Pengantar Hukum WTO

advertisement
Pengantar Hukum WTO
Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph
Wira Koesnaidi1
PRAKATA
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pak Adolf Warauw S.H., LL.M. dan Prof. Hikmahanto
Juwana S.H., LL.M., Ph.D. atas kesediaanya untuk memberikan kata pengantar dan atas segala
masukan dan bantuan yang diberikan untuk penerbitan buku ini. Untuk analisis yang lebih dalam
mengenai hukum WTO, lihat P. Van den Bossche, The Law and Policy of the World Trade
Organization (Cambridge University Press), 2008, 917 halaman.
PENULIS
KATA PENGANTAR
Organisasi Perdagangan Dunia atau yang lebih dikenal dengan nama the World Trade
Organization (WTO) telah tumbuh dan berkembang menjadi salah satu organisasi internasional
yang paling penting dan berpengaruh dalam hubungan ekonomi dan pembangunan antar bangsa.
Organisasi yang beranggotakan sebagian besar negara di dunia ini berperan dalam mengatur
hubungan perdagangan internasional dalam rangka peningkatan pembangunan ekonomi dan
standard hidup bagi negara-negara anggotanya. Sistem perdagangan multilateral dalam kerangka
hukum WTO mencakup bidang dan kegiatan yang sangat luas dan kompleks, tidak saja substansi
dan isu-isu yang berkaitan dengan perdagangan barang tetapi juga menjangkau dimensi-dimensi
baru seperti perdagangan jasa (services) dan aspek-aspek perdagangan dari hak milik intelektual
serta isu perdagangan yang terkait dengan masalah pembangunan dan integrasi negara-negara
berkembang ke dalam perdagangan dunia, masalah kelestarian lingkungan dan isu-isu yang
sifatnya non-trade atau memiliki nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Perdagangan barang telah
pula mengalami perkembangan dan pendalaman dalam pengaturannya dalam berbagai sektor
atau bidang seperti pertanian, sanitary and pythosanitary, hambatan tehnis terhadap perdagangan,
anti-dumping, pengamanan perdagangan (safeguard), subsidi, dan hambatan-hambatan yang
bersifat non tariff.
Sistem perdagangan dalam kerangka WTO ini merupakan suatu rule-based system dengan
perjanjian-perjanjian multilateral yang disepakati bersama yang sifatnya terintegrasi dan single
undertaking. Termasuk di dalamnya adalah adanya satu kesatuan dalam sistem penyelesaian
sengketa dengan tingkat efektifitas yang lebih tinggi di bandingkan dengan kebanyakan
organisasi internasional lainnya.
Sistem perdagangan multilateral dengan kompleksitas aturan-aturan dan disiplin yang termuat
dalam perjanjian-perjanjian WTO tersebut memerlukan suatu pemahaman yang benar dan
komprehensif, tidak saja untuk tujuan peningkatan pengetahuan intelektualitas tetapi untuk
menghadapi persoalan-persoalan yang muncul dan semakin meningkat dalam hubungan
perdagangan internasional terutama yang terkait dengan Indonesia. Termasuk dalam hubungan
ini adalah upaya untuk menciptakan suatu sistem perdagangan yang lebih fair dan berimbang
dalam hubungan perdagangan antar bangsa di dunia ini.
Disamping itu, pendalaman mengenai hukum WTO sangatlah relevan ditengah krisis ekonomi
global yang melanda dunia, isu pemanasan global serta maraknya perjanjian perdagangan bebas
antara negara-negara anggotanya. Bagaimana WTO sebagai organisasi multilateral dapat
memberikan solusi serta pengaturan terhadap keterkaitan antara perdagangan internasional
dengan masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh dunia saat ini.
Pada saat ini Indonesia memegang peranan penting sebagai Ketua Kelompok G-33 dan anggota
dari berbagai kelompok lainnya yang sangat berperan dalam perumusan aturan-aturan WTO di
masa yang akan datang dalam kerangka Doha Development Round. Putaran perundingan ini dan
putaran-putaran lanjutannya sangat diharapkan dunia untuk dapat memberikan solusi terhadap
masalah-masalah yang telah disebutkan diatas. Indonesia juga cukup aktif dalam menggunakan
forum penyelesaian sengketa yang ada di WTO ataupun menerapkan instrument-instrumen
perdagangan yang diperbolehkan oleh WTO dalam kerangka perlindungan terhadap kepentingan
nasional bangsa Indonesia.
Oleh karena itu saya sangat menyambut baik penerbitan buku “Pengantar Hukum WTO”
dikarenakan masih sangat sedikit literatur hukum dalam bahasa Indonesia yang membahas
hukum WTO secara komprehensif. Saya harapkan buku ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk
lembaga pendidikan dan mahasiswa hukum yang sedang mendalami hukum perdagangan
internasional tetapi buku ini dapat bermanfaat juga bagi instansi/pejabat pemerintah sebagai
perumus kebijakan yang berkaitan dengan perdagangan, perusahaan-perusahaan swasta yang
banyak melakukan perdagangan internasional maupun bagi lembaga swadaya masyarakat
(NGOs) dan masyarakat umum.
Para penulis buku ini terutama Prof. Peter Van den Bossche dari Maastricht University yang
sekarang menjabat sebagai salah satu Appellate Body Members di WTO dan juga merupakan
pengarang buku “The Law and Policy of the World Trade Organization” yang dijadikan buku
pegangan di berbagai universitas di Eropa dan Amerika, memiliki spesialisasi dan kualifikasi di
bidang hukum WTO ini baik secara akademis maupun praktis. Saya sangat berharap para penulis
tidak berhenti sampai disini tetapi terus mengupayakan untuk menerbitkan buku-buku hukum
lain yang lebih spesifik dan mendalam yang berkaitan dengan hukum-hukum WTO.
Adolf Warouw
Ketua Konsentrasi Hukum Perdagangan Internasional
Program Pasca Sarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Kata Pengantar
Hikmahanto Juwana
Hukum perdagangan internasional meski sudah lama dibicarakan dan diajarkan di
Indonesia masih banyak yang salah mempersepsikannya. Salah persepsi terjadi pada tiga hal.
Pertama atribusi yang diberikan pada istilah perdagangan internasional. Masih banyak pihak
yang mempersepsikan dalam istilah tersebut ada pihak-pihak yang melakukan transaksi
perdagangan. Padahal perdagangan internasional sama sekali tidak merujuk pada kegiatan
transaksi perdagangan pelaku usaha antarnegara.
Perdagangan internasional merujuk pada kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh berbagai
pemerintah di bidang perdagangan. Pemerintah sebagai regulator memiliki kewenangan untuk
membuat kebijakan tidak saja bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan di wilayahnya tetapi
juga kewenangan untuk membuat kebijakan atas barang atau jasa asal negara lain yang akan
masuk ke negaranya.
Oleh karena itu adalah kurang tepat bila mempersepsikan perdagangan internasional
sebagai transaksi perdagangan (bisnis) dimana pelakunya adalah negara. Seiring punahnya
kerajaan-kerajaan antarbenua yang melakukan perdagangan sendiri dan kecenderungan negaranegara berideologi komunis yang menerapkan ekonomi pasar maka sulit menemukan
antarnegara melakukan transaksi perdagangan.
Atas pendapat tersebut di atas mungkin ada yang berargumen bahwa negara dengan negara dapat
melakukan transaksi di bidang perdagangan. Sebagai contoh, di Indonesia suatu ketika
pemerintah Indonesia pernah membuat kesepakatan dengan pemerintah Thailand untuk
melakukan imbal beli pesawat yang diproduksi oleh Indonesia dengan 110.000 ton beras ketan
yang diproduksi di Thailand.
Namun contoh di atas bila ditelaah lebih mendalam ternyata bukan transaksi perdagangan
antarnegara. Pertama, pesawat yang diproduksi di Indonesia bukanlah hasil produksi dari
pemerintah Indonesia, melainkan hasil produksi badan hukum yang dimiliki oleh pemerintah
Indonesia (PT. Insdustri Pesawat Terbang Nusantara/IPTN). Sementara beras ketan tidak
diproduksi oleh pemerintah Indonesia melainkan oleh para pelaku usaha di Thailand. Peran
kedua pemerintah dalam transaksi perdagangan yang dilakukan antar pelaku usaha adalah
memfasilitasi agar terjadi imbal beli.
Demikian pula jika contoh yang diberikan adalah pengadaan pesawat tempur oleh
pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Departemen Pertahanan dari Amerika Serikat. Adalah
benar bahwa Departemen Pertahanan merupakan representasi dari negara, namun pihak yang
memroduksi pesawat tempur bukanlah pemerintah Amerika Serikat, melainkan badan usaha
yang berada di Amerika Serikat. Perjanjian pengadaan semacam ini sering disebut sebagai
Government Contract. Kontrak di mana salah satu pihaknya adalah Negara/Pemerintah. Negara
di sini harus dianggap sebagai subyek hukum perdata, bukan sebagai subyek hukum dalam
hukum publik.
Mispersepsi kedua adalah terkait dengan istilah hukum perdagangan internasional. Dalam
sejumlah literatur Indonesia masih banyak penulis yang melakukan pembahasan tentang arbitrase
ataupun kontrak internasional dalam buku yang berjudul Hukum Perdagangan Internasional. Ini
karena para penulis menganggap perdagangan internasional sebagai transaksi perdagangan antar
pelaku usaha lintas negara. Padahal bila dibandingkan dengan literatur yang sama dari luar
negeri (International Trade Law), hukum perdagangan internasional sama sekali tidak merujuk
pada aturan-aturan yang bersifat perdata. Aturan-aturan yang dibahas dalam hukum perdagangan
internasional mencakup aturan-aturan yang dijadikan rujukan ketika negara membuat kebijakan
di bidang perdagangan.
Untuk memberi argumentasi yang lebih kuat atas apa yang disampaikan di atas, ada
baiknya untuk memahami subyek hukum dalam berbagai cabang ilmu hukum.
Sebagaimana diketahui ilmu hukum dibagi menjadi dua kelompok yaitu hukum perdata dan
hukum publik. Dalam hukum publik terbagi lagi menjadi hukum pidana, hukum tata negara,
hukum administrasi negara dan hukum internasional.
Setiap cabang ilmu hukum memiliki teori, doktrin, bahkan subyek hukumnya sendiri.
Untuk hal terakhir, subyek hukum, ternyata para mahasiswa hukum diberikan pemahaman yang
kurang akurat. Subyek hukum dikuliahkan sebagai terdiri hanya orang dan badan hukum.
Padahal siapa yang menjadi subyek hukum akan sangat bergantung dalam cabang ilmu
hukum apa. Subyek hukum perdata, misalnya, adalah orang dan badan hukum. Sementara
subyek hukum pidana adalah negara dan pelaku tindak pidana yang dapat terdiri dari orang dan
badan hukum. Negara sebagai subyek hukum pidana karena negara yang menentukan apa yang
dianggap sebagai perbuatan „jahat‟ dan negara pula yang menegakkan aturan-aturan tersebut,
seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
Sementara dalam hukum tata negara dan administrasi negara yang menjadi subyek
hukum adalah pemerintah (penguasa) dan rakyat. Pemerintah dalam hukum tata negara dan
administrasi negara terdiri dari lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, bahkan lembaga audit.
Hukum internasional memiliki subyek hukumnya sendiri yaitu Negara, Organisasi Internasional,
Palang Merah Internasional dan lain-lain, termasuk individu yang melakukan kejahatan
internasional.
Dalam konteks hukum perdagangan internasional yang mengatur aturan-aturan bagi pemerintah
dalam membuat kebijakan di bidang perdagangan yang menjadi subyek hukum adalah subyek
hukum internasional. Dalam hukum perdagangan internasional, orang dan badan hukum
bukanlah subyek hukumnya. Di sinilah harus dipahami bahwa hukum perdagangan internasional
masuk dalam katagori hukum internasional (publik), dan sama sekali bukan hukum perdata
internasional.
Untuk diketahui hukum perdata internasional merupakan sub cabang dari hukum perdata.
Oleh karena itu sesuai dengan induk cabang ilmunya yang menjadi subyek hukum perdata
internasional adalah orang dan badan hukum. Istilah „internasional‟ dalam hukum perdata
internasional untuk menunjukkan adanya elemen asing atau lintas negara dalam masalahmasalah perdata.
Dalam hukum perdata internasional, berbagai isu yang muncul dibagi menjadi dua
katagori. Pertama adalah yang terkait dengan masalah keluarga, seperti perkawinan, perceraian,
perwalian dan adopsi. Kedua adalah isu-isu yang terkait dengan masalah transaksi bisnis. Untuk
hal yang terakhir ini para penulis dan perkuliahan di luar negeri dan perkuliahan di Indonesia
menyebutnya sebagai transaksi bisnis internasional (international business transaction).
Dalam hukum tentang transaksi bisnis internasional dibahas tentang kontrak bisnis
internasional, arbitrase internasional dan lain-lain.
Di sinilah dapat dibedakan antara hukum perdagangan internasional dengan hukum
transaksi bisnis internasional.
Mispersepsi yang terakhir terkait dengan apa yang diatur dalam berbagai perjanjian
antarnegara. Perjanjian antarnegara ini tidak mengatur transaksi yang dilakukan antarnegara
serupa dengan kontrak bisnis internasional.
Ada paling tidak tiga hal yang diatur dalam perjanjian antarnegara dibidang perdagangan.
Pertama adalah kesepakatan antarnegara untuk menghilangkan berbagai hambatan (barriers) atas
arus barang dan jasa. Kesepakatan ini yang kemudian harus ditransformasikan ke dalam
peraturan perundang-undangan nasional di berbagai tingkatan sehingga kebijakan pemerintah di
bidang perdagangan akan tidak mendiskriminasi asal barang atau jasa.
Kedua, melalui kesepakatan ini diharapkan terjadi keseragaman. Keseragaman yang
diharapkan terkait dengan kebijakan maupun penafsiran atas suatu istilah maupun konsep yang
diambil oleh berbagai pemerintah di bidang perdagangan. Sebagaimana diketahui dengan adanya
kedaulatan negara maka setiap pemerintahan dapat membuat kebijakan, bahkan dalam
menafsirkan suatu istilah atau konsep.
Padahal agar terjamin lalu lintas arus barang dan jasa diperlukan persamaan persepsi
antarnegara. Melalui perjanjian internasional di bidang perdagangan inilah persamaan persepsi
tersebut dapat diwujudkan.
Terakhir, kesepakat dibuat juga untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa yang muncul
antarnegara. Sengketa dapat muncul karena perbedaan penafsiran atas ketentuan yang telah
disepakati ataupun salah satu negara anggota tidak menaati apa yang telah disepakati.
Hingga saat ini di Indonesia buku yang membahas hukum perdagangan internasional
sebagaimana diuraikan di atas masih sedikit, bila tidak dapat dikatakan masih belum ada.
Padahal literatur dalam bahasa Inggris dengan judul International Trade Law telah banyak
beredar.
Oleh karena itu saya sangat menyambut kehadiran buku ini yang diberi judul “Pengantar
Hukum WTO”.
Sebenarnya Hukum WTO yang dimaksud adalah Hukum Perdagangan Internasional, namun agar
dalam konteks Indonesia tidak disamakan dengan hukum dagang internasional yang merupakan
bagian dari hukum perdata internasional, mungkin istilah Hukum WTO-pun diperkenalkan oleh
para penulis.
Penggunaan istilah Hukum WTO pun disengaja karena para penulis membatasi diri dalam
pembahasannya pada perjanjian internasional di bidang perdagangan yang ada dalam Agreement
Establishing the World Trade Organization.
Untuk dipahami penggunaan istilah hukum perdagangan internasional tentu lebih luas
dari Hukum WTO. Hukum perdagangan internasional mencakup perjanjian internasional yang
bersifat bilateral dan regional di bidang perdagangan. Bahkan tidak hanya kesepakatankesepakatan yang dibuat oleh negara secara universal di bidang perdagangan, tetapi juga
mencakup hal-hal yang bersifat regional. Kesepakatan negara yang dibuat secara regional, di
antaranya adalah di ASEAN (ASEAN Free Trade Agreement/AFTA), Uni Eropa, Amerika Utara
(North America Free Trade Agreement/NAFTA), dan lain-lain.
Terlepas dari pembatasan atas pembahasan yang dilakukan oleh para penulis, saya yakin
buku ini menjadi pembuka mata (eye-opener) bagi banyak pihak, termasuk praktisi dan
mahasiswa hukum di Indonesia yang ingin mengetahui lebih banyak tentang hukum perdagangan
internasional.
Kekuatan dari buku ini adalah para penulisnya yang tidak diragukan lagi yang mendalami
hukum perdagangan internasional, terutama Profesor Peter Van den Bossche. Professor Van den
Bossche telah melahirkan karya “The Law and Policy of the World Trade Organization: Text,
Cases and Materials” yang menjadi pegangan bagi mereka yang mendalami hukum perdagangan
internasional di manca negara. Saat ini Professor Van den Bossche merupakan salah satu hakim
tingkat banding (Appellate Body) pada Dispute Settlement Body, WTO.
Para pembaca akan disuguhi dengan banyak informasi dari buku ini. Informasi ini terbagi
dalam 8 bab. Bab pertama akan menguraikan tentang alasan dibutuhkannya hukum yang
mengatur masalah perdagangan. Bab 2 membahas tentang prinsip non-diskriminasi yang
merupakan prinsip paling penting dalam berbagai ketentuan WTO. Ketentuan ini yang menjadi
acuan oleh pemerintah dalam membuat kebijakan di bidang perdagangan sehingga terjamin
lancarnya arus barang dan jasa.
Bahkan dalam buku ini dibahas keberadaan WTO sebagai sebuah organisasi internasional
sebagaimana dapat dilihat dalam Bab 7. Demikian pula dengan mekanisme penyelesaian
sengketa juga dibahas dalam Bab 8.
Bila diperhatikan substansi buku ini maka satu hal yang pasti adalah pembahasannya
tidak mencakup isu-isu dalam hukum tentang transaksi bisnis internasional, seperti kontrak dan
arbitrase internasional.
Akhir kata saya menyampaikan selamat membaca dan mudah-mudahan dapat
memperoleh manfaat dari buku ini. Dalam kesempatan ini saya ingin juga mengingatkan kepada
para pembaca agar dalam memahami berbagai isu dalam perdagangan internasional untuk
memiliki perspektif Indonesia. Perspektif ini yang belum terakomodasi dan tertampung dalam
buku ini mengingat buku ini adalah suatu pengantar.
Jakarta, 13 Oktober 2009
Prof. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M, Ph.D
Guru Besar Hukum Internasional
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Daftar isi:
1. Pengantar
1.1.Kebutuhan akan peraturan-peraturan internasional dalam perdagangan internasional
1.2.Hukum perdagangan internasional: perjanjian-perjanjian bilateral, regional, dan internasional
1.3. Hukum WTO
1.4. Sumber-sumber hukum WTO
1.5. Hukum WTO dalam hubungannya dengan hukum lainnya
2. Peraturan mengenai non-diskriminasi (non-discrimination)
2.1.Larangan terhadap diskriminasi
2.2.Kewajiban melakukan MFN treatment atas perdagangan barang
2.3.Kewajiban melakukan MFN treatment atas perdagangan jasa
2.4.Kewajiban melakukan National treatment atas perdagangan barang
2.5.Kewajiban melakukan National treatment atas perdagangan jasa
3.Peraturan atas akses pasar
3.1.Pengantar
3.2.Bea masuk
3.3.Pembatasan kuantitatif pada perdagangan barang
3.4.Penghalang lain yang bersifat non-tarif pada perdagangan barang
3.5.Pembatasan pada perdagangan jasa
4.Peraturan atas praktek perdagangan yang tidak adil
4.1.Pengantar
4.2.Peraturan atas dumping
4.3.Peraturan atas subsidi
5. Hubungan antara liberalisasi perdagangan dengan nilai-nilai sosial dan kepentingan lainnya
5.1. Pengantar
5.2. Pengecualian umum dalam Pasal XX GATT 1994
5.3.Pengecualian umum dalam Pasal XVI GATS
5.4. Pengecualian untuk keamanan nasional dan internasional
5.5. Pengecualian dalam keadaan ekonomi yang darurat
5.6. Pengecualian atas integrasi regional
5.7. Pengecualian untuk pembangunan ekonomi
6. Aturan untuk memromosikan harmonisasi regulasi nasional
6.1. Pengantar
6.2. The TBT Agreement
6.3. The SPS Agreement
6.4. The TRIPS Agreement
7. Kerangka Institusi WTO
7.1. Pengantar
7.2. Fungsi dan organ
7.3. Keanggotaan
7.4. Proses pengambilan keputusan
8. Sistem penyelesaian sengketa di WTO
8.1. Pengantar
8.2. Yurisdiksi dan akses
8.3. Organ penyelesaian sengketa
8.4. Prosedur
8.5. Negara berkembang dan penyelesaian sengketa
Download