Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser Jakarta 1 – 2 Oktober 2003 Comparison study between shock wave model and recombination model in the generation of low pressure laser plasma Herri Trilaksanaa, Lie Tjung Jieb, Marincan Pardedec, Kiichiro Kagawad, and Hendrik Kurniawane* a Department of Physics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Airlangga University, Mulyorejo, Surabaya 60115, Indonesia b Meridien Counselling, 85P Taman Sari Raya, Jakarta Barat 11150, Indonesia, c Department of Electronic Engineering, Faculty of Industrial Technique, University of Pelita Harapan, UPH Tower Lippo Karawaci, Tangerang d Department of Physics, Faculty of Education and Regional Studies, Fukui University, 9-1 bunkyo 3-chome, Fukui 910, Japan e Research Center of Maju Makmur Mandiri, 40 Srengseng Raya, Jakarta Barat 11630, Indonesia ABSTRACT An experimental study has been conducted on the dynamical process taking place in the plasma generated by a Qswitched Nd-YAG laser operated in its fundamental wavelength of 1,064 nm and pulse duration of 8 ns under reduced pressure of air (5 Torr) using copper sample. In order to elucidate the excitation mechanism of sensitive emission lines of Cu I 521.8 nm, Cu I 515.3 nm, Cu I 510.5 nm, Cu I 324.7 nm and Cu I 327.4 nm, a 60% pass nickel mesh was placed 5 mm in front of the copper sample surface. The mesh was supplied by means of DC high voltage in the range of 0 – 400 volt to trap the electron ejected from the copper sample surface. Verification of the shock wave model and recombination model was then carried out by observing the emission intensities of the above lines beyond the mesh region using gated intensified optical multichannel analyzer. The result showed that the shock wave model is the most plausible model to explain the excitation mechanism in the low-pressure laser plasma. Keywords: Nd-YAG laser plasma, low pressure plasma, recombination model, shock wave model, mesh electrode, charge current. 1. PENDAHULUAN Studi mengenai Laser Atomic Emission Spectrochemical Analysis (LAESA) pertama kali diperkenalkan oleh Brech et al pada tahun 1962 dan metode LAESA berkembang dengan baik dan menjadi salah satu aplikasi tipikal laser yang paling bermanfaat pada dasa warsa di atas.1 Metode LAESA pada awal dari pengembangannya menggunakan laser pulsa berenergi tinggi seperti laser zat padat Ruby maupun laser zat padat Nd-glass yang lebar pulsanya relatif masih besar (dalam orde ratusan nano detik). Dengan menggunakan laser di atas, berkas laser difokuskan pada material padat pada tekanan gas atmosferik. Spektrum dari plasma yang dihasilkan direkam dengan menggunakan pelat fotografi. Keuntungan metode ini dibandingkan dengan metode analisa spektrokimia yang lain adalah kemampuannya untuk menganalisa bukan saja bahan metal, tetapi juga bahan non-metal disamping kemampuan untuk analisa mikro dan waktu analisis yang cepat karena tidak adanya proses pendahuluan. Dilain pihak kerugian dari metode ini adalah sinyal latar yang tinggi pada spektrum karena plasma yang dihasilkan memiliki densitas dan temperatur yang sangat tinggi. Selain itu absorbsi diri juga terjadi karena perbedaan temperatur didalam inti plasma sangat tinggi dan inti plasma dikelilingi oleh gas dengan temperatur yang relatif rendah sehingga absorbsi diri menjadi dominan yang mengakibatkan tidak terjadinya hubungan yang linier antara intensitas emisi dengan kandungan elemen yang bersangkutan. Untuk mengatasi masalah di atas, proses eksitasi dipisahkan dari proses ablasi dimana untuk proses eksitasi dipakai elektroda bantu dan laser pulsa moda osilasi-normal hanya dipakai untuk menguapkan bahan. Meskipun demikian ketidak linieran dalam kurva kalibrasi dan akurasi yang kurang pada proses-proses di atas tetap tidak terpecahkan dalam * [email protected]; Tel. (021) 586 7663; Fax. (021) 586 7670; http://www.geocities.com/spectrochemical/ Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser Jakarta 1 – 2 Oktober 2003 metode LAESA. Kekurangan ini menjadikan metode LAESA hanya cocok dipakai untuk analisa kualitatif saja dan studi LAESA praktis terhenti sejak awal 1980.2 Dewasa ini dengan ditemukannya laser dengan berkas keluaran yang baik (energi pulsa yang stabil dan lebar pulsa yang sempit) dan dengan ditemukannya metode deteksi multikanal (Optical Multichannel Analyzer, OMA) menjadikan studi dibidang LAESA kembali menarik karena kemampuannya untuk menganalisa bahan padat secara cepat dapat direalisasikan dengan menghasilkan kurva kalibrasi yang linier. Dalam perkembangan selanjutnya, metode LAESA dibagi menjadi dua yaitu metode LAESA tekanan tinggi, biasa disebut Laser-Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS).3-7 Pada metode ini, laser pulsa dengan energi tinggi dan lebar pulsa sempit seperti laser Nd-YAG difokuskan pada bahan padat pada tekanan atmosfer. Untuk menghindari sinyal latar yang kuat karena densitas dan temperatur plasma yang tinggi, digunakan deteksi OMA cacah waktu. Metode yang kedua, yaitu metode LAESA tekanan rendah.8-18 Pada metode ini, interaksi laser-bahan dilakukan pada gas bertekanan rendah untuk menghindari sinyal latar yang kuat. Pada studi sebelumnya, Kagawa et al,19-21 dengan menggunakan laser nitrogen dan Kurniawan et al,22-28 dengan menggunakan laser karbon-dioksida, laser eksimer maupun Nd-YAG laser telah menunjukan bahwa plasma gelombang kejut iradiasi laser dapat dibangkitkan dengan menggunakan laser pulsa seperti di atas yang difokuskan pada bahan padat pada tekanan gas sekitar 1 Torr. Plasma yang dibangkitkan terdiri atas dua daerah yang nyata. Daerah pertama (plasma primer) adalah daerah kecil dari plasma tepat di atas target yang bertemperatur sangat tinggi dan memancarkan spektrum emisi kontinu yang sangat kuat untuk waktu yang sangat singkat (3 kali FWHM pulsa laser yang dipakai). Daerah kedua (plasma sekunder) mengembang sesuai waktu disekeliling plasma primer, mengemisikan spektrum garis atomik dengan sinyal latar yang sangat rendah. Dengan basis pengukuran cacah waktu memakai laser karbon dioksida dan laser eksimer, telah dibuktikan bahwa atom-atom pada plasma sekunder dieksitasi berdasarkan mekanisme gelombang kejut, dimana plasma primer bertindak sebagai sumber energi ledakan awal. Metode baru ini dikenal sebagai Laser-Induced Shock-Wave Plasma Spectroscopy (LISPS). Untuk menunjang lebih lanjut tentang kebenaran mekanisme gelombang kejut dalam pembangkitan plasma sekunder, Setia Budi et al,29-30 mengembangkan teknik pembatasan ekspansi plasma dan telah dibuktikan bahwa plasma sekunder berkembang dalam dua tahapan yaitu tahapan eksitasi dan tahapan pendinginan yang mana sesuai dengan model plasma gelombang kejut. Eksperimen lebih lanjut dikembangkan oleh Kurniawan et al,31-32 dengan menggunakan teknik pengukuran simultan antara loncatan densitas dan intensitas emisi dan tahapan proses eksitasi dan proses pendinginan juga dibuktikan kembali. Meskipun semua eksperimen di atas yang telah dilakukan telah membuktikan kebenaran mekanisme gelombang kejut dalam eksitasi dalam plasma sekunder, percobaan secara langsung untuk mengeliminir mekanisme rekombinasi ion-elektron maupun mekanisme tumbukan elektron belum pernah dilakukan. Untuk tujuan di atas, Pardede et al,33 dengan menggunakan elektroda kasa yang dipasang didepan target untuk pengumpul elektron membuktikan bahwa mekanisme rekombinasi maupun tumbukan elektron tidak dapat menjelaskan mekanisme eksitasi pada plasma sekunder. Eksperimen ini dilakukan dengan mengadopsi teknik yang dikembangkan oleh Pardede et al,33 untuk membuktikan secara langsung bahwa model rekombinasi yang selama ini dipercaya sebagai mekanisme utama pembangkitan plasma sekunder tidak berlaku. 2. DIAGRAM EKSPERIMEN Diagram eksperimen yang dipakai adalah hampir serupa pada eksperimen sebelumnya.33 Pada eksperimen ini, radiasi laser Nd-YAG (Quanta Ray, GCR-12S) dengan panjang gelombang 1.064 nm dan lebar pulsa 8 ns dioperasikan pada moda Q-switched dengan frekuensi repetisi 5 Hz dan energi keluaran diatur pada harga 175 mJ dengan menggunakan filter densitas normal tanpa mengurangi besarnya tegangan pada sel Q-sw. radiasi laser ini difokuskan dengan menggunakan lensa energi tinggi (f = 100 mm) melalui jendela kuarsa kepermukaan target. Fluktuasi energi laser pada keadaan ini adalah sebesar 3%. Pada keseluruhan eksperimen ini, digunakan target tembaga (Rare Metallic Co, 99,99%, ketebalan 0,2 mm). Untuk deteksi arus muatan listrik pada plasma sekunder, elektroda kasa dengan transmisi 60% untuk energi laser di atas ditempatkan didepan target dan pararel pada permukaan target. Energi laser yang mencapai permukaan target adalah 100 mJ dengan densitas daya 40 GW/cm2. Material untuk mesh terbuat dari logam nikel murni tanpa kandungan tembaga. Juga telah dikonfirmasikan pada eksperimen ini, tidak terbentuk plasma nikel pada permukaan elektroda mesh. Pada semua dari percobaan ini, target ditempatkan pada ruang hampa kecil dengan ukuran 11 cm x 11 cm x 12,5 cm yang dapat dievakuasi dengan bantuan Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser Jakarta 1 – 2 Oktober 2003 pompa hampa dan diisi dengan udara pada tekanan rendah yang dikehendaki (5 Torr). Aliran udara melalui ruang hampa diatur dengan menggunakan katup aliran kecil baik pada sisi pompa hampa maupun pada sisi ruang hampa. Tekanan pada ruang hampa diukur dengan menggunakan Pirani meter (Diavac model PT-1DA). Target beserta keseluruhan ruang hampa dan lensa energi tinggi dapat digerakan baik sepanjang sumbu radiasi laser dengan menggunakan servo-motor maupun tegak lurus radiasi laser dengan menggunakan mikro-meter. Target diputar pada kecepatan 2 rpm untuk menjamin keseragaman intensitas emisi selama iradiasi laser dilakukan. Untuk mengukur besarnya arus muatan listrik pada plasma sekunder, elektroda kasa nikel dihubungkan dengan sumber tegangan searah yang dapat diatur besarnya antara 0 hingga 400 volt dimana target dibumikan melalui resistor yang juga berfungsi sebagai rangkaian pembagi tegangan. Pengukuran spectral dilakukan dengan menggunakan optical multichannel analyzer (OMA, Princeton Instrument IRY-700) yang dihubungkan langsung dengan spectrograph (Acton Research model SP-150) dengan panjang fokus 150 mm. Celah masukan pada spectrograph ini dihubungkan dengan menggunakan serat optik dari bahan kuarsa dengan diamater 0,6 mm. Ujung serat optik yang lain ditempatkan didepan jendela ruang hampa dimana interaksi laser-target dilakukan. Detektor dari system OMA ini terdiri dari 1.024 intensified photo-diode array yang dapat dioperasikan baik pada moda time-integrated maupun moda time-resolved dengan lebar pulsa cacah waktu dari 200 ns hingga 80 ms. Lebar daerah spectral yang dapat diamati dengan detector ini adalah 80 nm pada panjang gelombang tengah 500 nm. Spektral yang diperoleh diamati dan dianalisa dengan bantuan komputer. 3. HASIL EKSPERIMEN DAN DISKUSI Seperti telah disebutkan pada bagian pendahuluan,2-3 beberapa model telah diajukan untuk menjelaskan mekanisme eksitasi pada plasma yang dibangkitkan oleh iradiasi laser. Untuk plasma yang dibangkitkan pada tekanan rendah, model buffer gas menjadi tidak relevan karena shielding effect dari gas disekeliling plasma dapat diabaikan. Selain model gelombang kejut, model rekombinasi ion-elektron adalah salah satu model yang mungkin berpengaruh besar pada eksitasi atom-atom pada plasma sekunder. Pada model rekombinasi, peran elektron mutlak diperlukan. Untuk menjajaki kemungkinan model rekombinasi ini, kasa nikel yang dipasang pada jarak 5 mm pararel didepan target tembaga tidak diberikan tegangan sehingga tidak ada elektron yang akan terperangkap oleh kasa nikel karena pengaruh tegangan positip pada kasa nikel. Daerah antara target dan kasa nikel ditutup dengan menggunakan kertas hitam sehingga emisi yang akan diamati hanya emisi didepan kasa nikel. Gambar 1 memperlihatkan spektrum emisi tembaga pada daerah ultra-violet (a) dan pada daerah cahaya tampak (b). Lima garis emisi sensitif dari tembaga dapat diamati dengan jelas yaitu Cu I 324.7 nm dan Cu I 327.4 nm pada daerah UV dan Cu I 510.5 nm, Cu I 515.3 nm dan Cu I 521.8 nm pada daerah cahaya tampak. Untuk membandingkan hasil spektrum pada Gambar 2, elektroda kasa diberi tegangan searah positif sebesar 400 volt dan spektrum tembaga pada daerah sesudah elektroda kasa diambil kembali dengan teknik pengukuran yang sama seperti pada Gambar 2 dan hasilnya diperlihatkan pada gambar 2, (a) untuk daerah ultra violet dan (b) untuk daerah cahaya tampak. Jelas terlihat dari spektrum pada Gambar 2(a) maupun (b) bahwa intensitas emisi garis Cu adalah sama pada kasus tanpa tegangan pada elektroda kasa nikel. Hal ini membuktikan bahwa elektron tidak berperan pada proses eksitasi atom-atom Cu pada plasma sekunder. Dengan kata lain model rekombinasi ion-elektron dapat dieliminir pada proses pembangkitan plasma sekunder. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang tidak berperannya model rekombinasi pada eksitasi atom-atom Cu, berikut ini disajikan hubungan antara intensitas emisi sensitif atom-atom Cu pada daerah ultra violet dan daerah cahaya tampak sebagai fungsi dari tegangan elektroda kasa nikel seperti terlihat pada Gambar 3. Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser Jakarta 1 – 2 Oktober 2003 Cu I 327.4 nm 800 Cu I 324.7 nm 700 intensity (counts) 600 500 400 300 200 100 0 290 310 330 350 370 wavelength (nm) Gambar 1(a) Spektrum target tembaga pada daerah ultra violet didepan elektroda kasa yang tidak diberi tegangan dengan moda timeintegrated dan diambil pada tekanan udara 5 Torr. 1500 Cu I 515.3 nm Cu I 510.5 nm intensity (counts) 2000 Cu I 521.8 nm 2500 1000 500 0 480 500 520 540 560 wavelength (nm) Gambar 1(b) Spektrum target tembaga pada daerah cahaya tampak didepan elektroda kasa yang tidak diberi tegangan dengan moda time-integrated dan diambil pada tekanan udara 5 Torr. Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser Jakarta 1 – 2 Oktober 2003 Cu I 327.4 nm 800 Cu I 324.7 nm 700 intensity (counts) 600 500 400 300 200 100 0 290 310 330 350 370 wavelength (nm) Gambar 2(a) Spektrum target tembaga pada daerah ultra violet didepan elektroda kasa yang diberi tegangan +400 volt dengan moda time-integrated dan diambil pada tekanan udara 5 Torr. 1500 Cu I 515.3 nm intensity (counts) Cu I 510.5 nm 2000 Cu I 521.8 nm 2500 1000 500 0 480 500 520 540 560 wavelength (nm) Gambar 2(b) Spektrum target tembaga pada daerah cahaya tampak didepan elektroda kasa yang diberi tegangan +400 volt dengan moda time-integrated dan diambil pada tekanan udara 5 Torr. Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser Jakarta 1 – 2 Oktober 2003 2500 Cu Cu Cu Cu Cu intensity (counts) 2000 I I I I I 324.7 nm 327.4 nm 521.8 nm 515.3 nm 510.5 nm 1500 1000 500 0 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 m esh voltage (volt) Gambar 3 Hubungan antara intensitas emisi sensitive dari atom-atom Cu sebagai fungsi dari tegangan elektroda kasa. Data diambil dengan moda time-integrated dan tekanan udara sekitar sebesar 5 Torr Dari Gambar 3 jelas terlihat bahwa intensitas emisi dari kelima garis sensitive tembaga adalah mendekati konstan dan tidak bergantung pada pengaruh besarnya tegangan pada elektroda kasa nikel. Hal ini mendukung sepenuhnya bahwa model rekombinasi tidak berperan pada kasus pembangkitan plasma akibat iradiasi laser. Selanjutnya juga dibuktikan bahwa dengan penempatan elektroda kasa nikel, pola emisi atom-atom tembaga tidak akan berubah dan hal ini dapat dilihat pada Gambar 4, dimana (a) untuk daerah ultra violet dan (b) untuk daerah cahaya tampak. Dari Gambar 4 jelas terlihat pola emisi yang sama seperti halnya pada Gambar 1 dan Gambar 2. Hanya saja pada gambar 4, intensitas emisi menjadi jauh lebih tinggi karena tanpa kehadiran elektroda kasa nikel, seluruh energi laser sebesar 175 mJ akan mengenai permukaan target tembaga. Hal yang perlu diperhatikan adalah baik pada kasus tanpa elektroda kasa; dengan elektroda kasa tanpa tegangan; dengan elektroda kasa yang diberi tegangan searah, perbandingan intensitas emisi antara Cu I 521.8 nm dan Cu I 510.5 nm adalah hampir sama. Hal ini membuktikan bahwa dalam ketiga kasus di atas, temperatur plasma adalah sama. Pernyataan ini kembali membuktikan bahwa plasma sekunder yang dibangkitkan oleh iradiasi laser adalah mengikuti mekanisme gelombang kejut. 4. KESIMPULAN Telah dibuktikan pada eksperimen ini, bahwa model rekombinasi ion-elektron bukan merupakan mekanisme utama untuk eksitasi atom-atom elemen pada plasma yang dibangkitkan oleh iradiasi laser pada udara bertekanan rendah. Hal ini kembali membuktikan bahwa hanya mekanisme gelombang kejut yang berperan dalam proses eksitasi pada plasma laser. Studi selanjutnya untuk mempelajari profil waktu intensitas emisi dari logam tembaga dan profil waktu dari temperatur rata-rata pada plasma juga akan dilakukan bersamaan dengan kemungkinan penggunaan besaran arus muatan plasma untuk standardisasi internal pada analisa kuantitatif dengan metoda laser plasma. Cu I 324.7 nm intensity (counts) 2500 2000 1500 1000 Jakarta 1 – 2 Oktober 2003 Cu I 327.4 nm Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser 500 0 280 300 320 340 360 wavelength (nm) Gambar 4(a) Spektrum target tembaga pada daerah ultra violet tanpa elektroda kasa dengan moda time-integrated dan diambil pada tekanan udara 5 Torr. 5000 4000 Cu I 515.3 nm Cu I 510.5 nm intensity (counts) 6000 Cu I 521.8 nm 7000 3000 2000 1000 0 480 500 520 540 560 wavelength (nm) Gambar 4(b) Spektrum target tembaga pada daerah cahaya tampak tanpa elektroda kasa dengan moda time-integrated dan diambil pada tekanan udara 5 Torr. Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser Jakarta 1 – 2 Oktober 2003 DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Brech, F. and Cross, L., Appl. Spectrosc. 16, 59 (1962). Piepmeier, E.H., Analytical Applications of Lasers, Wiley, New York, p.627 (1986). Cremers, D.A., Radziemski L.J., Laser Applications (R.W. Solarz and Paisner J.S. Eds.), Marcel Dekker, New York, p.351 (1987). Radziemski, L.J., Cremers, D.A., Laser Induced Plasmas and Applications, Marcel Dekker, New York (1989). Sabsabi, M., Cielo, P., Appl. Spectrosc. 49, 499 (1995). Mao, X.L., Shannon, M.A., Fernandez, A.J., Russo, R.E., Appl. Spectrosc. 49, 1054 (1995). Multari, R.A., Foster, L.E., Cremers, D.A., Ferris, M.J., Appl. Spectrosc. 50, 1483 (1996). Piepmeier, E.H., Osten, D.E., Appl. Spectrosc. 25, 642 (1971). Dimitrov, G., Gagov, V., Spectrosc. Lett. 10, 337 (1979). Leis, F., Sdorra, W., Ko, J.B., Niemax, K., Mikrochim. Acta (Wien) 2, 1185 (1989). Iida, Y., Appl. Spectrosc. 43, 229 (1989). Iida, Y., Spectrochim. Acta, 45B, 1353 (1990). Iida, Y., Morikawa, H., Tsuge, A., Uwamino, Y., Ishizuka, T., Anal. Sci. 7, 61 (1991). Kuzuya, M., Mikami, O., Jpn. J. Appl. Phys. 29, 1568 (1990). Kuzuya, M., Takemoto, T., Sakanashi, H., Mikami, O., J. Spectrosc. Soc. Jpn. 44, 17 (1995). Lee, Y.I., Thiem, T.L., Kim, G.H., Teng, Y.Y., Sneddon, J., Appl. Spectrosc. 46, 1597 (1992). Wu, J.D., Pan, Q., Chen, S.C., Appl. Spectrosc. 51, 883 (1997). Lee, Y.I., Song, K., Cha, H.K., Lee, J.M., Park, M.C., Lee, G.H., Sneddon, J., Appl. Spectrosc. 51, 959 (1997). Kagawa, K., Yokoi, S., Spectrochim. Acta, B37, 789 (1982). Kagawa, K., Yokoi, S., Nakajima, S., Opt. Commun. 45, 261 (1983). Kagawa, K., Ohtani, M., Yokoi, S., Nakajima, S., Spectrochim. Acta, B39, 525 (1984). Kurniawan, H., Tjia,. M.O., Barmawi, M., Yokoi, S., Kimura, Y., Kagawa, K., J. Phys. D.: Appl. Phys. 28, 879 (1995). Kurniawan, H., Kobayashi, T., Kagawa, K., Rev. of Laser Eng. 20, 31 (1992). Kurniawan, H., Kobayashi, T., Kagawa, K., Appl. Spectrosc. 46, 581 (1992). Kurniawan, H., Kobayashi, T., Nakajima, S., Kagawa, K., Jpn. J. Appl. Phys. 31, 1213 (1992). Kurniawan, H., Ikeda, N., Kobayashi, T., Kagawa, K., J. Spectrosc. Soc. Jpn. 41, 21 (1992). Kurniawan, H., Kagawa, K., Appl. Spectrosc. 51, 304 (1997). Kurniawan, H., Budi, W.S., Suliyanti, M.M., Marpaung, A.M., Kagawa, K., J. Phys. D.:Appl. Phys. 30, 3335 (1997). Setia Budi, W., Suyanto, H., Kurniawan, H., Tjia, M.O., Kagawa, K., Appl. Spectrosc., 53, 6, 719 (1999). Setia Budi, W., Rahman, A., Kurniawan, H., Tjia, M.O., Kagawa, K., Rev. of Laser Eng. 29, 3, 180 (2001). Kurniawan, H., Lie, T.J., Idris, N., Tjia, M.O., Ueda, M., Kagawa, K., J. Spectrosc. Soc. Jpn. 50, 1, 13 (2001). Kurniawan, H., Lahna, K., Lie, T.J., Kagawa, K., Tjia, M.O., Appl. Spectroscs., 55, 1, 92 (2001). Pardede, M., Kurniawan, H., Lie, T.J., Tjia, M.O., Kagawa, K., Appl. Spectrosc., 56, 8, 994 (2002).