GAMBARAN PERSEPSI PENDERITA HIPERTENSI TERHADAP PENYAKIT HIPERTENSI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Program S1 Keperawatan Oleh : WILDA AGUSTIAN NIM : 12SP277041 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 GAMBARAN PERSEPSI PENDERITA HIPERTENSI PADA PENYAKIT HIPERTENSI DAN PENGOBATANNYA DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2016 1 Wilda Agustian 2 Suhanda 3 Yanti Srinayanti 4 INTISARI Hipertensi merupakan kelainan kardiovaskuler yang menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia. Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg, atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Dampak dari hipertensi tersebut berawal dari riwayat penyakit hipertensi yang bersamaan dengan pola hidup tidak sehat. Banyak faktor yang mempengaruhi proses kepatuhan pasien hipertensi , salah satu diantaranya adalah persepsi yang salah Persepsi merupakan aktivitas mengindera, mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran persepsi penderita hipertensi terhadap penyakit hipertensi Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif yaitu suatu metode penelitian dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi suatu objek. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Ciamis. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling sebanyak 30 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi penderita hipertensi terhadap penyakit hipertensi di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis, frekuensi tertinggi yaitu berkategori negatif sebanyak 22 orang (59,5%) dengan rincian tiap faktor internal persepsi pernyataan penderita hipertensi berpersepsi positif akan motif, harapan dan sikap sertaa penderita berpersepsi negatif pada minat, pengetahuan dan pengalaman.. Saran diharapkan agar Lebih meningkatkan perencanaan dan evaluasi terhadap program pelayanan kesehatan khususnya pada penderita hipertensi serta promosi kesehatan mengenai hipertensi agar penderita hipertensi lebih memahami tujuan dan maanfaat mencegah kekambuhan penyakit hipertensi. Kata Kunci : Kepustakaan : Keterangan : Persepsi, Hipertensi 29 Referensi (2005-2014) 1 Judul, 2 Nama Mahasiswa S1 Keperawatan, 3 Nama Pembimbing I, 4 Nama Pembimbing II v THE DESCRIPTION OF PERCEPTION ON HYPERTENSION PATIENTS WITH HYPERTENSION AND DISEASE IN THE ROOM KENANGA GENERAL HOSPITAL DISTRICT CIAMIS YEAR 2016 1 Wilda Agustian 2 Suhanda 3 Yanti Srinayanti 4 ABSTRACT Hypertension is a cardiovascular disorder was the cause of death worldwide. Hypertension is a state of increased systolic blood pressure greater than 140 mmHg, or diastolic greater than 90 mmHg. The impact of hypertension stems from a history of hypertension who along with unhealthy lifestyles. Many factors affect the process of adherence in hypertensive patients, one of whom is a wrong perception Perception is sensing activity, integrate and provide an assessment of the physical objects and objects of social, and sensing the stimulus depends on the physical and social stimuli in the environment. The purpose of this study was to describe the perceptions of patients with hypertension to hypertension in patient wards of the General Hospital of Ciamis District. This research uses descriptive research is a research method with the ultimate aim of making a picture or description of an object. The population in this study are patients with hypertension in the patient wards of hospitals district of Ciamis. The samples in this study using total sampling of 30 people. The results showed that the perception of patients with hypertension to hypertension in the patient wards of the General Hospital of Ciamis Regency, the highest frequency that is categorized as negative as many as 22 people (59.5%) with the details of each internal factors perception statement berpersepsi hypertensive patients positive motives, expectations and negative attitudes berpersepsi sertaa patients' interests, knowledge and experience .. Recommendations are expected to be more improve program planning and evaluation of health services, especially in patients with hypertension and the hypertension health promotion in order to better understand the purpose of hypertensive patients and maanfaat prevent recurrence of hypertension. Keywords : Bibliography : Description : Perceptions, Hypertension 29 reference (2005-2014) 1.Title, 2. Student Name, 3. Name of Supervisor I, 4. Name of Supervisor II vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi adalah suatu kondisi dan bukan suatu penyakit. Kejadiannya akibat ketidakmampuan tubuh mengatur tekanan darah, baik karena suatu penyakit atau bukan. Hipertensi berdasarkan ada-tidaknya penyebab dibagi menjadi 2 yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang terjadi tanpa adanya kondisi atau penyakit penyebab. Faktor resiko penyebab hipertensi primer diantaranya adalah faktor keturunan, faktor usia, stress fisik dan psikis, obesitas, pola makan tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi karena adanya penyakit penyerta, misalnya penyakit ginjal, kelainan hormon (penyakit endokrin), penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah. (Garnadi, 2012). Hipertensi merupakan kelainan kardiovaskuler yang menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia. Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg, atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istiraha atau tenang (Kemenkes, 2013). Menurut World Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah ≤130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah ≥140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batasan tersebut untuk orang dewasa di atas 18 tahun). Penyakit ini disebut sebagai the silent killer karena penyakit mematikan ini sering sekali tidak menunjukkan gejala atau tersembunyi. lebih dari satu juta orang menderita tekanan darah tinggi di 1 2 Belanda tetapi yang mengherankan ialah lebih dari separuhnya tidak mengetahui bahwa mereka adalah penderita tekanan darah tinggi (Kemenkes, 2013). Menurut Lubis (2008), hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti penyakit parenkim ginjal, serta akibat obat. Hipertensi esensial merupakan penyakit multi faktorial yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Peranan faktor genetik pada etiologi hipertensi didukung oleh penelitian yang membuktikan bahwa hipertensi terjadi diantara keluarga dekat walaupun dalam lingkungan yang berbeda. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tekanan darah antara lain obesitas, stress, peningkatan asupan natrium, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok dan lain-lain. Prevalensi hipertensi pada penderita dewasa pada tahun 2013 di dunia adalah sebesar 26,4%. Berdasarkan data Lancet, jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia terus meningkat. Di India mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2013. Di China, 98,5 juta orang. Di Asia tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013). Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2013 di Indonesia menunjukkan hipertensi pada pria 12,2% dan wanita 15,5%. Penyakit sistem sirkulasi dari hasil SKRT tahun 2005, 2010, dan 2013 selalu menduduki peringkat pertama dengan prevalensi terus meningkat yaitu 16%, 18,9%, dan 26,4%. Penderita hipertensi perlu mendapatkan perawatan yang serius dan harus ditangani dengan cepat karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti penyakit jantung, pembuluh darah, stroke dan 3 gagal ginjal. Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun keatas. Dari jumlah itu, 66 % mengakibatkan penyakit jantung dan pembuluh darah, dan 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke (Kemenkes, 2013). Angka kejadian hipertensi di Jawa Barat masih tinggi dibandingkan penyakit lain. Pada tahun 2014 jumlah penderita hipertensi di Jawa Barat mencapai 31,7 persen, stroke (8,3 persen), penyakit jantung (7,2 persen), penyakit sendi (30,3 persen), asma (3,5 persen), diabetes melitus (5,7 persen), dan tumor (4,3 persen) (Dinkes Jabar, 2014). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis bahwa kasus hipertensi pada tahun 2013 sebanyak 15.112 jiwa, tahun 2014 penderita hipertensi 16.032 jiwa,sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 19.552 jiwa (Dinkes Kabupaten Ciamis, 2015). Berdasarkan data Rekam Medis Rumah Sakit Umum Kabupaten Ciamis bahwa kasus hipertensi pada tahun 2013-2015 mengalami kenaikan. Pada tahun 2013 sebanyak 273 orang dan mengalami penurunan pada tahun 2014 sebanyak 177 orang, sedangkan pada tahun 2015 mengalami kenaikan kembali yaitu sebanyak 299 orang dan pada periode januari 2016 sebanyak 37 orang (Rekam Medis RSUD Kabupaten Ciamis, 2016). Dampak dari hipertensi tersebut berawal dari riwayat penyakit hipertensi yang bersamaan dengan pola hidup tidak sehat seperti mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak, kurang serat, konsumsi garam berlebih, alkoholis, obesitas, gula darah tinggi, lemak darah tinggi dan stress, akan memperberat resiko komplikasi seperti: mengakibatkan infark miokardium, stroke, gagal ginjal, komplikasi kehamilan bahkan tidak jarang dapat menyebabkan kematian mendadak (Diana, 2010). 4 Hasil penelitian Fazidah (2010) yang menganalisa faktor resiko penyakit jantung koroner pada pasien di rumah sakit Dr. Pringadi Medan ditemukan bahwa 89,3% penderita penyakit jantung koroner mempunyai riwayat hipertensi. Pada kasus lain, dari peneliti yang sama dengan menganalisa determinan kejadian Stroke di RSUP. H. Adam malik Medan tahun 2005 juga ditemukan sebanyak 90,9% penderita stroke mempunyai riwayat hipertensi. Dari perhitungan resiko dari kedua penelitian tersebut disimpulkan bahwa sebagai faktor resiko penyakit kardiovasikuler yang penting, hipertensi yang bersamaan dengan pola hidup tidak sehat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner 5 kali dan stroke 10 kali. (Fazidah, 2010). Kebiasaan pola konsumsi yang teratur pada penderita hipertensi akan mengurangi resiko kerusakan pada organ-organ penting di dalam tubuh. Pola konsumsi yang tidak teratur akan meningkatkan resiko terjadinya stroke, infark miokardium, gagal ginjal dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan teori Dalimartha (2008) yang menyebutkan bahwa dengan diet hipertensi akan menurunkan dan mempertahankan tekanan darah menuju normal. Penderita hipertensi seharusnya menerapkan pola makan seimbang untuk menyesuaikan tekanan darah melalui pola makan sehat. Seperti yang terkandung didalam Al-Qur’an surat Al-Araf ayat 31yang berbunyi : “Artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan., (Al Araf 31)” 5 Dari ayat di atas tergambar bahwa Islam sudah menganjurkan menerapkan pola makan seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh melalui pola makan sehat dan jangan sekali-sekali mereka menyalahgunakannya, seperti menafkahkannya dengan boros atau berlebihan. Baru-baru ini suatu survey mengungkapkan bahwa terjadi penurunan yang terus menerus dalam kesadaran, pengobatan, dan pengendalian terhadap penyakit hipertensi. Kebanyakan kegagalan untuk mencapai tekanan darah yang optimal dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan pasien, persepsi, sikap dan gaya hidup pasien (Lyalomhe, 2007). Studi telah menunjukan bahwa hanya sepertiga pasien dengan penyakit hipertensi yang memiliki tekanan darah terkontrol. Hal ini sehubungan dengan pasien yang kurang patuh dalam berobat. Kepatuhan dapat dicirikan dengan sejauh mana prilaku pasien setuju dengan pengobatan, dalam hal minum obat, pola makan, dan perubahan gaya hidup. Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia, sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia, maka Islam menegaskan perlunya istiqomah memantapkan dirinya dengan menegakkan agama Islam. Satu-satunya jalan dengan melaksanakan perintah perintah-Nya dan meninggalkan laranganNya. Allah berfirman: Artinya ''Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman'' (QS:Yunus 57). Dari sini dapat dimengerti bahwa Islam memerintahkan agar berobat pada saat ditimpa penyakit. 6 "Berobatlah, karena tiada satu penyakit yang diturunkan Allah, kecuali diturunkan pula obat penangkalnya, selain dari satu penyakit, yaitu ketuaan." (Hadis Riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari — sahabat Nabi — Usamah bin Syuraik). Bahkan seandainya tidak ada perintah rinci dari hadis tentang keharusan berobat, maka prinsip- prinsip pokok yang diangkat dari al-Quran dan Hadis cukup untuk dijadikan dasar dalam upaya kesehatan dan pengobatan. Namun dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa obat dan upaya hanyalah “sebab”, sedangkan penyebab sesungguhnya di balik sebab atau upaya itu adalah Allah SWT. Banyak faktor yang mempengaruhi proses kepatuhan pasien hipertensi , salah satu diantaranya adalah persepsi yang salah (Jesus, 2007). Berdasarkan hasil penelitian kohort yang dilakukan sejak tahun 1988-2000 menunjukan persentase penderita hipertensi yang berobat teratur di perkotaan (18.9%) dan di pedesaan (10.9%) (Kusmana, 2007). Menurut Young dalam Gunadarma (2011) persepsi merupakan aktivitas mengindera, mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan diolah bersama-sama dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu berupa harapan-harapan, nilainilai, sikap, ingatan dan lain-lain. Jika dalam mempersepsikan masalah penyakit hipertensi saja sudah salah, maka penderita akan salah juga dalam memutuskan sikap terhadap penyakit yang sedang dialami atau yang berada disekitar penderita serta perawatanya. 7 Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 17 Maret 2016 dengan metode wawancara pada 10 orang pasien hipertinsi 7 orang diantaranya mempersepsikan bahwa penyakit hipertensi yang diderita tidak bisa disembuhkan dan hanyalah penyakit darah tinggi biasa yang dikarenakan konsumsi garam yang terlalu banyak, 3 orang mengatakan penyakit yang diderita akan bisa di sembuhkan apabila mau kontrol dan berobat dengan rutin. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi seseorang akan menentukan sikap dan tindakan yang akan dilakukan. Dari penjelasan di atas peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “Gambaran Persepsi Penderita Hipertensi terhadap penyakit hipertensi Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu diteliti mengenai ”Bagaimanakah Gambaran Persepsi Penderita Hipertensi Terhadap Penyakit Hipertensi Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis?”. C. Tujuan Untuk mengetahui gambaran persepsi penderita hipertensi terhadap penyakit hipertensi Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis. 8 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dapat memberikan tambahan khasanah pengetahuan khususnya dalam pengembangan ilmu keperawatan mengenai penyakit hipertensi dalam bentuk hasil penelitian yang berkaitan dengan persepsi penderita hipertensi tentang penyakit hipertensi dan pengobatannya. 2. Manfaat Praktis Kegunaan praktis yang diharapkan di dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan perbandingan guna pengembangan ilmu manajemen keperawatan khususnya perawatan kesehatan hipertensi. b. Institusi Kesehatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan perencanaan dan evaluasi terhadap program pelayanan kesehatan khususnya mengenai hipertensi. c. Bagi Masyarakat Memberikan pengetahuan tentang penyakit hipertensi dalam upaya menurunkan angka kejadian hipertensi. d. Peneliti Dengan hasil penelitian ini peneliti lebih memahami dan memperdalam analisis tentang persepsi penderita hipertensi. 9 E. Keaslian penelitian Penelitian mengenai hipertensi pernah diteliti oleh Yusuf (2013) dengan judul Gambaran Perilaku Penderita Hipertensi Dalam Upaya Mencegah Kekambuhan Penyakit Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Dulalowo Kota Gorontalo Tahun 2013. Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi yang berjumlah 106 orang dan sampel menggunakan teknik Total sampling, variabel yang diteliti yaitu variabel pengetahuan, sikap dan tindakan. Hasil penelitian ini menunjukan responden yang memiliki pengetahuan baik dalam upaya mencegah kekambuhan penyakit hipertensi 55.7% dan pengetahuan kurang 44.3%, responden memiliki sikap baik sebanyak 52.8%, sedangkan yang memiliki sikap kurang 47.2% dan responden yang baik sebanyak 39.6% dan yang kurang baik 60.4%. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang hipertensi. Pada penelitian yang akan di lakukan oleh peneliti saat ini mempunyai perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu judul, lokasi, waktu dan jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi suatu objek yaitu persepsi pasien hipertensi tentang penyakit hipertensi dan pengobatannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Persepsi a. Pengertian Persepsi adalah proses seseorang memahami lingkungan, meliputi pengorganisasian dan penafsiran rangsang dalam suatu pengalaman psikologis, proses kognitif yaitu menginterpretasi objek, simbol dan orang dengan pengalaman yang relevan, proses ekstraksi informasi persiapan untuk berespon. Persepsi menerima, memilih, mengatur, menyimpan dan menginterpretasi rangsang menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti. (Hidayat, 2009). Menurut Walgito (2010), persepsi merupakan suatu proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi. Menurut Moskowitz dan Orgel dalam Walgito (2010) persepsi merupakan proses yang integrated dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupakan sesuatu 10 11 yang berarti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu. Selain itu menurut Davidoff dalam Walgito, (2010) dengan persepsi individu akan menyadari tentang keadaan di sekitarnya dan juga keadaan diri sendiri. Persepsi dapat terjadi saat rangsangan mengaktifkan indera atau pada situasi dimana terjadi ketidak seimbangan pengetahuan pada objek, simbol atau orang akan membuat kesalahan persepsi, persepsi ini akan mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku manusia (Hidayat, 2009). b. Aspek-aspek persepsi Menurut Walgito (2010), penginderaan terjadi dalam suatu konteks tertentu, konteks ini disebut sebagai dunia persepsi. Agar dihasilkan suatu penginderaan yang bermakna, ada aspek-aspek dalam dunia persepsi diantaranya adalah : 1) Sensor sel dasar Rangsang yang diterima harus sesuai dengan mobilitas tiaptiap indera, yaitu sifat sensori dasar dari masing-masing indera cahaya untuk penglihatan, bau untuk penciuman, suhu untuk perasa, bunyi untuk pendengaran dan sifat permukaan bagi peraba. 2) Dimensi ruang Dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang). Kita dapat menyatakan atas bawah, tinggi rendah, luas sempit, depan dan belakang. 3) Dimensi waktu Dunia persepsi mempunyai dimensi waktu seperti cepat, lambat, tua dan muda. 12 4) Konteks Objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu. Kita melihat meja tidak berdiri sendiri tetapi dalam ruang tertentu di saat tertentu, letak atau posisi tertentu. 5) Tujuan Dunia persepsi merupakan dunia penuh arti, kita cenderung melakukan pengamatan atau persepsi pada gejala-gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungan dengan diri kita. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Menurut Notoatmodjo (2010) secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi terjadinya persepsi seseorang yaitu : Faktor internal dan eksternal. 1) Faktor eksternal merupakan persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar individu yang meliputi : a) Objek Objek ini akan menjadi sasaran dari persepsi yang dapat berupa orang, benda atau peristiwa, dan objek yang sudah dikenali tersebut akan menjadi sebuah stimulus. b) Faktor situasi Situasi merupakan keadaan dimana, keadaan tersebut dapat menimbulkan sebuah persepsi. 13 2) Sedangkan faktor internal yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dalam diri individu (Notoatmodjo, 2010). Diantara faktor internal tersebut adalah : a) Motif adalah semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu. b) Minat adalah perhatian terhadap sesuatu stimulus atau objek yang menarik kemudian akan disampaikan melalui panca indera. c) Harapan merupakan perhatian seseorang terhadap stimulus atau objek mengenai hal yang disukai dan diharapkan. d) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek, sikap dapat menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap juga dapat membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. e) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. f) Pengalaman merupakan peristiwa yang dialami seseorang dan ingin membuktikan sendiri secara langsung dalam rangka membentuk pendapatnya sendiri. Hal ini berarti pengalaman yang dialami sendiri oleh seseorang akan lebih kuat dan sulit di lupakan dibandingkan dengan melihat pengalaman orang lain. d. Proses terjadinya persepsi Menurut Walgito (2010) proses terjadinya persepsi dimulai dari adanya objek yang menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat 14 indra. Stimulus yang diterima alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk. 1) Tahap penerimaan rangsangan yang ditentukan oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar manusia itu sendiri yang meliputi : a) Faktor lingkungan yaitu ekonomi, sosial politik. b) Faktor konsepsi yaitu pendapat dari teori seseorang tentang manusia dengan segala tindakannya. c) Faktor yang berkaitan dengan dorongan dan tujuan seseorang untuk menafsirkan suatu rangsangan. d) Faktor pengalaman masa lalu atau latar belakang kehidupan, akan menentukan kepribadian seseorang. 2) Proses seleksi dilakukan karena keterbatasan manusia dalam menerima rangsangan. 3) Proses penutupan Proses ini terjadi karena keterbatasan tingkat kemampuan seseorang dalam menerima rangsangan kemudian kekurangan informasi ditutupi dengan pengalamannya sendiri. e. Bentuk persepsi Persepsi memiliki beberapa bentuk, bentuk-bentuk dari persepsi tersebut menurut Hidayat (2009) meliputi : 1) Persepsi visual ruang Persepsi ini didasari kepada hasil pengamatan, bentuknya berupa kedalaman, perspektif, gelap dan terang, interposisi dan gerak. 15 2) Persepsi auditif Proses persepsi berbagai stimulus yang diperoleh dengan mendengar suara dipengaruhi jarak sumber suara dan variabel organis alat pendengaran. 3) Persepsi sosial Proses mempersepsi yang kompleks yang bersumber dari berbagai indera dan sumbernya adalah berbagai stimulus sosial. f. Pengukuran persepsi Pada variabel persepsi terhadap penyakit hipertensi diukur dengan skala likert. Jawaban setiap item yang digunakan dalam skala likert ini mempunyai gradasai dari pernyataan positif yaitu sangat setuju diberi nilai 4, setuju diberi nilai 3, tidak setuju diberi nilai 2 dan sangat tidak setuju diberi nilai 1. Kemudian sebaliknya untuk pernyataan negatif sangat setuju diberi nilai 1, setuju diberi nilai 2, tidak setuju diberi nilai 3 dan sangat tidak setuju diberi nilai 4 (Akdon, 2007). Kriteria persepsi : 1) Persepsi positif jika skor ≥ mean 2) Persepsi negatif jika skor < mean 2. Hipertensi a. Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan 16 darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah (Dalimartha, 2008) Menurut Alison Hull dalam terjemahan Wendra (2006) hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan diastolik, tekanan sistolik, atau keduanya secara terus menerus. Menurut Hans Diehl (2006) hipertensi sebagai tekanan sistolik yang sama atau diatas 140 dan tekanan diastolik yang sama atau di atas 90. Menurut WHO, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah ≤ 130/85 mmHg, sedangkan bila ≥140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi, dan diantara nilai tersebut disebut sebagai normal-tinggi. (batasan tersebut diperuntukan bagi individu dewasa di atas 18 tahun). Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan darah tinggi tidaklah jelas, sehingga klasifikasi hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah (CBN, 2010). Tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. 17 Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik ≤90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. (Endang, 2014) Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila tidak diobati, akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan. Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita hipertensi. Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda, paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendahvpada saat tidur malam hari (Endang, 2014). b. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa Para ahli memberi klasifikasi tekanan darah yang berbedabeda, tetapi pada dasarnya seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darahnya di atas 140/90 mmHg. Seven Report of the Joint National Committee VII (JNC VII) on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure memberikan klasifikasi tekanan darah bagi dewasa usia 18 tahun 18 keatas yang tidak sedang dalam pengobatan tekanan darah tinggi dan tidak menderita penyakit serius dalam jangka waktu tertentu (Indriyani, 2009). Tabel 2.1 : Klasifikasi hipertensi menurut Seven Report of the Joint National Committee VII on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Kategori Normal Prahipertensi Hipertensi Tingkat I Hipertensi Tingkat II (Garnadi, 2012) National Institute Sistolik (mmHg) <120 120-139 140-159 ≥160 of Health, Diastolik (mmHg) <80 80-89 90-99 ≥100 lembaga kesehatan nasional di Amerika mengklasifikasikan sebagai berikut : Tabel 2.2 : Klasifikasi hipertensi menurut National Institute of Health. Kategori Normal Pra-hipertensi Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2 (Indriyani, 2009) Sistolik (mmHg) =119 120-139 140-159 =160 Diastolik (mmHg) <79 80-89 90-99 =100 NM Kaplan (Bapak Ilmu Penyakit Dalam) memberikan batasan dengan membedakan usia dan jenis kelamin sebagai berikut (Indriyani, 2009) : 1) Pria, usia <45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu berbaring >130/90 mmHg. 2) Pria, usia >45 tahun, dikatakan hipertensi jika tekanan darahnya >145/95 mmHg. 3) Wanita dikatakan hipertensi jika mempunyai tekanan darah 160/95 mmHg. 19 Ahli penyakit dalam lain, Gordon H. Williams, mengklasifikasikan hipertensi sebagai berikut (Indriyani, 2009). Tabel 2.3 : Klasifikasi hipertensi menurut ahli penyakit dalam lain, Gordon H. Williams Kategori Normal Normal tinggi Hipertensi ringan Hipertensi sedang Hipertensi berat (Indriyani, 2009) Sistolik (mmHg) <140 140-159 >159 >159 >159 Diastolik (mmHg) <85 85-89 90-104 105-114 >115 Tabel 2.4 : WHO membagi hipertensi sebagai berikut Kategori Normal Normal Tinggi Hipertensi Ringan Hipertensi Sedang Hipertensi Berat Hipertensi Maligna (Endang, 2014) Sistolik (mmHg) <130 130-139 140-159 160-179 180-209 ≥210 Diastolik (mmHg) <85 85-89 90-99 100-109 110-119 ≥120 c. Jenis Hipertensi Menurut Garnadi (2012) Hipertensi berdasarkan ada- tidaknya penyebab dibagi menjadi 2 sebagai berikut: 1) Hipertensi Primer Hipertensi yang terjadi tanpa adanya kondisi atau penyakit penyebab disebut sebagai hipertensi primer. Berdasarkan penelitian, sebagian besar masyarakat mengidap hipertensi jenis ini meski tidak disebabkan adanya kondisi atau penyakit, tetapi ada beberapa faktor resiko penyebab gangguan kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan darah. Faktor resiko tersebut sebagai berikut : 20 a) Faktor Keturunan Keluarga dengan riwayat hipertensi memiliki kemungkinan lebih besar mengidap hipertensi pada keturunannya. Anggota keluarga dengan riwayat hipertensi pada ayah atau ibunya memiliki resiko lebbih tinggi untuk mengidap hipertensi. Faktor genetik memiliki pengaruh besar terhadap timbulnya hipertensi. b) Faktor Usia Pertambahan usia akan meningkatkan resiko hipertensi pada seseorang. Kejadian hipertensi lebih sering terjadi pada kelompok lanjut usia. Resiko hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia, terutama pada pria di atas usia 45 tahun atau wanita berusia di atas 55 tahun. Pertambahan usia pada umumnya dapat meningkatkan tekanan sistolik, sedangkan tekanan diastoliknya tetap normal atau rendah. Keadaan ini terkait dengan proses pengerasan pembuluh darah. Hipertensi pada lanjut usia umumnya adalah hipertensi sistolik dengan tekanan diastolik normal atau rendah. c) Stres Fisik dan Psikis Tuntutan pekerjaan yang tinggi merupakan hal umum yang sering terjadi pada masyarakat modern. Adanya stres yang besar dan menahun akan memicu timbulnya berbagai keluhan dan penyakit. Orang-orang yang setiap 21 harinya bekerja dengan tingkat stres yang tinggi akan beresiko mengidap hipertensi di kemudian hari. d) Kegemukan dan Obesitas Kegemukan dan obesitas akan memperberat kerja jantung untuk memompa darah. Organ-organ vital lain juga mendapatkan beban akibat banyaknya timbunan lemak di dalam tubuh. Akhirnya, semua kondisi tersebut saling terkait menimbulkan hipertensi dan berbagai penyakit. e) Pola Makan Tidak Sehat Pola makan tidak sehat merupakan salah satu faktor resiko timbulnya penyakit pembuluh darah dan hipertensi. Pola makan tidak sehat yang dimaksud adalah pola makan tinggi asupan garam, tinggi asupan lemak jenuh, tinggi kolesterol, dan kaya akan energi. Apabila kemampuan tubuh untuk membuang natrium terganggu, maka asupan natrium yang tinggi akan meningkatkan tekanan darah. Selain itu, konsumsi lemak jenuh dan kolesterol menyebabkan penyempitan dan pengerasan pembuluh darah. Kebiasaan seperti itulah yang akan menyebabkan hipertensi. f) Kurang Aktivitas Fisik Kehidupan modern telah menjebak banyak orang untuk masuk ke dalam kehidupan yang tidak sehat. Waktu berjalan terasa begitu cepat dan menyulitkan kita mencari kesempatan untuk berolahraga. Masyarakat modern 22 semakin jarang menggerakan badan. Selain itu, semakin banyak kemudahan yang ditawarkan membuat malas untuk jalan kaki. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan jantung tidak terlatih, pembuluh darah kaku, sirkulasi darah tidak mengalir kegemukan. dengan Faktor inilah lancar, yang dan menyebabkan menjadi penyebab terjadinya hipertensi. 2) Hipertensi Sekunder Hanya sedikit kasus hipertensi yang terdeteksi akibat penyakit atau kondisi tertentu, misalnya hipertensi yang terjadi karena adanya penyakit ginjal, kelainan hormon (penyakit endokrin), penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah. Penanganan pada penderita hipertensi sekunder tidak hanya menurunkan tekanan darah, tetapi harus disertai dengan terapi kondisi atau terapi penyakit penyebab. d. Etiologi hipertensi Corwin (2011) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR) adalah total tahanan arteri terhadap aliran darah. Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan 23 kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi (Astawan, 2011). Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Astawan, 2011). Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrifi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan 24 oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Astawan, 2011). e. Patofisiologi hipertensi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Astawan, 2011). Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Astawan, 2011). Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas 25 vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Astawan, 2011). Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, kemampuannya dalam dipompa jantung oleh aorta dan arteri mengakomodasi (volume besar volume sekuncup), berkurang darah yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Astawan, 2011). f. Tanda dan Gejala Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula 26 ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat terjadi edemapupil (edema pada diskus optikus). Penderita hipertensi dapat mengeluh sakit kepala, epistaksis, pusing, migren, dan dada berdebar-debar (Adinil, 2008). Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala. Jika menunjukkan gejala, gejala tersebut bukanlah gejala yang spesifik yang mengindikasikan adanya hipertensi. Meskipun jika kebetulan beberapa gejala muncul bersamaan dan diyakini berhubungan dengan hipertensi, gejala-gejala tersebut sering kali tidak terkait dengan hipertensi. Akan tetapi menurut Indriyani (2009), jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala, antara lain sakit kepala, kelelahan, mual dan muntah, sesak napas, napas pendek (terengah-engah), gelisah, pandangan menjadi kabur, mata berkunang-kunang, mudah marah, telinga berdengung, sulit tidur, rasa berat di tengkuk, nyeri di daerah kepala bagian belakang, otot lemah, pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, keringat berlebihan, kulit tampak pucat atau kemerahan, denyut jantung yang kuat, cepat, atau tidak teratur, impotensi, darah di urine, mimisan (jarang dilaporkan). Daftar keluhan berikut ini adalah yang paling sering disebutkan oleh penderita kasus hipertensi yang berkepanjangan. Tetapi karena keluhan itu muncul sama seringnya dengan orang pada kelompok usia sama yang tidak mengidap tekanan darah tinggi, gejala itu bisa menjadi gejala penyakit lainnya (Wolff, 2006). 27 Tabel 2.5 : Keluhan yang tidak spesifik pada hipertensi. Keluhan Frekuensi (kira-kira) Kegelisahan Jantung berdebar-debar Pusing Rasa sakit di dada Sakit kepala Depresi, kurang semangat 35% 32% 30% 26% 23% 7% g. Pencegahan Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita hipertensi agar penyakitnya tidak menjadi lebih parah, tentunya harus disertai pemakaian obat-obatan dari dokter. Agar tidak terjadi komplikasi dilakukan pencegahan antara lain dengan cara mengurangi konsumsi garam, menghindari kegemukan, membatasi konsumsi lemak, olahraga teratur, makan banyak sayur segar, tidak merokok, tidak minum alkohol, latihan relaksasi atau meditasi, berusaha membina hidup yang positif (Garnadi, 2012). h. Komplikasi Hipertensi Hipertensi dapat berakibat fatal jika tidak dikontrol dengan baik atau biasa disebut dengan komplikasi. Komplikasi hipertensi terjadi karena kerusakan organ yang diakibatkan peningkatan tekanan darah sangat tinggi dalam waktu lama dan organ-organ yang paling sering rusak antara lain otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal (Marliani, 2007). Pada otak, hipertensi akan menimbulkan komplikasi cukup mematikan. Berdasarkan penelitian, sebagian besar kasus stroke disebabkan hipertensi. Apabila hipertensinya dapat dikendalikan, 28 risikonyapun dapat menurun. Selain stroke, komplikasi pada organ otak akibat hipertensi ini adalah demensia atau pikun. Ini adalah penyakit kehilangan daya ingat dan kemampuan mental yang lain. Risiko demensia dapat diturunkan dengan pengobatan hipertensi (Marliani, 2007). Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang (Marliani, 2007). Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Marliani, 2007). Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Marliani, 2007). Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin 29 tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Marliani, 2007). Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Marliani, 2007). Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut edma.Cairan didalam paru – paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema (Marliani, 2007).). Ensefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neron-neron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Marliani, 2007). 30 Pada mata, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah halus mata. Hipertensi menyebabkan pembuluh darah halus pada retina (bagian belakang mata) robek. Darah merembes ke jaringan sekitarnya sehingga dapat menimbulkan kebutaan. Kejadian ini dapat dihindari dengan pengendalian hipertensi secara benar (Marliani, 2007). Komplikasi yang terjadi pada jantung dan pembuluh darah yaitu ateriosklerosis yaitu pengerasan pada dinding arteri yang terjadi karena terlalu besarnya tekanan, aterosklerosis yaitu penumpukan lemak pada pembuluh darah, aneurisma yaitu terbentuknya gambaran seperti balon pada dinding pembuluh darah akibat melemah atau tidak elastisnya pembuluh darah, penyakit pada arteri koronaria misalnya karena plak, hipertropi bilik kiri jantung akibat ototnya yang bekerja terlalu berat ketika memompakan darah ke aorta, gagal jantung yaitu suatu keadaan ketika jantung tidak kuat memompa darah ke seluruh tubuh (Marliani, 2007). Pada ginjal, komplikasi hipertensi timbul karena pembuluh darah dalam ginjal mengalami aterosklerosis karena tekanan darah terlalu tinggi sehingga aliran darah ke ginjal akan menurun dan ginjal tidak dapat melaksanakan fungsinya (Marliani, 2007). 3. Pengobatan Hipertensi Jika sudah didiagnosa hipertensi maka hal yang biasanya dilakukan adalah pengobatan. Ada dua pilihan terapi yang bisa dipilih, yakni pengobatan farmakologis dan nonfarmakologis. Pengobatan 31 farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi. Pada kasus-kasus ringan dan sedang, salah satu dari jenis obat saja biasanya sudah dapat mengontrol hipertensi (Indriyani, 2009). Jenis-jenis obat antihipertensi adalah : a. Diuretik Obat jenis ini biasanya merupakan obat yang pertama diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan mengurangi tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan menyebabkan hilangnya kalium melalui urine sehingga kadang-kadang diberikan tambahan kalium atau obat penambah kalium. Contoh obat diuretik antara lain chlorthalidone, furosemide, hydrochlorothiazide, metolazone, indapamide, bumetanide, spironolactone, torsemide, dan eplerenone (Indriyani, 2009). b. Beta-blockers Obat yang dipakai dalam upaya untuk mengontrol tekanan darah melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah. Contohnya : Propanolol 10mg (Inderal, Farmadral), Atenolol 50, 100mg (Tenormin, Farnormin), atau Bisoprolol 2,5 & 5mg (Concor). Beta-blockers tidak disarankan bagi penderita asma karena dikhawatirkan dapat memicu serangan asma yang parah (Indriyani, 2009). 32 c. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitor Bekerja dengan menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contohnya : Kaptopril 12,5, 25, 50mg (Capoten, Captensin, Tensicap), Enalapril 5 dan 10mg (Tenase) (Indriyani, 2009). d. Angiotensi II Receptor Blockers (ARBs) Obat-obat ARBs melindungi pembuluh darah dari efek angiotensin II, sebuah hormon yang menyebabkan pembuluh darah menyempit. Beberapa contoh obat-obatan ARBs adalah Candesartan, Irbesartan, Losartan, olmesartan, Telmisartan, Eposartan, dan Valsartan (Indriyani, 2009). e. Calcium Channel Blockers (CCBs) Obat-obatan CCBs membantu agar pembuluh darah tidak menyempit dengan menghalangi kalsium memasuki sel otot jantung dan pembuluh darah sehingga darah menjadi rileks dan tekanan menurun (Indriyani, 2009). f. Alpa Blockers Alpa Blockers membuat otot-otot tertentu menjadi rileks dan membantu pembuluh darah yang kecil tetap terbuka (Indriyani, 2009). g. Clonidine Clonidine adalah obat antihipertensi yang bekerja di pusat kontrol sistem saraf di otak. Clonidine menurunkan tekanan darah dengan memperbesar arteri di seluruh tubuh (Indriyani, 2009). 33 h. Vasodilator Vasodilator adalah pengobatan dengan melebarkan pembuluh darah. Obat ini bekerja langsung pada otot-otot di dinding arteri, membuat otot rileks, dan mencegah dinding menyempit (Indriyani, 2009). Pengobatan nonfarmakologis dapat dilakukan dengan mengubah gaya hidup. Faktor gaya hidup merupakan salah satu penyebab hipertensi yang bisa diatur, tidak seperti faktor keturunan, jenis kelamin, dan usia. Langkah awal yang biasanya dilakukan adalah dengan menurunkan berat badan penderita hipertensi sampai batas ideal, mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya, mengurangi/tidak minum minuman beralkohol, berhenti merokok, olahraga aerobik ringan hingga sedang seperti jalan kaki cepat, berenang, joging, dan lain-lain B. Landasan Teori Persepsi adalah proses seseorang memahami lingkungan, meliputi pengorganisasian dan penafsiran rangsang dalam suatu pengalaman psikologis, proses kognitif yaitu menginterpretasi objek, simbol dan orang dengan pengalaman yang relevan, proses ekstraksi informasi persiapan untuk berespon. Persepsi menerima, memilih, mengatur, menyimpan dan menginterpretasi rangsang menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti. (Hidayat, 2009). Menurut Notoatmodjo (2010) secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi terjadinya persepsi seseorang yaitu Faktor internal dan 34 eksternal. Factor internal meliputi motif, minat, harapan, sikap, pengetahuan dan pengalaman sedangkan factor eksternal meliputi objek dan situasi Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah (Dalimartha, 2008). Menurut WHO, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah ≤ 130/85 mmHg, sedangkan bila ≥140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi, dan diantara nilai tersebut disebut sebagai normal-tinggi (CBN, 2010). Klasifikasi hipertensi menurut WHO dalam Endang, (2014) meliputi normal (≤ 130/85 mmHg), normal tinggi (130-139/85-89 mmHg), hipertensi ringan (140-159/90-99 mmHg), hipertensi sedang (160-179/100-109 mmHg), hipertensi berat (180-209/110-119 mmHg) dan hipertensi maligna (≥ 210/≥120 mmHg). Jika sudah didiagnosa hipertensi maka hal yang biasanya dilakukan adalah pengobatan. Ada dua pilihan terapi yang bisa dipilih, yakni pengobatan farmakologis dan nonfarmakologis. Pengobatan farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi. Pengobatan nonfarmakologis dapat dilakukan dengan mengubah gaya hidup. (Indriyani, 2009). Jenis-jenis obat meliputi obat diuretik (chlorthalidone, furosemide, hydrochlorothiazide, metolazone, indapamide, bumetanide, spironolactone, 35 torsemide, dan eplerenone), beta-blokers (Propanolol 10mg (Inderal, Farmadral), Atenolol 50, 100mg (Tenormin, Farnormin), atau Bisoprolol 2,5 & 5mg (Concor)), Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitor (Kaptopril 12,5 , 25, 50mg (Capoten, Captensin, Tensicap), Enalapril 5 dan 10mg (Tenase)), Angiotensi II Receptor Blockers (ARBs)( Candesartan, Irbesartan, Losartan, olmesartan, Telmisartan, Eposartan, dan Valsartan), Calcium Channel Blockers (CCBs), Alpa Blockers dan Clonidine (Indriyani, 2009). C. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian dijelaskan pada gambar 2.1 sebagai berikut: Persepsi tentang penyakit hipertensi dan pengobatannya meliputi : Motif Minat Harapan Sikap Pengetahuan Pengalaman Penderita Hipertensi positif negatif Gambar 2.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep diatas menggambarkan setiap penderita hipertensi memiliki persepsi pengobatannya. yang Persepsi berbeda terhadap merupakan penyakit proses hipertensi seseorang dan memahami lingkungan, meliputi pengorganisasian dan penafsiran rangsang dalam suatu 36 pengalaman psikologis, proses kognitif yaitu menginterpretasi objek, simbol dan orang dengan pengalaman yang relvan, proses ekstraksi informasi persiapan untuk berespon. Persepsi menerima, memilih, mengatur, menyimpan dan menginterpretasi rangsang menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti. Faktor internal persepsi yang akan diteliti meliputi motif, minat, harapan, sikap, pengetahuan dan pengalaman. D. Pertanyaan Peneliti Bagaimanakah persepsi penderita hipertensi terhadap penyakit hipertensi yang meliputi motif, minat, harapan, sikap, pengetahuan dan pengalaman?. DAFTAR PUSTAKA Al-Hadis Riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari — sahabat Nabi — Usamah bin Syuraik Adinil, (2008) Hipertensi : Faktor Resiko dan Penatalaksanaannya. Diakses dari http://www.pjnhk.go.id.htm diakses pada tanggal 28 maret 2016. Arikunto, S, (2006). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI, Cetakan 13. Rineka Cipta. Jakarta. Astawan, (2011). Cegah Hipertensi dengan pola makan. Tersedia dalam http//: astawanridwan.wordpress.com/1548797/etiologidanpatofisiologihipertensi.h tml. diakses pada 29 maret 2016. CBN (2010) Tips Cermat Memilih Pengobatan Ilmiah. Diakses dari http://www.cybermed.cbn.net.id diakses pada tanggal 28 maret 2016 Corwin, (2011). Buku saku Patofisiologi. Jakarta:EGC. Dalimartha S. (2008) Care Your Self Hipertensi [internet]. Jakarta. Penebar Plus. Books.google.com [diakses pada tanggal 28 Maret 2016] Departemen Agama RI, (2005), Al-Quran dan Terjemah, Bandung: Diponegoro. Diana Dinkes (2010) Diabetes dan Kaki. Diakses dari http://translate.diabetes.neuropathies.co.id [diakses pada tanggal 28 maret 2016] Jabar, (2014). Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat www.dinkesjabar.go.id, [diakses pada tanggal 30 maret 2016] 2012, Endang, T. (2014) Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu. Yogyakarta : Graha Ilmu. Fazidah (2010) Analisa Faktor Resiko Penyakit jantung Koroner Di Unit rawat Jalan Rumah sakit Pirngadi Medan, Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Vol. 2 Garnadi, Y. (2012) Hidup Nyaman Dengan Hipertensi, Jakarta : PT Agro Media Pustaka Gunadarma.(2011). Psikologi Umum. Dari http://elearning.gunadarma.ac.id/doc modul/psikologi_umum_1/Bab_3.pdf. [diakses tanggal 5 maret 2016]. Hidayat (2009) Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Indriyani (2009), Deteksi Dini Kolesterol, Hipertensi, dan Stroke. Jakarta : Millestone Jesus, E.D.S., dkk, (2007). Profile of Hypertensive Patient : Biosocial Characteristics, Knowledge, and Treatment Compliance. Available from http://www.scielo.br/ [ Accesed 31 maret 2016] Kemenkes, (2013). Hipertensi di Indonesia Diakses dari http://www.depkes.go.id?undex.php?=newsw&task=viewarticle, diakses pada tanggal 28 maret 2016. Kemenkes, (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Kusmana, D.,2007. Mana Yang Harus Dipantau, Hipertensi atau Tekanan Darah. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Lubis (2008). Hipertensi dan Ginjal. Medan : USU Press. Lyalomhe, G.B.S., Sarah L.L., (2010). Hypertension-Related Knowledge, Attitudes and Life-Style Practices Among Hypertensive Patirnts in a SubUrban Nigerian Community. Journal of Public Health and Epidemiology 2 (4): 71-77. Marliani, (2007). 100 Questions & Answers Hipertensi. Jakarta : Elex Media Komputindo Notoatmodjo, (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan . Jakarta: Salemba Medika Riduwan dan Akdon, (2007). Rumus dan Data dalam Analisis dan Statistik. Bandung : Alfabeta Walgito,Bimo. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Wendra (2006) Penyakit Jantung, Hipertensi dan Nutrisi. Bumi Aksara, Jakarta. Wolff, (2006). Keluhan dan gejala hipertensi. Tersedia dalam. www.idsehat.com/2005/02/keluhan-dan-gejala.html. Diakses pada tanggal 16 Maret 2016