TINJAUAN PUSTAKA Broiler Broiler sudah dikenal sejak Tahun 1980-an, meskipun galur murni dari broiler sudah diketahui sejak Tahun 1960-an ketika petenak mulai memeliharanya. Akan tetapi broiler komersial seperti yang sekarang ini baru dikenal banyak orang pada periode Tahun 1980-an. Sebelumnya ayam potong adalah ayam petelur white leghorn jengger tunggal atau ayam petelur yang sudah afkir (Rasyaf, 1993). Broiler atau ayam pedaging adalah ayam yang seluruh periode kehidupannya termasuk perkembangbiakannya serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia dengan tujuan khusus sebagai penghasil daging. Broiler sudah dapat dipasarkan dengan bobot hidup antara1,3 - 1,6 kg/ekor dan dilakukan pada umur 5 - 6 minggu (Sulaksono, 1979). Broiler merupakan ternak potong yang umurnya pendek, namun pertumbuhannya cepat dan kandungan gizi di dalam dagingnya cukup tinggi. Selain itu, harga daging broiler jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan daging sapi, kerbau, domba dan kambing. Selain harga yang ekonomis, pengolahan daging broiler sangat mudah dan singkat.(Irawan, 1996). Ciri – ciri ayam umur 1 hari yang baik Beberapa ciri ayam umur 1 hari (DOC) yang berkualitas yang baik berdasarkan penampilannya secara umum dari luar (general appearance) sebagai berikut : 1. Bebas dari penyakit (free diseases) terutama penyakit pullorum, omphalitis dan jamur 2. Berasal dari induk yang matang umur dan dari pembibit yang berpengalaman 3. Ayam umur 1 hari (DOC) terlihat aktif, mata cerah dan Universitas Sumatera Utara lincah 4. Ayam umur 1 hari DOC memiliki kekebalan dari induk yang tinggi 5. Kaki besar dan basah seperti minyak 6. Bulu cerah, tidak kusam dan penuh 7. Anus bersih, tidak ada kotoran atau pasta putih. 8. Keadaan tubuh ayam normal 9. Berat badan sesuai dengan standar strain, biasanya di atas 37 g (Fadilah, 2000). Ransum Broiler Broiler membutuhkan dua macam ransum yaitu ransum starter untuk umur 0 – 3 minggu dan ransum finisher untuk umur diatas tiga minggu. Batas umur untuk membedakan kedua macam ransum ini kadang kadang berbeda - beda untuk setiap poultryshop atau pabrik ransum ternak. Ransum starter mengandung protein 21 - 23 % dan finisher 19 - 21 % (Yahya, 1992). Energi dan protein adalah dua komponen utama yang dibutuhkan ayam untuk hidup pokok dan produksi. Besarnya kandungan energi metabolisme yang dibutuhkan broiler untuk pertumbuhan maksimum adalah 2.900 - 3.200 kkal/kg ransum dan protein sebesar 18 – 22 % (Kamal, 1994). Tingkat serat kasar dalam ransum yang sesuai untuk ayam adalah 7%. Pemberian diatas 7% akan menyebabkan hambatan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan makanan bertambah buruk, namun batasan yang paling tepat masih diperdebatkan (Anggorodi, 1985). Kandungan nutrisi dari ransum yang akan diberikan dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi nutrisi ransum komersil CP5 - 11 dan CPS - 12G. Universitas Sumatera Utara Tabel 1. Komposisi nutrisi ransum komersil CP5 - 11 dan CPS - 12G Zat Anti Nutrisi Kadar air Protein kasar Lemak kasar Serat kasar Abu Kalsium Phospor Persentase (%) CP 5 - 11 CP S - 12G Max 14 % Max 14 % 21 – 23 % 0, 9 – 1,0 % 5–8% 5–8% 3–5% 4–5% 4–7% Max 7,0 % 0,90 – 1,20 % Min 0,9 % 0,70 – 1,00 % Min 0,70 % Sumber : PT. Charoen Pokphand Indonesia Saluran Pencernaan Ayam Ayam merupakan ternak non ruminansia yang artinya ternak yang mempunyai lambung sederhana atau monogastrik. Pada umumnya bagian - bagian penting dari alat pencernaan adalah mulut, farinks, esofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Makanan yang bergerak dari mulut sepanjang saluran pencernaan oleh gelombang peristaltik yang disebabkan karena adanya kontraksi otot di sekeliling saluran (Tillman dkk., 1991). Unggas tidak mengeluarkan urine cair. Urine pada unggas mengalir ke dalam kloaka dan dikeluarkan bersama – sama feses. Warna putih yang terdapat dalam ekskreta ayam sebagian besar adalah asam urat, sedangkan nitrogen urine mamalia kebanyakan adalah urea. Saluran pencernaan yang relatif pendek pada unggas digambarkan pada proses pencernaan cepat (lebih kurang empat jam) (Anggorodi, 1985). Seperti kita ketahui bahwa ayam tidak mempunyai gigi geligi untuk mengunyah ransum sebagaimana ternak lainnya, namun punya empedal (gizzard) yang dapat melumatkan makanan. Oleh karena itu, daya cerna ayam terhadap ransumnya lebih rendah 10% dari pada ternak lain (Kartadisastra, 1994). Universitas Sumatera Utara Pencernaan secara mekanik tidak terjadi di dalam mulut melainkan di gizzard (empedal) dengan menggunakan batu - batu kecil atau pecahan - pecahan kaca yang sengaja dimakan, lalu masuk ke dalam usus halus lalu disinilah terjadi proses pencernaan dengan menggunakan enzim - enzim pencernaan yang disekresikan oleh usus halus seperti cairan duodenum, empedu, pankreas dan usus. Di dalam usus besar terjadi proses pencernaan yang dilakukan oleh jasad renik yang berfungsi sebagai penghancur protein yang tidak dapat diserap oleh usus halus (proteolitik) (Tillman dkk., 1991). Di dalam empedal bahan - bahan makanan mendapat proses pencernaan secara mekanis. Partikel - partikel yang besar secara mekanik akan diperkecil dengan tujuan memudahkan proses pencernaan enzimatis di dalam empedal ataupun di dalam saluran pencernaan berikutnya. Untuk memudahkan proses pencernaan mekanis maupun enzimatis dalam mempersiapkan ransum ternak banyak dilakukan dengan menggiling bahan - bahan ransum tersebut (Parakkasi, 1990). Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan organ aksesori. Saluran pencernaan merupakan organ yang menghubungkan dunia luar dengan dunia dalam tubuh hewan yaitu proses metabolik dalam tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, esophagus, tembolok (crop), provetrikulus, empedal (gizzard), usus halus (duodenum, yeyenum, ileum), usus buntu (ceca), usus besar (rectum), kloaka dan vent. Sementara pankreas, hati (lever) dan kantong empedu (gallblader) merupakan organ pencernaan tambahan (Suroprawiro et al., 1981). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu, duodenum, yeyenum dan ileum. Di dalam usus halus pencernaan dilakukan dengan bantuan kelenjar pankeas, guna menyerap sari makanan melalui urat darah, yaitu alat untuk menyerap sari makanan Universitas Sumatera Utara yang terdapat di sekitar usus halus. Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang akan menyalurkan ampas makanan menuju kloaka, sedangkan usus buntu kegunaanya hingga kini belum diketahui lebih jelas (Sarwono, 1989). Berat usus rata - rata adalah sekitar 10 % dari seluruh bobot hidup ternak (Siregar, 1980). Makin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi maka akan semakin aktif kegiatan usus untuk mencerna sehingga dapat meransang pertumbuhan organ pencernaan (Sirl et al., 1992). Perbandingan pertumbuhan organ pencernaan broiler jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel. 2. Tabel 2. Persentase karkas dan non karkas broiler Bagian Tubuh Broiler Karkas Kepala dan leher Kaki Hati Rempela Jantung Usus Darah Bulu Broiler Jantan (%) 71,0 6,5 4,5 3,1 5,6 0,6 6,6 5,4 9,7 Broiler Betina (%) 64,5 4,8 3,3 2,6 4,4 0,6 6,5 4,2 6,0 Sumber : Murtidjo (1992) Panjang usus adalah panjang yang dimulai dari duodenum, ileum, yeyenum, caecum, rektum dan kloaka. Panjang usus ternak tergantung pada jenis ransum yang dimakan dan panjang badan. Ternak pemakan rumput (herbivora) seperti sapi mempunyai panjang usus yang lebih panjang dari panjang badan. Ternak pemakan segalanya (omnivora) seperti babi mempunyai panjang usus empat kali dari panjang badannya. Sedangkan ternak ayam panjang usus yang lebih pendek karena dilengkapi tembolok, oleh karena itu panjangnya hanya dua kali panjang badannya (Suparno, 1994). Banyaknya ransum yang dimakan ternak akan mempengaruhi gerakan dan lamanya untuk mencerna makanan akan semakin bertambah, sehingga dengan Universitas Sumatera Utara demikian untuk mengimbangi laju makanan yang semakin tinggi maka dengan sendirinya usus akan semakin panjang (Dewi, 1993). Dinding usus dibentuk oleh jaringan otot dan pembuluh darah yang dipengaruhi oleh ransum yang dikonsumsi. Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan bobot usus, juga dipengaruhi serat kasar yang rendah (Anggorodi, 1995). Makin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi makin aktif kegiatan usus untuk mencerna sehingga dapat merangsang pertumbuhan organ pencernaan. Jenis ransum seperti misalnya perbedaan serat, juga dapat menentukan perkembangan organ pencernaan (Sirl et al., 1992). Kemampuan adaptasi saluran pencernaan berdasarkan atas fungsi fisiologis tergantung pada pasokan nutrisi yang diberikan pada periode perkembangan awal setelah menetas. Pemberian protein atau asam amino dalam jumlah banyak dapat meningkatkan daya serap usus atau berakibat sebaliknya dengan pembatasan ransum. Kemampuan usus dalam memanfaatkan nutrisi ditentukan oleh perkembangan saluran percernaan secara fisiologis yang dilihat dari segi aktivitas enzim (Zhou et al., 1990). Awal Pemberian Ransum Di peternakan komersil seringkali day old chick (DOC) tidak langsung diberi makan, tetapi dipuasakan tiga hari, dengan tujuan mengoptimalkan sisa kuning telur dan peradangan sisa kuning telur (omphalistis) menjadi berkurang. Faktanya adalah ayam yang dipuasakan akan mengalami penyerapan sisa kuning telur menjadi lebih lama, sehingga peluang untuk terinfeksi oleh kuman lingkungan menjadi jauh lebih besar (Noy dan Sklan, 1996 dalam Unandar 1997). Universitas Sumatera Utara Pemberian ransum pada ayam seawal mungkin memang berpengaruh terhadap perkembangan usus. Vili akan berkembang sempurna, peristaltik akan dipacu seawal mungkin sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk. Berat badan berbeda nyata sejalan dengan penyerapan ransum yang maksimal, sehingga ayam yang diberi ransum lebih dini mempunyai penampilan akhir lebih baik (Sulistyonigsih, 2004). Konsumsi ayam yang diberi ransum hari ke-1, ternyata konsumsi ransumnya lebih tinggi sebesar 4.8% daripada ayam yang diberi ransum hari ke-2 (Sulistyonigsih, 2004). Hal ini diperjelas oleh pendapat Widjaja (1999) yang menyatakan bahwa pada hari pertama saja hanya 50% dari kebutuhan energi dan 43% dari kebutuhan protein yang dapat dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada. Hari ketiga biasanya peternak baru mulai memberi ransum pada anak ayam, ternyata sisa kuning telur yang ada hanya mensuplai 6% dari kebutuhan energi dan 10% untuk kebutuhan protein. Selanjutnya Unandar (1997) menyatakan ada beberapa efek negatif akan muncul jika terjadi keterlambatan pemberian ransum/minum pada tahap awal kehidupan dari ayam (lebih dari 2 hari). Efek negatif akan tersebut antara lain bobot badan tidak akan mencapai bobot standar. Kuning telur dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada masa embrional dalam telur hingga menetas. Sisa kuning telur yang mengandung air (50%), protein (28%) diantaranya meternal antibodi (7%) dan lipid (20%), dianggap memenuhi kebutuhan DOC. Kebutuhan yang dapat dipenuhi dari kuning telur. Seperti yang tertera dalam Tabel 3 dibawah ini. Kenyataannya sisa kuning telur ini sangat terbatas dan hanya Universitas Sumatera Utara cukup untuk mempertahankan kehidupannya bukan untuk pertumbuhannya (Widjaja, 1999). Persentase jumlah energi dan protein yang dapat dipenuhi oleh kuning telur dapat dilihat pada Tabel. 3. Tabel 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur Umur (Hari) 1 2 3 4 5 Energi Kasar Diet Yolk (Kcal) (%) (Kcal) 9.30 50 9.40 19.80 74 6.80 35.10 94 2.40 54.20 98 0.90 69.00 100 0.40 Protein (%) 50 26 6 2 0 Diet (Kcal) 0.46 0.97 1.72 2.66 3.39 (%) 57 56 90 94 99 Yolk (Kcal) 0.35 0.77 0.20 0.17 0.04 (%) 43 44 10 6 1 Sumber : Widjaja (1999) Proses utama yang terjadi dalam pertumbuhan anak ayam, yaitu : Hiperplasia (pertambahan jumlah sel - sel tubuh) dan hipertrofi (perbesaran ukuran sel tubuh). Proses hiperplasia lebih besar daripada hipertropia pada minggu pertama dan kedua, minggu ketiga seimbang dan berikutnya hipertropia lebih dominan. Tentu saja apabila persedian sel - sel tidak ada jumlah yang cukup pada minggu pertama, akan sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan maksimal pada minggu - minggu selanjutnya. Manfaat yang dapat dilihat dari pemberian ransum awal adalah : a. Sistem pencernaan makanan Pemberian ransum akan marangsang perkembangan usus. Vili dapat berkembang sempurna. Motilitas/peristaltik juga dipacu seawal mungkin, sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk. b. Sistem imunitas - Antibodi maternal Universitas Sumatera Utara Metabolisme yang sempurna akan mendukung proses penyerapan antibodi maternal (dari induk). Antibodi maternal menjadi kunci pertahanan tubuh di minggu awal, pada saat organ limfoid belum merespon secara maksimal dan menghasilkan antibodi aktif jika penyerapan zat kebal induk tidak maksimal, berarti ayam tidak akan mendapat perlindungan yang lebih baik terhadap serangan bibit penyakit dari lingkungan, sehingga kematian akan lebih tinggi dan penampilan ayam tidak bisa maksimal (Unandar 1997). - Menstimulasi perkembangan jaringan limfoid sepanjang usus. Jaringan yang paling mudah untuk menggertak sistem kekebalan lokal adalah dengan pemberian ransum sedini mungkin. Gut Associated Lymphoid Tisue (GALT) seperti ceca tonsil, peyer patches di sepanjang usus akan segara beraktivitas maksimal beberapa saat setelah adanya gertakan ransum. Puasa justru akan menstimulasi sekresi korticosteroid yang menghambat proliferasi sel - sel tubuh yang bertanggung jawab pada sistem imun. - Jaringan limfoid lain (Bursa fabricius) Antigen di dalam usus ternyata dapat menggertak sel - sel epitel bursa. Hasil penelitian menyatakan, bobot bursa anak ayam yang dipuasakan dan yang segera diberi makan ternyata berbeda sangat nyata. Anak ayam yang diberi ransum sedini mungkin mempunyai bobot bursa lebih besar. c. Penampilan ayam Berat badan dan konversi ransum berbeda nyata sejalan dengan penyerapan ransum yang maksimal dan sistem pertahanan tubuh yang dapat diandalkan. Pada beberapa penelitian, ternyata jika proses penyerapan sisa kuning telur berjalan Universitas Sumatera Utara secara normal, maka kondisi seperti ini akan mengaktivasi organ yang berkaitan dengan proses pada ayam (Noy et al., 1996; Unandar 1997). Kondisi cekaman pada anak ayam akan meningkatkan produksi adenokortikotropil haormone (ACTH) oleh kelenjar pituitari pada otak. Salah satu efek dari tingginya kadar hormon adalah menurunnya metabolisme tubuh secara umum, termasuk penyerapan kuning telur pada DOC (lihat Gambar 1). Gangguan penyerapan kuning telur akan berdampak pada gangguan nutrisi yang terlihat pada pertumbuhan yang lebih lambat. Kuning telur yang tersisa akan terkontaminasi oleh mikroorganisme, menyebabkan terjadinya radang pusar DOC (omphalistis). Penyerapan zat kebal induk yang terdapat pada sisa kuning telur juga akan terhambat sehingga pada akhirnya menurunkan daya tahan tubuh dan kepekaan pada penyakit akan meningkat. Kegunaan Kuning Telur (Yolk) pada Anak Ayam Yolk Sac (kantong kuning telur) merupakan membran yang membungkus kuning telur selama proses perkembangan embrio berlangsung. Yolk sac dan sisa kuning telur akan diserap dan masuk ke dalam rongga tubuh embrio yang sedang berkembang, sehari sebelum telur menetas atau pada hari ke-20 pengeramanan. Bahan ini akan menjadi cadangan makanan bagi anak ayam yang baru menetas (Austic dan Nesheim, 1990). Banyak pendapat yang menyatakan bahwa anak ayam sejak berumur satu sampai dua hari masih mempunyai cadangan makanan yang tertimbun dalam tubuh berupa sisa – sisa kuning telur (yolk). Cadangan makanan tersebut masih cukup untuk memenuhi kebutuhan anak ayam selama 48 jam sejak menetas. Sebagian ahli lainnya berpendapat, sekalipun mempunyai sisa – sisa kuning telur, bahwa anak Universitas Sumatera Utara ayam masih membutuhkan makanan. Pendapat ini pun masuk akal, sebab pertumbuhan pertama dari anak ayam berlangsung sangat cepat, sehingga banyak membutuhkan zat putih telur (protein). Karena itu sisa – sisa kuning telur tadi tidak mencukupi kebutuhan anak ayam untuk mendukung pertumbuhan tubuhnya (Muslim, 1993). Anak ayam yang baru menetas dapat bertahan tidak makan selama dua hari sejak ia ditetaskan, karena di dalam perutnya masih ada sisa kuning telur yang digunakan sebagai sumber energi (Rasyaf, 1989). Pada perkembangan embrio selanjutnya, kuning telur merupakan sumber energi. Selama penetasan, kuning telur terdiri dari 20% adalah berat badan anak ayam dan mengandung 20 – 40% lemak serta 20 – 25% protein. Menjelang berakhirnya masa inkubasi sisa kuning telur terkumpul di dalam rongga abdominal. Bagi anak ayam yang baru menetas, kuning telur tersedia sebagai energi sedangkan protein untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Sisa kuning telur cukup untuk kelangsungan hidup anak ayam hingga umur 3 – 4 hari tanpa diberikan ransum, tetapi tidak dapat mendukung perkembangan saluran pencernaan dan sistem kekebalan ataupun pertambahan berat badan. Selanjutnya kebanyakan protein berisi berbagai biomolekuler berharga seperti maternal antibodi yang digunakan untuk kekebalan pasif yang berguna daripada sebagai sumber asam amino. Pecahan lipid dari kuning telur sebagian besar berisi trigliserida, phospolipid dan sejumlah kecil ester kolesterol serta asam lemak tidak bebas. Pada saat penetasan anak ayam, kuning telur dimanfaatkan baik oleh endositosis dari kandungan kuning telur ke dalam sirkulasi atau oleh batang kuning telur ke dalam usus halus. Pergerakan anti peristaltik mentransfer kuning telur ke usus halus dimana acyl – lipid di cerna oleh Universitas Sumatera Utara enzim lipase dari pankreas dan diserapnya (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006). Pemberian Ransum yang Lebih Awal Dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur Sisa kuning telur pada umumnya akan habis hingga 4 hari setelah menetas. Studi terbaru mengindikasikan bahwa sisa kuning telur digunakan lebih cepat oleh anak ayam yang sudah mendapatkan ransum lebih awal pada anak ayam broiler saat menetas adalah 6,5 gram, yang berkurang menjadi 0,4 gram dalam waktu 96 jam pada anak ayam yang diberi ransum segera setelah menetas (Gambar 2), tetapi berat kuning telur yang tersisa pada anak ayam yang dipuasakan 24 dan 48 jam adalah 0,7 gram dan 1,5 gram setelah 96 jam. Hal ini disebabkan karena gerakan anti peristaltik yang mentransfer kuning telur hingga ke duodenum karena dirangsang dengan kehadiran makanan di dalam saluran usus. Tetapi pada proses penetasan anak ayam di perunggasan komersial, anak ayam akan ditransfer dari inkubator ketika sebagian besar telah terlepas dari kerabang telur. Diikuti dengan proses selanjutnya seperti sexing, vaksinasi dan pengemasan yang dilakukan sebelum dimasukkan ke dalam box untuk dikirim. Jadi dalam kenyataannya, anak ayam seringkali tidak mendapatkan air minum dan ransum, yang menyebabkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan terlambat. Oleh karena segera setelah penetasan merupakan periode kritis untuk perkembangan dan kelangsungan hidup bagi anak ayam (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006). Universitas Sumatera Utara Gambar 2. Grafik pengaruh ketiadaan ransum setelah penetasan (0 – 48 jam) iiterhadap berat badan broiler pada interval 48 jam Sedangkan pada anak ayam yang diberi ransum segera dan dipuasakan 24 jam tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap berat badan. Dilaporkan juga dari studi lain bahwa ayam yang tidak diberi ransum dan air minum dalam kurun waktu 48 jam setelah menetas dapat menurunkan berat badan 7,8 % dibandingkan dengan anak ayam yang diberi ransum segera setelah menetas. Pada percobaan lain dilaporkan bahwa pullet dan anak ayam yang dipuasakan selama 48 jam atau lebih akan memperlambat pertambahan berat badan dan perkembangan usus, menurunkan areal penyerapan usus dan membatasi kapasitas pengambilan nutrien yang penting, jadi merupakan kontribusi untuk pertumbuhan terlambat di kemudian hari akan menurun. Pemberian ransum yang lebih cepat pada anak ayam akan meningkatkan persentase daging dada yang dihasilkan hingga 7 – 9% jika dibandingkan dengan anak ayam yang dipuasakan. Hal ini berkaitan dengan perbedaan perkembangan kerangka dan otot atau efek jangka panjang dengan pemberian ransum yang lebih awal (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006). Universitas Sumatera Utara Keterlambatan pemberian ransum ternyata memberikan efek yang negatif terhadap pertambahan berat badan broiler. Keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman DOC menyebabkan pertambahan berat badan ayam lebih lambat. Pada hari ke-7 sampai hari ke-8, ayam yang diberikan ransum lebih awal menghasilkan berat badan yang lebih tinggi 20 g dibandingkan berat badan ayam yang terlambat 15 jam diberi ransum. Pengaruh keterlambatan ini sangat signifikan pada umur 35 – 40 hari. Perbedaan berat badan 80 g yang mana dapat mengurangi pendapatan terlihat mencapai peternak broiler (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006). Gambar 3. Grafik Pengaruh berat badan terhadap keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman DOC Efek Kuning Telur (Yolk) Terhadap Saluran Pencernaan Pada saat penetasan, anatomi sistem pencernaan anak ayam belum sempurna dan kapasitas fungsi awalnya belum berkembang seluruhnya. Saluran pencernaan mengalami perubahan morfologi (bertambahnya panjang usus serta kepadatan dan tinggi vili) dan perubahan fisiologi (meningkatnya produksi pankreas dan enzim Universitas Sumatera Utara pencernaan) termasuk meningkatnya area permukaan pencernaan dan penyerapan. Segera setelah periode penetasan, berat usus halus akan meningkat lebih cepat dari berat tubuh dan akan terus meningkat hingga maksimum sampai umur 6 – 10 hari. Namun organ pencernaan seperti gizzard (rempela) ukurannya tidak menunjukkan peningkatan perubahan paralel dalam ukuran yang relatif. Keberadaan nutrisi pada lumen usus akan merangsang pertumbuhan vili usus. Morfologi epithelium usus terutama dipengaruhi oleh ketiadaan makanan. Hal ini dilaporkan bahwa tinggi villi duodenum dan perputaran sel usus secara signifikan berkurang pada anak ayam yang dipuasakan 24 jam. Dilaporkan juga bahwa tidak adanya ransum dan air minum dalam 24, 48 dan 72 jam setelah anak ayam menetas akan mempengaruhi perkembangan vili usus. Jadi, pengaruh peningkatan pertumbuhan dari pemberian ransum yang lebih awal dapat diterangkan dengan perubahan perkembangan saluran pencernaan. Data hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemberian ransum lebih awal pada anak ayam setelah menetas (dalam waktu 24 – 48 jam) akan mempengaruhi perkembangan saluran pencernaan (Tabel 4). Tabel 4.iPengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan ransum pada umur 4 hari Ketiadaan ransum setelah penetasan 0 jam 24 jam 48 jam Proventriculus Hati dan Pankreas Duodenum Jejenum Ileum Gizzard 3.76 3.71 3.24 7.91 8.03 7.80 0.38 0.36 0.20 2.94 2.89 2.78 2.82 2.85 2.39 2.12 2.07 1.65 Ayam yang diberikan ransum lebih awal akan meningkatkan permukaan penyerapan usus, menuju ke assimilasi nutrisi yang lebih besar dan tumbuh lebih baik. Usus halus akan berkembang lebih baik dengan adanya makanan, namun jika ransum eksogenous tidak ada maka anak ayam akan berkembang dipacu dengan Universitas Sumatera Utara mengkonsumsi ransum dan enzim ini akan terus menerus disekresikan relatif konstan jika anak ayam mengkonsumsi ransum. Anak ayam yang mencerna makanan maka aktifitas enzim tripsin, amilase dan lipase akan meningkat yang berkorelasi dengan peningkatan berat usus dan berat badan. Pengambilan nutrisi seperti glukosa dan metionin adalah rendah (25 – 30%) segera setelah ayam menetas. Pemberian ransum yang rendah natrium akan menurunkan pengambilan nutrisi di usus sehingga disarankan nutrisi penting diberikan di awal periode penetasan. Pankreas, hati dan usus halus berkembang cepat setelah anak ayam menetas, sehingga hal ini perlu diperhatikan. Pemberian ransum lebih awal akan merangsang perkembangan organ tersebut, meningkatkan kapasitas pencernaan dan penyerapan usus. Total aktifitas enzim pencernaan cenderung meningkat selama periode setelah bereaksi dengan adanya makanan dalam usus (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006). Universitas Sumatera Utara