MEMAHAMI ARTI DAN MAKNA UNSUR-UNSUR LITURGI DI BNKP (1) Lonceng dibunyikan. Ini memanggil umat Allah “memasuki pintu gerbang Tuhan dengan ucapan syukur dan hati yang penuh pujian (Mazmur 100:4). o Pada Hari Sabtu sore -- lonceng dibunyikan dengan makna mengingatkan orang Kristen dan sekaligus mengundangnya pada ibadah esok hari. Ini sekaligus mengingatkan agar melakukan persiapan yang cukup untuk kebutuhan esok hari. o Pagi hari minggu lonceng dibunyikan untuk mengundang orang percaya datang kepada kebaktian o Sebelum ibadah dimulai lonceng dibunyikan. Pada saat ini petugas ibadah memasuki ruangan, dan jemaat diundang untuk menenangkan hati dan pikiran dengan bersaat teduh. (2) Nyanyian Di BNKP, kebaktian diawali dengan nyanyian pembuka. Biasanya nyanyian yang dipilih adalah nyanyian yang sesuai dengan nama ibadah Minggu (sebab ibadah Minggu mengikuti kalender gerejawi, yang disusun mengacu kepada gambaran sejarah penyelamatan).1 Nyanyian ini sekaligus mengungkapkan syukur kita atas anugerah dan berkat Tuhan yang diterima pada minggu yang telah dilalui. (3) Votum Di dalam Agendre BNKP dikatakan: “Di dalam Nama Allah Bapa, dan Nama AnakNya Tuhan Yesus Kristus dan Nama Roh Kudus, yang menciptakan langit dan bumi”. Ini bukan doa2. Makna dari votum ini adalah bahwa ibadah itu dibuka di dalam Nama Allah, AnakNya Yesus Kristus dan Roh Kudus, serta menjelaskan “hadirnya Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus di tengah-tengah umatNya”, dimana anggota jemaat yang hadir menjadi satu tubuh di dalam Tuhan sebagai persekutuan orang-orang percaya. Votum yang diucapkan oleh pemimpin liturgi mengungkapkan kehadiran Allah di tengah-tengah pertemuan umat dan di dalam votum itu terletak amanat kuasa Allah. Kuyper4) berpendapat bahwa: Votum adalah keterangan khidmat, yang mengubah suatu pertemuan yang tidak teratur menjadi suatu pertemuan yang teratur, anggota-anggota jemaat yang datang berkumpul di dalam ruang ibadah berubah menjadi persekutuan orang percaya. Dalam hal ini votum berarti untuk mengkonstatir hadirnya Tuhan Allah di tengah-tengah umatNya. Van der Leeuw, seorang ahli liturgi dari Belanda mengatakan bahwa dalam votum terletak amanat, kuasa (eksousia) Allah. Segala sesuatu yang menyusul berlangsung dalam namaNya. Votum yang disampaikan pemimpin liturgis dalam ibadah adalah proklamasi “tanda” kehadiran Allah dalam ibadah sehingga ibadah itu berlangsung di dalam nama Tuhan. Maka dalam ibadah itu Allah hadir bersama-sama jemaat dan sekaligus menjadikan orang-orang yang datang dalam ibadah itu menjadi persekutuan orang-orang percaya. Rumusan votum dengan kalimat ”Di dalam nama Allah Bapa dan nama AnakNya Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus” atau ”Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan yang menjadikan langit dan bumi” (Mat.28: 19; Mzm.124: janganlah dipahami sebagai formula magis yang menentukan kehadiran Allah. Biarlah itu dimengerti sebagai proklamasi perayaan keselamatan umat Allah bahwa segala karya atau kerja dimulai di dalam nama Tuhan Yesus (Kol.3: 17).3 1 2 3 Di dalam ibadah, nyanyian jemaat menduduki tempat yang penting. Dalam tata kebaktian hari Minggu BNKP, ada 7 kali nyanyian jemaat di samping nyanyian yang mengiringi unsur liturgi lain, dan paduan suara atau Koor. Fungsi nyanyian jemaat di sini adalah untuk memuji Allah, mengajak hati untuk mengucap syukur serta menyadari keberadaan Allah yang Maha Agung. Nyanyian-nyanyian ini disesuaikan dengan Minggu-minggu tahun gerejawi, dan bagian atau rentetan unsur lainnya. Nyanyian jemaat berfungsi untuk melayankan liturgi. Ada tiga hal secara historis yang melahirkan fungsi nyanyian jemaat di dalam liturgi, yaitu: (1) Nyanyian jemaat merangkai unsur-unsur liturgi yang satu dengan yang lain, sehingga membentuk satu perayaan liturgy. (2) Nyanyian jemaat mengandung fungsi dan peran simbolis. Ia mengungkapkan makna terdalam dari sikap iman Gereja dan melaluinya dunia mengenal Gereja. (3) Melalui nyanyian jemaat semua yang hadir dipersatukan di dalam Tubuh Kristus. Melalui nyanyian jemaat, umat mengekspresikan persekutuan orang beriman di hadapan Allah. Melalui nyanyian ini juga jemaat diajak untuk mengungkapkan perasaan, jiwanya kepada Tuhan serta merasakan penyertaan Tuhan dalam hidupnya. Nyanyian itu mengandung pesan, membangkitkan semangat yang bernyanyi kepada Tuhan, memberi suasana sukacita untuk bertemu dengan Allah, mengingatkan hubungan kita kepada Allah dan menguatkan iman percaya kita kepada Allah. Hakekat nyanyian adalah memuliakan Allah secara vertical dan horizontal. Di dalam Buku Zinuno BNKP telah disusun nyanyian-nyanyian sesuai dengan Minggu-minggu gerejawi, peristiwa/kejadian, puji-pujian sukacita, dukacita, orang meninggal dan akhir zaman. Buku nyanyian BNKP masih berkisar dari apa yang dikumpulkan pada masa zending atau bisa dikatakan sebagai produk zending dan hasil karya Ono Niha pada waktu terjadinya Gerakan Fangesa Dodo Sebua. Nyanyian inilah yang dipergunakan atau dilagukan dalam liturgi sesuai dengan nama Mingguminggu gerejawi. Karena bukan doa, maka sebaiknya Liturgos berkata: Tahonogo Dododa Fona Lowalangi..... (jangan katakan mangandro ita...) Pada beberapa gereja di Indonesia, termasuk HKBP bahwa setelah votum maka introitus disampaikan yaitu pembacaan Alkitab sesuai dengan tahun gerejawi dan jemaat menyambutnya dengan menyanyikan ”haleluya, haleluya, haleluya”. Pada Agendre BNKP tidak ada introitus dan Haleluya dinyanyikan setelah pembacaan Firman Tuhan. Introitus sesungguhnya adalah prosesi atau perarakan masuk sebagaimana umat Israel melakukan perarakan menuju tanah perjanjian atau Gereja secara ekumenis berarakan menuju Kristus, laksana bahtera berlayar menuju pelabuhan abadi. Di dalam liturgi prosesi biasanya dilakukan dari pintu utama menuju altar dan mimbar. Dewasa ini beberapa jemaat tidak lagi mempraktekkanya sesuai dengan pengertiannya tetapi sudah diganti dengan penyerahan Alkitab dan pembacaan Alkitab. (4) Nyanyian Jemaat Sesudah votum jemaat pun merespons dengan bernyanyi. Biasanya dipilih nyanyian syukur atau nyanyian yang sesuai dengan tema mingguan (catatan: BNKP dan beberapa Gereja lain mengikuti kalender ibadah yang tema-temanya merangkum sejarah keselamatan), dan sering juga nyanyian yang menuntun kita pada pembacaan Firman Tuhan/Hukum Taurat. (5) Pembacaan Firman Tuhan / Hukum Taurat Dahulu, di BNKP pembacaan pertama itu adalah pembacaan Hukum Taurat atau pengganti Hukum Taurat. Di sini umat diingatkan akan tanggung jawab orang percaya dalam hidup sehari-hari secara vertikal maupun secara horizontal supaya seturut dengan kehendak Allah. Hukum Taurat/Pengganti hukum taurat itu dibacakan sebagai “cermin” bagi umat yaitu bagaimana sikap perilaku orang percaya kepada Tuhan dan kepada sesama manusia, sebagai wujud kasih kepada Allah dan kepada sesama manusia, (Ul. 6: 3-9, Mat.22: 36-39). Para ahli liturgi menjelaskan bahwa Dasa-firman mempunyai fungsi sebagai cermin, yang menyatakan kepada kita “betapa besar dan betapa seringnya kita telah menjadikan Tuhan Allah murka oleh dosa-dosa kita”. Oleh karena itu dasafirman ditempatkan sebelum Pengakuan Dosa – Janji Pengampunan Dosa. Oleh karena itu setiap beribadah umat diingatkan bagaimana sikap perilakunya: adakah sesuatu yang sudah dilakukan yang berkenan kepada Allah? adakah pelanggaran-pelanggaran yang diperbuat secara sadar atau tidak? Oleh karena itu pembacaan Hukum Taurat dalam ibadah berfungsi untuk menjadi pemelihara dan cermin dalam kehidupan dihadapan Allah. (6) Nyanyian Jemaat Hukum Tuhan menyadarkan jemaat akan dosa-dosanya. Hukum mirip dengan cermin, dimana manusia bisa melihat keberadaan dirinya. Sebab itu pembacaan hukum Tuhan dalam ibadah Minggu dilanjutkan dengan nyanyian dan doa pengakuan dosa. Biasanya nyanyian sesudah hukum adalah nyanyian yang menunjukkan pengakuan dan penyesalan dosa jemaat. (7) Pengakuan dosa dan Pemberitaan Anugerah Pengakuan dosa merupakan suatu bagian yang sangat penting dari kebaktian. Bila manusia datang ke hadirat Allah, sesaat pun tidak dapat menunggu untuk mengatakan hal yang paling penting yaitu bahwa manusia (baca: umat) adalah orang-orang berdosa. Manusia tidak dapat terus berjalan tanpa dosanya diampuni oleh Tuhan Allah. Itulah sebabnya pengakuan dosa mendapat tempat yang penting dalam kebaktian. Hamba Tuhan (imam) atas nama jemaat menyampaikan doa pengakuan dosa dan permohonan pengampunan dosa secara pribadi dan bersama-sama dengan jemaat. Pengakuan dosa di hadapan Tuhan yang disampaikan imam yaitu kedosaan yang bersifat pribadi bersama-sama dengan anggota jemaat yang diungkapkan di dalam ibadah di mana Tuhan hadir dalam ibadah. Umat mengakui bahwa dia adalah orang-orang berdosa, dan dosa itu sebagai penghambat dalam hubungan umat dengan Tuhan dan juga umat dengan sesamanya (bnd Yes.59: 1-6). Umat tidak dapat berhubungan dengan Allah tanpa ada pengampunan dari Allah. Pengakuan sebagai orang berdosa dan sekaligus pengakuan akan kasih karunia Allah yang memungkinkan umat memperoleh kehidupan dan keselamatan (Ef.2: 4-9). Rumusan pengakuan dosa ini telah ada dalam Agendre BNKP. Untuk mengukuhkan pengakuan dosa dan permohonan pengampunan, maka di BNKP disambut dengan nyanyian jemaat, misalnya: “Na ubini’o horogu khoU Yesu....” atau “Di depan mata Yesus.....” atau “Dari lembah sengsaraku, dll”. Setelah pengakuan dosa dan nyanyian disusul dengan pemberitaan anugerah Allah tentang pengampunan dosa yang diambil dari nas Alkitab, misalnya. Yes.54: 10, Yeh.33: 11a, Maz.103: 8,10,13, Yoh.3: 16). Sesuai dengan jabatan pelayan (sebagai imam) menyampaikan pengampunan dosa yang sudah nyata di dalam Yesus Kristus. Dia yang mendamaikan diriNya dengan dunia atau manusia berdosa dan jemaat menyambutnya dengan gloria: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Maha tinggi. ” Sambutan jemaat: “Dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadanya”. Catatan: Dalam agendre BNKP, setelah nyanyian “dan damai sejahtera....”, masih dilanjutkan dengan sapaan penyertaan Tuhan: “Ya faofao khomi Lowalangi” dan disambut dengan: “Yafao khou Geheha-Nia”. Rumusan ini adalah “salam”, sehingga sebaiknya ditempatkan dalam rangkaian votum. Dalam Liturgi yang sedang proses penyelesaikan akan mempertimbangkah hal tersebut. (8) Nyanyian Jemaat Jemaat menyambut pengampunan itu dengan nyanyian syukur. Biasanya lagu-lagu yang dipilih adalah benar-benar sukacita sebagai orang-orang yang sudah diampuni dosanya dan memperoleh hidup baru. (9) Pembacaan Firman Tuhan (Epistel) Sebagai jemaat yang sudah diampuni dosa-dosanya maka jemaat harus menampakkan pembaharuan dalam seluruh aspek hidupnya. Pelayan pun membacakan Firman Tuhan sebagai petunjuk hidup baru bagi jemaat yang sudah diampuni dosanya. Pembacaan itu diakhiri dengan sebuah berkat bagi yang mau mendengar dan melakukan firman Tuhan. Dan khusus di BNKP disambut dengan nyanyian: Haleluya, Haleluya, Haleluya (Bisa juga Hosiana, Amin, maranata menurut tahun gerejani). (10) Paduan Suara/ Koor/Vokal Grup Setelah menerima anugerah pengampunan dan Injil (kabar baik) sebagai pedoman hidup, maka jemaat menyatakan syukur kepada Tuhan, antara lain melalui pujian. BNKP sebagai gereja protestan pada hakekatnya disebut juga sebagai Gereja yang bernyanyi. Hal ini terbukti bahwa hampir di setiap pelaksanaan ibadah selalu ada nyanyian jemaat dan paduan suara atau koor. Paduan suara ini berfungsi sebagai sarana umat untuk memuji Allah dan sekaligus sebagai khotbah yang disuarakan kepada warga jemaat melalui nyanyian. Melalui paduan suara ini diungkapkan pujian, pemujaan kepada Allah yang mempunyai peran ganda yaitu secara horizontal dan vertikal. Dikatakan horizontal karena isi nyanyian paduan suara itu adalah peneguhan, penguatan, penghiburan, pengharapan. Vertikal karena ditujukan untuk memuji Allah, membersaksikan segala karya Allah dalam kehidupan (Kel.15, Maz.105, 1Taw.16, Why.15). Catatan: Sesudah pembacaan Injil – bisa diisi dengan Sakramen Baptisan. Ditempatkan pada bagian ini sebagai sambutan pada Injil, bahwa kita percaya hanya kepada Kristus dan oleh karenanya menyerahkan hidup kita serta anak-anak kita kepadaNya. (11) Pengakuan Iman Selain mengucap syukur atas anugerah pengampunan dan keselamatan, maka sebagai respon atas Injil melalui pembacaan Firman Tuhan, juga dilanjutkan dengan Pengakuan iman, sebagai penyataan dan komitmen kepacayaan kepada Allah Tri-tunggal. Di BNKP dilaksanakan sebelum khotbah, sekalipun ada Gereja-gereja lain melakukannya sesudah khotbah. Pengakuan ini ditujukan kepada Allah Bapa, AnakNya Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus. Melalui pengakuan iman ini umat mengakui keberadaan Allah, tindakan Allah, sumber dan akhir kehidupan, yang mengatur ciptaan dan memberi kehidupan kepada manusia di dunia dan di akhirat. Melalui pengakuan iman umat menunjukkan identitasnya di dunia ini sebagai orang yang beriman dan mengungkapkan bahwa dalam karya Allah melalui Yesus Kristus, umat memperoleh kehidupan serta kesatuan orang percaya di dalam Yesus sebagai dasar mempersatukan segala latarbelakang kemajemukan manusia. (12) Persembahan (diiringi dengan nyanyian/musik) Hakekat persembahan Perjanjian Baru adalah sebagai respon manusia dan bukti ketaatannya kepada Allah atas segala berkat Tuhan yang diterima dalam hidupnya. Persembahan yang diberikan jemaat setiap Minggu, atau persembahan khusus yang ditujukan kepada pos tertentu, adalah wujud ketaatan iman untuk mendukung pelayanan/pekerjaan Tuhan yang diprogramkan Gereja. Persembahan juga dikumpulkan untuk kepentingan pelayanan kehidupan sosial jemaat sebagai anggota tubuh Kristus. Persembahan jemaat selain sebagai ucapan syukur atas anugerah yang telah diterima, sekaligus menyatakan makna bahwa segala yang dimiliki adalah dari Tuhan dan dikembalikan menjadi kemuliaan bagi Tuhan. Dengan demikian, harta milik yang ada pada warga jemaat adalah digunakan menurut kehendak Tuhan. Waktu penyampaian persembahan ini bisa juga ditempatkan setelah pembacaan Epistel, dan sebaiknya dimulai dengan pembacaan Firman Tuhan tentang kolekte dan diakhiri dengan doa persembahan. Ini akan direvisi pada liturgi yang sedang proses. (13) Khotbah Khotbah mendapat tempat yang penting dalam ibadah. Bagi gereja-gereja Protestan pemberitaan Firman adalah pusat ibadah. Ia bersifat didaskalia (pengajaran) dan bertujuan evangelisasi (membangunkan iman), dogmatika (ajaran berdasarkan Firman Tuhan); etika (agar jemaat dewasa dalam iman dengan mampu membedakan yang baik dan yang buruk dalam kehidupan sehari-hari) – dan demi penumbuhan serta kedewasaan iman, serta penggembalan. Firman Tuhan berfungsi untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. ( 2 Timotius 3:16). Firman Tuhan yang dikhotbahkan didasarkan pada sistem perikop yang disusun menurut Tahun Gerejawi. Di BNKP, sebelum pembacaan Firman ada sapaan pengkhotbah kepada jemaat berupa salam berkat (Anugerah.....). Ini bukan doa, melainkan salam berkat. Oleh karenanya pengkhotbah sebaiknya jangan berkata: Mari kita berdoa, tetapi karena sudah tradisi (jemaat bersikap doa), maka dapat dikatakan: “Tahonogö dododa...”. Pemberitaan pada kebaktian minggu biasanya 15 s/d 30 menit karena ada banyak rangkaian acara. Khotbah yang ditutup dengan doa disambut oleh jemaat dengan “No mafondrondrongo Liu.... Ini merupakan komitmen akan menjadi pelaku firman dalam kehidupan sehati-hari. (Di BNKP masih ada pengumpulan persembahan sesudah khotbah. Sebaiknya disatukan pengumpulannya sebelum khotbah atau sesudah pembacaan Firman. Teknisnya, bisa 3 kali dalam satu acara atau tiga kantong kolekte). (14) Pembacaan Warta Jemaat Pembacaan warta jemaat di BNKP adalah bagian dari tata kebaktian Minggu. Hal ini dilatorbelakangi dasar pemikiran bahwa seluruh pelayanan yang sudah dan akan dilaksanakan oleh Gereja harus diketahui warga jemaat dengan tujuan supaya warga jemaat mendukung dan mendoakannya. Secara umum isi warta jemaat adalah: berita kelahiran, pemberkatan nikah, jemaat yang tambah dan pindah, jemaat yang meninggal, keuangan dan ragam-ragam pelayanan. Apa yang terjadi dan akan dilakukan Gereja dalam kegiatannya pada Minggu itu dan Minggu mendatang (kegiatankegiatan kategorial, dewan-dewan dan kepanitiaan yang ada) disampaikan kepada warga jemaat. Melalui warta jemaat ini warga jemaat mengetahui apa yang terjadi dalam pelayanan Gereja secara umum serta warga jemaat diundang untuk mendoakannya. Dengan dasar pemikiran ini pembacaan warta jemaat adalah bagian dari ibadah. (Di BNKP masih ada pengumpulan persembahan sesudah khotbah. Sebaiknya disatukan pengumpulannya sebelum khotbah atau sesudah pembacaan Firman. Teknisnya, bisa 3 kali dalam satu acara) (15) Doa Syafaat + Doa Bapa Kami dan Berkat Dalam 1 Timotius 2:1-4 dikatakan: “1Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, 2 untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan. 3 Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, 4 yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” Berdasarkan Firman Tuhan tersebut, maka dalam liturgi BNKP ada doa syafaat dan dilanjutkan dengan Doa bapa kami. Dahulu, bagian akhir dari Doa Bapa Kami tersebut dinyanyikan (HKBP, ONKP masih menyanyikannya hingga sekarang). Pada tradisi gereja Lutheran, puncak ibadah ialah perjamuan kudus. Tetapi karena dahulu sangat sedikit jumlah pendeta, dan adanya para misionaris berlatar-belakang reform, maka ibadah diakhiri dengan doa syafaat, doa bapa kami dan berkat. Rumusan berkat yang digunakan dalam tata ibadah BNKP diambil dari kitab Perjanjian Lama yaitu Bil.6: 22-27. Rumusan itu adalah sebagai berikut: “Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau, Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau kasih karunia, Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera”. Pada beberapa gereja menggunakan berkat sebagaimana terdapat di dalam 2 Korintus 13:13 (Yafalukha...) tetapi tidak digunakan pada kebaktian minggu karena sudah dipakai pada salam berkat ketika khotbah. Mengapa ada perbedaan pengucapan berkat antara Pendeta dengan non-pendeta (Yafalukha ami....... dengan Yafalukha ita....)? Dalam tradisi gereja reformasi, ada dua bentuk penyampaian berkat, yakni (1) Berkat yang didoakan.... dengan menggunakan Yafalukha ita.....; dan (2) berkat yang disampaikan... (dengan menggunakan Yafalukha ami. Gereja-gereja Lutheran menggunakan pola berkat yang disampaikan (Yafalukha ami...) oleh pelayan yang dipercayakan melaksanakan sakramen, yakni pendeta (model berkat imam Harun); sedangkan pelayan yang tidak melaksanakan sakramen, menggunakan model berkat yang didoakan (Yafalukha ita...). Ini memang berkaitan dengan tradisi setiap organisasi gereja. Ada juga yang mendasarkan pada imamat am orang percaya (1 Pet 2:9-10) sehingga model yang digunakan oleh siapapun adalah berkat yang disampaikan. Berkat ini dikokohkan dan oleh warga jemaat dengan nyanyian. Dahulu nyanyiannya adalah Duhu....duhu....yaduhu. Ada yang masih menggunakan itu, tetapi pada umumnya diambil dari buku zinuno. Demikianlah penjelasan unsur-unsur tata ibadah Minggu serta urutan sistimatis tata ibadah yang dipergunakan di BNKP. Setiap unsur-unsur tata ibadah dari awal sampai akhir tidak terpisah sesuai dengan nama-nama Minggu gerejawi. Cukup menarik, sangat sistematis dan teratur. Tetapi....apakah para pelayan memahami makna ini? Bagaimana dengan warga jemaat? Gunungsitoli, 22 Februari 2013 Tim Penyusun/Perevisi Liturgi BNKP