8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran Matematika Kelas IV SD
a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD
Setiap
fase
perkembangan
manusia
memiliki
karakteristik
tersendiri. Karakteristik merupakan ciri khas yang membedakan suatu
individu dengan individu lainnya. Siswa sekolah dasar pada umumnya
berada pada rentang usia 7-12 tahun. Mereka memiliki karakteristik atau
ciri yang berbeda dengan orang dewasa. Ciri ini dapat dilihat dari
pertumbuhan dan perkembangannya. Sobur (2011: 130) menyatakan bahwa
pertumbuhan berarti proses perubahan yang berhubungan dengan
kehidupan jasmaniah individu, sedangkan perkembangan merupakan proses
perubahan yang berhubungan dengan hidup kejiwaan individu yang
biasanya melahirkan tingkah laku. Pertumbuhan dapat dilihat dari
perubahan fisik, sedangkan perkembangan dapat dilihat dari kematangan
kognitif, sosial, mental dan bahasa. Anak usia SD memiliki karakteristik
yang harus diperhatikan oleh guru untuk menunjang proses perkembangan
belajar mereka. Guru harus memahami karakteristik siswanya agar tujuan
pembelajaran yang diinginkan tercapai. Jika guru dapat memahami
karakteristik
siswa
dengan
baik,
maka
guru
dapat
memberikan
pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristiknya agar dapat
meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan kebutuhannya.
Piaget (Desmita, 2013: 46-47) membagi tahap perkembangan
kognitif menjadi empat tahap sebagai berikut:
8
9
Tabel 2.1 Tahap perkembangan kognitif anak
Tahap
Usia
Gambaran
Sensorimotor
0–2
Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif
pada saat lahir sampai permulaan pemikiran
simbolis.
Bayi
membangun
suatu
pemahaman
tentang
dunia
melalui
pengkoordinasian pengalaman-pengalaman
sensor dengan tindakan fisik.
Preoperational
2–7
Anak mulai mempresentasikan dunia dengan
kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan
gambar-gambar ini menunjukkan adanya
peningkatan pemikiran simbolis dan
melampaui hubungan informasi sensor dan
tindakan fisik
Concrete
operational
7-11
Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis
mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret
dan mengklasifikasikan benda-benda ke
dalam bentuk-bentuk yang berbeda
Formal
operational
11-15
Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih
abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistis
Sumber: Desmita (2013, 46-47)
Piaget juga menyebutkan usia 7-12 tahun termasuk stadium
operasional konkret, walaupun anak menggunakan istilah yang abstrak,
mereka melakukannya berkaitan dengan objek yang konkret, artinya objek
dengan mana mereka memiliki akses sensorik langsung (Atkinson, Smith
& Bem, 2010: 153). Dengan demikian, guru dapat menerapkan media
konkret
dalam
menyampaikan
pembelajaran
pembelajaran
materi
yang
untuk
pembelajaran.
dilaksanakan
memahamkan
Hal
menjadi
ini
siswa
dimaksudkan
bermakna
dan
pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik.
dalam
agar
tujuan
10
Menurut Suharjo (2006, 37-38),
anak-anak SD
memiliki
karakteristik pertumbuhan kejiwaan sebagai berikut:
1) Pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat. Hal ini sangat penting
peranannya bagi pengembangan dasar yang diperlukan sebagai
makhluk individu dan sosial.
2) Kehidupan sosialnya diperkaya selain kemampuan dalam hal kerjasama
juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya.
3) Semakin menyadari diri selain mempunyai keinginan, perasaan tertentu
juga semakin bertumbuhnya minat tertentu.
4) Kemampuan berpikirnya masih dalam tingkatan persepsional
5) Dalam bergaul, bekerjasama dan kegiatan bersama tidak membedakan
jenis yang menjadi dasar adalah perhatian dan pengalaman yang sama.
6) Mempunyai kesanggupan untuk memahami hubungan sebab akibat.
7) Ketergantungan kepada orang dewasa semakin berkurang dan kurang
memerlukan perlindungan orang dewasa.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa siswa kelas IV SD berada pada rentang usia 10-11 tahun termasuk
dalam tahap operasional konkret, tahap ini anak mulai mengenal istilah
abstrak namun lebih memahami sesuatu yang konkret, anak menyadari
adanya keinginan, perasaan, dan minat terhadap suatu hal, cenderung
menyukai penyelesaian masalah dengan melakukan kerjasama kelompok
dengan teman sebaya tanpa membedakan jenis.
Dari kesimpulan mengenai karakteristik siswa usia kelas IV
sekolah dasar, maka penerapan model pembelajaran Course Review Horay
dengan media konkret dirasa sangat tepat, karena siswa menyukai untuk
berkelompok dan bekerjasama dengan teman sebaya dan juga menyukai
hal-hal konkret dalam membantu memahami sesuatu yang dipelajari
siswa.
11
b. Hakikat Pembelajaran
1) Belajar
Belajar merupakan suatu proses utama dalam pendidikan.
Menurut Sobur (2011: 218), belajar dapat diartikan sebagai perubahan
perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman. Perubahan
perilaku yang dimaksud bukan karena kerusakan atau cacat fisik,
penyakit, obat-obatan, atau perubahan karena proses pematangan. Hal
senada disampaikan oleh Majid (2012: 15) yang menyatakan bahwa
belajar pada hakikatnya merupakan proses perubahan di dalam
kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian.
Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai
suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Gagne (Dimyati dan
Mudjiono, 2013: 10) menyebutkan bahwa belajar terdiri dari tiga
komponen penting, yaitu kondisi ekternal, kondisi internal, dan hasil
belajar.
Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
belajar adalah suatu proses perubahan yang dialami individu berupa
perubahan sikap/kepribadian, kecakapan, kebiasaan, serta kepandaian
sebagai hasil dari latihan dan atau pengalaman yang bisa dipengaruhi
oleh kondisi internal dan kondisi eksternal. Oleh sebab itu, guru harus
mampu membantu siswa mencapai perubahan tersebut.
2) Pembelajaran
Menurut Susanto (2015: 19) pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar terjadi proses perolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan
sikap dan keyakinan peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran
adalah proses untuk membantu peserta didik belajar dengan baik.
Menurut Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 (2005: 4)
dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
12
Nasution
(Sugihartono,
dkk.
2007:
80)
mendefinisikan
pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik
sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian ini tidak
hanya ruang belajar, namun juga meliputi guru, alat peraga,
perpustakaan, laboratorium dan sebagainya yang relevan dengan
kegiatan belajar siswa. Menurut pendapat Knirk & Gustafson (Sagala,
2013: 64) pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis
melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Sedangkan menurut
Huda (2013: 5) pembelajaran adalah perubahan tingkah laku dan
perubahan kapasitasnya dalam belajar ke arah yang lebih baik.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pengertian pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta
didik, pendidik, alat pembelajaran dan sumber belajar dalam suatu
lingkungan belajar yang memerlukan keterampilan dasar guru dalam
mengajar secara terpadu serta menciptakan sistem lingkungan
pembelajaran yang efektif, efisien, aktif, dan bermakna sehingga terjadi
perubahan tingkah laku dan perubahan kapasitas ilmu peserta didik ke
arah yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
3) Prinsip-prinsip Pembelajaran
Dalam pembelajaran tentunya ada prinsip-prinsip dalam
pembelajaran. Seorang guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip
pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik siswa sehingga
pembelajaran menjadi efektif. Berkaitan dengan prinsip-prinsip
pembelajaran, Majid (2012: 131–132) menyatakan bahwa prinsip–
prinsip pembelajaran yaitu motivasi, fokus, pembicaraannya tidak
terlalu cepat, repetisi, analogi langsung, memperhatikan keragaman
anak, memperhatikan tujuan moral, memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangan anak, menumbuhkan kreativitas anak, berbaur dengan
anak–anak, aplikasi, doa, dan teladan. Selain itu, Susanto (2015: 87-88)
mengemukakan bahwa ada sepuluh prinsip pembelajaran yaitu: a)
13
prinsip motivasi, b) prinsip latar belakang, c)prinsip pemusatan
perhatian, d) prinsip keterpaduan, e) prinsip pemecahan masalah, f)
prinsip menemukan, g) prinsip belajar sambil bekerja, h) prinsip belajar
sambil bermain, i) prinsip perbedaan individu, dan j) prinsip hubungan
sosial.
Dari beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa prinsip-prinsip pembelajaran yang harus diperhatikan oleh
seorang guru antara lain yaitu: prinsip motivasi, pemusatan perhatian,
memperhatikan tujuan moral, memperhatikan keragaman anak dan
pertumbuhan
perkembangan
anak,
menumbuhkan
kreativitas,
pemecahan masalah, keterpaduan, dan hubungan sosial. Prinsip-prinsip
tersebut hendaknya diterapkan guru dalam proses pembelajaran agar
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan sesuai dengan
harapan serta karakteristik siswa.
4) Karakteristik Pembelajaran
Menurut Puskur (Majid, 2012: 24) karakteristik pembelajaran
yaitu berpusat pada siswa, mengembangkan kreativitas siswa,
menciptakan kondisi yang menyenangkan, bermuatan nilai, serta
menyediakan pengalaman yang beragam. Karakteristik pembelajaran
tersebut disesuaikan terhadap karakteristik siswa, yaitu siswa menyukai
kondisi yang menyenangkan untuk belajar, dan siswa dapat
mengembangkan kreativitasnya secara bebas.
Menurut Sagala (2013: 63), pembelajaran memiliki dua
karakteristik yaitu:
Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental
siswa secara maksimal, bukan hanya sekedar mendengar, mencatat,
akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir.
Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan
proses tanya jawab terus-menerus yang diarahkan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
14
Sanjaya (2013: 79) juga menjelaskan mengenai karakteristik
pembelajaran yaitu:
a)
Pembelajaran berarti membelajarkan siswa
Di dalam konteks pembelajaran, tujuan utama mengajar
adalah membelajarkan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran
tidak diukur dari sejauh mana siswa telah menguasai materi
pelajaran, akan tetapi diukur dari sejauh mana siswa telah
melakukan proses belajar.
b) Proses pembelajaran berlangsung di mana saja
Kelas bukanlah tempat satu-satunya tempat untuk belajar
siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai
dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran yang dipelajari.
c)
Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan
Tujuan
pembelajaran
bukanlah
penguasaan
materi
pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Penguasaan materi hanya
sebagai tujuan untuk pembentukan tingkah laku yang lebih luas.
Artinya, sejauh mana materi pelajaran yang dikuasai siswa dapat
membentuk pola perilaku siswa itu sendiri.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa karakteristik pembelajaran yaitu: (1) berpusat pada siswa; (2)
mengembangkan kreativitas siswa; (3) menyediakan pengalaman yang
beragam bagi siswa; (4) menciptakan kondisi kelas yang menyenangkan
dan bermakna; (5) bermuatan nilai dan karakter; (6) berorientasi pada
pencapaian kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa;
(7) berlangsung dimana saja.
5) Tujuan Pembelajaran
Sebelum melaksanakan pembelajaran seorang guru harus
menentukkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai terlebih dahulu.
Guru adalah sumber utama tujuan bagi siswa. Oleh karena itu, guru
15
harus mampu memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna bagi
siswa dan dapat diukur. Tujuan pembelajaran menurut Sanjaya
(Susanto, 2015: 86) adalah kemampuan (kompetensi) atau keterampilan
yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan
proses pembelajaran tertentu. Sementara Sardiman (Susanto, 2015:41)
menjelaskan tujuan pembelajaran adalah tujuan pendidikan yang ingin
dicapai pada tingkat pengajaran. Hasil pencapaiannya berwujud siswa
yang secara bertahap terbentuk wataknya, kemampuan berpikir, dan
keterampilan teknologinya.
Sagala (2013:167) memaparkan tujuan pembelajaran hendaknya
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: spesifik atau khusus,
operasional, dan dapat diukur. Oleh karena itu, rumusan tujuan
pembelajaran yang disusun guru hendaknya tepat, operasional, dapat
diamati, menyeluruh, dan dapat diukur.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran merupakan tujuan dalam
pendidikan yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa setelah terjadi
proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam merumuskan tujuan
pembelajaran, guru hendaknya mengacu pada siswa, dimana tujuan
yang akan dicapai dalam pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa dan
kebutuhan siswa dalam belajar.
c. Pembelajaran Matematika di SD
1) Pengertian Matematika
Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan pada
semua jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak (diajarkan
secara informal), sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan
tinggi. Karena dengan belajar Matematika, kita dituntut untuk
menggunakan nalar secara kritis, dan aktif. Dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Matematika perlu diberikan
kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untk membekali
peserta didik dengan kemempuan berpikir logis,analitis, sistematis,
16
kritis, dan kreatif, serta kemampuan kerjasama. Seperti yang
diungkapkan oleh Susanto (2015: 185) Matematika merupakan salah
satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan
berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah
sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Wahyudi (2013: 3) menyatakan bahwa Matematika merupakan
suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui
proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh
sebagai akibat logis dari kebenaran yang sudah ada sebelumnya dan
diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam Matematika bersifat
sangat kuat dan jelas. Russefendi (Heruman, 2008: 1) juga menyatakan
bahwa Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak
menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan
dan struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak
didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan
akhirnya ke dalil.
Berdasarkan
pendapat
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
Matematika adalah disiplin ilmu yang mempelajari konsep-konsep yang
tersusun secara hierarkis yang dimulai dari pengkajian sederhana
menuju arah yang lebih kompleks dan menggunakan penalaran
deduktif.
2) Fungsi Pembelajaran Matematika
Wahyudi (2013: 3) menyatakan bahwa fungsi dari Matematika
yaitu
mengembangkan
kemampuan
bernalar
melalui
kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan
masalah melalui pola pikir dan model Matematika serta sebagai alat
komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan
gagasan. Sedangkan menurut Depdiknas (Indriyani, 2015: 13)
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar
melalui kegiatan penyelidikan dan eksplorasi sebagai alat pemecahan
17
masalah melalui pola pikir dan model Matematika serta sebagai alat
komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram dalam menjelaskan
gagasan.
Berdasarkan beberapa penjelasan tentang fungsi Matematika,
dapat disimpulkan bahwa fungsi Matematika yaitu membantu
mengembangkan kemampuan bernalar dan sebagai alat komunikasi
dalam menjelaskan berbagai bentuk simbol serta grafik dalam
menjelaskan gagasan suatu konsep.
3) Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Secara khusus, tujuan pembelajaran Matematika di sekolah dasar,
sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas (Susanto, 2015: 190):
a)
Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,
akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
b) Menggunakan
penalaran
pada
pola
dan
sifat,
melakukan
manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika
c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh
d) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
e) Memiliki
sikap
menghargai
kegunaan
Matematika
dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah
Tujuan pembelajaran Matematika menurut Wahyudi (2013: 3)
adalah melatih cara berpikir secara sistematika, logis, kritis, kreatif, dan
konsisten. Susanto (2015: 189) juga berpendapat bahwa tujuan
pembelajaran Matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu
dan terampil menggunakan Matematika. Selain itu juga, dengan
18
pembelajaran Matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar
dalam penerapan Matematika.
Dari pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
tujuan dari pembelajaran Matematika bagi siswa sekolah dasar adalah
untuk memahami konsep Matematika dan menggunakannya untuk
melatih menalar memahami permasalahan yang berkaitan dengan
Matematika dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan simbolsimbol tertentu untuk mengkomunikasikan hasil.
4) Ruang Lingkup Matematika Kelas IV SD
Mata pelajaran Matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan salah satu mata pelajaran yang
perlu diberikan mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik
untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.
Materi
pembelajaran Matematika tertata secara terpadu dalam standar
kompetensi mulai dari kelas satu sampai dengan kelas enam.
Ketercapaian
standar
kompetensi
dan
kompetensi
dasar
yang
dipersyaratkan ditiap kelas ditekankan pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan
(2006: 148), mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI
meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (a) bilangan, (b) geometri dan
pengukuran, dan (c) pengolahan data. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nazifah (2013: 4) bahwa mata pelajaran Matematika pada satuan
pendidikan SD meliputi aspek-aspek (a) bilangan, (b) geometri dan
pengukuran, serta (c) pengolahan data.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang
lingkup Matematika di sekolah dasar meliputi: (a) bilangan, (b)
pengukuran dan geometri, dan (c) pengolahan data. Pada penelitian ini,
peneliti mengambil pokok bahasan tentang pecahan. Materi pecahan
termasuk dalam aspek bilangan.
19
5) Materi Pecahan di Kelas IV SD
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran
Matematika SD/MI sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan
untuk kelas IV semester 2 tentang pecahan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika
tentang Pecahan Kelas IV SD Semester 2
Standar kompetensi
6. Menggunakan
pecahan dalam
pemecahan masalah
Kompetensi dasar
6.1 Menjelaskan
arti
pecahan
dan
urutannya.
6.2
Menyederhanakan
pecahan
berbagai
bentuk
6.3 Menjumlahkan pecahan.
6.4 Mengurangkan pecahan
6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan pecahan
Berdasarkan tabel Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
di atas, dalam penelitian ini menggunakan Standar Kompetensi 6.
Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, KD 6.1 Menjelaskan arti
pecahan dan urutannya, KD 6.2 menyederhanakan berbagai bentuk
pecahan, KD 6.3 Menjumlahkan pecahan, dan KD 6.4 Mengurangkan
pecahan. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut:
20
Tabel 2.3 Kompetensi Dasar dan Indikator Pecahan
Kompetensi Dasar
Indikator
6.1 Menjelaskan arti pecahan 6.1.1 Menjelaskan arti pecahan.
dan urutannya
6.1.2 Menyatakan
bagian
dengan
pecahan
6.1.3 Membandingkan nilai pecahan.
6.1.4 Mengurutkan nilai pecahan dari
terkecil ke terbesar.
6.1.5 Mengurutkan nilai pecahan dari
terbesar ke terkecil.
6.2 Menyederhanakan
berbagai bentuk pecahan
6.3 Menjumlahkan pecahan
6.4 Mengurangkan pecahan
6.2.1 Menentukan
pecahan-pecahan
senilai.
6.2.2 Menentukan pecahan dalam bentuk
paling sederhana.
6.3.1 Menjumlahkan
berpenyebut sama.
6.3.2 Menjumlahkan
berpenyebut tidak sama.
pecahan
6.4.1 Mengurangkan
berpenyebut sama.
6.4.2 Mengurangkan
berpenyebut tidak sama.
pecahan
pecahan
pecahan
a) Materi Pecahan di Kelas IV SD Semester II
(1) Menjelaskan Arti Pecahan dan Urutanya
Pecahan menurut Heruman (2008: 43) adalah bagian dari
sesuatu yang utuh. Pecahan merupakan lambang yang memuat
pasangan berurutan bilangan-bilangan bulat p dan q (q≠0), ditulis
dengan
, untuk menyatakan nilai x yang memenuhi hubungan
p : q = x.
Pada pecahan , p disebut pembilang dan q disebut penyebut
pecahan tersebut.
21
Berikut contoh pecahan dengan menggunakan kertas.
+
1 satuan utuh
dari satuan utuh
dari satuan utuh
Satu kertas utuh dilipat atau dibagi menjadi 2. Satu bagian
kertas yang dilipat diarsir. Setiap satu bagian nilainya adalah , 1
sebagai pembilang, sedangkan 2 sebagai penyebut.
Pecahan yang satu dengan yang lainnya dapat dibandingkan
dan
diurutkan
nilainya.
Membandingkan
pecahan
dapat
menggunakan potongan kertas lipat dengan melihat luas daerah
yang merupakan bentuk visual pecahan tersebut.
1 satuan utuh
Maka, 1 ˃
dari satuan utuh
dari satuan utuh
˃
Cara membandingkan pecahan juga dapat menggunakan
garis bilangan. Untuk membandingkan pecahan dengan garis
bilangan, kamu harus membuat pecahan tersebut dalam garis-garis
bilangan dengan ruas garis antara 0 dan 1.
22
Berdasarkan garis-garis bilangan tersebut, kamu dapat menyatakan
bahwa:
1) Letak
ada di sebelah kiri
, maka
kurang dari
, ditulis
lebih dari
, ditulis
sama dengan
, ditulis
;
2) Letak
ada di sebelah kanan
, maka
;
3) Letak
segaris dengan
, , maka
;
Jika menjumpai 2 pecahan yang penyebutnya tidak sama,
maka langkah untuk membandingkannya adalah:
a) Menyamakan penyebutnya terlebih dahulu menggunakan KPK
b) Membandingkan pembilangnya, jika pembilangnya lebih besar,
maka nilainya juga lebih besar.
(2) Menentukan
Pecahan
Senilai
dan
Menyederhanakan
Berbagai Bentuk Pecahan
Pecahan-pecahan
senilai
memiliki
nilai
yang
sama.
Perhatikan gambar berikut yang menyatakan nilai pecahan yang
sama.
23
Jika diperhatikan, bagian yang diarsir dari masing-masing
lingkaran adalah sama. Maka dari itu pecahan-pecahan tersebut
dinyatakan senilai. Perhatikan operasi berikut:
=
=
=
=
=
=
=
=
Sebuah pecahan tidak akan berubah nilainya jika pembilang
dan penyebutnya dikalikan dengan bilangan yang sama.
=
=
=
=
=
=
=
=
Sebuah pecahan juga tidak akan berubah nilainya jika
pembilang dan penyebutnya dibagi dengan bilangan yang sama.
Karena setiap pecahan mempunyai pecahan lain yang senilai maka
aturan penulisan pecahan yang baku adalah menggunakan pecahan
yang paling sederhana.
Pecahan
merupakan bentuk paling sederhana dari pecahan-
pecahan , , , dan
karena
tidak dapat dibagi lagi dengan
bilangan yang sama.
(3) Menjumlahkan Pecahan
Penjumlahan pecahan dengan penyebut yang sama dilakukan
dengan
menjumlahkan
pembilang-pembilangnya.
Sedangkan
penyebutnya tidak dijumlahkan.
Contoh: +
=
=
Untuk penjumlahan pecahan dengan penyebut yang tidak
sama dilakukan dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu
dengan mencari KPK bilangan tersebut.
Contoh: +
= ….
24
Penyebut kedua pecahan adalah 2 dan 3 dengan KPK 6.
Jadi,
(4)
+ =
+
= + =
Mengurangkan Pecahan
Pengurangan pecahan dengan penyebut
dilakukan
dengan
mengurangkan
yang
sama
pembilang-pembilangnya.
Sedangkan penyebutnya tidak dikurangkan.
Contoh: - =
=
Sedangkan pengurangan pecahan dengan penyebut yang tidak
sama dilakukan dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu
dengan mencari KPK bilangan tersebut.
Contoh: - = ….
Penyebut kedua pecahan adalah 2 dan 3 dengan KPK 6.
Jadi, -
=
-
= - = =
Berdasarkan beberapa paparan tentang karakteristik siswa kelas IV
SD, hakikat pembelajaran, dan pembelajaran Matematika di SD, maka
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika kelas IV SD adalah
suatu proses interaksi antara peserta didik, pendidik, alat pembelajaran dan
sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar yang memerlukan
keterampilan dasar guru dalam mengajar secara terpadu serta menciptakan
sistem lingkungan pembelajaran yang efektif, efisien, aktif, dan bermakna
sehingga terjadi perubahan tingkah laku, dan perubahan kapasitas ilmu
yang dimiliki siswa kelas IV SD ke arah yang lebih baik pada pembelajaran
Matematika yang akan tampak dari hasil belajar siswa mengenai
menjelaskan arti pecahan dan urutannya, menyederhanakan berbagai
bentuk pecahan, menjumlahkan pecahan, dan mengurangkan pecahan.
25
2. Penerapan Model Course Review Horay dengan Media Konkret
a. Model Course Review Horay
1) Pengertian Model Pembelajaran
Pengertian model pembelajaran menurut Trianto (2014: 52)
adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan
pembelajaran.
Menurut Arends (Trianto, 2014: 51) model pembelajaran
merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan
pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuantujuan
pengajaran,
tahap-tahap
dalam
kegiatan
pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Sedangkan Joyce dan
Weil (Trianto, 2014:51-52) menyatakan bahwa: “Models of teaching
are really models of learning. As we help student acquire information,
ideas, skills, value, ways of thinking and means of expressing
themselves, we are also teaching them how to learn”. Hal ini berarti
bahwa model mengajar merupakan model belajar. Dengan model
tersebut guru dapat membantu siswa untuk mendapatkan atau
memperoleh
informasi,
ide,
keterampilan,
cara
berpikir,
dan
mengekspresikan ide diri sendiri. Selain itu, mereka juga mengajar
bagaimana mereka belajar.
Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran adalah kerangka konseptual sebagai landasan
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas, yang mengacu pada
pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya
tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
26
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Dalam hal ini model
pembelajaran juga dapat membantu siswa dalam belajar.
2) Pengertian Model Course Review Horay
Shoimin (2014: 54) berpendapat bahwa pembelajaran Course
Review Horay merupakan salah satu pembelajaran kooperatif, yaitu
kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokkan siswa dalam
kelompok-kelompok
kecil.
Pembelajaran
ini
merupakan
suatu
pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang
diisi dengan soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya.
Siswa yang paling terdahulu mendapatkan tanda benar langsung berseru
horay atau yel-yel lainnya.
Huda (2013: 229-230) juga menjelaskan bahwa Course Review
Horay merupakan model pembelajaran yang dapat menciptakan
suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa
yang dapat menjawab benar diwajibkan berseru “horee!!” atau yel-yel
lainnya yang disukai. Hal ini menarik bagi siswa karena siswa dapat
mengekspresikan keberhasilannya dalam menjawab soal yang diberikan
kepada mereka. Siswa akan menjadi lebih tertarik dan antusias dalam
belajar dan mengerjakan soal.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Course Review Horay adalah model pembelajaran
kooperatif yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah,
menyenangkan dan mengaktifkan siswa karena setiap siswa yang dapat
menjawab dengan benar, langsung berseru “horee!!” atau yel-yel
kelompok masing-masing.
3) Langkah-langkah Model Course Review Horay di SD
Dalam merancang dan menerapkan langkah-langkah model
pembelajaran, seorang guru harus bisa menyesuaikan dengan kondisi
dan karakteristik siswanya, seperti halnya dalam merancang dan
menerapkan langkah-langkah penggunaan model Course Review
Horay. Menurut Shoimin (2014: 55) mengemukakan langkah-langkah
27
model pembelajaran Course Review Horay sebagai berikut: (a) guru
menyampaikan
kompetensi
mendemonstrasikan
atau
yang
menyajikan
ingin
dicapai,
materi,
(c)
(b)
guru
memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya jawab, (d) untuk menguji
pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan
kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai selera masing-masing
siswa, (d) guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di
dalam kotak
yang
nomornya
disebutkan
guru
dan
langsung
didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (√) dan salah diisi tanda (x),
(f) siswa yang sudah mendapat tanda benar (√) vertikal, atau
horisontal, atau diagonal berseru horay atau yel-yel lainnya, (g) nilai
siswa dihitung dari jawaban benar atau jumlah horay yang diperoleh
dan, (h) penutup.
Huda (2013: 230-231) menjelaskan langkah-langkah model
pembelajaran Course Review Horay adalah sebagai berikut: (a) guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, (b) guru menyajikan
atau mendemonstrasikan materi sesuai topik dengan tanya jawab, (c)
guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok, (d) untuk menguji
pemahaman, siswa diminta membuat kartu atau kotak sesuai dengan
kebutuhan. Kartu atau kotak tersebut kemudian diisi dengan nomor
yang ditentukan guru, (e) guru membaca soal secara acak dan siswa
menuliskan jawabannya di dalam kartu atau kotak yang nomornya
disebutkan guru, (f) setelah pembacaan soal dan jawaban siswa ditulis
di dalam kartu atau kotak, guru dan siswa mendiskusikan soal yang
telah diberikan tadi, (g) bagi pertanyaan yang dijawab dengan benar,
siswa memberi tanda check list dan langsung berseru „horee!!‟, (h) guru
memberikan reward pada kelompok yang memperoleh nilai tertinggi
atau yang paling sering memperoleh „horee!‟.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah model pembelajaran Course Review Horay: (a) guru
menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, (b) guru menyajikan
28
materi, (c) guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok, (d) siswa
membuat kartu sesuai dengan kebutuhan dan tiap kartu diisi nomor
yang ditentukan guru, (e) guru membacakan soal, (f) siswa berdiskusi
menulis jawaban pada kartu yang nomornya disebutkan guru (g) guru
dan siswa mendiskusikan jawaban soal, kalau benar diisi tanda benar
(√) dan salah diisi tanda (x), (h) siswa yang sudah mendapat tanda
benar (√) berseru horay atau yel-yel lainnya yang telah disepakati
bersama, (i) penutup
4) Kelebihan dan Kekurangan Model Course Review Horay
Setiap
model
pembelajaran
mempunyai
kelebihan
dan
kekurangan. Begitu juga dengan model pembelajaran Course Review
Horay yang memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Huda (2013:
231) mengemukakan model Course Review Horay memiliki beberapa
kelebihan yaitu: (a) strukturnya yang menarik dan dapat mendorong
siswa untuk dapat terjun ke dalamnya, (b) model yang tidak monoton
karena diselingi dengan hiburan, sehingga suasana tidak menegangkan,
(c) semangat belajar yang meningkat karena suasana pembelajaran
berlangsung menyenangkan, dan (4) skill kerja sama antar siswa yang
semakin terlatih. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran
Course Review Horay adalah: (a) penyamarataan nilai antar siswa pasif
dan aktif, (b) adanya peluang untuk curang, dan (c) beresiko
mengganggu suasana belajar kelas lain.
Selain kelebihan dan kekurangan model pembelajaran yang telah
diungkapkan di atas, Shoimin (2014: 55) juga mengemukakan
kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Course Review Horay.
Kelebihan model ini yaitu: (a) Menarik sehingga mendorong siswa
terlibat di dalamnya, (b) tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan
sehingga suasana tidak menegangkan, (c) siswa lebih semangat belajar,
(d) melatih kerjasama. Sedangkan kekurangan dari model ini adalah: (a)
adanya peluang untuk curang, (b) siswa aktif dan pasif nilainya
disamakan.
29
Sucita (Susilowati, 2015: 37-38) juga mengungkapkan beberapa
kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Course Review Horay,
kelebihannya adalah: (a) pembelajaran lebih menarik artinya dengan
menggunakan model Course Review Horay siswa akan bersemangat
dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru karena banyak
diselingi dengan games ataupun simulasi lainnya, (b) mendorong siswa
untuk terjun ke dalam situasi pembelajaran artinya siswa diajak ikut
serta dalam melakukan suatu games atau simulasi yang diberikan guru
kepada siswa yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan
guru, (c) pembelajaran tidak monoton karena diselingi dengan hiburan
atau game, dengan begitu siswa tidak akan merasa jenuh yang bisa
menjadikannya tidak berkonsentrasi terhadap apa yang dijelaskan guru,
(d) siswa lebih semangat belajar karena suasana belajar lebih
menyenangkan artinya kebanyakan dari siswa mudah merasakan jenuh
apabila metode yang digunakan oleh guru adalah metode ceramah, (e)
adanya komunikasi dua arah artinya siswa dengan guru akan mampu
berkomunikasi dengan baik, dapat melatih siswa agar dapat berbicara
secara kritis, kreatif, dan inovatif. Sedangkan kekurangan model Course
Review Horay menurut Sucita adalah: (a) siswa aktif dan siswa yang
tidak aktif nilainya disamakan, (b) adanya peluang berlaku curang.
Dari uraian-uraian pendapat mengenai kekurangan model Course
Review Horay, maka perlu adanya solusi untuk mengatasi beberapa
kekurangan tersebut sehingga model Course Review Horay dapat
dilaksanakan dengan baik. Solusi tersebut yaitu: (a) perhatian guru tidak
hanya menyeluruh terhadap kelompok tetapi juga terhadap setiap
individu siswa, sehingga kemungkinan kecurangan yang dilakukan
siswa dapat dikurangi; (b) guru harus lebih teliti dalam memberikan
penilaian, tambahkan aspek keaktifan dalam deskriptor penilaian
masing-masing individu sehingga siswa yang aktif dan siswa pasif
nilainya tidak disamakan; (c) berikan batasan atau aturan khusus
terhadap siswa dalam melaksanakan langkah perayaan yang dapat
30
mengurangi kemungkinan kegaduhan yang timbul yang dapat
mengganggu kelas lain.
Dari beberapa paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran Course Review Horay memiliki beberapa
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran Course
Review Horay sebagai berikut: (a) pembelajaran lebih menarik,
sehingga siswa menjadi lebih aktif, (b) pembelajaran tidak monoton
sehingga siswa tidak cepat bosan, (c) siswa menjadi lebih semangat,
karena suasana belajar yang menyenangkan, (d) melatih kerjasama
antar siswa. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran Course
Review Horay adalah: (a) adanya kemungkinan terjadi kecurangan, (b)
siswa aktif dan siswa pasif nilainya sama, (c) keramaian yang
ditimbulkan dapat mengganggu kelas lain. Serta solusi untuk mengatasi
kekurangan model yaitu: (a) perhatian guru tidak hanya menyeluruh
terhadap kelompok tetapi juga terhadap setiap individu siswa, sehingga
kemungkinan kecurangan yang dilakukan siswa dapat dikurangi; (b)
guru harus lebih teliti dalam memberikan penilaian, tambahkan aspek
keaktifan dalam deskriptor penilaian masing-masing individu sehingga
siswa yang aktif dan siswa pasif nilainya tidak disamakan; (c) berikan
batasan atau aturan khusus terhadap siswa dalam melaksanakan langkah
perayaan yang dapat mengurangi kemungkinan kegaduhan yang timbul
yang dapat mengganggu kelas lain.
b. Media Konkret
1) Pengertian Media Pembelajaran
Media pembelajaran merupakan salah satu unsur yang terkait
dengan proses belajar. Menurut Padmono (2011: 12), media berarti
segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan sehingga subjek didik
terangsang pikiran, emosinya sehingga timbul perhatian/minat dan
memungkinkan subjek belajar. Arsyad (2014: 4-5) juga menyatakan
media sebagai komponen sumber belajar atau wahana fisik yang
mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat
31
merangsang siswa untuk belajar. Selain itu Hamalik (2014: 51)
menjelaskan bahwa media belajar merupakan semua alat yang dapat
digunakan untuk membantu siswa melakukan perbuatan belajar,
sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang termasuk dalam komponen
sumber belajar yang dapat digunakan untuk menyampaikan atau
mengantarkan pesan pembelajaran sehingga siswa sebagai pebelajar
terangsang perhatian, minat, motivasi, perasaan, dan pikirannya untuk
belajar sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif.
2) Macam-macam Media Pembelajaran
Ada beberapa jenis media pembelajaran yang bisa digunakan
dalam proses belajar mengajar seperti yang disampaikan oleh Padmono
(2011: 17-18) yaitu: (a) media grafis; gambar/foto, grafik, diagram, (b)
media tiga dimensi; realita, model, spesimen, (c) media proyeksi
(Diam); OHT, Slide, Film Strip, Gerak; Film Gelang), (d) media audio;
radio, rekaman, piringan hitam, (e) media audiovisual; video, film, slide
suara, dan (f) penggunaan lingkungan sebagai media.
Susilana dan Riyana (2007: 13) mengklasifikasikan media dari
dua sudut pandang yaitu berdasarkan bentuk informasi yang digunakan
dan bentuk dan cara penyajiannya. Menurut bentuk informasi yang
digunakan yaitu (a) media visual diam, (b) media visual gerak, (c)
media audio, (d) media audio visual diam, dan (e) media audio visual
gerak. Sedangkan menurut bentuk penyajian dan cara penyajiannya
Susilana dan Riyana membagi media menjadi beberapa kelompok yaitu:
(a) kelompok kesatu; grafis, bahan cetak dan gambar diam, (b)
kelompok kedua; media proyeksi diam, (c) kelompok ketiga; media
audio, (d) kelompok keempat; media audio, (e) kelompok kelima;
media gambar hidup/film, (f) kelompok keenam; media televisi, dan (g)
kelompok ketujuh; multi media.
32
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa
macam media pembelajaran yang dapat digolongkan ke dalam tiga
besar golongan media yaitu media visual, media audio, dan media
audio-visual.
3) Manfaat Media Pembelajaran
Secara umum manfaat media dalam pembelajaran menurut
Suwarna (2006: 128) adalah memperlancar interaksi guru dan siswa,
dengan maksud untuk membantu siswa belajar secara optimal.
Sedangkan menurut Kemp and Dayton (Susilana dan Riyana, 2007: 9)
media pembelajaran memiliki konstribusi sebagai berikut: (a)
penyampaian
pesan
pembelajaran
dapat
lebih
terstandar,
(b)
pembelajaran dapat lebih menarik, (c) pembelajaran menjadi lebih
interaktif dengan menerapkan teori belajar, (d) waktu pelaksanaan
pembelajaran, (e) kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, (f) proses
pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan,
(g) sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses
pembelajaran dapat ditingkatkan, (h) peran guru berubah ke arah
positif.
Sedangkan
Hamalik
(2014:
51)
mengungkapkan
bahwa
pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat
lebih menarik, menjadi konkret, mudah dipahami, hemat waktu dan
tenaga, dan hasil belajar lebih bermakna.
Selain itu dijelaskan secara khusus manfaat penggunaan media di
sekolah dasar oleh Djamarah dan Zain (2013: 137) bahwa manfaat
penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar, terutama untuk
tingkat SD, sangat penting. Sebab pada masa ini siswa masih berpikir
konkret, belum mampu berpikir abstrak. Kehadiran media sangat
membantu mereka dalam memahami konsep tertentu, yang tidak atau
kurang mampu dijelaskan dengan bahasa.Ketidakmampuan guru
menjelaskan sesuatu bahan itulah dapat diwakili oleh peranan media.
33
Disini nilai praktis media terlihat, yang bermanfaat bagi siswa dan guru
dalam proses belajar mengajar.
Dari pendapat para ahli yang telah diuraikan mengenai manfaat
media pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat media
pembelajaran adalah: (a) penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih
terstandar dan interaktif, (b) pembelajaran dapat lebih menarik, (c)
membantu siswa belajar secara optimal, (d) materi menjadi lebih
konkret dan mudah dipahami, (e) hemat waktu dan tenaga, dan (f)
menjadikan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.
4) Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Menentukan kriteria pemilihan media pembelajaran yang akan
digunakan dalam menyampaikan pelajaran merupakan langkah yang
sangat penting. Jika dilihat dari fungsinya, media pembelajaran
merupakan hal penunjang yang vital, yaitu membantu guru dalam
menyampaikan isi dari pembelajaran. Menurut Suwarna (2006: 138)
ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan media yaitu: (a)
tujuan instruksional yang ingin dicapai, (b) karakteristik siswa, (c) jenis
rangsangan belajar yang diinginkan (audio atau visual), keadaan latar
atau lingkungan, dan gerak atau diam, (d) ketersediaan sumber
setempat, (e) apakah media siap pakai, ataukah media rancang, (f)
kepraktisan dan ketahanan media, (g) efektivitas biaya dalam jangka
panjang.
Menurut Susilana dan Riyana (2007, 69-71) dalam menentukan
media pembelajaran yang akan digunakan oleh guru harus mengacu
pada beberapa kriteria sebagai berikut: (a) kesesuaian dengan tujuan
(instructional goals), (b) kesesuaian dengan materi pembelajaran
(instructional content), (c) kesesuaian dengan karakteristik pembelajar
atau siswa, (d) kesesuaian dengan teori, (e) kesesuaian dengan gaya
belajar siswa, (f) kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas
pendukung, dan waktu yang tersedia. Sedangkan menurut Padmono
(2011: 18), dari berbagai macam media yang ada, menetapkan beberapa
34
kriteria media dapat dipilih, kriteria tersebut adalah: (a) ketepatan
dengan tujuan pengajaran, (b) dukungan terhadap isi bahan pelajaran,
bahan yang bersifat fakta, konsep, prinsip, generalisasi sangat
memerlukan bantuan media untuk mempermudah, (c) pemudahan
memilih media, (d) keterampilan guru dalam menggunakannya, (e)
tersedianya waktu untuk penggunaan, (f) sesuai dengan taraf berpikir
siswa.
Dari beberapa pendapat mengenai kriteria pemilihan media
pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemilihan media
pembelajaran memiliki kriteria yang harus dipenuhi yaitu: (a)
kesesuaian dengan tujuan
instruksional yang ingin dicapai, (b)
kesesuaian dengan materi pembelajaran, (c) kesesuaian dengan
karakteristik siswa, (d) kesesuaian dengan gaya belajar siswa, (e)
kesesuaian dengan keterampilan guru dalam menggunakan (f)
kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung, dan waktu
yang tersedia.
5) Media Konkret
Media konkret adalah media pembelajaran yang disajikan dalam
bentuk sebenarnya. Media konkret termasuk dalam klasifikasi media
tiga dimensi. Menurut Ayshar (2011: 46) benda nyata atau konkret
adalah benda yang dapat dilihat, didengar, atau dialami, oleh siswa
sehingga memberikan pengalaman langsung kepada mereka.
Sedangkan menurut Susilowati (2015: 47) media konkret adalah
benda yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang berupa
materi pembelajaran kepada siswa agar dapat merangsang perhatian dan
minat siswa. Media benda konkret berupa sesuatu yang nyata, dapat
dilihat, dipegang, didengar, dirasakan, atau dialami langsung oleh siswa
sehingga membantu pengalaman nyata oleh siswa.
Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
media konkret adalah media nyata, dapat dilihat, dapat dipegang,
didengar, dirasakan langsung oleh siswa sehingga dapat menyalurkan
35
pesan yang berupa materi pembelajaran kepada siswa agar dapat
merangsang perhatian dan minat siswa.
Dari kesimpulan mengenai media konkret, maka penggunaan
media konkret ini sangat tepat diterapkan di sekolah dasar. Pada fase ini
siswa masih berpikir konkret, belum mampu berpikir abstrak sehingga
diperlukan
media
konkret
sebagai
media
pembelajaran
untuk
menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Media konkret yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah berupa kertas lipat
dan pita kertas.
6) Langkah-langkah Penggunaan Media Konkret di SD
Menurut Sudjana (2013: 105) ada enam langkah penggunaan
media secara umum, yaitu:
b)
Menetapkan tujuan mengajar dengan menggunakan alat peraga.
c)
Persiapan guru.
d)
Persiapan kelas.
e)
Langkah penyajian pelajaran dan peragaan.
f)
Langkah kegiatan belajar.
g)
Langkah evaluasi pelajaran dan keperagaan.
Padmono (2011: 43-44) juga menjelaskan penggunaan benda nyata
dalam pembelajaran adalah dengan cara:
a)
Memperkenalkan unit baru perlu metode khusus yang menarik
perhatian siswa
b)
Menjelaskan proses, benda nyata tepat untuk pengajaran yang
menunjukkan proses dan tidak sekedar benda (misal benda batu
cadas, kristal )
c)
Menjawab pertanyaan (perlu diuji sejauh mana keterlibatan siswa
dalam berinteraksi dengan benda nyata)
d)
Melengkapi perbandingan
e)
Unit akhir atau puncak
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan, maka dapat
disimpulkan bahwa langkah-langkah penggunaan media konkret yang
36
perlu dilakukan seorang guru di SD adalah sebagai berikut: (a)
menetapkan tujuan mengajar, (b) persiapan guru, (c) persiapan kelas,
(d) guru memperkenalkan unit dengan menggunakan metode yang
menarik bagi siswa SD, (e) guru menjelaskan proses dengan dikaitkan
dengan pengalaman nyata siswa SD, (f) menjawab pertanyaan atas
respon yang diberikan siswa terhadap media konkret yang disajikan
guru, (g) guru melengkapi perbandingan, (h) guru membimbing siswa
merangkum seluruh materi yang pernah dipelajari siswa.
7) Kelebihan dan Kekurangan Media Konkret
Setiap media pembelajaran
yang digunakan oleh guru
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dan
kekurangan tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan seorang guru
dalam menyampaikan materi.
Kelebihan benda konkret sebagai media pembelajaran menurut
Sudjana & Rivai (2011: 196) adalah belajar dengan menggunakan
benda-benda asli memegang peranan yang penting dalam upaya
memperbaiki proses pembelajaran. Hal serupa juga dijelaskan oleh
Sanaky (2013: 129) bahwa belajar dengan menggunakan benda-benda
asli memegang peranan penting dalam upaya memperbaiki proses
pembelajaran, pembelajar juga dapat belajar langsung dan tidak hanya
mendengar pengajar menjelaskan dengan monoton gambar yang
ditampilkan pengajar.
Sedangkan Sanaky (2013: 129) berpendapat bahwa “Belajar
menggunakan media konkret memerlukan biaya yang cukup besar”.
Susilowati (2015: 49) juga berpendapat mengenai kelemahan media
konkret yaitu: (a) memerlukan biaya yang cukup besar, (b) sulit
menjangkau sasaran dalam jumlah besar dan tempat luas, (c)
penyimpanannya
memerlukan
tempat
yang
memadai,
(d)
perawatannya rumit.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan
bahwa kelebihan media konkret yaitu: (a) dapat memperbaiki proses
37
pembelajaran,
(b)
siswa
dapat
belajar
secara
langsung,
(c)
memudahkan siswa dalam mengingat materi, karena siswa dapat
menggunakan
media
secara
langsung
sehingga
menimbulkan
pengalaman belajar siswa. Sedangkan kekurangan media konkret yang
dapat disimpulkan dari uraian pendapat di atas adalah: (a) memerlukan
biaya yang cukup besar, (b) sulit menjangkau sasaran dalam jumlah
besar, (c) penyimpanannya memerlukan tempat yang memadai, (d)
memerlukan perawatan khusus. Sedangkan kelebihan media konkret
yang peneliti gunakan berupa kertas lipat dan pita kertas adalah: (a)
memudahkan siswa memahami materi, (b) mudah didapatkan, (c)
menjangkau sasaran dalam jumlah besar, (d) harganya tidak terlalu
mahal. Sedangkan kekurangannya adalah penggunaan media kertas
lipat dan pita kertas pada materi pecahan hanya bisa digunakan untuk
satu kali pembelajaran saja, dikarenakan dalam penggunaannya kertas
lipat dan pita kertas dilipat, digunting, atau dicoret.
Dari beberapa paparan di atas mengenai model Course Review
Horay dan media konkret, maka dapat disimpulkan penerapan model
Course Review Horay dengan media konkret merupakan penerapan
pembelajaran dengan cara membentuk siswa dalam kelompok-kelompok
kecil, setiap kelompok terdiri atas lima sampai dengan enam siswa, yang
saling bekerjasama dengan memanfaatkan media benda nyata atau media
konkret untuk membuktikan kebenaran dari teori yang dipelajari, dengan
langkah-langkah sebagai berikut: 1) penyampaian kompetensi, 2) penyajian
materi dengan media konkret, 3) pembentukan kelompok, 4) pembuatan
kartu, 5) pembacaan soal diskusi, 6) diskusi kelompok dengan media
konkret, 7) pengecekkan jawaban dengan media konkret, 8) perayaan, dan
9) penutup.
3. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian tentang hasil-hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang sesuai dengan substansi
yang akan diteliti. Fungsinya adalah untuk memposisikan penelitian yang
38
usdah ada dengan penelitian yang akan dilakukan. Ada beberapa penelitian
yang relevan dengan penelitian ini.
Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Budiargo
(2014) dalam skripsinya berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPS
Menggunakan Model Pembelajaran Course Review Horay pada Kelas IV SD
Muhammadiyah Sidoarum Godean Sleman Tahun Pelajaran 2013/2014”.
Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa hasil penelitian tindakan
kelas yang dilaksanakan dua siklus dengan menggunakan model pembelajaran
Course Review Horay dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas IV
SD Muhammadiyah Sidoarum Godean Sleman tahun pelajaran 2013/2014.
Hasil penelitian ini menunjukkan ada peningkatan prestasi belajar IPS siswa
sebesar 24% setelah dilaksanakannya model pembelajaran Course Review
Horay. Siklus I persentase ketuntasan 70% dengan nilai rata-rata siswa 68 dan
siklus II persentase ketuntasan mencapai 94% dengan nilai rata-rata siswa 82.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Budiargo, dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama mengkaji pembelajaran yang
menggunakan model Course Review Horay. Sedangkan perbedaannya terletak
pada mata pelajaran yang dipelajari.
Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh
Astuti, P (2014). dengan judul “Penggunaan Media Benda Konkret untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Bangun Ruang pada Siswa
Kelas IV MI Muhammadiyah Selo Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo
Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan
bahwa hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dua siklus dengan
menggunakan media benda konkret dapat meningkatkan hasil belajar
Matematika materi bangun ruang pada siswa kelas IV MI Muhammadiyah
Selo Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun pelajaran 2013/2014.
Peningkatan nilai rata-rata hasil belajar pra siklus hanya sebesar 60,45. Nilai
itu meningkat menjadi sebesar 72,73 pada siklus I, dan meningkat lagi pada
siklus II menjadi 92,73. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Astuti, P.,
dengan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
peneliti
adalah
sama-sama
39
menggunakan media benda konkret. Perbedaannya pada materi yang
dipelajari. Pada penelitian yang dilakukan oleh Astuti, P., materinya adalah
bangun ruang, sedangkan materi yang dipelajari pada penelitian yang
dilakukan peneliti adalah pecahan.
Penelitian relevan yang ke tiga adalah penelitian yang dilakukan oleh
Matthew, B., Harper, S., Whitmire, A. (2013) dengan judul “Using
Manipulatives to teach elementary mathematics”. Kesimpulan dari penelitian
ini adalah media manipulatif dapat membantu siswa memahami konsep
dengan lebih mudah, dan membuat pembelajaran lebih efektif. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang diteliti oleh peneliti adalah media yang
digunakan yaitu konkret atau manipulatif. Mata pelajaran yang diteliti juga
sama yaitu Matematika. Sedangkan perbedaannya yaitu pada penelitian yang
dilakukan peneliti pembelajaran lebih dikhususkan pada materi pecahan di
kelas IV sekolah dasar.
Penelitian relevan ke empat adalah penelitian yang dilakukan oleh
Golafshani, N., (2013) dengan judul “Teacher’s Beliefs and Teaching
Mathematics with Manipulatives”. Persamaan dari penelitian ini dengan
penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti adalah dalam penggunaan
media konkret atau manipulatif. Hanya saja yang membedakan pada penelitian
yang dilakukan oleh Golafshani, N. adalah penelitian ditujukan pada guru,
sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti adalah ditujukan pada siswa.
Kesimpulan penelitian ini adalah para guru menekuni dalam penggunaan
manipulatif sebagai
media pembelajaran Matematika,
karena
media
manipulatif dapat membantu siswa memahami konsep dengan lebih mudah,
dan membuat pembelajaran menjadi efektif.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan alur penalaran yang sesuai dengan tema
dan masalah penelitian, serta didasarkan pada kajian teoretis. Pada kondisi
awal, pembelajaran Matematika tentang pecahan siswa kelas IV SD Negeri 1
Panjer masih perlu adanya peningkatan. Hal ini ditunjukkan dari 27 jumlah
40
siswa kelas IV SDN 1 Panjer, yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 14 siswa
perempuan, ada 14 siswa yang nilainya belum mencapai KKM. KKM yang
ditetapkan untuk mata pelajaran Matematika adalah 70. Jika dipersentasekan
ada 52% siswa yang nilainya belum mencapai KKM. Hal ini menunjukkan
pembelajaran yang berlangsung masih kurang efektif sehingga hasil belajar
siswa menjadi rendah, masih banyak siswa yang mencapai hasil di bawah nilai
KKM. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya proses pembelajaran
ini yaitu salah satunya adalah kurang tepatnya guru dalam memilih model,
maupun media pembelajaran yang sesuai untuk menarik minat belajar siswa.
Proses pembelajaran masih bersifat teacher-centered yaitu guru menjelaskan
materi, siswa duduk mencatat, dan mengerjakan soal latihan yang
diperintahkan guru. Akibatnya pembelajaran menjadi kurang menyenangkan
bagi siswa dan siswa aktif bermain dengan temannya. Siswa tidak mengalami
sendiri apa yang dipelajari, sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna
bagi siswa. Keadaan ini belum sesuai dengan pembelajaran yang diharapkan
dalam KTSP yang menekankan kepada aktivitas siswa yang tinggi.
Berdasarkan masalah di atas, maka perlu adanya model pembelajaran
dan
media pembelajaran
yang
tepat sehingga
dapat
meningkatkan
pembelajaran Matematika tentang pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri 1
Panjer. Model pembelajaran Course Review Horay dengan media konkret
merupakan model pembelajaran yang tepat, karena dapat mengaktifkan siswa,
membuat suasana pembelajaran menjadi menyenangkan dan bermakna. Selain
itu, selama proses pembelajaran siswa juga dapat melakukan kerjasama dalam
kelompok. Pembelajaran dengan menggunakan model Course Review Horay
dengan media konkret: 1) pembelajaran berpusat pada siswa, 2) mengarahkan
keaktifan siswa untuk belajar, 3) suasana belajar yang menyenangkan, 4)
siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari dengan media konkret, sehingga
pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa.
Karakteristik siswa kelas IV juga menjadi dasar bagi peneliti dalam
melakukan penelitian. Siswa kelas IV yang berada pada rentang usia 10-11
tahun termasuk pada yang fase operasional konkret yaitu tahap saat siswa
41
senang bermain, menyukai hal yang menyenangkan, senang berkelompok dan
bekerjasama dengan teman sebaya, dan juga mudah memahami melalui halhal konkret yang siswa alami dan hadapi secara langsung. Media konkret yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah media kertas. Karena kertas
bukanlah hal asing lagi bagi siswa. Selain itu siswa dapat dengan mudah
mendapatkannya serta mudah dalam menggunakan karena dalam kehidupan
sehari-hari siswa sering menggunakan kertas baik untuk belajar ataupun
bermain. Jadi, model pembelajaran Course Review Horay dengan media
konkret berupa kertas sangat tepat jika diterapkan pada siswa kelas IV sekolah
dasar.
Model pembelajaran Course Review Horay dengan media konkret
memiliki langkah-langkah: 1) penyampaian kompetensi, 2) penyampaian
materi dengan media konkret, 3) pembentukan kelompok, 4) pembuatan kartu,
5) pembacaan soal diskusi, 6) diskusi kelompok dengan media konkret, 7)
pengecekkan jawaban , 8) perayaan, 9) penutup.
Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Course Review Horay
dengan media konkret yang dikaitkan dengan karakteristik siswa kelas IV,
akan dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang pecahan yang
diketahui dari hasil belajar yang meningkat. Kesalahan dan kekurangan yang
terjadi pada saat pembelajaran harus segera direfleksikan untuk memperbaiki
proses pembelajaran selanjutnya. Perbaikan tersebut diharapkan mampu
meningkatkan pembelajaran Matematika tentang pecahan di kelas IV SD
Negeri 1 Panjer tahun ajaran 2015/2016, siswa mencapai KKM sebesar 70
atau 85%.
Alur kerangka pemikiran ditujukan untuk mengarahkan jalannya
penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka
kerangka pemikiran di atas dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar
peneliti mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian.
Adapun skema seperti pada gambar 2.1 berikut ini:
42
KONDISI
AWAL
TINDAKAN
KONDISI
AKHIR
Guru belum
menggunakan model
dan media
pembelajaran yang
inovatif.
Guru menerapkan
model pembelajaran
Course Review
Horay dengan
media konkret
berupa kertas lipat
dan pita kertas pada
pembelajaran
Matematika tentang
pecahan.
Pembelajaran
Matematika tentang
pecahan pada siswa
kelas IV SD Negeri
1 Panjer meningkat,
85 % siswa
mencapai KKM=70
Pembelajaran berpusat pada
guru, pembelajaran kurang
menyenangkan bagi siswa,
siswa aktif bermain bukan
untuk belajar, siswa tidak
mengalami sendiri apa yang
sedang dipelajari sehingga
hasil belajar menjadi rendah,
52% siswa belum mencapai
KKM.
1.Pembelajaran berpusat
pada siswa.
2.Mengarahkan keaktifan
siswa untuk belajar
3.Suasana belajar
menyenangkan
4.Siswa mengalami
sendiri apa yang dipejari
sehingga lebih
bermakna bagi siswa.
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, penelitian relevan, dan
kerangka berpikir yang telah dijelaskan di atas, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah jika model pembelajaran Course Review Horay dengan media konkret
dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan
pembelajaran Matematika tentang pecahan pada siswa kelas IV SDN 1 Panjer
tahun ajaran 2015/2016.
Download