II. TINJAUAN PUSTAKA A. MANGGA Mangga merupakan tanaman tropika yang berasal dari lembah Indus, yaitu perbatasan antara Burma dan India. Kemudian mangga menyebar ke Asia Tenggara dibawa pedagang India sekaligus menyebarkan agama Hindu dan Budha sekitar 1450 tahun yang lalu. Istilah mangga berasal dari bahasa Tamil di India yaitu man-kayatau man-gas. Dalam bahasa botani, mangga disebut Mangifera indica L., yang berarti tanaman mangga berasal dari India. Sebutan mangga dalam Bahasa Indonesia mirip sekali dengan Bahasa Tamil yaitu man-gas (Pracaya 2011) Klasifikasi botani tanaman mangga adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Anarcadiaceae Genus : Mangifera Spesies : Mangifera spp Tanaman mangga tumbuh dalam bentuk pohon berbatang tegak, bercabang banyak, serta bertajuk rindang dan hijau sepanjang tahun. Tinggi tanaman dewasanya bisa mencapai 10-40 m dengan umur biasa mencapai lebih dari 100 tahun. Morfologi tanaman mangga terdiri atas akar, batang, daun dan bunga. Bunga menghasilkan buah dan biji (pelok) yang secara generatif dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Dalam keadaan normal, bunga tumbuh dari tunas ujung. Bunga mangga terangkai dalam tandan sebagai bunga majemuk. Rangkaian bunganya berbentuk kerucut yang melebar di bagian bawah dengan panjang 10-60 cm. Kuntum bunga mangga bertangkai pendek, berdaun kecil dan harum. Jumlah bunga setiap tandan berkisar 1000-6000 kuntum. Ukuran bunganya kecil-kecil dengan diameter 6-8 mm. Dari setiap rangkaian bunga, terdapat bunga jantan dan bunga hermaprodit (berkelamin ganda, jantan dan betina). Benang sari bunga mangga ada lima, tetapi yang subur hanya satu atau dua, sedangkan lainnya steril. Benang sari yang subur biasanya hampir sama panjang dengan putik, yakni sekitar 2 mm, sedangkan benang sari yang steril berukuran lebih pendek. Warna kepala putik kemerah-merahan yang akan berubah menjadi ungu pada saat kepala sari membuka. Tujuannya adalah untuk memberi kesempatan tepung sari dewasa menyerbuki kepala putik. Bakal buah pada tanaman mangga tidak bertangkai, satu ruangan dan terletak pada satu piringan. Tangkai putik terdapat mulai dari tepi bakal buah dan di bagian ujung terdapat kepala putik yang bentuknya sederhana. Dalam satu bunga kadangkadang terdapat tiga bakal buah. Buah mangga termasuk kelompok buah batu berdaging dengan panjang buah antara 2,5 – 30 cm. Bentuknya ada yang bulat, bulat telur, bulat memanjang dan pipih. Warna buah bermacam-macam, tergantung varietasnya, ada yang hijau, kuning, merah atau campuran masing-masing warna itu. Ujung buah mangga yang berbentuk runcing biasa disebut paruh, bagian di atas paruh yang membengkok disebut sinus dan di bagian belakang perut buah disebut punggung. Kulit buah mangga disebut (eksokrap) tebal dengan permukaan terdapat titik-titik kelenjar. Daging buah mangga (mesokarp) ada yang tebal dan tipis, tergantung jenis dan varietasnya (Pracaya 2011). 3 Daging buah mangga ada yang berserat dan tidak berserat, berair dan tidak berair, serta manis. Warnanya ada yang kuning, krem atau jingga. Serat-serat yang berasal dari kulit biji (endokarp) kadang-kadang bisa menembus ke daging buah sehingga daging buahnya berserat. Pada mangga berserat, umumnya yang dikonsumsi adalah cairan buahnya saja (Pracaya 2011). Mangga masih dapat tumbuh sehat pada temperatur 4ºC-10ºC. Namun kondisi itu bukan merupakan temperatur optimum untuk pertumbuhan mangga. Temperatur pertumbuhan mangga yang optimum berkisar antara 24ºC-27ºC. Mangga membutuhkan curah hujan minimal 1000 mm, dan musim kering 4-6 bulan per tahun. Setiap bulan rata-rata hujan tidak lebih dari 60 mm. Di Jawa, mangga berbunga pada bulan Juli-Agustus, panen antara bulan September-November (Pracaya 2001). Produksi buah mangga di Indonesia dapat di lihat pada Tabel 1. Tahun Tabel 1.Produksi buah mangga di Indonesia Jumlah Produksi (ton) 2007 1 818 619 2008 2 105 085 2009 2 243 440 2010 1 287 287 2011*) 2 129 608 *) Angka Sementara Badan Pusat Statistik Nasional Komponen daging buah mangga yang paling banyak adalah air dan karbohidrat. Karbohidrat daging buah mangga terdiri dari gula sederhana, tepung dan selulosa. Gula sederhananya berupa sukrosa, glukosa dan fruktosa yang memberikan rasa manis yang akan bermanfaat bagi pemulihan tenaga pada tubuh manusia. Selulosa dan pektin pada buah mangga dipercaya akan melancarkan saluran pencernaan. Selain itu tanin pada buah mangga menyebabkan rasa kelat (sepet) dan menyebabkan buah mangga menjadi hitam setelah diiris. Terkadang, tanin juga membuat buah mangga menjadi pahit. Rasa asam dari asam sitrat disebabkan oleh adanya vitamin C yang juga bermanfaat bagi tubuh. Berbagai jenis varietas tanaman mangga biasa dikembangkan secara generatif. Selain itu pengembangan mangga juga dilakukan secara vegetatif yang akan diperoleh populasi tanaman baru yang tidak akan berubah sifatnya dan memiliki mutu yang tinggi. Masing-masing varietas mangga dapat dibedakan berdasarkan ukuran, warna daging, rasa, aroma, karakter dan bentuk buah. Selain itu juga dapat dibedakan berdasarkan sifat pohon, ukuran dan bentuk daun. Gambar 1. Buah mangga varietas Indramayu 4 Di Indonesia beberapa jenis dan varietas mangga komersial yang sudah terkenal bagus mutunya antara lain golek, arumanis, manalagi, endog, madu, lalijiwo, keweni, pekel, kemang dan cengkir (Indramayu). Mangga cengkir banyak ditanam di Indramayu (Jawa Barat) dapat dikenal juga dengan sebutan mangga indramayu (Gambar 1). Bentuk buahnya bulat telur, berbobot 400-500 g per buah. Daging buahnya tebal, berwarna kuning, bertekstur lembut, memiliki rasa sedikit manis, tidak berserat kecuali pada daging buah yang dekat kulit biji, memiliki kandungan air sedikit dan beraroma sedikit harum (Pracaya 2011). Sifat fisik dan kimia daging buah mangga terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat fisika dan kimia daging buah beberapa varietas mangga Varietas Mangga Sifat Fisika dan Kimia Arumanis Cengkir Gadung Gedong Padatan terlarut total (oBx) 14.8-16.6 13.0-15.0 20.8-21.2 16.0-17.8 Asam total (%) 0.22-0.56 0.26-0.88 0.18-0.47 0.12-17.8 Vitamin C (mg/100g) 22.0-46.9 37.8-58.2 20.0-21.5 36.2-96.2 Kadar air (%) ± 81.1 ± 84.3 ± 80.34 ± 82.9 Bobot utuh (g) ± 376.2 ± 320.1 ± 411.1 ± 232.4 Bagian yang dapat dimakan (%) ± 66.0 ± 65.8 ± 66.0 ± 59.0 Warna daging buah Kuning Kekuningan Kuning Jingga Sumber : Broto 2003 Buah mangga dipanen dengan tingkat ketuaan 85% yaitu berumur 110-120 hari semenjak bunga mekar dengan warna hijau dengan pangkal kemerahan. Buah mangga dipanen dengan menyisakan tangkai sepanjang 10-15 mm. Hal ini dikarenakan dengan menyisakan tangkai tidak akan terjadi penyebaran getah. Getah ini diperkirakan akan mempercepat kerusakan buah dan mendorong terjadinya stem end rot dan akan mengotori permukaan. Dalam tahap pemanenan buah tidak boleh dilempar untuk mengurangi kerusakan akibat memar. Waktu petik disarankan adalah pada pagi hari yaitu pada pukul 07.00-08.00 WIB, tetapi pada beberapa daerah tertentu, waktu petik lebih disesuaikan pada budaya serta kebiasaan daerah setempat. Setelah pemetikan sebaiknya buah jangan langsung terkena sinar matahari, karena akan mempercepat kerusakan buah. B. DEHIDRASI OSMOTIK Dehidrasi atau pengeringan sering digunakan untuk pengawetan bahan pangan. Dengan proses dehidrasi mengakibatkan kandungan air bahan rendah, sehingga kerusakan akibat mikroorganisme dapat dihindari, mengurangi biaya pengemasan, biaya penyimpanan dan biaya transportasi. Proses dehidrasi bahan pangan dengan cara perendaman padatan dalam larutan hipertonik dikenal sebagai dehidrasi osmotik. Osmosis merupakan pergerakan molekul suatu senyawa melalui membran semipermeabel menuju larutan yang lebih rendah konsentrasinya. Pada dehidrasi osmotik buahbuahan, dinding sel buah berperan sebagai membran semipermeabel. Jika dinding sel buah benarbenar bersifat semipermeabel, maka solut tidak dapat berdifusi melalui dinding sel buah. Namun struktur buah sangat kompleks dan dinding sel tidak dapat berfungsi sebagai membran semipermeabel yang sempurna, sehingga terjadi difusi solut dari larutan osmotik menuju buah dan difusi solut dari buah keluar ke larutan osmotik. Jadi transfer massa pada proses dehidrasi osmotik adalah kombinasi antara proses transfer air dan solut yang berlangsung secara simultan. 5 Menurut Lenart 1996, dehidrasi osmotik merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan menggunakan tekanan osmotik untuk mengeluarkan sebagaian kandungan air pada bahan. Dehidrasi osmosik dapat digunakan untuk perlakuan awal sebelum proses pengeringan yang dapat menurunkan kadar air bahan sampai 50% dari kadar air awal (Khan et al. 2008). Pada dehidrasi osmotik, bahan pangan direndam ke dalam media osmosis yang memiliki tekanan osmotik lebih tinggi dari tekanan osmotik bahan, sehingga air dari dalam bahan akan keluar ke arah media untuk menyeimbangkan tekanan osmotik. Sebagai akibat pengeluaran air dari dalam bahan tanpa perubahan fase cairan, maka proses dehidrasi osmotik dianggap sebagai metode pengawetan bahan pangan dan hasil pertanian yang menghasilkan mutu tinggi. Pemilihan jenis dan konsentrasi solut dalam larutan osmotik dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya pengaruhnya terhadap kualitas organoleptik, rasa, kemampuan untuk mengurangi aktifitas air, kelarutan solut, permeabilitas solut terhadap membran sel dan kemampuan mengawetkan. Dua jenis solut yang paling umum digunakan adalah gula (sukrosa) dan NaCl. Gula sering digunakan dalam pengawetan buah-buahan. Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan konsentrasi yang tinggi (>40% padatan terlarut), air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme akan berkurang. Menurut Buckle et al. (1985) diacu dalam Lutfi (2010) apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi tinggi minimun 40% padatan terlarut, menyebabkan sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) bahan pangan akan berkurang. Konsentrasi gula yang tinggi (sampai 70%) sudah dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Kinetika dehidrasi osmotik ditentukan berdasarkan kecepatan water loss (WL) dan solid gain (SG). Water loss (WL) didefinisikan sebagai pengurangan berat air netto pada produk dehidrasi osmotik berdasarkan berat bahan mula-mula. Solid gain (SG) adalah penambahan berat solid netto pada produk dehidrasi osmotik berdasarkan berat bahan mula-mula. Dehidrasi buah mangga dapat dilakukan dengan metode osmotik pada tahap awal, yakni merendan daging buah mangga ke dalam larutan gula pada konsentrasi dan jangka waktu tertentu. Setelah itu, dikeringkan pada suhu 45-55°C dan kelembaban nisbi yang rendah. Metode dehidrasi tersebut terbukti mampu memberikan hasil buah kering yang awet dengan kadar air sekitar 14%, sehingga kerusakan kimiawi, biologis, dan enzimatis dapat dihindari. Perendaman irisan daging buah mangga kweni kedalam larutan gula 60°Brix selama 10 jam, kemudian dikeringkan pada suhu 55°C dan kelembaban (RH) 60% selama 9 jam menghasilkan manisan mangga kweni kering, berpenampilan menarik, warna kuning merata, manis, dan memiliki kadar air optimum 14.4% (Broto 2003). Potongan mangga kering yang memiliki kualitas paling baik adalah potongan mangga dengan perlakuan osmotik tanpa kitosan karena penyusutan potongan mangga dengan perlakuan osmotik lebih kecil dibandingkan potongan mangga segar selama dehidrasi. Selain itu dengan adanya perlakuan osmotik sebelum dehidrasi menyebabkan potongan mangga dapat mempertahankan warna alaminya selama dehidrasi, walaupun warna dehidrasi mangga selama perlakuan menjadi lebih tua/ matang (Sophia 2011). Semakin tinggi nilai water loss maka menunjukkan tingkat tingginya kehilangan air pada sampel. Sedangkan nilai solid gain merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya jumlah padatan terlarut yang masuk ke dalam sampel. Kecepatan keluarnya air dari padatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentasi larutan osmotik, waktu perendaman, rasio larutan osmotik/solid, suhu, intensitas pengadukan dan ukuran (Soetjipto Reynaldy et al, 2005). Water loss dan solid gain pada proses dehidrasi osmotik dengan larutan gula 60 oBx lebih besar daripada larutan gula 30oBx, karena dengan larutan gula 60oBx, diperoleh beda konsentrasi larutan dan tekanan osmotik yang lebih besar. Menurut Sharma 2000, kenaikan konsentrasi solut dalam 6 larutan osmotik dapat meningkatkan water loss dan solid gain sampai batas tertentu. Sebagai contoh, konsentrasi larutan gula sekitar 60oBx paling sesuai digunakan untuk dehidrasi osmotik. Ertekin 2000 melaporkan bahwa penggunaan larutan osmotik 66 oBx menghasilkan kenaikan water loss dan solid gain yang hampir sama dengan penggunaan larutan osmotik 60 oBx. C. PENGADUKAN DAN PENCAMPURAN Pengadukan (agitation) merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran dua atau lebih zat agar diperoleh hasil campuran yang homogen dan menciptakan gerakan dari bahan yang diaduk seperti molekul-molekul, zat-zat yang bergerak atau komponennya menyebar (terdispersi). Tujuan dari pengadukan adalah: Mencampur dua cairan yang saling melarut Melarutkan padatan dalam cairan Mendispersikan gas dalam cairan dalam bentuk gelembung Untuk mempercepat perpindahan panas antara fluida dan dinding bejana Pencampuran adalah operasi yang menyebabkan tersebarnya secara acak suatu bahan yang lain dimana bahan-bahan tersebut terpisah dalam dua fasa atau lebih. Proses pencampuran bisa dilakukan dalam sebuah tangki berpengaduk. Hal ini dikarenakan faktor-faktor penting yang berkaitan dengan proses ini, dalam aplikasi nyata bisa dipelajari dengan seksama dalam alat ini. Pada dasarnya pencampuran mencakup dua faktor kunci yaitu peralatan yang digunakan dan bahan yang akan dicampur. Kedua faktor tersebut harus memiliki hubungan yang erat untuk memperoleh hasil pencampuran yang baik. Geometri peralatan dapat mempengaruhi produksi secara umum, kondisi operasi proses khususnya aerasi dan pengadukan serta konsumsi energi (Sailah 1994) Bentuk pengaduk berpengaruh terhadap pola aliran yang dihasilkannya. Berdasarkan pola aliran yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu menghasilkan pola aliran radial, axial, laminar dan turbulen. Aliran radial yaitu aliran mendatar dari blade pengaduuk ke dinding vessel (tangki) dan membentuk dua daerah, yaitu daerah atas dan daerah bawah. Sedangkan aliran axial adalah aliran vertikal ke atas dan bawah pengaduk. Pola aliran yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh sifat reologi dari bahan yang diaduk (Sailah 1993). Pola aliran laminar adalah pola aliran yang mengalir dalam lapisan dan alirannya tenang (Hudges dan Brighton 1967). Aliran turbulen adalah aliran yang bersifat bergejolak (Earle 1969). Pada proses pencampuran, salah satu sifat bahan yang sangat penting untuk dipertimbangkan adalah sifat reologi bahan. Reologi menurut Mackay (1988) adalah ilmu tentang sifat aliran suatu bahan. Menurut sifat reologinya, fluida dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Newtonian dan fluida non-Newtonian. Pada fluida Newtonian, nilai kekentalan adalah konstan dan tidak dipengaruhi oleh nilai laju geser, tetapi dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Sedangkan fluida nonNewtonian, nilai kekentalan merupakan fungsi dari laju geser. Pola aliran pada suatu tangki berpengaduk sangat dipengaruhi oleh kecepatan pengaduk, jenis pengaduk dan sifat reologi bahan yang diaduk (Ranade dan Joshi 1990). Meskipun dengan fluida dan kecepatan pengadukan yang sama, penggunaan pengaduk yang berbeda akan menghasilkan pola aliran yang berbeda pula. Menurut aliran yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi tiga golongan: 1. Pengaduk aliran aksial yang akan menimbulkan aliran yang sejajar dengan sumbu putaran. 2. Pengaduk aliran radial yang akan menimbulkan aliran yang berarah tangensial dan radial terhadap bidang rotasi pengaduk. Komponen aliran tangensial menyebabkan timbulnya 7 vortex dan terjadinya pusaran, dan dapat dihilangkan dengan pemasangan baffle atau cruciform baffle. 3. Pengaduk aliran campuran yang merupakan gabungan dari kedua jenis pengaduk di atas. Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan peralatan mekanis yang terdiri atas motor, poros pengaduk (shaft) dan alat pengaduk (impeller). Peralatan tersebut digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Pemilihan pengaduk yang tepat menjadi salah satu faktor penting dalam menghasilkan proses dan pencampuran yang efektif. Menurut Mc Cabe 1993, berdasarkan bentuk pengaduk dapat dibagi menjadi 3 golongan: 1. Propeller Kelompok ini biasa digunakan untuk kecepatan pengadukan tinggi dengan arah aliran aksial. Pengaduk ini dapat digunakan untuk cairan yang memiliki viskositas rendah dan tidak bergantung pada ukuran serta bentuk tangki. Kapasitas sirkulasi yang dihasilkan besar dan sensitif terhadap beban head. Pengaduk propeller menimbulkan arah aksial, arus aliran meninggalkan pengaduk secara kontinu melewati fluida ke satu arah tertentu sampai dibelokkan oleh dinding atau dasar tangki (Gambar 3). 2. Turbine Istilah turbine ini diberikan bagi berbagai macam jenis pengaduk tanpa memandang rancangan, arah discharge ataupun karakteristik aliran. Turbine merupakan pengaduk dengan sudu tegak datar dan bersudut konstan (Gambar 4). Pengaduk jenis ini digunakan pada viskositas fluida rendah halnya pengaduk jenis propeller (Uhl dan Gray 1966). Pengaduk turbin menimbulkan aliran arah radial dan tangensial. Di sekitar turbin terjadi daerah turbulensi yang kuat, arus dan geseran yang kuat antar fluida. Salah satu jenis pengaduk turbine adalah pitched blade. Pengaduk jenis ini memiliki sudut sudu konstan. Aliran terjadi pada arah aksial, meski demikian terdapat pola aliran pada arah radial. Aliran ini akan mendominasi jika sudu berada dekat dengan dasar tangki. 3. Paddles Pengaduk jenis ini sering memegang peranan penting pada proses pencampuran dalam industri. Bentuk pengaduk ini memiliki minimum 2 sudu, horizontal atau vertical, dengan nilai D/T yang tinggi (Gambar 5). Paddle digunakan pada aliran fluida laminar, transisi atau turbulen tanpa baffle. Pengaduk paddle menimbulkan aliran arah radial dan tangensial dan hampir tanpa gerak vertikal sama sekali. Arus yang bergerak ke arah horisontal setelah mencapai dinding akan dibelokkan ke atas atau ke bawah. Bila digunakan pada kecepatan tinggi akan terjadi pusaran saja tanpa terjadi agitasi. (a) (b) (c) Gambar 2. Bentuk–bentuk pengaduk (a) pengaduk paddle (b) pengaduk propeller (c) pengaduk turbine 8 Disamping itu masih ada bentuk–bentuk pengaduk lain yang biasanya merupakan modifikasi dari ketiga bentuk di atas. (a) a. Flate Blade b. Curved Blade c. Pitched Blade a. Standard (b) (c) Gambar 3. Tipe-tipe pengaduk jenis turbine three blades (a) b. Weedless c. Guarded a. Basic b. Anchor c. Glassed (b) (c) Gambar 4. Tipe-tipe pengaduk jenis propeller (a) (b) (c) Gambar 5. Tipe-tipe pengaduk jenis paddle Salah satu variasi dasar dalam proses pengadukan dan pencampuran adalah kecepatan putaran pengaduk yang digunakan. Variasi kecepatan putaran pengaduk bisa memberikan gambaran mengenai pola aliran yang dihasilkan dan daya listrik yang dibutuhkan dalam proses pengadukan dan pencampuran. Secara umum klasifikasi kecepatan putaran pengaduk dibagi tiga, yaitu : kecepatan putaran rendah, sedang dan tinggi. Menurut Soetjipto Reynaldy 2005, dengan penggunaan diameter tangki larutan sebesar 20 cm dan tinggi tangki sebesar 28 cm maka kecepatan pengadukan rendah yang digunakan sebesar 100 rpm, kecepatan pengadukan sedang sebesar 500 rpm dan kecepatan pengadukan tinggi sebesar 1000 rpm, akan mempengaruhi perbedaan kecepatan pengadukan dapat mempengaruhi nilai water loss dan solid gain. Fluida adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan berubah secara kontinu apabila mengalami geseran, atau mempunyai reaksi terhadap tegangan geser sekecil apapun. Dalam keadaan diam atau dalam keadaan keseimbangan, fluida tidak mampu menahan gaya geser yang bekerja padanya, oleh sebab itu fluida mudah berubah bentuk tanpa pemisahan massa. Faktor-faktor yang memengaruhi proses pengadukan dan pencampuran diantaranya adalah perbandingan antara geometri tangki dengan geometri pengaduk, bentuk dan jumlah pengaduk, posisi sumbu pengaduk, kecepatan putaran pengaduk, penggunaan sekat dalam tangki dan juga properti fisik fluida yang diaduk yaitu densitas dan viskositas. 9 Menurut Setiawan 2008, density atau rapat jenis (ρ) suatu zat adalah ukuran untuk konsentrasi zat tersebut dan dinyatakan dalam massa persatuan volume. Sifat ini ditentukan dengan cara menghitung nisbah (rasio) massa zat yang terkandung dalam suatu bagian tertentu terhadap volume bagian tersebut. Hubungannya dapat dinyatakan pada persamaan (1) 𝜌= 𝑚 (1) 𝑣 Dimana: m = massa fluida (kg) v = volume fluida (m3) Viskositas adalah suatu pernyataan “tahanan untuk mengalir” dari suatu sistem yang mendapatkan suatu tekanan. Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu. Viskositas dispersi kolodial dipengaruhi oleh bentuk partikel dari fase dispers. Koloid-koloid berbentuk bola membentuk sistem dispersi dengan viskositas rendah, sedang sistem dispersi yang mengandung koloid-koloid linier viskositasnya lebih tinggi. Hubungan antara bentuk dan viskositas merupakan refleksi derajat solvasi dan partikel (Moechtar 1990). Bila viskositas gas meningkat dengan naiknya temperatur, maka viskositas cairan justru akan menurun jika temperatur dinaikkan. Fluiditas dari suatu cairan yang merupakan kebalikan dari viskositas akan meningkat dengan makin tinggi temperatur (Martin 1993). Menurut Setiawan 2008, Viskositas dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu: Viskositas dinamik Viskositas dinamik adalah perbandingan tegangan geser dengan laju perubahannya, besarnya nilai viskositas dinamik tergantung dari faktor-faktor diatas tersebut, untuk viskositas dinamik air pada temperatur standar lingkungan (27oC) adalah 8.6 x 10-4 kg/ms. Persamaan viskositas dinamik dapat dilihat pada persamaan (2) 𝐹 ∆𝑣 𝜏 = 𝐴 = 𝜇 ∆𝑦 Dimana: (2) 𝜏 = tegangan geser (N/m2) F = gaya geser (N) A = luas permukaan (m2) v = kecepatan (m/s) y = jarak vertikal (m) 𝜇 = viskositas dinamik (Pa.s) Viskositas kinematik Viskositas kinematik merupakan perbandingan viskositas dinamik terhadap kerapatan (density) massa jenis dari fluida tersebut. Viskositas kinematik ini terdapat dalam beberapa penerapan antara lain dalam bilangan Reynolds yang merupakan bilangan tak berdimensi, nilai viskositas kinematik air pada temperatur standar (27oC) adalah 8.7 x 10-7 m2/s. Persamaan viskositas kinematik dapat dilihat pada persamaan (3) 𝑣= Dimana: 𝜇 𝜌 (3) v = viskositas kinematik (m2/s) 𝜇 = viskositas dinamik (Pa.s) 𝜌 = massa jenis (kg/m3) Bilangan Reynolds pada tangki berpengaduk Menurut Mc Cabe 1994, bilangan tak berdimensi yang menyatakan perbandingan antara gaya inersia dan gaya viskos yang terjadi pada fluida. Sistem pengadukan yang terjadi bisa diketahui 10 bilangan Reynolds-nya dengan menggunakan persamaan (8). Dimana, N adalah putaran/menit, d adalah diameter impeler dan v adalah viskositas kinematis larutan. Dalam sistem pengadukan terdapat 3 jenis bentuk aliran yaitu laminer, transisi dan turbulen. Bentuk aliran laminer terjadi pada bilangan Reynolds kurang dari 2100, sedangkan aliran turbulen terjadi pada bilangan Reynolds lebih dari 4000 dan aliran transisi berada diantara keduanya. Pengadukan dengan aliran turbulen menghasilkan water loss lebih tinggi daripada aliran laminar. Namun untuk solid gain, pada aliran turbulen maupun laminar tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Soetjipto et al. 2005). D. DAYA LISTRIK DAN DAYA MEKANIK PADA MOTOR DC Motor DC (Direct Current) Meskipun energi tidak dapat diciptakan atau dihancurkan, akan tetapi energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lain tanpa ada yang hilang. Saat mesin mengalami perubahan energi dari satu bentuk ke bentuk lainnya, maka akan terjadi kehilangan energi atau daya tertentu. Motor mengubah energi listrik menjadi energi mekanik untuk melayani beban tertentu. Motor listrik pengaduk larutan dapat menggunakan listrik arus searah atau DC (Direct Current) ialah aliran arus yang keluarannya tetap atau konstan terhadap waktu. Arus searah merupakan arus negatif atau elektron yang mengalir dari kutub negatif ke kutub positif. Sumber listrik dari arus searah ini biasanya dari batu baterai, accumulator atau hasil proses dari photovoltaic atau tenaga surya. Akan tetapi, sumber listik arus searah dari motor listrik juga bisa diperoleh langsung dari PLN yang memiliki listrik arus bolak balik (AC). Untuk mengubah arus AC ke DC biasa digunakan adaptor AC-DC converter, sehingga dalam penggunaannya akan lebih mudah. Motor Power Input Losses Power Output Load Gambar 6. Motor losses (US DOE) Gambar 7. Grafik karakteristik motor DC (Tsukasa Electric 2012) 11 Pada proses ini, kehilangan energi ditunjukkan dalam Gambar 6. Efisiensi motor ditentukan oleh kehilangan dasar yang dapat dikurangi hanya oleh perubahan pada rancangan motor dan kondisi operasi. Kehilangan dapat bervariasi, mulai dari kurang lebih dua persen hingga 20 persen.Kehilangan energi atau daya itu akan menyebabkan peningkatan suhu dan menurunkan efisiensi dari mesin. Kehilangan energi atau daya ini sangat penting karena akan memberikan petunjuk mengenai bagaimana mereka dapat berkurang. Efisiensi motor dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara daya output dengan daya inputnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi adalah usia, kapasitas motor, kecepatan motor, jenis motor dan suhu (US DOE). Hubungan antara torsi, kecepatan putar dan arus listrik adalah linier seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, saat beban kerja motor meningkat maka kecepatan putaran motor akan berkurang. Grafik pada Gambar 7 ini mewakili berbagai tipe karakteristik motor DC. Selama motor bekerja, daerah dengan efisiensi tinggi (daerah yang diarsir) memiliki kinerja yang lebih baik dan motor menjadi lebih tahan lama. Namun dengan menggunakan motor di luar daerah arsiran tersebut suhu dari motor akan meningkat sehingga dapat terjadi kerusakan pada motor. Gambar 7 menunjukkan saat di bawah kecepatan putaran tertentu, efisiensi motor DC tidak berubah terhadap kecepatan putar tetapi berubah terhadap torsi, sehingga hubungan antara kecepatan putar dan efisiensi adalah linier. Komponen motor listrik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bagian motor yang berputar (rotor, stator, generator dan lainnya) dan bagian motor yang tidak berputar (transformator, reaktor dan lainnya). Pada mesin yang berputar kehilangan energi terjadi pada daya input (daya listrik) dan daya output (daya mekanik), sedangkan pada mesin stasioner atau diam mengalami kehilangan energi hanya pada daya input atau daya listrik (TAFE Queensland 2008). Daya Listrik (Input Power) Daya masukan merupakan energi input atau daya input yang terdapat pada motor listrik atau mesin listrik. Pada motor listrik, masukannya berupa energi listrik, generator masukannya berupa energi mekanik, dalam baterai masukannya berupa energi kimia dan termokopel masukannya berupa energi panas. Daya listrik didefinisikan sebagai laju hantaran energi listrik dalam sirkuit listrik. Satuan SI daya listrik adalah watt yang menyatakan banyaknya tenaga listrik yang mengalir per satuan waktu (joule/detik). Arus listrik yang mengalir dalam rangkaian dengan hambatan listrik menimbulkan kerja. Peranti mengkonversi kerja ini ke dalam berbagai bentuk yang berguna, seperti panas (pemanas listrik), cahaya (pada bola lampu), energi kinetik (motor listrik) dan suara (loudspeaker). Pengukuran daya listrik dapat dilihat pada persamaan (10). Masukan daya listrik pada motor listrik dapat ditentukan apabila aliran arus dan tegangannya dapat diketahui (TAFE Queensland 2008). Daya Mekanik (Output Power) Daya keluaran merupakan energi output atau daya output yang terdapat pada suatu mesin. Hasil output dari motor listrik berupa energi mekanik, output dari generator berupa energi listrik, output dari baterai dan termokopel juga berupa energi listrik. Daya keluaran motor atau daya mekanik merupakan daya yang disalurkan melalui poros output motor. Daya mekanik dari motor listrik dapat dilihat pada persamaan (4). Daya mekanik atau daya output dari motor tergantung pada kecepatan rotasi dan torsi yang dihasilkan (TAFE Queensland 2008). 𝑃= Dimana: 2𝜋𝑁𝑇 60 (4) P = daya mekanik (Watt) T = torque (Nm) N = kecepatan putar (rpm) 12