8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Matematika Kelas IV SD a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD Setiap fase perkembangan manusia memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik merupakan ciri khas yang membedakan suatu individu dengan individu lainnya. Siswa sekolah dasar pada umumnya berada pada rentang usia 7-12 tahun. Mereka memiliki karakteristik atau ciri yang berbeda dengan orang dewasa. Ciri ini dapat dilihat dari pertumbuhan dan perkembangannya. Sobur (2011: 130) menyatakan bahwa pertumbuhan berarti proses perubahan yang berhubungan dengan kehidupan jasmaniah individu, sedangkan perkembangan merupakan proses perubahan yang berhubungan dengan hidup kejiwaan individu yang biasanya melahirkan tingkah laku. Pertumbuhan dapat dilihat dari perubahan fisik, sedangkan perkembangan dapat dilihat dari kematangan kognitif, sosial, mental dan bahasa. Anak usia SD memiliki karakteristik yang harus diperhatikan oleh guru untuk menunjang proses perkembangan belajar mereka. Guru harus memahami karakteristik siswanya agar tujuan pembelajaran yang diinginkan tercapai. Jika guru dapat memahami karakteristik siswa dengan baik, maka guru dapat memberikan pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristiknya agar dapat meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan kebutuhannya. Piaget (Desmita, 2013: 46-47) membagi tahap perkembangan kognitif menjadi empat tahap sebagai berikut: 8 9 Tabel 2.1 Tahap perkembangan kognitif anak Tahap Usia Gambaran Sensorimotor 0–2 Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik. Preoperational 2–7 Anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindakan fisik Concrete operational 7-11 Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda Formal operational 11-15 Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistis Sumber: Desmita (2013, 46-47) Piaget juga menyebutkan usia 7-12 tahun termasuk stadium operasional konkret, walaupun anak menggunakan istilah yang abstrak, mereka melakukannya berkaitan dengan objek yang konkret, artinya objek dengan mana mereka memiliki akses sensorik langsung (Atkinson, Smith & Bem, 2010: 153). Dengan demikian, guru dapat menerapkan media konkret dalam menyampaikan pembelajaran pembelajaran materi yang untuk pembelajaran. dilaksanakan memahamkan Hal menjadi ini siswa dimaksudkan bermakna dan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik. dalam agar tujuan 10 Menurut Suharjo (2006, 37-38), anak-anak SD memiliki karakteristik pertumbuhan kejiwaan sebagai berikut: 1) Pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat. Hal ini sangat penting peranannya bagi pengembangan dasar yang diperlukan sebagai makhluk individu dan sosial. 2) Kehidupan sosialnya diperkaya selain kemampuan dalam hal kerjasama juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya. 3) Semakin menyadari diri selain mempunyai keinginan, perasaan tertentu juga semakin bertumbuhnya minat tertentu. 4) Kemampuan berpikirnya masih dalam tingkatan persepsional 5) Dalam bergaul, bekerjasama dan kegiatan bersama tidak membedakan jenis yang menjadi dasar adalah perhatian dan pengalaman yang sama. 6) Mempunyai kesanggupan untuk memahami hubungan sebab akibat. 7) Ketergantungan kepada orang dewasa semakin berkurang dan kurang memerlukan perlindungan orang dewasa. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas IV SD berada pada rentang usia 10-11 tahun termasuk dalam tahap operasional konkret, tahap ini anak mulai mengenal istilah abstrak namun lebih memahami sesuatu yang konkret, anak menyadari adanya keinginan, perasaan, dan minat terhadap suatu hal, cenderung menyukai penyelesaian masalah dengan melakukan kerjasama kelompok dengan teman sebaya tanpa membedakan jenis. Dari kesimpulan mengenai karakteristik siswa usia kelas IV sekolah dasar, maka penerapan model pembelajaran Course Review Horay dengan media konkret dirasa sangat tepat, karena siswa menyukai untuk berkelompok dan bekerjasama dengan teman sebaya dan juga menyukai hal-hal konkret dalam membantu memahami sesuatu yang dipelajari siswa. 11 b. Hakikat Pembelajaran 1) Belajar Belajar merupakan suatu proses utama dalam pendidikan. Menurut Sobur (2011: 218), belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman. Perubahan perilaku yang dimaksud bukan karena kerusakan atau cacat fisik, penyakit, obat-obatan, atau perubahan karena proses pematangan. Hal senada disampaikan oleh Majid (2012: 15) yang menyatakan bahwa belajar pada hakikatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2013: 10) menyebutkan bahwa belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi ekternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu proses perubahan yang dialami individu berupa perubahan sikap/kepribadian, kecakapan, kebiasaan, serta kepandaian sebagai hasil dari latihan dan atau pengalaman yang bisa dipengaruhi oleh kondisi internal dan kondisi eksternal. Oleh sebab itu, guru harus mampu membantu siswa mencapai perubahan tersebut. 2) Pembelajaran Menurut Susanto (2015: 19) pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik belajar dengan baik. Menurut Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 (2005: 4) dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 12 Nasution (Sugihartono, dkk. 2007: 80) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya ruang belajar, namun juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa. Menurut pendapat Knirk & Gustafson (Sagala, 2013: 64) pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Sedangkan menurut Huda (2013: 5) pembelajaran adalah perubahan tingkah laku dan perubahan kapasitasnya dalam belajar ke arah yang lebih baik. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik, pendidik, alat pembelajaran dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar yang memerlukan keterampilan dasar guru dalam mengajar secara terpadu serta menciptakan sistem lingkungan pembelajaran yang efektif, efisien, aktif, dan bermakna sehingga terjadi perubahan tingkah laku dan perubahan kapasitas ilmu peserta didik ke arah yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. 3) Prinsip-prinsip Pembelajaran Dalam pembelajaran tentunya ada prinsip-prinsip dalam pembelajaran. Seorang guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik siswa sehingga pembelajaran menjadi efektif. Berkaitan dengan prinsip-prinsip pembelajaran, Majid (2012: 131–132) menyatakan bahwa prinsip– prinsip pembelajaran yaitu motivasi, fokus, pembicaraannya tidak terlalu cepat, repetisi, analogi langsung, memperhatikan keragaman anak, memperhatikan tujuan moral, memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak, menumbuhkan kreativitas anak, berbaur dengan anak–anak, aplikasi, doa, dan teladan. Selain itu, Susanto (2015: 87-88) mengemukakan bahwa ada sepuluh prinsip pembelajaran yaitu: a) 13 prinsip motivasi, b) prinsip latar belakang, c)prinsip pemusatan perhatian, d) prinsip keterpaduan, e) prinsip pemecahan masalah, f) prinsip menemukan, g) prinsip belajar sambil bekerja, h) prinsip belajar sambil bermain, i) prinsip perbedaan individu, dan j) prinsip hubungan sosial. Dari beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran yang harus diperhatikan oleh seorang guru antara lain yaitu: prinsip motivasi, pemusatan perhatian, memperhatikan tujuan moral, memperhatikan keragaman anak dan pertumbuhan perkembangan anak, menumbuhkan kreativitas, pemecahan masalah, keterpaduan, dan hubungan sosial. Prinsip-prinsip tersebut hendaknya diterapkan guru dalam proses pembelajaran agar pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan sesuai dengan harapan serta karakteristik siswa. 4) Karakteristik Pembelajaran Menurut Puskur (Majid, 2012: 24) karakteristik pembelajaran yaitu berpusat pada siswa, mengembangkan kreativitas siswa, menciptakan kondisi yang menyenangkan, bermuatan nilai, serta menyediakan pengalaman yang beragam. Karakteristik pembelajaran tersebut disesuaikan terhadap karakteristik siswa, yaitu siswa menyukai kondisi yang menyenangkan untuk belajar, dan siswa dapat mengembangkan kreativitasnya secara bebas. Menurut Sagala (2013: 63), pembelajaran memiliki dua karakteristik yaitu: Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus-menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa. 14 Sanjaya (2013: 79) juga menjelaskan mengenai karakteristik pembelajaran yaitu: a) Pembelajaran berarti membelajarkan siswa Di dalam konteks pembelajaran, tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran, akan tetapi diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar. b) Proses pembelajaran berlangsung di mana saja Kelas bukanlah tempat satu-satunya tempat untuk belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran yang dipelajari. c) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Penguasaan materi hanya sebagai tujuan untuk pembentukan tingkah laku yang lebih luas. Artinya, sejauh mana materi pelajaran yang dikuasai siswa dapat membentuk pola perilaku siswa itu sendiri. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran yaitu: (1) berpusat pada siswa; (2) mengembangkan kreativitas siswa; (3) menyediakan pengalaman yang beragam bagi siswa; (4) menciptakan kondisi kelas yang menyenangkan dan bermakna; (5) bermuatan nilai dan karakter; (6) berorientasi pada pencapaian kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa; (7) berlangsung dimana saja. 5) Tujuan Pembelajaran Sebelum melaksanakan pembelajaran seorang guru harus menentukkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai terlebih dahulu. Guru adalah sumber utama tujuan bagi siswa. Oleh karena itu, guru 15 harus mampu memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna bagi siswa dan dapat diukur. Tujuan pembelajaran menurut Sanjaya (Susanto, 2015: 86) adalah kemampuan (kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Sementara Sardiman (Susanto, 2015:41) menjelaskan tujuan pembelajaran adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat pengajaran. Hasil pencapaiannya berwujud siswa yang secara bertahap terbentuk wataknya, kemampuan berpikir, dan keterampilan teknologinya. Sagala (2013:167) memaparkan tujuan pembelajaran hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: spesifik atau khusus, operasional, dan dapat diukur. Oleh karena itu, rumusan tujuan pembelajaran yang disusun guru hendaknya tepat, operasional, dapat diamati, menyeluruh, dan dapat diukur. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran merupakan tujuan dalam pendidikan yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa setelah terjadi proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam merumuskan tujuan pembelajaran, guru hendaknya mengacu pada siswa, dimana tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa dan kebutuhan siswa dalam belajar. c. Pembelajaran Matematika di SD 1) Pengertian Matematika Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak (diajarkan secara informal), sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan tinggi. Karena dengan belajar Matematika, kita dituntut untuk menggunakan nalar secara kritis, dan aktif. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untk membekali peserta didik dengan kemempuan berpikir logis,analitis, sistematis, 16 kritis, dan kreatif, serta kemampuan kerjasama. Seperti yang diungkapkan oleh Susanto (2015: 185) Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Wahyudi (2013: 3) menyatakan bahwa Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran yang sudah ada sebelumnya dan diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam Matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Russefendi (Heruman, 2008: 1) juga menyatakan bahwa Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah disiplin ilmu yang mempelajari konsep-konsep yang tersusun secara hierarkis yang dimulai dari pengkajian sederhana menuju arah yang lebih kompleks dan menggunakan penalaran deduktif. 2) Fungsi Pembelajaran Matematika Wahyudi (2013: 3) menyatakan bahwa fungsi dari Matematika yaitu mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model Matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Sedangkan menurut Depdiknas (Indriyani, 2015: 13) Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan dan eksplorasi sebagai alat pemecahan 17 masalah melalui pola pikir dan model Matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram dalam menjelaskan gagasan. Berdasarkan beberapa penjelasan tentang fungsi Matematika, dapat disimpulkan bahwa fungsi Matematika yaitu membantu mengembangkan kemampuan bernalar dan sebagai alat komunikasi dalam menjelaskan berbagai bentuk simbol serta grafik dalam menjelaskan gagasan suatu konsep. 3) Tujuan Pembelajaran Matematika di SD Secara khusus, tujuan pembelajaran Matematika di sekolah dasar, sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas (Susanto, 2015: 190): a) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh d) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah e) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah Tujuan pembelajaran Matematika menurut Wahyudi (2013: 3) adalah melatih cara berpikir secara sistematika, logis, kritis, kreatif, dan konsisten. Susanto (2015: 189) juga berpendapat bahwa tujuan pembelajaran Matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan Matematika. Selain itu juga, dengan 18 pembelajaran Matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan Matematika. Dari pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran Matematika bagi siswa sekolah dasar adalah untuk memahami konsep Matematika dan menggunakannya untuk melatih menalar memahami permasalahan yang berkaitan dengan Matematika dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan simbolsimbol tertentu untuk mengkomunikasikan hasil. 4) Ruang Lingkup Matematika Kelas IV SD Mata pelajaran Matematika berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu diberikan mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Materi pembelajaran Matematika tertata secara terpadu dalam standar kompetensi mulai dari kelas satu sampai dengan kelas enam. Ketercapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dipersyaratkan ditiap kelas ditekankan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 148), mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (a) bilangan, (b) geometri dan pengukuran, dan (c) pengolahan data. Hal ini sesuai dengan pendapat Nazifah (2013: 4) bahwa mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD meliputi aspek-aspek (a) bilangan, (b) geometri dan pengukuran, serta (c) pengolahan data. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup Matematika di sekolah dasar meliputi: (a) bilangan, (b) pengukuran dan geometri, dan (c) pengolahan data. Pada penelitian ini, peneliti mengambil pokok bahasan tentang pecahan. Materi pecahan termasuk dalam aspek bilangan. 19 5) Materi Pecahan di Kelas IV SD Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Matematika SD/MI sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk kelas IV semester 2 tentang pecahan adalah sebagai berikut: Tabel 2.2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika tentang Pecahan Kelas IV SD Semester 2 Standar kompetensi 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah Kompetensi dasar 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya. 6.2 Menyederhanakan pecahan berbagai bentuk 6.3 Menjumlahkan pecahan. 6.4 Mengurangkan pecahan 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan Berdasarkan tabel Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di atas, dalam penelitian ini menggunakan Standar Kompetensi 6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, KD 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya, KD 6.2 menyederhanakan berbagai bentuk pecahan, KD 6.3 Menjumlahkan pecahan, dan KD 6.4 Mengurangkan pecahan. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut: 20 Tabel 2.3 Kompetensi Dasar dan Indikator Pecahan Kompetensi Dasar Indikator 6.1 Menjelaskan arti pecahan 6.1.1 Menjelaskan arti pecahan. dan urutannya 6.1.2 Menyatakan bagian dengan pecahan 6.1.3 Membandingkan nilai pecahan. 6.1.4 Mengurutkan nilai pecahan dari terkecil ke terbesar. 6.1.5 Mengurutkan nilai pecahan dari terbesar ke terkecil. 6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk pecahan 6.3 Menjumlahkan pecahan 6.4 Mengurangkan pecahan 6.2.1 Menentukan pecahan-pecahan senilai. 6.2.2 Menentukan pecahan dalam bentuk paling sederhana. 6.3.1 Menjumlahkan berpenyebut sama. 6.3.2 Menjumlahkan berpenyebut tidak sama. pecahan 6.4.1 Mengurangkan berpenyebut sama. 6.4.2 Mengurangkan berpenyebut tidak sama. pecahan pecahan pecahan a) Materi Pecahan di Kelas IV SD Semester II (1) Menjelaskan Arti Pecahan dan Urutanya Pecahan menurut Heruman (2008: 43) adalah bagian dari sesuatu yang utuh. Pecahan merupakan lambang yang memuat pasangan berurutan bilangan-bilangan bulat p dan q (q≠0), ditulis dengan , untuk menyatakan nilai x yang memenuhi hubungan p : q = x. Pada pecahan , p disebut pembilang dan q disebut penyebut pecahan tersebut. 21 Berikut contoh pecahan dengan menggunakan kertas. + 1 satuan utuh dari satuan utuh dari satuan utuh Satu kertas utuh dilipat atau dibagi menjadi 2. Satu bagian kertas yang dilipat diarsir. Setiap satu bagian nilainya adalah , 1 sebagai pembilang, sedangkan 2 sebagai penyebut. Pecahan yang satu dengan yang lainnya dapat dibandingkan dan diurutkan nilainya. Membandingkan pecahan dapat menggunakan potongan kertas lipat dengan melihat luas daerah yang merupakan bentuk visual pecahan tersebut. 1 satuan utuh Maka, 1 ˃ dari satuan utuh dari satuan utuh ˃ Cara membandingkan pecahan juga dapat menggunakan garis bilangan. Untuk membandingkan pecahan dengan garis bilangan, kamu harus membuat pecahan tersebut dalam garis-garis bilangan dengan ruas garis antara 0 dan 1. 22 Berdasarkan garis-garis bilangan tersebut, kamu dapat menyatakan bahwa: 1) Letak ada di sebelah kiri , maka kurang dari , ditulis lebih dari , ditulis sama dengan , ditulis ; 2) Letak ada di sebelah kanan , maka ; 3) Letak segaris dengan , , maka ; Jika menjumpai 2 pecahan yang penyebutnya tidak sama, maka langkah untuk membandingkannya adalah: a) Menyamakan penyebutnya terlebih dahulu menggunakan KPK b) Membandingkan pembilangnya, jika pembilangnya lebih besar, maka nilainya juga lebih besar. (2) Menentukan Pecahan Senilai dan Menyederhanakan Berbagai Bentuk Pecahan Pecahan-pecahan senilai memiliki nilai yang sama. Perhatikan gambar berikut yang menyatakan nilai pecahan yang sama. 23 Jika diperhatikan, bagian yang diarsir dari masing-masing lingkaran adalah sama. Maka dari itu pecahan-pecahan tersebut dinyatakan senilai. Perhatikan operasi berikut: = = = = = = = = Sebuah pecahan tidak akan berubah nilainya jika pembilang dan penyebutnya dikalikan dengan bilangan yang sama. = = = = = = = = Sebuah pecahan juga tidak akan berubah nilainya jika pembilang dan penyebutnya dibagi dengan bilangan yang sama. Karena setiap pecahan mempunyai pecahan lain yang senilai maka aturan penulisan pecahan yang baku adalah menggunakan pecahan yang paling sederhana. Pecahan merupakan bentuk paling sederhana dari pecahan- pecahan , , , dan karena tidak dapat dibagi lagi dengan bilangan yang sama. (3) Menjumlahkan Pecahan Penjumlahan pecahan dengan penyebut yang sama dilakukan dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya. Sedangkan penyebutnya tidak dijumlahkan. Contoh: + = = Untuk penjumlahan pecahan dengan penyebut yang tidak sama dilakukan dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu dengan mencari KPK bilangan tersebut. Contoh: + = …. 24 Penyebut kedua pecahan adalah 2 dan 3 dengan KPK 6. Jadi, (4) + = + = + = Mengurangkan Pecahan Pengurangan pecahan dengan penyebut dilakukan dengan mengurangkan yang sama pembilang-pembilangnya. Sedangkan penyebutnya tidak dikurangkan. Contoh: - = = Sedangkan pengurangan pecahan dengan penyebut yang tidak sama dilakukan dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu dengan mencari KPK bilangan tersebut. Contoh: - = …. Penyebut kedua pecahan adalah 2 dan 3 dengan KPK 6. Jadi, - = - = - = = Berdasarkan beberapa paparan tentang karakteristik siswa kelas IV SD, hakikat pembelajaran, dan pembelajaran Matematika di SD, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika kelas IV SD adalah suatu proses interaksi antara peserta didik, pendidik, alat pembelajaran dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar yang memerlukan keterampilan dasar guru dalam mengajar secara terpadu serta menciptakan sistem lingkungan pembelajaran yang efektif, efisien, aktif, dan bermakna sehingga terjadi perubahan tingkah laku, dan perubahan kapasitas ilmu yang dimiliki siswa kelas IV SD ke arah yang lebih baik pada pembelajaran Matematika yang akan tampak dari hasil belajar siswa mengenai menjelaskan arti pecahan dan urutannya, menyederhanakan berbagai bentuk pecahan, menjumlahkan pecahan, dan mengurangkan pecahan. 25 2. Penerapan Model Course Review Horay dengan Media Konkret a. Model Course Review Horay 1) Pengertian Model Pembelajaran Pengertian model pembelajaran menurut Trianto (2014: 52) adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Menurut Arends (Trianto, 2014: 51) model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuantujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Sedangkan Joyce dan Weil (Trianto, 2014:51-52) menyatakan bahwa: “Models of teaching are really models of learning. As we help student acquire information, ideas, skills, value, ways of thinking and means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn”. Hal ini berarti bahwa model mengajar merupakan model belajar. Dengan model tersebut guru dapat membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri. Selain itu, mereka juga mengajar bagaimana mereka belajar. Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual sebagai landasan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas, yang mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, 26 lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Dalam hal ini model pembelajaran juga dapat membantu siswa dalam belajar. 2) Pengertian Model Course Review Horay Shoimin (2014: 54) berpendapat bahwa pembelajaran Course Review Horay merupakan salah satu pembelajaran kooperatif, yaitu kegiatan belajar mengajar dengan cara pengelompokkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran ini merupakan suatu pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang diisi dengan soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang paling terdahulu mendapatkan tanda benar langsung berseru horay atau yel-yel lainnya. Huda (2013: 229-230) juga menjelaskan bahwa Course Review Horay merupakan model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa yang dapat menjawab benar diwajibkan berseru “horee!!” atau yel-yel lainnya yang disukai. Hal ini menarik bagi siswa karena siswa dapat mengekspresikan keberhasilannya dalam menjawab soal yang diberikan kepada mereka. Siswa akan menjadi lebih tertarik dan antusias dalam belajar dan mengerjakan soal. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Course Review Horay adalah model pembelajaran kooperatif yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah, menyenangkan dan mengaktifkan siswa karena setiap siswa yang dapat menjawab dengan benar, langsung berseru “horee!!” atau yel-yel kelompok masing-masing. 3) Langkah-langkah Model Course Review Horay di SD Dalam merancang dan menerapkan langkah-langkah model pembelajaran, seorang guru harus bisa menyesuaikan dengan kondisi dan karakteristik siswanya, seperti halnya dalam merancang dan menerapkan langkah-langkah penggunaan model Course Review Horay. Menurut Shoimin (2014: 55) mengemukakan langkah-langkah 27 model pembelajaran Course Review Horay sebagai berikut: (a) guru menyampaikan kompetensi mendemonstrasikan atau yang menyajikan ingin dicapai, materi, (c) (b) guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya jawab, (d) untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai selera masing-masing siswa, (d) guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (√) dan salah diisi tanda (x), (f) siswa yang sudah mendapat tanda benar (√) vertikal, atau horisontal, atau diagonal berseru horay atau yel-yel lainnya, (g) nilai siswa dihitung dari jawaban benar atau jumlah horay yang diperoleh dan, (h) penutup. Huda (2013: 230-231) menjelaskan langkah-langkah model pembelajaran Course Review Horay adalah sebagai berikut: (a) guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, (b) guru menyajikan atau mendemonstrasikan materi sesuai topik dengan tanya jawab, (c) guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok, (d) untuk menguji pemahaman, siswa diminta membuat kartu atau kotak sesuai dengan kebutuhan. Kartu atau kotak tersebut kemudian diisi dengan nomor yang ditentukan guru, (e) guru membaca soal secara acak dan siswa menuliskan jawabannya di dalam kartu atau kotak yang nomornya disebutkan guru, (f) setelah pembacaan soal dan jawaban siswa ditulis di dalam kartu atau kotak, guru dan siswa mendiskusikan soal yang telah diberikan tadi, (g) bagi pertanyaan yang dijawab dengan benar, siswa memberi tanda check list dan langsung berseru „horee!!‟, (h) guru memberikan reward pada kelompok yang memperoleh nilai tertinggi atau yang paling sering memperoleh „horee!‟. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model pembelajaran Course Review Horay: (a) guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, (b) guru menyajikan 28 materi, (c) guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok, (d) siswa membuat kartu sesuai dengan kebutuhan dan tiap kartu diisi nomor yang ditentukan guru, (e) guru membacakan soal, (f) siswa berdiskusi menulis jawaban pada kartu yang nomornya disebutkan guru (g) guru dan siswa mendiskusikan jawaban soal, kalau benar diisi tanda benar (√) dan salah diisi tanda (x), (h) siswa yang sudah mendapat tanda benar (√) berseru horay atau yel-yel lainnya yang telah disepakati bersama, (i) penutup 4) Kelebihan dan Kekurangan Model Course Review Horay Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan. Begitu juga dengan model pembelajaran Course Review Horay yang memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Huda (2013: 231) mengemukakan model Course Review Horay memiliki beberapa kelebihan yaitu: (a) strukturnya yang menarik dan dapat mendorong siswa untuk dapat terjun ke dalamnya, (b) model yang tidak monoton karena diselingi dengan hiburan, sehingga suasana tidak menegangkan, (c) semangat belajar yang meningkat karena suasana pembelajaran berlangsung menyenangkan, dan (4) skill kerja sama antar siswa yang semakin terlatih. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran Course Review Horay adalah: (a) penyamarataan nilai antar siswa pasif dan aktif, (b) adanya peluang untuk curang, dan (c) beresiko mengganggu suasana belajar kelas lain. Selain kelebihan dan kekurangan model pembelajaran yang telah diungkapkan di atas, Shoimin (2014: 55) juga mengemukakan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Course Review Horay. Kelebihan model ini yaitu: (a) Menarik sehingga mendorong siswa terlibat di dalamnya, (b) tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan sehingga suasana tidak menegangkan, (c) siswa lebih semangat belajar, (d) melatih kerjasama. Sedangkan kekurangan dari model ini adalah: (a) adanya peluang untuk curang, (b) siswa aktif dan pasif nilainya disamakan. 29 Sucita (Susilowati, 2015: 37-38) juga mengungkapkan beberapa kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Course Review Horay, kelebihannya adalah: (a) pembelajaran lebih menarik artinya dengan menggunakan model Course Review Horay siswa akan bersemangat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru karena banyak diselingi dengan games ataupun simulasi lainnya, (b) mendorong siswa untuk terjun ke dalam situasi pembelajaran artinya siswa diajak ikut serta dalam melakukan suatu games atau simulasi yang diberikan guru kepada siswa yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan guru, (c) pembelajaran tidak monoton karena diselingi dengan hiburan atau game, dengan begitu siswa tidak akan merasa jenuh yang bisa menjadikannya tidak berkonsentrasi terhadap apa yang dijelaskan guru, (d) siswa lebih semangat belajar karena suasana belajar lebih menyenangkan artinya kebanyakan dari siswa mudah merasakan jenuh apabila metode yang digunakan oleh guru adalah metode ceramah, (e) adanya komunikasi dua arah artinya siswa dengan guru akan mampu berkomunikasi dengan baik, dapat melatih siswa agar dapat berbicara secara kritis, kreatif, dan inovatif. Sedangkan kekurangan model Course Review Horay menurut Sucita adalah: (a) siswa aktif dan siswa yang tidak aktif nilainya disamakan, (b) adanya peluang berlaku curang. Dari uraian-uraian pendapat mengenai kekurangan model Course Review Horay, maka perlu adanya solusi untuk mengatasi beberapa kekurangan tersebut sehingga model Course Review Horay dapat dilaksanakan dengan baik. Solusi tersebut yaitu: (a) perhatian guru tidak hanya menyeluruh terhadap kelompok tetapi juga terhadap setiap individu siswa, sehingga kemungkinan kecurangan yang dilakukan siswa dapat dikurangi; (b) guru harus lebih teliti dalam memberikan penilaian, tambahkan aspek keaktifan dalam deskriptor penilaian masing-masing individu sehingga siswa yang aktif dan siswa pasif nilainya tidak disamakan; (c) berikan batasan atau aturan khusus terhadap siswa dalam melaksanakan langkah perayaan yang dapat 30 mengurangi kemungkinan kegaduhan yang timbul yang dapat mengganggu kelas lain. Dari beberapa paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Course Review Horay memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran Course Review Horay sebagai berikut: (a) pembelajaran lebih menarik, sehingga siswa menjadi lebih aktif, (b) pembelajaran tidak monoton sehingga siswa tidak cepat bosan, (c) siswa menjadi lebih semangat, karena suasana belajar yang menyenangkan, (d) melatih kerjasama antar siswa. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran Course Review Horay adalah: (a) adanya kemungkinan terjadi kecurangan, (b) siswa aktif dan siswa pasif nilainya sama, (c) keramaian yang ditimbulkan dapat mengganggu kelas lain. Serta solusi untuk mengatasi kekurangan model yaitu: (a) perhatian guru tidak hanya menyeluruh terhadap kelompok tetapi juga terhadap setiap individu siswa, sehingga kemungkinan kecurangan yang dilakukan siswa dapat dikurangi; (b) guru harus lebih teliti dalam memberikan penilaian, tambahkan aspek keaktifan dalam deskriptor penilaian masing-masing individu sehingga siswa yang aktif dan siswa pasif nilainya tidak disamakan; (c) berikan batasan atau aturan khusus terhadap siswa dalam melaksanakan langkah perayaan yang dapat mengurangi kemungkinan kegaduhan yang timbul yang dapat mengganggu kelas lain. b. Media Konkret 1) Pengertian Media Pembelajaran Media pembelajaran merupakan salah satu unsur yang terkait dengan proses belajar. Menurut Padmono (2011: 12), media berarti segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan sehingga subjek didik terangsang pikiran, emosinya sehingga timbul perhatian/minat dan memungkinkan subjek belajar. Arsyad (2014: 4-5) juga menyatakan media sebagai komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat 31 merangsang siswa untuk belajar. Selain itu Hamalik (2014: 51) menjelaskan bahwa media belajar merupakan semua alat yang dapat digunakan untuk membantu siswa melakukan perbuatan belajar, sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang termasuk dalam komponen sumber belajar yang dapat digunakan untuk menyampaikan atau mengantarkan pesan pembelajaran sehingga siswa sebagai pebelajar terangsang perhatian, minat, motivasi, perasaan, dan pikirannya untuk belajar sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif. 2) Macam-macam Media Pembelajaran Ada beberapa jenis media pembelajaran yang bisa digunakan dalam proses belajar mengajar seperti yang disampaikan oleh Padmono (2011: 17-18) yaitu: (a) media grafis; gambar/foto, grafik, diagram, (b) media tiga dimensi; realita, model, spesimen, (c) media proyeksi (Diam); OHT, Slide, Film Strip, Gerak; Film Gelang), (d) media audio; radio, rekaman, piringan hitam, (e) media audiovisual; video, film, slide suara, dan (f) penggunaan lingkungan sebagai media. Susilana dan Riyana (2007: 13) mengklasifikasikan media dari dua sudut pandang yaitu berdasarkan bentuk informasi yang digunakan dan bentuk dan cara penyajiannya. Menurut bentuk informasi yang digunakan yaitu (a) media visual diam, (b) media visual gerak, (c) media audio, (d) media audio visual diam, dan (e) media audio visual gerak. Sedangkan menurut bentuk penyajian dan cara penyajiannya Susilana dan Riyana membagi media menjadi beberapa kelompok yaitu: (a) kelompok kesatu; grafis, bahan cetak dan gambar diam, (b) kelompok kedua; media proyeksi diam, (c) kelompok ketiga; media audio, (d) kelompok keempat; media audio, (e) kelompok kelima; media gambar hidup/film, (f) kelompok keenam; media televisi, dan (g) kelompok ketujuh; multi media. 32 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa macam media pembelajaran yang dapat digolongkan ke dalam tiga besar golongan media yaitu media visual, media audio, dan media audio-visual. 3) Manfaat Media Pembelajaran Secara umum manfaat media dalam pembelajaran menurut Suwarna (2006: 128) adalah memperlancar interaksi guru dan siswa, dengan maksud untuk membantu siswa belajar secara optimal. Sedangkan menurut Kemp and Dayton (Susilana dan Riyana, 2007: 9) media pembelajaran memiliki konstribusi sebagai berikut: (a) penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar, (b) pembelajaran dapat lebih menarik, (c) pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar, (d) waktu pelaksanaan pembelajaran, (e) kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, (f) proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan, (g) sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan, (h) peran guru berubah ke arah positif. Sedangkan Hamalik (2014: 51) mengungkapkan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat lebih menarik, menjadi konkret, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga, dan hasil belajar lebih bermakna. Selain itu dijelaskan secara khusus manfaat penggunaan media di sekolah dasar oleh Djamarah dan Zain (2013: 137) bahwa manfaat penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar, terutama untuk tingkat SD, sangat penting. Sebab pada masa ini siswa masih berpikir konkret, belum mampu berpikir abstrak. Kehadiran media sangat membantu mereka dalam memahami konsep tertentu, yang tidak atau kurang mampu dijelaskan dengan bahasa.Ketidakmampuan guru menjelaskan sesuatu bahan itulah dapat diwakili oleh peranan media. 33 Disini nilai praktis media terlihat, yang bermanfaat bagi siswa dan guru dalam proses belajar mengajar. Dari pendapat para ahli yang telah diuraikan mengenai manfaat media pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat media pembelajaran adalah: (a) penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar dan interaktif, (b) pembelajaran dapat lebih menarik, (c) membantu siswa belajar secara optimal, (d) materi menjadi lebih konkret dan mudah dipahami, (e) hemat waktu dan tenaga, dan (f) menjadikan pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. 4) Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran Menentukan kriteria pemilihan media pembelajaran yang akan digunakan dalam menyampaikan pelajaran merupakan langkah yang sangat penting. Jika dilihat dari fungsinya, media pembelajaran merupakan hal penunjang yang vital, yaitu membantu guru dalam menyampaikan isi dari pembelajaran. Menurut Suwarna (2006: 138) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan media yaitu: (a) tujuan instruksional yang ingin dicapai, (b) karakteristik siswa, (c) jenis rangsangan belajar yang diinginkan (audio atau visual), keadaan latar atau lingkungan, dan gerak atau diam, (d) ketersediaan sumber setempat, (e) apakah media siap pakai, ataukah media rancang, (f) kepraktisan dan ketahanan media, (g) efektivitas biaya dalam jangka panjang. Menurut Susilana dan Riyana (2007, 69-71) dalam menentukan media pembelajaran yang akan digunakan oleh guru harus mengacu pada beberapa kriteria sebagai berikut: (a) kesesuaian dengan tujuan (instructional goals), (b) kesesuaian dengan materi pembelajaran (instructional content), (c) kesesuaian dengan karakteristik pembelajar atau siswa, (d) kesesuaian dengan teori, (e) kesesuaian dengan gaya belajar siswa, (f) kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung, dan waktu yang tersedia. Sedangkan menurut Padmono (2011: 18), dari berbagai macam media yang ada, menetapkan beberapa 34 kriteria media dapat dipilih, kriteria tersebut adalah: (a) ketepatan dengan tujuan pengajaran, (b) dukungan terhadap isi bahan pelajaran, bahan yang bersifat fakta, konsep, prinsip, generalisasi sangat memerlukan bantuan media untuk mempermudah, (c) pemudahan memilih media, (d) keterampilan guru dalam menggunakannya, (e) tersedianya waktu untuk penggunaan, (f) sesuai dengan taraf berpikir siswa. Dari beberapa pendapat mengenai kriteria pemilihan media pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemilihan media pembelajaran memiliki kriteria yang harus dipenuhi yaitu: (a) kesesuaian dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai, (b) kesesuaian dengan materi pembelajaran, (c) kesesuaian dengan karakteristik siswa, (d) kesesuaian dengan gaya belajar siswa, (e) kesesuaian dengan keterampilan guru dalam menggunakan (f) kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung, dan waktu yang tersedia. 5) Media Konkret Media konkret adalah media pembelajaran yang disajikan dalam bentuk sebenarnya. Media konkret termasuk dalam klasifikasi media tiga dimensi. Menurut Ayshar (2011: 46) benda nyata atau konkret adalah benda yang dapat dilihat, didengar, atau dialami, oleh siswa sehingga memberikan pengalaman langsung kepada mereka. Sedangkan menurut Susilowati (2015: 47) media konkret adalah benda yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang berupa materi pembelajaran kepada siswa agar dapat merangsang perhatian dan minat siswa. Media benda konkret berupa sesuatu yang nyata, dapat dilihat, dipegang, didengar, dirasakan, atau dialami langsung oleh siswa sehingga membantu pengalaman nyata oleh siswa. Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media konkret adalah media nyata, dapat dilihat, dapat dipegang, didengar, dirasakan langsung oleh siswa sehingga dapat menyalurkan 35 pesan yang berupa materi pembelajaran kepada siswa agar dapat merangsang perhatian dan minat siswa. Dari kesimpulan mengenai media konkret, maka penggunaan media konkret ini sangat tepat diterapkan di sekolah dasar. Pada fase ini siswa masih berpikir konkret, belum mampu berpikir abstrak sehingga diperlukan media konkret sebagai media pembelajaran untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Media konkret yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah berupa kertas lipat dan pita kertas. 6) Langkah-langkah Penggunaan Media Konkret di SD Menurut Sudjana (2013: 105) ada enam langkah penggunaan media secara umum, yaitu: b) Menetapkan tujuan mengajar dengan menggunakan alat peraga. c) Persiapan guru. d) Persiapan kelas. e) Langkah penyajian pelajaran dan peragaan. f) Langkah kegiatan belajar. g) Langkah evaluasi pelajaran dan keperagaan. Padmono (2011: 43-44) juga menjelaskan penggunaan benda nyata dalam pembelajaran adalah dengan cara: a) Memperkenalkan unit baru perlu metode khusus yang menarik perhatian siswa b) Menjelaskan proses, benda nyata tepat untuk pengajaran yang menunjukkan proses dan tidak sekedar benda (misal benda batu cadas, kristal ) c) Menjawab pertanyaan (perlu diuji sejauh mana keterlibatan siswa dalam berinteraksi dengan benda nyata) d) Melengkapi perbandingan e) Unit akhir atau puncak Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penggunaan media konkret yang 36 perlu dilakukan seorang guru di SD adalah sebagai berikut: (a) menetapkan tujuan mengajar, (b) persiapan guru, (c) persiapan kelas, (d) guru memperkenalkan unit dengan menggunakan metode yang menarik bagi siswa SD, (e) guru menjelaskan proses dengan dikaitkan dengan pengalaman nyata siswa SD, (f) menjawab pertanyaan atas respon yang diberikan siswa terhadap media konkret yang disajikan guru, (g) guru melengkapi perbandingan, (h) guru membimbing siswa merangkum seluruh materi yang pernah dipelajari siswa. 7) Kelebihan dan Kekurangan Media Konkret Setiap media pembelajaran yang digunakan oleh guru mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dan kekurangan tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan seorang guru dalam menyampaikan materi. Kelebihan benda konkret sebagai media pembelajaran menurut Sudjana & Rivai (2011: 196) adalah belajar dengan menggunakan benda-benda asli memegang peranan yang penting dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran. Hal serupa juga dijelaskan oleh Sanaky (2013: 129) bahwa belajar dengan menggunakan benda-benda asli memegang peranan penting dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran, pembelajar juga dapat belajar langsung dan tidak hanya mendengar pengajar menjelaskan dengan monoton gambar yang ditampilkan pengajar. Sedangkan Sanaky (2013: 129) berpendapat bahwa “Belajar menggunakan media konkret memerlukan biaya yang cukup besar”. Susilowati (2015: 49) juga berpendapat mengenai kelemahan media konkret yaitu: (a) memerlukan biaya yang cukup besar, (b) sulit menjangkau sasaran dalam jumlah besar dan tempat luas, (c) penyimpanannya memerlukan tempat yang memadai, (d) perawatannya rumit. Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan media konkret yaitu: (a) dapat memperbaiki proses 37 pembelajaran, (b) siswa dapat belajar secara langsung, (c) memudahkan siswa dalam mengingat materi, karena siswa dapat menggunakan media secara langsung sehingga menimbulkan pengalaman belajar siswa. Sedangkan kekurangan media konkret yang dapat disimpulkan dari uraian pendapat di atas adalah: (a) memerlukan biaya yang cukup besar, (b) sulit menjangkau sasaran dalam jumlah besar, (c) penyimpanannya memerlukan tempat yang memadai, (d) memerlukan perawatan khusus. Sedangkan kelebihan media konkret yang peneliti gunakan berupa kertas lipat dan pita kertas adalah: (a) memudahkan siswa memahami materi, (b) mudah didapatkan, (c) menjangkau sasaran dalam jumlah besar, (d) harganya tidak terlalu mahal. Sedangkan kekurangannya adalah penggunaan media kertas lipat dan pita kertas pada materi pecahan hanya bisa digunakan untuk satu kali pembelajaran saja, dikarenakan dalam penggunaannya kertas lipat dan pita kertas dilipat, digunting, atau dicoret. Dari beberapa paparan di atas mengenai model Course Review Horay dan media konkret, maka dapat disimpulkan penerapan model Course Review Horay dengan media konkret merupakan penerapan pembelajaran dengan cara membentuk siswa dalam kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok terdiri atas lima sampai dengan enam siswa, yang saling bekerjasama dengan memanfaatkan media benda nyata atau media konkret untuk membuktikan kebenaran dari teori yang dipelajari, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) penyampaian kompetensi, 2) penyajian materi dengan media konkret, 3) pembentukan kelompok, 4) pembuatan kartu, 5) pembacaan soal diskusi, 6) diskusi kelompok dengan media konkret, 7) pengecekkan jawaban dengan media konkret, 8) perayaan, dan 9) penutup. 3. Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian tentang hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang sesuai dengan substansi yang akan diteliti. Fungsinya adalah untuk memposisikan penelitian yang 38 usdah ada dengan penelitian yang akan dilakukan. Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Budiargo (2014) dalam skripsinya berjudul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Menggunakan Model Pembelajaran Course Review Horay pada Kelas IV SD Muhammadiyah Sidoarum Godean Sleman Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dua siklus dengan menggunakan model pembelajaran Course Review Horay dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas IV SD Muhammadiyah Sidoarum Godean Sleman tahun pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian ini menunjukkan ada peningkatan prestasi belajar IPS siswa sebesar 24% setelah dilaksanakannya model pembelajaran Course Review Horay. Siklus I persentase ketuntasan 70% dengan nilai rata-rata siswa 68 dan siklus II persentase ketuntasan mencapai 94% dengan nilai rata-rata siswa 82. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Budiargo, dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama mengkaji pembelajaran yang menggunakan model Course Review Horay. Sedangkan perbedaannya terletak pada mata pelajaran yang dipelajari. Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Astuti, P (2014). dengan judul “Penggunaan Media Benda Konkret untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Bangun Ruang pada Siswa Kelas IV MI Muhammadiyah Selo Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dua siklus dengan menggunakan media benda konkret dapat meningkatkan hasil belajar Matematika materi bangun ruang pada siswa kelas IV MI Muhammadiyah Selo Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun pelajaran 2013/2014. Peningkatan nilai rata-rata hasil belajar pra siklus hanya sebesar 60,45. Nilai itu meningkat menjadi sebesar 72,73 pada siklus I, dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 92,73. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Astuti, P., dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama 39 menggunakan media benda konkret. Perbedaannya pada materi yang dipelajari. Pada penelitian yang dilakukan oleh Astuti, P., materinya adalah bangun ruang, sedangkan materi yang dipelajari pada penelitian yang dilakukan peneliti adalah pecahan. Penelitian relevan yang ke tiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Matthew, B., Harper, S., Whitmire, A. (2013) dengan judul “Using Manipulatives to teach elementary mathematics”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah media manipulatif dapat membantu siswa memahami konsep dengan lebih mudah, dan membuat pembelajaran lebih efektif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang diteliti oleh peneliti adalah media yang digunakan yaitu konkret atau manipulatif. Mata pelajaran yang diteliti juga sama yaitu Matematika. Sedangkan perbedaannya yaitu pada penelitian yang dilakukan peneliti pembelajaran lebih dikhususkan pada materi pecahan di kelas IV sekolah dasar. Penelitian relevan ke empat adalah penelitian yang dilakukan oleh Golafshani, N., (2013) dengan judul “Teacher’s Beliefs and Teaching Mathematics with Manipulatives”. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti adalah dalam penggunaan media konkret atau manipulatif. Hanya saja yang membedakan pada penelitian yang dilakukan oleh Golafshani, N. adalah penelitian ditujukan pada guru, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti adalah ditujukan pada siswa. Kesimpulan penelitian ini adalah para guru menekuni dalam penggunaan manipulatif sebagai media pembelajaran Matematika, karena media manipulatif dapat membantu siswa memahami konsep dengan lebih mudah, dan membuat pembelajaran menjadi efektif. B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan alur penalaran yang sesuai dengan tema dan masalah penelitian, serta didasarkan pada kajian teoretis. Pada kondisi awal, pembelajaran Matematika tentang pecahan siswa kelas IV SD Negeri 1 Panjer masih perlu adanya peningkatan. Hal ini ditunjukkan dari 27 jumlah 40 siswa kelas IV SDN 1 Panjer, yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan, ada 14 siswa yang nilainya belum mencapai KKM. KKM yang ditetapkan untuk mata pelajaran Matematika adalah 70. Jika dipersentasekan ada 52% siswa yang nilainya belum mencapai KKM. Hal ini menunjukkan pembelajaran yang berlangsung masih kurang efektif sehingga hasil belajar siswa menjadi rendah, masih banyak siswa yang mencapai hasil di bawah nilai KKM. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya proses pembelajaran ini yaitu salah satunya adalah kurang tepatnya guru dalam memilih model, maupun media pembelajaran yang sesuai untuk menarik minat belajar siswa. Proses pembelajaran masih bersifat teacher-centered yaitu guru menjelaskan materi, siswa duduk mencatat, dan mengerjakan soal latihan yang diperintahkan guru. Akibatnya pembelajaran menjadi kurang menyenangkan bagi siswa dan siswa aktif bermain dengan temannya. Siswa tidak mengalami sendiri apa yang dipelajari, sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa. Keadaan ini belum sesuai dengan pembelajaran yang diharapkan dalam KTSP yang menekankan kepada aktivitas siswa yang tinggi. Berdasarkan masalah di atas, maka perlu adanya model pembelajaran dan media pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Panjer. Model pembelajaran Course Review Horay dengan media konkret merupakan model pembelajaran yang tepat, karena dapat mengaktifkan siswa, membuat suasana pembelajaran menjadi menyenangkan dan bermakna. Selain itu, selama proses pembelajaran siswa juga dapat melakukan kerjasama dalam kelompok. Pembelajaran dengan menggunakan model Course Review Horay dengan media konkret: 1) pembelajaran berpusat pada siswa, 2) mengarahkan keaktifan siswa untuk belajar, 3) suasana belajar yang menyenangkan, 4) siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari dengan media konkret, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Karakteristik siswa kelas IV juga menjadi dasar bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Siswa kelas IV yang berada pada rentang usia 10-11 tahun termasuk pada yang fase operasional konkret yaitu tahap saat siswa 41 senang bermain, menyukai hal yang menyenangkan, senang berkelompok dan bekerjasama dengan teman sebaya, dan juga mudah memahami melalui halhal konkret yang siswa alami dan hadapi secara langsung. Media konkret yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah media kertas. Karena kertas bukanlah hal asing lagi bagi siswa. Selain itu siswa dapat dengan mudah mendapatkannya serta mudah dalam menggunakan karena dalam kehidupan sehari-hari siswa sering menggunakan kertas baik untuk belajar ataupun bermain. Jadi, model pembelajaran Course Review Horay dengan media konkret berupa kertas sangat tepat jika diterapkan pada siswa kelas IV sekolah dasar. Model pembelajaran Course Review Horay dengan media konkret memiliki langkah-langkah: 1) penyampaian kompetensi, 2) penyampaian materi dengan media konkret, 3) pembentukan kelompok, 4) pembuatan kartu, 5) pembacaan soal diskusi, 6) diskusi kelompok dengan media konkret, 7) pengecekkan jawaban , 8) perayaan, 9) penutup. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Course Review Horay dengan media konkret yang dikaitkan dengan karakteristik siswa kelas IV, akan dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang pecahan yang diketahui dari hasil belajar yang meningkat. Kesalahan dan kekurangan yang terjadi pada saat pembelajaran harus segera direfleksikan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya. Perbaikan tersebut diharapkan mampu meningkatkan pembelajaran Matematika tentang pecahan di kelas IV SD Negeri 1 Panjer tahun ajaran 2015/2016, siswa mencapai KKM sebesar 70 atau 85%. Alur kerangka pemikiran ditujukan untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka kerangka pemikiran di atas dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar peneliti mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Adapun skema seperti pada gambar 2.1 berikut ini: 42 KONDISI AWAL TINDAKAN KONDISI AKHIR Guru belum menggunakan model dan media pembelajaran yang inovatif. Guru menerapkan model pembelajaran Course Review Horay dengan media konkret berupa kertas lipat dan pita kertas pada pembelajaran Matematika tentang pecahan. Pembelajaran Matematika tentang pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Panjer meningkat, 85 % siswa mencapai KKM=70 Pembelajaran berpusat pada guru, pembelajaran kurang menyenangkan bagi siswa, siswa aktif bermain bukan untuk belajar, siswa tidak mengalami sendiri apa yang sedang dipelajari sehingga hasil belajar menjadi rendah, 52% siswa belum mencapai KKM. 1.Pembelajaran berpusat pada siswa. 2.Mengarahkan keaktifan siswa untuk belajar 3.Suasana belajar menyenangkan 4.Siswa mengalami sendiri apa yang dipejari sehingga lebih bermakna bagi siswa. Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, penelitian relevan, dan kerangka berpikir yang telah dijelaskan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah jika model pembelajaran Course Review Horay dengan media konkret dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang pecahan pada siswa kelas IV SDN 1 Panjer tahun ajaran 2015/2016.