Comparison study between shock wave model and recombination

advertisement
Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
Comparison study between shock wave model and recombination
model in the generation of low pressure laser plasma
Herri Trilaksanaa, Lie Tjung Jieb, Marincan Pardedec, Kiichiro Kagawad, and
Hendrik Kurniawane*
a
Department of Physics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Airlangga University, Mulyorejo, Surabaya 60115, Indonesia
b
Meridien Counselling, 85P Taman Sari Raya, Jakarta Barat 11150, Indonesia,
c
Department of Electronic Engineering, Faculty of Industrial Technique,
University of Pelita Harapan, UPH Tower Lippo Karawaci, Tangerang
d
Department of Physics, Faculty of Education and Regional Studies, Fukui University,
9-1 bunkyo 3-chome, Fukui 910, Japan
e
Research Center of Maju Makmur Mandiri, 40 Srengseng Raya, Jakarta Barat 11630, Indonesia
ABSTRACT
An experimental study has been conducted on the dynamical process taking place in the plasma generated by a Qswitched Nd-YAG laser operated in its fundamental wavelength of 1,064 nm and pulse duration of 8 ns under reduced
pressure of air (5 Torr) using copper sample. In order to elucidate the excitation mechanism of sensitive emission lines of
Cu I 521.8 nm, Cu I 515.3 nm, Cu I 510.5 nm, Cu I 324.7 nm and Cu I 327.4 nm, a 60% pass nickel mesh was
placed 5 mm in front of the copper sample surface. The mesh was supplied by means of DC high voltage in the range of
0 – 400 volt to trap the electron ejected from the copper sample surface. Verification of the shock wave model and
recombination model was then carried out by observing the emission intensities of the above lines beyond the mesh
region using gated intensified optical multichannel analyzer. The result showed that the shock wave model is the most
plausible model to explain the excitation mechanism in the low-pressure laser plasma.
Keywords: Nd-YAG laser plasma, low pressure plasma, recombination model, shock wave model, mesh
electrode, charge current.
1. PENDAHULUAN
Studi mengenai Laser Atomic Emission Spectrochemical Analysis (LAESA) pertama kali diperkenalkan oleh Brech
et al pada tahun 1962 dan metode LAESA berkembang dengan baik dan menjadi salah satu aplikasi tipikal laser yang
paling bermanfaat pada dasa warsa di atas.1 Metode LAESA pada awal dari pengembangannya menggunakan laser pulsa
berenergi tinggi seperti laser zat padat Ruby maupun laser zat padat Nd-glass yang lebar pulsanya relatif masih besar
(dalam orde ratusan nano detik). Dengan menggunakan laser di atas, berkas laser difokuskan pada material padat pada
tekanan gas atmosferik. Spektrum dari plasma yang dihasilkan direkam dengan menggunakan pelat fotografi.
Keuntungan metode ini dibandingkan dengan metode analisa spektrokimia yang lain adalah kemampuannya untuk
menganalisa bukan saja bahan metal, tetapi juga bahan non-metal disamping kemampuan untuk analisa mikro dan waktu
analisis yang cepat karena tidak adanya proses pendahuluan. Dilain pihak kerugian dari metode ini adalah sinyal latar
yang tinggi pada spektrum karena plasma yang dihasilkan memiliki densitas dan temperatur yang sangat tinggi. Selain
itu absorbsi diri juga terjadi karena perbedaan temperatur didalam inti plasma sangat tinggi dan inti plasma dikelilingi
oleh gas dengan temperatur yang relatif rendah sehingga absorbsi diri menjadi dominan yang mengakibatkan tidak
terjadinya hubungan yang linier antara intensitas emisi dengan kandungan elemen yang bersangkutan.
Untuk mengatasi masalah di atas, proses eksitasi dipisahkan dari proses ablasi dimana untuk proses eksitasi dipakai
elektroda bantu dan laser pulsa moda osilasi-normal hanya dipakai untuk menguapkan bahan. Meskipun demikian
ketidak linieran dalam kurva kalibrasi dan akurasi yang kurang pada proses-proses di atas tetap tidak terpecahkan dalam
*
[email protected]; Tel. (021) 586 7663; Fax. (021) 586 7670; http://www.geocities.com/spectrochemical/
Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
metode LAESA. Kekurangan ini menjadikan metode LAESA hanya cocok dipakai untuk analisa kualitatif saja dan studi
LAESA praktis terhenti sejak awal 1980.2
Dewasa ini dengan ditemukannya laser dengan berkas keluaran yang baik (energi pulsa yang stabil dan lebar pulsa
yang sempit) dan dengan ditemukannya metode deteksi multikanal (Optical Multichannel Analyzer, OMA) menjadikan
studi dibidang LAESA kembali menarik karena kemampuannya untuk menganalisa bahan padat secara cepat dapat
direalisasikan dengan menghasilkan kurva kalibrasi yang linier.
Dalam perkembangan selanjutnya, metode LAESA dibagi menjadi dua yaitu metode LAESA tekanan tinggi, biasa
disebut Laser-Induced Breakdown Spectroscopy (LIBS).3-7 Pada metode ini, laser pulsa dengan energi tinggi dan lebar
pulsa sempit seperti laser Nd-YAG difokuskan pada bahan padat pada tekanan atmosfer. Untuk menghindari sinyal latar
yang kuat karena densitas dan temperatur plasma yang tinggi, digunakan deteksi OMA cacah waktu. Metode yang kedua,
yaitu metode LAESA tekanan rendah.8-18 Pada metode ini, interaksi laser-bahan dilakukan pada gas bertekanan rendah
untuk menghindari sinyal latar yang kuat.
Pada studi sebelumnya, Kagawa et al,19-21 dengan menggunakan laser nitrogen dan Kurniawan et al,22-28 dengan
menggunakan laser karbon-dioksida, laser eksimer maupun Nd-YAG laser telah menunjukan bahwa plasma gelombang
kejut iradiasi laser dapat dibangkitkan dengan menggunakan laser pulsa seperti di atas yang difokuskan pada bahan padat
pada tekanan gas sekitar 1 Torr. Plasma yang dibangkitkan terdiri atas dua daerah yang nyata. Daerah pertama (plasma
primer) adalah daerah kecil dari plasma tepat di atas target yang bertemperatur sangat tinggi dan memancarkan spektrum
emisi kontinu yang sangat kuat untuk waktu yang sangat singkat (3 kali FWHM pulsa laser yang dipakai). Daerah kedua
(plasma sekunder) mengembang sesuai waktu disekeliling plasma primer, mengemisikan spektrum garis atomik dengan
sinyal latar yang sangat rendah. Dengan basis pengukuran cacah waktu memakai laser karbon dioksida dan laser
eksimer, telah dibuktikan bahwa atom-atom pada plasma sekunder dieksitasi berdasarkan mekanisme gelombang kejut,
dimana plasma primer bertindak sebagai sumber energi ledakan awal. Metode baru ini dikenal sebagai Laser-Induced
Shock-Wave Plasma Spectroscopy (LISPS).
Untuk menunjang lebih lanjut tentang kebenaran mekanisme gelombang kejut dalam pembangkitan plasma
sekunder, Setia Budi et al,29-30 mengembangkan teknik pembatasan ekspansi plasma dan telah dibuktikan bahwa plasma
sekunder berkembang dalam dua tahapan yaitu tahapan eksitasi dan tahapan pendinginan yang mana sesuai dengan
model plasma gelombang kejut. Eksperimen lebih lanjut dikembangkan oleh Kurniawan et al,31-32 dengan menggunakan
teknik pengukuran simultan antara loncatan densitas dan intensitas emisi dan tahapan proses eksitasi dan proses
pendinginan juga dibuktikan kembali.
Meskipun semua eksperimen di atas yang telah dilakukan telah membuktikan kebenaran mekanisme gelombang
kejut dalam eksitasi dalam plasma sekunder, percobaan secara langsung untuk mengeliminir mekanisme rekombinasi
ion-elektron maupun mekanisme tumbukan elektron belum pernah dilakukan. Untuk tujuan di atas, Pardede et al,33
dengan menggunakan elektroda kasa yang dipasang didepan target untuk pengumpul elektron membuktikan bahwa
mekanisme rekombinasi maupun tumbukan elektron tidak dapat menjelaskan mekanisme eksitasi pada plasma sekunder.
Eksperimen ini dilakukan dengan mengadopsi teknik yang dikembangkan oleh Pardede et al,33 untuk membuktikan
secara langsung bahwa model rekombinasi yang selama ini dipercaya sebagai mekanisme utama pembangkitan plasma
sekunder tidak berlaku.
2. DIAGRAM EKSPERIMEN
Diagram eksperimen yang dipakai adalah hampir serupa pada eksperimen sebelumnya.33 Pada eksperimen ini,
radiasi laser Nd-YAG (Quanta Ray, GCR-12S) dengan panjang gelombang 1.064 nm dan lebar pulsa 8 ns dioperasikan
pada moda Q-switched dengan frekuensi repetisi 5 Hz dan energi keluaran diatur pada harga 175 mJ dengan
menggunakan filter densitas normal tanpa mengurangi besarnya tegangan pada sel Q-sw. radiasi laser ini difokuskan
dengan menggunakan lensa energi tinggi (f = 100 mm) melalui jendela kuarsa kepermukaan target. Fluktuasi energi laser
pada keadaan ini adalah sebesar 3%.
Pada keseluruhan eksperimen ini, digunakan target tembaga (Rare Metallic Co, 99,99%, ketebalan 0,2 mm). Untuk
deteksi arus muatan listrik pada plasma sekunder, elektroda kasa dengan transmisi 60% untuk energi laser di atas
ditempatkan didepan target dan pararel pada permukaan target. Energi laser yang mencapai permukaan target adalah 100
mJ dengan densitas daya 40 GW/cm2.
Material untuk mesh terbuat dari logam nikel murni tanpa kandungan tembaga. Juga telah dikonfirmasikan pada
eksperimen ini, tidak terbentuk plasma nikel pada permukaan elektroda mesh. Pada semua dari percobaan ini, target
ditempatkan pada ruang hampa kecil dengan ukuran 11 cm x 11 cm x 12,5 cm yang dapat dievakuasi dengan bantuan
Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
pompa hampa dan diisi dengan udara pada tekanan rendah yang dikehendaki (5 Torr). Aliran udara melalui ruang hampa
diatur dengan menggunakan katup aliran kecil baik pada sisi pompa hampa maupun pada sisi ruang hampa. Tekanan
pada ruang hampa diukur dengan menggunakan Pirani meter (Diavac model PT-1DA). Target beserta keseluruhan ruang
hampa dan lensa energi tinggi dapat digerakan baik sepanjang sumbu radiasi laser dengan menggunakan servo-motor
maupun tegak lurus radiasi laser dengan menggunakan mikro-meter. Target diputar pada kecepatan 2 rpm untuk
menjamin keseragaman intensitas emisi selama iradiasi laser dilakukan.
Untuk mengukur besarnya arus muatan listrik pada plasma sekunder, elektroda kasa nikel dihubungkan dengan
sumber tegangan searah yang dapat diatur besarnya antara 0 hingga 400 volt dimana target dibumikan melalui resistor
yang juga berfungsi sebagai rangkaian pembagi tegangan.
Pengukuran spectral dilakukan dengan menggunakan optical multichannel analyzer (OMA, Princeton Instrument
IRY-700) yang dihubungkan langsung dengan spectrograph (Acton Research model SP-150) dengan panjang fokus 150
mm. Celah masukan pada spectrograph ini dihubungkan dengan menggunakan serat optik dari bahan kuarsa dengan
diamater 0,6 mm. Ujung serat optik yang lain ditempatkan didepan jendela ruang hampa dimana interaksi laser-target
dilakukan. Detektor dari system OMA ini terdiri dari 1.024 intensified photo-diode array yang dapat dioperasikan baik
pada moda time-integrated maupun moda time-resolved dengan lebar pulsa cacah waktu dari 200 ns hingga 80 ms. Lebar
daerah spectral yang dapat diamati dengan detector ini adalah 80 nm pada panjang gelombang tengah 500 nm. Spektral
yang diperoleh diamati dan dianalisa dengan bantuan komputer.
3. HASIL EKSPERIMEN DAN DISKUSI
Seperti telah disebutkan pada bagian pendahuluan,2-3 beberapa model telah diajukan untuk menjelaskan mekanisme
eksitasi pada plasma yang dibangkitkan oleh iradiasi laser. Untuk plasma yang dibangkitkan pada tekanan rendah, model
buffer gas menjadi tidak relevan karena shielding effect dari gas disekeliling plasma dapat diabaikan. Selain model
gelombang kejut, model rekombinasi ion-elektron adalah salah satu model yang mungkin berpengaruh besar pada
eksitasi atom-atom pada plasma sekunder.
Pada model rekombinasi, peran elektron mutlak diperlukan. Untuk menjajaki kemungkinan model rekombinasi ini,
kasa nikel yang dipasang pada jarak 5 mm pararel didepan target tembaga tidak diberikan tegangan sehingga tidak ada
elektron yang akan terperangkap oleh kasa nikel karena pengaruh tegangan positip pada kasa nikel. Daerah antara target
dan kasa nikel ditutup dengan menggunakan kertas hitam sehingga emisi yang akan diamati hanya emisi didepan kasa
nikel. Gambar 1 memperlihatkan spektrum emisi tembaga pada daerah ultra-violet (a) dan pada daerah cahaya tampak
(b). Lima garis emisi sensitif dari tembaga dapat diamati dengan jelas yaitu Cu I 324.7 nm dan Cu I 327.4 nm pada
daerah UV dan Cu I 510.5 nm, Cu I 515.3 nm dan Cu I 521.8 nm pada daerah cahaya tampak.
Untuk membandingkan hasil spektrum pada Gambar 2, elektroda kasa diberi tegangan searah positif sebesar 400
volt dan spektrum tembaga pada daerah sesudah elektroda kasa diambil kembali dengan teknik pengukuran yang sama
seperti pada Gambar 2 dan hasilnya diperlihatkan pada gambar 2, (a) untuk daerah ultra violet dan (b) untuk daerah
cahaya tampak. Jelas terlihat dari spektrum pada Gambar 2(a) maupun (b) bahwa intensitas emisi garis Cu adalah sama
pada kasus tanpa tegangan pada elektroda kasa nikel. Hal ini membuktikan bahwa elektron tidak berperan pada proses
eksitasi atom-atom Cu pada plasma sekunder. Dengan kata lain model rekombinasi ion-elektron dapat dieliminir pada
proses pembangkitan plasma sekunder. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang tidak berperannya model
rekombinasi pada eksitasi atom-atom Cu, berikut ini disajikan hubungan antara intensitas emisi sensitif atom-atom Cu
pada daerah ultra violet dan daerah cahaya tampak sebagai fungsi dari tegangan elektroda kasa nikel seperti terlihat pada
Gambar 3.
Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
Cu I 327.4 nm
800
Cu I 324.7 nm
700
intensity (counts)
600
500
400
300
200
100
0
290
310
330
350
370
wavelength (nm)
Gambar 1(a) Spektrum target tembaga pada daerah ultra violet didepan elektroda kasa yang tidak diberi tegangan dengan moda timeintegrated dan diambil pada tekanan udara 5 Torr.
1500
Cu I 515.3 nm
Cu I 510.5 nm
intensity (counts)
2000
Cu I 521.8 nm
2500
1000
500
0
480
500
520
540
560
wavelength (nm)
Gambar 1(b) Spektrum target tembaga pada daerah cahaya tampak didepan elektroda kasa yang tidak diberi tegangan dengan moda
time-integrated dan diambil pada tekanan udara 5 Torr.
Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
Cu I 327.4 nm
800
Cu I 324.7 nm
700
intensity (counts)
600
500
400
300
200
100
0
290
310
330
350
370
wavelength (nm)
Gambar 2(a) Spektrum target tembaga pada daerah ultra violet didepan elektroda kasa yang diberi tegangan +400 volt dengan moda
time-integrated dan diambil pada tekanan udara 5 Torr.
1500
Cu I 515.3 nm
intensity (counts)
Cu I 510.5 nm
2000
Cu I 521.8 nm
2500
1000
500
0
480
500
520
540
560
wavelength (nm)
Gambar 2(b) Spektrum target tembaga pada daerah cahaya tampak didepan elektroda kasa yang diberi tegangan +400 volt dengan
moda time-integrated dan diambil pada tekanan udara 5 Torr.
Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
2500
Cu
Cu
Cu
Cu
Cu
intensity (counts)
2000
I
I
I
I
I
324.7 nm
327.4 nm
521.8 nm
515.3 nm
510.5 nm
1500
1000
500
0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
m esh voltage (volt)
Gambar 3 Hubungan antara intensitas emisi sensitive dari atom-atom Cu sebagai fungsi dari tegangan elektroda kasa. Data diambil
dengan moda time-integrated dan tekanan udara sekitar sebesar 5 Torr
Dari Gambar 3 jelas terlihat bahwa intensitas emisi dari kelima garis sensitive tembaga adalah mendekati konstan dan
tidak bergantung pada pengaruh besarnya tegangan pada elektroda kasa nikel. Hal ini mendukung sepenuhnya bahwa
model rekombinasi tidak berperan pada kasus pembangkitan plasma akibat iradiasi laser.
Selanjutnya juga dibuktikan bahwa dengan penempatan elektroda kasa nikel, pola emisi atom-atom tembaga tidak
akan berubah dan hal ini dapat dilihat pada Gambar 4, dimana (a) untuk daerah ultra violet dan (b) untuk daerah cahaya
tampak. Dari Gambar 4 jelas terlihat pola emisi yang sama seperti halnya pada Gambar 1 dan Gambar 2. Hanya saja
pada gambar 4, intensitas emisi menjadi jauh lebih tinggi karena tanpa kehadiran elektroda kasa nikel, seluruh energi
laser sebesar 175 mJ akan mengenai permukaan target tembaga. Hal yang perlu diperhatikan adalah baik pada kasus
tanpa elektroda kasa; dengan elektroda kasa tanpa tegangan; dengan elektroda kasa yang diberi tegangan searah,
perbandingan intensitas emisi antara Cu I 521.8 nm dan Cu I 510.5 nm adalah hampir sama. Hal ini membuktikan
bahwa dalam ketiga kasus di atas, temperatur plasma adalah sama. Pernyataan ini kembali membuktikan bahwa plasma
sekunder yang dibangkitkan oleh iradiasi laser adalah mengikuti mekanisme gelombang kejut.
4. KESIMPULAN
Telah dibuktikan pada eksperimen ini, bahwa model rekombinasi ion-elektron bukan merupakan mekanisme utama
untuk eksitasi atom-atom elemen pada plasma yang dibangkitkan oleh iradiasi laser pada udara bertekanan rendah. Hal
ini kembali membuktikan bahwa hanya mekanisme gelombang kejut yang berperan dalam proses eksitasi pada plasma
laser. Studi selanjutnya untuk mempelajari profil waktu intensitas emisi dari logam tembaga dan profil waktu dari
temperatur rata-rata pada plasma juga akan dilakukan bersamaan dengan kemungkinan penggunaan besaran arus muatan
plasma untuk standardisasi internal pada analisa kuantitatif dengan metoda laser plasma.
Cu I 324.7 nm
intensity (counts)
2500
2000
1500
1000
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
Cu I 327.4 nm
Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
500
0
280
300
320
340
360
wavelength (nm)
Gambar 4(a) Spektrum target tembaga pada daerah ultra violet tanpa elektroda kasa dengan moda time-integrated dan diambil pada
tekanan udara 5 Torr.
5000
4000
Cu I 515.3 nm
Cu I 510.5 nm
intensity (counts)
6000
Cu I 521.8 nm
7000
3000
2000
1000
0
480
500
520
540
560
wavelength (nm)
Gambar 4(b) Spektrum target tembaga pada daerah cahaya tampak tanpa elektroda kasa dengan moda time-integrated dan diambil
pada tekanan udara 5 Torr.
Trilaksana et. al: Seminar Nasional I Opto Elektronika dan Aplikasi Laser
Jakarta 1 – 2 Oktober 2003
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
Brech, F. and Cross, L., Appl. Spectrosc. 16, 59 (1962).
Piepmeier, E.H., Analytical Applications of Lasers, Wiley, New York, p.627 (1986).
Cremers, D.A., Radziemski L.J., Laser Applications (R.W. Solarz and Paisner J.S. Eds.), Marcel Dekker, New York,
p.351 (1987).
Radziemski, L.J., Cremers, D.A., Laser Induced Plasmas and Applications, Marcel Dekker, New York (1989).
Sabsabi, M., Cielo, P., Appl. Spectrosc. 49, 499 (1995).
Mao, X.L., Shannon, M.A., Fernandez, A.J., Russo, R.E., Appl. Spectrosc. 49, 1054 (1995).
Multari, R.A., Foster, L.E., Cremers, D.A., Ferris, M.J., Appl. Spectrosc. 50, 1483 (1996).
Piepmeier, E.H., Osten, D.E., Appl. Spectrosc. 25, 642 (1971).
Dimitrov, G., Gagov, V., Spectrosc. Lett. 10, 337 (1979).
Leis, F., Sdorra, W., Ko, J.B., Niemax, K., Mikrochim. Acta (Wien) 2, 1185 (1989).
Iida, Y., Appl. Spectrosc. 43, 229 (1989).
Iida, Y., Spectrochim. Acta, 45B, 1353 (1990).
Iida, Y., Morikawa, H., Tsuge, A., Uwamino, Y., Ishizuka, T., Anal. Sci. 7, 61 (1991).
Kuzuya, M., Mikami, O., Jpn. J. Appl. Phys. 29, 1568 (1990).
Kuzuya, M., Takemoto, T., Sakanashi, H., Mikami, O., J. Spectrosc. Soc. Jpn. 44, 17 (1995).
Lee, Y.I., Thiem, T.L., Kim, G.H., Teng, Y.Y., Sneddon, J., Appl. Spectrosc. 46, 1597 (1992).
Wu, J.D., Pan, Q., Chen, S.C., Appl. Spectrosc. 51, 883 (1997).
Lee, Y.I., Song, K., Cha, H.K., Lee, J.M., Park, M.C., Lee, G.H., Sneddon, J., Appl. Spectrosc. 51, 959 (1997).
Kagawa, K., Yokoi, S., Spectrochim. Acta, B37, 789 (1982).
Kagawa, K., Yokoi, S., Nakajima, S., Opt. Commun. 45, 261 (1983).
Kagawa, K., Ohtani, M., Yokoi, S., Nakajima, S., Spectrochim. Acta, B39, 525 (1984).
Kurniawan, H., Tjia,. M.O., Barmawi, M., Yokoi, S., Kimura, Y., Kagawa, K., J. Phys. D.: Appl. Phys. 28, 879
(1995).
Kurniawan, H., Kobayashi, T., Kagawa, K., Rev. of Laser Eng. 20, 31 (1992).
Kurniawan, H., Kobayashi, T., Kagawa, K., Appl. Spectrosc. 46, 581 (1992).
Kurniawan, H., Kobayashi, T., Nakajima, S., Kagawa, K., Jpn. J. Appl. Phys. 31, 1213 (1992).
Kurniawan, H., Ikeda, N., Kobayashi, T., Kagawa, K., J. Spectrosc. Soc. Jpn. 41, 21 (1992).
Kurniawan, H., Kagawa, K., Appl. Spectrosc. 51, 304 (1997).
Kurniawan, H., Budi, W.S., Suliyanti, M.M., Marpaung, A.M., Kagawa, K., J. Phys. D.:Appl. Phys. 30, 3335
(1997).
Setia Budi, W., Suyanto, H., Kurniawan, H., Tjia, M.O., Kagawa, K., Appl. Spectrosc., 53, 6, 719 (1999).
Setia Budi, W., Rahman, A., Kurniawan, H., Tjia, M.O., Kagawa, K., Rev. of Laser Eng. 29, 3, 180 (2001).
Kurniawan, H., Lie, T.J., Idris, N., Tjia, M.O., Ueda, M., Kagawa, K., J. Spectrosc. Soc. Jpn. 50, 1, 13 (2001).
Kurniawan, H., Lahna, K., Lie, T.J., Kagawa, K., Tjia, M.O., Appl. Spectroscs., 55, 1, 92 (2001).
Pardede, M., Kurniawan, H., Lie, T.J., Tjia, M.O., Kagawa, K., Appl. Spectrosc., 56, 8, 994 (2002).
Download