Chapter I - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertama; ketentuan tentang gadai saham belum memadai, sampai saat ini
tidak ditemukannya ketentuan gadai saham secara khusus dan terperinci, masih
tersebar dibeberapa ketentuan, kurang lengkap dan tidak sistematis; Kedua; tidak
adanya kepastian hukum. Ketidakpastian hukum dalam pengaturan gadai saham dapat
dilihat dari : adanya kebebasan berkontrak dalam perjanjian gadai saham sehingga
menimbulkan sengketa yang dapat menimbulkan ketidak-tertiban dan ketidak-adilan,
sulit dilaksanakannya parate eksekusi walaupun ketentuan yang ada telah
memberikan hak kepada kreditur gadai saham untuk pembayaran piutang
didahulukan dari kreditur yang lain.1 Terdapat multitafsir terhadap ketentuan
KUHPerdata tentang eksekusi gadai saham dan belum adanya kesamaan penafsiran
terhadap eksekusi gadai saham di Indonesia menimbulkan ketidakpastian hukum,
sehingga tidak adanya perlindungan hukum bagi debitur dan kreditur dalam
perjanjian gadai saham. Ketiga; Perkembangan perdagangan tumbuh pesat,
kebutuhan dunia usaha terhadap modal mutlak diperlukan. Saham bernilai ekonomis
dan merupakan kepemilikan bersama dalam unit penyertaan terhadap seluruh
kekayaan yang berada dalam portofolio investasi kolektif, dan unit penyertaan itu
dapat ditawarkan dan diperjual-belikan dengan bebas. Selain itu saham memiliki nilai
1
Pasal 1150 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
ekonomi sebagai objek jaminan utang, yang memberikan hak atas tagihan atau
pembayaran dan pelunasan sejumlah nilai uang tertentu kepada pemegang jaminan
tersebut. Tidak adanya kepastian hukum tentang gadai saham menimbulkan kontra
produktif terhadap upaya mengumpulkan modal melalui pasar. Gadai saham dalam
pelaksanaannya kerapkali bermasalah, tidak adanya keselarasan dan malah
terdapatnya kontradiksi diantara peraturan yang ada tentang gadai saham sehingga
sulit untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian gadai
saham.
Problematika di atas tentunya menunjukkan perlunya penyempurnaan
ketentuan gadai saham baik dari segi formal (ketentuan perundang-undangan)
maupun dari segi substansi (kebutuhan masyarakat) sehingga dapat memberikan jalan
keluar demi terwujudnya perjanjian gadai saham yang saling menguntungkan para
pihak (win-win solution contract), disatu sisi memberikan kepastian hukum dan disisi
lain memberikan keadilan.2 Meskipun disadari untuk memadukan kepastian hukum
dan keadilan, merupakan perbuatan yang mustahil, diperlukan ketentuan perundangundangan yang diharapkan mampu mengakomodir perbedaan kepentingan secara
proporsional,3 maka dilemma pertentangan semu ketidak-seimbangan serta antara
2
Istilah kepastian hukum dan keadilan seringkali dinamakan blanketnorm karena dengan
sifatnya yang abstrak (kosong) memberikan peluang untuk diinterpretasi sesuai selera masing-masing.
Periksa Djasadin Saragih, “Peran Interpretasi dalam Sosialisasi Hukum: Khususnya Hukum Perdata
di dalam BW”, Yuridika, No. 8 Tahun III, Februari-Maret 1988, hal. 39 selanjutnya disingkat Djasadin
Saragih-I)
3
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,
(Yokyakarta: Laks Bank Mediatama, 2008), hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
kepastian hukum dan keadilan tersebut diharapkan akan dapat diminimalisir. Bahkan
akan
menjadi
suatu
keniscayaan
terwujudnya
gadai
saham
yang
saling
menguntungkan para pihak (win-win contract), sehingga dengan demikian terjalin
hubungan yang adil dan saling menguntungkan. Bukan sebaliknya, merugikan salah
satu pihak atau bahkan pada akhirnya justru merugikan para pihak yang melakukan
gadai saham.
Pasal 1155 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang
mengatur tentang parate eksekusi gadai saham mengandung multitafsir sehingga
menimbulkan ketidak-pastian hukum yang pada akhirnya kurangnya perlindungan
hukum bagi kedua pihak debitur pemberi gadai saham dan kreditur pemegang gadai
saham.
Ketidak pastian ini juga bersumber dari tidak jelas dan kontradiktifnya peraturan
gadai saham satu dengan yang lainnya. Sehingga menimbulkan ketidak pastian dalam
penerapan hukum oleh institusi pemerintah terutama pengadilan.
Penetapan No.
332/Pdt.P/2001/PN Jak.Sel sampai dengan Penetapan No. 334/Pdt.P/2001/PN.Jak.Sel
dengan permohonan Deutsche Bank Aktiengesellschaft, Berdasarkan Share Pledge
Aagreement, kreditur berhak untuk menjual keseluruhan saham yang telah digadaikan
secara privat atau secara “tidak di muka umum”. Berbeda dengan Penetapan No.
PTJ.KPT.01.2005 sampai dengan Penetapan No. PTJ.KPT.04. 2005 jo. Penetapan no.
33/Pdt.P/2002/PN.Jaksel sampai dengan Penetapan No. 36/Pdt.P/2002.PN.Jaksel,
Kreditur telah menjual secara privat gadai saham yang dipegang dengan dasar telah
diperjanjikan (memiliki hak parate eksekusi) namun setelah itu tetap meminta
Universitas Sumatera Utara
penetapan dari pengadilan agar penjualan tersebut adalah sah. Selain itu Mahkamah
Agung Republik Indonesia dalam putusannya MARI No. 115PK/PDT/2007 jo. No.
517/PDT.G/2003/PN.JKT.PST, Penjualan harus dilakukan dengan cara lelang di
muka umum atau dengan cara lain yang telah ditentukan oleh Putusan Pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap. Perbedaan ketiga penetapan dan putusan
tersebut disebabkan isu hukum maksud dari unsur “kecuali ditentukan lain” dalam
Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata.
Berdasarkan Pasal 1155 KUHPerdata diketahui terdapat dua cara melakukan
penjualan benda gadai, pertama, dengan cara menjual di muka umum dan kedua,
dengan cara menjual tidak di muka umum bila memang telah diperjanjikan. Apabila
benda tersebut adalah saham, maka ketentuan pasal 55 dan Pasal 57 ayat (1) UndangUndang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(UUPT Tahun 2007) harus diperhatikan. Ketentuan tersebut mewajibkan para pihak
memperhatikan proses pemindahan hak atas saham yang ditentukan oleh anggaran
dasar dan ketentuan perundang-undangan, yaitu mewajibkan
saham untuk
ditawarkan ke pemegang saham lainnya terlebih dahulu atau hak memesan saham
terlebih dahulu (preemtive right).4 Dalam hal ini apakah perjanjian gadai saham yang
4
Undang-Undang Perseroan tidak membedakan apakah kewajiban untuk menawarkan
kepada pemegang saham lainnya terlebih dahulu, merupakan saham baru (right issue) atau untuk
saham yang telah diterbitkan. Pasal 57 UUPT Tahun 2007 mengatur, dalam angaran dasar dapat diatur
persyaratan pemindahan hak atas saham yaitu dengan keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada
pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya. Jadi bila dalam anggaran
dasar diatur mengenai kewajiban pemegang saham untuk menawarkan sahamnya ke pemegang saham
terlebih dahulu (preemtive right), maka pemegang saham yang hendak menjual saham tersebut harus
memenuhi ketentuan tersebut. Perbuatan tersebut tidak ditemukan pada eksekusi gadai saham yang
dilakukan DBA (kasus eksekusi gadai saham milik PT Asminco Bara Utama (Asminco) di PT
Universitas Sumatera Utara
merupakan refleksi dari kebebasan berkontrak
dapat mengecualikan ketentuan
undang-undang dan anggaran dasar perseroan, (apakah terhadap perjanjian yang
dibuat oleh debitur dan kreditur dalam hal penjualan atas kuasa sendiri benda jaminan
tidak melanggar ketentuan yang ada dalam UUPT Tahun 2007), dengan asumsi bila
tidak ada persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), atau dalam hal
ini telah terjadi penyalahgunaan keadaan.
Selanjutnya secara ringkas apakah perjanjian yang dibuat antara debitur dan kreditur
tentang perjanjian gadai saham (share pledge agreement)5
dan anggaran dasar
perseroan dapat mengecualikan preemtive right yang diatur dalam Pasal 55 UUPT
Tahun 2007.
Apabila debitur tak dapat melunasi utang dalam tenggang waktu yang
ditentukan dengan jaminan gadai saham, apakah kreditur harus melakukan gugatan
ke Pengadilan agar memperoleh putusan pengadilan, ataukah cukup hanya
Indonesia Bulk Terminal (IBT) oleh Deutsche Bank AG (DBA) pada Februari dan Maret 2002.
Eksekusi gadai saham ini merupakan upaya DBA dalam pelunasan utang Asminco. Proses pemindahan
hak atas saham tersebut dilakukan secara tertutup antara DBA dengan PT Dianlia Setyamukti tanpa
sebelumnya melakukan penawaran terhadap pemegang saham IBT lainnya. Apakah eksekusi gadai
saham yang dilakukan telah mendapat persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
atau apakah tidak ada pengacualian yang diberikan secara sah kepada DBA, dan yang terakhir apakah
pengecualian tersebut disepakati para pihak dalam perjanjian gadai saham. Apabila pengecualian
tersebut disetujui RUPS, tidak menjadi masalah karena pemegang saham tersebut yang mempunyai
preemtive right memang melepaskannya, tindakan DBA tidak bertentangan. Bila tidak ada persetujuan
dari RUPS dan tidak disepakati para pihak dalam perjanjian gadai saham, berarti DBA tanpa hak telah
menyimpangi ketentuan dalam UUPT Tahun 2007 dan anggaran dasar. Bila tidak ada persetujuan dari
RUPS tetapi para pihak (DBA, pemberi gadai dan perseroan) telah menyepakatinya dalam perjanjian
gadai saham, tanpa mempermasalahkan keabsahan perjanjian gadai saham tersebut, maka berarti DBA
berdasarkan perjanjian tersebut memang diberi hak untuk mengecualikan ketentuan tentang preemtive
right. Hal yang terakhir menunjukkan bahwa perjanjian gadai saham tersebut telah mengecualikan
ketentuan dalam undang-undang dan anggaran dasar perseroan.
5
Dalam jaminan gadai saham, preemptive right tidak dapat dikecualikan dengan jalan
perjanjian gadai saham (Share Pledge Agreement). Preemtive right hanya dapat dikecualikan dengan
syarat-syaat limitatif yang disebutkan di dalam Pasal 57 ayat (2) UUPT Tahun 2007 atau telah dilepas
oleh pemilik preemptive right itu.
Universitas Sumatera Utara
mengajukan permohonan ke pengadilan untuk memperoleh penetapan pengadilan
guna melakukan penjualan saham sebagai jaminan gadai. Pengaturan yang ada
mengenai hal ini belum jelas.
Apabila kreditur melakukan gugatan terhadap debitur, maka apa yang
dimaksudkan pada Pasal 1155 KUHPerdata untuk mempermudah pelunasan utang
debitur yang telah lewat tenggang waktu tersebut tidak akan tercapai. Sehingga dapat
dikatakan bahwa ketentuan tersebut tak dapat diterapkan sebagaimana adanya. Selain
itu karena peraturan perundang-undangan memberikan kesempatan untuk penjualan
atas saham yang digadaikan tersebut dapat dilelang secara umum atau cukup dijual
secara pribadi atau dibawah tangan maka menimbulkan ketidak pastian hukum bagi
para pihak dalam perjanjian gadai saham. Dengan adanya kebebasan berkontrak yang
diberikan Pasal 1155 KUHPerdata menimbulkan perbedaan penafsiran yang
mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum dan akhirnya menimbulkan tidak
terdapatnya perlindungan hukum bagi debitur dan kreditur dalam perjanjian gadai
saham.
Dalam dunia bisnis dewasa ini pemberian kredit merupakan suatu yang
lumrah terjadi. Pemberi kredit khususnya bank yang berpengalaman akan sedapat
mungkin mengusahakan adanya jaminan, dengan harapan ia akan memperoleh
kembali uangnya tepat waktu. Jika pembayaran utang tidak terjadi, ia akan mencoba
Universitas Sumatera Utara
memperoleh pelunasannya dari kekayaan debitur yang lalai. 6 Hukum menyediakan
berbagai bentuk lembaga jaminan yang dapat dimanfaatkan bank sebagai kreditur
untuk menyalurkan kredit dan juga debitur untuk memperoleh dana. Salah satu
diantaranya adalah gadai. Gadai adalah lembaga jaminan untuk benda-benda
bergerak. Karena saham adalah benda bergerak maka lembaga jaminan untuk saham
adalah gadai.
Kreditur dianggap sebagai kreditur konkuren jika hanya berpedoman pada
ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata.7 Agar menjadi kreditur preferen,
harus dibuat perjanjian jaminan, dalam hal ini perjanjian gadai saham. Para kreditur
yang mempunyai posisi yang khusus seperti pemegang gadai, mempunyai hak parate
eksekusi (parate executie) atau menjual dengan kekuasaan sendiri seperti yang diatur
dalam Pasal 1155 Buku II KUHPerdata,8 yang menurut O.K. Brahn harus dibuat janji
terlebih dahulu.9
6
O.K. Brahn, Fiduciare Overdracht, Stille Vervanding En Eigendomsvoorbehoud Naar
Huidig En Komend Recht, Fidusia, Penggadaian Diam-Diam dan Retensi Milik menurut Hukum yang
Sekarang dan yang Akan Datang. Penerjemah Linus Doludjawa, (Jakarta: Tatanusa, 2001), hal. 2.
7
Pasal 1131 KUHPerdata: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatannya perseorangan”.
Pasal 1132KUHPerdata: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua
orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para
berpiutang itu ada alasan yang sah untuk didahulukan.”
8
Pasal 1133 KUHPerdata: “Hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit
dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotik”; dan Pasal 1155 KUHPerdata: “Apabila oleh para pihak
tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai
bercidera-janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu
tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual
barangnya gadai di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang
lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya
dari pendapatan penjualan tersebut.”
9
Sebagaimana menurut O.K. Brahn sesuai dengan yang dimaksud Pasal 1223 ayat (2) NBW.
Universitas Sumatera Utara
Gadai (pand) diatur dalam Buku II Bab XX Pasal 1150 sampai dengan 1161
KUHPerdata. Benda yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak baik berwujud
maupun tidak berwujud yang wujudnya adalah hak (antara lain hak tagihan). 10 Kata
“gadai” dalam KUHPerdata digunakan dalam dua arti, pertama menunjukkan kepada
bendanya (benda gadai yaitu benda bergerak
bewujud dan tak berwujud). Kedua,
tertuju kepada haknya (hak gadai),11seperti terlihat dalam rumusan Pasal 1152 dan
Pasal 1155 KUHPerdata.
Dengan adanya Pasal 1152 KUHPerdata, dapat disimpulkan bahwa gadai
dapat diletakkan atas barang-barang12 bergerak bertubuh (berwujud) maupun tak
bertubuh.
13
Saham sebagai jaminan utang merupakan benda bergerak dan saham
adalah objek jaminan gadai seperti yang diatur dalam Pasal 60 UUPT Tahun 2007.
Saham dalam pengertian penelitian ini adalah saham menurut UUPT Tahun
2007 dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Sehingga
persyaratan penggadaian saham juga harus mengacu pada ketentuan UUPT Tahun
2007. Saham merupakan sejumlah uang yang diinvestasikan oleh investor dalam
suatu perseroan. Saham merupakan kekayaan pribadi (personal property). Saham
10
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab tentang Credietverband, Gadai & Fiducia,
(Bandung: Alumni, 1987), hal. 55-56.
11
J. Satrio, Hukum Jaminan Kebendaan, ( Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 99.
12
Barang adalah sebagian dari benda berwujud. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 499
KUHPerdata, namun pembuat KUHPerdata dengan pasal-pasal lain juga tidak konsekuen dengan
istilah tersebut.
13
Djuhaendah Hasan dalam bukunya Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda
Lain yang melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1996), hal 283, menjelaskan, yang menjadi objek jaminan gadai adalah benda
bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Benda tidak berwujud yang dapat
dijadikan jaminan utang antara lain adalah surat-surat berharga, saham-saham, obligasi, sertifikat Bank
Indonesia, surat berharga pasar uang, hak tagih.
Universitas Sumatera Utara
bersifat benda bergerak (movable property) yang tak dapat diraba (intangable),
namun dapat dialihkan (transferable). Oleh karena itu, pemegang saham dapat
menjual sahamnya atau menjaminkannya dalam bentuk gadai (pand) bahkan dapat
mengalihkannya kepada orang lain, sehingga semua hak yang melekat pada saham itu
secara keseluruhan beralih kepada penerima saham.14
Gadai (pand), merupakan hak jaminan kebendaan,15 yang timbul dari
perjanjian gadai.16 Perjanjian gadai ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan
perjanjian ikutan atau accessoir dari perjanjian pokoknya. Perjanjian pokok tersebut
dalam hal ini adalah perjanjian kredit bank.17
Proses terjadinya perjanjian kredit bank yang merupakan perjanjian pokok
dari gadai saham didasarkan pada asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid
beginselen), bahwa dengan asas tersebut pihak bank telah menawarkan bentuk
(model) perjanjian kredit untuk diterima pihak debitur tanpa kemungkinan adanya
perubahan terhadap isi syarat-syarat umum (algemene voorwaarden) yang sudah
tercetak di dalam model perjanjian kredit tersebut.
Kenyataannya masyarakat umum pengguna jasa bank tidak bisa berbuat lain
kecuali menerima bentuk (model) perjanjian kredit bank yang ditawarkan tersebut,
14
Walter Woon, Company Law, (Longman Singapore Publisher Pte Ltd), hal.280.
sebagaimana dikutip oleh M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika,
2009), hal. 257.
15
Tan kamello, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang didambakan, (Bandung:
Alumni, 2006), hal.2. M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 2-3.
16
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007),
hal. 17-18.
17
Pasal 1151 KUHPerdata:”Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang
diperbolehkan bagi pembuktian persetujuannya pokok.”
Universitas Sumatera Utara
dan dengan cara ini masyarakat pengguna jasa pada dasarnya tidak mempunyai
peluang untuk merundingkan atau meminta dilakukan perubahan terhadap perjanjian
tersebut.
Perjanjian gadai saham yang merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian
kredit bank juga merupakan refleksi dari adanya kebebasan berkontrak. Dengan
adanya kebebasan berkontrak tersebut apakah tidak bertentangan dengan hak orang
lain dalam hal ini debitur pemberi gadai saham dan sekaligus pemilik saham yang
lain dalam perseroan, yang benda jaminan gadainya akan dijual dalam hal debitur
gagal bayar pada waktu yang ditentukan. Debitur pemberi dan kreditur pemegang
gadai saham dalam hal ini patut dilindungi terutama oleh penyalah-gunaan atas objek
gadai saham dan nilai objek gadai saham yang dijual tersebut. Karena tidak semua
saham dapat dijadikan jaminan kredit bank. Hanya yang terdaftar dan yang diperjualbelikan di pasar modal yang memenuhi syarat. Dapat saja terjadi spekulasi dan
persekongkolan antara debitur dengan komite kredit (loan committee) untuk
menerima saham yang belum dikenal kekuatan nilainya, bila diperbolehkan semua
jenis saham tanpa syarat pendaftaran, besar kemungkinan akan berkembang saham
yang dikeluarkan oleh perseroan yang permodalan dan bidang usahanya fiktif.
Sehingga mudah terjadi persekongkolan antara debitur dengan suatu perseroan yang
sedang sekarat. Debitur bersekongkol mempergunakan saham perseroan yang sedang
sekarat untuk dijaminkan ke bank. Dalam hal ini dari semula kreditur sudah tahu
bahwa saham perseroan tersebut tidak mempunyai nilai apa-apa.
Universitas Sumatera Utara
Pada awal permulaan KUHPerdata18 berlaku di Indonesia 1 Mei 1848
Staatsblad (stb) 1847-23 lembaga jaminan gadai (pand) sudah cukup memenuhi
kebutuhan praktik penjaminan. Pada masa itu lalu lintas kredit belum berkembang
dan benda yang digadaikan terutama berupa benda seni atau perhiasan. Benda-benda
seperti itu tentunya bukan merupakan benda-benda untuk kelangsungan suatu
usaha.19
Perkembangan industri dan perdagangan secara langsung berakibat terhadap
perkembangan lembaga jaminan gadai. Salah satu perkembangan tersebut adalah
timbulnya praktik gadai saham,20 yang merupakan salah satu cara mendapatkan
modal bagi perusahaan.Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kegiatan ekonomi
(bisnis) membutuhkan modal untuk terus dapat bergerak. Begitu pula perusahaan
yang merupakan bagian dari kegiatan ekonomi, sangat membutuhkan modal untuk
menjalankan usahanya. Dana tersebut dapat diperoleh dari pemilik perusahaan itu
sendiri maupun dari utang, atau dapat dikatakan bahwa sumber dana perusahaan
18
Utrecht, E, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Ikhtiar, 1957), hal 182.
Kodifikasi hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) berlaku di Hindia Belanda dengan suatu peraturan
penjalan (Invoerings verordening) yang bernama Bepalingen omtren de Invoering van en de Overgang
tot de Niewe Wetgeving (stb. 1848 nomor 10) yang disingkat dengan Invoering Bepalingen (peraturan
penjalankan) atau Overgangsbepalingen (peraturan peralihan) yang juga disusun oleh Mr. Wichers.
19
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007),
hal 10.
20
http://www.inilah.com/news/read/economi/2009/01/28/79440/pegadaian-hentikan-gadaisaham/, dan http://www.detikfinance.com/read/2009/05/15/071058/1131750/479/menjajal-gadaisaham-di-pegadaian diakses 30-11-2010. Sebagai gambaran Perum Pegadaian mengeluarkan produk
gadai saham pada 2 Juli 2007 dengan menyediakan dana Rp 500 Miliar sebagai merespon pasar saham
yang saat itu sedang tumbuh pesat. Prospek gadai saham dari kapitalisasi market saham kurang lebih
mencapai 25 triliun, namun sejak semester II 2008, dampak krisis keuangan di Amerika Serikat terasa
di Indonesia. Bursa saham turun tajam, harga-harga saham jatuh. Saham menjadi kurang kompetitif.
Hal ini membuat banyak investor pasar finansial merugi, dan akhirnya ditutup, namun dibuka kembali
tahun berikutnya. Sebelum fasilitas ini ditutup, rata-rata nilai kucuran dana fasilitas gadai saham di
Pegadaian sebesar 10-20 miliar perbulan atau sekitar Rp 100-200 miliar setahun.
Universitas Sumatera Utara
dapat berasal dari intern maupun ekstern. Salah satu alternatif pendanaan ekstern
adalah dengan menggadaikan saham sebagai jaminan utang, atau menawarkan saham
pada pasar modal.21
Keadaan KUHPerdata yang berlaku di Indonesia
merupakan produk
pemerintah penjajah Belanda sebagai tiruan belaka dari Burgerlijk Wetboek di negara
Belanda. Atas dasar ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar
Repubilk Indonesia 1945 (UUD 45) KUHPerdata masih tetap berlaku. Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 (dikenal dengan SEMA 3/1963) menjadi
dasar hukum bagi hakim dalam hal akan memberlakukan atau tidak suatu pasal atau
ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata, manakala ketentuan tersebut dinilai
tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman. KUHPerdata tidak merupakan suatu
Wetboek tetapi rechtsboek. Dengan demikian secara yuridis formal KUHPerdata tetap
berlaku sebelum ada ketentuan yang baru khususnya tentang gadai saham.22
Gadai saham yang dilakukan merupakan salah satu faktor kunci dalam proses
penyaluran kredit ke dunia usaha, sesuai dengan fungsi perbankan yakni sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat.23 Apabila debitur gagal membayar utang,
21
Suharnoko, Kartini Muljadi, Penjelasan Hukum tentang Eksekusi Gadai Saham, (Jakarta:
National Legal Reform Program, 2010), hal.43.
22
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, (Jakarta: Sumur Bandung, 1979), hal.
100.
23
Pasal 1 angka 2, dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998, (selanjutnya UUPerbankan
Tahun 1998).
Universitas Sumatera Utara
maka jaminan saham tersebut merupakan pelindung bagi bank bila di kemudian hari
akan menjual bagian saham yang dijaminkan itu sebagai pelunasan piutang kreditur.24
Persyaratan bahwa benda yang digadaikan harus diserahkan kepada kreditur
sering menjadi hambatan untuk menggunakan gadai dalam transaksi perdagangan.
Selain syarat tersebut bank sebagai kreditur penerima gadai harus memelihara benda
berwujud yang digadaikan sehingga tidak praktis. Oleh karena itu menurut Sudargo
Gautama,25 kreditur menerima piutangnya dijaminkan dengan gadai saham oleh
perusahaan nasabahnya. Dalam hal saham sebagai jaminan gadai,
warkat atau
sertifikat saham yang merupakan bukti kepemilikan dari pemegang saham sebagai
benda jaminan gadai tidak diserahkan dalam penguasaan pemegang gadai saham
karena warkat atau sertifikat saham belum/tidak dicetak. Transaksi dilakukan dengan
pemindah-bukuan yang dilakukan secara otomatis dengan menggunakan sarana
komputer. 26
Perbedaan pengaturan dan mekanisme gadai yang berlaku dalam KUHPerdata
dengan ketentuan yang berlaku di lantai bursa menimbulkan permasalahan tentang
keabsahan penjaminan gadai di lantai bursa, yang tentunya hal ini merupakan refleksi
dari adanya kebebasan berkontrak yang diberikan oleh undang-undang (dalam arti
luas) kepada para pihak yang melakukan kontrak.
24
Pradjoto, Bisnis & Keuangan, (Kompas , Senin 5 Juni 2006)
Sudargo Gautama, Introduction to Indonesian Business Law, (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 1995), hal 583
26
Sri Soedewi Maschun Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khusus
Fiducia di Dalam Praktek dan Perkembangannya di Indonesia, (Jokjakarta: FH UGM, 1977), hal 55.
Sebagai perbandingan menurut Sri Soedewi, Hukum Belanda, Meijers memperkenalkan gadai tanpa
kepemilikan fisik atau bezitloss pandrecht dan gadai terdaftar atau registerpandrecht.
25
Universitas Sumatera Utara
Dalam praktik di pasar modal27 gadai terus berkembang, dan merupakan
lembaga jaminan yang ideal dalam perdagangan surat berharga. Cara mendapatkan
modal bagi perusahaan adalah selain dengan melakukan penawaran saham di pasar
modal,28 yaitu perusahaan menawarkan saham dengan menjanjikan deviden dan
capital gain terhadap mereka yang membeli saham, juga dilakukan melalui utang
bank. Piutang dengan melakukan gadai saham sebagai jaminan dalam perjanjian
kredit.
Secara umum gadai saham dilakukan dengan cara perusahaan menyerahkan
sertifikat saham yang menjadi objek gadai tersebut kepada pihak yang meminjamkan
modalnya atau disebut juga perjanjian utang piutang dengan jaminan gadai. Secara
khusus pelaksanaan gadai saham yang diperdagangkan tidak lagi berbentuk sertifikat
saham, melainkan saham-saham tersebut telah dirubah menjadi saham elektronik atau
yang dikenal dengan istilah sistem perdagangan tanpa warkat (scripless trading).
Dalam perdagangan ini semua saham dikonversi menjadi data elektronik atau catatan
komputer yang disimpan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (PT KSEI).29
27
Pasal 1 UURI No. 8 Tahun 1995 (UUPM), Pasar Modal, adalah kegiatan yang
bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan
dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Sedangkan
Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi,
tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap
derivatif dari Efek.
28
Pandji Anoraga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001),
hal 56, Deviden, yaitu bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemilik saham, dan
Capital gain, adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih jual dengan harga beli.
29
Berdasarkan Pasal 43 UURI No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM Tahun 1995),
lembaga yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Kustodian adalah Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP), Perusahaan Efek, atau Bank Umum yang telah mendapat
persetujuan Bapepam. Kustodian adalah lembaga yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain
Universitas Sumatera Utara
Pada awalnya memang gadai saham dilakukan secara fisik, karena
sebelumnya saham masih bersifat fisik yaitu berupa sertifikat saham. 30 Kemudian
dengan sistem perdagangan tanpa warkat (scripless trading) yang merupakan sistem
perdagangan yang relatif baru yang diterapkan di Bursa Efek Indonesia (BEI),
persoalannya
selain menyangkut tentang perdagangan, juga
menyangkut
penyelesaian dari perdagangan tersebut.
Dasar hukum diterapkannya perdagangan tanpa warkat Keputusan Direksi PT
Bursa Efek Jakarta No. 041/BEJ/0809 yang dikeluarkan tanggal 31 Agustus 1998
tentang Ketentuan Umum Perdagangan Efek Tanpa Warkat.Dasar pemikiran hukum
yang dipakai untuk memperbolehkan dilaksanakannya perdagangan tanpa warkat,
yang semua sahamnya sudah berbentuk data elektronik,
adalah
yurisprudensi
Mahkamah Agung No. 1582K/Pid/1989, dan diperkuat dengan Pasal 58 dan Pasal
61 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(UUPM Tahun 1995).31
Pada keputusan tersebut Mahkamah
Agung mengakui
bahwa pandangan hukum atas perubahan sifat dan hak kekayaan dari yang visual dan
material sangat identik dengan kekayaan simbolik asal memenuhi persyaratan sebagai
yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga dan hak-hak lain,
menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.
30
Tim di bawah pimpinan M. Yahya Harahap, Pengkajian Perdagangan Saham dengan
Sistem Scriptless, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman Republik Indonesia,
Tahun 1997 hal. 23. Saham Transaksi dilakukan dengan melalui sarana book entry settlement system
(C-Best), suatu sistem penyelenggara jasa kustodian sentral dan penyelesaian transaksi secara
pemindah-bukuan yang dilakukan secara otomatis dengan menggunakan sarana komputer yang
terhubung dengan terminal komputer pemegang rekening.
31
Pasal 58 UUPM Tahun 1995 mengatur sistem penyelesaian transaksi melalui book entry
settlemen (C-Best), Pasal 61 UUPM Tahun 1995 mengatur bahwa efek (saham) dalam penitipan
kolektif dapat dijaminkan.
Universitas Sumatera Utara
berikut: pertama, tersimpan dalam pulsa-pulsa elektronik, kedua, mempunyai jumlah
tertentu, ketiga, dapat ditransfer secara elektronik, ke-empat,
setiap transfer
jumlahnya bertambah atau berkurang, yang berarti mempunyai nilai tukar.32
Dalam hal pelaksanaannya, gadai saham di pasar modal mengacu pada aturan
Keputusan Direksi Kustodian Sentral Efek Indonesia Nomor 012/DIR/KSEI/0807
tentang Perubahan Perturan Jasa Kustodian Sentral tanggal 9 Desember 2009 (Kepdir
KSEI 2009). Namun ketentuan tersebut hanya mengatur tentang administrasi atas
efek yang dijaminkan. Penguasaan benda jaminan dalam hal ini saham tidak berada
pada kekuasaan kreditur, 33 seperti yang disyaratkan oleh Pasal 1152 KUHPerdata.
Ketentuan gadai saham tersebut bertentangan satu dengan yang lainnya. Pasal 1152
KUHPerdata menginginkan benda berada di bawah kekuasaan Kreditur dan apabila
tidak dipenuhi maka hak gadai hapus, sedangkan Kepdir KSEI 2009, penguasaan
benda jaminan tidak berada pada kekuasaan kreditur. Penitipan saham pada
Kustodian bukan pada kreditur juga merupakan suatu hal yang pantas dikaji apakah
telah memenuhi persyaratan untuk terlaksananya gadai sesuai dengan ketentuan Pasal
1152 KUHPerdata. Oleh karena itu pada bab selanjutnya akan dibahas apakah hal ini
32
Tim di bawah pimpinan M. Yahya Harahap, “Pengkajian Perdagangan Saham dengan
Sistem Scriptless,” Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman Republik Indonesia,
Tahun 1997 hal. 23. Saham Transaksi dilakukan dengan melalui sarana book entry settlement system
(C-Best), suatu sistem penyelenggara jasa kustodian sentral dan penyelesaian transaksi secara
pemindah-bukuan yang dilakukan secara otomatis dengan menggunakan sarana komputer yang
terhubung dengan terminal komputer pemegang rekening.
33
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab tentang Credietverband, Gadai & Fiducia.
(Bandung: Alumni, 1979), hal 59. Pentingnya benda berada dalam kekuasaan kreditur, dalam hal jika
ternyata pemegang gadai beritikat jahat, atau benda gadai adalah benda yang hilang dan atau benda
yang dicuri oleh pemberi gadai, maka yang diperlindungi adalah pemilik sebenarnya. Jika pemegang
gadai beritikad baik, ia diperlindungi terhadap pemberi gadai yang tidak wenang menguasai itu (Pasal
1977 KUHPerdata)
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan tidak sahnya gadai saham tersebut seperti yang disyaratkan oleh Pasal
1152 KUHPerdata.
Pada pasal 1152 ayat 2 KUHPerdata menyatakan bahwa tak sah atas segala
benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitur atau pemberi gadai. Dalam hal
debitur pemberi gadai tidak berhak untuk menggadaikan sahamnya kepada kreditur,
apakah pihak ketiga sebagai pembeli masih mendapat perlindungan hukum dengan
cara membatalkan perjanjian gadai saham tersebut, atau menyatakan perjanjian gadai
saham tersebut tidak berlaku.
Perjanjian gadai saham yang merupakan refleksi dari adanya
kebebasan
berkontrak, dibatasi dengan asas itikad baik yang dalam hal ini ada pada pelaksanaan
perjanjian gadai saham (itikad baik harus ada pada proses terjadinya gadai saham).
Perjanjian gadai saham
jangka waktunya terbatas karena merupakan perjanjian
tambahan. Perjanjian gadai saham itu tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu
perjanjian kredit bank. Jika utang sudah lunas dengan sendirinya gadai saham juga
hapus. Apabila utang belum dilunasi debitur, kreditur tentu memperpanjang
perjanjian gadai tersebut. Namun tak ada kepastian apakah harus mendapat izin dari
debitur atau hanya memberitahukan saja kepada debitur. Itikad baik dalam hal ini
sangat menentukan, dalam pelaksanaan kontrak tersebut.
Untuk tidak bertentangan dengan hak orang lain dalam hal ini debitur
pemberi gadai saham dan sekaligus pemilik saham yang akan dijual ketika debitur
gagal bayar pada waktu yang ditentukan, sebaiknya itikad baik sudah ada saat
Universitas Sumatera Utara
perjanjian itu dibuat sampai dengan perjanjian itu selesai sesuai amanat Pasal 1338
ayat (3) KUHPerdata.
Pada Pasal 1154 KUHPerdata menyatakan bahwa dalam hal debitur
wanprestasi kreditur tak berhak untuk memiliki barang barang yang digadaikan dan
semua perjanjian yang bertentangan dengan itu adalah batal. Sebagai alasan praktis
untuk mengeksekusi saham yang yang digadaikan, kreditur meminta debitur untuk
membuat surat kuasa mutlak terhadap kreditur untuk menjual saham tersebut secara
dibawah tangan. Tentu saja kreditur memiliki wewenang untuk memutuskan
bagaimana harga yang ditentukan terhadap benda gadai tersebut. Namun apakah surat
kuasa tersebut yaitu yang merupakan hak yang diberikan debitur sebelum tenggang
waktu yang ditentukan lewat dalam pelunasan utang (sebelum terjadinya
wanprestasi), dapat dilaksanakan setelah tenggang waktu pelunasan lewat waktu.
Apabila pemberi gadai, (debitur/si berutang) tidak memenuhi kewajibannya
dan meskipun telah ditegur dan diperingatkan tetap ingkar janji, tindakan apa yang
dapat dilakukan oleh penerima gadai. Berdasarkan Pasal 1155 KUHPerdata, penerima
gadai (si berpiutang/kreditur) dapat mempergunakan haknya untuk menjual saham
tersebut melalui dua makelar yang telah disumpah di bursa.
Dalam kenyataannya seperti telah disebut sebelumnya, saham yang
digadaikan tidak diserahkan/tidak berada pada pemegang gadai, sehingga pada
waktu pemberi gadai gagal bayar utang pada waktu yang telah ditentukan, sulit bagi
kreditur pemegang gadai untuk melakukan haknya untuk menjual saham guna
pelunasan utang debitur/pelunasan kredit. Berbeda halnya untuk gadai saham
Universitas Sumatera Utara
perseroan terbatas yang telah mencetak sahamnya, akan lebih mudah untuk
memonitor atau melakukan eksekusi jika debitur gagal bayar utang pada waktu yang
ditentukan, karena kreditur menguasai sertifikat/warkat saham. Hal ini tentunya untuk
kepentingan kreditur pemegang gadai akan lebih
terlindungi untuk pelunasan
piutangnya.
Hingga saat ini belum ada peraturan perundang-undangan ataupun petunjuk
pelaksanaan yang secara khusus dan terperinci mengatur mengenai gadai saham tanpa
warkat, maupun mekanisme penyelesaian utang bila debitur gagal bayar pada waktu
yang telah ditentukan, sehingga penelitian ini akan difokuskan terhadap kepastian
hukum yang dapat memberikan perlindungan hukum terhadap para pihak yang
melakukan perjanjian gadai saham.
Pasal 1155 alinea 1 KUHPerdata bahwa kecuali telah diperjanjikan lain antara
para pihak, kreditur berhak menjual barang gadainya di muka umum tanpa izin
pengadilan seperti pada ketentuan hipotik, jika debitur gagal membayar utang pada
tenggang waktu yang telah ditentukan. Apakah penjualan yang dilakukan oleh
kreditur atas benda gadai tersebut sah, apabila yang digadaikan adalah saham. Karena
menurut ketentuan Pasal 56 UUPT Tahun 2007 bahwa pemindahan hak atas saham
dilakukan dengan akta pemindahan hak. Sehingga apakah dimungkinkan penjualan
yang dilakukan kreditur tersebut mengingat pada ketentuan Pasal 56 UUPT Tahun
2007 tersebut. Satu sisi berdasar Pasal 1155 alinea (1) dibenarkan penjualan tanpa
pelelangan umum jika diperjanjikan para pihak, disisi lain ketentuan Pasal 57 UUPT
mengharuskan untuk menawarkan lebih dahulu kepada pemilik saham yang lain
Universitas Sumatera Utara
dalam perseroan, atau harus tunduk pada anggaran dasar dan ketentuan UUPT Tahun
2007. Sehingga perlu dianalisa sejauh mana pengecualian terhadap undang-undang
itu dapat dilakukan.
Namun untuk mengetahui sejauh mana kekuatan hukum perjanjian atau
persetujuan yang dibuat para pihak tersebut sebagai dasar pelaksanaan eksekusi gadai
saham melalui penjualan secara tertutup atau di bawah tangan, perlu dilakukan
analisis terkait ketentuan dan syarat-syarat lebih lanjut mengenai keabsahan
pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau di bawah
tangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada dasarnya, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi yang membuatnya dan perjanjian itu hanya berlaku bagi yang
membuat perjanjian tersebut (Pasal 1338 ayat (1) juncto Pasal 1340 KUHPerdata).
Apakah janji yang dibuat berdasar pasal 1155 KUHPerdata yang memberikan
kebebasan kepada para pihak dalam perjanjian gadai saham untuk menentukan lain
dari apa yang ditetapkan perundang-undangan yang merupakan refleksi dari adanya
kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata, tidak bertentangan
dengan anggaran dasar Perseroan yang merupakan perjanjian yang dibuat para
pemegang saham dalam Perseroan tersebut. Dengan perkataan lain bagaimana
penjualan secara privat yang merupakan manivestasi dari kebebasan berkontrak jika
dihadapkan pada keberlakuan hak memesan saham terlebih dahulu yang diatur dalam
UUPT Tahun 2007.
Universitas Sumatera Utara
Dengan keadaan tersebut di atas, adanya kebebasan berkontrak 34 yang
dilakukan merupakan perjanjian yang mengecualikan undang-undang. Pengecualian
terhadap undang-undang ini dapat menimbulkan ketidak-tertiban dan ketidak-adilan,
sehingga berlawanan dengan cita-cita hukum itu sendiri. Oleh karena itu, perlu
dianalisis apakah perjanjian yang dibuat yang merupakan pengecualian terhadap
undang-undang tersebut di atas dapat dilakukan, karena tidak semua undang-undang
dapat disimpangi oleh perjanjian.
34
Paulus E Lotulung, Penegakan Hukum Lingkungan Hidup oleh Hakim Perdata, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 55. Sebagai perbandingan sesudah tahun 1980, tampaknya
perkembangan yurisprudensi tentang jenis jual beli dengan hak membeli kembali dengan adanya
perubahan pandangan hakim terhadap asas kebebasan berkontrak. Pandangan ini bermula dari putusan
MA dalam majelis yang dipimpin Z. Asikin Kusumaatmadja dalam putusan tanggal 10 Februari 1983
Nomor 3804 K/Sip1981, yang lebih lanjut secara singkat ada beberapa pertimbangan putusan, yaitu:
Perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali bersifat perjanjian semu, berlatar belakang
perjanjian riba, penjual sebagai debitur menandatangani perjanjian dengan terpaksa. Selain itu jual beli
dengan hak menjual kembali diadoptir dari hukum Belanda (di Belanda perjanjian tersebut sudah
dihapus), dan bertentangan dengan hukum acara. Sehingga meskipun Pasal 1519 KUHPerdata belum
dihapus secara formal, asas kebebasan berkontrak tidak menjadi asas mutlak walaupun tidak melarang,
sebab hakim dapat memasuki kebebasan berkontrak dengan alasan rasional yang dapat diterima
masyarakat. Jual beli dengan hak membeli kembali dalam praktik merupakan indikasi telah terjadi
perjanjian yang bersifat riba karena perjanjian aslinya adalah perjanjian utang piutang dengan syaratsyarat yang sangat berat/tidak patut, sehingga dalam keadaan terdesak debitur menandatangani
perjanjian jual beli tersebut.
Menurut penulis dengan merujuk Koran Tempo, Selasa 11 September 2012, sehubungan
dengan hal tersebut transaksi repo yang menjadi salah satu cara mencari pembiayaan di pasar modal
dengan menggadaikan efek tertentu kepada pihak lain. Caranya pihak yang mendapatkan pinjaman
berkomitmen untuk membeli kembali efek yang digadaikan pada waktu dan harga tertentu yang
melibatkan banyak pihak secara berantai. Karena itu pemilik efek tidak dapat memperoleh asetnya
karena tidak ketahuan ada dimana efek yang bersangkutan. Alasannya, jika harga efek mengalami
penurunan, penggadai harus melakukan top up senilai selisih harga terakhir dengan harga awal. Jika
terjadi repo berantai dan salah satu pihak tidak melakukan top up, akan terjadi gagal bayar (default).
Dengan demikian sebenarnya antara gadai saham dan repo adalah suatu hal yang berbeda. Menjual
dengan hak membeli kembali berdasarkan konstruksi hukum yang diperkenankan oleh Pasal 1519
KUHPerdata, sedangkan Gadai saham berdasarkan Pasal 1155 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
Pada Pasal 1155 alinea 2 KUHPerdata bahwa barang gadai yang terdiri dari
barang-barang perdagangan atau efek-efek35 yang dapat diperdagangkan di pasar
atau bursa, penjualannya hanya dilakukan oleh dua orang makelar yang profesional.
Dalam hal saham yang digadaikan terdaftar di pasar modal, dan saham yang demikian
didaftar dalam surat saham debitur. Pada Pasal 1.1. Jo 3.6.1. dan pada Pasal 3.6.2.
Kepdir KSEI 2009, menyebut bahwa seseorang yang terdaftar sebagai pemilik
rekening boleh menahan sekuritasnya dengan cara membuat permohonan ke
Kustodian Sentral, dan sekuritas yang ditahan tak dapat diperjual-belikan.
Bagaimana melindungi kreditur dalam hal ini bank. Pastinya bank akan menghadapi
fluktuasi harga benda jaminan saham di pasar modal, sedangkan perbankan
melakukan penjualan atau eksekusi benda jaminan dengan tujuan untuk praktis agar
utang debitur dapat terlunasi karena telah lewat tenggang waktu yang ditentukan. Hal
ini sesuai dengan ketentuan Pasal 12 A ayat (1) Undang-Undang Repulik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut Undang35
Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal Penitipan Kolektif, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 163. Pada umumnya efek dapat diberikan ke dalam kategori; 1.
Efek bersifat ekuitas, 2. Efek bersifat utang.Termasuk dalam pengertian efek bersifat ekuitas (saham)
adalah unit penyertaan, yang menurut Pasal 1 angka 27 UUPasar Modal didefenisikan sebagai :”satuan
ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam portfolio investasi kolektif.”
Pengertian kepentingan di sini adalah hak atau bagian “kepemilikan bersama” dari seorang pemegang
unit penyertaan terhadap seluruh harta kekayaan yang berada dalam portofolio investasi kolektif
tersebut secara keseluruhan, yang secara prinsip merupakan refleksi dalam rumusan Pasal 511 butir 4
KUHPerdata.
Efek bersifat utang (obligasi, bonds) adalah efek yang memberikan hak atas tagihan atau pembayaran
atau pelunasan sejumlah nilai uang tertentu kepada pemegangnya dari pihak yang menerbitkan efek
bersifat utang tersebut. Pada prinsipnya efek bersifat utang ini meliputi benda bergerak yang
disebutkan dalam Pasal 511 butir 3 KUHPerdata, dan secara lebih khusus lagi Pasal 511 butir 5 dan
sebagian Pasal 511 butir 6 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
Undang Perbankan atau UUP Tahun 1998).36 Walaupun ada ketentuan- ketentuan
tersebut di atas, tidak berarti memberikan kepastian hukum bagi yang berkepentingan
dalam penyelesaian utang dengan jaminan gadai saham.
Selanjutnya dalam pelaksanaannya
eksekusi gadai saham
dapat
menimbulkan penyalah-gunaan hak37 dalam penentuan harga saham yang akan dijual
karena harga saham yang berfluktuasi.
Pada dasarnya masalah gadai (pand) baik untuk benda bergerak secara umum
maupun
saham secara khusus tetap harus menggunakan aturan-aturan dalam
KUHPerdata, namun tidak seluruhnya tentang gadai saham dapat ditangani
KUHPerdata, khususnya tentang parate eksekusi (parate executie) atau hak menjual
dengan kekuasaan sendiri. Dalam perjanjian pemberian kredit selalu ada pernyataan
bahwa bank dapat langsung melakukan lelang atas aset yang dijaminkan jika debitur
tidak bisa memenuhi kewajibannya sampai tenggang waktu yang ditentukan.
Sebenarnya Pasal 1155 KUHPerdata, secara Ipso Jure, memberi parate executie
dengan hak menjual atas kuasa sendiri (rechts van eigenmachtige verkoop, the right
36
Pasal 12 A ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan:” Bank Umum dapat membeli sebagian atau
seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara
sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan
dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan
yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.”
37
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse
Recht), (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), hal. 52, hal.55, juga seperti rumusan Pasal 1254 dan Pasal
1155 KUHPerdata. J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 2005) hal.109. Penyalahgunaan hak ada, kalau orang melaksanakan haknya dengan cara
yang bertentangan dengan maksud, hak itu diberikan, dengan perkataan lain bertentangan dengan
tujuan sosial. (Misbruik van recht wordt aanwezig geacht,wanner iemand zijn recht uitoefent op een
weijze, welke in strijd is met het doel, waartoe dat recht is toegekend, in strijd m.a.w. met de
maatschappelijke bestemming ervan; demikian Apeldoorn.
Universitas Sumatera Utara
to sale) objek barang gadai kepada pemegang gadai (kreditur). Penjualannya
dilakukan di depan umum, namun jika diperjanjikan, dapat dilakukan di bawah
tangan.38 Dalam hal ini kreditur dapat saja menyalah-gunakan posisinya, sebagai
orang yang uangnya dibutuhkan. Dalam hal ini tentu dikhawatirkan kemungkinan
adanya penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden), sehingga debitur
perlu dilindungi.39
Adanya ketentuan yang dapat disimpangi oleh perjanjian para pihak seperti
yang disebutkan di atas, dan refleksi Pasal 1131 KUHPerdata, sebenarnya bertujuan
untuk melindungi pemegang gadai, menjamin pengembalian utang dengan nilai
jaminan harus setara dengan jumlah utang. Khusus untuk barang-barang yang jumlah
nominal dan tagihan yang telah tercantum nilainya dalam bukti kuitansi atau surat
tagihan, para pihak lebih mudah menaksir nilainya (lebih mudah menaksir nilai
likuidasi benda yang dijaminkan), namun untuk barang-barang yang nilainya
ditentukan berdasarkan penjualan, jumlah nominal belum ditentukan sampai dengan
pada saat penjualan seperti saham, sangat berbeda keadaannya karena harganya
yang fluktuatif. Ketika proses penjualan tersebut terbuka kemungkinan adanya
permainan harga jual barang gadai oleh pemegang gadai agar dapat menguntungkan
38
Pasal 1155 KUHPerdata.
Henry P. Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) sebagai
Alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda),
(Yokyakarta: Liberty, 1992), hal.5. Dengan telah ditanda tanganinya perjanjian kredit bank oleh
peminjam debitur, syarat umum yang dibuat pihak bank telah memberikan berbagai kewenangan bagi
bank kreditur, sehingga dapat diperkirakan bahwa bank memperoleh peluang melakukan misbruik van
omstandigheden, karena perjanjian kredit dibuat secara sepihak oleh pihak bank. Bandingkan J. Satrio,
Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Op.Cit., hal. 108.
39
Universitas Sumatera Utara
dirinya, misalnya dengan membuat harga barang tersebut merosot walaupun harga
barang tersebut sebenarnya sangat tinggi.
Telah disebut sebelumnya, bahwa pada hakekatnya Pasal 1155 KUHPerdata
menghendaki adanya kemudahan pelunasan utang debitur dengan penjualan barang
jaminan saham yang digadaikan ketika debitur pemberi gadai saham tak dapat
membayar utang pada waktu yang ditentukan, namun ketentuan ini tidak mutlak
karena ada kata “apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain.” Dalam hal ini
KUHPerdata tidak dapat diterapkan secara sepenuhnya walaupun telah diperjanjikan
oleh para pihak, sehingga kedudukan pemegang gadai yang pelunasan piutangnya
lebih didahulukan (kreditur preferen)40
dari kreditur konkuren seperti yang diatur
oleh Pasal 1133 dan Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata (disebut droit de preference)
sulit untuk diwujudkan.41
40
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan,
(Yogyakarta: Liberty, 1980, hal. 70); Bahwa dari Pasal 1133 dan Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata,
terlihat bahwa kreditur pemegang hak jaminan kebendaan mempunyai kedudukan yang lebih kuat
dibandingkan dengan kreditur pemegang hak privelege. Dengan kata lain kedudukan kreditur preferent
yang terjadi karena diperjanjikan lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan kreditur preferent yang
terjadi karena diberikan oleh undang-undang. Kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang
mempunyai kedudukan kuat tersebut dinamakan kreditur separatist. Kreditur separatist yaitu pemegang
hak jaminan kebendaan dapat melaksanakan haknya dengan cepat/mudah, tidak terpengaruh dengan
adanya kepailitan. Prosedurnya lebih mudah karena tidak melalui prosedur beslag lewat juru sita, tidak
berlaku ketentuan-ketentuan beslag yang diatur dalam hukum acara perdata. Selain itu kreditur
separatist juga terbebas dari ongkos-ongkos budel umumnya. Demikian dalam bukunya Hukum
Benda, Yogyakarta: Liberty, 1974, hal 32, Sri menjelaskan, kreditur yang pelunasannya sama disebut
kreditur konkuren (crediteur concurent), sedangkan kreditur yang haknya lebih
didahulukan/diutamakan disebut kreditur preferen (crediteur preferent). Kreditur-kreditur yang
piutangnya dibebani dengan hak jaminan kebendaan lebih dahulu mengambil pelunasan, kemudian
sisanya diberikan kepada kreditur pemegang hak privelege, untuk selanjutnya sisanya diberikan
kepada kreditur konkuren.
41
R, Subekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia.
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991) hal. 17.
Universitas Sumatera Utara
Bahwa sebenarnya Pasal 1155 KUHPerdata memberikan jaminan kepada
penerima gadai untuk memperoleh uangnya kembali jika saham sebagai jaminan
kredit, namun perlu diatur bagaimana mekanismenya sehingga tidak menimbulkan
sengketa ketika debitur tak dapat membayar utangnya pada tenggang waktu yang
telah ditentukan.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa hak gadai diatur dalam
KUHPerdata, tetapi tetap saja terdapat kesulitan dalam menjawab permasalahan
mengenai hak gadai. Karena pembuat undang-undang ketika menciptakan ketentuan
tentang gadai hanya menitik-beratkan pada benda berwujud saja. Sehingga terpaksa
dilakukan penafsiran baru dari ketentuan yang ada dan melihat pada peraturanperaturan terkait lainnya untuk menemukan kekosongan hukum.
Perlu diperhatikan bahwa ada kontradiksi karakteristik antara gadai barang
bergerak berwujud dan saham tanpa warkat di pasar modal. Barang gadai yang
merupakan saham, terlekat padanya preemtive right.
Tinjauan lain memperlihatkan bahwa Pasal 1155 KUHPerdata menimbulkan
multitafsir. Apakah para pihak sebelumnya dapat memperjanjikan untuk menjual di
bawah tangan apabila debitur wanprestasi dengan tidak melalui penjualan di muka
umum atau dengan diperjanjikan lain maka para pihak melepaskan haknya untuk
dapat melakukan penjualan langsung melalui lelang tanpa bantuan pengadilan yang
dikenal dengan parate eksekusi. Bahwa bila berdasarkan penafsiran terakhir yang
dipilih, maka tersedia satu mekanisme eksekusi, yaitu melalui bantuan pengadilan
berdasarkan Pasal 1156 KUHPerdata.
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata memang dapat menimbulkan
perdebatan apakah pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara
tertutup atau di bawah tangan harus dilaksanakan berdasarkan suatu putusan
pengadilan atas gugatan yang diajukan oleh pihak kreditur. Sedangkan di sisi lain,
seperti telah dibahas sebelumnya, para pihak seharusnya sudah dapat melaksanakan
eksekusi tersebut berdasarkan persetujuan yang telah disepakati bersama (dengan
catatan hal tersebut juga masih disetujui oleh debitur setelah terjadinya tindakan
wanprestasi). Selain itu apabila kreditur masih diharuskan untuk mengajukan tuntutan
atau gugatan
42
agar dapat memperoleh putusan pengadilan yang menjadi dasar
pelaksanaan penjualan secara tertutup, dengan demikian persetujuan yang telah
disepakati sebelumnya menjadi sama sekali tidak berguna dan sia-sia.
Pengaturan tentang gadai saham yang ada saat ini tidak diatur secara khusus,
tidak lengkap dan tidak sistematis. Pengaturannya selain terdapat
dalam
KUHPerdata, juga tersebar dalam beberapa ketentuan yaitu UUPT Tahun 2007, yang
juga harus mengindahkan beberapa ketentuan lain seperti UUPM Tahun 1995, UUP
Tahun 1998, Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal Nomor IX.H.1 tentang Akuisisi
Perusahaan Terbuka (selanjutnya Peraturan Bapepam No. IX.H.1),
Keputusan
Direksi Kustodian Sentral Efek Indonesia Nomor 012/DIR/KSEI/0807, sehingga
sangat menyulitkan dan tidak memberikan ketertiban dalam masyarakat, yang pada
akhirnya tidak memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian
gadai saham.
42
Tuntutan atau gugatan yang dimaksud dalam hal ini adalah gugatan contentiosa.
Universitas Sumatera Utara
Prospek gadai saham yang merupakan salah satu cara mendapatkan modal
bagi perusahaan sejak beberapa tahun terakhir di Indonesia menunjukkan kenaikan,
namun tidak diikuti dengan ketentuan yang memadai. Tidak diperolehnya data yang
secara khusus tentang berapa banyak perseroan terbatas yang menggadaikan saham
pada perbankan, karena kedudukan
saham sebagai jaminan tambahan
kredit43
(sedangkan jaminan utamanya adalah projek yang dikerjakan), seperti yang informasi
Deputi direktur Bank Indonesian Wilayah IX (Sumut & Aceh) bahwa:
“Gadai saham tidak diadministrasikan di kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah IX.”44
Oleh karena itu sebagai gambaran bahwa gadai saham merupakan salah satu cara
mendapatkan modal dapat juga dilihat dari kapitalisasi pasar saham di Indonesia
yang menunjukkan pertumbuhan. Nilai kapitalisasi PT Bursa Efek Indonesia (BEI)
diperkirakan meningkat 60,63 persen dari Rp. 2,019 trilliun pada akhir 2009 menjadi
Rp. 3,243 trilliun tahun 2010,45 dan diperkirakan tumbuh 25 persen pada 2011
menjadi sekitar Rp 4,053 trilliun.46 Kenyataan ini menunjukkan betapa pentingnya
aturan tentang gadai saham diatur secara khusus untuk menunjang pembangunan
perekonomian
di Indonesia. Tidak adanya kepastian hukum menyebabkan tidak
43
Saham sebagai jaminan tambahan kredit sesuai Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 26/68/Kep/DIR tentang Saham sebagai Agunan Tambahan Kredit dikeluarkan tanggal 7
September 1993
44
Wawancara dengan V.Carlusa, Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Wilayah IX (Sumut & Aceh) pada Tahun 2013
45
http//bisnis.vivanews.com/news/read/196652-kapitalisasi-pasar-bursa-naik-60-persen,
diakses 5 Januari 2011.
46
http://bisnis.vivanews.com/news/read/196716-2011--bursa-ri-incar-kapitalisasi-rp4-000-t,
diakses 5 Januari 2011.
Universitas Sumatera Utara
adanya rasa keadilan bagi para pihak baik debitur pemberi gadai saham, maupun
bagi kreditur pemegang gadai.
Fluktuasi harga saham yang tak menentu serta prosedur yang harus dilalui
dalam pasar modal47 harus dipatuhi, apalagi kalau saham-saham yang digadaikan
debitur pemberi gadai merupakan saham-saham yang mayoritas serta merupakan
pengendali perusahaan. Hal ini tentu menimbulkan suatu ketidak pastian bagi kedua
pihak khususnya debitur pemberi gadai saham sebagai pemilik saham.
Sebagai gambaran fluktuasi harga yang menyebabkan ketidak pastian bagi
kedua belah pihak. Hal ini dapat dilihat pada krisis keuangan dan perbankan yang
dialami oleh Indonesia pada tahun 1997 – 1998, dimana krisis keuangan telah
menyebabkan turunnya nilai saham atau merosotnya harga jual saham maupun nilai
kapitalisasi perusahaan.48 Demikian pula krisis keuangan dunia (global) yang
berdampak bagi perekonomian Indonesia pada tahun 2007 – 2008, mengakibatkan
penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Effek Indonesia pada 26
Desember 2008 tercatat sebesar 1.340,89 atau turun 51,17 % (persen) dibanding 28
Desember 2007 yang sebesar 2.745,83.49
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/68/Kep/Dir
tentang Saham sebagai Agunan Tambahan Kredit yang dikeluarkan pada tanggal 7
47
Pengertian Pasar Modal dalam UUPM no.8 Tahun 1995 Pasal 1 angka 13 berbunyi; “ pasar
modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan
publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan
efek.
48
Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta: Universitas Indonesia
Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001), hal 41
49
http://www.bapepam.go.id/ Anual Report Bapepam tahun 2008, diakses 03 Oktober 2010
Universitas Sumatera Utara
September 1993 (SK Direksi BI 1993) , secara yuridis formal telah dimungkinkan
bank memberikan kredit dengan jaminan saham. Saham yang peran utamanya
berfungsi sebagai salah satu instrumen perdagangan di pasar modal, dapat menjadi
jaminan kredit. Hal ini dapat membawa pengaruh terhadap kemudahan dan ekspansi
perkreditan, yang berdampak langsung atas pertumbuhan ekonomi pada satu sisi, tapi
juga dapat berdampak negatif memperbesar volume dan percepatan perputaran uang
yang dapat menimbulkan peningkatan inflasi, apabila hal itu kurang diawasi arah
kreditnya secara meluas kedalam berbagai sektor. Peran saham sebagai jaminan ikut
meningkatkan ekspansi kredit, namun bila hanya dikucurkan secara terfokus pada
satu sektor tertentu dapat mempengaruhi laju inflasi.50
Contoh kasus Bank Summa, untuk memperoleh kredit dari berbagai kalangan
bank dalam usaha mencoba menyehatkan likuiditasnya, pihak pengurus Bank
Summa, mempergunakan saham PT Astra sebagai jaminan. Meskipun bentuknya
gadai, tujuannya sama yakni sebagai jaminan kredit. Ternyata kehancuran yang
dialami Bank Summa sedemikian parahnya. Pinjaman yang diberikan tidak mampu
menyehatkan likuiditasnya. Akan tetapi oleh karena saham yang dijadikan agunan
adalah saham PT Astra yang tergolong memiliki good will yang cukup terkenal,
bank-bank yang bertindak sebagai pemberi kredit, tidak mengalami risiko tinggi. Dan
dalam waktu singkat sudah dibeli kelompok Prayogo Pangestu. Memang kalau saham
yang dijadikan jaminan kelas satu (first-class) atau kelas dua (second-class), jauh
50
M. Yahya Harahap, Tinjauan Saham sebagai Jaminan Kredit ( Majalah Hukum, Varia
Peradilan, Tahun IX No. 101, Februari 1994), hal. 136.
Universitas Sumatera Utara
lebih kuat dan lebih kecil risikonya dibanding dengan bentuk jaminan promossory
notes (surat utang). Seperti kasus BPPC, untuk menutup utang BPPC berupa kredit
likuiditas BI senilai Rp. 780 milyar, Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh (BPPC)
mengeluarkan surat utang yang dibeli konsorsium bank antara lain Bank Bumi Daya
(BBD). Pembelian didasarkan alasan, bahwa surat utang BPPC didukung oleh
jaminan yang dianggap cukup kuat, berupa dana hasil kontrak penjualan cengkeh
antara BPPC dengan PT Gudang Garam sebesar RP. 870 milyar. Bagaimana
penyelesaiannya apabila PT Gudang Garam tidak mampu memenuhi kontrak
pembelian cengkeh tersebut. Tentu dalam hal ini lebih kecil risikonya apabila
jaminan kredit BPPC tersebut terdiri dari saham PT Gudang Garam, yang secara
nasional saham tersebut dapat digolongkan kelas satu atau kelas dua.
Contoh lain perusahaan yang menggadaikan sahamnya adalah PT Indonesia
Paradise Property Tbk. Emiten penyedia akomodasi dan perhotelan yang mendapat
pinjaman dari PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) senilai Rp. 463,83 miliar untuk
pembangunan Sahid Kuta Lifestyle Resort. Untuk melancarkan transaksi tersebut
perseroan yang dipimpin Agoes Sulistyo Santoso menjaminkan perusahaan
(corporate guarantee) senilai Rp. 255,11 miliar dan menggadaikan saham anak
perusahaannya yaitu PT Indonesia Paradise Island (IPI) sebesar Rp. 134,66 miliar.
Dalam keterbukaan informasi di situs Bursa Efek Indonesia terlihat bahwa persentase
rencana jaminan perusahaan dan gadai saham senilai total Rp. 389,67 miliar tersebut
terhadap total ekuitas perseroan adalah 62,28 %. Untuk jangka waktu 90 bulan
terhitung sejak 13 Desember 2010 sampai dengan 12 Juni 2018 dengan masa
Universitas Sumatera Utara
tenggang pembayaran angsuran selama 27 bulan, total ekuitas perseroan yang tercatat
per akhir Juni adalah sebesar Rp. 625,65 miliar, Saham perusahaan stagnan di level
Rp. 310 pada siang itu dan membentuk kapitalisasi pasarnya Rp 747,35 miliar. Posisi
harga itu membentuk rasio harga saham terhadap laba bersihnya (Price to Earning
Ratio/PER) sebesar 32,4 kali.51 Pada akhirnya pendapatan IPI akan mengalami
peningkatan yang berdampak pada kenaikan pendapatan perusahaan.
Banyaknya persoalan dalam pelaksanaan gadai saham seperti yang diuraikan
di atas memperlihatkan bahwa gadai saham memerlukan perhatian khusus dari
pemerintah terutama tentang ketentuan yang tidak sistematis dan malah tak dapat
diterapkan sebagaimana adanya. Hal ini disebabkan ketentuan gadai masih tetap
mengacu pada ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) yang
kurang sesuai dengan perubahan dan dinamika bangsa Indonesia, dan terdapat multi
tafsir terhadap ketentuan KUHPerdata terkait
eksekusi gadai saham yang
menimbulkan ketidak-pastian hukum sehingga oleh karenanya perlindungan hukum
juga tak didapatkan oleh pihak yang melakukan perjanjian gadai saham tersebut.
Tidak memadainya pengaturan tentang gadai saham serta tidak dapatnya
peraturan dilaksanakan sebagaimana adanya menyebabkan kurangnya perlindungan
hukum bagi debitur pemberi gadai saham, yang pada akhirnya
menimbulkan
perselisihan (dispute) pada pelaksanaannya di lapangan, terutama dalam hal debitur
gagal bayar utang pada waktu yang ditentukan.
51
www.bisnis.com>Market & Korporasi> Korporasi, 20 Desember 2011.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa kasus menjadi sorotan media, antara lain kasus gadai saham PT
Swabara Mining Energy antara pemegang sahamnya Beckett Pte melawan Deutsche
Bank. Kasus lain, PT BFI Finance Indonesia yang digugat oleh Aryaputra Teguharta
karena melanggar perjanjian gadai saham, kasus tentang penjualan dan pemindahbukuan saham yang dijaminkan oleh pemberi kuasa atau pemberi jaminan kepada
penerima jaminan antara KK melawan IBS, dan kasus eksekusi gadai saham melalui
penjualan secara tertutup antara PT OM melawan PT BFI. Tidak adanya konsistensi
lembaga pemerintah dalam hal ini pengadilan, menyebabkan kepastian hukum yang
diharapkan individu jauh dari yang seharusnya diperolehnya.
Sengketa eksekusi gadai saham yang menyangkut sebuah entitas bisnis pertambangan
milik PT Asminco Bara Utama (Asminco) di PT Indonesia Bulk Terminal (IBT) oleh
Deutsche Bank AG (DBA) pada Februari dan Maret 2002. Gadai saham diberikan
sebagai jaminan atas utang yang diberikan oleh DBA kepada Asminco. Eksekusi
gadai saham ini merupakan upaya DBA dalam menuntut pelunasan utang Asminco.
Proses pemindahan hak atas saham dilakukan secara tertutup tanpa sebelumnya
melakukan penawaran terhadap pemegang saham IBT lainnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 336/Pdt.P/PN.Jak.Sel, mengeluarkan
penetapan bahwa bank sebagai kreditur berhak menjual seluruh saham yang
digunakan sebagai jaminan utang tersebut, namun oleh pengadilan pada tingkat
banding telah membatalkan penetapan pengadilan negeri tersebut. Pada saat yang
sama debitur juga mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tinggi (Hight Court)
Singapura agar transaksi penjualan saham antara kreditur dan pembeli itu dibatalkan
Universitas Sumatera Utara
dan kepemilikan atas saham itu dibekukan. Pengadilan Tinggi Singapura menolak
tuntutan tersebut dan dikuatkan lagi oleh pengadilan ditingkat banding yang bersifat
final dan mengikat (final and binding), karena court of appeal merupakan lembaga
banding tertinggi di Singapura.52 Pemindahan hak atas saham adalah sah, namun
diputuskan bahwa DBA melanggar kewajibannya sebagai pemegang benda jaminan
dengan tidak menjual saham itu pada harga terbaik53 dan menjualnya tanpa
sepengetahuan debitur.54 Menurut Pasal 3 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
tentang Saham sebagai Agunan Tambahan Kredit, No. 26/68/KEP/DIR tahun1993,
mensyaratkan saham yang dijadikan jaminan kredit bank nilai maksimumnya 50%
(lima puluh persen) dari harga pasar.55 Terlihat tidak adanya konsistensi lembaga
pemerintah dalam hal ini pengadilan, sehingga kepastian hukum yang diharapkan
individu jauh dari yang seharusnya diperolehnya.
Ketika sebuah bank memutuskan memberi kredit kepada nasabahnya, maka
sudah sewajarnya bagi bank tersebut meminta jaminan. Jaminan itu akan menjadi
52
Dianlia Menangi Sengketa Saham Adaro, (Jakarta: Suara Karya, 23 September 2005).
Tidak ada penjelasan hukum tentang penjualan saham pada harga terbaik, menurut penulis
harga terbaik adalah harga saham ditentukan pada saat penjualan atau eksekusi yaitu sesuai dengan
harga pasar. Menghadapi kenyataan fluktuatif harga, maka harus dicari dan ditentukan patokan harga
yang realistis. Patokan yang dianggap mampu mengantisipasi fluktuasi inilah harga riil saham di
pasaran, bukan harga nominal atau harga perdana. Oleh karena harga riil pada suatu hari diperkirakan
tidak luput dari pengaruh perubahan, maka harga riil itupun dijadikan sebagai landasan perkiraan
menentukan patokan harga saham sebagai jaminan kredit.
54
Deutsche Bank Harus Membayar 250 Juta Dollar AS (Jakarta: Kompas, 29 April 2009)
55
M. Yahya Harahap, “Tinjauan Saham, Op.Cit,. hal 133. Jika ditinjau dari kajian doktrin
hukum, rumusan bersifat limitatif, dan setiap rumusan yang bersifat limitatif bersamaan dengan sifat
compulssory atau imperatio (bersifat memaksa), dan langsung pula menjadi aturan yang berbobot
public policy (ketertiban kepentingan umum). Dengan demikian pembatasan harga maksimum 50%
(lima puluh persen) dari harga pasar ditinjau dari segi perumusan, bukan bersifat regulation (sebagai
pedoman) yang dapat dikesampingkan dengan kesepakatan dalam perjanjian.
53
Universitas Sumatera Utara
benteng terakhir pertahanan bank,56 apalagi setelah dihapuskannya fasilitas kredit
likuiditas57 Bank Indonesia. Kualitas jaminan itu pulalah yang menentukan apakah
bank dapat memperoleh kembali dana yang disalurkan bila debitur tersebut
dikemudian hari ternyata gagal melakukan pembayaran kembali utangnya, sesuai
dengan Pasal 8 UU Perbankan.58
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan gadai saham dalam sistem hukum nasional di Indonesia.
2. Apakah perjanjian gadai (pand) saham yang didasarkan pada asas kebebasan
berkontrak dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak khususnya
56
Faktor yang dijadikan pedoman untuk mengabulkan permintaan kredit penilaian ditujukan
terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha seperti yang dikenal dengan prinsip 5
C‟s yakni Character (watak, kepribadian), Capital (modal), Collateral (jaminan, agunan), Capacity
(kemampuan), dan Conditions of Economic (kondisi ekonomi) sesuai dengan penjelasan Pasal 8
UUPerbankan Tahun 1998.
57
Bank Indonesia, Studi Keuangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Hasil Riset Bank
Indonesia (satgas BLBI) dengan HLB Hadori & Rekan bekerja sama dengan: Law Office Soehandjono
& Associates-Indonesia, International Development Management Advisory Group-Canada, PT Grant
Thoronto Indonesia. Dalam buku ini dijelaskan bahwa bantuan likuiditas darurat sebaiknya diberikan
hanya kepada bank yang tidak liquid tetapi solven. Liquid memiliki konotasi bahwa suatu bank
mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya sedangkan solvent adalah
kemampuan suatu bank untuk memenuhi kewajiban jangka menengah dan panjang.
58
Pasal 8 UUPerbankan ayat (1):”Dalam memberikan kredit atau pmbiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas
itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”Dalam penjelasan
UUPerbankan dijelaskan bahwa untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit,
bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan
prospek usaha dari nasabah debitur.
Universitas Sumatera Utara
debitur
pemberi dan kreditur pemegang gadai (pand) saham dalam kredit
perbankan di Indonesia ?
3. Bagaimana pengaturannya agar gadai saham dapat memberikan perlindungan
hukum bagi para pihak khususnya debitur pemberi dan kreditur pemegang gadai
saham dalam kredit perbankan ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian disertasi ini mempunyai tujuan untuk memperluas cakrawala
pemikiran mengenai perlindungan hukum terhadap debitur pemberi dan kreditur
pemegang gadai saham dalam perjanjian kredit bank, yaitu dengan cara:
1. Mengetahui, menganalisis dan menyimpulkan pengaturan gadai saham dalam
sistem hukum nasional Indonesia.
2. Mengetahui dan menganalisis pengaturan kebebasan berkontrak dalam perjanjian
gadai saham apakah dapat memberikan perlindungan hukum bagi para pihak
khususnya debitur pemberi dan kreditur pemegang gadai saham dalam kredit
perbankan.
3. Menemukan pemikiran-pemikiran
baru dan mengembangkan doktrin hukum
agar gadai saham sebagai jaminan kebendaan dapat memberikan kepastian hukum
bagi para pihak dalam kredit perbankan.
Universitas Sumatera Utara
D. Manfaat Penelitian
Penyajian yang dilengkapi dengan perbandingan hukum dalam penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat untuk menyelesaikan hal-hal yang menjadi masalah
penelitian ini, baik secara teoritis maupun secara praktis guna dapat menciptakan
perlindungan hukum dan diharapkan dapat bermanfaat bagi kedua belah pihak yang
melakukan perjanjian gadai saham yaitu pihak debitur dan kreditur. Disamping itu
hasil penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi aparatur penegak hukum dalam
menyelesaikan kasus-kasus tentang gadai saham.
Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
doktrin hukum bagi perkembangan ilmu hukum di Indonesia, Khususnya
perlindungan hukum bagi pemberi dan pemegang gadai saham.
E. Kerangka Teori dan Konsepsi
Teori adalah serangkaian praposisi atau keterangan yang saling berhubungan
dan tersusun dalam sistem deduksi, yang mengemukakan penjelasan atas suatu gejala.
Sedikitnya terdapat tiga unsur dalam suatu teori.
Pertama, penjelasan tentang hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori.
Kedua, teori menganut sistem deduktif, yaitu suatu yang bertolak dari suatu yang
umum dan abstrak menuju suatu yang khusus dan nyata. Aspek kunci yang ketiga
adalah bahwa teori memberikan penjelasan atas gejala yang dikemukakannya. Fungsi
Universitas Sumatera Utara
dari teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan kepada
penelitian yang dilakukan.59
1. Kerangka Teori
a. Teori keadilan dalam perjanjian gadai saham
Kerangka teori utama yang digunakan dalam menganalisis perlindungan
hukum terhadap debitur pemberi dan kreditur pemegang gadai saham dalam
perjanjian kredit bank yang menyangkut kepastian dan keadilan menggunakan pokok
pikiran tentang keadilan berdasar Pancasila dan keadilan berdasarkan pokok pikiran
keadilan yang ditawarkan oleh Aristoteles.
Dalam penulisan disertasi ini, arah dari penelitian dimulai dari pembahasan
tentang perlindungan hukum yang tak terpisah dari teori keadilan dan perlindungan
terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang sudah lama dikenal dalam sejarah hukum, juga
analisis terhadap keadilan dengan memasukkan teori-teori tentang kebebasan individu
(freedom), persamaan (equality), dan hak-hak dasar lainnya.60
Apabila kembali kepada cita-cita pembangunan hukum nasional yang
dijadikan panduan adalah Lembaga Pembinaan Hukum Nasional pada tahun 50-an
dan kemudian diteruskan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, maka selalu
berkiblat kepada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 selanjutnya (UUD
59
Duane R. Monette, Thomas J. Sullivan, Comell R. Dejong, Applied Social Research, (New
York, Chicago, San Fransisco: Holt, Rinehart and Winston Inc., 1986), hal. 27.
60
Edgar Bodenheimer. Treatise on Justice. (New York, USA: Philosophical Library, Inc, t.t.),
hal 100.
Universitas Sumatera Utara
1945). Untuk hukum yang tidak transparan
61
seperti dalam bidang hukum keluarga,
nilai dan prinsip yang dianut pada Pancasila dan UUD 1945 sepenuhnya harus dianut
untuk mencapai tujuan negara yaitu kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.62
Tidak demikian halnya dengan bidang hukum yang transparan. Pembaharuan
bidang hukum harta kekayaan, bidang hukum ekonomi, dalam beberapa hal
kepentingan Indonesia sejalan dengan yang dikehendaki dunia bisnis secara global,
tetapi selebihnya arah pembaharuan hukum tersebut berbeda. Misal pada sistem
ekonomi pasar bebas, perilaku ditandai dengan kehausan akan laba yang dapat
berkembang iklim sosial yang yang kehilangan akan nilai-nilai seperti rasa setia
kawan, kesediaan menolong, rasa kasihan, rasa sosial dan kemasyarakatan, kondisi
kerja yang manusiawi dan lain-lain.63
Oleh karena itu masih dibutuhkan hukum yang mampu memberikan kepastian
dan keadilan
terhadap penyelesaian sengketa ekonomi yang lebih efektif sesuai
dengan nasionalisme Indonesia.
61
Beberapa Pemikiran tentang Pembangunan Sistem Hukum Nasional Indonesia, Liber
Amicorum untuk Sunaryati Hartono, Editor Elly Erawati dkk, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011),
hal. 163, I Wayan Parthiana, menyebut netral dengan menggunakan istilah bidang-bidang hukum yang
transparan, yakni bidang-bidang hukum yang didalamnya mengandung dimensi internasional dan juga
nasional. Pendekatan terhadapnya tidak semata-mata dari sudut hukum internasional atau sebaliknya
dari sudut hukum nasional saja, tetapi harus dilakukan serentak dengan menggunakan pendekatan
transnasional, misalnya hukum ekonomi, hukum lingkungan, hukum hak asasi manusia. Inilah yang
disebut dengan bidang-bidang hukum yang transparan.
62
Satjipto Rahardjo, Pembangunan Hukum di Indonesia dalam Konteks Situasi Global, dalam
Problema Globalisasi, Perspektif Sosiologi Hukum, Ekonomi, & Agama. Surakarta: Muhammadyah
University-Press, Universitas Muhammadyah Surakarta, 2000), hal. 16.
63
Heinz Lampert, Ekonomi Pasar Sosial, (tp, 1994), hal 30, sebagaimana dikutip oleh
Satjipto Rahardjo dalam Pembangunan Hukum di Indonesia dalam Konteks Situasi Global, dalam
Problema Globalisasi, Perspektif Sosiologi Hukum, Ekonomi, & Agama. Surakarta: Muhammadyah
University-Press, Universitas Muhammadyah Surakarta, 2000), hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
Nilai-nilai kemanusiaan tersebut di Indonesia, bila ditinjau dari segi hukum
positif, maka Pancasila-lah yang berfungsi sebagai kaidah dasar atau Grund Norm,
yaitu kaidah yang menjadi dasar berlakunya dan legalitas hukum positif Indonesia.
Mengacu kepada teori abstrak Langeveld,64 maka yang dimaksud dengan jiwa
bangsa Indonesia adalah kehidupan bathin bangsa Indonesia, yaitu segala apa yang
dipikirkan, dirasakan, diingat, direka, dikhayalkan, diimpikan, apa yang dialami
sebagai perangsang, cita-cita dan tujuan kemanusiaannya dan ini semua merupakan
isi dari kehidupan batin bangsa Indonesia yang diberi nama Pancasila. Dalam
kehidupan
bernegara,
Pancasila
berfungsi
sebagai
kaidah
dasar
negara
(Staatsfundamental norm)65.
Selain berfungsi sebagai dasar negara, Pancasila juga berfungsi sebagai
pedoman dan ukuran bagi prilaku manusia Indonesia dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.66
Sesuai dengan fungsi utama hukum sebagai norma/kaidah antara lain
menjamin kepastian hukum67 dan menjamin keadilan sosial, serta berfungsi sebagai
64
Van Appeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse
Reccht), diterjemahkan oleh Oetarid Sadino (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009), hal. 410.
65
Istilah yang digunakan Notonagoro dalam orasi ilmiahnya pada Dies Natalis Pertama
Universitas Airlangga Tanggal 10 Nopember tahun 1957 di Surabaya.
66
Fungsi Pancasila sebagai pedoman artinya Pancasila sebagai petunjuk arah perilaku, yaitu
arah perilaku yang baik dan benar sesuai dengan kelima asas Pancasila yang menurunkan kaidahkaidah Pancasila yang jumlahnya 36 (tiga puluh enam). Fungsi Pancasila sebagai ukuran, artinya salah
benarnya atau baik buruknya perilaku manusia Indonesia diukur dengan kaidah-kaidah Pancasila yang
jumlahnya 36 (tiga puluh enam) itu. Baik perilaku itu apabila sesuai dengan kaidah Pancasila,
sebaliknya buruk atau salah perilaku itu apabila bertentangan denga kaidah Pancasila.
67
Van Appeldorn, Op.Cit., hal. 14 mengemukakan: Kepastian hukum mempunyai dua arti,
yaitu: pertama, soal dapat ditentukannya hukum dalam hal-hal yang konkret, pihak-pihak yang
mencari keadilan ingin mengetahui, apakah yang menjadi hukumnya dalam hal-hal yang khusus,
sebelum ia memulai dengan perkara. Kedua, kepastian hukum berarti keamanan hukum, artinya
Universitas Sumatera Utara
pengayom.68 Bachsan menyitir pendapat
Kuntjoro Purbopranoto dalam karya
tulisnya Hak-hak Dasar Manusia dan Pancasila Negara Republik Indonesia tentang
hukum yang dapat menjamin keadilan sosial menyatakan bahwa:
“Keadilan sosial itu adalah keadilan yang berlaku dalam hubungan antar
manusia dalam masyarakat.”69
Sila kelima Pancasila yang berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia terkandung nilai keadilan sosial, antara lain: 70perlakuan yang adil71 dengan
adanya kepastian hukum dalam perjanjian gadai saham antara kreditur dan debitur
dalam perjanjian kredit bank, keseimbangan hak dan kewajiban yang proporsional
perlindungan bagi para pihak terhadap kesewenang-wenangan hakim. Nyata bahwa diantara kedua
pandangan itu ada terdapat hubungan yang erat.
68
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2003), hal. 22. Menjelaskan fungsi pengayoman dari hukum ini berasal dari teori Prof. Sahardjo,
Menteri Kehakiman dalam Kabinet Presiden Soekarno. Lambang fungsi pengayom adalah pohon
beringin, yang melindungi dan memberikan kesejukan dan kedamaian kepada segala apa yang ada di
bawahnya, yaitu masyarakat dengan segala apa yang ada di dalamnya, teori yang lebih mengutamakan
kepentingan masyarakat daripada kepentingan individu, dalam arti kepentingan individu tetap
dipertahankan dan dilindungi, tetapi kepentingan masyarakat, bangsa dan negaralah yang harus
diutamakan. Berbeda dengan lambang hukum neraca timbangan yang merupakan lambang hukum
menurut filsafat hukum individualisme barat, yang mendahulukan kepentingan individu daripada
kepentingan masyarakat dan negara. Jadi ada perbedaan antara fungsi hukum dengan lambang pohon
beringin dan dengan lambang neraca timbangan.
69
Ibid., hal. 21.
70
Darji Darmodiharjo, dkk, Santiaji Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), hal.54.
Menurut Darji dkk, nilai keadilan sosial pada sila kelima Pancasila aantara lain: Pertama, perlakuan
yang adil di segala bidang kehidupan, terutama di bidang politik, ekonomi dan soaial budaya; Kedua,
perwujudan keadilan sosial itu meliputi seluruh rakyat Indonesia; Ketiga, keseimbangan hak dan
kewajiban; Ke-empat, menghormati hak milik orang lain; Kelima, Cita-cita masyarakat yang adil dan
makmur yang merata dan spritual bagi seluruh rakyat Indonesia; Ke-enam, Cinta akan kemajuan dan
pembangunan.
71
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif sebagai Ilmu
Hukum Empirik-Deskriptif, Alih Bahasa Somardi, Judul Asli General Theory of Law and State (Rimdi
Press, 1995), hal. 47 menyatakan bahwa:” Nilai-nilai keadilan tidak terletak dalam hubungan dengan
suatu kepentingan melainkan dalam hubungan dengan suatu norma. Namun demikian, norma ini,
seperti yang diyakini oleh orang yang memberi pertimbangan, tidaklah objektif, melainkan bergantung
pada suatu kepentingan subjektifnya. Oleh sebab itu, tidak ada satu standart keadilan saja tetapi banyak
standar keadilan semacam ini yang berbeda-beda dan saling tidak konsisten satu sama lain”.
Universitas Sumatera Utara
antara debitur dan kreditur dalam perjanjian gadai saham dalam perjanjian kredit
bank; serta menghormati hak milik debitur atas saham yang digadaikan dan yang
akan dijual apabila ternyata debitur tidak dapat melunasi utangnya sampai tenggang
waktu yang ditentukan; karena gadai saham merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan perekonomian, dengan demikian akan tercipta kemakmuran yang
berkeadilan sosial yang merupakan cita-cita negara Indonesia yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945. Nilai dan prinsip keadilan ini dijelmakan dalam batang tubuh
UUD 1945.72
Adapun refleksinya di dalam gadai saham tentang pemberlakuan prinsip
keadilan adalah adanya kepastian hukum bagi kreditur untuk memperoleh pelunasan
piutangnya, namun tak berarti harus merugikan kepentingan
debitur dalam hal
debitur gagal membayar utang pada waktu yang telah ditentukan. Apabila debitur
gagal membayar utang pada waktu yang ditentukan, kemudian bank (kreditur)
berhak menjual benda yang dijaminkan dalam hal ini saham dan mengambil
pelunasan utang dari hasil penjualan tersebut. Apabila ada sisa hasil penjualan, harus
dikembalikan kepada debitur dan apabila hasil penjualan saham kurang untuk
melunasi utang maka debitur harus menambah pembayaran agar utang dapat dilunasi
seluruhnya.
Adalah adil apabila kreditur (bank) sebagai yang berpiutang untuk menerima
72
Dalam hal ini khususnya dapat dilihat pada Pasal 28 D Undang-Undang Dasar Negara
Republik IndonesiaTahun 1945: (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (perubahan kedua, penjelasan
dari penulis).
Universitas Sumatera Utara
pelunasan utang dari debitur, selain untuk menjaga kesinambungan fungsi bank
sebagai penghimpun dan penyaluran dana ke masyarakat,73 namun sekali lagi tak
boleh pula kreditur dalam melakukan penjualan benda jaminan saham merugikan
debitur sebagai pemilik saham.
Pada dasarnya
gadai baik barang bergerak secara umum ataupun saham
secara khusus tetap harus menggunakan aturan-aturan yang tertuang dalam
KUHPerdata, namun seiring perkembangan zaman gadai saham tidak selalu dapat
ditangani oleh KUHPerdata yang telah dibuat lebih 200 tahun yang lalu, sehingga
tidak adanya kepastian hukum menimbulkan ketidak adilan bagi kedua pihak
khususnya debitur pemberi gadai saham dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu,
diperlukan penyempurnaan atas ketentuan gadai saham tersebut.
Secara gamblang bahwa prinsip keadilan yang terdapat dalam ketentuan
gadai saham sudah seharusnya dapat memberikan penyelesaian bagaimana
seharusnya
mekanisme penyelesaian utang piutang antara kreditur dan debitur
dengan saham sebagai jaminannya secara efisien, karena istilah keadilan dalam hal
ini, menyitir pendapat Sunaryati Hartono, seharusnya tidak diinterpretasikan sesuai
selera masing-masing.74
Dalam buku Nicomachean Ethics yang khusus membahas keadilan,
Aristoteles telah mengajarkan bahwa hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya
73
Pasal 1 angka 2, dan Pasal 3 UUP 1998.
Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung:
Alumni, 1991), hal.74.
74
Universitas Sumatera Utara
dengan keadilan dan keadilan harus dipahami dalam pengertian kesamaan yang
proporsional.75
Ada dua macam keadilan. Keadilan distributief dan keadilan commutatief.
Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang
yang
menjadi jatahnya. Keadilan ini menguasai hukum yang mengatur hubungan antara
masyarakat, khususnya negara dengan perseorangan (khusus), yang berlaku dalam
hukum publik.76
Keadilan commutatief ialah keadilan yang memberikan jatah tiap orang sama
banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan. Keadilan ini menguasai
hukum yang mengatur antara perseorangan khusus, yang berlaku dalam bidang
hukum perdata dan pidana, tepatnya wilayah peradilan,77 seperti dalam perjanjian
gadai saham. Sebanyak mungkin harus terdapat kesamaan antara hak dan kewajiban
antara debitur pemberi gadai saham dan kreditur pemegang gadai saham. Kesamaan
yang dimaksud bukan kesamaan yang numerik, tapi kesamaan yang menurut
Aristoteles sebagai kesamaan yang proporsional.78 Keadilan ini juga disebut sebagai
keadilan korektif yang berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah.79
Keadilan yang harus dikembalikan oleh hukum adalah pemberi gadai saham
akan memperoleh apa yang menjadi haknya dalam hal ini tidak dirugikan ketika
75
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum, Perspektif Historis, Diterjemahkan dari The
Philosophy Of Law in Historical Perspective, (The University of Chicago Press, 1969), hal. 24-25.
76
Ibid.
77
Ibid.
78
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hal. 3. Kesamaan proporsional memberikan tiap orang apa
yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan, dan prestasinya.
79
Carl Joachim Friedrich, Op.Cit, hal. 26. Bandingkan H. Olimphant, A Return to Stare
Decisis, dalam American Law School Review, VI, 215.
Universitas Sumatera Utara
kreditur melakukan penjualan benda jaminan saham ketika debitur gagal bayar utang
pada waktu yang telah ditentukan, dengan harga sesuai harga pasar, dan menghormati
hak-hak debitur sesuai dengan yang diatur dalam UUPT Tahun 2007, sehingga
dengan demikian terhindar dari adanya kemungkinan itikad tidak baik dari kreditur.
Bahwa keadilan merupakan fokus utama setiap sistem hukum, dan keadilan
tidak dapat begitu saja dikorbankan, seperti dikatakan oleh John Rawls dalam
bukunya A Theory of Justice, yaitu sebagai berikut:
“Each person possessed an inviolability founded on justice that even the
welfare of society as awhole can not override. It does not allow that the
secrifices on a few are outweigheid by the larger sum of advantages enjoyed
by many. Therefore in a just society the liberties of equal citizenship are taken
as settled; the rights secured by justice are not subject to political bargaining
or the calculus of social interests. … an justice is tolerable only when it is
necessary to avoid an even greater injustice. Being first virtues of human
activities, truth and justice are uncompromising.”80
Dari pendapat John Rawls tersebut di atas terlihat bahwa nilai keadilan tidak
boleh ditawar-tawar dan hal tersebut harus diwujudkan ke dalam masyarakat tanpa
harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Suatu ketidak-adilan hanya
dapat dibenarkan jika hal tersebut diperlukan untuk menghindari ketidak-adilan yang
lebih besar. Karena merupakan kebajikan yang terpenting dalam kehidupan manusia,
maka terhadap kebenaran dan keadilan tidak ada kompromi.
Dalam hal ini keadilan dapat terlihat ketika kreditur yang diberikan hak
untuk menjual benda yang dijaminkan bila debitur gagal bayar dalam waktu yang
80
John Rawls. A Theory of Justice, (Cambridge, Massachusetts, USA, The Belknap Press of
Harvard University Press, 1971), hal. 60.
Universitas Sumatera Utara
ditentukan tak berarti harus mengorbankan kepentingan debitur karena benda yang
dijual tersebut adalah milik debitur.
Akhirnya keadilan bagi masyarakat sebagai adagium (to bring justice to the
people) sangat tepat merefleksikan kepentingan masyarakat dalam penerapan
demokrasi ekonomi.81
b. Teori kehendak dalam hukum perjanjian gadai saham.
Sebagai teori pendukung digunakan teori kehendak karena gadai saham
merupakan kehendak antara si berpiutang dengan yang berutang dengan saham
sebagai jaminannya dan menimbulkan kewajiban diantara pihak yang melakukan
kontrak tersebut.
Upaya manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan, salah satu wujudnya
berupa kontrak, dan salah satu teori dari hukum kontrak klasik adalah teori kehendak.
Menurut teori kehendak suatu kontrak menghadirkan suatu ungkapan kehendak
diantara para pihak, yang harus dihormati dan dipaksakan oleh pengadilan. Dalam
teori kehendak terdapat asumsi bahwa kontrak melibatkan kewajiban yang
dibebankan terhadap para pihak.
Teori kehendak telah dihubungkan dengan pandangan ekonomi, politik dan
filosofis dan idiologinya bersumber pada pandangan liberal “laissez faire.”
81
Sejalan dengan apa yang dikatakan Sunarjati Hartono, dalam bukunya Politik Hukum
Menuju Satu Sistem Hukum Nasional. (Bandung: Alumni, 1991), hal. 73, sebagai keadilan sosial, maka
hukum dituntut mampu memberikan kesempatan dan kebebasan kepada seluruh masyarakat untuk
dapat mengembangkan segenap potensinya secara maksimal.
Universitas Sumatera Utara
Gr. Van der Burght mengemukakan bahwa selain teori kehendak sebagai teori
klasik yang tetap dipertahankan, terdapat beberapa teori yang dipergunakan untuk
timbulnya suatu kesepakatan, yaitu:
1). Ajaran kehendak (wilsleer), ajaran ini mengutarakan bahwa faktor yang
menentukan terbentuk-tidaknya suatu persetujuan82 adalah suara batin yang ada
kehendak subyektif para calon kontraktan;
2). Pandangan Normatif Van Dunne, dalam ajaran ini kehendak sedikitpun tidak
memainkan peranan; apakah suatu persetujuan telah terbentuk pada hakikatnya
tergantung pada suatu penafsiran normatif para pihak pada persetujuan ini tentang
keadaan dan peristiwa yang dihadapi bersama;
3). Ajaran kepercayaan (Vetrouwensleer), ajaran ini mengandalkan kepercayaan yang
dibangkitkan oleh pihak lawan, bahwa ia sepakat dan oleh karena itu telah
memenuhi
persyaratan
tanda
persetujuannya
bagi
terbentuknya
suatu
persetujuan.83
Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi kepentingan
pribadinya sehingga melahirkan suatu perjanjian. Pertimbangannya ialah bahwa
82
Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan,
Cetakan I, (Bandung: Alumni, 1983), hal.98-99. Membahas tentang kapan saat terjadinya suatu
perjanjian, terhadap pernyataan tersebut Mariam Darus mengajukan 4 (empat) ajaran hukum yaitu:
1. Teori kehendak (wilstheorie), mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat
kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.
2. Teori pengiriman (verzendtheorie), mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat
kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
3. Teori pengetahuan (vernemingstheorie), yang mengajarkan bahwa pihak yang
menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
4. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie), mengejarkan bahwa kesepakatan itu terjadi
pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.
83
Gr. Van der Burght. Buku tentang Perikatan. Bandung: Mandar Maju 1999, hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
individu harus memiliki kebebasan dalam setiap penawaran dan mempertimbangkan
kemanfaatannya bagi dirinya. Pengadilan harus memberikan kemudahan terhadap
individu atas setiap penawaran untuk membuat kontrak.
Gagasan tersebut dikemukakan oleh Sir George Jessel MR:
“Jika diperlukan satu atau lebih dari kebijakan publik untuk pemahaman bagi
pihak-pihak, untuk mengikatkan dalam suatu kontrak secara bebas dan
sukarela akan dikuatkan oleh pengadilan.”84
Mengingat bahwa gadai saham adalah juga suatu perbuatan kontraktual maka
peran pemerintah harus seminimal mungkin sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Morris Cohen:
“Hubungan kontraktual dalam hukum adalah suatu pandangan di dalam suatu
sistem yang diinginkan oleh hukum sehingga kewajiban-kewajiban akan
bangkit berdasarkan kehendak dari individu secara bebas tanpa adanya
pengekangan. Hal yang terbaik bahwa peran pemerintah adalah seminimal
mungkin.”85
Untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap debitur pemberi gadai saham dalam
pelaksanaan perjanjian tersebut harus dengan itikad baik. Menurut Ridwan Khairandy, walaupun itikad
baik sangat penting dalam hukum kontrak, namun hingga saat ini permasalahan defenisi itikad baik
tetap abstrak, tidak universal, dimensi yang pertama adalah dimensi subyektif yang berarti itikad baik
mengarah pada makna kejujuran. Dimensi kedua adalah dimensi obyektif yang memaknai mengenai
itikad baik dengan kerasionalan, kepatutan atau keadilan. Itikad baik dalam konteks Pasal 1338 ayat
(3) KUHPerdata harus didasarkan pada kerasionalan dan kepatutan. Itikad baik pra kontrak tetap
mengacu pada itikad baik yang bersifat subyektif, yang digantungkan pada kejujuran para pihak.
84
Petter Heffey. Principles of Contract Law. (Sydney: Thomson Legal and Regulatory
Limited, 2002), hal.5.
85
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Dalam proses neosiasi dan penyusunan kontrak, pihak kreditur memiliki kewajiban untuk menjelaskan
fakta materil yang berkaitan dengan pokok yang dinegosiasikan, sedangkan debitur berkewajiban
meneliti fakta materil tersebut.86 Dalam konteks ini, ketentuan dalam buku II KUHPerdata yang
bersifat memaksa tidak dapat disimpangi oleh para pihak dalam membuat Perjanjian Gadai, demikian
pula ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan lain yang mengatur atau terkait dengan
pengaturan gadai saham.
c. Hukum Alam
Teori Hukum Alam digunakan juga
karena
teori tersebut menunjukkan
bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk masuk ke dalam suatu perjanjian.
Kebebasan ini juga terletak tidak hanya pada sikapnya untuk memasuki suatu
perjanjian tetapi juga mengenai objek yang diatur oleh perjanjian yang mereka buat.
Kebebasan yang dilakukan para pihak dalam perjanjian gadai saham memang telah
diberikan pemerintah melalui perundang-undangan. Para pihak bebas menentukan
apa yang ingin diperjanjikannya, negara dalam hal ini pemerintah, tidak boleh
intervensi ke dalam perjanjian yang mereka buat, kecuali apabila akibat kebebasan
yang diberikan justru menimbulkan kekacauan dan rasa ketidak adilan pada pihak
lain.
Para pihak dalam suatu kontrak memiliki hak untuk memenuhi kepentingan
pribadinya sehingga melahirkan suatu perjanjian dalam hal ini perjanjian gadai
86
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak,(Jakarta: Program
Pascasarjana, Fakultas HukumUniversitas Indonesia, 2004), hal. 347. Selanjutnya, doktrin itikad baik
berasal dari sistem hukum kontrak Civil Law yang berakar pada hukum Romawi. Sistem Common
Law, secara tradisional tidak mengenal doktrin itikad baik dalam kontrak. Negara dengan sistem
Common Law yang telah menerima doktrin itikad baik ke dalam sistem hukum kontraknya adalah
Amerika Serikat, yang direfleksikan dalam UCC, The American Law Institute’s Restatement (Second)
Contract. Keduanya menerima doktrin itikad baik dalam pelaksanaan kontrak. Ruang lingkup itikad
baik diatur dalam bunyi Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan
Universitas Sumatera Utara
saham. Pertimbangannya ialah bahwa individu harus memiliki kebebasan dalam
setiap penawaran dan mempertimbangkan kemanfaatannya perjanjian gadai saham
itu bagi mereka yang melakukannya. Pengadilan harus memberikan kemudahan
terhadap individu atas setiap penawaran untuk membuat kontrak.
Asas kebebasan berkontrak timbul dari anjuran-anjuran penganut hukum alam
pada abad ke-17 dan ke-18 mengenai hubungan hukum antar individu. Para
penganjur hukum alam menyatakan bahwa manusia dituntun oleh suatu asas bahwa ia
adalah bagian dari alam dan sebagai makhluk yang rasional dan cerdas ia bertindak
sesuai dengan keinginan-keinginannya (desires) dan gerak-gerak hatinya (impulses).
Manusia adalah agen yang merdeka (free agent) dan oleh karena itu adalah
wajar untuk tidak terikat yang sama wajarnya dengan terikat (that is just as natural to
be unbound as it is to be bound). Selanjutnya Hugo Grotius mengemukakan bahwa
hak untuk mengadakan perjanjian adalah salah satu dari hak-hak asasi manusia. Ia
juga mengatakan bahwa ada supreme body of law yang dilandasi oleh nalar manusia
(human reason) yang disebutnya sebagai hukum kodrat (natural law). Hukum kodrat
adalah sebagai pengutaraan usaha manusia untuk menemukan semacam hukum yang
kedudukannya lebih tinggi dari hukum yang berlaku yang diilhami oleh satu
ketertiban umum yang menguasai umat manusia (a universal order governing all
men) dan hak-hak asasi yang tidak dapat dipisahkan dari orang perorangan (the
inaliable right of individual).87 Hugo Grotius mengatakan bahwa:
87
Sutikno, Filsafat Hukum Bagian 2 (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2005), hal. 7-9
Universitas Sumatera Utara
“Kontrak adalah suatu tindakan suka rela dari seseorang yang ia berjanji
sesuatu kepada orang lain dengan maksud bahwa orang lain itu akan
menerimanya.”
Dari paparan diatas para penganjur hukum alam termasuk Hugo Grotius
menyatakan bahwa asas kebebasan berkontrak itu mutlak dimiliki oleh setiap orang
dalam membuat perikatan oleh karenanya tidak boleh ada intervensi dari raja atau
negara.88
2. Konsep
Dalam rangka melakukan penelitian ini, perlu disusun serangkaian defenisi
operasional (operational defenition) dari beberapa konsep yang digunakan dalam
penulisan ini, yaitu definisi dari, perlindungan hukum, kepastian hukum, nasabah
debitur, Kreditur, gadai, saham, perjanjian kredit, parate eksekusi dan preemptive
right.
Ke-satu, kepastian hukum89 adalah tersedianya aturan-aturan hukum yang
jelas (jelas menetapkan perbuatan apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh
dilakukan) dan konsisten (tidak bertentangan satu dengan yang lain) serta dipatuhi
sehingga memungkinkankan untuk terciptanya perlindungan bagi anggota masyarakat
dari kesewenang-wenangan individu maupun pemerintah. Dalam hal ini tersedianya
aturan perundang-undangan yang menagtur secara secara jelas dan konsisten
88
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak , Op.Cit, hal 19.
http//www.legalitas.org/?q=content/kepastian-hukum diakses 12 Oktober 2010.
Erman Rajgukguk mengutip William Friedman, seorang sosiolog hukum, mengatakan bahwa:
“kepastian hukum itu tergantung kepada, antara lain, substansi hukum berupa peraturan perundangundangan dan putusan pengadilan, serta legal culture masyarakat.”
89
Universitas Sumatera Utara
ketentuan tentang gadai saham sehingga memungkinkan terwujudnya perlindungan
baik terhadap debitur maupun kreditur pemegang gadai.90
Ke-dua, perlindungan91hukum92 adalah segala kegiatan atau perbuatan yang
dapat memberikan perlindungan terhadap pemenuhan hak dan memberikan kepastian
90
Bandingkan dengan Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian
Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Alih Bahasa Tristam P.
Moeliono, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 207-208, mengutip
H. Drion, Het
rechtszekerheidsargument,in: Hanteerbaarheid van het recht, Bundel opstellen opgedragen aan mr, l.d.
Pels rijcken, Boekenreeks NJB 7, Zwolle, 1981, hal.3. Perundang-undangan memberikan jawaban atas
kebutuhan konkret masyarakat dan sekaligus ditujukan untuk mengupayakan kepastian dan ketertiban.
Namun harus diperhatikan bahwa kepastian dari perundang-undangan ini dapat dilemahkan, baik oleh
kekaburan hukum maupun oleh perubahan hukum itu sendiri.
Konsep kepastian hukum mencakup sejumlah aspek yang saling mengkait. Salah satu aspek dari
kepastian hukum ialah perlindungan hukum yang diberikan pada individu terhadap kesewenangwenangan individu lainnya, hakim, dan administrasi (pemerintah). Dalam hal ini konsep kepastian
hukum itu adalah terhadap perlindungan hukum yang diberikan kepada debitur pemberi gadai saham
dalam perjanjian kredit bank. Adalah kepercayaan akan kepastian hukum yang seharusnya dapat
dikaitkan individu berkenaan dengan apa yang dapat diharapkan individu akan dilakukan penguasa,
termasuk juga kepercayaan akan konsistensi putusan-putusan hakim atau administrasi (pemerintah).
Sedangkan aspek lainnya dari konsep kepastian hukum adalah fakta bahwa seorang individu harus
dapat menilai akibat-akibat dari perbuatannya, baik akibat dari tindakan maupun kelalaian.
Aspek ini dari kepastian hukum memberikan jaminan bagi dapat diduganya serta terpenuhinya
perjanjian dan dapat dituntutnya pertanggung jawaban atas pemenuhan perjanjian. Misalnya perjanjian
jaminan yang diperjanjikan oleh para pihak dalam bentuk hak menuntut yang dimiliki kreditur atas
barang-barang bergerak dari debitur dalam bentuk gadai. Perjanjian jaminan tetap dimintakan
sekalipun segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatannya perseorangan sesuai Pasal 1131 KUHPerdata.
Dengan cara ini perundang-undangan menjawab tantangan bentuk ketidak-pastian atas pemenuhan
perjanjian. Namun selanjutnya bagaimana pemenuhan atas pelunasan piutang kreditur apabila debitur
gagal bayar hingga tenggang waktu yang telah ditentukan justru menimbulkan masalah, karena
belum adanya kepastian hukum sehingga menimbulkan berbagai persoalan di dalam praktik tentang
benda jaminan yang berupa saham yang dijaminkan debitur tersebut sebagai jaminan hutang bagi
kreditur. Hal ini dapat terjadi, baik karena kekaburan hukum atau perubahan hukum yang berlaku di
masyarakat, masih merupakan suatu tanda tanya.
91
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hal.674. Perlindungan hukum berasal dari dua suku kata yaitu
perlindungan dan hukum. Perlindungan adalah hal atau perbuatan melindungi.
92
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Bale Bandung, 1986),
hal. 20. Hukum adalah aturan untuk menjaga kepentingan semua pihak. Perlindungan hukum adalah
suatu upaya perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum, tentang apa-apa yang dapat
dilakukannya untuk mempertahankan atau melindungi kepentingan dan hak subyek hukum tersebut.
Universitas Sumatera Utara
hukum93 terhadap semua subyek hukum dalam gadai saham sesuai dengan ketentuan
hukum,94 dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku agar tercipta rasa aman
dan keadilan dalam masyarakat.
Ketiga, Nasabah debitur,95 adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan, 96 atau nasabah bank
yang menikmati jasa kredit dari bank. Debitur pemberi gadai adalah pihak yang
berutang yaitu pihak yang menyerahkan benda gadai.
93
Ketidak pastian hukum umumnya bersumber dari hukum tertulis yang tidak jelas dan
kontradiktif satu sama lain, selain itu juga karena ketidak pastian dalam penerapan hukum oleh
institusi pemerintah ataupun pengadilan.
94
Carl Joachim Friedrich, Op.Cit., hal. 26. Bandingkan H. Olimphant, A Return to Stare
Decisis, dalam American Law School Review, VI, 215. Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam
Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 2008, Hal.357-358. Pada
hakikatnya hukum memberikan perlindungan yaitu: memberi kedamaian yang intinya adalah keadilan.
Keadilan yang diberikan oleh hukum tergantung hubungan mana yang diatur oleh hukum
tersebut Jika yang diatur adalah hubungan antara negara dengan perseorangan maka keadilan yang
diberikan adalah memberikan apa yang menjadi jatahnya, tetapi jika yang diatur hubungan antara
perseorangan maka keadilan yang diberikan adalah memberikan pada semua orang sama banyak,
dalam pengertian kesamaan yang proporsional.
95
Lihat Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1988), hal. 608. Dalam pengertian yang
demikian itu, yaitu yang identik dengan arti pelanggan, maka asalkan seseorang mempunyai hubungan
dengan suatu bank yang menyangkut jasa apapun dari bank tersebut, orang tersebut telah dapat disebut
pelanggan atau nasabah bank tersebut.
Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Oleh karena itu untuk menunjukkan bahwa
seseorang atau suatu perusahaan adalah nasabah yang menikmati jasa tertentu dari bank tersebut
ditambahkan jasa yang dinikmatinya di belakang kata nasabah. Dengan demikian yang dimaksud
dengan nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk
simpanan berdasarkan perjanjian bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku.
96
UUP Tahun 1998.
Universitas Sumatera Utara
Ke-empat, kata gadai dalam undang-undang digunakan dalam dua arti, satu
sisi menunjukkan kepada bendanya (benda gadai), sisi lain, tertuju kepada haknya
(hak gadai)97.
Gadai atau Pand merupakan lembaga jaminan kebendaan bagi benda bergerak
yang diatur dalam KUH Perdata. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang
kreditur atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh
orang lain atas namanya dan memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk
mengambil pelunasan dari benda tersebut secara didahulukan daripada kreditur
lainnya, dengan kekecualian untuk mendahulukan biaya lelang, biaya penyelamatan
benda setelah digadaikan.98 Gadai saham, dilakukan dengan cara perusahaan
menyerahkan sertifikat saham (seiring dengan perkembangannya, saham tidak lagi
berbentuk surat tetapi sudah durubah menjadi data elektronik) yang menjadi objek
gadai kepada pihak kreditur atau disebut juga perjanjian utang piutang dengan
jaminan gadai saham.
Kelima, saham yang dimaksudkan adalah saham atas nama perseroan terbatas
yang didirikan berdasarkan UUPT Tahun 2007 dan UU No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal. Saham adalah bukti kepemilikan atas sejumlah modal dalam suatu
perseroan terbatas99. Ke-enam, perjanjian kredit. Sebelum sampai kepada perumusan
(operational defenition) dari perjanjian kredit maka yang dimaksud dalam tulisan ini
adalah perjanjian kredit bank. Subekti, menyebutkan bahwa “suatu perjanjian juga
97
J. Satrio, Hukum Jaminan, Op.Cit., hal 99.
Pasal 1155 KUH Perdata.
99
Pasal 51 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.
98
Universitas Sumatera Utara
dinamakan persetujuan karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu.100
Demikian pula dalam bukunya yang berjudul Hukum Perdata tentang PersetujuanPersetujuan Tertentu dipakai istilah persetujuan untuk overeenkomst.101 Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan, memakai istilah perjanjian untuk overeenkomst.102 Sejalan
dengan uraian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan persetujuan dalam
perkataan persetujuan pinjam meminjam dalam pengertian kredit menurut pasal 1
angka 11 UUP Tahun 1998 tidak dapat diartikan lain daripada perjanjian. Kredit
(defenisi ke-tujuh) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.103 Bank adalah badan usaha
yang
menghimpun
dana
dari
masyarakat
dalam
bentuk
simpanan
dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.104
Pengertian tentang perjanjian kredit belum dirumuskan,
Tahun 1998
105
baik dalam UUP
ataupun Rancangan Undang-undang tentang Perkreditan, namun di
dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf (a) UUP Tahun 1998 menjelaskan bahwa
100
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 1985), hal. 1.
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum, Op.cit., hal 8 dan 10.
102
Wirdjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,
Bandung: Sumur, 1981), hal. 1.
103
Pasal 1 angka 11 UUP Tahun 1998.
104
Pasal 1, angka 2 UUP Tahun 1998.
105
Oleh karenanya perlu untuk memahami pengertian perjanjian kredit yang diutarakan oleh
para pakar hukum. Subekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 13. Subekti berpendapat bahwa: “Dalam bentuk apapun juga
101
Universitas Sumatera Utara
pemberian kredit dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman:106
“Dari rumusan yang terdapat di dalam Undang-undang Perbankan mengenai
perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah
perjanjian pinjam-meminjam di dalam KUHPerdata Pasal 1754. Perjanjian
pinjam-meminjam ini juga mengandung makna luas yaitu objeknya adalah
benda yang menghabis jika Verbruiklening termasuk di dalamnya uang.
Berdasarkan perjanjian pinjam- meminjam ini, pihak penerima pinjaman
menjadi pemilik benda yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan
dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Oleh karena itu
perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa
terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank
kepada nasabah.”
Kedelapan, hak parate eksekusi
107
adalah hak untuk menjual untuk
mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitur tanpa melalui eksekutoriale
titel.108
pemberian kredit diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian
pinjam meminjam sebagaimana diatur oleh KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769
KUHPerdata.
Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Pradnya Paramita, 1975),
hal. 67. Marhainis mengemukakan pendapat yang sama:“Perjanjian kredit adalah identik dengan
perjanjian pinjam- meminjam dan dikuasai oleh ketentuan bab XIII dari buku III KUHPerdata.
106
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 1994), hal 110111.
107
Sebagai pengecualian eksekusi dapat juga dilaksanakan tanpa mempunyai titel eksekutorial
(grosse akte Notaris, keputusan hakim) melalui parate eksekusi (eksekusi langsung). Para pemegang
gadai saham dengan adanya janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri dapat melaksanakan haknya
secara langsung tanpa melalui keputusan hakim atau grosse akta Notaris. Kewenangan untuk menjual
atas kekuasaan sendiri pada gadai saham timbul karena ditetapkan oleh undang-undang. Janji
demikian mengandung kekuasaan untuk menjual benda-benda yang dijaminkan itu di muka umum
(bila diperjanjikan dapat dilakukan penjualan tidak di muka umum) dan kewenangan untuk
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Hal-hal lainnya selain parate eksekusi yang tidak membutuhkan titel eksekutorial dalam
tuntutan pemenuhan haknya atas harta kekayaan debitur adalah gugat kepailitan, kompensasi. Juga
fiscus mempunyai hak parate eksekusi.
108
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman,
Universitas Sumatera Utara
Kesembilan, Kreditur atau si berpiutang dalam hal ini bank adalah pihak yang
berhak menuntut untuk dilunasinya piutangnya dari debitur. Kreditur pemegang gadai
adalah orang atau badan yang berhak untuk menjual barang dengan kekuasaan sendiri
dengan terlebih dahulu memberi peringatan (sommatie) kepada pemberi gadai supaya
utangnya dibayar, atau orang yang menguasai
benda gadai sebagai jaminan
piutangnya.
Kesepuluh, Kebebasan berkontrak adalah kebebasan para pihak yang terlibat
dalam suatu perjanjian untuk dapat menyusun dan menyetujui klausul-kalusul dari
perjanjian tersebut, tanpa campur tangan pihak lain. Campur tangan tersebut dapat
datang dari Negara melalui peraturan perundang-undangan yang menetapkan
ketentuan-ketentuan yang diperkenankan atau dilarang. Campur tangan tersebut dapat
pula datangnya dari pihak pengadilan, berupa putusan pengadilan yang membatalkan
sesuatu klausul dari perjanjian atau seluruh perjanjian itu, atau berupa putusan yang
berisi pernyataan bahwa suatu perjanjian batal demi hukum.109
Kesebelas, Bank. Pengertian bank dapat diambil dari peraturan perundangundangan mengenai perbankan, maupun keputusan-keputusan pengadilan, namun
untuk keperluan operasional defenisi penelitian, yang dimaksud bank adalah
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUP Tahun 1998, yaitu bank adalah
(Yokyakarta: Liberty, 1980), hal. 31-33. Menurut Sri: hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri,
menguntungkan pemegang gadai saham dalam dua hal: yaitu tidak membutuhkan titel eksekutorial
dalam melaksanakan haknya/eksekusi, dan dapat melaksanakan eksekusi sendiri secara langsung
(mandiri) tak perduli adanya kepailitan dari debitur (diluar kepailitan) karena tergolong separatis.
109
Sutan Remy Syahdeini, Kebebasan Berkontrak, Op. Cit., hal 11.
Universitas Sumatera Utara
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman.110
Keduabelas, Preemtive Right adalah keharusan untuk menawarkan terlebih
dahulu penjualan saham yang dimiliki oleh pemegang saham kepada pemegang
saham lainnya.111
F. Metode Penelitian
Untuk menjawab permasalahan yang menjadi obyek penelitian seseorang,
maka diperlukan metode ilmu hukum. Dalam penelitian ini metode ilmu hukum yang
digunakan adalah kajian ilmu hukum normatif yang bersifat deskriptif kualitatif
dikarenakan bahan penelitian yang digunakan adalah bahan-bahan hukum. Secara
khusus penelitian ini mengaitkan hukum sebagai upaya untuk menjadi landasan
pedoman dalam pelaksanaan berbagai bidang kehidupan
masyarakat yang dapat
mengatur ketertiban dan keadilan,112yang pada khususnya dalam hal ini adalah
hukum yang berkenaan dengan hukum perdata yaitu berkenaan dengan aturan-aturan
yang mengatur mengenai perikatan dan kebendaan, serta jaminan, selain itu juga
hukum dagang dan hukum bisnis yang berkaitan dengan perseroan terbatas, dan
tentang kredit perbankan dan pasar modal.
110
Ibid, hal 12
Pasal 57 dan 58 UUPT Tahun 2007
112
Sri Mamudji et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet. I (Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 4.
111
Universitas Sumatera Utara
Sebagai ilmu normatif (ilmu tentang norma), ilmu hukum mengarahkan
refleksinya kepada norma dasar yang diberi bentuk konkret dalam norma-norma yang
ditentukan dalam bidang-bidang tertentu, misalnya bagaimana pola hidup bersama
antar manusia yang didasarkan atas norma keadilan. Norma-norma tersebut pada
gilirannya akan dijelmakan dalam peraturan-peraturan konkret bagi suatu masyarakat
tertentu. Ilmu hukum normatif bertujuan untuk mengubah keadaan atau menawarkan
penyelesaian terhadap suatu permasalahan yang aktual terjadi di masyarakat yang
menyebabkan adanya suatu ketidak-teraturan.
Tipologi penelitian mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.113 Nilai ilmiah suatu
pembahasan dan pemecahan terhadap legal issue yang diteliti sangat tergantung
kepada cara pendekatan (approach) yang digunakan. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:114
1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)115
Suatu
penelitian
normatif
tentu harus menggunakan
pendekatan
perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang
113
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Grafindo Persada, 2007), hal
36. Penelitian pada umumnya untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu individu, kelompok,
institusi, atau masyarakat tertentu, tentang latar belakang, keadaan kondisi, faktor-faktor, atau
interaksi-interaksi (sosial) yang terjadi didalamnya. Dalam penelitian ini, dipelajari interaksi sosial
dalam hubungan pemberi gadai dan penerima gadai.
114
Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Bayumedia,
2007), hal. 302-322.
115
Analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan
statute approach akan lebih akurat bila dibantu dengan satu atau lebih pendekatan lain yang cocok
guna memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat untuk menghadapi masalah hukum
yang dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Melalui pendekatan ini,
dipelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara satu peraturan perundanganundangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dengan pendekatan perundangan-undangan ini, digunakan peraturanperaturan terkait mengenai obyek penelitian. Adapun peraturan yang digunakan
sebagai acuan adalah KUHPerdata dan Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun
2007, Undang-Undang Pasar Modal Tahun 1995, Undang-Undang Perbankan Tahun
1998 serta norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
yang lain, seperti Peraturan PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia Nomor KEP012/DIR/KSEI/0806 tentang Jasa Kustodian Sentral, Surat Edaran PT Kustodian
Sentral Indonesia Nomor KSEI-0101/DIR/0101 perihal Pencatatan Agunan Efek,
Keputusan Direksi Kustodian Sentral Efek Indonesia Nomor 012/DIR/Ksei/0807
tentang Perubahan Peraturan Jasa Kustodian Sentral (KepDir KSEI) mengatur tentang
Administrasi atas Efek yang dijaminkan, Peraturan Bapepam No. IX.H.1 tentang
Akuisisi Perusahaan Terbuka, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
26/68/Kep/Dir tentang Saham sebagai Agunan Tambahan Kredit, serta putusan
pengadilan yang berkaitan dengan gadai saham dalam perjanjian kredit bank.
2. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)116
116
Pentingnya pendekatan perbandingan dalam ilmu hukum karena dalam bidang hukum
tidak dimungkinkan dilakukan satu eksperimen, sebagaimana yang biasa dilakukan dalam ilmu
empiris.
Peter de Cruz, Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law dan Socialist Law,
(Jakarta: Penerbit Nusa Media, 2010) hal 7., mengutip Ehrmann, Commparatif Legal Cultur (1976),tp.,
memberikan beberapa alasan yang masuk akal mengapa perlu melihat masyarakat atau budaya hukum
lain. Ehrmann mengatakan:…” hanya dengan menganalisis satu macam budaya hukum saja akan
Universitas Sumatera Utara
Untuk mencari filosofi dari suatu ketentuan, dapat dilakukan melalui
pendekatan perbandingan, yaitu memperbandingkan salah satu lembaga hukum dari
satu sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum yang lain dari sistem hukum
yang berbeda. Dari perbandingan tersebut dapat ditemukan unsur-unsur persamaan
dan perbedaan dari kedua sistem hukum itu. Perbandingan hukum memiliki dimensi
empiris yang dapat digunakan sebagai ilmu bantu (hulp wetenschap) untuk keperluan
analisis dan eksplanasi terhadap hukum.117
Pendekatan
perbandingan
perlu dilakukan
karena kurangnya ketentuan
mengenai perlindungan hukum terhadap pemberi gadai saham dan pemegang gadai
saham dalam perjanjian kredit bank di Indonesia. Oleh karena itu dipelajari tentang
hal tersebut menurut sistem hukum yang berlaku di negara Belanda saat ini karena
hukum yang berlaku di Indonesia khususnya tentang gadai
pemerintah kolonial Belanda dan ketentuan tersebut
adalah juga produk
dipergunakan di Indonesia
hingga saat ini.
memperlihatkan apa yang kebetulan sedang terjadi ketimbang apa yang dibutuhkan, apa yang sifatnya
permanen ketimbang apa yang dapat berubah dalam norma-norma dan agensi-agensi hukum, serta apa
yang mengkarakterisasikan berbagai keyakinan yang mendasari keduanya. Hukum dari suatu budaya
tunggal akan mengasumsikan teori etis tempat hukum tersebut diberlakukan.”
Erman Radjagukguk, Kuliah Perbandingan Sistem Hukum, Program S3 Ilmu Hukum Fakultas
Hukum USU, 2009, mendefinisikan tradisi hukum sebagai sekumpulan sikap yang telah mengakar
kuat dan terkondisikan secara historis terhadap hakikat hukum, aturan hukum dalam masyarakat dan
idiologi politik, organisasi serta penyelenggaraan sistem hukum. Sementara sebuah sistem hukum
adalah pengoperasian sekumpulan institusi, prosedur, dan peraturan hukum, bahwa sebuah tradisi
hukum di dalam perspektif kultural. Sehingga terdapat perbedaan antara sistem hukum dan tradisi
hukum. Erman juga menyebutkan bahwa pada saat ini di Indonesia berkembang lima sistem hukum
Yaitu: Civil Law, Common Law, Islamic Law, Socialisme Law, Customary Law atau sistem hukum
adat.
117
F. Pringsheim, sebagaimana dikutip dari Mary Ann Glendon et al., Comparative Legal
Traditions, cet. 2, (St. Paul: West Publishing Co., 1994), hal 6.
Universitas Sumatera Utara
Metode perbandingan hukum diterapkan dengan membandingkan isi teks
peraturan perundang-undangan
dan perbandingan hukum melalui putusan
pengadilan. Perbandingan hukum digunakan karena tidak adanya kesesuaian antara
peraturan perundang-undangan dengan putusan pengadilan.
Jika tidak dijumpai
kasus yang sama dalam putusan pengadilan, maka putusan pengadilan di dalam
suatu sistem hukum dapat dijadikan contoh penerapan tersebut.
3. Pendekatan Kasus (Case Approach)
Pendekatan kasus (case approach) bertujuan untuk mempelajari penerapan
norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Kasus
dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam
suatu aturan hukum dalam praktik hukum. Penulis menganalisis kasus PT. OM
melawan PT BFI, tentang jangka waktu berlakunya perjanjian gadai saham sebagai
dampak dari kebebasan berontrak, menganalisis persetujuan untuk melakukan
eksekusi gadai saham secara tertutup atau di bawah tangan (privat) pada kasus yang
sama. Analisis tentang penjualan dan pemindah-bukuan saham oleh penerima
jaminan terhadap saham yang dijaminkan oleh pemeri kuasa atau pemberi jaminan
kepada penerima jaminan tanpa harus meminta persetujan dari pemberi jaminan pada
kasus antara KK melawan IBS, analisis tentang penyimpangan UUPT Tahun 2007
tentang preemtive right, analisis tentang terdapatnya pertentangan peraturan yang
sederajat tentang eksekusi gadai saham, kasus antara Beckkett PTE.LTD melawan
Deutshe Bank Aktiengesellschaft (DBA). Analisi tentang benturan kepentingan antara
Universitas Sumatera Utara
kreditur juga sebagai pemegang saham bila terjadi kepailitan, kasus IFC melawan
POF.
Dengan menggunakan penggabungan ketiga pendekatan ini, maka akan
diperoleh sinkronisasi untuk memecahkan masalah serta menganalisis kekosongan
ketentuan mengenai perlindungan hukum bagi pemberi dan pemegang gadai saham
dalam perjanjian kredit.
Untuk menganalisis digunakan secara kualitatif, dengan pendekatan yuridis
normatif yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau
bentuk hitungan lainnya.118 Secara teknis metode kualitatif lebih banyak berupa
narasi yang lebih menekankan kedalaman analisisnya pada hubungan antar bahan
yang diamati. Analisis telah dimulai sejak awal dan sepanjang penelitian dengan
menyatukan
pengumpulan
dan
penyajian
data
dengan
analisisnya.
Untuk
mendapatkan gambaran yang utuh, dan mendalam, analisis kualitatif dengan
pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan secara holistic
dalam mengamati
objek yang diteliti. yaitu menganalisis secara mendalam dan menyeluruh tentang
gadai saham dalam kredit perbankan. Data informasi dikumpulkan melalui
kepustakaan.
118
Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan
Teknik-teknik Teoritisasi Data, Terjemahan Muhammad Shodiq & Imam Muttaqien, (Yokyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003), hal.4. W. Lawrence Neuman mengemukakan, “Qualitative data are in the form
of text, written words, phrases or symbols describingor representing people, action and event in social
life, qualitative researches rarely use statistical or statistical analysis.” Lebih lanjut dikatakan, “… in
fact, a common criticism of qualitative research was that systematic step-by-step approach.
Nevertheless, no single qualitative data analysis approach is wedely accepted.” W. Lawrence
Neuman, Social Research Methods, Sixth Edition, (Boston: Pearson Education Inc., 2006), hal. 457.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian normatif yang bersifat kualitatif ini dilakukan dengan teknik
pengumpulan data studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak yang berkompeten
sebagai informan. Tidak hanya menggunakan bahan-bahan berupa undang-undang
saja, penulisan penelitian membutuhkan informasi pendukung lain, agar analisis
hukum yang dihasilkan lebih komprehensip dan akurat. Buku digunakan sebagai
sumber informasi. Informasi yang didapat dari buku-buku, penulis menuangkan teori,
doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitan terdahulu yang
berhubungan dengan objek penelitian yang menjadi dasar analisis hukum dalam
penelitian ini. Buku-buku yang digunakan oleh penulis adalah buku yang berkaitan
dengan hukum perikatan, hukum jaminan, dan hukum perusahaan.
Selain buku119, artikel-artikel, hasil seminar dan pendapat dari kalangan pakar
hukum sepanjang relevan dengan objek telaahan digunakan penulis juga dalam
penelitian ini. Penulis juga menggunakan internet sebagai sarana perolehan dan
pendukung dalam pengumpulan informasi mengenai proses pendaftaran gadai dan
proses tanya jawab melalui layanan jasa di KSEI120 sebagai Lembaga Penyimpanan
dan Penyelesaian dalam Pasar Modal dan putusan-putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia.121 Sarana tersebut juga digunakan untuk mencari referensi-
119
Lihat, Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: Grafindo Persada, 2007), hal. 29. Buku merupakan bahan/sumber primer.
Bahan/sumber primer adalah bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru atau
mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai suatu gagasan (ide)
120
http://www.ksei.co.id/support/question_answer diakses Maret 2014
121
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id
diakses 2013
Universitas Sumatera Utara
referensi yang tidak ditemukan di dalam buku. Internet membantu penulis dalam
penulisan karya ilmiah ini karena dapat diakses setiap waktu.
Wawancara dilakukan oleh penulis dengan narasumber yang memiliki
kompetensi di bidangnya. Pertama dilakukan secara hubungan telefon dengan
seorang praktisi di bidang lelang Direktorat Jendral Kekayaan Negara Departemen
Keuangan Republik Indonesia tentang pelaksanaan lelang, selanjutnya dengan staff
KSEI melalui tanya jawab secara online sebagai layanan jasa KSEI dengan alamat
yang telah disebutkan sebelumnya. Wawancara secara langsung juga dilakukan
dengan pertemuan langsung dengan Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Wilayah IX (Sumut & Aceh) Kepala Divisi, V. Carlusa, tentang
keberadaan Gadai saham di Bank Indonesia, dan wawancara secara langsung kedua
dilakukan dengan Regional Credit Operations PT Bank Mandiri (Persero) Tbk,
Agung Purwanto sebagai Assistant Vice President, tentang keberadaan pengaturan
gadai saham. Penulis juga mencari referensi tentang akta gadai saham pada Hestyani
Hassan Notaris dan P.P.A.T, yang memiliki STTD (surat tanda terdaftar) Profesi
Penunjang Pasar Modal di Jakarta.
Dalam penelitian ini hukum dipandang sebagai kaedah atau norma yang
bersifat otonom dan bukan sebuah fenomena sosial. Menurut Ronald Dworkin
penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doktrinal research),
yaitu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law is
Universitas Sumatera Utara
written in book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses
pengadilan (law as it decided by the judge throught judicial process).122
Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data123 pada hakekatnya adalah
kegiatan untuk mengadakan sistematis terhadap bahan-bahan hukum tertulis.
Sistematisasi berarti membuat klassifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut
untuk memudahkan pekerjaan analisis dan kontruksi. Kegiatan tersebut antara lain:
a. Memilih peraturan perundang-undangan dari bahan hukum primer yang berisi
kaedah-kaedah hukum, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier yang
berkaitan dengan topik yang diteliti.
b. Membuat secara sistematik dari bahan-bahan hukum sehingga menghasilkan
klassifikasi tertentu yang selaras dengan topik yang diteliti.
c. Menemukan hubungan antara berbagai klassifikasi dengan menggunakan
perspektif teori tentang topik yang diteliti.
d. Hasil penelitian yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Maksudnya
bahwa hasil analisis tidak tergantung dari jumlah data berdasarkan angka-angka
melainkan data yang dianalisis digambarkan dalam bentuk kalimat-kalimat.
122
Bismar Nasution, disampaikan pada “Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan
Hasil Penulisan Penelitian Hukum (Pada “Makalah Akreditasi” Fakultas Hukum USU, tanggal 18
Februari 2003). Bandingkan dengan Soetandyo Wignjosoebroto, dalam Metode Penelitian Hukum,
penelitian Normatif-Doktrinal termasuk didalamnya model dalam konteks praktik dan ajaran Civil Law
System dan model dalam konteks praktik dan ajaran Common Law System. (tp dan tt).
123
Johnny Ibrahim, Teori, Op.Cit., hal. 268, menyebut bahwa penelitian normatif tidak
memerlukan data, karena yang diperlukan adalah analisis ilmiah terhadap bahan hukum. Kata data
bermakna empiris (ex-post) dan tidak diperlukan dalam suatu penelitian hukum normatif (pure legal).
Universitas Sumatera Utara
G. Asumsi
Untuk memberi arah pengkajian dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka
disusun asumsi tentang perlindungan hukum bagi debitur pemberi gadai saham dalam
kredit perbankan sebagai berikut:
1. Ketentuan-ketentuan gadai (pand) saham yang ada pada saat ini, belum
memberikan kepastian hukum dan belum sepenuhnya melindungi kepentingan
para pihak, khususnya debitur pemberi gadai (pand) saham, meskipun diakui
bahwa gadai saham dalam perjanjian kredit bank berpotensi untuk peningkatan
perekonomian di Indonesia. Pada dasarnya masalah gadai (pand)
benda bergerak secara umum maupun
baik untuk
saham secara khusus tetap harus
berpedoman kepada KUHPerdata.
Banyaknya
persoalan pada gadai saham khususnya tentang parate eksekusi
(parate executie) atau kuasa menjual dengan kekuasaan sendiri atas saham. Dalam
pelaksanaan penjualan benda jaminan, antara lain penjualan saham di bawah harga
pasar, karena harga saham yang fluktuatif, penjualan benda jaminan saham
dilakukan dibawah tangan, selain itu gugatan dari pemberi gadai saham itu sendiri
yang tidak menerima dilakukannya hak parate eksekusi yang dimiliki kreditur. Hal
tersebut menghilangkan rasa kepastian hukum kepada kedua pihak antara debitur
dan kreditur yang pada akhirnya ketentuan yang ada kurang memberikan
perlindungan hukum, meskipun diakui bahwa gadai saham dalam perjanjian
kredit bank berpotensi untuk peningkatan perekonomian di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
2. Penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian gadai (pand) saham dapat
memberikan perlindungan hukum bagi para pihak khususnya debitur pemberi dan
kreditur pemegang gadai (pand) saham dalam perjanjian kredit sepanjang
ketentuan yang ada dalam kontrak tersebut sejalan dengan ketentuan-ketentuan
yang mengatur tentang saham yang terdapat dalam Pasal 55 dan Pasal 57 UUPT
Tahun 2007. Apabila ketentuan dalam kontrak tersebut mengandung pengecualian
atau pertentangan terhadap undang-undang, maka mengakibatkan kontrak tersebut
batal demi hukum, sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Ketentuan yang
terdapat dalam UUPT 2007 merupakan ketentuan yang memaksa sehingga para
pihak tak dapat menentukan lain dari yang telah ditetapkan dalam peraturan
tersebut.
3. Gadai saham sedemikian penting sehingga perlu diatur oleh pemerintah secara
tersendiri/khusus dan tidak hanya diserahkan saja kepada para pihak debitur dan
kreditur dalam rangka kebebasan berkontrak, sehingga memberikan kepastian
hukum yang pada akhirnya akan memberikan perlindungan hukum kepada para
pihak dalam perjanjian kredit bank khususnya debitur pemberi gadai (pand)
saham dan kreditur pemegang gadai saham. Untuk menghindari timbulnya
persengketaan tentang pelaksanaan penjualan benda jaminan saham harus dipenuhi
syarat keterbukaan informasi atau setidaknya harus diberitahukan kepada debitur
terlebih dahulu (untuk perdagangan tanpa warkat dan saham yang digadaikan
merupakan saham pengendali) dengan memenuhi ketentuan pasar modal, namun
penentuan harga dapat dimintakan kepada hakim. Apabila saham yang digadaikan
Universitas Sumatera Utara
bukan saham pengendali, maka dapat dilakukan parate eksekusi secara tidak di
muka umum namun harus dibuat perjanjian baru lagi, dan janji tersebut dibuat
setelah debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam tenggang waktu
yang telah ditentukan atau setelah dinyatakan wanprestasi, atau memohon kepada
hakim untuk memberikan penetapan harga atas saham yang akan dijual. Khusus
untuk penetapan harga saham, hakim dapat menunjuk profesi penilai untuk
penilaian atas harga saham secara objektif. Secara ringkas perlu adanya
penyelarasan ketentuan-ketentuan yang ada tentang gadai saham.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan ini dibagi dalam lima bab, yaitu sebagaimana diuraikan berikut ini:
Bab Pertama; Pendahuluan. Bab ini berisikan latar belakang, identifikasi
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori dan konsepsi, metode
penelitian, asumsi dan sistematika penulisan.
Bab Kedua; Pengaturan gadai saham di Indonesia. Diawali dengan sejarah dan
perkembangan gadai, gadai saham tunduk pada asas hukum jaminan, gadai saham
merupakan hak jaminan kebendaan, defenisi gadai, eksekusi gadai, lembaga jaminan
gadai paling sesuai untuk saham, subjek atau pihak pada perjanjian gadai saham,
keabsahan gadai saham tanpa warkat dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,
ketentuan gadai saham di Belanda.
Bab ketiga; Perlindungan hukum terhadap debitur dan kreditur gadai saham
yang berlandaskan asas kebebasan berkontrak dalam kredit perbankan. Membahas
Universitas Sumatera Utara
tentang asas kebebasan berkontrak dalam kredit perbankan, perjanjian gadai saham
tunduk pada asas hukum perjanjian, kebebasan berkontrak dalam perjanjian gadai
saham dibatasi itikad baik dan perundang-undangan, perlindungan hukum terhadap
debitur pemberi dan kreditur pemegang gadai saham berlandaskan kebebasan
berkontrak dalam kredit perbankan.
Bab Keempat; Pengaturan yang memberikan perlindungan hukum terhadap
debitur dan kreditur gadai saham dalam kredit perbankan. Perlindungan terhadap
saham, perlindungan terhadap saham yang digadaikan untuk kepentingan pemegang
gadai, perlindungan hukum terhadap debitur pemberi gadai saham dalam UUP Tahun
1998, perlindungan hukum nasabah debitur dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, perlindungan hukum terhadap debitur dan kreditur gadai saham dalam
UUPT Tahun 2007 dan KUHPerdata, multi-tafsir parate eksekusi gadai saham,
menjual benda gadai dengan perantaraan hakim lebih menjamin rasa aman, pemikiran
gadai saham di masa yang akan datang, kontradiksi karakteristik eksekusi gadai
saham tanpa warkat dengan gadai benda berwujud.
Bab Kelima; Penutup. Merupakan bab penutup dari seluruh hasil penelitian
yang dilakukan yang berisikan kesimpulan dan saran
Universitas Sumatera Utara
Download