identifikasi dan pemberantasan penyakit pada semai jarak pagar

advertisement
IDENTIFIKASI DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT PADA
SEMAI JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS L.) DI
PERSEMAIAN DESA MARTADINATA, TELUK PANDAN,
KABUPATEN KUTAI TIMUR
Marhani
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sangatta Kabupaten Kutai Timur
ABSTRACT. Identification and Control of Diseases of Jarak Pagar
(Jatropha curcas L.) Seedlings in the Nursery of Teluk Pandan, Martadinata
Village, East Kutai Regency. This study aimed to determine (a) symptoms and
signs of pathogen attacks, (b) the frequency and intensity of pathogen attacks, (c)
the resistance of seedlings derived from cuttings and seeds, (d) the effectiveness
of the eradication of diseases that were considered most harmful. The results
showed that the symptoms were visually macroorganisme attack on seedlings of
Jarak Pagar (Jatropha curcas) which originated from cuttings and seeds was a
bite wound on the flesh of the leaves, leaf bones, the holes in the leaf and stem
damage. The symptoms of pathogen attack on seeds caused by pests was the
holes in the seed, while those caused by microorganisms was rotten in the seed.
Pests caused the hole in the seed was unknown, whereas the seeds rot was caused
by the fungus Ascochyta sp., Colletotrichum sp., Acremonium kiliense and
Aspergillus sp. Root disease and stem rot caused by fruit fly larvae was the most
harmful because it could kill seedlings. The frequency of pest attack on seedlings
derived from cuttings were higher (79.4%) compared with the seedlings
originating from seeds (21.9%), this was the case with the frequency of pest
attack after spraying the seedlings with Karbofuran, where seedlings derived from
cuttings were higher (35.0 %) compared with seedlings from seeds (10.6%). This
was because the seedling from cuttings had a greater stem and more leaves so
favored by the insect pests. In addition, when the incision was made the slip that
allows the larvae enter the stem, whereas seedlings from seeds had smaller bar
with a relatively small number of leaves, resulting in less favored by pests,
especially the larvae. The intensity of pest attack was higher in seedlings from
cuttings (20.0%) compared with pesticide the seedlings originating from seeds
(5.5%), so with the intensity of pest attack after spraying the seedlings with
Karbofuran, where seedlings from cutting was higher (13.6 %) compared with
seedlings from seeds (3.9%). Karbofuran concentration of the most effective in
eradicating pests in J. curcas seedlings was 20 grams/liter of water.
Kata kunci: jarak pagar, penyakit, pemberantasan, karbofuran
Salah satu sumber minyak nabati yang sangat prospektif untuk dimanfaatkan sebagai
bahan baku biodiesel adalah biji Jarak pagar, dikarenakan minyak Jarak tidak
masuk ke dalam kategori minyak makan (edible oil) sehingga pemanfaatannya
sebagai minyak diesel tidak akan mengganggu penyediaan kebutuhan minyak
makan nasional. Jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang tahan kekeringan,
sehingga mampu tumbuh dan berkembang dengan baik di lahan marginal seperti di
wilayah Indonesia Timur (Hambali dkk., 2006). Menurut Prihandana dkk. (2007)
dengan menanam Jarak pagar dan memanfaatkan alat pemeras expeller mini, para
63
64
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010
ibu di pedesaan dapat membuat bahan bakar pengganti minyak tanah (biokerosin)
sendiri. Dengan demikian akan tercipta independensi bahan bakar yang sangat
diperlukan masyarakat pedesaan, mengingat harga minyak tanah yang sangat tinggi
dan cenderung tidak terjangkau. Di beberapa daerah terpencil, harga minyak tanah
jauh lebih tinggi daripada harga minyak tanah bersubsidi, hal ini di antaranya
disebabkan kelangkaan bahan bakar dan sulitnya jalur transportasi. Pilihan bahan
bakar cair nabati terutama Jarak pagar sebagai bahan bakar pengganti sudah menjadi
pilihan utama di samping masih ada sekitar 40-an jenis tumbuhan lain yang dapat
menghasilkan minyak, karena selain sebagai tanaman yang mudah tumbuh dan tidak
dapat dikonsumsi (non edible), minyak dari jenis ini juga dapat difungsikan untuk
sektor penggunaan yang lebih luas seperti transportasi, industri dan rumah tangga.
Untuk sektor transportasi dan industri, minyak Jarak umumnya dapat digunakan
sebagai bahan bakar untuk mesin diesel, minyak yang dihasilkan sebelumnya
melalui proses pemerasan, harus diproses lagi melalui proses transesterifikasi
menjadi bahan bakar biodisel, sedangkan untuk pemakaian di rumah tangga, yang
sekarang sangat dibutuhkan akibat kenaikan harga minyak tanah, minyak Jarak
dapat langsung dihasilkan hanya dengan proses pemerasan dan mengganti kompor
minyak tanah dengan kompor tekan (pressurized stove) dan penerangan dengan
petromax (Salim, 2005).
Mengingat akan dikembangkannya tanaman Jarak pagar, baik di tingkat
nasional maupun pada tingkat daerah, maka perlu dilakukan penelitian-penelitian
yang mengarah pada pengenalan jenis patogen dan pemberantasan penyakit pada
tingkat semai yang umurnya berbeda, sehingga dapat diketahui tingkat serangan
terbesar dan efektivitas pestisida pada umur semai tertentu. Salah satu cara untuk
mencegah kerugian akibat penyakit adalah dengan pemberantasan penyakit yang
dianggap merugikan. Pemberantasan penyakit dapat dilakukan dengan
menggunakan pestisida. Bila terserang oleh makrooganisme, maka dapat dengan
mudah diberantas, karena pada umumnya makrooganisme berukuran relatif besar
sehingga dapat ditangkap atau dipukul (secara mekanis). Tetapi bila yang
menyerang mikroorganisme, maka tidak dapat dilakukan seperti pemberantasan
hama secara mekanis, karena biasanya penyebabnya tidak terlihat oleh mata biasa
dan serangannya menyebar ke jaringan sel daun, batang dan akar. Selain itu
penularannya juga sangat cepat bila penularannya melalui spora yang dibawa oleh
angin yang didukung oleh kondisi lingkungan yang sesuai. Oleh karena itu perlu
adanya penanggulangan secara dini terhadap penyakit yang diketahui berpotensi
sangat merugikan. Untuk mengetahui penyakit yang berpotensi sangat merugikan
tersebut terlebih dahulu perlu diinventarisasi frekuensi dan intensitas serangannya
kemudian diidentifikasi penyebabnya sehingga dapat dipilih pestisida yang sesuai
untuk pemberantasan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (a) gejala serangan hama dengan
adanya lubang pada daun, batang yang digerek, putusnya pucuk atau batang akibat
dimakan hama, adanya bercak daun, busuk daun, busuk batang, mati pucuk dan
gejala lainnya, (b) tanda serangan dengan adanya kotoran larva dan kumbang,
miselium dan spora (c) frekuensi serangan yaitu banyaknya semai yang terserang,
(d) intensitas serangan yaitu berat ringannya serangan, (e) resistensi kedua asal
Marhani (2010). Identifikasi dan Pemberantasan Penyakit
65
semai yaitu yang berasal dari stek dan biji, (f) keberhasilan pemberantasan penyakit
yang dianggap paling merugikan.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini dapat diperoleh data mengenai
penyakit pada semai jarak pagar di persemaian, selain itu dengan diketahuinya cara
pemberantasan yang tepat maka dapat diperoleh bibit yang sehat setiap kali produksi
dan dijadikan informasi serta bahan acuan untuk penelitian-penelitian lanjutan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2007 di persemaian
Jarak pagar (Jatropha curcas) Desa Martadinata Teluk Pandan, Kecamatan Teluk
Pandan, Kabupaten Kutai Timur dan dilanjutkan di Laboratorium Perlindungan
Hutan, Fahutan Universitas Mulawarman lebih kurang 2 minggu.
Semai yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 320 semai (80% dari
jumlah semai di persemaian) yang berasal dari stek dan biji dengan 4 kali ulangan
untuk masing-masing semai.
Identifikasi gejala (symptom) dilakukan dengan cara melihat perubahan fisik
yang ditimbulkan oleh semai, seperti adanya daun berlubang, pucuk terpotong,
batang berlubang, bercak daun, busuk daun, mati pucuk dan lain-lain. Jenis
makroorganisme yang menyerang diidentifikasi dengan menggunakan metode
identifikasi seperti yang dilakukan Mardji (1996), yaitu penentuan langsung di
persemaian untuk jenis-jenis hama yang telah benar-benar diketahui, sedangkan
untuk jenis-jenis hama yang belum diketahui atau meragukan, hama serangga yang
ditemukan dikumpulkan dalam botol berisi alkohol 70% dan dibawa ke
Laboratorium Perlindungan Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman.
Identifikasi tanda (sign) dilakukan dengan cara melihat tanda serangan hama
seperti telur, larva, imago, kotoran, cairan, sarang dan sebagainya, sedangkan tanda
serangan mikroorganisme misalnya miselium, haustorium, tubuh buah, spora,
konidia dan lain sebagainya.
Berat ringannya serangan ditentukan berdasarkan gejala yang ditunjukkan oleh
semai dan diberi nilai (skor) menurut de Guzman (1985), Singh dan Mishra (1992)
yang dimodifikasi seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Cara Menentukan Nilai (Skor) Serangan Hama pada Setiap Semai
Kondisi semai
Sehat (tidak ada gejala serangan) ...................................................................................................
Terserang ringan (jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing daun
yang terserang sedikit atau daun rontok atau klorosis sedikit atau semai tampak sehat tetapi ada
gejala lain seperti lubang gerek atau kanker batang atau mati pucuk) ...........................................
Terserang sedang (jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing daun
yang terserang agak banyak atau daun rontok atau klorosis agak banyak atau disertai dengan
gejala lain seperti lubang gerek atau kanker batang atau mati pucuk) ...........................................
Terserang berat (jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing daun
yang terserang banyak atau rontok atau klorosis banyak atau disertai dengan gejala lain seperti
lubang gerek atau kanker batang atau pucuk patah atau putus) .....................................................
Mati (seluruh daun layu atau rontok atau tidak ada tanda-tanda kehidupan) .................................
Skor
0
1
2
3
4
66
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010
Pemberantasan penyakit dilakukan setelah inventarisasi dan diketahui terdapat
penyakit yang merugikan. Setelah mendapatkan data semai Jarak pagar yang
terserang pada sampel bedeng semai, kemudian semai yang terserang ringan, sedang
dan berat dipisahkan ke tempat tertentu untuk memudahkan perlakuan
pemberantasan dan tidak terganggu oleh aktivitas petugas persemaian. Bahan
pemberantas disemprotkan pada semai yang terserang baik pada semai yang
terserang ringan, terserang sedang maupun yang terserang berat pada masing-masing
ulangan. Jumlah semai yang digunakan dalam perlakuan pemberantasan adalah: 2
asal semai (semai asal biji dan stek) x 3 konsentrasi pestisida (10 gr/ltr air, 15 gr/ltr
air dan 20 gr/ltr air) x 4 ulangan x 10 semai = 240 semai. Bagian semai yang telah
terserang (serangan lama) ditandai dengan spidol untuk mengetahui ada tidaknya
serangan baru.
Gejala dan tanda serangan ditampilkan secara kualitatif deskriptif dalam bentuk
uraian dan gambar-gambar semai yang sakit serta penyebabnya.
Frekuensi serangan hama (FS) dihitung menurut James (1974) pada akhir
penelitian sebagai berikut:
FS = (Jumlah semai sakit dan yang mati / Jumlah seluruh semai sampel) x 100%
Intensitas serangan (IS) dihitung dengan menggunakan formulasi de Guzman
(1985); Singh dan Mishra (1992) sebagai berikut:
IS = {(X1Y1 + X2Y2 + X3Y3 + X4Y4) / XY4 }x 100%
X = jumlah semai yang diamati. X1 sampai X4 = jumlah semai yang mempunyai
skor 1 sampai 4. Y1 sampai Y4 = skor 1 sampai 4.
Untuk mengevaluasi hasil pemberantaan digunakan ketentuan seperti pada
Tabel 1. data yang dicatat dalam hasil pemberantasan adalah gejala serangan, tanda
seangan, jumlah semai terserang (ditandai dengan adanya serangan baru) dan jumlah
semai yang tidak terserang.
Setelah nilai IS diperoleh, selanjutnya ditentukan kondisi semai secara
keseluruhan untuk mengetahui seberapa berat serangan patogen di persemaian
(Tabel 2).
Tabel 2. Cara Menentukan Kondisi Semai Akibat Serangan Patogen
Intensitas serangan (%)
0  1
1  25
 25  50
 50  75
 75  100
Kondisi semai
Sehat
Rusak ringan
Rusak sedang
Rusak berat
Rusak sangat berat
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan frekuensi dan intensitas serangan
patogen antar semai sebelum dan setelah dilakukan pemberantasan, maka dilakukan
pengujian secara statistik berupa analisis sidik ragam dan jika pada analisis tersebut
terdapat perbedaan signifikan, maka pengujian dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata
Terkecil (Least Significant Difference) dengan menggunakan program “Statgraphics
Plus Versi 4,0” dengan panduan buku statistik oleh Yitnosumarto (1991).
Marhani (2010). Identifikasi dan Pemberantasan Penyakit
67
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Martadinata Kecamatan Teluk Pandan adalah bagian dari wilayah
Kabupaten Kutai Timur dengan luas wilayah 821 km2 yang merupakan hasil
pemekaran Kecamatan Sengata pada akhir tahun 2005. Curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan Desember, sedangkan terendah pada bulan Agustus dengan variasi suhu
antara 23–340C. Jenis tanah terdiri dari tanah Aluvial dari bahan endapan tanah liat
dan pasir yang banyak di dataran dan sekitar sungai, podsolik merah dari batuan
sedimen bercampur pasir, podsolik merah kuning dari batu pasir (Anonim, 2006).
Sebagian besar jenis tumbuhan hutan yang ada di lokasi penelitian adalah Kapur,
Meranti, Bengkirai Ulin dan lain-lain. Selain tumbuhan hutan terdapat juga jenisjenis tanaman pertanian seperti padi, palawija, hortikultura (sayur dan buah-buahan)
dan tanaman perkebunan (Kelapa, Kakao dan lain-lain). Satwa yang ada di
antaranya adalah Orang Utan, Bekantan dan berbagai jenis lainnya. Di perairan laut
terdapat berbagai jenis hasil laut seperti udang, ikan tenggiri, tongkol dan lainnya,
sedangkan di wilayah perairan sungai banyak terdapat ikan seperti gabus, lele dan
beberapa jenis ikan lainnya (Anonim, 2006).
Jenis Penyebab Penyakit yang Termasuk Makroorganisme
Hasil pengamatan menunjukkan, bahwa jenis makroorganisme yang
menyerang semai Jarak pagar yang ada di persemaian adalah jenis pemakan
daun dan batang. Gejala serangan pemakan daun dapat dilihat dengan adanya
lubang pada daun, sedangkan pada batang dapat dilihat dengan adanya lubang
pada kulit batang yang dapat digunakan sebagai jalan menuju ke empulur dan
merusak bagian empulur sehingga dapat mengakibatkan kematian pada semai
Jarak pagar.
1. Belalang Atractomorpha psittacana de Haan. Belalang ini dijumpai dalam
jumlah yang tidak terlalu banyak, biasanya senang memakan daun muda semai Jarak
pagar, bekas gigitan tidak terlalu besar dan akibatnya serangan termasuk kategori
ringan. A. psittacana ditemukan sebagai pemakan daun pada tanaman Jarak.
2. Belalang Oxya chinensis Thnb. O. chinensis Thnb. ditemukan sebagai
pemakan daun pada semai Jarak pagar yang bahan semainya dari biji dan stek.
O. chinensis mempunyai tubuh yang ramping dengan karakter tubuh bagian
bawah berwarna hijau kekuningan, kaki tiga pasang dan kaki belakang bagian
femurnya membesar, antena satu pasang dan pendek, sayap dua pasang, bagian
punggung berwarna coklat.
3. Jangkrik Semak/Kebun Grillus nitratus. Jangkrik G. nitratus merupakan
jangkrik yang umum, ini dapat dijumpai di padang rumput, lapangan terbuka,
kebun dan sawah. Jangkrik ini mirip dengan jangkrik tanah tetapi ukuran
tubuhnya lebih besar, panjangnya dapat mencapai lebih dari 20 mm.
4. Larva Lalat Buah. Larva lalat buah ditemukan sebagai pemakan batang
pada bibit Jarak pagar dan sangat merugikan karena dapat mematikan tanaman
68
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010
dengan cepat apabila tidak segera dilakukan pemberantasan. Dari hasil
pengamatan di lapangan menunjukkan, bahwa larva lalat buah dapat menjadi
ancaman yang serius sebab dapat menyerang bibit tanaman Jarak, baik yang
berasal dari stek maupun biji hingga mematikan apabila tidak secepatnya
dilakukan pemberantasan.
5. Valanga nigricornis. Ditemukan sebagai pemakan daun semai Jarak pagar yang
paling tua.
Dari hasil pengamatan, serangan yang sangat merugikan adalah serangan
larva lalat buah, karena dalam waktu yang tidak terlalu lama larva lalat buah ini
dapat membuat semai Jarak pagar menjadi kuning kemudian layu hingga mati.
Pada keempat makroorganisme lainnya yaitu Belalang A. psittacana, O.
chinensis, G. nitratus dan V. nigricornis tidak terlalu mengkhawatirkan.
Jenis Penyebab Penyakit yang Termasuk Mikroorganisme
1. Jamur Ascochyta sp. Jamur ini ditemukan sebagai penyakit yang dapat
menyebabkan busuk pada kulit biji Jarak pagar sehingga biji tidak bisa tumbuh.
Menurut Stevens (1966), ada sekitar 250 jenis dari marga Ascochyta yang
menyerang baik tanaman kehutanan, pertanian, perkebunan maupun hortikultura.
2. Colletotrichum sp. Ditemukan sebagai penyebab busuk pada biji Jarak pagar.
Menurut Barnett dan Hunter (1972), Colletotrichum bersifat parasit dan menurut
Streets (1972), Colletotrichum bersifat parasit pada sayur-sayuran dan buah-buahan,
sedangkan menurut Agrios (1996), Colletotrichum merupakan penyebab antraknosa
pada banyak tanaman.
3. Acremonium kiliense. Ditemukan sebagai penyebab penyakit pada biji Jarak
pagar.
4. Aspergillus sp. Jamur ini mengandung mikotoksin yang merupakan racun yang
tidak dapat dideteksi secara visual (kasat mata), sehingga meskipun dipastikan
keberadaan jamur tidak ada di dalam bahan baku, tetapi keberadaan toksinnya
mungkin masih ada. Sifat jamur ini mampu berkembang selama penyimpanan, maka
selama lingkungan kondusif seiring berjalannya waktu penyimpanan, jumlah
toksinnya pun sangat mungkin bertambah.
Frekuensi dan Intensitas Serangan Hama
Hasil penelitian di persemaian menunjukkan bahwa frekuensi serangan pada
semai Jarak pagar yang berasal dari stek lebih tinggi dengan nilai rataan 79,4%,
sedangkan pada semai yang berasal dari biji sebesar 21,9%. Hasil uji statistik
menunjukkan, bahwa perbedaan asal semai Jarak pagar mengakibatkan perbedaan
yang sangat signifikan terhadap frekuensi serangan hama. Semai Jarak pagar asal
stek lebih banyak diserang oleh hama dibandingkan dengan semai asal biji. Hal ini
disebabkan pada semai dari stek mempunyai batang yang lebih besar dan jumlah
daunnya relatif lebih banyak sehingga berpotensi untuk lebih banyak diserang oleh
hama, selain itu juga disebabkan oleh adanya bekas sayatan pada stek yang
memudahkan larva masuk ke dalam batang. Pada semai yang berasal dari biji,
hama/larva agak sulit masuk ke dalam biji tersebut karena batangnya kecil dan
Marhani (2010). Identifikasi dan Pemberantasan Penyakit
69
daunnya relatif sedikit. Dengan demikian hama yang menyerang pada semai dari biji
lebih sedikit. Hal ini mengakibatkan semai asal biji tersebut mempunyai frekuensi
serangan yang relatif lebih rendah.
Kondisi kerentanan pada semai yang berasal dari stek dan biji dipengaruhi juga
oleh faktor genetik semai, bila asal semai berbeda, maka berbeda pula ketahanannya
terhadap penyakit. Menurut Hadi (1996) berhasil tidaknya suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor biotik untuk berkembang pada suatu pohon atau tegakan
hutan tergantung pada tiga faktor, yaitu sifat genetik pohon, keganasan patogen dan
keadaan lingkungan. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa perbedaan ketahanan
kedua asal semai tersebut adalah karena perbedaan genetik.
Intensitas serangan hama pada semai Jarak pagar yang berasal dari stek lebih
tinggi dengan nilai rataan 20,0%, sedangkan pada semai dari biji lebih rendah yaitu
5,5%. Hal ini disebabkan pada semai stek banyak diserang oleh jenis hama yang
sangat merugikan seperti larva lalat buah. Larva lalat buah ini sangat cepat
berkembang biak pada kondisi batang yang sudah mulai membusuk dan larva ini
mengakibatkan kelayuan daun dan akhirnya semai mati. Secara keseluruhan kondisi
semai di persemaian termasuk dalam kriteria rusak sedang.
Pada semai dari biji, hanya diserang oleh jenis serangga berupa pemakan daun
seperti Jangkrik, Belalang O. chinensis dan Belalang A. psittacana. Jenis-jenis
ini merupakan serangga yang mengakibatkan daun berlubang sehingga
mengganggu pertumbuhan tanaman, namun serangannya tidak begitu berat
sehingga semai dari biji yang diserang masih dapat dikategorikan rusak ringan.
Pemberantasan Hama
Frekuensi dan intensitas serangan hama pada semai Jarak pagar asal stek dan
biji setelah dilakukan pemberantasan dengan menggunakan Karbofuran dapat dilihat
pada Tabel 3 dan 4, sebagai berikut:
Tabel 3. Frekuensi dan Intensitas Serangan Hama pada Semai Jarak Pagar Asal Stek Setelah
Penyemprotan Karbofuran
Konsentrasi
A1 (0%)
Ulangan
1
2
3
4
Rataan
A2 (10%)
1
2
3
4
Rataan
A3 (15%)
Rataan
1
2
3
4
Frekuensi (%)
40,0
70,0
40,0
70,0
55,0
50,0
60,0
30,0
40,0
45,0
50,0
40,0
30,0
30,0
37,5
Intensitas (%)
20,0
27,5
17,5
32,5
24,4
20,0
17,5
12,5
12,5
15,6
20,0
15,0
10,0
10,0
13,8
Kondisi semai
RR
RS
RR
RS
RR
RR
RR
RR
RR
RR
RR
RR
RR
RR
RR
70
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010
Tabel 3 (lanjutan)
Konsentrasi
Ulangan
1
2
3
4
Frekuensi (%)
0,0
10,0
A4 (20%)
0,0
0,0
Rataan
2,5
Rataan keseluruhan
35,0
RS= Rusak Sedang, RR = Rusak Ringan, S = Sehat
Intensitas (%)
0,0
2,5
0,0
0,0
0,6
13,6
Kondisi semai
S
RR
S
S
S
RR
Tabel 4. Frekuensi dan Intensitas Serangan Hama pada Semai Jarak Pagar Asal Biji Setelah
Penyemprotan Karbofuran
Konsentrasi
A1 (0%)
Ulangan
1
2
3
4
Rataan
A2 (10%)
1
2
3
4
Rataan
A3 (15%)
1
2
3
4
Rataan
A4 (20%)
Rataan
Rataan keseluruhan
RR = Rusak Ringan, S = Sehat
1
2
3
4
Frekuensi (%)
30,0
20,0
10,0
20,0
20,0
20,0
20,0
10,0
10,0
15,0
0,0
10,0
0,0
20,0
7,5
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
10,6
Intensitas (%)
15,0
10,0
5,0
5,0
8,8
7,5
5,0
2,5
2,5
4,4
0,0
2,5
0,0
7,5
2,5
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
3,9
Kondisi semai
RR
RR
RR
RR
RR
RR
RR
RR
RR
RR
S
RR
S
RR
RR
S
S
S
S
S
RR
Pada Tabel 2 terlihat, bahwa frekuensi serangan hama pada semai yang
disemprot dengan Karbofuran konsentrasi 20 gr/lt air lebih rendah yaitu 2,5%,
sedangkan frekuensi serangan hama yang paling tinggi pada semai kontrol (55,0%).
Dari tabel tersebut juga terlihat bahwa intensitas serangan hama pada semai yang
disemprot dengan Karbofuran konsentrasi 20 gr/ltr air lebih rendah yaitu 0,6%,
sedangkan intensitas serangan hama yang paling tinggi pada semai kontrol (24,4%).
Pada Tabel 3 tersebut di atas memperlihatkan bahwa frekuensi serangan hama
pada semai yang disemprot dengan Karbofuran konsentrasi 20 gr/ltr air lebih rendah
yaitu 0,0%, sedangkan frekuensi serangan hama yang paling tinggi pada semai
kontrol (20,0%). Pada tabel tersebut juga terlihat bahwa intensitas serangan hama
pada semai yang disemprot dengan Karbofuran konsentrasi 20 gr/ltr air lebih rendah,
yaitu 0,0 %, sedangkan intensitas serangan hama yang paling tinggi terjadi pada
semai kontrol (8,8%). Kondisi semai asal stek sebagian besar rusak ringan (RR),
Marhani (2010). Identifikasi dan Pemberantasan Penyakit
71
sebagian kecil rusak sedang (RS) dan sehat (S) dengan rataan frekuensi 35,0% dan
intensitas 13,6% sedangkan kondisi semai asal biji didominasi rusak ringan (RR)
dan sehat (S) dengan rataan frekuensi 10,6% dan intenstas 3,9%.
Dari hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa asal semai stek dan biji
berpengaruh sangat signifikan terhadap frekuensi serangan hama setelah
penyemprotan Karbofuran. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan morfologi
asal semai, sehingga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap frekuensi
serangan hama. Dari hasil uji LSD bahwa rataan selisih nilai frekuensi serangan
hama berbanding lurus dengan konsentrasi Karbofuran yang diberikan. Semakin
tinggi konsentrasi Karbofuran yang diberikan, maka semakin efektif dalam
mengurangi serangan hama. Hasil pengamatan menunjukkan, bahwa pada
konsentrasi Karbofuran yang rendah (0% dan 10%) hama masih mampu bertahan
hidup, sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi (15% dan 20%) hama tidak
dapat bertahan hidup. Selisih perbandingan konsentrasi menunjukkan, bahwa
konsentrasi 20% berpengaruh signifikan terhadap frekuensi serangan hama
dibandingkan dengan konsentrasi lainnya, oleh karenanya penyemprotan Karbofuran
dengan konsentrasi 20% dinilai efektif dalam pemberantasan serangan hama pada
semai Jarak pagar.
Demikian halnya dengan hasil uji LSD selisih konsentrasi Karbofuran terhadap
frekuensi serangan hama, pada intensitas serangan hama juga dapat dilihat bahwa
rataan selisih nilai intensitas serangan hama berbanding lurus dengan konsentrasi
Karbofuran yang diberikan. Hasil uji memperlihatkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi Karbofuran yang diberikan maka semakin efektif dalam mengurangi
serangan hama. Pada konsentrasi Karbofuran yang rendah (0% dan 10%) hama
masih mampu bertahan sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi (15% dan
20%) hama tidak dapat bertahan hidup. Selisih perbandingan konsentrasi ini
menunjukkan, bahwa konsentrasi 20% berpengaruh sangat signifikan terhadap
intensitas serangan hama dibandingkan dengan konsentrasi lainnya, oleh karenanya
penyemprotan Karbofuran dengan konsentrasi 20% dinilai efektif dalam
pemberantasan serangan hama pada semai Jarak pagar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Gejala serangan makroorganisme secara visual pada semai Jarak pagar
(Jatropha curcas) yang berasal dari stek dan biji adalah berupa luka gigitan pada
daging daun, tulang daun, lubang-lubang pada daun dan kerusakan batang. Gejala
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme adalah lubang-lubang pada kulit biji
dan busuk pada biji. Penyebab lubang pada biji belum diketahui, sedangkan busuk
pada biji disebabkan oleh jamur Ascochyta sp., Colletotrichum sp., Acremonium
kiliense dan Aspergillus sp.
Penyakit busuk akar dan batang adalah yang dianggap paling merugikan karena
dapat mematikan semai, disebabkan oleh larva lalat buah. Larva lalat buah ini
menyerang bibit dari stek pada bagian batang dan jumlahnya sangat banyak.
Frekuensi serangan hama pada semai Jarak pagar asal stek lebih tinggi (79,4%)
dibanding dengan semai asal biji (21,9%), demikian juga frekuensi serangan hama
72
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010
semai asal stek setelah penyemprotan Karbofuran lebih tinggi (35,0%) dibandingkan
dengan semai asal biji (10,6%). Hal ini disebabkan karena semai asal stek memiliki
batang yang lebih besar dengan jumlah daun yang lebih banyak sehingga disenangi
oleh hama. Kemudian juga terdapat bekas sayatan saat distek yang memudahkan
larva masuk ke dalam batang, sedangkan pada semai yang berasal dari biji,
mempunyai batang yang lebih kecil dengan jumlah daun relatif lebih sedikit,
sehingga kurang disenangi oleh hama terutama larva.
Intensitas serangan hama lebih tinggi pada semai yang berasal dari stek (20,0%)
dibandingkan dengan semai yang berasal dari biji (5,5%), sedangkan intensitas
serangan hama tertinggi setelah penyemprotan Karbofuran adalah pada semai yang
berasal dari stek (13,6%) dibandingkan dengan semai yang berasal dari biji (3,9%).
Konsentrasi Karbofuran yang paling efektif dalam pemberantasan serangan hama
pada semai Jarak pagar adalah 20 gr/liter air.
Saran
Disarankan untuk penanaman Jarak pagar menggunakan semai yang berasal
dari biji, karena lebih resisten bila dibanding dengan semai yang berasal dari stek.
Perlu antisipasi dan pengawasan secara baik terhadap semai Jarak pagar,
sehingga dapat mengurangi kerusakan yang lebih besar akibat serangan
makroorganisme.
Untuk memberantas makroorganisme yang menyerang semai Jarak pagar yang
berasal dari stek maupun biji sebaiknya digunakan Karbofuran dengan dosis 20
gr/liter air karena terbukti efektif memberantas makroorganisme.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan Munzir Busnia). Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. 713 h.
Anonim. 2006. Kecamatan Teluk Pandan dalam Angka. Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Kutai Timur dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Timur.
Sangatta. 25 h.
Barnett, H.L. and B.B. Hunter. 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Burgess
Publishing Company, Minneapolis, Minnesota. 102 h.
De Guzman, E.D. 1985. Field Diagnosis, Assessment and Monitoring Tree Diseases. Inst.
For. Corserv. UPLB College of Forestry, Laguna. 16 h.
Hadi, S. 1996. Pengelolaan Hutan Tanaman Industri dengan Penekanan pada Masalah Upaya
Perlindungan terhadap Penyakit. Prosiding Seminar Nasional Ancaman terhadap HTI,
Jakarta. 698 h.
Hambali, E.; A. Suryani; D. Haryadi; H. Hanafie; I.K. Reksowardoyo; M. Rivai; M. Ihsanur;
P. Suryadarma; S. Tjitrosemitro; I.H. Soerawidjaya; T. Prawitasari; T. Prakoso dan W.
Purnama. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Agromedia Pustaka, Jakarta.
132 h.
James, W.C 1974. Assessment of Plant Diseases and Loses. Ann. Rev. Phytopath 12: 2748.
Mardji, D. 1996. Hama dan Penyakit Tanaman Jenis Dipterocarpaceae di Bukit Soeharto.
Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman, Samarinda. 94 h.
Prihandana, R.; E. Hambali; S. Mujdalipah dan R. Hendroko. 2007. Meraup Untung dari
Jarak Pagar. Agromedia Pustaka, Jakarta. 107 h.
Marhani (2010). Identifikasi dan Pemberantasan Penyakit
73
Salim, V. 2005. Habis Minyak Terbitlah Jarak Pagar. Yayasan Pelangi Indonesia, Jakarta.
Singh, J.P. and G.D. Mishra. 1992. Effect of Powdery Mildew (Erysiphe pisi) on Nodulation
and Nitrogenase Activity in Pea (Pisum sativum). Plant Pathology 41: 262264.
Stevens, F.L. 1966. The Fungi which Cause Plant Disease. Johnson Reprint Corporation,
New York. 754 h.
Streets, R.B. 1972. The Diagnosis of Plant Diseases. The University of Arizona Press,
Tucson, Arizona. 260 h.
Yitnosumarto, S. 1991. Percobaan, Perancangan, Analisis dan Interpretasinya. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta. 299 h.
Download