PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

advertisement
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 1991
TENTANG
SUNGAI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
1. Bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsi dalam
pemenuhan kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pembangunan
nasional;
2. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut dan sebagai pelaksanaan
ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan,
dalam rangka pemanfaatan dan pelestarian sungai dipandang perlu
melakukan pengaturan mengenai sungai yang meliputi perlindungan,
pengembangan, penggunaan
Peraturan Pemerintah;
Mengingat
:
dan
pengendalian
sungai
dengan
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah
di Daerah (Lembaran Negara Tahun
Lembaran Negara Nomor 3037);
1974 Nomor 38, Tambahan
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran
Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3046);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan
Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3225);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3037).
Menetapkan :
MEMUTUSKAN :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG SUNGAI
BAB I
KETENTUAN UMUM
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
-2-
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari
mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya
oleh garis sempadan.
2. Danau adalah bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya secara alamiah jauh
melebihi ruas-ruas lain dari sungai yang bersangkutan.
3. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bangunan sungai
dalam hal ini bangunan bendungan, dan berbentuk pelebaran alur/badan/palung sungai.
4. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu
atau lebih daerah pengaliran sungai.
5. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi
sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam.
6. Bangunan sungai adalah bangunan yang berfungsi untuk perlindungan, pengembangan,
penggunaan dan pengendalian sungai.
7. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai.
8. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Tingkat I.
9. Badan usaha milik Negara adalah badan usaha milik Negara yang dibentuk untuk
melakukan pembinaan, pengusahaan, eksploitasi dan pemeliharaan sungai sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10. Pejabat yang berwenang adalah Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
11. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Pengairan.
Bagian Kedua
Lingkup Pengaturan
Pasal 2
Lingkup pengaturan sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah ini mencakup perlindungan,
pengembangan, penggunaan, dan pengendalian sungai termasuk danau dan waduk.
BAB II
PENGUASAAN SUNGAI
Pasal 3
1. Sungai dikuasai oleh Negara, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah.
2. Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab penguasaan sungai sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan Menteri.
Pasal 4
Dalam rangka pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab penguasaan sungai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, Menteri menetapkan :
a. garis sempadan sungai.
b. pengaturan daerah diantara dua garis sempadan sungai yang ditetapkan sebagai daerah
manfaat sungai dan daerah penguasaan air.
c. pengaturan bekas sungai.
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
-3-
Pasal 5
1. Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar sekurang-kurangnya 5
(lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
2. Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan
sosial ekonomis oleh Penjabat yang berwenang.
3. Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah
perkotaan dan sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat yang berwenang.
Pasal 6
1. Pengelolaan lahan pada daerah manfaat sungai dilakukan Menteri.
2. Pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai dan daerah penguasaan sungai dilakukan
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Menteri.
4. Pemanfaatan lahan pada bekas sungai diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB III
FUNGSI SUNGAI
Pasal 7
1. Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai
fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia.
2. Sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilindungi dan dijaga kelestariannya,
ditingkatkan fungsi dan kemanfaatannya, dan dikendalikan daya rusaknya terhadap
lingkungan.
BAB IV
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB PEMBINAAN
Pasal 8
Wewenang dan tanggung jawab pembinaan ada pada Pemerintah yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Menteri.
Pasal 9
1. Wewenang dan tanggung jawab pembinaan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik Negara.
2. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
melepaskan tanggung jawab Menteri dalam pembinaan sungai.
Pasal 10
Wewenang dan tanggung jawab pembinaan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
sepanjang belum dilimpahkan kepada badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah dalam rangka tugas pembantuan sesuai
dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku.
BAB V
PERENCANAAN SUNGAI
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
-4-
Pasal 11
1. Perencanaan dalam rangka pelaksanaan pembinaan sungai diselenggarakan oleh Menteri
berdasarkan kesatuan wilayah sungai.
2. Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi kegiatan :
a. inventarisasi dan registrasi sungai, bangunan-bangunan sungai dan bangunan lain yang
berada di sungai.
b. inventarisasi potensi dan sifat-sifat sungai;
c. pengamatan dan evaluasi terhadap banjir, neraca air dan mutu air;
d. penetapan rencana pembinaan sungai dan penetapan pedoman pelaksanaan
pembinaan sungai;
e. koordinasi atas rencana yang dibuat oleh pihak yang berkepentingan dalam rangka
mengembangkan dan penggunaan sungai.
3. Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dapat diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah atau badan usaha milik negara berdasarkan kesatuan wilayah sungai
yang berada di bawah wewenang dan tanggung jawab masing-masing.
BAB VI
PEMBANGUNAN BANGUNAN SUNGAI
Pasal 12
1. Pembangunan bangunan sungai yang ditujukan untuk kesejahteraan dan keselamatan
umum diselenggarakan oleh Pemerintah atau badan usaha milik negara.
2. Pembangunan bangunan sungai selain untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dapat dilakukan oleh badan hukum badan sosial atau perorangan setelah memperoleh ijin
dari Pejabat yang berwenang.
3. Pembangunan bangunan sungai dilakukan bedasarkan standar konstruksi bangunan yang
ditetapkan oleh Menteri.
BAB VII
EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN SUNGAI DAN BANGUNAN SUNGAI
Pasal 13
1. Eksploitasi dan pemeliharaan sungai dan bangunan sungai meliputi perencanaan,
pelaksanaan pengamatan dan evaluasi.
2. Pelaksanaan eksploitasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
ditujukan untuk kesejahteraaan dan keselamatan umum dalam rangka pembinaan sungai
dilakukan oleh Pemerintah atau badan usaha milik negara.
3. Pelaksanaan eksploitasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang
pembangunannya dilakukan oleh badan hukum, badan sosial atau perorangan
sebagaimana di maksud dalam Pasal 12 ayat (2) dilakukan oleh yang bersangkutan.
BAB VIII
PENGUSAHAAN SUNGAI DAN BANGUNAN SUNGAI
Pasal 14
1. Pengusahaan sungai dan/atau bangunan sungai yang ditujukan untuk kesejahteraan
masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah.
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
-5-
2. Pelaksanaan pengusahaan sungai dan/atau bangunan sungai sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan oleh badan usaha milik negara.
3. Selain diusahakan oleh badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
pengusahaan sungai dan/atau bangunan sungai dapat dilakukan oleh badan hukum, badan
sosial dan perorangan setelah memperoleh ijin dari pejabat yang berwenang.
BAB IX
PEMBANGUNAN, PENGELOLAAN DAN PENGAMANAN WADUK
Bagian Pertama
Pembangunan
Pasal 15
1. Pembangunan waduk dilakukan sesuai dengan rencana pembinaan sungai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11.
2. Pembangunan waduk yang ditujukan untuk kesejahteraan dan keselamatan umum
diselenggarakan oleh Pemerintah atau badan usaha milik negara.
3. Pembangunan waduk yang dilakukan oleh badan hukum, badan sosial, atau perorangan
harus terlebih dahulu mendapat ijin penggunaan air dan/atau sumber air dari Pejabat yang
berwenang dan dilaksanakan berdasar pada rencana teknis yang telah disahkan oleh
Menteri.
4. Penggunaan lahan yang diperlukan untuk membangun waduk harus diselesaikan menurut,
tata cara yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Dampak sosial yang mungkin timbul sebagai akibat pembangunan waduk, harus ditangani
secara tuntas dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait dan dikoordinasikan oleh
Menteri.
Bagian Kedua
Pengelolaan
Pasal 16
1. Pengelolaan waduk merupakan kegiatan yang terdiri dari eksploitasi dan pemeliharaan
waduk.
2. Eksploitasi dan pemeliharaan waduk merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjaga
kelangsungan fungsi waduk sesuai dengan tujuan pembangunannya.
3. Eksploitasi dan pemeliharaan waduk meliputi kegiatan-kegiatan:
a. pemantauan muka air waduk;
b. pengaturan penggunaan waduk untuk masing-masing kebutuhan;
c. pengaturan pemeliharaan bendungan;
d. pengaturan sistem pelaporan, evaluasi dan gawat banjir.
4. Pengelolaan waduk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh masing-masing
pihak yang membangun waduk yang bersangkutan sesuai dengan pedoman pengoperasian
waduk yang ditetapkan oleh Menteri dan ketentuan peraturan perundang-perundangan lain
yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pengamanan
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
-6-
Pasal 17
1. Pengamanan waduk merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya hal-hal yang membahayakan waduk dan lingkungannya.
2. Pengamanan waduk meliputi kegiatan-kegiatan :
a. pengamanan daerah sabuk hijau;
b. pemeriksaan secara berkala atas bendungan waduk dan lingkungannya;
c. pengamanan dalam kaitannya dengan pemanfaatan waduk.
3. Pengamanan waduk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh masing-masing
pihak yang pembangunan waduk yang bersangkutan.
4. Tata cara pengamanan waduk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri.
BAB X
PENANGGULANGAN BAHAYA BANJIR
Pasal 18
Dalam rangka penanggulangan bahaya banjir Pemerintah menetapkan :
a. tata cara penanggulangan bahaya banjir;
b. pengelolaan dataran banjir termasuk penetapan daerah retensi;
c. pedoman tentang langkah-langkah penanggulangan bahaya banjir baik sebelum, selama
maupun sesudah banjir.
Pasal 19
Gubernur Kepala Daerah mengkoordinasikan usaha penanggulangan bahaya banjir di
daerahnya dengan mengikutsertakan Instansi Pemerintah dan masyarakat yang bersangkutan.
Pasal 20
Dalam keadaan yang membahayakan, Gubernur Kepala Daerah berwenang mengambil
tindakan darurat guna keperluan pengamanan bahaya banjir.
Pasal 21
Bantaran sungai, daerah retensi, dataran banjir dan waduk banjir selain berfungsi untuk
pengendalian banjir dapat pula dimanfaatkan untuk kepentingan lain yang berguna bagi
masyarakat di sekitarnya dengan syarat-syarat dan tata cara yang ditetapkan Menteri.
BAB XI
PENGAMANAN SUNGAI DAN BANGUNAN SUNGAI
Bagian Pertama
Pengamanan Sungai
Pasal 22
1. Pejabat yang berwenang bersama-sama dengan pihak lain yang bersangkutan, masingmasing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, menyelenggarakan upaya
pengamanan sungai dan daerah sekitarnya yang meliputi:
a. Pengelolaan daerah pengaliran sungai;
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
-7-
b. pengendalian daya rusak air;
c. pengendalian pengaliran sungai.
2. Tata cara pelaksanaan ketentuan pengelolaan daerah pengaliran sungai sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
3. Tata cara pelaksanaan ketentuan pengendalian pengaliran sungai sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b dan c diatur lebih lanjut oleh Menteri, dengan memperhatikan
kepentingan Departemen dan/atau Lembaga lain yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Pengamanan Bangunan Sungai
Pasal 23
Pejabat yang berwenang dan pihak yang membangun bangunan sungai menyelenggarakan
upaya pengamanan bangunan sungai sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
Menteri.
BAB XII
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 24
Masyarakat wajib ikut serta menjaga kelestarian rambu-rambu dan tanda-tanda pekerjaan
dalam rangka pembinaan sungai.
Pasal 25
Dilarang mengubah aliran sungai kecuali dengan ijin Pejabat yang berwenang.
Pasal 26
Mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai
hanya dapat dilakukan setelah memperoleh ijin dari Pejabat yang berwenang.
Pasal 27
Dilarang membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun yang berupa
limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut diduga akan
menimbulkan pencemaran atau menurunkan kualitas air, sehingga membahayakan dan/atau
merugikan penggunaan air yang lain dan lingkungan.
Pasal 28
Mengambil dan menggunakan air sungai selain untuk keperluan pokok sehari-hari hanya dapat
dilakukan setelah memperoleh ijin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.
Pasal 29
1. Melakukan pengerukan atau penggalian serta pengambilan bahan-bahan galian pada
sungai hanya dapat dilakukan ditempat yang telah ditentukan oleh Pejabat yang
berwenang.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Pejabat yang berwenang.
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
-8-
BAB XIII
PEMBIAYAAN
Pasal 30
1. Pembiayan pembangunan bangunan sungai yang ditujukan untuk kesejahteraan dan
keselamatan umum ditanggung oleh Pemerintah atau badan usaha milik Negara.
2. Pembiayaan pembangunan bangunan sungai untuk usaha-usaha tertentu
yang
diselenggarakan oleh badan hukum, badan sosial atau perorangan ditanggung oleh yang
bersangkutan.
3. Masyarakat yang secara langsung memperoleh manfaat dari pembangunan bangunan
sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diikutsertakan dalam pembiayaan
untuk pembangunan bangunan tersebut sesuai dengan kepentingan kemampuannya.
Pasal 31
1. Pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan sungai dan bangunan sungai yang ditujukan
untuk kesejahteraan dan/atau keselamatan umum di tanggung oleh Pemerintah atau badan
usaha milik Negara sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing.
2. Pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan sungai dan/atau bangunan sungai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) ditanggung oleh badan hukum, badan sosial atau
perorangan yang bersangkutan.
3. Masyarakat yang secara langsung memperoleh manfaat dari adanya bangunan sungai
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diikutsertakan dalam pembiayaan eksploitasi
dan pemeliharaan tersebut sesuai dengan kepentingan dan kemampuannya.
BAB XIV
PENGAWASAN
Pasal 32
1. Pengawasan atas penyelenggaraan pembinaan sungai dilakukan oleh Pejabat yang
berwewenang.
2. Pengawasan atas penyenggaraan pembinaan sungai yang telah dilimpahkan kepada
Pemerintah Daerah dalam rangka tugas pembantuan, dilakukan oleh Gubernur Kepala
Daerah.
3. Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut oleh Menteri.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 33
Dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 dan
peraturan perundang-undangan lainnya :
a. barang siapa untuk keperluan usahanya melakukan pembangunan bangunan sungai tanpa
ijin sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (3);
b. barang siapa melakukan pengusahaan sungai dan bangunan sungai tanpa ijin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3);
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
-9-
c. barang siapa mengubah aliran sungai, mendirikan, mengubah atau membongkar bangunanbangunan di dalam atau melintas sungai, mengambil dan menggunakan air sungai untuk
keperluan usahanya yang bersifat komersial tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25, Pasal 26 dan Pasal 28;
d. barang siapa membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun berupa
limbah kedalam maupun di sekitar sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
BAB XVI
KETENTUAN-KETENTUAN
Pasal 34
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan perundang-undangan mengenai
sungai yang telah ada sepanjang tidak bertentangan ataupun belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 3 Desember 1991.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Juni 1991
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Juni 1991
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1991 NOMOR 44
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET PU
Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan
ttd
Bambang Kesowo, SH, LLM
PUSAT HUKUM DAN HUMAS BPN RI
SJDI HUKUM
Download