peraturan daerah kabupaten daerah tingkat ii badung nomor 2

advertisement
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG
NOMOR 2 TAHUN 1990
TENTANG
PAJAK POTONG HEWAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG
Menimbang
:
a.
bahwa kebutuhan masyarakat akan konsumsi daging semakin
meningkat yang menyebabkan pemotongan hewan mengalami
peningkatan;
b.
bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung
nomor 9/DPRD-GR/1969 tentang mengadakan memungut Pajak
Potong Hewan, Nomor 4/DPRD-GR/1964 tentang Perubahan
Pertama Kali Peraturan Daerah Tingkat II Badung tentang
mengadakan dan memungut Pajak Potong Hewan dan Nomor 17
Tahun 1982 tentang Perubahan Kedua Kali Peraturan Daerah
Tingkat II Badung Nomor 9/DPRD-GR/1959 tentang mengadakan
dan memungut Pajak Potong Hewan yang mengatur tentang Pajak
Potong Hewan sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan
dewasa ini;
c.
bahwa
untuk
meningkatkan
pelayanan
dipandang
perlu
menetapkan Peraturan Daerah Tingkat II Badung yang mengatur
tentang Pajak Potong Hewan.
Mengingat
:
1.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok – Pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1974 Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3037);
2
2.
Undang – undang Nomor 69 Tahun 1958 Tentang Pembentukan
Daerah – Daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah – Daerah
Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655;
3.
Undang – Undang Nomor 11 Drt. Tahun 1957 tentang Peraturan
Umum Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1957 Nomor 56 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1287);
4.
Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang ketentuan –
ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824);
5.
Ordonasi Pajak Potong 1963;
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan,
Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 20;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3101);
7.
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pemotongan Ternak Potong;
8.
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Kabupaten Daerah Tingkat
Tingkat II Badung Nomor 4 Tahun 1988 tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Daerah Kabupaten Daerah
Tingkat II Badung.
Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II
Badung.
MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TINGKAT II BADUNG TENTANG
PAJAK POTONG HEWAN.
3
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;
b.
Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Badung;
c.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;
d.
Dinas Peternakan adalah Dinas Peternakan Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;
e.
Hewan adalah Sapi, Kerbau, Babi, Kambing dan Domba;
f.
Memotong Hewan adalah suatu perbuatan membunuh hewan dengan segala persiapan
dan tindakan selanjutnya terhadap hewan yang dibunuh;
g.
Pemotongan usaha adalah pemotong hewan dimana daging hasil pemotongan tersebut
akan diusahakan/dikomersilkan untuk konsumsi daging masyarakat;
h.
Pemotongan hajat adalah pemotongan hewan dimana daging hasil pemotongan tersebut
akan
dipergunakan
untuk
kepentingan
upacara
adat/agama
dan
tidak
diusahakan/dikomersilkan;
i.
Pemotongan darurat adalah Pemotongan hewan yang dilakukan secara terpaksa
karena :
1. Kecelakaan sehingga keadaannya sangat menghawatirkan.
2. Sakit sehingga dikawatirkan akan mati.
3. Dapat menimbulkan bahaya penularan kesehatan umum.
4
BAB II
OBYEK DAN SUBYEK PAJAK
Pasal 2
(1). Obyek Pajak Potong Hewan adalah Hewan yang akan di potong.
(2). Subyek Pajak Potong Hewan adalah Orang atau badan Hukum yang memiliki ijin
untuk mengusahakan dan atau melaksanakan pemotongan hewan.
BAB III
TATA CARA PERMOHONAN IJIN
Pasal 3
(1). Setiap orang atau badan Hukum yang akan memotong hewan harus mendapat ijin
terlebih dahulu dari Kepala Daerah.
(2). Untuk pemotongan hajat pemohon ijin harus melampirkan surat keterangan dari Kepala
Lingkangan / Kepala Dusun setempat.
(3). Khusus untuk pemotongan darurat dapat dilaksanakan terlebih dahulu, kemudian dalam
waktu selambat – lambatnya 2x24 jam subyek pajak, wajib memperoleh surat ijin
memotong hewan.
(4). Hasil daging pemotongan darurat dan hajat dapat dipergunakan setelah diperiksa dan
sesuai dengan petunjuk petugas Dinas peternakan.
Pasal 4
Bentuk dan warna surat ijin memotong hewan ditetapkan oleh Kepala Daerah.
5
BAB IV
BESARNYA PAJAK POTONG HEWAN
Pasal 5
Setiap orang atau Badan Hukum yang akan memotong hewan wajib membayar pajak
potong Hewan dengan ketentuan sebagai berikut :
(1). Pemotongan usaha :
1. Sapi, kerbau, kuda
: Rp.1.500,-/ekor
2. Babi, kambing, domba
: Rp. 750,-/ekor
3. Kucit / Babi dibawah umur 3 bulan
: Rp. 500,-/ekor
(2). Pemotongan hajat :
1. Sapi, kerbau, kuda
: Rp.1.000,-/ekor
2. Babi, kambing, domba
: Rp. 550,-/ekor
3. Kucit / Babi dibawah umur 3 bulan
: Rp. 300,-/ekor
(3). Pemotongan darurat dibebaskan dari pengenaan pajak potong hewan
Pasal 6
Pajak Potong Hewan harus dibayar pada waktu pengambilan surat ijin memotong hewan.
Pasal 7
Tanda bukti pembayaran pajak potong hewan ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB V
PETUGAS PELAKSANA
Pasal 8
Dengan Keputusan Kepala Daerah dapat ditunjuk petugas untuk memungut Pajak Potong
Hewan dan memberikan ijin memotong hewan.
6
Pasal 9
Petugas pemungut Pajak Potong Hewan wajib menyetor hasil Pajak Potong Hewan ke Kas
Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 10
Kepada petugas pemungut diberikan uang perangsang sebesar 5 % dari realisasi hasil
penerimaan pemungutan pajak yang disetor ke Kas Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.
BAB VI
LARANGAN – LARANGAN
Pasal 11
(1). Dilarang memotong hewan tanpa ijin Kepala Daerah.
(2). Dilarang mengusahakan/memperjual belikan daging hewan hasil pemotongan hajat.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 12
(1). Barang siapa yang melanggar ketentuan – ketentuan yang tercantum dalam Peraturan
Daerah ini diancam Pidana Kurungan selama – lamanya 3 (tiga) bulan atau denda
sebanyak – banyaknya Rp. 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah);
(2). Tindak Pidana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran.
7
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 13
Selain Pejabat Penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas
pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat
dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Lingkungan Pemerintah
Daerah yang pengangkatannya di tetapkan sesuai dengan Peraturan Perundangan yang
berlaku;
Pasal 14
Dalam melaksanakan tugas penyidikan para penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 berwenang :
a.
Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b.
Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan
pemeriksaan;
c.
Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.
Melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e.
Mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
f.
Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g.
Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara;
h.
Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa
tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindakan pidana
dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut
Umum, tersangka atau keluarganya;
i.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
8
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Hal – hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur kemudian dengan
Keputusan Kepala Daerah sepanjang mengenai pelaksanaannya.
Pasal 16
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah
Tingkat II Badung :
a.
No. 9/DPRD-GR/1959 tentang Mengadakan dan Memungut Pajak Potong Hewan.
b.
No. 4/DPRD-GR/1964 tentang Perubahan Pertama Kali Peraturan Daerah Kabupaten
Tingkat II Badung tentang Mengadakan dan Memungut Pajak Potong Hewan Pasal 16.
c.
No. 17 Tahun 1982 tentang Perubahan Kedua Peraturan Daerah Kabupaten Badung
tentang mengadakan dan memungut pajak Potong Hewan, dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku lagi.
Pasal 17
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang
dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.
Denpasar, 31 Maret 1990
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG
KETUA,
ttd.
I GUSTI KETUT ADHIPUTRA, Sm. Hk
BUPATI KEPALA DAERAH
TINGKAT II BADUNG
ttd.
PANDE MADE LATRA
9
DISAHKAN
Dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri
Tgl. : 26-4-1991 No. : 973.524.61-362
Direktorat Jenderal
Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah
Direktur Pembinaan Pemerintahan Daerah
(Drs. Och. Dladjad)
Diundangkan Dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung
Nomor
: 10
Tanggal
: 19 Juni 1991
Seri
: A
Nomor
: 1
SEKRETARIS WILAYAH/DAERAH TINGKAT II BADUNG
ttd.
(Drs. IDA BAGUS YUDARA PIDADA)
NIP. : 010045843
10
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG
NOMOR 2 TAHUN 1990
TENTANG
PAJAK POTONG HEWAN
I.
UMUM
Peningkatan kebutuhan daging konsumsi masyarakat dewasa ini terus
meningkat. Hal ini sejalan dengan peningkatan perkembangan ini. Peningkatan
kebutuhan daging untuk masyarakat menyebabkan peningkatan jumlah pemotongan
hewan. Dilain pihak Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung yang
ada, yang mengatur tentang Pajak Potong Hewan sudah tidak sesuai dengan
perkembangan keadaan dewasa ini.
Untuk itu perlu ditetapkan Peraturan Daerah yang baru yang mengatur tentang Pajak
Potong Hewan di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
ayat (1)
Cukup Jelas
ayat (2)
Cukup Jelas
ayat (4)
Pemeriksaan ini dimaksudkan agar daging dari hasil
Pemotongan darurat betul – betul terjamin kesehatannya
untuk konsumsi masyarakat.
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
11
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Larangan ini dimaksudkan agar jangan pemotongan
hajat dipakai alasan untuk mendapat keringanan
pembayaran Pajak Potong Hewan.
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Download