BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertama; ketentuan tentang gadai saham belum memadai, sampai saat ini tidak ditemukannya ketentuan gadai saham secara khusus dan terperinci, masih tersebar dibeberapa ketentuan, kurang lengkap dan tidak sistematis; Kedua; tidak adanya kepastian hukum. Ketidakpastian hukum dalam pengaturan gadai saham dapat dilihat dari : adanya kebebasan berkontrak dalam perjanjian gadai saham sehingga menimbulkan sengketa yang dapat menimbulkan ketidak-tertiban dan ketidak-adilan, sulit dilaksanakannya parate eksekusi walaupun ketentuan yang ada telah memberikan hak kepada kreditur gadai saham untuk pembayaran piutang didahulukan dari kreditur yang lain.1 Terdapat multitafsir terhadap ketentuan KUHPerdata tentang eksekusi gadai saham dan belum adanya kesamaan penafsiran terhadap eksekusi gadai saham di Indonesia menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga tidak adanya perlindungan hukum bagi debitur dan kreditur dalam perjanjian gadai saham. Ketiga; Perkembangan perdagangan tumbuh pesat, kebutuhan dunia usaha terhadap modal mutlak diperlukan. Saham bernilai ekonomis dan merupakan kepemilikan bersama dalam unit penyertaan terhadap seluruh kekayaan yang berada dalam portofolio investasi kolektif, dan unit penyertaan itu dapat ditawarkan dan diperjual-belikan dengan bebas. Selain itu saham memiliki nilai 1 Pasal 1150 KUHPerdata. Universitas Sumatera Utara ekonomi sebagai objek jaminan utang, yang memberikan hak atas tagihan atau pembayaran dan pelunasan sejumlah nilai uang tertentu kepada pemegang jaminan tersebut. Tidak adanya kepastian hukum tentang gadai saham menimbulkan kontra produktif terhadap upaya mengumpulkan modal melalui pasar. Gadai saham dalam pelaksanaannya kerapkali bermasalah, tidak adanya keselarasan dan malah terdapatnya kontradiksi diantara peraturan yang ada tentang gadai saham sehingga sulit untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian gadai saham. Problematika di atas tentunya menunjukkan perlunya penyempurnaan ketentuan gadai saham baik dari segi formal (ketentuan perundang-undangan) maupun dari segi substansi (kebutuhan masyarakat) sehingga dapat memberikan jalan keluar demi terwujudnya perjanjian gadai saham yang saling menguntungkan para pihak (win-win solution contract), disatu sisi memberikan kepastian hukum dan disisi lain memberikan keadilan.2 Meskipun disadari untuk memadukan kepastian hukum dan keadilan, merupakan perbuatan yang mustahil, diperlukan ketentuan perundangundangan yang diharapkan mampu mengakomodir perbedaan kepentingan secara proporsional,3 maka dilemma pertentangan semu ketidak-seimbangan serta antara 2 Istilah kepastian hukum dan keadilan seringkali dinamakan blanketnorm karena dengan sifatnya yang abstrak (kosong) memberikan peluang untuk diinterpretasi sesuai selera masing-masing. Periksa Djasadin Saragih, “Peran Interpretasi dalam Sosialisasi Hukum: Khususnya Hukum Perdata di dalam BW”, Yuridika, No. 8 Tahun III, Februari-Maret 1988, hal. 39 selanjutnya disingkat Djasadin Saragih-I) 3 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Yokyakarta: Laks Bank Mediatama, 2008), hal. 3. Universitas Sumatera Utara kepastian hukum dan keadilan tersebut diharapkan akan dapat diminimalisir. Bahkan akan menjadi suatu keniscayaan terwujudnya gadai saham yang saling menguntungkan para pihak (win-win contract), sehingga dengan demikian terjalin hubungan yang adil dan saling menguntungkan. Bukan sebaliknya, merugikan salah satu pihak atau bahkan pada akhirnya justru merugikan para pihak yang melakukan gadai saham. Pasal 1155 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang mengatur tentang parate eksekusi gadai saham mengandung multitafsir sehingga menimbulkan ketidak-pastian hukum yang pada akhirnya kurangnya perlindungan hukum bagi kedua pihak debitur pemberi gadai saham dan kreditur pemegang gadai saham. Ketidak pastian ini juga bersumber dari tidak jelas dan kontradiktifnya peraturan gadai saham satu dengan yang lainnya. Sehingga menimbulkan ketidak pastian dalam penerapan hukum oleh institusi pemerintah terutama pengadilan. Penetapan No. 332/Pdt.P/2001/PN Jak.Sel sampai dengan Penetapan No. 334/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel dengan permohonan Deutsche Bank Aktiengesellschaft, Berdasarkan Share Pledge Aagreement, kreditur berhak untuk menjual keseluruhan saham yang telah digadaikan secara privat atau secara “tidak di muka umum”. Berbeda dengan Penetapan No. PTJ.KPT.01.2005 sampai dengan Penetapan No. PTJ.KPT.04. 2005 jo. Penetapan no. 33/Pdt.P/2002/PN.Jaksel sampai dengan Penetapan No. 36/Pdt.P/2002.PN.Jaksel, Kreditur telah menjual secara privat gadai saham yang dipegang dengan dasar telah diperjanjikan (memiliki hak parate eksekusi) namun setelah itu tetap meminta Universitas Sumatera Utara penetapan dari pengadilan agar penjualan tersebut adalah sah. Selain itu Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusannya MARI No. 115PK/PDT/2007 jo. No. 517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST, Penjualan harus dilakukan dengan cara lelang di muka umum atau dengan cara lain yang telah ditentukan oleh Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Perbedaan ketiga penetapan dan putusan tersebut disebabkan isu hukum maksud dari unsur “kecuali ditentukan lain” dalam Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata. Berdasarkan Pasal 1155 KUHPerdata diketahui terdapat dua cara melakukan penjualan benda gadai, pertama, dengan cara menjual di muka umum dan kedua, dengan cara menjual tidak di muka umum bila memang telah diperjanjikan. Apabila benda tersebut adalah saham, maka ketentuan pasal 55 dan Pasal 57 ayat (1) UndangUndang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT Tahun 2007) harus diperhatikan. Ketentuan tersebut mewajibkan para pihak memperhatikan proses pemindahan hak atas saham yang ditentukan oleh anggaran dasar dan ketentuan perundang-undangan, yaitu mewajibkan saham untuk ditawarkan ke pemegang saham lainnya terlebih dahulu atau hak memesan saham terlebih dahulu (preemtive right).4 Dalam hal ini apakah perjanjian gadai saham yang 4 Undang-Undang Perseroan tidak membedakan apakah kewajiban untuk menawarkan kepada pemegang saham lainnya terlebih dahulu, merupakan saham baru (right issue) atau untuk saham yang telah diterbitkan. Pasal 57 UUPT Tahun 2007 mengatur, dalam angaran dasar dapat diatur persyaratan pemindahan hak atas saham yaitu dengan keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya. Jadi bila dalam anggaran dasar diatur mengenai kewajiban pemegang saham untuk menawarkan sahamnya ke pemegang saham terlebih dahulu (preemtive right), maka pemegang saham yang hendak menjual saham tersebut harus memenuhi ketentuan tersebut. Perbuatan tersebut tidak ditemukan pada eksekusi gadai saham yang dilakukan DBA (kasus eksekusi gadai saham milik PT Asminco Bara Utama (Asminco) di PT Universitas Sumatera Utara merupakan refleksi dari kebebasan berkontrak dapat mengecualikan ketentuan undang-undang dan anggaran dasar perseroan, (apakah terhadap perjanjian yang dibuat oleh debitur dan kreditur dalam hal penjualan atas kuasa sendiri benda jaminan tidak melanggar ketentuan yang ada dalam UUPT Tahun 2007), dengan asumsi bila tidak ada persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), atau dalam hal ini telah terjadi penyalahgunaan keadaan. Selanjutnya secara ringkas apakah perjanjian yang dibuat antara debitur dan kreditur tentang perjanjian gadai saham (share pledge agreement)5 dan anggaran dasar perseroan dapat mengecualikan preemtive right yang diatur dalam Pasal 55 UUPT Tahun 2007. Apabila debitur tak dapat melunasi utang dalam tenggang waktu yang ditentukan dengan jaminan gadai saham, apakah kreditur harus melakukan gugatan ke Pengadilan agar memperoleh putusan pengadilan, ataukah cukup hanya Indonesia Bulk Terminal (IBT) oleh Deutsche Bank AG (DBA) pada Februari dan Maret 2002. Eksekusi gadai saham ini merupakan upaya DBA dalam pelunasan utang Asminco. Proses pemindahan hak atas saham tersebut dilakukan secara tertutup antara DBA dengan PT Dianlia Setyamukti tanpa sebelumnya melakukan penawaran terhadap pemegang saham IBT lainnya. Apakah eksekusi gadai saham yang dilakukan telah mendapat persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), atau apakah tidak ada pengacualian yang diberikan secara sah kepada DBA, dan yang terakhir apakah pengecualian tersebut disepakati para pihak dalam perjanjian gadai saham. Apabila pengecualian tersebut disetujui RUPS, tidak menjadi masalah karena pemegang saham tersebut yang mempunyai preemtive right memang melepaskannya, tindakan DBA tidak bertentangan. Bila tidak ada persetujuan dari RUPS dan tidak disepakati para pihak dalam perjanjian gadai saham, berarti DBA tanpa hak telah menyimpangi ketentuan dalam UUPT Tahun 2007 dan anggaran dasar. Bila tidak ada persetujuan dari RUPS tetapi para pihak (DBA, pemberi gadai dan perseroan) telah menyepakatinya dalam perjanjian gadai saham, tanpa mempermasalahkan keabsahan perjanjian gadai saham tersebut, maka berarti DBA berdasarkan perjanjian tersebut memang diberi hak untuk mengecualikan ketentuan tentang preemtive right. Hal yang terakhir menunjukkan bahwa perjanjian gadai saham tersebut telah mengecualikan ketentuan dalam undang-undang dan anggaran dasar perseroan. 5 Dalam jaminan gadai saham, preemptive right tidak dapat dikecualikan dengan jalan perjanjian gadai saham (Share Pledge Agreement). Preemtive right hanya dapat dikecualikan dengan syarat-syaat limitatif yang disebutkan di dalam Pasal 57 ayat (2) UUPT Tahun 2007 atau telah dilepas oleh pemilik preemptive right itu. Universitas Sumatera Utara mengajukan permohonan ke pengadilan untuk memperoleh penetapan pengadilan guna melakukan penjualan saham sebagai jaminan gadai. Pengaturan yang ada mengenai hal ini belum jelas. Apabila kreditur melakukan gugatan terhadap debitur, maka apa yang dimaksudkan pada Pasal 1155 KUHPerdata untuk mempermudah pelunasan utang debitur yang telah lewat tenggang waktu tersebut tidak akan tercapai. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketentuan tersebut tak dapat diterapkan sebagaimana adanya. Selain itu karena peraturan perundang-undangan memberikan kesempatan untuk penjualan atas saham yang digadaikan tersebut dapat dilelang secara umum atau cukup dijual secara pribadi atau dibawah tangan maka menimbulkan ketidak pastian hukum bagi para pihak dalam perjanjian gadai saham. Dengan adanya kebebasan berkontrak yang diberikan Pasal 1155 KUHPerdata menimbulkan perbedaan penafsiran yang mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum dan akhirnya menimbulkan tidak terdapatnya perlindungan hukum bagi debitur dan kreditur dalam perjanjian gadai saham. Dalam dunia bisnis dewasa ini pemberian kredit merupakan suatu yang lumrah terjadi. Pemberi kredit khususnya bank yang berpengalaman akan sedapat mungkin mengusahakan adanya jaminan, dengan harapan ia akan memperoleh kembali uangnya tepat waktu. Jika pembayaran utang tidak terjadi, ia akan mencoba Universitas Sumatera Utara memperoleh pelunasannya dari kekayaan debitur yang lalai. 6 Hukum menyediakan berbagai bentuk lembaga jaminan yang dapat dimanfaatkan bank sebagai kreditur untuk menyalurkan kredit dan juga debitur untuk memperoleh dana. Salah satu diantaranya adalah gadai. Gadai adalah lembaga jaminan untuk benda-benda bergerak. Karena saham adalah benda bergerak maka lembaga jaminan untuk saham adalah gadai. Kreditur dianggap sebagai kreditur konkuren jika hanya berpedoman pada ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata.7 Agar menjadi kreditur preferen, harus dibuat perjanjian jaminan, dalam hal ini perjanjian gadai saham. Para kreditur yang mempunyai posisi yang khusus seperti pemegang gadai, mempunyai hak parate eksekusi (parate executie) atau menjual dengan kekuasaan sendiri seperti yang diatur dalam Pasal 1155 Buku II KUHPerdata,8 yang menurut O.K. Brahn harus dibuat janji terlebih dahulu.9 6 O.K. Brahn, Fiduciare Overdracht, Stille Vervanding En Eigendomsvoorbehoud Naar Huidig En Komend Recht, Fidusia, Penggadaian Diam-Diam dan Retensi Milik menurut Hukum yang Sekarang dan yang Akan Datang. Penerjemah Linus Doludjawa, (Jakarta: Tatanusa, 2001), hal. 2. 7 Pasal 1131 KUHPerdata: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”. Pasal 1132KUHPerdata: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan yang sah untuk didahulukan.” 8 Pasal 1133 KUHPerdata: “Hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotik”; dan Pasal 1155 KUHPerdata: “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercidera-janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.” 9 Sebagaimana menurut O.K. Brahn sesuai dengan yang dimaksud Pasal 1223 ayat (2) NBW. Universitas Sumatera Utara Gadai (pand) diatur dalam Buku II Bab XX Pasal 1150 sampai dengan 1161 KUHPerdata. Benda yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud yang wujudnya adalah hak (antara lain hak tagihan). 10 Kata “gadai” dalam KUHPerdata digunakan dalam dua arti, pertama menunjukkan kepada bendanya (benda gadai yaitu benda bergerak bewujud dan tak berwujud). Kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai),11seperti terlihat dalam rumusan Pasal 1152 dan Pasal 1155 KUHPerdata. Dengan adanya Pasal 1152 KUHPerdata, dapat disimpulkan bahwa gadai dapat diletakkan atas barang-barang12 bergerak bertubuh (berwujud) maupun tak bertubuh. 13 Saham sebagai jaminan utang merupakan benda bergerak dan saham adalah objek jaminan gadai seperti yang diatur dalam Pasal 60 UUPT Tahun 2007. Saham dalam pengertian penelitian ini adalah saham menurut UUPT Tahun 2007 dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Sehingga persyaratan penggadaian saham juga harus mengacu pada ketentuan UUPT Tahun 2007. Saham merupakan sejumlah uang yang diinvestasikan oleh investor dalam suatu perseroan. Saham merupakan kekayaan pribadi (personal property). Saham 10 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab tentang Credietverband, Gadai & Fiducia, (Bandung: Alumni, 1987), hal. 55-56. 11 J. Satrio, Hukum Jaminan Kebendaan, ( Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 99. 12 Barang adalah sebagian dari benda berwujud. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 499 KUHPerdata, namun pembuat KUHPerdata dengan pasal-pasal lain juga tidak konsekuen dengan istilah tersebut. 13 Djuhaendah Hasan dalam bukunya Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal 283, menjelaskan, yang menjadi objek jaminan gadai adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Benda tidak berwujud yang dapat dijadikan jaminan utang antara lain adalah surat-surat berharga, saham-saham, obligasi, sertifikat Bank Indonesia, surat berharga pasar uang, hak tagih. Universitas Sumatera Utara bersifat benda bergerak (movable property) yang tak dapat diraba (intangable), namun dapat dialihkan (transferable). Oleh karena itu, pemegang saham dapat menjual sahamnya atau menjaminkannya dalam bentuk gadai (pand) bahkan dapat mengalihkannya kepada orang lain, sehingga semua hak yang melekat pada saham itu secara keseluruhan beralih kepada penerima saham.14 Gadai (pand), merupakan hak jaminan kebendaan,15 yang timbul dari perjanjian gadai.16 Perjanjian gadai ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan perjanjian ikutan atau accessoir dari perjanjian pokoknya. Perjanjian pokok tersebut dalam hal ini adalah perjanjian kredit bank.17 Proses terjadinya perjanjian kredit bank yang merupakan perjanjian pokok dari gadai saham didasarkan pada asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid beginselen), bahwa dengan asas tersebut pihak bank telah menawarkan bentuk (model) perjanjian kredit untuk diterima pihak debitur tanpa kemungkinan adanya perubahan terhadap isi syarat-syarat umum (algemene voorwaarden) yang sudah tercetak di dalam model perjanjian kredit tersebut. Kenyataannya masyarakat umum pengguna jasa bank tidak bisa berbuat lain kecuali menerima bentuk (model) perjanjian kredit bank yang ditawarkan tersebut, 14 Walter Woon, Company Law, (Longman Singapore Publisher Pte Ltd), hal.280. sebagaimana dikutip oleh M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 257. 15 Tan kamello, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang didambakan, (Bandung: Alumni, 2006), hal.2. M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 2-3. 16 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 17-18. 17 Pasal 1151 KUHPerdata:”Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuannya pokok.” Universitas Sumatera Utara dan dengan cara ini masyarakat pengguna jasa pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta dilakukan perubahan terhadap perjanjian tersebut. Perjanjian gadai saham yang merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian kredit bank juga merupakan refleksi dari adanya kebebasan berkontrak. Dengan adanya kebebasan berkontrak tersebut apakah tidak bertentangan dengan hak orang lain dalam hal ini debitur pemberi gadai saham dan sekaligus pemilik saham yang lain dalam perseroan, yang benda jaminan gadainya akan dijual dalam hal debitur gagal bayar pada waktu yang ditentukan. Debitur pemberi dan kreditur pemegang gadai saham dalam hal ini patut dilindungi terutama oleh penyalah-gunaan atas objek gadai saham dan nilai objek gadai saham yang dijual tersebut. Karena tidak semua saham dapat dijadikan jaminan kredit bank. Hanya yang terdaftar dan yang diperjualbelikan di pasar modal yang memenuhi syarat. Dapat saja terjadi spekulasi dan persekongkolan antara debitur dengan komite kredit (loan committee) untuk menerima saham yang belum dikenal kekuatan nilainya, bila diperbolehkan semua jenis saham tanpa syarat pendaftaran, besar kemungkinan akan berkembang saham yang dikeluarkan oleh perseroan yang permodalan dan bidang usahanya fiktif. Sehingga mudah terjadi persekongkolan antara debitur dengan suatu perseroan yang sedang sekarat. Debitur bersekongkol mempergunakan saham perseroan yang sedang sekarat untuk dijaminkan ke bank. Dalam hal ini dari semula kreditur sudah tahu bahwa saham perseroan tersebut tidak mempunyai nilai apa-apa. Universitas Sumatera Utara Pada awal permulaan KUHPerdata18 berlaku di Indonesia 1 Mei 1848 Staatsblad (stb) 1847-23 lembaga jaminan gadai (pand) sudah cukup memenuhi kebutuhan praktik penjaminan. Pada masa itu lalu lintas kredit belum berkembang dan benda yang digadaikan terutama berupa benda seni atau perhiasan. Benda-benda seperti itu tentunya bukan merupakan benda-benda untuk kelangsungan suatu usaha.19 Perkembangan industri dan perdagangan secara langsung berakibat terhadap perkembangan lembaga jaminan gadai. Salah satu perkembangan tersebut adalah timbulnya praktik gadai saham,20 yang merupakan salah satu cara mendapatkan modal bagi perusahaan.Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kegiatan ekonomi (bisnis) membutuhkan modal untuk terus dapat bergerak. Begitu pula perusahaan yang merupakan bagian dari kegiatan ekonomi, sangat membutuhkan modal untuk menjalankan usahanya. Dana tersebut dapat diperoleh dari pemilik perusahaan itu sendiri maupun dari utang, atau dapat dikatakan bahwa sumber dana perusahaan 18 Utrecht, E, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Ikhtiar, 1957), hal 182. Kodifikasi hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) berlaku di Hindia Belanda dengan suatu peraturan penjalan (Invoerings verordening) yang bernama Bepalingen omtren de Invoering van en de Overgang tot de Niewe Wetgeving (stb. 1848 nomor 10) yang disingkat dengan Invoering Bepalingen (peraturan penjalankan) atau Overgangsbepalingen (peraturan peralihan) yang juga disusun oleh Mr. Wichers. 19 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hal 10. 20 http://www.inilah.com/news/read/economi/2009/01/28/79440/pegadaian-hentikan-gadaisaham/, dan http://www.detikfinance.com/read/2009/05/15/071058/1131750/479/menjajal-gadaisaham-di-pegadaian diakses 30-11-2010. Sebagai gambaran Perum Pegadaian mengeluarkan produk gadai saham pada 2 Juli 2007 dengan menyediakan dana Rp 500 Miliar sebagai merespon pasar saham yang saat itu sedang tumbuh pesat. Prospek gadai saham dari kapitalisasi market saham kurang lebih mencapai 25 triliun, namun sejak semester II 2008, dampak krisis keuangan di Amerika Serikat terasa di Indonesia. Bursa saham turun tajam, harga-harga saham jatuh. Saham menjadi kurang kompetitif. Hal ini membuat banyak investor pasar finansial merugi, dan akhirnya ditutup, namun dibuka kembali tahun berikutnya. Sebelum fasilitas ini ditutup, rata-rata nilai kucuran dana fasilitas gadai saham di Pegadaian sebesar 10-20 miliar perbulan atau sekitar Rp 100-200 miliar setahun. Universitas Sumatera Utara dapat berasal dari intern maupun ekstern. Salah satu alternatif pendanaan ekstern adalah dengan menggadaikan saham sebagai jaminan utang, atau menawarkan saham pada pasar modal.21 Keadaan KUHPerdata yang berlaku di Indonesia merupakan produk pemerintah penjajah Belanda sebagai tiruan belaka dari Burgerlijk Wetboek di negara Belanda. Atas dasar ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Repubilk Indonesia 1945 (UUD 45) KUHPerdata masih tetap berlaku. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 (dikenal dengan SEMA 3/1963) menjadi dasar hukum bagi hakim dalam hal akan memberlakukan atau tidak suatu pasal atau ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata, manakala ketentuan tersebut dinilai tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman. KUHPerdata tidak merupakan suatu Wetboek tetapi rechtsboek. Dengan demikian secara yuridis formal KUHPerdata tetap berlaku sebelum ada ketentuan yang baru khususnya tentang gadai saham.22 Gadai saham yang dilakukan merupakan salah satu faktor kunci dalam proses penyaluran kredit ke dunia usaha, sesuai dengan fungsi perbankan yakni sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.23 Apabila debitur gagal membayar utang, 21 Suharnoko, Kartini Muljadi, Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham, (Jakarta: National Legal Reform Program, 2010), hal.43. 22 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, (Jakarta: Sumur Bandung, 1979), hal. 100. 23 Pasal 1 angka 2, dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998, (selanjutnya UUPerbankan Tahun 1998). Universitas Sumatera Utara maka jaminan saham tersebut merupakan pelindung bagi bank bila di kemudian hari akan menjual bagian saham yang dijaminkan itu sebagai pelunasan piutang kreditur.24 Persyaratan bahwa benda yang digadaikan harus diserahkan kepada kreditur sering menjadi hambatan untuk menggunakan gadai dalam transaksi perdagangan. Selain syarat tersebut bank sebagai kreditur penerima gadai harus memelihara benda berwujud yang digadaikan sehingga tidak praktis. Oleh karena itu menurut Sudargo Gautama,25 kreditur menerima piutangnya dijaminkan dengan gadai saham oleh perusahaan nasabahnya. Dalam hal saham sebagai jaminan gadai, warkat atau sertifikat saham yang merupakan bukti kepemilikan dari pemegang saham sebagai benda jaminan gadai tidak diserahkan dalam penguasaan pemegang gadai saham karena warkat atau sertifikat saham belum/tidak dicetak. Transaksi dilakukan dengan pemindah-bukuan yang dilakukan secara otomatis dengan menggunakan sarana komputer. 26 Perbedaan pengaturan dan mekanisme gadai yang berlaku dalam KUHPerdata dengan ketentuan yang berlaku di lantai bursa menimbulkan permasalahan tentang keabsahan penjaminan gadai di lantai bursa, yang tentunya hal ini merupakan refleksi dari adanya kebebasan berkontrak yang diberikan oleh undang-undang (dalam arti luas) kepada para pihak yang melakukan kontrak. 24 Pradjoto, Bisnis & Keuangan, (Kompas , Senin 5 Juni 2006) Sudargo Gautama, Introduction to Indonesian Business Law, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995), hal 583 26 Sri Soedewi Maschun Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khusus Fiducia di Dalam Praktek dan Perkembangannya di Indonesia, (Jokjakarta: FH UGM, 1977), hal 55. Sebagai perbandingan menurut Sri Soedewi, Hukum Belanda, Meijers memperkenalkan gadai tanpa kepemilikan fisik atau bezitloss pandrecht dan gadai terdaftar atau registerpandrecht. 25 Universitas Sumatera Utara Dalam praktik di pasar modal27 gadai terus berkembang, dan merupakan lembaga jaminan yang ideal dalam perdagangan surat berharga. Cara mendapatkan modal bagi perusahaan adalah selain dengan melakukan penawaran saham di pasar modal,28 yaitu perusahaan menawarkan saham dengan menjanjikan deviden dan capital gain terhadap mereka yang membeli saham, juga dilakukan melalui utang bank. Piutang dengan melakukan gadai saham sebagai jaminan dalam perjanjian kredit. Secara umum gadai saham dilakukan dengan cara perusahaan menyerahkan sertifikat saham yang menjadi objek gadai tersebut kepada pihak yang meminjamkan modalnya atau disebut juga perjanjian utang piutang dengan jaminan gadai. Secara khusus pelaksanaan gadai saham yang diperdagangkan tidak lagi berbentuk sertifikat saham, melainkan saham-saham tersebut telah dirubah menjadi saham elektronik atau yang dikenal dengan istilah sistem perdagangan tanpa warkat (scripless trading). Dalam perdagangan ini semua saham dikonversi menjadi data elektronik atau catatan komputer yang disimpan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (PT KSEI).29 27 Pasal 1 UURI No. 8 Tahun 1995 (UUPM), Pasar Modal, adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Sedangkan Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari Efek. 28 Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal 56, Deviden, yaitu bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemilik saham, dan Capital gain, adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih jual dengan harga beli. 29 Berdasarkan Pasal 43 UURI No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM Tahun 1995), lembaga yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Kustodian adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP), Perusahaan Efek, atau Bank Umum yang telah mendapat persetujuan Bapepam. Kustodian adalah lembaga yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain Universitas Sumatera Utara Pada awalnya memang gadai saham dilakukan secara fisik, karena sebelumnya saham masih bersifat fisik yaitu berupa sertifikat saham. 30 Kemudian dengan sistem perdagangan tanpa warkat (scripless trading) yang merupakan sistem perdagangan yang relatif baru yang diterapkan di Bursa Efek Indonesia (BEI), persoalannya selain menyangkut tentang perdagangan, juga menyangkut penyelesaian dari perdagangan tersebut. Dasar hukum diterapkannya perdagangan tanpa warkat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta No. 041/BEJ/0809 yang dikeluarkan tanggal 31 Agustus 1998 tentang Ketentuan Umum Perdagangan Efek Tanpa Warkat.Dasar pemikiran hukum yang dipakai untuk memperbolehkan dilaksanakannya perdagangan tanpa warkat, yang semua sahamnya sudah berbentuk data elektronik, adalah yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1582K/Pid/1989, dan diperkuat dengan Pasal 58 dan Pasal 61 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM Tahun 1995).31 Pada keputusan tersebut Mahkamah Agung mengakui bahwa pandangan hukum atas perubahan sifat dan hak kekayaan dari yang visual dan material sangat identik dengan kekayaan simbolik asal memenuhi persyaratan sebagai yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. 30 Tim di bawah pimpinan M. Yahya Harahap, Pengkajian Perdagangan Saham dengan Sistem Scriptless, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Tahun 1997 hal. 23. Saham Transaksi dilakukan dengan melalui sarana book entry settlement system (C-Best), suatu sistem penyelenggara jasa kustodian sentral dan penyelesaian transaksi secara pemindah-bukuan yang dilakukan secara otomatis dengan menggunakan sarana komputer yang terhubung dengan terminal komputer pemegang rekening. 31 Pasal 58 UUPM Tahun 1995 mengatur sistem penyelesaian transaksi melalui book entry settlemen (C-Best), Pasal 61 UUPM Tahun 1995 mengatur bahwa efek (saham) dalam penitipan kolektif dapat dijaminkan. Universitas Sumatera Utara berikut: pertama, tersimpan dalam pulsa-pulsa elektronik, kedua, mempunyai jumlah tertentu, ketiga, dapat ditransfer secara elektronik, ke-empat, setiap transfer jumlahnya bertambah atau berkurang, yang berarti mempunyai nilai tukar.32 Dalam hal pelaksanaannya, gadai saham di pasar modal mengacu pada aturan Keputusan Direksi Kustodian Sentral Efek Indonesia Nomor 012/DIR/KSEI/0807 tentang Perubahan Perturan Jasa Kustodian Sentral tanggal 9 Desember 2009 (Kepdir KSEI 2009). Namun ketentuan tersebut hanya mengatur tentang administrasi atas efek yang dijaminkan. Penguasaan benda jaminan dalam hal ini saham tidak berada pada kekuasaan kreditur, 33 seperti yang disyaratkan oleh Pasal 1152 KUHPerdata. Ketentuan gadai saham tersebut bertentangan satu dengan yang lainnya. Pasal 1152 KUHPerdata menginginkan benda berada di bawah kekuasaan Kreditur dan apabila tidak dipenuhi maka hak gadai hapus, sedangkan Kepdir KSEI 2009, penguasaan benda jaminan tidak berada pada kekuasaan kreditur. Penitipan saham pada Kustodian bukan pada kreditur juga merupakan suatu hal yang pantas dikaji apakah telah memenuhi persyaratan untuk terlaksananya gadai sesuai dengan ketentuan Pasal 1152 KUHPerdata. Oleh karena itu pada bab selanjutnya akan dibahas apakah hal ini 32 Tim di bawah pimpinan M. Yahya Harahap, “Pengkajian Perdagangan Saham dengan Sistem Scriptless,” Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Tahun 1997 hal. 23. Saham Transaksi dilakukan dengan melalui sarana book entry settlement system (C-Best), suatu sistem penyelenggara jasa kustodian sentral dan penyelesaian transaksi secara pemindah-bukuan yang dilakukan secara otomatis dengan menggunakan sarana komputer yang terhubung dengan terminal komputer pemegang rekening. 33 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab tentang Credietverband, Gadai & Fiducia. (Bandung: Alumni, 1979), hal 59. Pentingnya benda berada dalam kekuasaan kreditur, dalam hal jika ternyata pemegang gadai beritikat jahat, atau benda gadai adalah benda yang hilang dan atau benda yang dicuri oleh pemberi gadai, maka yang diperlindungi adalah pemilik sebenarnya. Jika pemegang gadai beritikad baik, ia diperlindungi terhadap pemberi gadai yang tidak wenang menguasai itu (Pasal 1977 KUHPerdata) Universitas Sumatera Utara menyebabkan tidak sahnya gadai saham tersebut seperti yang disyaratkan oleh Pasal 1152 KUHPerdata. Pada pasal 1152 ayat 2 KUHPerdata menyatakan bahwa tak sah atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitur atau pemberi gadai. Dalam hal debitur pemberi gadai tidak berhak untuk menggadaikan sahamnya kepada kreditur, apakah pihak ketiga sebagai pembeli masih mendapat perlindungan hukum dengan cara membatalkan perjanjian gadai saham tersebut, atau menyatakan perjanjian gadai saham tersebut tidak berlaku. Perjanjian gadai saham yang merupakan refleksi dari adanya kebebasan berkontrak, dibatasi dengan asas itikad baik yang dalam hal ini ada pada pelaksanaan perjanjian gadai saham (itikad baik harus ada pada proses terjadinya gadai saham). Perjanjian gadai saham jangka waktunya terbatas karena merupakan perjanjian tambahan. Perjanjian gadai saham itu tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit bank. Jika utang sudah lunas dengan sendirinya gadai saham juga hapus. Apabila utang belum dilunasi debitur, kreditur tentu memperpanjang perjanjian gadai tersebut. Namun tak ada kepastian apakah harus mendapat izin dari debitur atau hanya memberitahukan saja kepada debitur. Itikad baik dalam hal ini sangat menentukan, dalam pelaksanaan kontrak tersebut. Untuk tidak bertentangan dengan hak orang lain dalam hal ini debitur pemberi gadai saham dan sekaligus pemilik saham yang akan dijual ketika debitur gagal bayar pada waktu yang ditentukan, sebaiknya itikad baik sudah ada saat Universitas Sumatera Utara perjanjian itu dibuat sampai dengan perjanjian itu selesai sesuai amanat Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Pada Pasal 1154 KUHPerdata menyatakan bahwa dalam hal debitur wanprestasi kreditur tak berhak untuk memiliki barang barang yang digadaikan dan semua perjanjian yang bertentangan dengan itu adalah batal. Sebagai alasan praktis untuk mengeksekusi saham yang yang digadaikan, kreditur meminta debitur untuk membuat surat kuasa mutlak terhadap kreditur untuk menjual saham tersebut secara dibawah tangan. Tentu saja kreditur memiliki wewenang untuk memutuskan bagaimana harga yang ditentukan terhadap benda gadai tersebut. Namun apakah surat kuasa tersebut yaitu yang merupakan hak yang diberikan debitur sebelum tenggang waktu yang ditentukan lewat dalam pelunasan utang (sebelum terjadinya wanprestasi), dapat dilaksanakan setelah tenggang waktu pelunasan lewat waktu. Apabila pemberi gadai, (debitur/si berutang) tidak memenuhi kewajibannya dan meskipun telah ditegur dan diperingatkan tetap ingkar janji, tindakan apa yang dapat dilakukan oleh penerima gadai. Berdasarkan Pasal 1155 KUHPerdata, penerima gadai (si berpiutang/kreditur) dapat mempergunakan haknya untuk menjual saham tersebut melalui dua makelar yang telah disumpah di bursa. Dalam kenyataannya seperti telah disebut sebelumnya, saham yang digadaikan tidak diserahkan/tidak berada pada pemegang gadai, sehingga pada waktu pemberi gadai gagal bayar utang pada waktu yang telah ditentukan, sulit bagi kreditur pemegang gadai untuk melakukan haknya untuk menjual saham guna pelunasan utang debitur/pelunasan kredit. Berbeda halnya untuk gadai saham Universitas Sumatera Utara perseroan terbatas yang telah mencetak sahamnya, akan lebih mudah untuk memonitor atau melakukan eksekusi jika debitur gagal bayar utang pada waktu yang ditentukan, karena kreditur menguasai sertifikat/warkat saham. Hal ini tentunya untuk kepentingan kreditur pemegang gadai akan lebih terlindungi untuk pelunasan piutangnya. Hingga saat ini belum ada peraturan perundang-undangan ataupun petunjuk pelaksanaan yang secara khusus dan terperinci mengatur mengenai gadai saham tanpa warkat, maupun mekanisme penyelesaian utang bila debitur gagal bayar pada waktu yang telah ditentukan, sehingga penelitian ini akan difokuskan terhadap kepastian hukum yang dapat memberikan perlindungan hukum terhadap para pihak yang melakukan perjanjian gadai saham. Pasal 1155 alinea 1 KUHPerdata bahwa kecuali telah diperjanjikan lain antara para pihak, kreditur berhak menjual barang gadainya di muka umum tanpa izin pengadilan seperti pada ketentuan hipotik, jika debitur gagal membayar utang pada tenggang waktu yang telah ditentukan. Apakah penjualan yang dilakukan oleh kreditur atas benda gadai tersebut sah, apabila yang digadaikan adalah saham. Karena menurut ketentuan Pasal 56 UUPT Tahun 2007 bahwa pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak. Sehingga apakah dimungkinkan penjualan yang dilakukan kreditur tersebut mengingat pada ketentuan Pasal 56 UUPT Tahun 2007 tersebut. Satu sisi berdasar Pasal 1155 alinea (1) dibenarkan penjualan tanpa pelelangan umum jika diperjanjikan para pihak, disisi lain ketentuan Pasal 57 UUPT mengharuskan untuk menawarkan lebih dahulu kepada pemilik saham yang lain Universitas Sumatera Utara dalam perseroan, atau harus tunduk pada anggaran dasar dan ketentuan UUPT Tahun 2007. Sehingga perlu dianalisa sejauh mana pengecualian terhadap undang-undang itu dapat dilakukan. Namun untuk mengetahui sejauh mana kekuatan hukum perjanjian atau persetujuan yang dibuat para pihak tersebut sebagai dasar pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau di bawah tangan, perlu dilakukan analisis terkait ketentuan dan syarat-syarat lebih lanjut mengenai keabsahan pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau di bawah tangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya dan perjanjian itu hanya berlaku bagi yang membuat perjanjian tersebut (Pasal 1338 ayat (1) juncto Pasal 1340 KUHPerdata). Apakah janji yang dibuat berdasar pasal 1155 KUHPerdata yang memberikan kebebasan kepada para pihak dalam perjanjian gadai saham untuk menentukan lain dari apa yang ditetapkan perundang-undangan yang merupakan refleksi dari adanya kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata, tidak bertentangan dengan anggaran dasar Perseroan yang merupakan perjanjian yang dibuat para pemegang saham dalam Perseroan tersebut. Dengan perkataan lain bagaimana penjualan secara privat yang merupakan manivestasi dari kebebasan berkontrak jika dihadapkan pada keberlakuan hak memesan saham terlebih dahulu yang diatur dalam UUPT Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara Dengan keadaan tersebut di atas, adanya kebebasan berkontrak 34 yang dilakukan merupakan perjanjian yang mengecualikan undang-undang. Pengecualian terhadap undang-undang ini dapat menimbulkan ketidak-tertiban dan ketidak-adilan, sehingga berlawanan dengan cita-cita hukum itu sendiri. Oleh karena itu, perlu dianalisis apakah perjanjian yang dibuat yang merupakan pengecualian terhadap undang-undang tersebut di atas dapat dilakukan, karena tidak semua undang-undang dapat disimpangi oleh perjanjian. 34 Paulus E Lotulung, Penegakan Hukum Lingkungan Hidup oleh Hakim Perdata, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 55. Sebagai perbandingan sesudah tahun 1980, tampaknya perkembangan yurisprudensi tentang jenis jual beli dengan hak membeli kembali dengan adanya perubahan pandangan hakim terhadap asas kebebasan berkontrak. Pandangan ini bermula dari putusan MA dalam majelis yang dipimpin Z. Asikin Kusumaatmadja dalam putusan tanggal 10 Februari 1983 Nomor 3804 K/Sip1981, yang lebih lanjut secara singkat ada beberapa pertimbangan putusan, yaitu: Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali bersifat perjanjian semu, berlatar belakang perjanjian riba, penjual sebagai debitur menandatangani perjanjian dengan terpaksa. Selain itu jual beli dengan hak menjual kembali diadoptir dari hukum Belanda (di Belanda perjanjian tersebut sudah dihapus), dan bertentangan dengan hukum acara. Sehingga meskipun Pasal 1519 KUHPerdata belum dihapus secara formal, asas kebebasan berkontrak tidak menjadi asas mutlak walaupun tidak melarang, sebab hakim dapat memasuki kebebasan berkontrak dengan alasan rasional yang dapat diterima masyarakat. Jual beli dengan hak membeli kembali dalam praktik merupakan indikasi telah terjadi perjanjian yang bersifat riba karena perjanjian aslinya adalah perjanjian utang piutang dengan syaratsyarat yang sangat berat/tidak patut, sehingga dalam keadaan terdesak debitur menandatangani perjanjian jual beli tersebut. Menurut penulis dengan merujuk Koran Tempo, Selasa 11 September 2012, sehubungan dengan hal tersebut transaksi repo yang menjadi salah satu cara mencari pembiayaan di pasar modal dengan menggadaikan efek tertentu kepada pihak lain. Caranya pihak yang mendapatkan pinjaman berkomitmen untuk membeli kembali efek yang digadaikan pada waktu dan harga tertentu yang melibatkan banyak pihak secara berantai. Karena itu pemilik efek tidak dapat memperoleh asetnya karena tidak ketahuan ada dimana efek yang bersangkutan. Alasannya, jika harga efek mengalami penurunan, penggadai harus melakukan top up senilai selisih harga terakhir dengan harga awal. Jika terjadi repo berantai dan salah satu pihak tidak melakukan top up, akan terjadi gagal bayar (default). Dengan demikian sebenarnya antara gadai saham dan repo adalah suatu hal yang berbeda. Menjual dengan hak membeli kembali berdasarkan konstruksi hukum yang diperkenankan oleh Pasal 1519 KUHPerdata, sedangkan Gadai saham berdasarkan Pasal 1155 KUHPerdata. Universitas Sumatera Utara Pada Pasal 1155 alinea 2 KUHPerdata bahwa barang gadai yang terdiri dari barang-barang perdagangan atau efek-efek35 yang dapat diperdagangkan di pasar atau bursa, penjualannya hanya dilakukan oleh dua orang makelar yang profesional. Dalam hal saham yang digadaikan terdaftar di pasar modal, dan saham yang demikian didaftar dalam surat saham debitur. Pada Pasal 1.1. Jo 3.6.1. dan pada Pasal 3.6.2. Kepdir KSEI 2009, menyebut bahwa seseorang yang terdaftar sebagai pemilik rekening boleh menahan sekuritasnya dengan cara membuat permohonan ke Kustodian Sentral, dan sekuritas yang ditahan tak dapat diperjual-belikan. Bagaimana melindungi kreditur dalam hal ini bank. Pastinya bank akan menghadapi fluktuasi harga benda jaminan saham di pasar modal, sedangkan perbankan melakukan penjualan atau eksekusi benda jaminan dengan tujuan untuk praktis agar utang debitur dapat terlunasi karena telah lewat tenggang waktu yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 12 A ayat (1) Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut Undang35 Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal Penitipan Kolektif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 163. Pada umumnya efek dapat diberikan ke dalam kategori; 1. Efek bersifat ekuitas, 2. Efek bersifat utang.Termasuk dalam pengertian efek bersifat ekuitas (saham) adalah unit penyertaan, yang menurut Pasal 1 angka 27 UUPasar Modal didefenisikan sebagai :”satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam portfolio investasi kolektif.” Pengertian kepentingan di sini adalah hak atau bagian “kepemilikan bersama” dari seorang pemegang unit penyertaan terhadap seluruh harta kekayaan yang berada dalam portofolio investasi kolektif tersebut secara keseluruhan, yang secara prinsip merupakan refleksi dalam rumusan Pasal 511 butir 4 KUHPerdata. Efek bersifat utang (obligasi, bonds) adalah efek yang memberikan hak atas tagihan atau pembayaran atau pelunasan sejumlah nilai uang tertentu kepada pemegangnya dari pihak yang menerbitkan efek bersifat utang tersebut. Pada prinsipnya efek bersifat utang ini meliputi benda bergerak yang disebutkan dalam Pasal 511 butir 3 KUHPerdata, dan secara lebih khusus lagi Pasal 511 butir 5 dan sebagian Pasal 511 butir 6 KUHPerdata. Universitas Sumatera Utara Undang Perbankan atau UUP Tahun 1998).36 Walaupun ada ketentuan- ketentuan tersebut di atas, tidak berarti memberikan kepastian hukum bagi yang berkepentingan dalam penyelesaian utang dengan jaminan gadai saham. Selanjutnya dalam pelaksanaannya eksekusi gadai saham dapat menimbulkan penyalah-gunaan hak37 dalam penentuan harga saham yang akan dijual karena harga saham yang berfluktuasi. Pada dasarnya masalah gadai (pand) baik untuk benda bergerak secara umum maupun saham secara khusus tetap harus menggunakan aturan-aturan dalam KUHPerdata, namun tidak seluruhnya tentang gadai saham dapat ditangani KUHPerdata, khususnya tentang parate eksekusi (parate executie) atau hak menjual dengan kekuasaan sendiri. Dalam perjanjian pemberian kredit selalu ada pernyataan bahwa bank dapat langsung melakukan lelang atas aset yang dijaminkan jika debitur tidak bisa memenuhi kewajibannya sampai tenggang waktu yang ditentukan. Sebenarnya Pasal 1155 KUHPerdata, secara Ipso Jure, memberi parate executie dengan hak menjual atas kuasa sendiri (rechts van eigenmachtige verkoop, the right 36 Pasal 12 A ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan:” Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.” 37 Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht), (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), hal. 52, hal.55, juga seperti rumusan Pasal 1254 dan Pasal 1155 KUHPerdata. J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2005) hal.109. Penyalahgunaan hak ada, kalau orang melaksanakan haknya dengan cara yang bertentangan dengan maksud, hak itu diberikan, dengan perkataan lain bertentangan dengan tujuan sosial. (Misbruik van recht wordt aanwezig geacht,wanner iemand zijn recht uitoefent op een weijze, welke in strijd is met het doel, waartoe dat recht is toegekend, in strijd m.a.w. met de maatschappelijke bestemming ervan; demikian Apeldoorn. Universitas Sumatera Utara to sale) objek barang gadai kepada pemegang gadai (kreditur). Penjualannya dilakukan di depan umum, namun jika diperjanjikan, dapat dilakukan di bawah tangan.38 Dalam hal ini kreditur dapat saja menyalah-gunakan posisinya, sebagai orang yang uangnya dibutuhkan. Dalam hal ini tentu dikhawatirkan kemungkinan adanya penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden), sehingga debitur perlu dilindungi.39 Adanya ketentuan yang dapat disimpangi oleh perjanjian para pihak seperti yang disebutkan di atas, dan refleksi Pasal 1131 KUHPerdata, sebenarnya bertujuan untuk melindungi pemegang gadai, menjamin pengembalian utang dengan nilai jaminan harus setara dengan jumlah utang. Khusus untuk barang-barang yang jumlah nominal dan tagihan yang telah tercantum nilainya dalam bukti kuitansi atau surat tagihan, para pihak lebih mudah menaksir nilainya (lebih mudah menaksir nilai likuidasi benda yang dijaminkan), namun untuk barang-barang yang nilainya ditentukan berdasarkan penjualan, jumlah nominal belum ditentukan sampai dengan pada saat penjualan seperti saham, sangat berbeda keadaannya karena harganya yang fluktuatif. Ketika proses penjualan tersebut terbuka kemungkinan adanya permainan harga jual barang gadai oleh pemegang gadai agar dapat menguntungkan 38 Pasal 1155 KUHPerdata. Henry P. Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) sebagai Alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda), (Yokyakarta: Liberty, 1992), hal.5. Dengan telah ditanda tanganinya perjanjian kredit bank oleh peminjam debitur, syarat umum yang dibuat pihak bank telah memberikan berbagai kewenangan bagi bank kreditur, sehingga dapat diperkirakan bahwa bank memperoleh peluang melakukan misbruik van omstandigheden, karena perjanjian kredit dibuat secara sepihak oleh pihak bank. Bandingkan J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Op.Cit., hal. 108. 39 Universitas Sumatera Utara dirinya, misalnya dengan membuat harga barang tersebut merosot walaupun harga barang tersebut sebenarnya sangat tinggi. Telah disebut sebelumnya, bahwa pada hakekatnya Pasal 1155 KUHPerdata menghendaki adanya kemudahan pelunasan utang debitur dengan penjualan barang jaminan saham yang digadaikan ketika debitur pemberi gadai saham tak dapat membayar utang pada waktu yang ditentukan, namun ketentuan ini tidak mutlak karena ada kata “apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain.” Dalam hal ini KUHPerdata tidak dapat diterapkan secara sepenuhnya walaupun telah diperjanjikan oleh para pihak, sehingga kedudukan pemegang gadai yang pelunasan piutangnya lebih didahulukan (kreditur preferen)40 dari kreditur konkuren seperti yang diatur oleh Pasal 1133 dan Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata (disebut droit de preference) sulit untuk diwujudkan.41 40 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty, 1980, hal. 70); Bahwa dari Pasal 1133 dan Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata, terlihat bahwa kreditur pemegang hak jaminan kebendaan mempunyai kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan kreditur pemegang hak privelege. Dengan kata lain kedudukan kreditur preferent yang terjadi karena diperjanjikan lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan kreditur preferent yang terjadi karena diberikan oleh undang-undang. Kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang mempunyai kedudukan kuat tersebut dinamakan kreditur separatist. Kreditur separatist yaitu pemegang hak jaminan kebendaan dapat melaksanakan haknya dengan cepat/mudah, tidak terpengaruh dengan adanya kepailitan. Prosedurnya lebih mudah karena tidak melalui prosedur beslag lewat juru sita, tidak berlaku ketentuan-ketentuan beslag yang diatur dalam hukum acara perdata. Selain itu kreditur separatist juga terbebas dari ongkos-ongkos budel umumnya. Demikian dalam bukunya Hukum Benda, Yogyakarta: Liberty, 1974, hal 32, Sri menjelaskan, kreditur yang pelunasannya sama disebut kreditur konkuren (crediteur concurent), sedangkan kreditur yang haknya lebih didahulukan/diutamakan disebut kreditur preferen (crediteur preferent). Kreditur-kreditur yang piutangnya dibebani dengan hak jaminan kebendaan lebih dahulu mengambil pelunasan, kemudian sisanya diberikan kepada kreditur pemegang hak privelege, untuk selanjutnya sisanya diberikan kepada kreditur konkuren. 41 R, Subekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991) hal. 17. Universitas Sumatera Utara Bahwa sebenarnya Pasal 1155 KUHPerdata memberikan jaminan kepada penerima gadai untuk memperoleh uangnya kembali jika saham sebagai jaminan kredit, namun perlu diatur bagaimana mekanismenya sehingga tidak menimbulkan sengketa ketika debitur tak dapat membayar utangnya pada tenggang waktu yang telah ditentukan. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa hak gadai diatur dalam KUHPerdata, tetapi tetap saja terdapat kesulitan dalam menjawab permasalahan mengenai hak gadai. Karena pembuat undang-undang ketika menciptakan ketentuan tentang gadai hanya menitik-beratkan pada benda berwujud saja. Sehingga terpaksa dilakukan penafsiran baru dari ketentuan yang ada dan melihat pada peraturanperaturan terkait lainnya untuk menemukan kekosongan hukum. Perlu diperhatikan bahwa ada kontradiksi karakteristik antara gadai barang bergerak berwujud dan saham tanpa warkat di pasar modal. Barang gadai yang merupakan saham, terlekat padanya preemtive right. Tinjauan lain memperlihatkan bahwa Pasal 1155 KUHPerdata menimbulkan multitafsir. Apakah para pihak sebelumnya dapat memperjanjikan untuk menjual di bawah tangan apabila debitur wanprestasi dengan tidak melalui penjualan di muka umum atau dengan diperjanjikan lain maka para pihak melepaskan haknya untuk dapat melakukan penjualan langsung melalui lelang tanpa bantuan pengadilan yang dikenal dengan parate eksekusi. Bahwa bila berdasarkan penafsiran terakhir yang dipilih, maka tersedia satu mekanisme eksekusi, yaitu melalui bantuan pengadilan berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata. Universitas Sumatera Utara Keberadaan ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata memang dapat menimbulkan perdebatan apakah pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau di bawah tangan harus dilaksanakan berdasarkan suatu putusan pengadilan atas gugatan yang diajukan oleh pihak kreditur. Sedangkan di sisi lain, seperti telah dibahas sebelumnya, para pihak seharusnya sudah dapat melaksanakan eksekusi tersebut berdasarkan persetujuan yang telah disepakati bersama (dengan catatan hal tersebut juga masih disetujui oleh debitur setelah terjadinya tindakan wanprestasi). Selain itu apabila kreditur masih diharuskan untuk mengajukan tuntutan atau gugatan 42 agar dapat memperoleh putusan pengadilan yang menjadi dasar pelaksanaan penjualan secara tertutup, dengan demikian persetujuan yang telah disepakati sebelumnya menjadi sama sekali tidak berguna dan sia-sia. Pengaturan tentang gadai saham yang ada saat ini tidak diatur secara khusus, tidak lengkap dan tidak sistematis. Pengaturannya selain terdapat dalam KUHPerdata, juga tersebar dalam beberapa ketentuan yaitu UUPT Tahun 2007, yang juga harus mengindahkan beberapa ketentuan lain seperti UUPM Tahun 1995, UUP Tahun 1998, Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal Nomor IX.H.1 tentang Akuisisi Perusahaan Terbuka (selanjutnya Peraturan Bapepam No. IX.H.1), Keputusan Direksi Kustodian Sentral Efek Indonesia Nomor 012/DIR/KSEI/0807, sehingga sangat menyulitkan dan tidak memberikan ketertiban dalam masyarakat, yang pada akhirnya tidak memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian gadai saham. 42 Tuntutan atau gugatan yang dimaksud dalam hal ini adalah gugatan contentiosa. Universitas Sumatera Utara Prospek gadai saham yang merupakan salah satu cara mendapatkan modal bagi perusahaan sejak beberapa tahun terakhir di Indonesia menunjukkan kenaikan, namun tidak diikuti dengan ketentuan yang memadai. Tidak diperolehnya data yang secara khusus tentang berapa banyak perseroan terbatas yang menggadaikan saham pada perbankan, karena kedudukan saham sebagai jaminan tambahan kredit43 (sedangkan jaminan utamanya adalah projek yang dikerjakan), seperti yang informasi Deputi direktur Bank Indonesian Wilayah IX (Sumut & Aceh) bahwa: “Gadai saham tidak diadministrasikan di kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX.”44 Oleh karena itu sebagai gambaran bahwa gadai saham merupakan salah satu cara mendapatkan modal dapat juga dilihat dari kapitalisasi pasar saham di Indonesia yang menunjukkan pertumbuhan. Nilai kapitalisasi PT Bursa Efek Indonesia (BEI) diperkirakan meningkat 60,63 persen dari Rp. 2,019 trilliun pada akhir 2009 menjadi Rp. 3,243 trilliun tahun 2010,45 dan diperkirakan tumbuh 25 persen pada 2011 menjadi sekitar Rp 4,053 trilliun.46 Kenyataan ini menunjukkan betapa pentingnya aturan tentang gadai saham diatur secara khusus untuk menunjang pembangunan perekonomian di Indonesia. Tidak adanya kepastian hukum menyebabkan tidak 43 Saham sebagai jaminan tambahan kredit sesuai Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/68/Kep/DIR tentang Saham sebagai Agunan Tambahan Kredit dikeluarkan tanggal 7 September 1993 44 Wawancara dengan V.Carlusa, Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumut & Aceh) pada Tahun 2013 45 http//bisnis.vivanews.com/news/read/196652-kapitalisasi-pasar-bursa-naik-60-persen, diakses 5 Januari 2011. 46 http://bisnis.vivanews.com/news/read/196716-2011--bursa-ri-incar-kapitalisasi-rp4-000-t, diakses 5 Januari 2011. Universitas Sumatera Utara adanya rasa keadilan bagi para pihak baik debitur pemberi gadai saham, maupun bagi kreditur pemegang gadai. Fluktuasi harga saham yang tak menentu serta prosedur yang harus dilalui dalam pasar modal47 harus dipatuhi, apalagi kalau saham-saham yang digadaikan debitur pemberi gadai merupakan saham-saham yang mayoritas serta merupakan pengendali perusahaan. Hal ini tentu menimbulkan suatu ketidak pastian bagi kedua pihak khususnya debitur pemberi gadai saham sebagai pemilik saham. Sebagai gambaran fluktuasi harga yang menyebabkan ketidak pastian bagi kedua belah pihak. Hal ini dapat dilihat pada krisis keuangan dan perbankan yang dialami oleh Indonesia pada tahun 1997 – 1998, dimana krisis keuangan telah menyebabkan turunnya nilai saham atau merosotnya harga jual saham maupun nilai kapitalisasi perusahaan.48 Demikian pula krisis keuangan dunia (global) yang berdampak bagi perekonomian Indonesia pada tahun 2007 – 2008, mengakibatkan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Effek Indonesia pada 26 Desember 2008 tercatat sebesar 1.340,89 atau turun 51,17 % (persen) dibanding 28 Desember 2007 yang sebesar 2.745,83.49 Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/68/Kep/Dir tentang Saham sebagai Agunan Tambahan Kredit yang dikeluarkan pada tanggal 7 47 Pengertian Pasar Modal dalam UUPM no.8 Tahun 1995 Pasal 1 angka 13 berbunyi; “ pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. 48 Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001), hal 41 49 http://www.bapepam.go.id/ Anual Report Bapepam tahun 2008, diakses 03 Oktober 2010 Universitas Sumatera Utara September 1993 (SK Direksi BI 1993) , secara yuridis formal telah dimungkinkan bank memberikan kredit dengan jaminan saham. Saham yang peran utamanya berfungsi sebagai salah satu instrumen perdagangan di pasar modal, dapat menjadi jaminan kredit. Hal ini dapat membawa pengaruh terhadap kemudahan dan ekspansi perkreditan, yang berdampak langsung atas pertumbuhan ekonomi pada satu sisi, tapi juga dapat berdampak negatif memperbesar volume dan percepatan perputaran uang yang dapat menimbulkan peningkatan inflasi, apabila hal itu kurang diawasi arah kreditnya secara meluas kedalam berbagai sektor. Peran saham sebagai jaminan ikut meningkatkan ekspansi kredit, namun bila hanya dikucurkan secara terfokus pada satu sektor tertentu dapat mempengaruhi laju inflasi.50 Contoh kasus Bank Summa, untuk memperoleh kredit dari berbagai kalangan bank dalam usaha mencoba menyehatkan likuiditasnya, pihak pengurus Bank Summa, mempergunakan saham PT Astra sebagai jaminan. Meskipun bentuknya gadai, tujuannya sama yakni sebagai jaminan kredit. Ternyata kehancuran yang dialami Bank Summa sedemikian parahnya. Pinjaman yang diberikan tidak mampu menyehatkan likuiditasnya. Akan tetapi oleh karena saham yang dijadikan agunan adalah saham PT Astra yang tergolong memiliki good will yang cukup terkenal, bank-bank yang bertindak sebagai pemberi kredit, tidak mengalami risiko tinggi. Dan dalam waktu singkat sudah dibeli kelompok Prayogo Pangestu. Memang kalau saham yang dijadikan jaminan kelas satu (first-class) atau kelas dua (second-class), jauh 50 M. Yahya Harahap, Tinjauan Saham sebagai Jaminan Kredit ( Majalah Hukum, Varia Peradilan, Tahun IX No. 101, Februari 1994), hal. 136. Universitas Sumatera Utara lebih kuat dan lebih kecil risikonya dibanding dengan bentuk jaminan promossory notes (surat utang). Seperti kasus BPPC, untuk menutup utang BPPC berupa kredit likuiditas BI senilai Rp. 780 milyar, Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh (BPPC) mengeluarkan surat utang yang dibeli konsorsium bank antara lain Bank Bumi Daya (BBD). Pembelian didasarkan alasan, bahwa surat utang BPPC didukung oleh jaminan yang dianggap cukup kuat, berupa dana hasil kontrak penjualan cengkeh antara BPPC dengan PT Gudang Garam sebesar RP. 870 milyar. Bagaimana penyelesaiannya apabila PT Gudang Garam tidak mampu memenuhi kontrak pembelian cengkeh tersebut. Tentu dalam hal ini lebih kecil risikonya apabila jaminan kredit BPPC tersebut terdiri dari saham PT Gudang Garam, yang secara nasional saham tersebut dapat digolongkan kelas satu atau kelas dua. Contoh lain perusahaan yang menggadaikan sahamnya adalah PT Indonesia Paradise Property Tbk. Emiten penyedia akomodasi dan perhotelan yang mendapat pinjaman dari PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) senilai Rp. 463,83 miliar untuk pembangunan Sahid Kuta Lifestyle Resort. Untuk melancarkan transaksi tersebut perseroan yang dipimpin Agoes Sulistyo Santoso menjaminkan perusahaan (corporate guarantee) senilai Rp. 255,11 miliar dan menggadaikan saham anak perusahaannya yaitu PT Indonesia Paradise Island (IPI) sebesar Rp. 134,66 miliar. Dalam keterbukaan informasi di situs Bursa Efek Indonesia terlihat bahwa persentase rencana jaminan perusahaan dan gadai saham senilai total Rp. 389,67 miliar tersebut terhadap total ekuitas perseroan adalah 62,28 %. Untuk jangka waktu 90 bulan terhitung sejak 13 Desember 2010 sampai dengan 12 Juni 2018 dengan masa Universitas Sumatera Utara tenggang pembayaran angsuran selama 27 bulan, total ekuitas perseroan yang tercatat per akhir Juni adalah sebesar Rp. 625,65 miliar, Saham perusahaan stagnan di level Rp. 310 pada siang itu dan membentuk kapitalisasi pasarnya Rp 747,35 miliar. Posisi harga itu membentuk rasio harga saham terhadap laba bersihnya (Price to Earning Ratio/PER) sebesar 32,4 kali.51 Pada akhirnya pendapatan IPI akan mengalami peningkatan yang berdampak pada kenaikan pendapatan perusahaan. Banyaknya persoalan dalam pelaksanaan gadai saham seperti yang diuraikan di atas memperlihatkan bahwa gadai saham memerlukan perhatian khusus dari pemerintah terutama tentang ketentuan yang tidak sistematis dan malah tak dapat diterapkan sebagaimana adanya. Hal ini disebabkan ketentuan gadai masih tetap mengacu pada ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) yang kurang sesuai dengan perubahan dan dinamika bangsa Indonesia, dan terdapat multi tafsir terhadap ketentuan KUHPerdata terkait eksekusi gadai saham yang menimbulkan ketidak-pastian hukum sehingga oleh karenanya perlindungan hukum juga tak didapatkan oleh pihak yang melakukan perjanjian gadai saham tersebut. Tidak memadainya pengaturan tentang gadai saham serta tidak dapatnya peraturan dilaksanakan sebagaimana adanya menyebabkan kurangnya perlindungan hukum bagi debitur pemberi gadai saham, yang pada akhirnya menimbulkan perselisihan (dispute) pada pelaksanaannya di lapangan, terutama dalam hal debitur gagal bayar utang pada waktu yang ditentukan. 51 www.bisnis.com>Market & Korporasi> Korporasi, 20 Desember 2011. Universitas Sumatera Utara Beberapa kasus menjadi sorotan media, antara lain kasus gadai saham PT Swabara Mining Energy antara pemegang sahamnya Beckett Pte melawan Deutsche Bank. Kasus lain, PT BFI Finance Indonesia yang digugat oleh Aryaputra Teguharta karena melanggar perjanjian gadai saham, kasus tentang penjualan dan pemindahbukuan saham yang dijaminkan oleh pemberi kuasa atau pemberi jaminan kepada penerima jaminan antara KK melawan IBS, dan kasus eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup antara PT OM melawan PT BFI. Tidak adanya konsistensi lembaga pemerintah dalam hal ini pengadilan, menyebabkan kepastian hukum yang diharapkan individu jauh dari yang seharusnya diperolehnya. Sengketa eksekusi gadai saham yang menyangkut sebuah entitas bisnis pertambangan milik PT Asminco Bara Utama (Asminco) di PT Indonesia Bulk Terminal (IBT) oleh Deutsche Bank AG (DBA) pada Februari dan Maret 2002. Gadai saham diberikan sebagai jaminan atas utang yang diberikan oleh DBA kepada Asminco. Eksekusi gadai saham ini merupakan upaya DBA dalam menuntut pelunasan utang Asminco. Proses pemindahan hak atas saham dilakukan secara tertutup tanpa sebelumnya melakukan penawaran terhadap pemegang saham IBT lainnya. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 336/Pdt.P/PN.Jak.Sel, mengeluarkan penetapan bahwa bank sebagai kreditur berhak menjual seluruh saham yang digunakan sebagai jaminan utang tersebut, namun oleh pengadilan pada tingkat banding telah membatalkan penetapan pengadilan negeri tersebut. Pada saat yang sama debitur juga mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tinggi (Hight Court) Singapura agar transaksi penjualan saham antara kreditur dan pembeli itu dibatalkan Universitas Sumatera Utara dan kepemilikan atas saham itu dibekukan. Pengadilan Tinggi Singapura menolak tuntutan tersebut dan dikuatkan lagi oleh pengadilan ditingkat banding yang bersifat final dan mengikat (final and binding), karena court of appeal merupakan lembaga banding tertinggi di Singapura.52 Pemindahan hak atas saham adalah sah, namun diputuskan bahwa DBA melanggar kewajibannya sebagai pemegang benda jaminan dengan tidak menjual saham itu pada harga terbaik53 dan menjualnya tanpa sepengetahuan debitur.54 Menurut Pasal 3 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Saham sebagai Agunan Tambahan Kredit, No. 26/68/KEP/DIR tahun1993, mensyaratkan saham yang dijadikan jaminan kredit bank nilai maksimumnya 50% (lima puluh persen) dari harga pasar.55 Terlihat tidak adanya konsistensi lembaga pemerintah dalam hal ini pengadilan, sehingga kepastian hukum yang diharapkan individu jauh dari yang seharusnya diperolehnya. Ketika sebuah bank memutuskan memberi kredit kepada nasabahnya, maka sudah sewajarnya bagi bank tersebut meminta jaminan. Jaminan itu akan menjadi 52 Dianlia Menangi Sengketa Saham Adaro, (Jakarta: Suara Karya, 23 September 2005). Tidak ada penjelasan hukum tentang penjualan saham pada harga terbaik, menurut penulis harga terbaik adalah harga saham ditentukan pada saat penjualan atau eksekusi yaitu sesuai dengan harga pasar. Menghadapi kenyataan fluktuatif harga, maka harus dicari dan ditentukan patokan harga yang realistis. Patokan yang dianggap mampu mengantisipasi fluktuasi inilah harga riil saham di pasaran, bukan harga nominal atau harga perdana. Oleh karena harga riil pada suatu hari diperkirakan tidak luput dari pengaruh perubahan, maka harga riil itupun dijadikan sebagai landasan perkiraan menentukan patokan harga saham sebagai jaminan kredit. 54 Deutsche Bank Harus Membayar 250 Juta Dollar AS (Jakarta: Kompas, 29 April 2009) 55 M. Yahya Harahap, “Tinjauan Saham, Op.Cit,. hal 133. Jika ditinjau dari kajian doktrin hukum, rumusan bersifat limitatif, dan setiap rumusan yang bersifat limitatif bersamaan dengan sifat compulssory atau imperatio (bersifat memaksa), dan langsung pula menjadi aturan yang berbobot public policy (ketertiban kepentingan umum). Dengan demikian pembatasan harga maksimum 50% (lima puluh persen) dari harga pasar ditinjau dari segi perumusan, bukan bersifat regulation (sebagai pedoman) yang dapat dikesampingkan dengan kesepakatan dalam perjanjian. 53 Universitas Sumatera Utara benteng terakhir pertahanan bank,56 apalagi setelah dihapuskannya fasilitas kredit likuiditas57 Bank Indonesia. Kualitas jaminan itu pulalah yang menentukan apakah bank dapat memperoleh kembali dana yang disalurkan bila debitur tersebut dikemudian hari ternyata gagal melakukan pembayaran kembali utangnya, sesuai dengan Pasal 8 UU Perbankan.58 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan gadai saham dalam sistem hukum nasional di Indonesia. 2. Apakah perjanjian gadai (pand) saham yang didasarkan pada asas kebebasan berkontrak dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak khususnya 56 Faktor yang dijadikan pedoman untuk mengabulkan permintaan kredit penilaian ditujukan terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha seperti yang dikenal dengan prinsip 5 C‟s yakni Character (watak, kepribadian), Capital (modal), Collateral (jaminan, agunan), Capacity (kemampuan), dan Conditions of Economic (kondisi ekonomi) sesuai dengan penjelasan Pasal 8 UUPerbankan Tahun 1998. 57 Bank Indonesia, Studi Keuangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Hasil Riset Bank Indonesia (satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan bekerja sama dengan: Law Office Soehandjono & Associates-Indonesia, International Development Management Advisory Group-Canada, PT Grant Thoronto Indonesia. Dalam buku ini dijelaskan bahwa bantuan likuiditas darurat sebaiknya diberikan hanya kepada bank yang tidak liquid tetapi solven. Liquid memiliki konotasi bahwa suatu bank mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya sedangkan solvent adalah kemampuan suatu bank untuk memenuhi kewajiban jangka menengah dan panjang. 58 Pasal 8 UUPerbankan ayat (1):”Dalam memberikan kredit atau pmbiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”Dalam penjelasan UUPerbankan dijelaskan bahwa untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur. Universitas Sumatera Utara debitur pemberi dan kreditur pemegang gadai (pand) saham dalam kredit perbankan di Indonesia ? 3. Bagaimana pengaturannya agar gadai saham dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak khususnya debitur pemberi dan kreditur pemegang gadai saham dalam kredit perbankan ? C. Tujuan Penelitian Penelitian disertasi ini mempunyai tujuan untuk memperluas cakrawala pemikiran mengenai perlindungan hukum terhadap debitur pemberi dan kreditur pemegang gadai saham dalam perjanjian kredit bank, yaitu dengan cara: 1. Mengetahui, menganalisis dan menyimpulkan pengaturan gadai saham dalam sistem hukum nasional Indonesia. 2. Mengetahui dan menganalisis pengaturan kebebasan berkontrak dalam perjanjian gadai saham apakah dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak khususnya debitur pemberi dan kreditur pemegang gadai saham dalam kredit perbankan. 3. Menemukan pemikiran-pemikiran baru dan mengembangkan doktrin hukum agar gadai saham sebagai jaminan kebendaan dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak dalam kredit perbankan. Universitas Sumatera Utara D. Manfaat Penelitian Penyajian yang dilengkapi dengan perbandingan hukum dalam penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat untuk menyelesaikan hal-hal yang menjadi masalah penelitian ini, baik secara teoritis maupun secara praktis guna dapat menciptakan perlindungan hukum dan diharapkan dapat bermanfaat bagi kedua belah pihak yang melakukan perjanjian gadai saham yaitu pihak debitur dan kreditur. Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi aparatur penegak hukum dalam menyelesaikan kasus-kasus tentang gadai saham. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan doktrin hukum bagi perkembangan ilmu hukum di Indonesia, Khususnya perlindungan hukum bagi pemberi dan pemegang gadai saham. E. Kerangka Teori dan Konsepsi Teori adalah serangkaian praposisi atau keterangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi, yang mengemukakan penjelasan atas suatu gejala. Sedikitnya terdapat tiga unsur dalam suatu teori. Pertama, penjelasan tentang hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori. Kedua, teori menganut sistem deduktif, yaitu suatu yang bertolak dari suatu yang umum dan abstrak menuju suatu yang khusus dan nyata. Aspek kunci yang ketiga adalah bahwa teori memberikan penjelasan atas gejala yang dikemukakannya. Fungsi Universitas Sumatera Utara dari teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang dilakukan.59 1. Kerangka Teori a. Teori keadilan dalam perjanjian gadai saham Kerangka teori utama yang digunakan dalam menganalisis perlindungan hukum terhadap debitur pemberi dan kreditur pemegang gadai saham dalam perjanjian kredit bank yang menyangkut kepastian dan keadilan menggunakan pokok pikiran tentang keadilan berdasar Pancasila dan keadilan berdasarkan pokok pikiran keadilan yang ditawarkan oleh Aristoteles. Dalam penulisan disertasi ini, arah dari penelitian dimulai dari pembahasan tentang perlindungan hukum yang tak terpisah dari teori keadilan dan perlindungan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang sudah lama dikenal dalam sejarah hukum, juga analisis terhadap keadilan dengan memasukkan teori-teori tentang kebebasan individu (freedom), persamaan (equality), dan hak-hak dasar lainnya.60 Apabila kembali kepada cita-cita pembangunan hukum nasional yang dijadikan panduan adalah Lembaga Pembinaan Hukum Nasional pada tahun 50-an dan kemudian diteruskan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, maka selalu berkiblat kepada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 selanjutnya (UUD 59 Duane R. Monette, Thomas J. Sullivan, Comell R. Dejong, Applied Social Research, (New York, Chicago, San Fransisco: Holt, Rinehart and Winston Inc., 1986), hal. 27. 60 Edgar Bodenheimer. Treatise on Justice. (New York, USA: Philosophical Library, Inc, t.t.), hal 100. Universitas Sumatera Utara 1945). Untuk hukum yang tidak transparan 61 seperti dalam bidang hukum keluarga, nilai dan prinsip yang dianut pada Pancasila dan UUD 1945 sepenuhnya harus dianut untuk mencapai tujuan negara yaitu kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.62 Tidak demikian halnya dengan bidang hukum yang transparan. Pembaharuan bidang hukum harta kekayaan, bidang hukum ekonomi, dalam beberapa hal kepentingan Indonesia sejalan dengan yang dikehendaki dunia bisnis secara global, tetapi selebihnya arah pembaharuan hukum tersebut berbeda. Misal pada sistem ekonomi pasar bebas, perilaku ditandai dengan kehausan akan laba yang dapat berkembang iklim sosial yang yang kehilangan akan nilai-nilai seperti rasa setia kawan, kesediaan menolong, rasa kasihan, rasa sosial dan kemasyarakatan, kondisi kerja yang manusiawi dan lain-lain.63 Oleh karena itu masih dibutuhkan hukum yang mampu memberikan kepastian dan keadilan terhadap penyelesaian sengketa ekonomi yang lebih efektif sesuai dengan nasionalisme Indonesia. 61 Beberapa Pemikiran tentang Pembangunan Sistem Hukum Nasional Indonesia, Liber Amicorum untuk Sunaryati Hartono, Editor Elly Erawati dkk, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011), hal. 163, I Wayan Parthiana, menyebut netral dengan menggunakan istilah bidang-bidang hukum yang transparan, yakni bidang-bidang hukum yang didalamnya mengandung dimensi internasional dan juga nasional. Pendekatan terhadapnya tidak semata-mata dari sudut hukum internasional atau sebaliknya dari sudut hukum nasional saja, tetapi harus dilakukan serentak dengan menggunakan pendekatan transnasional, misalnya hukum ekonomi, hukum lingkungan, hukum hak asasi manusia. Inilah yang disebut dengan bidang-bidang hukum yang transparan. 62 Satjipto Rahardjo, Pembangunan Hukum di Indonesia dalam Konteks Situasi Global, dalam Problema Globalisasi, Perspektif Sosiologi Hukum, Ekonomi, & Agama. Surakarta: Muhammadyah University-Press, Universitas Muhammadyah Surakarta, 2000), hal. 16. 63 Heinz Lampert, Ekonomi Pasar Sosial, (tp, 1994), hal 30, sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo dalam Pembangunan Hukum di Indonesia dalam Konteks Situasi Global, dalam Problema Globalisasi, Perspektif Sosiologi Hukum, Ekonomi, & Agama. Surakarta: Muhammadyah University-Press, Universitas Muhammadyah Surakarta, 2000), hal. 16. Universitas Sumatera Utara Nilai-nilai kemanusiaan tersebut di Indonesia, bila ditinjau dari segi hukum positif, maka Pancasila-lah yang berfungsi sebagai kaidah dasar atau Grund Norm, yaitu kaidah yang menjadi dasar berlakunya dan legalitas hukum positif Indonesia. Mengacu kepada teori abstrak Langeveld,64 maka yang dimaksud dengan jiwa bangsa Indonesia adalah kehidupan bathin bangsa Indonesia, yaitu segala apa yang dipikirkan, dirasakan, diingat, direka, dikhayalkan, diimpikan, apa yang dialami sebagai perangsang, cita-cita dan tujuan kemanusiaannya dan ini semua merupakan isi dari kehidupan batin bangsa Indonesia yang diberi nama Pancasila. Dalam kehidupan bernegara, Pancasila berfungsi sebagai kaidah dasar negara (Staatsfundamental norm)65. Selain berfungsi sebagai dasar negara, Pancasila juga berfungsi sebagai pedoman dan ukuran bagi prilaku manusia Indonesia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.66 Sesuai dengan fungsi utama hukum sebagai norma/kaidah antara lain menjamin kepastian hukum67 dan menjamin keadilan sosial, serta berfungsi sebagai 64 Van Appeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Reccht), diterjemahkan oleh Oetarid Sadino (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), hal. 410. 65 Istilah yang digunakan Notonagoro dalam orasi ilmiahnya pada Dies Natalis Pertama Universitas Airlangga Tanggal 10 Nopember tahun 1957 di Surabaya. 66 Fungsi Pancasila sebagai pedoman artinya Pancasila sebagai petunjuk arah perilaku, yaitu arah perilaku yang baik dan benar sesuai dengan kelima asas Pancasila yang menurunkan kaidahkaidah Pancasila yang jumlahnya 36 (tiga puluh enam). Fungsi Pancasila sebagai ukuran, artinya salah benarnya atau baik buruknya perilaku manusia Indonesia diukur dengan kaidah-kaidah Pancasila yang jumlahnya 36 (tiga puluh enam) itu. Baik perilaku itu apabila sesuai dengan kaidah Pancasila, sebaliknya buruk atau salah perilaku itu apabila bertentangan denga kaidah Pancasila. 67 Van Appeldorn, Op.Cit., hal. 14 mengemukakan: Kepastian hukum mempunyai dua arti, yaitu: pertama, soal dapat ditentukannya hukum dalam hal-hal yang konkret, pihak-pihak yang mencari keadilan ingin mengetahui, apakah yang menjadi hukumnya dalam hal-hal yang khusus, sebelum ia memulai dengan perkara. Kedua, kepastian hukum berarti keamanan hukum, artinya Universitas Sumatera Utara pengayom.68 Bachsan menyitir pendapat Kuntjoro Purbopranoto dalam karya tulisnya Hak-hak Dasar Manusia dan Pancasila Negara Republik Indonesia tentang hukum yang dapat menjamin keadilan sosial menyatakan bahwa: “Keadilan sosial itu adalah keadilan yang berlaku dalam hubungan antar manusia dalam masyarakat.”69 Sila kelima Pancasila yang berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terkandung nilai keadilan sosial, antara lain: 70perlakuan yang adil71 dengan adanya kepastian hukum dalam perjanjian gadai saham antara kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit bank, keseimbangan hak dan kewajiban yang proporsional perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenang-wenangan hakim. Nyata bahwa diantara kedua pandangan itu ada terdapat hubungan yang erat. 68 Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 22. Menjelaskan fungsi pengayoman dari hukum ini berasal dari teori Prof. Sahardjo, Menteri Kehakiman dalam Kabinet Presiden Soekarno. Lambang fungsi pengayom adalah pohon beringin, yang melindungi dan memberikan kesejukan dan kedamaian kepada segala apa yang ada di bawahnya, yaitu masyarakat dengan segala apa yang ada di dalamnya, teori yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan individu, dalam arti kepentingan individu tetap dipertahankan dan dilindungi, tetapi kepentingan masyarakat, bangsa dan negaralah yang harus diutamakan. Berbeda dengan lambang hukum neraca timbangan yang merupakan lambang hukum menurut filsafat hukum individualisme barat, yang mendahulukan kepentingan individu daripada kepentingan masyarakat dan negara. Jadi ada perbedaan antara fungsi hukum dengan lambang pohon beringin dan dengan lambang neraca timbangan. 69 Ibid., hal. 21. 70 Darji Darmodiharjo, dkk, Santiaji Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), hal.54. Menurut Darji dkk, nilai keadilan sosial pada sila kelima Pancasila aantara lain: Pertama, perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan, terutama di bidang politik, ekonomi dan soaial budaya; Kedua, perwujudan keadilan sosial itu meliputi seluruh rakyat Indonesia; Ketiga, keseimbangan hak dan kewajiban; Ke-empat, menghormati hak milik orang lain; Kelima, Cita-cita masyarakat yang adil dan makmur yang merata dan spritual bagi seluruh rakyat Indonesia; Ke-enam, Cinta akan kemajuan dan pembangunan. 71 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu Hukum Empirik-Deskriptif, Alih Bahasa Somardi, Judul Asli General Theory of Law and State (Rimdi Press, 1995), hal. 47 menyatakan bahwa:” Nilai-nilai keadilan tidak terletak dalam hubungan dengan suatu kepentingan melainkan dalam hubungan dengan suatu norma. Namun demikian, norma ini, seperti yang diyakini oleh orang yang memberi pertimbangan, tidaklah objektif, melainkan bergantung pada suatu kepentingan subjektifnya. Oleh sebab itu, tidak ada satu standart keadilan saja tetapi banyak standar keadilan semacam ini yang berbeda-beda dan saling tidak konsisten satu sama lain”. Universitas Sumatera Utara antara debitur dan kreditur dalam perjanjian gadai saham dalam perjanjian kredit bank; serta menghormati hak milik debitur atas saham yang digadaikan dan yang akan dijual apabila ternyata debitur tidak dapat melunasi utangnya sampai tenggang waktu yang ditentukan; karena gadai saham merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan perekonomian, dengan demikian akan tercipta kemakmuran yang berkeadilan sosial yang merupakan cita-cita negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai dan prinsip keadilan ini dijelmakan dalam batang tubuh UUD 1945.72 Adapun refleksinya di dalam gadai saham tentang pemberlakuan prinsip keadilan adalah adanya kepastian hukum bagi kreditur untuk memperoleh pelunasan piutangnya, namun tak berarti harus merugikan kepentingan debitur dalam hal debitur gagal membayar utang pada waktu yang telah ditentukan. Apabila debitur gagal membayar utang pada waktu yang ditentukan, kemudian bank (kreditur) berhak menjual benda yang dijaminkan dalam hal ini saham dan mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan tersebut. Apabila ada sisa hasil penjualan, harus dikembalikan kepada debitur dan apabila hasil penjualan saham kurang untuk melunasi utang maka debitur harus menambah pembayaran agar utang dapat dilunasi seluruhnya. Adalah adil apabila kreditur (bank) sebagai yang berpiutang untuk menerima 72 Dalam hal ini khususnya dapat dilihat pada Pasal 28 D Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945: (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (perubahan kedua, penjelasan dari penulis). Universitas Sumatera Utara pelunasan utang dari debitur, selain untuk menjaga kesinambungan fungsi bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana ke masyarakat,73 namun sekali lagi tak boleh pula kreditur dalam melakukan penjualan benda jaminan saham merugikan debitur sebagai pemilik saham. Pada dasarnya gadai baik barang bergerak secara umum ataupun saham secara khusus tetap harus menggunakan aturan-aturan yang tertuang dalam KUHPerdata, namun seiring perkembangan zaman gadai saham tidak selalu dapat ditangani oleh KUHPerdata yang telah dibuat lebih 200 tahun yang lalu, sehingga tidak adanya kepastian hukum menimbulkan ketidak adilan bagi kedua pihak khususnya debitur pemberi gadai saham dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu, diperlukan penyempurnaan atas ketentuan gadai saham tersebut. Secara gamblang bahwa prinsip keadilan yang terdapat dalam ketentuan gadai saham sudah seharusnya dapat memberikan penyelesaian bagaimana seharusnya mekanisme penyelesaian utang piutang antara kreditur dan debitur dengan saham sebagai jaminannya secara efisien, karena istilah keadilan dalam hal ini, menyitir pendapat Sunaryati Hartono, seharusnya tidak diinterpretasikan sesuai selera masing-masing.74 Dalam buku Nicomachean Ethics yang khusus membahas keadilan, Aristoteles telah mengajarkan bahwa hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya 73 Pasal 1 angka 2, dan Pasal 3 UUP 1998. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung: Alumni, 1991), hal.74. 74 Universitas Sumatera Utara dengan keadilan dan keadilan harus dipahami dalam pengertian kesamaan yang proporsional.75 Ada dua macam keadilan. Keadilan distributief dan keadilan commutatief. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang yang menjadi jatahnya. Keadilan ini menguasai hukum yang mengatur hubungan antara masyarakat, khususnya negara dengan perseorangan (khusus), yang berlaku dalam hukum publik.76 Keadilan commutatief ialah keadilan yang memberikan jatah tiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan. Keadilan ini menguasai hukum yang mengatur antara perseorangan khusus, yang berlaku dalam bidang hukum perdata dan pidana, tepatnya wilayah peradilan,77 seperti dalam perjanjian gadai saham. Sebanyak mungkin harus terdapat kesamaan antara hak dan kewajiban antara debitur pemberi gadai saham dan kreditur pemegang gadai saham. Kesamaan yang dimaksud bukan kesamaan yang numerik, tapi kesamaan yang menurut Aristoteles sebagai kesamaan yang proporsional.78 Keadilan ini juga disebut sebagai keadilan korektif yang berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah.79 Keadilan yang harus dikembalikan oleh hukum adalah pemberi gadai saham akan memperoleh apa yang menjadi haknya dalam hal ini tidak dirugikan ketika 75 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum, Perspektif Historis, Diterjemahkan dari The Philosophy Of Law in Historical Perspective, (The University of Chicago Press, 1969), hal. 24-25. 76 Ibid. 77 Ibid. 78 Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hal. 3. Kesamaan proporsional memberikan tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan, dan prestasinya. 79 Carl Joachim Friedrich, Op.Cit, hal. 26. Bandingkan H. Olimphant, A Return to Stare Decisis, dalam American Law School Review, VI, 215. Universitas Sumatera Utara kreditur melakukan penjualan benda jaminan saham ketika debitur gagal bayar utang pada waktu yang telah ditentukan, dengan harga sesuai harga pasar, dan menghormati hak-hak debitur sesuai dengan yang diatur dalam UUPT Tahun 2007, sehingga dengan demikian terhindar dari adanya kemungkinan itikad tidak baik dari kreditur. Bahwa keadilan merupakan fokus utama setiap sistem hukum, dan keadilan tidak dapat begitu saja dikorbankan, seperti dikatakan oleh John Rawls dalam bukunya A Theory of Justice, yaitu sebagai berikut: “Each person possessed an inviolability founded on justice that even the welfare of society as awhole can not override. It does not allow that the secrifices on a few are outweigheid by the larger sum of advantages enjoyed by many. Therefore in a just society the liberties of equal citizenship are taken as settled; the rights secured by justice are not subject to political bargaining or the calculus of social interests. … an justice is tolerable only when it is necessary to avoid an even greater injustice. Being first virtues of human activities, truth and justice are uncompromising.”80 Dari pendapat John Rawls tersebut di atas terlihat bahwa nilai keadilan tidak boleh ditawar-tawar dan hal tersebut harus diwujudkan ke dalam masyarakat tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Suatu ketidak-adilan hanya dapat dibenarkan jika hal tersebut diperlukan untuk menghindari ketidak-adilan yang lebih besar. Karena merupakan kebajikan yang terpenting dalam kehidupan manusia, maka terhadap kebenaran dan keadilan tidak ada kompromi. Dalam hal ini keadilan dapat terlihat ketika kreditur yang diberikan hak untuk menjual benda yang dijaminkan bila debitur gagal bayar dalam waktu yang 80 John Rawls. A Theory of Justice, (Cambridge, Massachusetts, USA, The Belknap Press of Harvard University Press, 1971), hal. 60. Universitas Sumatera Utara ditentukan tak berarti harus mengorbankan kepentingan debitur karena benda yang dijual tersebut adalah milik debitur. Akhirnya keadilan bagi masyarakat sebagai adagium (to bring justice to the people) sangat tepat merefleksikan kepentingan masyarakat dalam penerapan demokrasi ekonomi.81 b. Teori kehendak dalam hukum perjanjian gadai saham. Sebagai teori pendukung digunakan teori kehendak karena gadai saham merupakan kehendak antara si berpiutang dengan yang berutang dengan saham sebagai jaminannya dan menimbulkan kewajiban diantara pihak yang melakukan kontrak tersebut. Upaya manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan, salah satu wujudnya berupa kontrak, dan salah satu teori dari hukum kontrak klasik adalah teori kehendak. Menurut teori kehendak suatu kontrak menghadirkan suatu ungkapan kehendak diantara para pihak, yang harus dihormati dan dipaksakan oleh pengadilan. Dalam teori kehendak terdapat asumsi bahwa kontrak melibatkan kewajiban yang dibebankan terhadap para pihak. Teori kehendak telah dihubungkan dengan pandangan ekonomi, politik dan filosofis dan idiologinya bersumber pada pandangan liberal “laissez faire.” 81 Sejalan dengan apa yang dikatakan Sunarjati Hartono, dalam bukunya Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional. (Bandung: Alumni, 1991), hal. 73, sebagai keadilan sosial, maka hukum dituntut mampu memberikan kesempatan dan kebebasan kepada seluruh masyarakat untuk dapat mengembangkan segenap potensinya secara maksimal. Universitas Sumatera Utara Gr. Van der Burght mengemukakan bahwa selain teori kehendak sebagai teori klasik yang tetap dipertahankan, terdapat beberapa teori yang dipergunakan untuk timbulnya suatu kesepakatan, yaitu: 1). Ajaran kehendak (wilsleer), ajaran ini mengutarakan bahwa faktor yang menentukan terbentuk-tidaknya suatu persetujuan82 adalah suara batin yang ada kehendak subyektif para calon kontraktan; 2). Pandangan Normatif Van Dunne, dalam ajaran ini kehendak sedikitpun tidak memainkan peranan; apakah suatu persetujuan telah terbentuk pada hakikatnya tergantung pada suatu penafsiran normatif para pihak pada persetujuan ini tentang keadaan dan peristiwa yang dihadapi bersama; 3). Ajaran kepercayaan (Vetrouwensleer), ajaran ini mengandalkan kepercayaan yang dibangkitkan oleh pihak lawan, bahwa ia sepakat dan oleh karena itu telah memenuhi persyaratan tanda persetujuannya bagi terbentuknya suatu persetujuan.83 Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi kepentingan pribadinya sehingga melahirkan suatu perjanjian. Pertimbangannya ialah bahwa 82 Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Cetakan I, (Bandung: Alumni, 1983), hal.98-99. Membahas tentang kapan saat terjadinya suatu perjanjian, terhadap pernyataan tersebut Mariam Darus mengajukan 4 (empat) ajaran hukum yaitu: 1. Teori kehendak (wilstheorie), mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat. 2. Teori pengiriman (verzendtheorie), mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. 3. Teori pengetahuan (vernemingstheorie), yang mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima. 4. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie), mengejarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan. 83 Gr. Van der Burght. Buku tentang Perikatan. Bandung: Mandar Maju 1999, hal. 28. Universitas Sumatera Utara individu harus memiliki kebebasan dalam setiap penawaran dan mempertimbangkan kemanfaatannya bagi dirinya. Pengadilan harus memberikan kemudahan terhadap individu atas setiap penawaran untuk membuat kontrak. Gagasan tersebut dikemukakan oleh Sir George Jessel MR: “Jika diperlukan satu atau lebih dari kebijakan publik untuk pemahaman bagi pihak-pihak, untuk mengikatkan dalam suatu kontrak secara bebas dan sukarela akan dikuatkan oleh pengadilan.”84 Mengingat bahwa gadai saham adalah juga suatu perbuatan kontraktual maka peran pemerintah harus seminimal mungkin sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Morris Cohen: “Hubungan kontraktual dalam hukum adalah suatu pandangan di dalam suatu sistem yang diinginkan oleh hukum sehingga kewajiban-kewajiban akan bangkit berdasarkan kehendak dari individu secara bebas tanpa adanya pengekangan. Hal yang terbaik bahwa peran pemerintah adalah seminimal mungkin.”85 Untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap debitur pemberi gadai saham dalam pelaksanaan perjanjian tersebut harus dengan itikad baik. Menurut Ridwan Khairandy, walaupun itikad baik sangat penting dalam hukum kontrak, namun hingga saat ini permasalahan defenisi itikad baik tetap abstrak, tidak universal, dimensi yang pertama adalah dimensi subyektif yang berarti itikad baik mengarah pada makna kejujuran. Dimensi kedua adalah dimensi obyektif yang memaknai mengenai itikad baik dengan kerasionalan, kepatutan atau keadilan. Itikad baik dalam konteks Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata harus didasarkan pada kerasionalan dan kepatutan. Itikad baik pra kontrak tetap mengacu pada itikad baik yang bersifat subyektif, yang digantungkan pada kejujuran para pihak. 84 Petter Heffey. Principles of Contract Law. (Sydney: Thomson Legal and Regulatory Limited, 2002), hal.5. 85 Ibid. Universitas Sumatera Utara Dalam proses neosiasi dan penyusunan kontrak, pihak kreditur memiliki kewajiban untuk menjelaskan fakta materil yang berkaitan dengan pokok yang dinegosiasikan, sedangkan debitur berkewajiban meneliti fakta materil tersebut.86 Dalam konteks ini, ketentuan dalam buku II KUHPerdata yang bersifat memaksa tidak dapat disimpangi oleh para pihak dalam membuat Perjanjian Gadai, demikian pula ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan lain yang mengatur atau terkait dengan pengaturan gadai saham. c. Hukum Alam Teori Hukum Alam digunakan juga karena teori tersebut menunjukkan bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk masuk ke dalam suatu perjanjian. Kebebasan ini juga terletak tidak hanya pada sikapnya untuk memasuki suatu perjanjian tetapi juga mengenai objek yang diatur oleh perjanjian yang mereka buat. Kebebasan yang dilakukan para pihak dalam perjanjian gadai saham memang telah diberikan pemerintah melalui perundang-undangan. Para pihak bebas menentukan apa yang ingin diperjanjikannya, negara dalam hal ini pemerintah, tidak boleh intervensi ke dalam perjanjian yang mereka buat, kecuali apabila akibat kebebasan yang diberikan justru menimbulkan kekacauan dan rasa ketidak adilan pada pihak lain. Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi kepentingan pribadinya sehingga melahirkan suatu perjanjian dalam hal ini perjanjian gadai 86 Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak,(Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas HukumUniversitas Indonesia, 2004), hal. 347. Selanjutnya, doktrin itikad baik berasal dari sistem hukum kontrak Civil Law yang berakar pada hukum Romawi. Sistem Common Law, secara tradisional tidak mengenal doktrin itikad baik dalam kontrak. Negara dengan sistem Common Law yang telah menerima doktrin itikad baik ke dalam sistem hukum kontraknya adalah Amerika Serikat, yang direfleksikan dalam UCC, The American Law Institute’s Restatement (Second) Contract. Keduanya menerima doktrin itikad baik dalam pelaksanaan kontrak. Ruang lingkup itikad baik diatur dalam bunyi Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan Universitas Sumatera Utara saham. Pertimbangannya ialah bahwa individu harus memiliki kebebasan dalam setiap penawaran dan mempertimbangkan kemanfaatannya perjanjian gadai saham itu bagi mereka yang melakukannya. Pengadilan harus memberikan kemudahan terhadap individu atas setiap penawaran untuk membuat kontrak. Asas kebebasan berkontrak timbul dari anjuran-anjuran penganut hukum alam pada abad ke-17 dan ke-18 mengenai hubungan hukum antar individu. Para penganjur hukum alam menyatakan bahwa manusia dituntun oleh suatu asas bahwa ia adalah bagian dari alam dan sebagai makhluk yang rasional dan cerdas ia bertindak sesuai dengan keinginan-keinginannya (desires) dan gerak-gerak hatinya (impulses). Manusia adalah agen yang merdeka (free agent) dan oleh karena itu adalah wajar untuk tidak terikat yang sama wajarnya dengan terikat (that is just as natural to be unbound as it is to be bound). Selanjutnya Hugo Grotius mengemukakan bahwa hak untuk mengadakan perjanjian adalah salah satu dari hak-hak asasi manusia. Ia juga mengatakan bahwa ada supreme body of law yang dilandasi oleh nalar manusia (human reason) yang disebutnya sebagai hukum kodrat (natural law). Hukum kodrat adalah sebagai pengutaraan usaha manusia untuk menemukan semacam hukum yang kedudukannya lebih tinggi dari hukum yang berlaku yang diilhami oleh satu ketertiban umum yang menguasai umat manusia (a universal order governing all men) dan hak-hak asasi yang tidak dapat dipisahkan dari orang perorangan (the inaliable right of individual).87 Hugo Grotius mengatakan bahwa: 87 Sutikno, Filsafat Hukum Bagian 2 (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2005), hal. 7-9 Universitas Sumatera Utara “Kontrak adalah suatu tindakan suka rela dari seseorang yang ia berjanji sesuatu kepada orang lain dengan maksud bahwa orang lain itu akan menerimanya.” Dari paparan diatas para penganjur hukum alam termasuk Hugo Grotius menyatakan bahwa asas kebebasan berkontrak itu mutlak dimiliki oleh setiap orang dalam membuat perikatan oleh karenanya tidak boleh ada intervensi dari raja atau negara.88 2. Konsep Dalam rangka melakukan penelitian ini, perlu disusun serangkaian defenisi operasional (operational defenition) dari beberapa konsep yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu definisi dari, perlindungan hukum, kepastian hukum, nasabah debitur, Kreditur, gadai, saham, perjanjian kredit, parate eksekusi dan preemptive right. Ke-satu, kepastian hukum89 adalah tersedianya aturan-aturan hukum yang jelas (jelas menetapkan perbuatan apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan) dan konsisten (tidak bertentangan satu dengan yang lain) serta dipatuhi sehingga memungkinkankan untuk terciptanya perlindungan bagi anggota masyarakat dari kesewenang-wenangan individu maupun pemerintah. Dalam hal ini tersedianya aturan perundang-undangan yang menagtur secara secara jelas dan konsisten 88 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak , Op.Cit, hal 19. http//www.legalitas.org/?q=content/kepastian-hukum diakses 12 Oktober 2010. Erman Rajgukguk mengutip William Friedman, seorang sosiolog hukum, mengatakan bahwa: “kepastian hukum itu tergantung kepada, antara lain, substansi hukum berupa peraturan perundangundangan dan putusan pengadilan, serta legal culture masyarakat.” 89 Universitas Sumatera Utara ketentuan tentang gadai saham sehingga memungkinkan terwujudnya perlindungan baik terhadap debitur maupun kreditur pemegang gadai.90 Ke-dua, perlindungan91hukum92 adalah segala kegiatan atau perbuatan yang dapat memberikan perlindungan terhadap pemenuhan hak dan memberikan kepastian 90 Bandingkan dengan Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Alih Bahasa Tristam P. Moeliono, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 207-208, mengutip H. Drion, Het rechtszekerheidsargument,in: Hanteerbaarheid van het recht, Bundel opstellen opgedragen aan mr, l.d. Pels rijcken, Boekenreeks NJB 7, Zwolle, 1981, hal.3. Perundang-undangan memberikan jawaban atas kebutuhan konkret masyarakat dan sekaligus ditujukan untuk mengupayakan kepastian dan ketertiban. Namun harus diperhatikan bahwa kepastian dari perundang-undangan ini dapat dilemahkan, baik oleh kekaburan hukum maupun oleh perubahan hukum itu sendiri. Konsep kepastian hukum mencakup sejumlah aspek yang saling mengkait. Salah satu aspek dari kepastian hukum ialah perlindungan hukum yang diberikan pada individu terhadap kesewenangwenangan individu lainnya, hakim, dan administrasi (pemerintah). Dalam hal ini konsep kepastian hukum itu adalah terhadap perlindungan hukum yang diberikan kepada debitur pemberi gadai saham dalam perjanjian kredit bank. Adalah kepercayaan akan kepastian hukum yang seharusnya dapat dikaitkan individu berkenaan dengan apa yang dapat diharapkan individu akan dilakukan penguasa, termasuk juga kepercayaan akan konsistensi putusan-putusan hakim atau administrasi (pemerintah). Sedangkan aspek lainnya dari konsep kepastian hukum adalah fakta bahwa seorang individu harus dapat menilai akibat-akibat dari perbuatannya, baik akibat dari tindakan maupun kelalaian. Aspek ini dari kepastian hukum memberikan jaminan bagi dapat diduganya serta terpenuhinya perjanjian dan dapat dituntutnya pertanggung jawaban atas pemenuhan perjanjian. Misalnya perjanjian jaminan yang diperjanjikan oleh para pihak dalam bentuk hak menuntut yang dimiliki kreditur atas barang-barang bergerak dari debitur dalam bentuk gadai. Perjanjian jaminan tetap dimintakan sekalipun segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan sesuai Pasal 1131 KUHPerdata. Dengan cara ini perundang-undangan menjawab tantangan bentuk ketidak-pastian atas pemenuhan perjanjian. Namun selanjutnya bagaimana pemenuhan atas pelunasan piutang kreditur apabila debitur gagal bayar hingga tenggang waktu yang telah ditentukan justru menimbulkan masalah, karena belum adanya kepastian hukum sehingga menimbulkan berbagai persoalan di dalam praktik tentang benda jaminan yang berupa saham yang dijaminkan debitur tersebut sebagai jaminan hutang bagi kreditur. Hal ini dapat terjadi, baik karena kekaburan hukum atau perubahan hukum yang berlaku di masyarakat, masih merupakan suatu tanda tanya. 91 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal.674. Perlindungan hukum berasal dari dua suku kata yaitu perlindungan dan hukum. Perlindungan adalah hal atau perbuatan melindungi. 92 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Bale Bandung, 1986), hal. 20. Hukum adalah aturan untuk menjaga kepentingan semua pihak. Perlindungan hukum adalah suatu upaya perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum, tentang apa-apa yang dapat dilakukannya untuk mempertahankan atau melindungi kepentingan dan hak subyek hukum tersebut. Universitas Sumatera Utara hukum93 terhadap semua subyek hukum dalam gadai saham sesuai dengan ketentuan hukum,94 dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku agar tercipta rasa aman dan keadilan dalam masyarakat. Ketiga, Nasabah debitur,95 adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan, 96 atau nasabah bank yang menikmati jasa kredit dari bank. Debitur pemberi gadai adalah pihak yang berutang yaitu pihak yang menyerahkan benda gadai. 93 Ketidak pastian hukum umumnya bersumber dari hukum tertulis yang tidak jelas dan kontradiktif satu sama lain, selain itu juga karena ketidak pastian dalam penerapan hukum oleh institusi pemerintah ataupun pengadilan. 94 Carl Joachim Friedrich, Op.Cit., hal. 26. Bandingkan H. Olimphant, A Return to Stare Decisis, dalam American Law School Review, VI, 215. Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 2008, Hal.357-358. Pada hakikatnya hukum memberikan perlindungan yaitu: memberi kedamaian yang intinya adalah keadilan. Keadilan yang diberikan oleh hukum tergantung hubungan mana yang diatur oleh hukum tersebut Jika yang diatur adalah hubungan antara negara dengan perseorangan maka keadilan yang diberikan adalah memberikan apa yang menjadi jatahnya, tetapi jika yang diatur hubungan antara perseorangan maka keadilan yang diberikan adalah memberikan pada semua orang sama banyak, dalam pengertian kesamaan yang proporsional. 95 Lihat Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1988), hal. 608. Dalam pengertian yang demikian itu, yaitu yang identik dengan arti pelanggan, maka asalkan seseorang mempunyai hubungan dengan suatu bank yang menyangkut jasa apapun dari bank tersebut, orang tersebut telah dapat disebut pelanggan atau nasabah bank tersebut. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Oleh karena itu untuk menunjukkan bahwa seseorang atau suatu perusahaan adalah nasabah yang menikmati jasa tertentu dari bank tersebut ditambahkan jasa yang dinikmatinya di belakang kata nasabah. Dengan demikian yang dimaksud dengan nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku. 96 UUP Tahun 1998. Universitas Sumatera Utara Ke-empat, kata gadai dalam undang-undang digunakan dalam dua arti, satu sisi menunjukkan kepada bendanya (benda gadai), sisi lain, tertuju kepada haknya (hak gadai)97. Gadai atau Pand merupakan lembaga jaminan kebendaan bagi benda bergerak yang diatur dalam KUH Perdata. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh orang lain atas namanya dan memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari benda tersebut secara didahulukan daripada kreditur lainnya, dengan kekecualian untuk mendahulukan biaya lelang, biaya penyelamatan benda setelah digadaikan.98 Gadai saham, dilakukan dengan cara perusahaan menyerahkan sertifikat saham (seiring dengan perkembangannya, saham tidak lagi berbentuk surat tetapi sudah durubah menjadi data elektronik) yang menjadi objek gadai kepada pihak kreditur atau disebut juga perjanjian utang piutang dengan jaminan gadai saham. Kelima, saham yang dimaksudkan adalah saham atas nama perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan UUPT Tahun 2007 dan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Saham adalah bukti kepemilikan atas sejumlah modal dalam suatu perseroan terbatas99. Ke-enam, perjanjian kredit. Sebelum sampai kepada perumusan (operational defenition) dari perjanjian kredit maka yang dimaksud dalam tulisan ini adalah perjanjian kredit bank. Subekti, menyebutkan bahwa “suatu perjanjian juga 97 J. Satrio, Hukum Jaminan, Op.Cit., hal 99. Pasal 1155 KUH Perdata. 99 Pasal 51 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. 98 Universitas Sumatera Utara dinamakan persetujuan karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu.100 Demikian pula dalam bukunya yang berjudul Hukum Perdata tentang PersetujuanPersetujuan Tertentu dipakai istilah persetujuan untuk overeenkomst.101 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, memakai istilah perjanjian untuk overeenkomst.102 Sejalan dengan uraian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan persetujuan dalam perkataan persetujuan pinjam meminjam dalam pengertian kredit menurut pasal 1 angka 11 UUP Tahun 1998 tidak dapat diartikan lain daripada perjanjian. Kredit (defenisi ke-tujuh) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.103 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.104 Pengertian tentang perjanjian kredit belum dirumuskan, Tahun 1998 105 baik dalam UUP ataupun Rancangan Undang-undang tentang Perkreditan, namun di dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf (a) UUP Tahun 1998 menjelaskan bahwa 100 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 1985), hal. 1. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum, Op.cit., hal 8 dan 10. 102 Wirdjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Bandung: Sumur, 1981), hal. 1. 103 Pasal 1 angka 11 UUP Tahun 1998. 104 Pasal 1, angka 2 UUP Tahun 1998. 105 Oleh karenanya perlu untuk memahami pengertian perjanjian kredit yang diutarakan oleh para pakar hukum. Subekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 13. Subekti berpendapat bahwa: “Dalam bentuk apapun juga 101 Universitas Sumatera Utara pemberian kredit dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman:106 “Dari rumusan yang terdapat di dalam Undang-undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam KUHPerdata Pasal 1754. Perjanjian pinjam-meminjam ini juga mengandung makna luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika Verbruiklening termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam- meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik benda yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Oleh karena itu perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah.” Kedelapan, hak parate eksekusi 107 adalah hak untuk menjual untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitur tanpa melalui eksekutoriale titel.108 pemberian kredit diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur oleh KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata. Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Pradnya Paramita, 1975), hal. 67. Marhainis mengemukakan pendapat yang sama:“Perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam- meminjam dan dikuasai oleh ketentuan bab XIII dari buku III KUHPerdata. 106 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 1994), hal 110111. 107 Sebagai pengecualian eksekusi dapat juga dilaksanakan tanpa mempunyai titel eksekutorial (grosse akte Notaris, keputusan hakim) melalui parate eksekusi (eksekusi langsung). Para pemegang gadai saham dengan adanya janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri dapat melaksanakan haknya secara langsung tanpa melalui keputusan hakim atau grosse akta Notaris. Kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri pada gadai saham timbul karena ditetapkan oleh undang-undang. Janji demikian mengandung kekuasaan untuk menjual benda-benda yang dijaminkan itu di muka umum (bila diperjanjikan dapat dilakukan penjualan tidak di muka umum) dan kewenangan untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Hal-hal lainnya selain parate eksekusi yang tidak membutuhkan titel eksekutorial dalam tuntutan pemenuhan haknya atas harta kekayaan debitur adalah gugat kepailitan, kompensasi. Juga fiscus mempunyai hak parate eksekusi. 108 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Universitas Sumatera Utara Kesembilan, Kreditur atau si berpiutang dalam hal ini bank adalah pihak yang berhak menuntut untuk dilunasinya piutangnya dari debitur. Kreditur pemegang gadai adalah orang atau badan yang berhak untuk menjual barang dengan kekuasaan sendiri dengan terlebih dahulu memberi peringatan (sommatie) kepada pemberi gadai supaya utangnya dibayar, atau orang yang menguasai benda gadai sebagai jaminan piutangnya. Kesepuluh, Kebebasan berkontrak adalah kebebasan para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian untuk dapat menyusun dan menyetujui klausul-kalusul dari perjanjian tersebut, tanpa campur tangan pihak lain. Campur tangan tersebut dapat datang dari Negara melalui peraturan perundang-undangan yang menetapkan ketentuan-ketentuan yang diperkenankan atau dilarang. Campur tangan tersebut dapat pula datangnya dari pihak pengadilan, berupa putusan pengadilan yang membatalkan sesuatu klausul dari perjanjian atau seluruh perjanjian itu, atau berupa putusan yang berisi pernyataan bahwa suatu perjanjian batal demi hukum.109 Kesebelas, Bank. Pengertian bank dapat diambil dari peraturan perundangundangan mengenai perbankan, maupun keputusan-keputusan pengadilan, namun untuk keperluan operasional defenisi penelitian, yang dimaksud bank adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUP Tahun 1998, yaitu bank adalah (Yokyakarta: Liberty, 1980), hal. 31-33. Menurut Sri: hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri, menguntungkan pemegang gadai saham dalam dua hal: yaitu tidak membutuhkan titel eksekutorial dalam melaksanakan haknya/eksekusi, dan dapat melaksanakan eksekusi sendiri secara langsung (mandiri) tak perduli adanya kepailitan dari debitur (diluar kepailitan) karena tergolong separatis. 109 Sutan Remy Syahdeini, Kebebasan Berkontrak, Op. Cit., hal 11. Universitas Sumatera Utara badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman.110 Keduabelas, Preemtive Right adalah keharusan untuk menawarkan terlebih dahulu penjualan saham yang dimiliki oleh pemegang saham kepada pemegang saham lainnya.111 F. Metode Penelitian Untuk menjawab permasalahan yang menjadi obyek penelitian seseorang, maka diperlukan metode ilmu hukum. Dalam penelitian ini metode ilmu hukum yang digunakan adalah kajian ilmu hukum normatif yang bersifat deskriptif kualitatif dikarenakan bahan penelitian yang digunakan adalah bahan-bahan hukum. Secara khusus penelitian ini mengaitkan hukum sebagai upaya untuk menjadi landasan pedoman dalam pelaksanaan berbagai bidang kehidupan masyarakat yang dapat mengatur ketertiban dan keadilan,112yang pada khususnya dalam hal ini adalah hukum yang berkenaan dengan hukum perdata yaitu berkenaan dengan aturan-aturan yang mengatur mengenai perikatan dan kebendaan, serta jaminan, selain itu juga hukum dagang dan hukum bisnis yang berkaitan dengan perseroan terbatas, dan tentang kredit perbankan dan pasar modal. 110 Ibid, hal 12 Pasal 57 dan 58 UUPT Tahun 2007 112 Sri Mamudji et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet. I (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 4. 111 Universitas Sumatera Utara Sebagai ilmu normatif (ilmu tentang norma), ilmu hukum mengarahkan refleksinya kepada norma dasar yang diberi bentuk konkret dalam norma-norma yang ditentukan dalam bidang-bidang tertentu, misalnya bagaimana pola hidup bersama antar manusia yang didasarkan atas norma keadilan. Norma-norma tersebut pada gilirannya akan dijelmakan dalam peraturan-peraturan konkret bagi suatu masyarakat tertentu. Ilmu hukum normatif bertujuan untuk mengubah keadaan atau menawarkan penyelesaian terhadap suatu permasalahan yang aktual terjadi di masyarakat yang menyebabkan adanya suatu ketidak-teraturan. Tipologi penelitian mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.113 Nilai ilmiah suatu pembahasan dan pemecahan terhadap legal issue yang diteliti sangat tergantung kepada cara pendekatan (approach) yang digunakan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:114 1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)115 Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang 113 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Grafindo Persada, 2007), hal 36. Penelitian pada umumnya untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu individu, kelompok, institusi, atau masyarakat tertentu, tentang latar belakang, keadaan kondisi, faktor-faktor, atau interaksi-interaksi (sosial) yang terjadi didalamnya. Dalam penelitian ini, dipelajari interaksi sosial dalam hubungan pemberi gadai dan penerima gadai. 114 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Bayumedia, 2007), hal. 302-322. 115 Analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan statute approach akan lebih akurat bila dibantu dengan satu atau lebih pendekatan lain yang cocok guna memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat untuk menghadapi masalah hukum yang dihadapi. Universitas Sumatera Utara menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Melalui pendekatan ini, dipelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara satu peraturan perundanganundangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan pendekatan perundangan-undangan ini, digunakan peraturanperaturan terkait mengenai obyek penelitian. Adapun peraturan yang digunakan sebagai acuan adalah KUHPerdata dan Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007, Undang-Undang Pasar Modal Tahun 1995, Undang-Undang Perbankan Tahun 1998 serta norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang lain, seperti Peraturan PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia Nomor KEP012/DIR/KSEI/0806 tentang Jasa Kustodian Sentral, Surat Edaran PT Kustodian Sentral Indonesia Nomor KSEI-0101/DIR/0101 perihal Pencatatan Agunan Efek, Keputusan Direksi Kustodian Sentral Efek Indonesia Nomor 012/DIR/Ksei/0807 tentang Perubahan Peraturan Jasa Kustodian Sentral (KepDir KSEI) mengatur tentang Administrasi atas Efek yang dijaminkan, Peraturan Bapepam No. IX.H.1 tentang Akuisisi Perusahaan Terbuka, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/68/Kep/Dir tentang Saham sebagai Agunan Tambahan Kredit, serta putusan pengadilan yang berkaitan dengan gadai saham dalam perjanjian kredit bank. 2. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)116 116 Pentingnya pendekatan perbandingan dalam ilmu hukum karena dalam bidang hukum tidak dimungkinkan dilakukan satu eksperimen, sebagaimana yang biasa dilakukan dalam ilmu empiris. Peter de Cruz, Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Socialist Law, (Jakarta: Penerbit Nusa Media, 2010) hal 7., mengutip Ehrmann, Commparatif Legal Cultur (1976),tp., memberikan beberapa alasan yang masuk akal mengapa perlu melihat masyarakat atau budaya hukum lain. Ehrmann mengatakan:…” hanya dengan menganalisis satu macam budaya hukum saja akan Universitas Sumatera Utara Untuk mencari filosofi dari suatu ketentuan, dapat dilakukan melalui pendekatan perbandingan, yaitu memperbandingkan salah satu lembaga hukum dari satu sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum yang lain dari sistem hukum yang berbeda. Dari perbandingan tersebut dapat ditemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaan dari kedua sistem hukum itu. Perbandingan hukum memiliki dimensi empiris yang dapat digunakan sebagai ilmu bantu (hulp wetenschap) untuk keperluan analisis dan eksplanasi terhadap hukum.117 Pendekatan perbandingan perlu dilakukan karena kurangnya ketentuan mengenai perlindungan hukum terhadap pemberi gadai saham dan pemegang gadai saham dalam perjanjian kredit bank di Indonesia. Oleh karena itu dipelajari tentang hal tersebut menurut sistem hukum yang berlaku di negara Belanda saat ini karena hukum yang berlaku di Indonesia khususnya tentang gadai pemerintah kolonial Belanda dan ketentuan tersebut adalah juga produk dipergunakan di Indonesia hingga saat ini. memperlihatkan apa yang kebetulan sedang terjadi ketimbang apa yang dibutuhkan, apa yang sifatnya permanen ketimbang apa yang dapat berubah dalam norma-norma dan agensi-agensi hukum, serta apa yang mengkarakterisasikan berbagai keyakinan yang mendasari keduanya. Hukum dari suatu budaya tunggal akan mengasumsikan teori etis tempat hukum tersebut diberlakukan.” Erman Radjagukguk, Kuliah Perbandingan Sistem Hukum, Program S3 Ilmu Hukum Fakultas Hukum USU, 2009, mendefinisikan tradisi hukum sebagai sekumpulan sikap yang telah mengakar kuat dan terkondisikan secara historis terhadap hakikat hukum, aturan hukum dalam masyarakat dan idiologi politik, organisasi serta penyelenggaraan sistem hukum. Sementara sebuah sistem hukum adalah pengoperasian sekumpulan institusi, prosedur, dan peraturan hukum, bahwa sebuah tradisi hukum di dalam perspektif kultural. Sehingga terdapat perbedaan antara sistem hukum dan tradisi hukum. Erman juga menyebutkan bahwa pada saat ini di Indonesia berkembang lima sistem hukum Yaitu: Civil Law, Common Law, Islamic Law, Socialisme Law, Customary Law atau sistem hukum adat. 117 F. Pringsheim, sebagaimana dikutip dari Mary Ann Glendon et al., Comparative Legal Traditions, cet. 2, (St. Paul: West Publishing Co., 1994), hal 6. Universitas Sumatera Utara Metode perbandingan hukum diterapkan dengan membandingkan isi teks peraturan perundang-undangan dan perbandingan hukum melalui putusan pengadilan. Perbandingan hukum digunakan karena tidak adanya kesesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan putusan pengadilan. Jika tidak dijumpai kasus yang sama dalam putusan pengadilan, maka putusan pengadilan di dalam suatu sistem hukum dapat dijadikan contoh penerapan tersebut. 3. Pendekatan Kasus (Case Approach) Pendekatan kasus (case approach) bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Kasus dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum. Penulis menganalisis kasus PT. OM melawan PT BFI, tentang jangka waktu berlakunya perjanjian gadai saham sebagai dampak dari kebebasan berontrak, menganalisis persetujuan untuk melakukan eksekusi gadai saham secara tertutup atau di bawah tangan (privat) pada kasus yang sama. Analisis tentang penjualan dan pemindah-bukuan saham oleh penerima jaminan terhadap saham yang dijaminkan oleh pemeri kuasa atau pemberi jaminan kepada penerima jaminan tanpa harus meminta persetujan dari pemberi jaminan pada kasus antara KK melawan IBS, analisis tentang penyimpangan UUPT Tahun 2007 tentang preemtive right, analisis tentang terdapatnya pertentangan peraturan yang sederajat tentang eksekusi gadai saham, kasus antara Beckkett PTE.LTD melawan Deutshe Bank Aktiengesellschaft (DBA). Analisi tentang benturan kepentingan antara Universitas Sumatera Utara kreditur juga sebagai pemegang saham bila terjadi kepailitan, kasus IFC melawan POF. Dengan menggunakan penggabungan ketiga pendekatan ini, maka akan diperoleh sinkronisasi untuk memecahkan masalah serta menganalisis kekosongan ketentuan mengenai perlindungan hukum bagi pemberi dan pemegang gadai saham dalam perjanjian kredit. Untuk menganalisis digunakan secara kualitatif, dengan pendekatan yuridis normatif yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.118 Secara teknis metode kualitatif lebih banyak berupa narasi yang lebih menekankan kedalaman analisisnya pada hubungan antar bahan yang diamati. Analisis telah dimulai sejak awal dan sepanjang penelitian dengan menyatukan pengumpulan dan penyajian data dengan analisisnya. Untuk mendapatkan gambaran yang utuh, dan mendalam, analisis kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan secara holistic dalam mengamati objek yang diteliti. yaitu menganalisis secara mendalam dan menyeluruh tentang gadai saham dalam kredit perbankan. Data informasi dikumpulkan melalui kepustakaan. 118 Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data, Terjemahan Muhammad Shodiq & Imam Muttaqien, (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal.4. W. Lawrence Neuman mengemukakan, “Qualitative data are in the form of text, written words, phrases or symbols describingor representing people, action and event in social life, qualitative researches rarely use statistical or statistical analysis.” Lebih lanjut dikatakan, “… in fact, a common criticism of qualitative research was that systematic step-by-step approach. Nevertheless, no single qualitative data analysis approach is wedely accepted.” W. Lawrence Neuman, Social Research Methods, Sixth Edition, (Boston: Pearson Education Inc., 2006), hal. 457. Universitas Sumatera Utara Penelitian normatif yang bersifat kualitatif ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak yang berkompeten sebagai informan. Tidak hanya menggunakan bahan-bahan berupa undang-undang saja, penulisan penelitian membutuhkan informasi pendukung lain, agar analisis hukum yang dihasilkan lebih komprehensip dan akurat. Buku digunakan sebagai sumber informasi. Informasi yang didapat dari buku-buku, penulis menuangkan teori, doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitan terdahulu yang berhubungan dengan objek penelitian yang menjadi dasar analisis hukum dalam penelitian ini. Buku-buku yang digunakan oleh penulis adalah buku yang berkaitan dengan hukum perikatan, hukum jaminan, dan hukum perusahaan. Selain buku119, artikel-artikel, hasil seminar dan pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaahan digunakan penulis juga dalam penelitian ini. Penulis juga menggunakan internet sebagai sarana perolehan dan pendukung dalam pengumpulan informasi mengenai proses pendaftaran gadai dan proses tanya jawab melalui layanan jasa di KSEI120 sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dalam Pasar Modal dan putusan-putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia.121 Sarana tersebut juga digunakan untuk mencari referensi- 119 Lihat, Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Grafindo Persada, 2007), hal. 29. Buku merupakan bahan/sumber primer. Bahan/sumber primer adalah bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru atau mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai suatu gagasan (ide) 120 http://www.ksei.co.id/support/question_answer diakses Maret 2014 121 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id diakses 2013 Universitas Sumatera Utara referensi yang tidak ditemukan di dalam buku. Internet membantu penulis dalam penulisan karya ilmiah ini karena dapat diakses setiap waktu. Wawancara dilakukan oleh penulis dengan narasumber yang memiliki kompetensi di bidangnya. Pertama dilakukan secara hubungan telefon dengan seorang praktisi di bidang lelang Direktorat Jendral Kekayaan Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia tentang pelaksanaan lelang, selanjutnya dengan staff KSEI melalui tanya jawab secara online sebagai layanan jasa KSEI dengan alamat yang telah disebutkan sebelumnya. Wawancara secara langsung juga dilakukan dengan pertemuan langsung dengan Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX (Sumut & Aceh) Kepala Divisi, V. Carlusa, tentang keberadaan Gadai saham di Bank Indonesia, dan wawancara secara langsung kedua dilakukan dengan Regional Credit Operations PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Agung Purwanto sebagai Assistant Vice President, tentang keberadaan pengaturan gadai saham. Penulis juga mencari referensi tentang akta gadai saham pada Hestyani Hassan Notaris dan P.P.A.T, yang memiliki STTD (surat tanda terdaftar) Profesi Penunjang Pasar Modal di Jakarta. Dalam penelitian ini hukum dipandang sebagai kaedah atau norma yang bersifat otonom dan bukan sebuah fenomena sosial. Menurut Ronald Dworkin penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doktrinal research), yaitu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law is Universitas Sumatera Utara written in book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it decided by the judge throught judicial process).122 Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data123 pada hakekatnya adalah kegiatan untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klassifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan kontruksi. Kegiatan tersebut antara lain: a. Memilih peraturan perundang-undangan dari bahan hukum primer yang berisi kaedah-kaedah hukum, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier yang berkaitan dengan topik yang diteliti. b. Membuat secara sistematik dari bahan-bahan hukum sehingga menghasilkan klassifikasi tertentu yang selaras dengan topik yang diteliti. c. Menemukan hubungan antara berbagai klassifikasi dengan menggunakan perspektif teori tentang topik yang diteliti. d. Hasil penelitian yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Maksudnya bahwa hasil analisis tidak tergantung dari jumlah data berdasarkan angka-angka melainkan data yang dianalisis digambarkan dalam bentuk kalimat-kalimat. 122 Bismar Nasution, disampaikan pada “Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Penelitian Hukum (Pada “Makalah Akreditasi” Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003). Bandingkan dengan Soetandyo Wignjosoebroto, dalam Metode Penelitian Hukum, penelitian Normatif-Doktrinal termasuk didalamnya model dalam konteks praktik dan ajaran Civil Law System dan model dalam konteks praktik dan ajaran Common Law System. (tp dan tt). 123 Johnny Ibrahim, Teori, Op.Cit., hal. 268, menyebut bahwa penelitian normatif tidak memerlukan data, karena yang diperlukan adalah analisis ilmiah terhadap bahan hukum. Kata data bermakna empiris (ex-post) dan tidak diperlukan dalam suatu penelitian hukum normatif (pure legal). Universitas Sumatera Utara G. Asumsi Untuk memberi arah pengkajian dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka disusun asumsi tentang perlindungan hukum bagi debitur pemberi gadai saham dalam kredit perbankan sebagai berikut: 1. Ketentuan-ketentuan gadai (pand) saham yang ada pada saat ini, belum memberikan kepastian hukum dan belum sepenuhnya melindungi kepentingan para pihak, khususnya debitur pemberi gadai (pand) saham, meskipun diakui bahwa gadai saham dalam perjanjian kredit bank berpotensi untuk peningkatan perekonomian di Indonesia. Pada dasarnya masalah gadai (pand) benda bergerak secara umum maupun baik untuk saham secara khusus tetap harus berpedoman kepada KUHPerdata. Banyaknya persoalan pada gadai saham khususnya tentang parate eksekusi (parate executie) atau kuasa menjual dengan kekuasaan sendiri atas saham. Dalam pelaksanaan penjualan benda jaminan, antara lain penjualan saham di bawah harga pasar, karena harga saham yang fluktuatif, penjualan benda jaminan saham dilakukan dibawah tangan, selain itu gugatan dari pemberi gadai saham itu sendiri yang tidak menerima dilakukannya hak parate eksekusi yang dimiliki kreditur. Hal tersebut menghilangkan rasa kepastian hukum kepada kedua pihak antara debitur dan kreditur yang pada akhirnya ketentuan yang ada kurang memberikan perlindungan hukum, meskipun diakui bahwa gadai saham dalam perjanjian kredit bank berpotensi untuk peningkatan perekonomian di Indonesia. Universitas Sumatera Utara 2. Penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian gadai (pand) saham dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak khususnya debitur pemberi dan kreditur pemegang gadai (pand) saham dalam perjanjian kredit sepanjang ketentuan yang ada dalam kontrak tersebut sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang saham yang terdapat dalam Pasal 55 dan Pasal 57 UUPT Tahun 2007. Apabila ketentuan dalam kontrak tersebut mengandung pengecualian atau pertentangan terhadap undang-undang, maka mengakibatkan kontrak tersebut batal demi hukum, sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan yang terdapat dalam UUPT 2007 merupakan ketentuan yang memaksa sehingga para pihak tak dapat menentukan lain dari yang telah ditetapkan dalam peraturan tersebut. 3. Gadai saham sedemikian penting sehingga perlu diatur oleh pemerintah secara tersendiri/khusus dan tidak hanya diserahkan saja kepada para pihak debitur dan kreditur dalam rangka kebebasan berkontrak, sehingga memberikan kepastian hukum yang pada akhirnya akan memberikan perlindungan hukum kepada para pihak dalam perjanjian kredit bank khususnya debitur pemberi gadai (pand) saham dan kreditur pemegang gadai saham. Untuk menghindari timbulnya persengketaan tentang pelaksanaan penjualan benda jaminan saham harus dipenuhi syarat keterbukaan informasi atau setidaknya harus diberitahukan kepada debitur terlebih dahulu (untuk perdagangan tanpa warkat dan saham yang digadaikan merupakan saham pengendali) dengan memenuhi ketentuan pasar modal, namun penentuan harga dapat dimintakan kepada hakim. Apabila saham yang digadaikan Universitas Sumatera Utara bukan saham pengendali, maka dapat dilakukan parate eksekusi secara tidak di muka umum namun harus dibuat perjanjian baru lagi, dan janji tersebut dibuat setelah debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam tenggang waktu yang telah ditentukan atau setelah dinyatakan wanprestasi, atau memohon kepada hakim untuk memberikan penetapan harga atas saham yang akan dijual. Khusus untuk penetapan harga saham, hakim dapat menunjuk profesi penilai untuk penilaian atas harga saham secara objektif. Secara ringkas perlu adanya penyelarasan ketentuan-ketentuan yang ada tentang gadai saham. H. Sistematika Penulisan Penulisan ini dibagi dalam lima bab, yaitu sebagaimana diuraikan berikut ini: Bab Pertama; Pendahuluan. Bab ini berisikan latar belakang, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori dan konsepsi, metode penelitian, asumsi dan sistematika penulisan. Bab Kedua; Pengaturan gadai saham di Indonesia. Diawali dengan sejarah dan perkembangan gadai, gadai saham tunduk pada asas hukum jaminan, gadai saham merupakan hak jaminan kebendaan, defenisi gadai, eksekusi gadai, lembaga jaminan gadai paling sesuai untuk saham, subjek atau pihak pada perjanjian gadai saham, keabsahan gadai saham tanpa warkat dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, ketentuan gadai saham di Belanda. Bab ketiga; Perlindungan hukum terhadap debitur dan kreditur gadai saham yang berlandaskan asas kebebasan berkontrak dalam kredit perbankan. Membahas Universitas Sumatera Utara tentang asas kebebasan berkontrak dalam kredit perbankan, perjanjian gadai saham tunduk pada asas hukum perjanjian, kebebasan berkontrak dalam perjanjian gadai saham dibatasi itikad baik dan perundang-undangan, perlindungan hukum terhadap debitur pemberi dan kreditur pemegang gadai saham berlandaskan kebebasan berkontrak dalam kredit perbankan. Bab Keempat; Pengaturan yang memberikan perlindungan hukum terhadap debitur dan kreditur gadai saham dalam kredit perbankan. Perlindungan terhadap saham, perlindungan terhadap saham yang digadaikan untuk kepentingan pemegang gadai, perlindungan hukum terhadap debitur pemberi gadai saham dalam UUP Tahun 1998, perlindungan hukum nasabah debitur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, perlindungan hukum terhadap debitur dan kreditur gadai saham dalam UUPT Tahun 2007 dan KUHPerdata, multi-tafsir parate eksekusi gadai saham, menjual benda gadai dengan perantaraan hakim lebih menjamin rasa aman, pemikiran gadai saham di masa yang akan datang, kontradiksi karakteristik eksekusi gadai saham tanpa warkat dengan gadai benda berwujud. Bab Kelima; Penutup. Merupakan bab penutup dari seluruh hasil penelitian yang dilakukan yang berisikan kesimpulan dan saran Universitas Sumatera Utara