HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor, dengan ketinggian tempat antara 190 m hingga 330 m dpl (Pemkot Bogor 2009) mewakili area pertanaman tomat dataran rendah; Cipanas dengan ketinggian 850 m dpl (Pemkot Bogor 2009) mewakili area pertanaman tomat dataran menengah; dan Lembang dengan ketinggian antara 1.300 m sampai 2.084 m dpl (Pemda Bandung 2009) mewakili area pertanaman tomat dataran tinggi. Bakteri endofit yang berhasil diisolasi diberi kode berdasarkan daerah asal sampel tanaman diambil dan bagian batang yang diisolasi. Sebagai contoh, ”AB” merupakan isolat bakteri endofit yang diisolasi dari bagian batang atas tanaman tomat asal Bogor dan ”BB” sebaliknya. Jumlah bakteri endofit yang berhasil diisolasi sebanyak 49 isolat, 17 diantaranya diisolasi dari tanaman asal Bogor, 18 isolat dari Cipanas, dan 14 isolat dari Lembang. Masing-masing bakteri endofit memiliki ciri fisik yang berbeda satu sama lain (Tabel 1). Masing-masing bakteri endofit memiliki ciri fisik yang berbeda satu sama lain. Tabel 1 Jumlah bakteri endofit yang berhasil diisolasi dari tanaman tomat sehat dan mekanisme antibiosis yang dihasilkan Asal isolat Jumlah isolat Zona hambatan Tidak ada zona hambatan Bogor 17 7 10 Cipanas 18 8 10 Lembang 14 2 12 Total 49 17 32 Tabel 2 Daftar kode isolat bakteri endofit Kode Isolat Bogor Cipanas Lembang Aa)Bb)1 AB10 AC1 BC2 AL2 BL30 AB2 BB1 AC2 BC3 AL4 BL31 AB3 BB2 AC3 BC4 AL5 BL32 AB4 BB3 AC4 BC5 AL7 BL34 AB5 BB4 AC5 BC6 AL11 BL38 AB6 BB5 AC6 BC7 BL5 AB7 BB6 AC7 BC8 BL10 AB8 BB7 AC8 BC9 BL14 BC1 BC10 BL17 AB9 a) Bagian batang dari sampel tanaman : B = batang bawah (pangkal batang), A = batang atas (pertengahan tinggi tanaman). b) Asal sampel tanaman: L = Lembang, C = Cipanas, B = Bogor. Uji Reaksi Hipersensitif Untuk mengetahui sifat patogenisitas dari tiap isolat maka dilakukan uji hipersensitif (HR). Bakteri endofit yang tidak menimbulkan gejala nekrosis manandakan reaksi negatif atau non patogen dan dapat digunakan untuk pengujian selanjutnya yaitu uji zona bening dan uji penghambatan pertumbuhan patogen pada media cair. Tabel 3 menunjukkan hasil uji HR bahwa terjadi reaksi positif pada bakteri asal Bogor dengan kode isolat AB7 dan BB2. Bagian daun yang disuntik dengan isolat AB7 dan BB2 warnanya berubah menjadi kuning dan akhirnya mengering (nekrosis). Sedangkan 15 bakteri endofit lainnya tidak menimbulkan gejala apapun setelah diaplikasikan sehingga dapat digunakan kembali untuk pengujian selanjutnya. Berbeda dengan isolat asal Bogor, isolat asal Cipanas lebih banyak menimbulkan reaksi positif pada uji HR, antara lain isolat dengan kode AC4, AC5, AC6, AC7, dan BC2. Gejala nekrosis terjadi pada isolat AC5, AC6, dan AC7. Sedangkan AC4 dan BC2 menimbulkan pengubingan pada area yang disuntik. Gejala yang sama juga muncul pada daun tembakau yang disuntik dengan isolat BL38. Dengan demikian, 13 isolat asal Lembang lainnya dapat digunakan pada pengujian berikutnya. Tabel 3 Sifat patogenisitas isolat-isolat bakteri endofit asal Bogor, Cipanas dan Lembang a) Kode Hasil uji Kode Hasil uji Kode Hasil uji isolat HR isolat HR isolat HR Aa)Bb)1 - AC1 - AL2 - AB2 - AC2 - AL4 - AB3 - AC3 - AL5 - AB4 - AC4 + AL7 - AB5 - AC5 + AL11 - AB6 - AC6 + BL5 - AB7 + AC7 + BL10 - AB8 - AC8 - BL14 - AB9 - BC1 - BL17 - AB10 - BC2 + BL30 - BB1 - BC3 - BL31 - BB2 + BC4 - BL32 - BB3 - BC5 - BL34 - BB4 - BC6 - BL38 + BB5 - BC7 - BB6 - BC8 - BB7 - BC9 - BC10 - Bagian batang dari sampel tanaman : B = batang bawah (pangkal batang), A = batang atas (pertengahan tinggi tanaman). b) Asal sampel tanaman: L = Lembang, C = Cipanas, B = Bogor. Gambar 3 Gejala uji HR positif, bagian daun yang disuntik mengalami nekrosis (tanda panah) Uji Penghambatan Pertumbuhan R. solanacearum secara in vitro Metode Dual Culture Uji penghambatan pertumbuhan Ralstonia solanacearum dengan metode dual culture dengan pembentukkan zona bening dimaksudkan untuk mengetahui besarnya penghambatan bakteri endofit terhadap pertumbuhan bakteri patogen berdasarkan panjang diameter zona bening yang terbentuk. Semakin panjang diameter zona bening yang terbentuk, semakin besar pula tingkat penekanannya terhadap pertumbuhan patogen. Pengujian dilakukan secara duplo untuk tiap bakteri endofit, sehingga diameter yang didapat merupakan rata-rata dari hasil penjumlahan duplo tersebut. Isolat asal Bogor yang memiliki diameter terpanjang yaitu AB10 dengan panjang diameter 0,3 cm, disusul AB9 dan BB1 sepanjang 0,2 cm, dan AB2, AB4, BB5, serta BB7 dengan panjang 0,1 cm, sedangkan bakteri lainnya tidak menghasilkan zona bening sama seperti kontrol. Pada Tabel 4 terlihat bahwa delapan isolat asal Cipanas membentuk zona bening (zona hambatan) dengan diameter rata-rata terpanjang sebesar 0,5 cm pada isolat BC4; 0,45 cm pada isolat AC8 dan BC5; AC3, BC7 dan BC10 sebesar 0,4 cm; serta AC2 dan BC9 dengan panjang diameter sebesar 0,3 cm. Dari hasil yang didapat isolat asal Cipanas memiliki zona hambatan yang lebih besar dibandingkan isolat asal Bogor dan Lembang. Isolat asal lembang hanya berjumlah dua yang membentuk zona hambatan yaitu BL14 sebesar 0,2 cm dan BL32 sebesar 0,15 cm. Dengan kata lain, isolat asal Cipanas lebih besar penghambatannya terhadap pertumbuhan R. solanacearum dan lebih berpotensi untuk dijadikan sebagai bakteri antagonis untuk melawan patogen dalam menekan penyakit layu bakteri di areal pertanaman tomat. Berbagai bentuk zona hambatan yang dihasilkan oleh isolat bakteri endofit disajikan pada Gambar 4. Tabel 4 Rerata diameter zona hambatan yang dihasilkan oleh isolat-isolat kandidat agens hayati pada media King’s B agar Bogor Cipanas Lembang Kode Diameter zona Kode Diameter zona Kode Diameter zona isolat hambatan (cm) isolat hambatan (cm) isolat hambatan (cm) Aa)Bb)1 0 AC1 0 AL2 0 AB2 0,1 AC2 0,3 AL4 0 AB3 0 AC3 0,4 AL5 0 AB4 0,1 AC4 0 AL7 0 AB5 0 AC5 0 AL11 0 AB6 0 AC6 0 BL5 0 AB7 0 AC7 0 BL10 0 AB8 0 AC8 0,45 BL14 0,2 AB9 0,2 BC1 0 BL17 0 AB10 0,3 BC2 0 BL30 0 BB1 0,2 BC3 0 BL31 0 BB2 0 BC4 0,5 BL32 0,15 BB3 0 BC5 0,45 BL34 0 BB4 0 BC6 0 BL38 0 BB5 0,1 BC7 0,4 BB6 0 BC8 0 BB7 0,1 BC9 0,3 BC10 0,4 a) Bagian batang dari sampel tanaman : B = batang bawah (pangkal batang), A = batang atas (pertengahan tinggi tanaman). b) Asal sampel tanaman: L = Lembang, C = Cipanas, B = Bogor. a b c d Gambar 4 Berbagai macam zona hambatan (tanda panah) yang dihasilkan oleh beberapa bakteri endofit; isolat BC4 (a), isolat AC8 (b), isolat BC5 (c) dan isolat BC10 (d) Uji Penghambatan Pertumbuhan R. solanacearum pada Media Cair Isolat bakteri endofit yang tidak menghasilkan zona hambatan pada metode dual culture kemudian digunakan dalam uji penghambatan pertumbuhan patogen pada media cair. Namun, hanya lima isolat bakteri dari tiap wilayah yang memiliki kriteria tertentu saja yang akan diuji. Kriteria tersebut antara lain bakteri harus tumbuh dengan cepat dan jumlah koloninya banyak pada media agar, memiliki warna yang khas dan mencolok, bentuk yang unik, dan ciri khas tertentu yang berbeda dengan isolat lainnya. Adapun isolat-isolat yang diuji antara lain : AB6, AB8, BB2, BB3, BB6, AC1, AC4, BC1, BC6, BC8, BL5, BL10, BL17, BL38 dan AL2. Tiap isolat yang diuji memperlihatkan penekanan yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi R. solanacearum. Berdasarkan hasil yang diperoleh, bakteri endofit yang mampu menekan populasi R. solanacearum dengan kerapatan dibawah 104 cfu/ml antara lain AB6, AB8, BB2, BB3 dan BB6. Kemampuan penekanan yang sama juga terjadi pada bakteri endofit asal Cipanas, yaitu AC1 dan AC4, diikuti oleh bakteri endofit asal Lembang, BL10 dan BL17. Meskipun isolat asal Bogor mampu menekan pertumbuhan R. solanacearum populasi dibawah 104 cfu/ml, namun bakteri endofit ini tumbuh sangat sedikit pada media agar sehingga tidak memenuhi syarat fisik yang telah ditentukan sebelumnya. Penekanan paling baik terhadap populasi R. solanacearum terjadi pada isolat asal Cipanas dengan kode isolat AC1. Bakteri endofit ini mampu menekan populasi patogen hingga dibawah 104 cfu/ml dan dapat tumbuh sangat baik pada media agar. Isolat asal Cipanas lainnya seperti AC4 tidak tumbuh sedikitpun pada media agar, BC1 tumbuh sangat sedikit, BC6 dan BC8 kurang baik dalam memberikan penekanan terhadap pertumbuhan R. solanacearum, karena patogen masih dapat tumbuh bersamaan dengan kedua isolat ini masing-masing dengan kerapatan 5.104 cfu/ml pada isolat BC6, 2.108 cfu/ml pada isolat BC8 dan 9,85.106 cfu/ml pada isolat BL38. Hubungan antara log populasi R. solanacearum dengan bakteri endofit yang diuji disajikan pada Gambar 5. 8 7 6.993 6 6.301 5 4.698 4 3 2 1 0 0 A B C D Gambar 5 Grafik hubungan antara log populasi R. solanacearum dengan isolat bakteri endofit Tabel 5 Karakteristik isolat-isolat bakteri endofit yang digunakan dalam pengujian kemampuan penghambatan populasi R. solanacearum pada King’s B cair Kode Isolat Karakteristik koloni Permukaan Tepian Bentuk Ukuran Warna Bogor BB3 Cembung Rata AB6 Cembung Rata BB2 Rata BB6 Sedikit Cembung Datar AB8 Datar Rata Cipanas BC1 Cembung Rata Rata BC8 Cembung Rata AC1 Cembung Rata AC4 Cembung Rata BC6 Cembung Rata Lembang BL38 Cembung Rata BL17 Datar Rata BL10 Cembung Rata BL5 Cembung Rata AL2 Cembung Tidak rata, tajam Bulat Licin Bulat Licin Bulat Licin Oval, kasar Bulat Licin Kecil Bulat Licin Bulat Licin Bulat Licin Bulat Licin Bulat Licin Bulat Licin Bulat Kering Bulat Licin Bulat Licin Oval Licin Ciri Lain Tidak Lengket, IIIa) Tidak Lengket, III Sedang Kuning Tua Putih Susu Putih Sedang Putih Tidak Lengket, III Kecil Putih Susu Tidak Lengket, III Besar Putih Tidak Lengket, III Besar Kuning Tidak Lengket, III Sedang Kuning Tidak Lengket, III Sedang Putih Tidak Lengket, II Kusam Kuning Tidak Lengket, II Muda Kecil Kecil Tidak Lengket, III Kecil Kuning Tidak Lengket, III Besar Putih Sedang Merah Sedang Kuning Tidak Lengket, III Terang Putih Tidak Lengket, III Sedang Sangat Lengket, III Tidak Lengket, III a) Pertumbuhan pada medium King’s B : cepat (III), sedang (II), lambat (I) Keefektifan Bakteri Endofit dalam Menekan Kejadian Penyakit Layu Bakteri dan Kemampuan Pemacu Pertumbuhan Tanaman Kejadian Penyakit (KP) Masing-masing tiga isolat bakteri endofit hasil pengujian dengan metode dual culture dan dengan media cair digunakan untuk pengujian penekanan kejadian penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh R. solanacearum. Sebagai kontrol digunakan aquades steril dalam perendaman bibit dan penyiraman tanaman. Tabel 6 Pengaruh aplikasi bakteri endofit terhadap kejadian penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum pada tanaman tomat Kode isolat Kejadian penyakit (%) 4 MSTa) 5 MST 6 MST 3,33ae) 70,0a 83,33a A C 1 0,00a 50,0ab 53,33ab BC 4 0,00a 33,33ab 33,33b BC 5 0,00a 50,00ab 53,33ab BC 10 10,00a 23,33b 40,00b BL 10 6,67a 36,67ab 43,33ab BL 17 6,67a 36,67ab 46,67ab Kb) c) d) a) MST = Minggu Setelah Tanam. b) K = Kontrol. c) Bagian batang dari sampel tanaman : B = batang bawah (pangkal batang), A = batang atas (pertengahan tinggi tanaman). d) Asal sampel tanaman: L = Lembang, C = Cipanas, B = Bogor. e) Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05). Berdasarkan Tabel 6, kejadian penyakit tidak berbeda nyata pada pengamatan 4 MST. Namun, pada pengamatan 5-6 MST perbedaan yang nyata terjadi pada tiap perlakuan, dengan persen kejadian penyakit pada tanaman kontrol berturut-turut sebesar 70% dan 83,33%. Pada 5 MST bakteri BC10 memberikan penekanan yang baik terhadap serangan patogen R. Solanacearum dengan persen kejadian penyakit sebesar 23,33%, sedangkan pada minggu berikutnya BC4 yang memberikan penekanan terbaik dan diikuti oleh BC 10 dengan kejadian penyakit berturut-turut sebesar 33,33% dan 40%. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa telah terjadi simbiosis antara bakteri endofit dan tanaman tomat dengan mekanisme yang berbeda satu sama lain dalam melawan patogen R. Solanacearum. Menurut Bacon & Hinton (2006), keanekaragaman spesies bakteri endofit merefleksikan banyaknya cara kerja yang mungkin terjadi untuk melawan patogen, yang memungkinkan patogen memproduksi senyawa antibiotik untuk melawan bakteri endofit tersebut. Menurut Sigee (1993), agens pengendali hayati sanggup untuk membatasi pertumbuhan dan aktifitas bakteri fitopatogen dengan dua langkah, yaitu dengan memproduksi substansi anti mikrobial serta berkompetisi atas ruang dan nutrisi yang spesifik pada permukaan tanaman. Gejala penyakit layu bakteri yang muncul pada tanaman bervariasi, beberapa tanaman memperlihatkan layu pada daun dan tanaman hingga daun berwarna coklat dan terkulai ke bawah yang dimulai dari daun paling bawah. Tanaman lainnya tidak langsung menunjukkan gejala layu dengan daun yang terkulai ke bawah, akan tetapi batang memanjang dan kurus, serta munculnya banyak akar adventif di permukaan batang sampai pada ruas tempat terbentuknya bunga pertama (Semangun 2004; Walker 1957). Sebagai patogen tular tanah, Ralstonia solanacearum menginfeksi pada bagian akar, bergerak secara sistemik melalui xylem, bersifat nonmotil pada tanaman, namun pada media pertumbuhan bersifat motil (Kersten et al. 2001) dan menyebabkan gejala layu yang seringkali berlanjut pada kematian tanaman (Denny & Hayward 2001). Pada stadium penyakit yang lanjut, bila batang dipotong, dari berkas pembuluh akan keluar massa bakteri seperti lendir berwarna putih susu. Lendir akan lebih banyak keluar bila potongan batang ditaruh di tempat yang lembab. Jika potongan batang sakit dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air jernih, setelah ditunggu beberapa menit akan terlihat benang-benang putih halus, yang akan putus bila gelas digoyang. Benang putih tersebut adalah massa bakteri. Adanya massa lendir ini dapat dipakai untuk membedakan penyakit layu bakteri dengan layu fusarium (Semangun 2004). a b c d Gambar 6 Gejala penyakit layu bakteri pada tomat, perbandingan tanaman sehat dan sakit (a), daun bagian bawah layu dan terkulai (b), terbentuk akar adventif (tanda panah) (c) serta batang tanaman tumbuh tinggi dan kurus (d) Tinggi Tanaman Tomat Selain kejadian penyakit, pengaruh bakteri endofit juga diamati terhadap tinggi tanaman untuk mengetahui potensi bakteri endofit sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Pengaruh aplikasi bakteri endofit terhadap tinggi tanaman tomat Kode isolat Tinggi tanaman tomat (cm) 2 MSTa) 3 MST 4 MST 5 MST Kb) 5,29abce) 12,32ab 28,58c 53,90a 58,30a Ac)Cd)1 5,68a 13,00ab 34,70a 54,75a 58,25a BCS4 4,92bc 12,73ab 32,15ab 56,92a 60,35a BC5 4,82c 12,11ab 31,17bc 49,00a 53,90a BC10 5,48ab 13,25a 34,29ab 55,75a 58,55a BL10 5,70a 11,30b 28,90c 51,95a 56,25a BL17 5,35abc 11,70ab 25,08cd 38,50b 41,58b 6 MST a) MST = Minggu Setelah Tanam. b) K = Kontrol. c) Bagian batang dari sampel tanaman : B = batang bawah (pangkal batang), A = batang atas (pertengahan tinggi tanaman). d) Asal sampel tanaman: L = Lembang, C = Cipanas, B = Bogor. e) Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05). Aplikasi bakteri endofit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini terlihat dalam Tabel 7, pertumbuhan terbaik tidak terjadi secara kontinu pada satu jenis bakteri endofit dan bersifat tidak berbeda nyata satu sama lain, terlebih dengan tanaman kontrol yang hanya diaplikasikan dengan aquades steril. Pada pengamatan 2 MST, tanaman yang diaplikasikan dengan isolat BL10 memiliki ukuran yang lebih tinggi dibadingkan dengan perlakuan yang lainnya, disusul dengan perlakuan BC10 pada 3 MST dan perlakuan AC1 pada 4 MST. Pada 5-6 MST, tinggi tanaman antar perlakuan tidak berbeda nyata, kecuali pada tanaman yang diaplikasikan dengan BL 17 justru terhambat pertumbuhannya sejak 4-6 MST dan tinggi maksimum terjadi pada tanaman yang diaplikasikan dengan bakteri endofit BC4. Dengan demikian, keenam jenis bakteri endofit tersebut tidak dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman karena tidak ada perbedaan yang nyata antara tanaman yang diaplikasikan dengan bakteri endofit dan tanaman tanpa apliksi bakteri endofit. Karakterisasi Bakteri Endofit Karakterisasi bakteri endofit yang digunakan dalam pengujian di lapangan dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri hingga tingkat genus ataupun spesies. Dari hasil pengujian yang dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, diketahui bahwa isolat AC1, BC4, BL10 dan BL17 memiliki karakter fisiologi dan biokimia seperti pada Tabel 9. Selain karakter fisiologi dan biokimia, isolat-isolat bakteri endofit juga dapat dibedakan berdasarkan karakter morfologi koloni seperti pada Tabel 8 dan Gambar 7. a c e b d f Gambar 7 Bentuk pertumbuhan isolat bakteri endofit yang digunakan dalam pengujian secara in planta; AC1 (a), BC4 (b), BC5 (c), BC10 (d), BL10 (e) dan BL17 (f) Tabel 8 Karakter fisiologi dan biokimia beberapa jenis bakteri endofit yang digunakan dalam aplikasi secara in planta Kode isolat Karakter bakteri endofit BL17 BL10 AC1 BC4 + + + + + + + + + + Dubius + + + + + + Dubius + + + + + + Dubius + + + + + + Dubius + Batang Tidak berspora Batang Batang tidak berspora tidak berspora non-motil non-motil Aerob/anaerob Katalase Oksidase dapat tumbuh dalam suhu anaerob dan anaerob fakultatif + - Batang tidak berspora Motilitas dubius dapat tumbuh dalam suhu anaerob dan anaerob fakultatif + - dapat tumbuh dalam suhu anaerob dan anaerob fakultatif + + dapat tumbuh dalam suhu anaerob dan anaerob fakultatif + + Genus/spesies Listeria murrayi Acetobacter Methylococcus Methylococcus sp sp sp Karakter biokimia Katalase Pertumbuhan anaerob Urea VP Reduksi nitrat Strach Glukosa Manitol Laktosa Maltosa Trehalosa Xylosa Salicin Gelatin Aesculin Karakter fisiologi Gram Bentuk Spora Motilitas Motil