• Balai Besar Tekstil OPTIMALISASI PENGGUNAAN TAMARIN LOKAL PADA PENCAPAN POLIESTER Oleh: Theresia Mutia Balai Besar Tekstil J1. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288 E-mail: [email protected] INTISARI Sampai saat ini pencapan kain poliester dengan zat warna dispersi masih menggunakan pengental impor, yaitu tamarin yang berasal dari biji asam. Di Indonesia biji asam banyak tersedia di beberapa daerah, terutama di Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur. Dengan memanfaatkan sumber daya alam tersebut diharapkan di masa yang akan datang terjadi substitusi impor bahan baku. Untuk itu telah dilakukan serangkaian percobaan dan pengujian, dilanjutkan dengan pencapan kain poliester dengan menggunakan tamarin lokal (hasil percobaan) dan sebagai pembanding digunakan tamarin komersial pada kondisi yang sama. Dari hasil pengujian diketahui kandungan air (% MR) biji asam antara 2,81 % - 8,25% dengan rendemen 45 50%. Dari analisa gugus fungsi tamarin hasil percobaan dan pembandingnya mempunyai kandungan senyawa organik yang relatif sama. Viskositas larutan tamarin hasil percobaan yang mengandung zat anti bakteri dan pembandingnya terhadap waktu penyimpanan adalah lebih stabil dibanding blangkonya. Kualitas hasil pencapan tamarin hasil percobaan dan pembandingnya adalah relatif sama, bahkan penggunaan tamarin lokal sebagai pasta pencapan adalah lebih rendah 6,7% - 20%, sehingga lebih ekonomis. Kondisi optimal proses diperoleh dari biji yang dikeringkan pada suhu 1100e se lama 3 jam yang mengandung zat anti bakteri, namun biji yang hanya dijemur di bawah sinar mataharipun akan menghasilkan hasil pencapan dengan kualitas yang relatif sama. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tamarin lokal memenuhi syarat untuk digunakan sebagai pengental Kata kunci : biji asam, pengental, pencapan ABSTRACT Up to this moment, polyester printing process with disperse dyes still uses import thickener, such as tamarind powder which derivatesfrom tamarind seed. Actually tamarind seed is available in a great volume, mainly in East Nusa Tenggara and East Java. So if the tamarind seed is treated to be tamarind powder, it's hoped can substitute and reduce this import product, press the cost production and develop tamarind powder industry in that area. For that purpose, the experiment has been done to produce tamarind powder using tamarind seed from East Nusa Tenggara. Following by printing process to polyester fabric using this tamarind powder and the counter product (import product) with disperse dyes at the same condition. From the test results indicated that the Moisture Regain of tamarind seed is about 2,81% - 8,25% andfrom 1 kg seed can produce 0,45 - 0,5 kg tamarind powder. From infrared spectrum analyzing shows that tamarind powder and the counter products are relatively contain the same organic compounds. Viscosity of tamarind paste contains anti bacteria agent and the counter product more stable than the blank product. The quality of printed fabric using tamarind powder from this experiment and the counter product have the similar quality, but the usage are lower 6,7% 20% than the counter product, so using tamarind local is more economic. The optimal condition process is the tamarind seed which is dried 3 hour at 110°C and contains anti bacteria agent, but from the sun-dried seed also can produce printedfabric with the same quality. From the test results known that tamarind local can meet the requirement as a thickener Key words: tamarind seed, thickener, printing process Tulisan diterirna : 16 November 2009 Selesai diperiksa: PENDAHULUAN Pada era kompetisi secara global ini, kesuksesan suatu industri bergantung pada inovasi-inovasi, yang dapat menekan biaya proses produksi 102 17 Desember 2009 menjadi lebih ekonomis, terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan karena biaya produksi terbesar adalah untuk pembelian bahan baku dan upah buruh. Selain itu apabila teknologi standar yang ada dirasa cukup sulit untuk Arena Tekstil Volume 24 No. 2 - Desember 2009: 60 - 112 Balai Besar Teksti! diterapkan oleh industri kecil dan menengah, maka modifikasi inovasi dengan menggunakan bahan baku yang lebih murah merupakan suatu langkah penting guna mengurangi biaya produksi. Sebagai contoh, pada industri tekstil, salah satu bahan bakunya yaitu bubuk tamarin yang digunakan sebagai pengental pada proses pencapan dan kanji pada proses penganjian benang lusi. Bahan dasar pasta pencapan tekstil adalah pengental yang umumnya berbentuk bubuk. Pengental berfungsi sebagai zat pembantu untuk melekatkan zat warna pada : kain, sehingga menimbulkan gambar/corakimotiftertentu. Pengental yang digunakan . . (I 2) harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu ' : • mempunyai viskositas tinggi dan stabil untuk jangka waktu tertentu • tidak terjadi perubahan kimia dan fisika • sedapat mungkin tidak berwarna, dan apabila berwarna tidak akan mewarnai bahan yang dicap • tidak akan merusak zat warna • dapat membawa zat warna dan tidak bereaksi dengan zat warna • mudah dihilangkan pada proses pencucian, kecuali pengental untuk zat warna pigmen Jenis pengental yang dipilih untuk pencapan harus disesuaikan dengan macam serat tekstil dan bahan yang akan dicap, jenis zat warna yang digunakan dan alatlmesin yang digunakan. Pengental dapat berasal dari alam maupun buatan. Pengental alam antara lain tapioka, tragan, terigu, gom, alginat, tamarin dan lain-lain. Adapun pengental buatan antara lain polivinil alkohol (PVA), karboksi rnetil selulosa (CMC), resin dan lain sebagainya. Setiap jenis pengental mempunyai viskositas, daya rekat dan keliatan tertentu. Khusus untuk serat poliester diperiukan pengental yang lebih pekat dibanding serat lain dan perlu ditambahkan zat pembasah pada pastanya. Pengental yang sesuai untuk serat terse but antara lain bubuk tamarin. Pengental ini mempunyai sifat-sifat yang baik yang memenuhi syarat pengental untuk proses pencapan bahan tekstil dan sangat baik digunakan pada pencapan yang menggunakan zat warna dispersi. Buah asam mengandung kadar air yang rendah dan merupakan sumber protein dan karbohidrat. Selain itu juga mengandung sedikit vitamin, karoten dan asam nikotin. Kandungan protein dan karbohidratnya merupakan yang tertinggi diantara buah-buahan lainnya. Buah yang matang terdiri dari daging buah 55%, biji 33% dan serat 12%. Bijinya sendiri terdiri dari 30% kulit ari dan 70% biji bagian dalarn-" 4). Komposisi biji tamarin dan perbandingan polisakarida biji tamarin dengan biji lainnya disajikan pada Tabel I dan 2, Dari Tabel 1 diketahui bahwa biji tamarin mengandung sekitar 60% polisakarida, sedangkan dari Tabel 2 diketahui perbedaan komposisi polisakarida biji tamarin dengan biji buah lainnya. Pada umumnya polisakarida dapat terhidrolisa oleh enzim pektinase menjadi senyawa yang lebih sederhana, seperti arabinosa, galaktosa dan asam galakturonik, namun hal ini tidak terjadi pada polisakarida yang terkandung dalam biji tamarin (5). Tabell. No I. Komposisi IJI • amarm Keterangan (5) Persentase Kelembaban 8,1 2. Protein 17 3. Lernak 7 4. Polisakarida 60,1 5. Crude fiber 6. Mineral (Na,K,Ca,Mg,P Tabel2. Uji Kandungan Apel (%) 5 Si) 2,8 Polisakarida Biji Tamarin Biii Lainnva (5) Biji (kering) : Jeruk Wood-Appl Jeruk lemon (%) (%) dan Tamarin (%) (%) Reducing sugar 12,5 20,72 22,40 26,82 0 Kalsium pektat 80,35 91,72 91,96 89,60 0 Asam pektat 70,82 84,94 81,47 80,16 0 Asam 24,20 galakturonik 26,49 22,48 23,21 0 Mucic acid 24,27 28,81 28,08 29,22 18,84 Uronic acid 41,80 62,20 58,70 62,90 3,44 Pentosan 12,14 15,47 18,28 16,97 27,54 Dari literatur diketahui bahwa sifat spektrum C-NMR dari polisakarida yang terkandung dalam biji tamarin menunjukkan beberapa puncak pada 105,4 ppm; 103,4 ppm dan 100,0 ppm, puncak-puncak terse but menunjukkan adanya senyawa galaktosa, glukosa dan xilosa. Adapun hasil pola difraksi Sinar-X dari senyawa tersebut tidak menunjukkan adanya puncak, sehingga dapat dikatakan bahwa struktur senyawa tersebut bersifat arnorf ". Diketahui pula bahwa India merupakan salah satu produsen terbesar dunia'", dan produk utama yang diekspor antara lain daging buah kering, biji dan bubuk/tepung tamarin. Ekspor tamarin dari India pada tahun 200 I - 2002 adalah 37.000 metriks ton. Indonesia juga merupakan produsen buah asam, tetapi tidak sebesar India (5). Bubuk tamarin yang digunakan oleh industri tekstil India adalah 300% lebih efisien dan ekonomis daripada kanji jagung yang digunakan pada proses Optimalisasi Penggunaan Tamarin Lokal Pada Pencapan Poliester (Theresia Mutia) 103 Balai Besar Tekstil penyempurnaan kapas, viskosa dan yute'!: 5). Pada industri yute di India saja penggunaannya per tahun adalah sekitar 300 ton. Selain itu digunakan pula sebagai pengental pada industri peneapan tekstil, penganjian kertas dan bahan tekstil, industri kulit, plastik, lem kayu, penstabil batu bata, stabilizer briket serbuk gergaji dan pengental untuk bahan-bahan eksplosif (1,4). Bubuk tamarin harus disimpan ditempat kering dan agar tidak mudah rusak maka ditambahkan zat anti bakteri, antara lain natrium benzoat, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, dan lain-lain-" 6, 7). Tamarin yang digunakan sampai saat ini masih merupakan produk impor, terutama dari India. Padahal bahan bakunya berasal dari biji asam dan ban yak tersedia di daerah Indonesia Bagian Timur, terutama di Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur dan sampai saat ini penggunaannya hanya sebagai pakan ternak. Dari data yang diperoleh tahun 2007 diketahui bahwa produk asam dari Jawa Timur adalah 1.012 toneS), sedangkan dari Kabupaten ITS - NTT sekitar 3000 ton, dengan harga jual sekitar Rp. 1000,- - Rp. 2000,- per kg. Sementara biji asam telah diolah menjadi tepung dihargai Rp. 7000,-<9). Selain itu luas area I perkebunan rakyat asam jawa di Indonesia tahun 2002 adalah 5.743 hektar dengan produksi 7.777 ton (10). Oleh karena itu apabila biji asam lokal dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku tamarin, maka diharapkan dapat mengurangi devisa dan dapat mendorong pertumbuhan industri keeil pengolah biji asam di Indonesia, terutama di Bagian Timur. Dari uraian di atas, maka dilakukan serangkaian pereobaan dan pengujian yang bertujuan untuk memanfaatkan biji as am lokal untuk diolah menjadi bubuk tamarin dan optimasinya pada proses peneapan bahan poliester dengan zat warna dispersi menggunakan tamarin tersebut dan sebagai pembanding digunakan tamarin komersial. Penelitian mengenai pemanfaatan biji asam telah banyak dipublikasikan'l'Y" 11,) dan upaya penggunaan biji as am lokal sebagai pengental pad a proses peneapan telah dilakukan pula(8, 12), tetapi pada penelitian ini perbedaannya yaitu pada urutan dan lamanya proses, jenis zat anti mikroba yang digunakan, eara uji resistensi terhadap bakteri dan eara uji beda warna. Zat anti mikroba yang digunakan adalah natrium bisulfit, dan pemilihannya antara lain karena merupakan zat yang umum digunakan di hampir semua produk makanan, dengan nomor "Food Additive" E 222. zat tersebut mempunyai titik leleh yang tinggi (l50°C)dan selain dapat meneegah terjadinya kerusakan oleh mikroba, juga dapat meneegah terjadinya proses oksidasi yang menr,ebabkan produk berubah warna menjadi keeoklatan ( ). Adapun untuk uji resistensi terhadap bakteri, digunakan 2 jenis bakteri, yaitu E. coli dan S. aureus (Gambar I). 104 Gambar 1. Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (13,14) Pada penelitian ill! ditambahkan pula pengujian kandungan air (Moisture Regain) biji asam yang akan dijadikan sebagai bahan baku bubuk tamarin dan optimalisasi penggunaan pasta induk untuk proses peneapan. Selain itu, untuk mengetahui kualitas hasil peneapan, dilakukan pula pengujian ketahanan luntur warna terhadap peneueian, gosokan, keringat dan sinar. Dengan demikian diharapkan adanya gambaran yang lengkap mengenai kemampuan biji asam lokal sebagai pengental pada proses peneapan kain poliester. METODA Bahan dan alat Biji asam tua dan segar dengan kualitas yang baik dari SOE-NTT, tamarin komersial dari India (pembanding), kain poliester, zat warna dispersi {kuning (C.1. Disperse Yellow 144), merah (C'!. Disperse Red 73) dan biru (C.1. Disperse Blue 60)}dan natrium bisulfit p.a. (zat anti bakteri). Alat yang digunakan yaitu kompor gas, panei, penghalus biji, neraea ana lit is, Oven, peralatan peneapan, Mesin Curing & HT Steam skala laboratorium, Lab. Test Sieve No. 140 (0,106 mm), Viskometer Brookfield, Spektrofotometer (Minolta) dan FTIR (Fourier Transform Infra Red). Cara kerja Cara kerja untuk pereobaan ini disajikan pada Gambar2. • Resep pembuatan pasta pencapan Pada pereobaan ini digunakan tamarin dengan konsentrasi yang sama dan resep pembuatan pasta induk untuk peneapan terse but disajikan pad a Tabel 3. Adapun resep pasta peneapan dengan pengental tamarin mempunyai kondisi yang sama, yaitu zat warna 2%, pH 4 - 5, jumlah pasta 1000 gram dan viskositas 12000 eps. Arena Tekstil Volume 24 No. 2 - Desember 2009: 60 - 112 Balai Besar Tekstil Biji asam (sudah dimasak dan dilepas kulitnya) Bubuk tamarin komersial (pembanding) J. 1. 2. Pengeringan Dijemur (sinar matahari) Dijemur dan dioven 11Doe, (variasi waktu : 1, 2, 3, 4, dan 5 jam) • Dihaluskan dan disaring menjadi bubuk I .! Zat anti b akteri Proses pembuatan tamarin anti bakteri + I I Pengujian I I Pencapan kain poliester ~ I Gambar Tabel 3. Resep Pasta Induk Pengental U ntu kP encapan Percobaan Keterangan 2 1 Tamarin A (g) Tamarin B (g) Tamarin C (g) Asam sitrat Zat warna (g) Air (g) Viskositas (cps) Pasta induk (g) X* - - X* pH 4 - 5 20 1000 - X* 12000 1000 pH 4 - 5 20 1000 -X* 12000 1000 - I Pengujian 2. Diagram Alir Percobaan spektrofotometer), tahan luntur warna terhadap pencucian (SNI. 080285-98), tahan luntur warna terhadap gosokan (SNI. 080288-89), tahan luntur warna terhadap keringat (SNI. 080287-96) dan tahan luntur warna terhadap sinar matahari (SNI. 08028989), serta uji anti bakteri (AATCC. 147 - 98). Tamarin 3 X* pH 4-5 20 1000 - X* 12000 1000 HASIL DAN PEMBAHASAN Tamarin Rendemen Dari hasil perhitungan diketahui rendemen rata-rata dari biji asam untuk menghasilkan bubuk tamarin adalah sekitar 45 - 50%. Atau dengan perkataan lain dari I kg biji tamarin segar akan dihasilkan bubuk tamarin sekitar 450 -500 gram. Keterangan : X konsentrasi pengental (sama) A dijemur di bawah sinar matahari B dijemur & dioven 110°C, I s/d 5 jam C pembanding • Proses pencapan Pencapan dilakukan dengan rakel 2 kali, kemudian dikeringkan pada suhu 100°C selama 1 menit dan difiksasi pada 200°C selama 30 detik. Terakhir kain hasil pencapan dicuci reduksi dengan Teepol 2 mill dan natrium hidrosulfit 2 g/I pada suhu 80°C se lama 10 menit serta dibilas sampai bersih. Pengujian Pengujian yang dilakukan meliputi kandungan air (Moisture Regain), rendemen, analisa gugus fungsi dengan alat Fourier Transform Infra Red (FTIR), viskositas dan kestabilan pengental (Viskometer Brookfield), perbedaan warna (visual dengan dengan Optimalisasi Penggunaan Tamarin Lokal Pada Pencapan Poliester Viskositas Untuk mengetahui viskositas pengental tamarin hasil percobaan, maka bubuk tamarin dan pembandingnya diuj i viskositas pada konsentrasi yang sama (10%) dan hasilnya disajikan pada Gambar 3. Dari hasil uji diketahui viskositas tamarin hasil percobaan bervariasi dan tamarin yang dijemur dan dioven pada suhu 110°C sampai 3 jam, adalah lebih tinggi daripada pembandingnya, namun perpanjangan waktu pengeringan pada suhu tersebut akan menyebabkan turunnya viskositas larutan. Dari data uji diketahui pula bahwa bubuk tamarin yang berasal dari biji asam lokal yang dikeringkan dengan oven pada (Theresia Mutia) 105 Balai Besar Tekstil suhu l100e selama 3 jam, mempunyai viskositas yang terbesar. Hal ini berarti waktu pengeringan sampai waktu tertentu (3 jam) adalah baik, selanjutnya perpanjangan waktu yang berlebihan justru akan menyebabkan terjadinya penurunan viskositas yang sangat tinggi. Penurunan viskositas terse but sangat erat hubungannya dengan derajat polimerisasi dari polisakarida yang terkandung dalam tamarin, sehingga dapat diasumsikan perpanjangan waktu pengeringan akan menyebabkan sebagian polimer alam yang terdapat dalam biji tamarin terse but mengalami kerusakan yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan viskositas. Dari penelitian pendahuluan diketahui pula bahwa viskositas tamarin sangat tergantung dari kualitas bahan baku biji asam yang digunakan. Oleh karena apabila bahan bakunya berkualitas buruk, yaitu biji asam yang rusak karena kutu dan jamur akan menghasilkan pengental dengan viskositas yang rendah (2, 3). Dengan demikian hasil yang optimal diperoleh pada pembuatan tamarin yang pengeringannya dilakukan dengan oven pada suhu 11o-c se lama 3 jam. Akan tetapi tamarin yang berasal dari biji asam yang hanya dijemur (A) dan dijemur serta dioven selama I dan 2 jam (BI dan B2), ternyata viskositasnya relatif lebih baik daripada pembandingnya, sehingga produk tersebut tetap dapat digunakan sebagai pengental. Namun demikian tamarin yang berasal dari biji asam yang pengeringannya hanya dijemur saja sudah cukup memadai, karena lebih ekonomis dari segi energi, biaya dan waktu. kemudian dioven se lama 1 sampai 5 jam - 1,98 %, sedangkan tamarin pembanding Namun, seperti te1ah dijelaskan di perpanjangan waktu proses dapat kerusakan terhadap kua1itas tamarin, tersebut perlu diperhatikan pula. adalah 5,55% adalah 8,1%. atas bahwa menyebabkan sehingga hat 9 % MR A C B1 B2 B3 B4 B5 Sam pel yang digunakan Gambar 4. Kandungan Air (% MR) Biji Tamarin Analisa gugus lungs; Untuk mengetahui apakah bubuk tamarin hasil percobaan mempunyai gugus fungsi yang sama dengan pembandingnya, maka dilakukan analisa gugus fungsi dengan alat FTIR dan hasilnya disajikan pada Gambar 5. Dari gambar tersebut diketahui bahwa produkproduk terse but memiliki serapan pada panjang gelombang yang re lat if sama, yaitu mengandung gugus karbohidrat (sekitar 3000 ern" dan 3700 cm"), amida (sekitar 1500 cm-I- 1600 ern"), amina sekitar 1000 cmI dan 1400 ern"), ester dan asam karboksilat (sekitar 1300 ern" - 1400 cm-I)(I5), sehingga dapat dikatakan bahwa produk-produk tersebut memiliki kandungan senyawa organik yang relatif sama pula. 52500 {I) C') :>I!:! -.. {I) III ~ 8- 35000 {I)'-' :> 17500 o A 61 62 63 64 65 c Tamarin yang digunakan Keterangan : Tamarin A Tamarin BI-5 Tamarin e Gambar dijemur di bawah sinar matahari dijemur dan dioven l100e (1 s/d 5 jam) tamarin pembanding 3. Viskositas Tamarin Sama pada Konsentrasi Kandungan Air {Moisture Regain (MR)} Untuk mengetahui kandungan air yang terdapat dalam biji asam hasil percobaan, maka dilakukan pengujian persentase MR yang hasilnya disajikan pada Gambar 4. Dari gambar tersebut, diketahui bahwa biji asam yang dijemur saja kandungan airnya adalah 8,25%, dan yang dijemur 106 Resistensi terhadap bakteri Uji resistensi terhadap bakteri adalah suatu pengujian untuk mengetahui kepekaan bakteri terhadap antibiotik. Terdapat dua metoda umum yang digunakan untuk uji seperti ini adalah Metoda Difusi Tabung dan Metoda Difusi Agar. Pada pengujian ini digunakan Metoda Difusi Agar (AATee 147 - 98), yaitu "paper disk" berisi konsentrasi antibiotik yang telah diketahui diletakkan di permukaan medium agar lalu -a'iinkubasikan. Munculnya zona hambat/zona bening mengelilingi disk mengindikasikan kesensitivitasan organisme terhadap antibiotik terse but. Dengan membandingkan diameter dari zona bening dengan standar, maka dapat ditentukan organisme apa yang rentan atau yang resisiten. Pada uji resistensi terhadap bakteri, digunakan 2 jenis bakteri ~ang bersifat patogen yaitu E. coli dan S. AlIrellP3, 4) (Gambar 1). Dasar pemilihan kedua bakteri terse but adalah karena banyak terdapat di sekeliling kita dan menyebabkan berbagai penyakit. Selain itu, keduanya mengandung mikroba yang termasuk ke dalam golongan mikroba endofitik. Mikroba endofit ini dapat hidup di dalam jaringan Arena Tekstil Volume 24 No. 2 - Desember 2009 : 60 - 112 Ba/ai Besar Tekstil 2.95 1609.79 2.8 3369.56 ~---1046.15 2.6 2.4 2.2 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4-r-_~. 0.21 - .. -- 4000.0 2000 3000 cm -1 1500 1000 450 Keterangan : Asam 1 : Tamarin B3 (dijernur dan dioven 11 Doe 3 jam) Asam 2: Tamarin A (dijemur di bawah sinar matahari) Asam 3 : Tamarin e (pembanding) Gambar 5. Hasil Analisa Gugus Fungsi tumbuhan, daun, akar, buah, dan batang. E.coli merupakan bakteri gram negatif, anaerob fakultatif yang tidak berspora, dapat tumbuh pada banyak substrat dan tumbuh baik pada medium pepton laktosa atau pepton-glukosa dan suhu pertumbuhan optimalnya adalah sekitar 37°C. E. coli yang patogen menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan, seperti diare, muntaber dan masalah pencernaan lainnya. Tahun 1892, Shardinger mengusulkan penggunaan E. coli sebagai indikator kontaminasi oleh bakteri fekal, karena mudah dideteksi. Selain itu, lebih mudah dalam mengisolasinya dibandingkan mengisolasi bakteri patogen penyebab penyakit saluran pencernaan lainnya. Adapun S. aureus merupakan gram positif, tidak bergerak, tidak berspora dan bersifat anaerob fakultatif. Pada manusia banyak ditemukan pada hidung (nasal), kulit, dan membran mukosa. Bakteri ini bersifat patogen, karena menyebabkan keracunan makanan, dan menyebabkan berbagai penyakit kulit seperti jerawat, selulit, bisul, dan abses, serta penyakit yang mengancam kehidupan misalnya radang paru-paru . Bakteri ini bertahan pada hewan domestik seperti anjing, kucing, dan kuda serta dapat bertahan dalam keadaan lingkungan kering se lama beberapa jam. Selain itu, seperti halnya E. coli, bakteri ini mudah diisolasi dibandingkan bakteri patogen lainnya(13,14j. Bubuk tamarin mengandung polisakarida yang merupakan senyawa organik yang rnendukung tumbuhnya mikroorganisme (khamir, jamur, bakteri atau alga)(5l, terutama apabila sudah dalam bentuk pengental, yang terdeteksi dengan turunnya viskositas atau pengental menjadi lebih encer. Oleh karena itu, agar tamarin bubuk tidak mudah rusak karena serangan mikroba, maka pada umurnnya ditambahkan zat anti mikroba antara lain natrium benzoat, natrium bisulfit dan lain - lain. Pada percobaan ini digunakan natrium bisulfit yang dicampurkan langsung ke dalam bubuk tamarin hasil percobaan. Pemilihan zat anti bakteri ini antara lain karena natrium bisulfit merupakan senyawa yang umum digunakan di hampir semua produk makanan, dengan nomor "Food Additive" E222 dan mempunyai titik leleh yang tinggi (150°C). Senyawa ini dapat mencegah terjadinya kerusakan oleh mikroba dan oksidasi udara. Natrium bisulfit akan melepaskan gas sulfur dioksida ketika dimasukkan ke dalam air atau sesuatu yang mengandung air dan dapat membunuh ragi, jamur dan bakteri serta dapat melindungi warna produk dari oksidasi yang rnenyebabkan warn a produk berubah menjadi kecoklatan-". Oleh karenanya dengan melakukan proses anti mikroba dengan senyawa di atas diharapkan dapat meningkatkan kualitas tamarin, terutama sewaktu proses penyimpanan, sehingga produk tersebut tidak mudah rusak dan warnanya tidak berubah. Untuk mengetahui daya tahannya terhadap serangan mikroba, maka dilakukan percobaan dengan kedua jenis bakteri tersebut. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah zat anti bakteri yang ditambahkan ke dalam bubuk tamarin terse but mendukung Optimalisasi Penggunaan Tamarin Lokal Pada Pencapan Poliester (Theresia Mutia) 107 Balai Besar Tekslil tumbuhnya mikroorganisme atau tidak. Pengujian dilakukan pada tamarin blangko (tanpa zat anti bakteri), tamarin yang telah diproses dengan zat anti bakteri dan tamarin pembanding. Untuk pengujian ini, tamarin dibuat pasta, kemudian dioleskan pada cawan petri dan dikeringkan sehingga membentuk membran tip is, kemudian membran tipis tersebut dipotongpotong menjadi bentuk cakram dan diletakkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Diameter zona hambatan sekitar cakram yang terbentuk setelah diinkubasi dipergunakan mengukur kekuatan hambatan tamarin terhadap organisme uji(16). Sebelum dilakukan uji resistensi, pertamatama disiapkan biakan murni bakteri 24 jam yang diencerkan dengan larutan NaCI fisiologis steril sampai kekeruhan Mc. Farland. Biakan tersebut diambil sebanyak ] ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Agar nutrisi cair dengan suhu 40°C sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam cawan petri tersebut dan diaduk perlahan dengan cara memutar cawan perti hingga agar dan suspensi bateri menjadi homogen, lalu didiamkan sampai agar membeku. Lempeng tamarin yang telah dipotong lingkaran berdiameter ] cm diletakkan di atas permukaan agar beku dan dieramkan pada suhu 37°C selama 24 jam dan hasilnya disajikan pada Tabel 4a dan 4b. Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa pada cawan petri yang berisi tamarin blangko, bakteri dapat tumbuh baik pada media tamarin maupun media agar, begitu juga untuk tamarin yang mengandung zat anti bakteri 0,5%, hanya pertumbuhan bakteri tidak sebanyak pada tamarin blangko. Adapun pada cawan petri yang berisi tamarin yang mengandung zat anti bakteri 1% dan 2% serta tamarin pembanding, bakteri tidak tumbuh pada media tamarin, namun tetap tumbuh pada media agar dan tidak terdapat zona bening. Berarti tamarin yang mengandung zat anti bakteri pada konsentrasi tertentu, bukan merupakan media pertumbuhan bakteri atau bukan makananlnutrisi bagi bakteri. Namun demikian produk tersebut bukanlah merupakan antibiotik, karena tidak ditemukan daerah zonasi di sekitar cakram tarnarin. Oleh karena itu berdasarkan studi resistensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa tamarin hasil percobaan yang telah diberi zat anti bakteri dan tarnarin pembanding mempunyai resistensi yang baik terhadap bakteri, namun tidak bersifat anti biotik karena tidak terjadi zona bening'l'", Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa penggunaan anti bakteri optimal pada konsentrasi 1%, sedangkan pada pemakaian sampai > 1% hasilnya relatif sama. Dengan adanya zat anti bakteri ini, maka diharapkan bubuk tamarin tersebut terlindung dari serangan bakteri, sehingga tidak mudah rusak sewaktu penyimpanan. Tabel 4b. Bebera I (T + AB 2%) : tidak tumbuh bakteri, tak terlihat zona bening 2 (T + AB 1%) : tidak tumbuh bakteri, tak terlihat zona bening 3 (T + AB 0,5 %) : agak larut dan diturnbuhi bakteri 4 (T blangko) : larut dan ditumbuhi bakteri Keterangan : T (tamarin), AB (anti bakteri) 108 Tabel 4 a. Hasil Uii Resistensi Terhadap Bakteri Ket No Tamarin Jenis mikroba E. coli S. aureus I 2 Blangko ++++ + + Anti Bakteri 0,5% ++++ + + 3 Anti Bakteri 1,0% - - 4 Anti Bakteri 2,0% - - 5 Pem banding - - Membran tamarin larut dan diturnbuhi bakteri (banyak) Membran tamarin agak larut dan ditumbuhi bakteri (sedikit) Membran tamarin tidak diturnbuhi bakteri, narnun tak terlihat zona bening Membran tamarin tidak diturnbuhi bakteri, namun tak terlihat zona bening Membran tamarin tidak ditumbuhi bakteri, namun tak terlihat zona bening Bakteri I dan2(T+AB 1%) tidak tumbuh bakteri, tak terlihat zona bening 3 dan 4 ( T pembanding) : tidak tumbuh bakteri, tak terlihat zona bening Arena Tekstil Volume 24 No. 2 - Desember 2009: 60 - ll2 Balai Besar Tekstil Kestabilan Pasta Pencapan Untuk mengetahui kestabilan pasta pencapan dan pengaruh penggunaan zat anti bakteri pada bubuk tamarin terhadap viskositas larutan, maka dilakukan uji viskositas terhadap waktu yang hasilnya disajikan pada Gambar 6. -;n ~ 0. 70000 -,--------------.........., 52500 - U) 12 .;;; 35000 0 ~ > 17500 o +---~-------~-=~~ 4 --Blangko _ Gambar Anti bakleri 2% 6. Pengaruh Waktu Penyimpanan Terhadap Viskositas Dad Gambar 6 diketahui bahwa viskositas pasta pencapan akan mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu penyimpanan atau dengan perkataan lain, pasta tersebut akan menjadi lebih encer karena terjadinya degradasi. Degradasi dapat terjadi oleh adanya kegiatan mikroorganisme yang merusak pasta dan oksidasi dengan udara, yang akan semakin besar dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Tamarin yang merupakan polisakarida merupakan media pertumbuhan (nutrisi) yang baik bagi rnikroba'!". Oleh karenanya, semakin lama waktu penyimpanan, akan semakin banyak pula polisakarida yang terdegradasi. Penggunaan zat anti bakteri sampai konsentrasi tertentu dapat menahan pertumbuhan mikroba, sehingga viskositas pasta pencapan dari tamarin yang telah diproses dengan zat anti bakteri lebih stabil dibandingkan blangkonya (tanpa zat anti bakteri). Akan tetapi pemakaiannya yang berlebih ternyata dapat menurunkan viskositas. Seperti telah diuraikan di atas bahwa natrium bisulfit akan melepaskan gas sulfur dioksida ketika dimasukkan ke dalam air atau sesuatu yang mengandung air (7), namun apabila konsentrasinya terlalu tinggi mungkin akan mendegradasi polisakarida, sehingga viskositasnya turun atau larutan menjadi lebih encer Selain itu diketahui pula bahwa walaupun pada awalnya viskositas tamarin blangko lebih tinggi daripada pembandingnya, namun setelah disimpan 1 hari terjadi penurunan viskositas yang cukup tajam, sedangkan viskositas pembandingnya lebih stabil terhadap waktu penyimpanan. Hal ini dapat dijelaskan karena pada umumnya tamarin komersial sudah mengandung zat aditif berupa zat anti bakteri yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kerusakan tamarin se lama waktu penyimpanan. Oleh karenanya Optimalisasi Penggunaan Tamarin Lokal Pada Pencapan dalam upaya mernperbaiki kualitas produk perlu ditambahkan zat anti bakteri, terutama yang telah diketahui efektivitasnya. Optimalisasi Penggunaan Tamarin pada Pencapan Poliester Kondisi pasta pencapan yang mengandung zat warna dispersi umumnya bersifat asam (pH 4 - 5). Oleh karena itu tamarin sangat sesuai digunakan sebagai pengental untuk proses tersebut, karena polisakarida yang berasal dari biji asam bersifat stabil pad a kondisi asam maupun basa serta lebih tahan terhadap pemanasan dibanding polisakarida yang berasal dari surnber lain (I). Selanjutnya larutan polisakarida dalam air akan membentuk hidrokoloid yang bersifat non Newtonian yang pseudoplastis, sehingga untuk mendapatkan pasta induk diperlukan waktu satu hari agar diperoleh kekentalan yang tinggi dan rata'!' 11). Untuk mengoptimalkan penggunaan tamarin lokal pada pencapan kain poliester dan untuk mengetahui kualitas hasil pencapan tersebut, maka dilakukan beberapa percobaan dan pengujian yang disajikan di bawah ini. Perhltungan Penggunaan Pengental Tamarin Untuk Pasta Induk Dad Gambar 3 diketahui bahwa tamarin hasil percobaaan dengan beberapa variasi proses dan pembandingnya pada konsentrasi yang sama, mempunyai viskositas yang berbeda, sedangkan pasta pencapan yang diinginkan harus rnernpunyai viskositas yang sama, yaitu 12000 cps {untuk poliester berkisar antara 8000 - 12000 cps}, maka setelah dilakukan perhitungan, diketahui adanya hubungan antara viskositas dengan pasta cap, yaitu semakin kental atau semakin tinggi viskositasnya, maka pengental yang diperlukan untuk membuat pasta induk akan sernakin sedikit. Tabel 5 di bawah ini menjelaskan banyaknya masing-rnasing pengental untuk membuat 1000 gram pasta induk pencapan (sesuai dengan Tabel 3), yang mengandung zat warna 2%, viskositas 12000 cps dan pH sekitar 4 -5, dari larutan tamarin 10%. Pembuatan Tabel 5. Optimalisasi Penggunaan Pengental Tamarin Lokal Untuk Pasta Induk Tamarin Pasta yang diperlukan (gram) Ket A (dijemur di bawah sinar matahari) 700 Hasil yang paling ekonomis BJ (dijemur dan dioven llOoe 3 jam) 600 Hasil yang optimal B, (dij emur dan dioven It o-c 5 jam) 825 Hasil yang tidak ekonomis e (pembanding) 750 Pembanding Poliester (Theresia Mutia) 109 Balai Besar Tekstil Dari Tabel 5 diketahui bahwa untuk mendapatkan 1000 gram pasta dengan viskositas 12000 cps, maka penggunaan pengental dari Tamarin B3 adalah yang paling sedikit, yaitu 600 gram atau 150 gram (20%) lebih rendah daripada pembanding. Adapun penggunaan Tamarin A adalah 50 gram (6,7%) lebih rendah daripada pembanding, sedangkan Tamarin B, adalah 75 gram (10%) lebih banyak daripada pembanding. Hal ini disebabkan karena viskositas pengental induk dari Tamarin B3 dan A adalah lebih besar, sedangkan Tamarin B, adalah lebih kecil daripada pembanding. Dengan demikian penggunaan pengental hasil percobaan ini, terutama B3 dan A relatif lebih kecil daripada pembandingnya, sehingga untuk pcngujian selanjutnya difokuskan kepada Tamarin B3 dan A. Ketuaan Warna dan Perbedaan Tabel 6. Hasil KlS (konsentrasi relatif zat warna dalam bahan) KlS dari: Pengental Kuning Biru Merah (1.440 nm) (I. 520 nm) (I. 680 nm) Warna Untuk mengetahui apakah variasi penggunaan tamarin terhadap hasil pencapan kain poliester dengan zat warm dispersi berpengaruh terhadap kualitas warna yang dihasilkan, maka telah dilakukan proses pencapan dengan menggunakan tiga warna dasar yaitu kuning, merah dan biru. Pengujian ketuaan warna dan beda warna dilakukan secara visual (Skala Abu-Abu) dan dengan alat spektrofotometer {dinyatakan dengan KlS (konsentrasi relatif zat warna dalam bahan) dan beda warna (LlE)}. Sebagai pembanding adalah hasil pencapan yang menggunakan pengental komersial, dan hasil ujinya disajikan pada Tabel 6 - 7 dan Gambar 7. Dari hasil penguj ian diketahui panjang gelornbang optimal untuk warna kuning, merah dan biru, masing-masing adalah 440 nm, 520 nm dan 680 nm, sehingga pengujian KlS dihitung pada panjang gelornbang tersebut. Dari Tabel 6 - 7 dan Gambar 7 diketahui bahwa ternyata variasi penggunaan tamarin secara visual rciatif tidak menyebabkan perubahan warns atau dibandingkan dengan tamarin komersial mcmberikan nilai antara 4 - 5 sampai 5 menurut Skala Abu-Abu clan beda warm (Ll E) antara 0,43 - 2,53, t;:.:hiag,;:! hasil pencapan dapat dianggap mempunyai warna ycng relatif sarrra, kecuali warna kuning, hasil pencapan dengan tamarin hasil percobaan mempunyai W:''';~? yang relatif !ebih tua. Jadi pencapan dengan vari.is] ·•.•. arna dari zat warna dispersi dan dengan Tamarin A 12,423 23,763 13,427 Tamarin B3 12.459 24,l16 14,032 Tamarin C 10,898 24,262 14,448 25 • Kuning T C DKuning T A DKuning TB3 K/S • Merah T C o Merah TA o Merah T B3 12.5 .Siru I Penrca.al i TC DBiru T A DBiruTB3 o 400 ./~~-;~~~~~~~~ 440 480 520 560 600 640 680 Panjang geiumbang (nm) Gambar 7. Kurva Konsentrasi Relatif Zat Warna dalam Bahan (K/S) Tahan Luntur Warna Untuk mengetahui apakah variasi penggunaan tamarin terhadap hasil pencapan kain poliester dengan zat warna dispersi berpengaruh terhadap tahan luntur warna yang dihasilkan, maka tclah dilakukan pengujian tahan luntur warna terhadap pencuciaa, gosokan, keringat dan sinar, yang hasilnya disajikan pada Tabel 8 - 10. --. 'Tube! 7. Hasil Uii Red a Warna (Skala Abu-Abu Warna I Kuning dan A E) Biru Merah U Skala Abu-Abu TarnarinA , ..Tamarin 13,; .Tamarin C .. 110 menggunakan pengental tamarin hasil percobaan cenderung menghasilkan warna yang relatif lebih baik, namun secara visual adalah relatif sama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengental tamarin hasil percobaan ini yang merupakan produk lokal mempunyai kualitas yang relatif sama dengan tamarin pembanding yang merupakan produk impor. , Skala (Ll E) 4 - 5 2,53 (lebihtua) (lebih tua) 4'- 5 1,96 (Iebih tua) (Iebih tua) Standar oembandinz Abu-Abu (~ E) 4 -5 1,52 (lebih tua) (lebih tua) 1,14 5 (sama) (sama) Standar oembandinz Skala Abu-Abu (Ll E) 4 -5 0,81 (lebih tua) (lebih tun) 0,43 5 (sarna) (sama) Standar pernbandinz Arena Tekstil Volume 24 No. 2 - Desember 2009 : 60 - 112 Balai Besar Tekstil Tabcl 8. Hasil Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian dan Sinar Terhadap Pengental N0 pencucian Terhadap sinar Penodaan warna pada kain : Perubahan warna Poliester Kapas Tamarin A I. I Kuning 4-5 4 -5 4-5 4-5 Merah 4-5 4 -5 4-5 lJiru 4 -5 4-5 4 -5 4 -5 4 -5 Tarnarin B 2. Kuning _"i" 4 -5 4-5 4 -5 4-5 Merah 4 -5 4-5 4 -5 4 -5 Biru 4-5 4 -5 4 -5 4 -5 Tamarin C 3. Kuning 4-5 4-5 4-5 4-5 Merah 4 -5 4 -5 4 -5 4-5 Biru 4-5 4 -5 4-5 4-5 Tabel 9. Hasil Uji Tahan Luntur Ter ha dap Goso kan Gosokan Pengental N" .. (penodaan Warna warna) Kering Basah Kuning 4-5 4-5 Merah 4-5 4-5 Biru 4 -5 4-5 Kuning 4 -5 4-5 Merah 4-5 4-5 Biru 4-5 4-5 Kuning 4 -5 4-5 Mcrah 4 -5 4-5 Biru 4-5 4-5 Dari Tabel 8 - la diketahui bahwa variasi penggunaan tamarin relatif tidak berpengaruh terhadap nilai tahan luntur warna hasil peneapan kain poliester tersebut dan semuanya mempunyai nilai sekitar 4 - 5 Skala Abu-Abu atau mempunyai nilai tahan luntur yang relatif baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tamarin hasil pereobaan ini mempunyai kualitas yang relatif sama dengan pembandingnya Dari hasil pembahasan di atas diketahui bahwa pengental tamarin hasil pereobaan yang yang merupakan produk Iokal, terutama tamarin 83 dan A ternyata mempunyai kualitas yang relatif sama dengan pembandingnya yang merupakan produk impor, bahkan penggunaannya 6,7% - 20% lebih rendah atau lebih ekonomis. Dari penelitian ini diketahui bahwa guna menekan biaya agar lebih ekonomis lagi dan dapat digunakan oleh industri keeil, maka pengeringan biji asam dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan sinar matahari dan setelah menjadi bubuk tamarin dapat ditambahkan zat anti bakteri agar tidak mudah rusak dalam penyimpanan. SeJain itu apabiJa bubuk tamarin digunakan sebagai pengental, sebaiknya waktu penyimpanan tidak lebih dari 3 (tiga) hari, agar masih dapat digunakan sebagai bahan baku pasta cap. Tamarin A , KESIMPULAN Tamarin BJ 2. Tarnarin C 3. Tabel 10. Hasil Uji Tahan Luntur Warna T erla I d ar K·ermga tA sam d an B asa No Pengental Perubahan warna Penodaan warna pada kain: I Policster Kapas Tamarin A I. Kuning 4 -5 4 -5 4-5 Merah 4 -5 4-5 4-5 Biru 4-5 4-5 4-5 ! Tamarin B., 2. Kuning 4-5 4 -5 4-5 Merah 4 -5 4 -5 4-5 I3iru 4 -5 4 -5 4 -5 Kuning 4-5 4 -5 4-5 Merah 4 -5 4-5 4-5 Bin! 4-5 4 -5 4 -5 Tamarin C 3. Optimalisasi Penggunaan Tamarin Lokal Pada Pencapan Dari hasil penelitian im maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : I. Kandungan air biji asam hasil pereobaan adalah 2,81 % - 8,25%, dengan rendemen 45% - 50%. 2. Viskositas tamarin hasil pereobaan adalah lebih tinggi pada saat awal daripada pembandingnya, dan hasil yang terbaik adalah biji asam yang dikeringkan di bawah sinar matahari serta dilanjutkan dengan pengeringan dalam oven pada suhu IIOoe sampai 3 jam, dengan % MR 2,81. Namun setelah satu hari viskositasnya turun, atau dengan kata lain kestabilan viskositasnya kurang dibanding pembanding. 3. Dari analisa gugus fungsi diketahui bahwa contoh uji hasil pereobaan dengan pembandingnya mempunyai kandungan senyawa organik yang relatif sama. 4. Hasil uji resitensi terhadap bakteri pada media tamarin hasil pereobaan memperlihatkan bahwa bakteri dapat tumbuh pada tamarin blangko, tetapi tidak pada tamarin yang telah diproses dengan zat anti bakteri dan pembandingnya, serta viskositasnya lebih stabil terhadap waktu penyimpanan. 5. Semua hasil peneapan dengan variasi warna dan pengental akan menghasilkan warna yang relatif sama, yaitu setara dengan nilai 4 - 5 sampai 5 Skala Abu-Abu atau (t-. E) sekitar 0,43 - 2,53. 6. Variasi penggunaan tamarin relatif tidak berpengaruh terhadap tahan luntur warna hasil peneapan dan semuanya mempunyai nilai yang Poliester (Theresia Mutia) III Balai Besar Tekstil setara dengan 4 - 5 Skala Abu-Abu atau mempunyai nilai tahan luntur yang relatifbaik. 7. Kondisi optimal proses diperoleh dari biji asam yang dikeringkan pada suhu 110°C se lama 3 jam dan diproses dengan zat anti mikroba 8. Tamarin lokal terse but di atas dapat memenuhi syarat untuk digunakan sebagai pengental pada pencapan kain poliester dan penggunaannya adalah 6,7% - 20% lebih rendah dibanding standar, atau lebih ekonomis. Ucapan terimakasih : Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Sujana dan Cipta G.K. yang telah membantu melakukan percobaan untuk mendukung tulisan ini. DAFTAR PUST AKA 1. Mathur, Atul & Paras Mal Sand, "Textile Print Paste Thickener from Polysacharida", Scince Tech. Entrepreneur, Rajasthan, June, 2006, e-mail : [email protected]. 2. Arifin Lubis, dkk., Teknologi Pencapan Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 1998 3. -----------, Tamarindus indica L, Informasi Singkat Benih, Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan IFSP, e-mail: [email protected]. ' 4. "Tamarin (sampalok) Fruit Processing", Dec. 28, 2006,· Tamarind\tamarin-sampalok-fruitprocessing.html 5. Gursharan, Kaul, et. aI., "Tamarin Date of India", Science Tech. Entrepreneur, Punjab, Dec., 2006. 6. Gunasena, HP & Hughes, A, , "Tamarind, Fruit for the Future", International Center for Underutilized Crops, Southampton, UK, 2000 112 7. Burdock, G.A, Encyclopedia of Food and Color Additives, Volume Ill, CRC Press, New York, 1997 8. Puri Prettyanti, dkk, "Pemanfaatan Biji Asam sebagai Bahan Pengental untuk Proses Pencapan Tekstil", Arena Teksti/, Vol. 23, NO. 2, Desember 2008. 9. Muchlis al Alawi, "Asam Timor, Potensi yang Terlupakan", Pos Kupang, Minggu 19 Oktober 2008 10 Luas areal Perkebunan Rakyat di Indonesia., www.deptan.go.id 11. Prabhanyan, Studies on Modified Tamarind Kernel Powder Part I, Preparation and Psychochemical Properties of Sodium Salt of Carboxymethyl Derivates, New Delhi, 2006. 12. Theresia Mutia, Pemanfaatan Biji Asam Sebagai Pengental, Laporan Penelitian Rutin, Balai Besar Tekstil, Bandung, 2005 coli. 13. Anonymous. Escherichia (diakses http://en.wikipedia.org/wikilE.coli 27/08/09) 14. Todar, K.," Staphylococcus aureus ".Online Textbook of Bacteriology. http:// www.textbookotbacteriology.net/staph.html. 2008. 15. Silverstein, R.M., et. aI., Spectrometric Identification of Organic Compound, Third Ed., John Willey & Sons, New York, 1975. 16. Ryan KJ, Ray CG (editor), Manual of Clinical Microbiology, 4th Ed., McGraw Hill, N.Y., 2004. 17. Rizki, Masagus, "Potensi Antibakteri Ekstrak dan Bakteri Endofit Tumbuhan Pandan (Pandanus tectorius Soland. Ex Park.) Terhadap Bakteri Escherichia Coli dan Staphylococcus', Thesis, UNPAD FMIPA Biologi, Jatinangor, 2009. 18. Basu, S. N., Biological Degradation of Tamarin Kernel Paste Used in Yute Warp Sizing, New Delhi, 1970.u Arena Tekstil Volume 24 No. 2 - Desember 2009 : 60 - 112