus oleh Riyadi (2004), semakin tinggi tingkat pendidikan maka
semakin tinggi pula tingkat kemampuan seseorang dalam menjaga pola
hidupnya agar tetap sehat. Selain itu, tingginya kejadian hiperglikemia
pada responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah
menunjukan
bahwa
kurangnya
pengatahuan
tentang
penyakit
menyebabkan kadar gula darah tidak terkontrol.
Dari hasil penelitian, diperoleh data bahwa lebih dari sebagian responden
berumur ± 45 tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunjaya (2009)
yang menjelaskan bahwa peningkatan resiko diabetes sesuia dengan umur,
49
khususnya pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan karena pada usia
tersebut mulai terjadi peningkatan intolenrasi glukosa. Adanya proses
penuaan menyebabkan kurangnya kemampuan sel β prankeas dalam
memproduksi insulin.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa frekuensi penderita DM
berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan (57,2%) dan laki-laki
(42,8%) hal ini diperkuat oleh Taylor (2005) yang menjelaskan kejadian
DM lebih tinggi wanita dari pada pria, karena hal ini disebabkan oleh
penurunan hormon estrogen akibat menopause. Estrogen pada dasarnya
berfungsi
untuk
menjaga
keseimbangan
kadar
gula
darah
dan
meningkatkan penyimpanan lemak, serta progesteron yang berfungsi untuk
menormalkan kadar gula darah.
Menurut asumsi peneliti, ketika seseorang menderita Diabetes melitus
penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah
sehingga menyebabkan berbagai gangguan metabolik dan pankreas orang
tersebut tidak dapat menghasilkan cukup insulin atau tidak memanfaatkan
insulin sesuai semestinya untuk menyerap gula yang diperoleh dari
makanan. Hal ini lah yang menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi
akibat dari timbunan gula dari makanan yang tidak dapat diserap dengan
baik. Rata-rata kadar gula darah responden sebelum dilakkukan senam
aerobik adalah 269,35 mg/dl. Tingginya kadar gula darah pada penderita
diabetes dapat menyebabkan berbagai gangguan metabolik tubuh,
sehingga hal ini harus mendapatkan penanganan yang tepat dan efisien.
b. Kadar Gula Darah Setelah Melakukan Senam Aerobik di Wilayah
Kerja Puskesmas Helvetia Medan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa nilai median kadar
glukosa darah terhadap 20 responden sebelum senam aerobik adalah
269,35 mg/dl dengan nilai kadar glukosa darah terendah 210 mg/dl dan
50
kadar glukosa darah tertinggi adalah 334 mg/dl. Sedangkan sesudah
aerobik adalah 245,20 mg/dl dengan nilai kadar glukosa darah terendah
190 mg/dl dan kadar glukosa darah tertinggi adalah 315 mg/dl. Hal ini
berarti terdapat penurunan kadar gula darah pada penderita DM setelah
dilakukan senam aerobik.
Menurut Taylor (2005), untuk menurunkan kadar gula darah pada pasien
diabetes dapat dilakukan melaluin terapi farmakologis, non farmakologis
dan terapi komplementer. Wijoyo (2012) memaparkan, salah satu
pengobatan alternatif yang dapat menurunkan kadar gula darah adalah
dengan menggunakan pengobatan alternatif khususnya senam. Hal ini
melakukan aktivitas atau melakukan senam aerobik secara teratur dan baik
dapat menyebabkan menurunkan kadar gula darah. Karena melakukan
senam aerobik memperlancar peredaran darah di dalam tubuh.
Menurut asumsi penelitian terhadap penurunan kadar gula darah pada
penderita DM setelah dilakukan senam kaki secara benar dan teratur.
Penurunan kadar gula darah ini terjadi karena senam aerobik, karena
aktivitas mempunyai hubungan yang bermakna terhadap gangguan
ekstremitas dimana aktivitas fisik yang rendah, salah satunya tidak teratur
berolahraga berisiko untuk terjadinya gangguan gerak.
Hal ini diperkuat oleh Sutanto (2010) yang mengatakn bahwa, gaya hidup
yang tidak sehat seperti waktu tidur yang banyak atau sedikit, merupakan
salah satu resiko terjadinya kelainan toleransi glukosa. Penelitian tersebut
menyimpulkan orang yang waktu tidurnya berlebihan atau kurang beresiko
hingga 2 kali lebih tinggi dari pada orang yang mendapatkan tidur normal
setiap malam.
51
2.
Analisis Bivariat
Pengaruh Latihan Fisik Sebelum dan Sesudah Senam Aerobik Terhadap
Perubahan Kadar Glukosa Darah
Diketahui rata-rata kadar gula darah sebelum diberikan senam aerobik lebih
besar dari pada rata-rata kadar gula darah sesudah diberikan senam aerobik
(269,35 mg/dl > 254,20 mg/dl). Dapat disimpulkan terdapat penurunan kadar
gula darah sesudah diberikan intervensi senam aerobik. Penurunan rata-rata
kadar gula darah ini disebabkan akibat dari latihan jasmani (senam aerobik).
Pada waktu latihan jasmani otot-otot tubuh, sistem jantung dan sirkulasi darah
serta pernafasan diaktifkan. Oleh sebab itu metabolisme tubuh, keseimbangan
cairan dan elektrolit serta asam basa harus menyesuaikan diri. Otot-otot akan
menggunakan asam lemak bebas dan glukosa yang berasal dari glikogen di
otot-otot pada waktu latihan jasmani mulai dipakai sebagai sumber tenaga.
Apabila latihan jasmani terus ditingkatkan maka sumber tenaga dan glikogen
otot berkurang, selanjutnya akan terjadi pemakaian glukosa darah dan asam
lemak bebas. Makin ditingkatkan porsi olahraga makin meningkat pula
pemakaian glukosa yang berasal dari cadangan glikogen hepar. Apabila porsi
latihan ditingkatkan lagi, maka sumber tenaga terutama berasal dari asam
lemak bebas dan lipolisis jaringan lemak (Sidartawan Soegondo,2009).
Hasil uji statistik lebih lanjut diperoleh adanya
pengaruh yang bermakna
antara kadar gula darah sebelum dan sesudah pemberian senam aerobik (p
value = 0,001). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan KN Berawi,
dkk (2013), tentang pengaruh senam aerobik terhadap kadar glukosa darah
puasa pada peserta senam aerobik di pusat kebugaran sonia, dari hasil uji
didapatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan atas pemberian senam
terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien DM tipe II dengan nilai
p value = 0,003 (p < 0,05). Begitu juga dengan hasil studi yang dilakukan
Indriyani, dkk (2004), tentang pengaruh latihan fisik; senam aerobik terhadap
penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe II. Dari hasil analisis
statistik diketahui bahwa ada pengaruh yang signifikan atas pemberian senam
terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien DM tipe II dengan nilai p
value = 0,001 (p < 0,05).
52
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Erlina (2010) tentang pengaruh
senam diabetes terhadap kadar glukosa darah pasien DM tipe II di rsu unit
swadana. Dari hasil analisis statistik diketahui bahwa ada pengaruh yang
signifikan atas pemberian senam terhadap penurunan kadar gula darah pada
pasien DM tipe II dengan nilai p value = 0,006 (p < 0,05).
Di dalam darah terdapat zat glukosa, glukosa ini gunanya untuk dibakar agar
mendapatkan kalori atau energi. Sebagian glukosa yang ada dalam darah
adalah hasil penyerapan dari usus dan sebagian lagi dari hasil pemecahan
simpanan energi dalam jaringan. Glukosa yang ada di usus bisa berasal dari
glukosa yang kita makan atau bisa juga hasil pemecahan zat tepung yang
dimakan dari nasi, ubi, jagung, kentang, roti atau dari yang lain (Djojodibroto,
2012). Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah terbentuk dari
karbohidrat dalam makanan lalu disimpan sebagai glikogen di hati dan otot
rangka. Glukosa adalah bahan bakar yang diubah menjadi energi (Wahdah,
2011). Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan
diabsorbsi terutama dalam duodenum dan jejenum proksimal. Setelah
diabsorbsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu dan
akhirnya akan akan kembali lagi ke kadar semula. Salah satu cara mencegah
terjadinya peningkatan glukosa dalam darah adalah dengan rutin melakukan
olahraga senam.
Senam merupakan salah satu jenis olahraga aerobik yaitu olahraga yang
menggunakan gerakan-gerakan sebagian besar otot-otot tubuh, berlangsung
secara terus menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh.
(Karin, 2005 dalam Simamora 2012). Selain itu senam aerobik adalah senam
yang diiringi dengan musik kesenangan dan irama musik menjadi panduan dari
gerakan yang dilakukan yang bermanfaat bagi siapa saja, pria maupun wanita
baik tua maupun muda demi kebugaran dan rutin secara teratur yang di iringi
dengan musik dan merupakan latihan rutin yang terdiri dari kombinasi langkah,
jalan, joging, loncatan dan perpindahan pergerakan sendi (Hoenger, 2008,
53
dalam simamora 2012). Senam diabetes adalah senam aerobic low impact dan
rithmis gerakan menyenangkan tidak membosankan dan dapat diikuti semua
kelompok umur sehingga menarik antusiasme kelompok dalam klub- klub
diabetes. (Hans Tandra, 2010).
D. Keterbatasan Penelitian
1.
Dalam pelaksanan pemberian program latihan terkadang responden susah
diarahkan untuk mengikuti latihan sesuai dengan prosedur sehingga
membutuhkan arahan yang berulang-ulang dalam pelaksanaannya.
2.
Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti tidak menggunakan asisten sehingga
perlakuan pada semua responden tidak serentak.
3.
Jumlah sampel masih terbatas hanya terdapat 20 orang responden.
4.
Dalam penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol.
5.
Masih ada variabel lain yang mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah
tetapi tidak diteliti. Tidak dimasukkan variabel-variabel seperti tanda vital,
berat-badan/tinggi badan, obat-obat hipoglikemi baik oral ataupun suntikan,
lama menderita DM.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Rata-rata kadar gula darah sebelum senam adalah 269 mg/dl
2. Rata-rata kadar gula darah sesudah senam adalah 254 mg/dl
3. Ada perbedaan rata-rata kadar gula darah antara sebelum dan sesudah senam
pada pasien diabetes tipe II di Klub Senam DM di Puskesmas Helvetia Medan
2015.
4. Ada pengaruh latihan fisik senam aerobik terhadap kadar gula darah pada pasien
diabetes tipe II di Klub Senam DM di Puskesmas Helvetia Medan 2015.
B. Saran
1. Bagi Pasien Diabetes Melitus Tipe II
Di sarankan kepada pasien diabetes dapat mengetahui manfaat senam aerobik
dan mampu melakukan senam aerobik secara mandiri untuk menjaga kadar
gula darah dapat tetap stabil.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a.
Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan
menguji variabel confounding lainnya yang berhubungan dengan senam
dan kadar gula darah.
b.
Perlu dilakukan kombinasi perlakuan senam aerobik dengan perlakuan
lainnya yang secara teroritis dianggap dapat menurunkan kadar gula darah
pada pasien diabetes melitus tipe II.
3. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam penanganan
pasien penderita dibetes melitus untuk menurunkan kadar gula darah dengan
menggunakan senam aerobik di Puskesmas tersebut.
54
DAFTAR PUSTAKA
ADA (American Diabetes Association). (2013). “Position Statement: Standar of
Medical Care in Diabetes-2013”. Diabetes Care, 33 (suppl.1): S11 diakses
pada tanggal 22 Oktober 2013 dari http:www.care.diabetesjournals.
ADA, 2014. Recommendation: Report of the Commite on the diagnosis and
clasification of Diabetes Melitus Diabetes Care USA.
Dr.Hasdianah H.R. (2012). “Mengenal Diabetes Melitus Pada Orang Dewasa dengan
Solusi Herbal.
Aninomous, 2009. Gula darah. (wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus diakses tanggal
20 Maret 2011).
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Badawi. (2009). Melawan dan Mencegah Diabetes; Panduan hidup sehat tanpa diawasi.
Yogyakarta: Arasha.
Barnes, Darryl. (2012). Program Olahraga: Diabetes. Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Dahlia silaban, R. B. (2013). Perbedaan nilai kadar gula darah puasa sebelum dan
sesudah senam aerobik pada ibu-ibu dikelurahan Sriwidari Sukabumi.
diakses pada tanggal 22 Oktober 2013 dari http://media.wix.com
Dharma, Kelana. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan; Panduan Melaksanakan
& Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Fox, C., & Kilvert, A. (2010). Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2. Depok: Penebar
Plus.
Fransisca, Kristiana. (2012). Awas Pankreas Rusak Penyebab Diabetes. Jakarta: Cerdas
Sehat.
Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Kariadi, S. H. (2014). Diabetes?Siapa Takut:Panduan Lengkap untuk Diabetesi,
Keluarganya, dan Professional Medis. Bandung: PT.Mizan Pustaka.
Kusmana, D. (2007). Olahraga untuk Orang Sehat dan Penderita Penyakit Jantung Trias
Sok dan Senam 10 Menit. Jakarta: FKUI.X
Ladyelen.com.(2006). Aerobik yuk.diambil pada tanggal 26 januari 2012 dari
http//www.ladyelen.com
Mahendra, Krisnatuti, D. Tobing, A, & Alting, Z. B. (2011). Care Your Self Diabetes
Mellitus. Jakarta: Penebar Plus
Nabyl, RA. (2009). Cara Mudah Mencegah dan Mengobati Diabetes Mellitus.
Yogyakarta: Aulia Publishing.
Notoatmodjo, S. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan Ilmu Perilaku Kesehatan.
Jakarta: Rhineka Cipta.
Ocbrivianita, M.U. Mahalus, & Dina, N.R. 2012. Pengaruh Senam Terhadap Kadar
Gula Darah Penderita Diabetes. diakses pada tanggal 29 Oktober 2013 dari :
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/uph.com
Perkeni (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). (2011). Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia Tahun 2011. Diakses
pada tanggal 22 Oktober 2013 dari http.www.perkeni.net.
Price & Wilson. (2006). Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Vol 2.
Jakarta: EGC .
Probosuseno. (2007). Agar Olahraga Bermanfaat Untuk Kesehatan. Diakses pada
tanggal 18 Oktober 2013 dari http://www.republika.co.id
Roglic, et al. (2005). The Burden of Mortality Attributeable to Diabetes. Diabetes Care,
28.2130-2135. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 dari
http://www.who.int/diabetes/publications/diabetesmortalityarticle2005.pdf.
Soegondo et.al. (2011). Penatalaksanaan Diabetes Meltius Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Subekti, I. (2009). Apa Itu Diabetes; Patofisiologi, Gejala dan Tanda. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Suiraoka, IP. (2012). Penyakit Degeneratif. Mengenal, Mencegah dan Mengurangi
Faktor Risiko 9 Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sumosardjuno, S. (2006). Manfaat dan macam olahraga bagi penderita diabetes melitus.
Bandung
Sutanto. (2010). Cekal (cegah dan tangkal) Penyakit Modern: Hipertensi, Stroke,
Jantung, Kolesrerol dan Diabetes (gejala-gejala, pencegahan dan
pengendalian). Yogyakarta: Nuha Medika
Syahbudin, S (2009). Diabetes Melitus dan Pengelolaannya. Cetakan 2, Pusat Diabetes
& Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta: FKUI.
Tandra, hans. (2008). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum.
Tara. (2009). Buku Pintar Terapi DM. Jakarta: Tara Media.
Trisnawati & Setyorogo. (2012). Faktor risiko kejaian diabetes mellitus tipe 2 di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng. Diakses pada tanggal 20 November
2013 dari http://lp3m.thamrin.ac.id
Vitahealth. (2010). Diabetes Informasi Lengkap Untuk Penderita dan Keluarganya.
Jakarta: Gramedia.
Waspadji. (2009). Diabetes Mellitus: Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya yang
Rasional dalam Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu Edisi 2. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Wati, Widia. (2012). Pengaruh Senam Diabetes Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah
Pasien Diabetes Mellitus di Klinik Tiara Medika Bandar Setia Deli Serdang.
diakses pada sabtu 26 oktober 2013 dari http://usu.ac.id
Sidartawan Soegondo.2009.Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Edisi 2.
Cetakan 7. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Hoenger,Simamora. (2008). Fitnes dan wellness, third edition morton publishing
company
Utama, Hendra. (2006). Olahraga kesehatan Diabetes. Jakarta: FK UI
Karin, Simamora. ( 2005). Kebugaran dan kesehatan mengatasi Diabets Melitus,
Jakarta: PT Agromedia Pustaka 2012
Hans Tandra. (2010). Panduan Bagi Penderita Diabetes. Jakarta: PT FK UI
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 6
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bernama Jeni Meifrida Zai, NIM 1102176 adalah mahasiswa S1 Fakultas
Keperawatan Dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. Saat ini saya sedang
melakukan penelitan mengenai “Pengaruh Latihan Fisik Senam Aerobik Terhadap
Perubahan Kadar Glukosa Darah Pada Diabetisi Tipe II Di Klub Senam DM Di
Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2015”.
Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
dengan sukarela.
Setuju
Tidak Setuju
Tanda Tangan
(
)
Lampiran 7
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
PENGARUH LATIHAN FISIK SENAM AEROBIK TERHADAP PERUBAHAN KADAR
GLUKOSA DARAH PADA DIABETISI TIPE
II DI KLUB SENAM DIABETES MELITUS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS HELVETIA MEDAN
TAHUN 2015
Medan, Mei 2015
Hal : Persetujuan menjadi responden penelitian
Kepada Yth,
Bapak/Ibu Calon Responden
Di
Tempat
Dengan hormat,
Bersamaan dengan surat ini, saya mahasisiwa Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan
Universiatas Sari Mutiara Indonesia Medan yang melakukan penelitian tentang
Pengaruh Latihan Fisik: Senam Aerobik Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah
Pada Diabetisi Tipe II Di Klub Senam Diabetes Melitus Di Puskesma Helvetia Medan
Tahun 20115 dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada Pengaruh Latihan Fisik:
Senam Aerobik Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah Pada Diabetisi Tipe II Di
Klub Senam Diabetes Melitus. Melakukan senam aerobik 1 kali dalam 1 minggu dlam
waktu 30-45 menit. Pasien diabetisi yang akan diberikan senam aerobik terlebih dahulu
dilakukan pengukuran kadar glukosa darah, dan bila kada glukosa darah responden
tersebut tinggi maka akan dilakukan senam aerobik. Setelah melakukan senam aerobik
maka responden akan diukur kembali kadar gula darahnya, yang bertujuan untuk
melihat apakah ada perubahan setelah melakukan senam aerobik.
Penelitian tidak memberikan dampak yang membahayakan bagi Bapak/Ibu. Untuk itu
saya mengharapkan kesediaan keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini. Atas
bantuan dan partisipasi, saya ucapkan terimakasih.
Hormat Saya,
(Jeni Meyfrida Zai)
Lampiran 8
LEMBAR OBSERVASI
PENGARUH LATIHAN FISIK:SENAM AEROBIK TERHADAP PERUBAHAN
KADAR GLUKOSA DARAH PADA DIABETISI TIPE II DI KLUB SENAM
DIABETES MELITUS DI WILAYAHKERJA PUSKESMAS
HELVETIA MEDAN
TAHUN 2015
Identitas Responden :
Inisial
:
Usia
:
Jenis Kelamin
:
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Minggu
Kadar Glukosa Darah Pre dan Post
Pre Intervensi (Sebelum)
Post Intervensi (Setelah)
I
267 mg/dl
260 mg/dl
II
246 mg/dl
200 mg/dl
III
304 mg/dl
293 mg/dl
IV
324 mg/dl
300 mg/dl
FREQUENCIES VARIABLES=Umur_K
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
[DataSet1] D:\BISNIS\JENNI\MASTER DATA\SPSS.sav
Statistics
Umur Responden
N
Valid
20
Missing
0
Umur Responden
Valid
Frequency
Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
45 - 57 tahun
13
65.0
65.0
65.0
58 - 70 tahun
7
35.0
35.0
100.0
Total
20
100.0
100.0
Frequency Table
Jenis Kelamin
Valid
Frequency
Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Laki-laki
6
30.0
30.0
30.0
Perempuan
14
70.0
70.0
100.0
Total
20
100.0
100.0
Tingkat Pendidikan
Valid
Frequency
Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
SD
3
15.0
15.0
15.0
SMP
4
20.0
20.0
35.0
SMA
4
20.0
20.0
55.0
D-3
3
15.0
15.0
70.0
S-1
6
30.0
30.0
100.0
Page 1
Tingkat Pendidikan
Valid
Frequency
Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
SD
3
15.0
15.0
15.0
SMP
4
20.0
20.0
35.0
SMA
4
20.0
20.0
55.0
D-3
3
15.0
15.0
70.0
S-1
6
30.0
30.0
100.0
Total
20
100.0
100.0
Pekerjaan
Frequency
Valid
Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
IRT / tidak
bekerja
6
30.0
30.0
30.0
Wiraswasta
7
35.0
35.0
65.0
PNS
2
10.0
10.0
75.0
Pensiunan
5
25.0
25.0
100.0
20
100.0
100.0
Total
Page 2
EXAMINE VARIABLES=Umur KGD_Pre KGD_Post /PLOT STEMLEAF
/STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Explore
[DataSet0] D:\BISNIS\JENNI\MASTER DATA\SPSS.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Percent
Missing
N
Total
Percent
N
Percent
Umur Responden
20
100.0%
0
.0%
20
100.0%
Kadar Gula Darah
Sebelum Senam (mg/dl)
20
100.0%
0
.0%
20
100.0%
Kadar Gula Darah Sesudah
Senam (mg/dl)
20
100.0%
0
.0%
20
100.0%
Descriptives
Statistic
Kadar Gula Darah Sebelum
Senam (mg/dl)
Mean
269.35
95% Confidence Interval for
Lower
Mean
Bound
Upper
Std. Error
8.024
252.55
286.15
Bound
5% Trimmed Mean
269.06
Median
263.50
Variance
Std. Deviation
1287.818
35.886
Minimum
210
Maximum
334
Range
124
Interquartile Range
Skewness
47
.310
.512
Page 3
Kurtosis
Kadar Gula Darah Sesudah
Mean
Senam (mg/dl)
95% Confidence Interval for
Lower
Mean
Bound
-.446
.992
254.20
8.836
235.71
Upper
272.69
Bound
5% Trimmed Mean
254.39
Median
256.50
Variance
1561.537
Std. Deviation
39.516
Minimum
190
Maximum
315
Range
125
Interquartile Range
77
Skewness
Kurtosis
-.083
.512
-1.138
.992
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Kadar Gula Darah Sebelum
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.159
20
.196
.935
20
.189
.118
20
.200
*
.948
20
.342
Senam (mg/dl)
Kadar Gula Darah Sesudah
Senam (mg/dl)
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Page 4
EXAMINE VARIABLES=Selisih /PLOT NPPLOT /STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
Explore
[DataSet0] D:\BISNIS\JENNI\MASTER DATA\SPSS.sav
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
Selisih
Missing
Percent
20
N
100.0%
Total
Percent
0
N
.0%
Percent
20
100.0%
Descriptives
Statistic
Selisih
Mean
Std. Error
15.15
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound
7.40
Upper Bound
22.90
5% Trimmed Mean
3.702
14.72
Median
9.00
Variance
274.134
Std. Deviation
16.557
Minimum
-8
Maximum
46
Range
54
Interquartile Range
28
Skewness
.567
.512
Kurtosis
-.952
.992
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Selisih
.199
df
Shapiro-Wilk
Sig.
20
Statistic
.037
df
.921
Sig.
20
.104
Page 5
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Selisih
df
Shapiro-Wilk
Sig.
.199
20
Statistic
.037
df
.921
Sig.
20
.104
a. Lilliefors Significance Correction
T-TEST PAIRS=KGD_Pre WITH KGD_Post (PAIRED)
/MISSING=ANALYSIS.
/CRITERIA=CI(.9500)
T-Test
[DataSet0] D:\BISNIS\JENNI\MASTER DATA\SPSS.sav
Paired Samples Statistics
Mean
Pair 1
Kadar Gula Darah
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
269.35
20
35.886
8.024
254.20
20
39.516
8.836
Sebelum Senam (mg/dl)
Kadar Gula Darah
Sesudah Senam (mg/dl)
Paired Samples Correlations
N
Pair 1
Kadar Gula Darah Sebelum Senam
Correlation
20
Sig.
.908
.000
(mg/dl) & Kadar Gula Darah
Sesudah Senam (mg/dl)
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Mean
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
Difference
Lower
Upper
Sig. (2t
df
tailed)
Page 6
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Mean
Pair 1
Kadar Gula Darah
15.150
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
16.557
3.702
Difference
Lower
7.401
Upper
22.899
Sig. (2t
4.092
df
tailed)
19
Sebelum Senam
(mg/dl) - Kadar
Gula Darah
Sesudah Senam
(mg/dl)
Page 7
.001
Download