Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian
2.1.1 Teori Keagenan
Dalam teori keagenan disebutkan terdapat dua individu yang saling
terkait, salah satu dari dua individu ini menjadi agen dan yang lain disebut
prinsipal. Menurut Riahi (2012) hubungan agensi dikatakan telah terjadi ketika
suatu kontrak antara prinsipal dan agen untuk memberikan jasa demi
kepentingan prinsipal termasuk melibatkan adanya pemberian delegasi
kekuasaan pengambilan keputusan kepada agen.
Karena prinsipal akan selalu tertarik pada hasil-hasil yang dihasilkan oleh
agen mereka, teori keagenan memberikan tiang pokok bagi peranan penting
akuntansi dalam menyediakan informasi setelah suatu kejadian, yang disebut
sebagai pernanan pasca keputusan (Hendriksen, 2009). Peran ini seringkali
diasosiasikan dengan peran pengurusan (stewardship) akuntansi, di mana
seorang agen melapor kepada prinsipal tentang kejadian-kejadian dalam periode
yang lalu. Inilah yang memberi akuntansi nilai umpan baliknya selain nilai
prediktif.
Dalam teori keagenan terdapat masalah-masalah yang ditimbulkan oleh
informasi yang tidak lengkap, yaitu ketika tidak semua keadaan diketahui oleh
kedua belah pihak dan, sebagai akibatnya ketika konsekuensi-konsekuensi
11
12
tertentu tidak dipertimbangkan oleh pihak-pihak tersebut (Hendriksen, 2009).
Situasi seperti ini dikenal sebagai asimetri informasi.
2.1.2 Manajemen Laba
2.1.2.1 Definisi Manajemen Laba
Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai batasan dan definisi
manajemen laba. Menurut Sulistyanto (2008) perbedaan inilah yang
menyebabkan setiap pihak yang concern pada masalah aktivitas rekayasa
manajerial ini mencoba untuk mendefinisikannya, baik dari pemahaman
positif maupun negatif. Akibatnya, ada banyak batasan dan definisi
manajemen laba.
1. Davidson, Stickney, dan Weil
Earnings management is the process of taking deliberate step within the
constrain of generally accepted accounting principles to bring about
desired level of reported earnings.
Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu
yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk
menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan.
2. Schipper
Earnings management is a purposes intervention in the external financial
reporting process, with the intent of obtaining some private gain (a
opposed to say, merely faciliting the neutral operation of the process).
13
Manajemen laba dalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan
keuangan eksternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi
(pihak yang tidak setuju mengatakan bahwa hal ini hanyalah upaya untuk
memfasilitasi operasi yang tidak memihak dari sebuah proses).
3. National Association of Certified Fraud Examiners
Earnings management is the intentional, deliberate, misstatement or
omission of material facts, or accounting data, which is misleading and,
when considered with all the information made available, would cause the
reader to change or alter his or judgment or decision.
Manajemen laba adalah kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam
membuat laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga
menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat
pertimbangan yang akhirnya akan menyebabkan orang yang membacanya
akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya.
4. Fisher dan Rosenzweig
Earnings management is an action of a manager which serve to increase
(decrease) current reported earnings of the unit which the manager is
responsible without generating a corresponding increase (decrease) in
long-term economic profitability of the unit.
Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan
(menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang
14
dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikkan (penurunan) keuntungan
ekonomi perusahaan jangka panjang.
5. Lewitt
Earnings management is flexibility in accounting allows it to keep pace
with business innovations. Abuses such as earnings occur when people
exploit this pliancy. Trickery is employed to abscure actual financial
volatility. This in turn, make the true consequences of management
decisions.
Manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarafkan diri
dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan
hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu
semua untuk menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer.
6. Healy and Wahlen
Earnings management occurs when managers uses judgment in financial
reporting and in structuring transactions to alter financial reports to
either mislead some stakeholders about underlying economic performance
of the company or to influence contractual outcomes that depend on the
reported accounting numbers.
Manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu
dalam pelaporan keuanganan dan mengubah transaksi untuk mengubah
laporan keuangan untuk menyesatkan stakeholders yang ingin mengetahui
kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi
15
hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan
itu.
Secara umum menurut Sulistyanto (2008) manajemen laba dapat
didefinisikan sebagai upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau
mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan
untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi
perusahaan.
Menurut Riahi (2012) pada dasarnya definisi operasional dari
manajemen laba adalah potensi penggunaan manajemen akrual dengan tujuan
memperoleh keuntungan pribadi. Transaksi akrual merupakan transaksi yang
tidak harus disertai dengan uang atau sejenisnya. Artinya seseorang tidak
perlu menunjukkan bukti sejumlah kas yang diterima atau dikeluarkannya
untuk mengatur besar kecilnya angka-angka transaksinya (Sulistyanto, 2008).
Maka langkah awal untuk mengidentifikasi manajemen laba adalah
dengan mengeluarkan komponen kas dari model akuntansi di atas untuk
menghitung dan menentukan besarnya komponen akrual yang diperoleh
perusahaan selama satu periode tertentu. Untuk itu laba akuntansi di atas
harus dikurangi dengan arus kas yang diperoleh dari operasi perusahaan (cash
flow from operation) selama periode bersangkutan (Sulistyanto, 2008).
Setelah menentukan besar komponen akrual, langkah berikutnya ialah
memisahkan komponen akrual itu menjadi dua komponen utama yaitu
discretionary accruals dan nondiscretionary accruals. Discretionary accruals
16
merupakan komponen akrual hasil rekayasa manajerial dengan memanfaatkan
kebebasan dan keleluasaaan dalam estimasi dan pemakaian standar akuntansi.
Sedangkan yang dimaksud dengan nondiscretionary accruals adalah
komponen akrual yang diperoleh secara alamiah dari dasar pencatatan akrual
dengan mengikuti standar akuntansi yang diterima umum (Sulistyanto, 2008).
Dalam penelitian ini besarnya manajemen laba diukur menggunakan
discretionary accruals dengan model modifikasi Jones.
2.1.2.2 Klasifikasi Manajemen Laba
Menurut Subramanyam (2010) manajemen laba dapat berupa kosmetik
jika manajer memanipulasi akrual yang tidak memiliki konsekuensi arus kas,
dan manajemen laba juga dapat terlihat nyata jika manajer memilih tindakan
dengan konsekuensi arus kas dengan tujuan mengubah laba.
Manajemen kosmetik laba merupakan hasil dari kebebasan dalam
aplikasi akuntansi akrual yang mungkin terjadi. Standar akuntansi dan
mekanisme pengawasan mengurangi kebebasan ini. Namun, tidak mungkin
untuk meniadakan pilihan karena kompleksitas dan keragaman aktivitas
usaha. Lagipula, akuntansi akrual membutuhkan estimasi dan penilaian. Hal
ini menyebabkan kebebasan manajer dalam menetapkan angka akuntansi.
Meskipun kebebasan ini memberikan kesempatan bagi manajer untuk
menyajikan gambaran aktivitas usaha perusahaan yang lebih informatif,
kebebasan ini juga memungkinkan mereka mempercantik laporan keuangan
dan melakukan manajemen laba.
17
Manajer juga melakukan aktivitas dengan konsekuensi arus kas, kadang
kala merugikan yang bertujuan untuk manajemen laba. Misalnya, manajer
menggunakan metode FIFO pada penilaian persediaan untuk melaporkan laba
yang lebih tinggi meskipun penggunaan LIFO dapat menghasilkan
penghematan pajak. Insentif untuk melakukan manajemen laba juga
mempengaruhi keputusan investasi dan pendanaan manajer. Manajemen laba
yang murni ini lebih bermasalah dibandingkan manajemen laba kosmetik
karena mencerminkan keputusan usaha yang sering kali mengurangi kekayaan
pemegang saham.
2.1.2.3 Strategi Manajemen Laba
Menurut Subramanyam (2010) terdapat tiga jenis strategi manajemen
laba, yakni manajer meningkatkan laba (increasing income) periode kini,
manajer melakukan “mandi besar” (big bath) melalui pengurangan laba
periode ini, dan manajer mengurangi fluktuasi laba dengan pertaan laba
(income smoothing). Sering kali manajer melakukan satu atau kombinasi dari
tiga strategi ini pada waktu yang berbeda untuk mencapai tujuan manajemen
laba jangka panjang.
1. Meningkatkan Laba (Increasing Income)
Salah satu strategi manajemen laba adalah meningkatkan laba yang
dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih
baik. Cara ini juga memungkinkan peningkatan laba selama beberapa
periode. Pada skenario pertumbuhan, akrual pembalik lebih kecil
18
dibandingkan akrual kini, sehingga dapat meningkatkan laba. Kasus yang
terjadi adalah perusahaan dapat melaporkan laba yang lebih tinggi
berdasarkan manajemen laba yang agresif sepanjang periode waktu yang
panjang. Selain itu, perusahaan dapat melakukan manajemen untuk
meningkatkan laba selama beberpa tahun dan kemudian membalik akraual
sekaligus pada satu saat pembebanan. Pembebanan satu saat ini seringkali
dilaporkan “di bawah laba bersih” (below the line), sehingga dipandang
tidak terlalu relevan.
2. Big Bath
Strategi big bath dilakukan melalui penghapusan (write-off) sebanyak
mungkin pada satu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan
kinerja yang buruk (sering kali pada masa resesi di mana perusahaan lain
juga melaporkan laba yang buruk) atau peristiwa saat terjadi satu kejadian
yang
tidak
biasa
seperti
perubahan
manajemen,
merger,
atau
restrukturisasi. Strategi big bath juga seringkali dilakukan setelah strategi
peningkatan laba pada periode sebelumnya. Oleh karena sifat big bath
yang tidak biasa dan tidak berulang, pemakai cenderung tidak
memperhatikan dampak keuangannya. Hal ini memberikan kesempatan
menghapus semua dosa masa lalu dan memberikan kesempatan untuk
meningkatkan laba di masa depan.
19
3. Perataan Laba (Income Smoothing)
Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. Pada strategi ini,
manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk
mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak melaporkan
bagian laba pada periode baik dengan menciptakan cadangan atau ‘bank’
laba dan kemudian melaporkan laba ini saat periode buruk. Banyak
perusahaan menggunakan bentuk manajemen laba ini.
2.1.2.4 Motivasi Melakukan Manajemen Laba
Banyak
alasan
untuk
melakukan
manajemen
laba,
termasuk
meningkatkan kompensasi manajer yang terkait dengan laba yang dilaporkan,
meningkatkan harga saham, dan usaha mendapatkan subsidi pemerintah.
Berdasarkan Subramanyam (2010) insetif utama untuk melakukan manajemen
laba yaitu sebagai berikut:
1. Insentif Perjanjian.
Banyak perjanjian yang menggunakan angka akuntansi. Misalnya
perjanjian kompensasi manajer biasanya mencakup bonus berdasarkan
laba. Perjanjian bonus biasanya memiliki batas atas dan bawah, artinya
manajer tidak mendapat bonus jika laba lebih rendah dari batas bawah dan
tidak mendapatkan bonus tambahan saat laba lebih tinggi dari batas atas.
Hal ini berarti manajer memiliki insentif untuk meningkatkan atau
mengurangi laba berdasarkan tingkat laba yang belum diubah terkait
dengan batas atas dan batas bawah ini. Jika laba yang belum diubah
20
berada dia antara batas atas dan bawah, manajer memiliki insentif untuk
meningkatkan laba. Saat laba lebih tinggi dari batas atas atau lebih rendah
dari batas bawah, manajer memiliki insentif untuk menurunkan laba dan
membuat cadangan untuk bonus masa depan. Contoh lain insentif
perjanjian adalah persyaratan utang yang biasanya berdasarkan rasio yang
menggunakan angka akuntansi seperti laba. Oleh karena pelanggaran
syarat utang menimbulkan biaya tinggi bagi manajer, maka mereka
cenderung melakukan manajemen laba (biasanya menjadi lebih tinggi)
untuk menghindari pelanggaran tersebut.
2. Dampak Harga Saham.
Insentif manajemen laba lainnya adalah potensi dampak terhadap harga
saham, misalnya, manajer dapat meningkatkan laba untuk menaikkan
harga saham perusahaan sementara sepanjang satu kejadian tertentu
seperti merger yang akan dilakukan atau penawaran surat berharga, atau
rencana untuk menjual saham atau melaksanakan opsi. Manajer juga
melakukan perataan laba untuk menurunkan persepsi pasar akan risiko dan
menurunkan biaya modal. Salah satu insentif manajemen laba yang terkait
lainnya adalah untuk melampaui ekspektasi pasar. Cara untuk melakukan
strategi ini adalah sebagai berikut manajer menurunkan ekspektasi pasar
melalui pengungkapan sukarela yang pesimis (sebelum pengumuman) dan
keudian meningkatakan laba untuk melampaui ekspektasi pasar. Makin
pentingnya investor sementara dan kemampuan investor ini untuk
21
menghukum saham yang tidak memenuhi ekspektasi telah menimbulkan
tekanan baru pada manajer untuk melakukan segala cara guna melampaui
ekspektasi pasar.
3. Insentif Lain.
Laba seringkali diturunkan untuk menghindari biaya politik dan penelitian
yang dilakukan badan pemerintah, misalnya untuk ketaatan undangundang antimonopoli dan IRS. Selain itu, perusahaan dapat menurunkan
laba untuk memperoleh keuntungan dari pemerintah, misalnya subsidi
atau proteksi dari persaingan asing. Perusahaan juga menurunkan laba
untuk mengelakkan permintaan serikat buruh. Salah satu insentif
manajemen laba lainnya adalah perubahan menajemen yang seringkali
menyebabkan terjadinya big bath. Alasan terjadinya big bath adalah
melemparkan kesalahan pada manajer yang berwenang sebagai tanda
bahwa manajer baru harus membuat keputusan tegas untuk memperbaiki
perusahaan, dan yang terpenting adalah memberikan kemungkinan
dilakukannya peningkatan laba di masa depan.
2.1.3 Profitabilitas
Laporan akuntansi mencerminkan keadaan yang telah terjadi di masa lalu,
tetapi laporan tersebut juga memberikan kita petunjuk tentang hal-hal yang
sebenarnya memiliki arti penting yakni apa yang kemungkinan akan terjadi di
masa depan. Rasio profitabilitas mencerminkan hasil akhir dari seluruh
22
kebijakan keuangan dan keputusan operasional (Brigham dan Joel, 2010).
Menurut Fahmi (2011) rasio profitabilitas bermanfaat untuk menunjukkan
keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Investor yang
potensial akan menganalisis dengan cermat kelancaran sebuah perusahaan dan
kemampuannya untuk mendapatkan keuntungan (profitabilitas), karena mereka
mengharapkan dividen dan harga pasar dari sahamnya. Selain itu, profitabilitas
juga dapat dinyatakan sebagai rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas
manajemen dilihat dari laba yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi.
Ada banyak ukuran profitabilitas, namun yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah ukuran return on assets (ROA). Rasio laba bersih terhadap
total aset mengukur pengembalian atas total aset (return on total asset) setelah
bunga dan pajak (Brigham dan Joel, 2010).
ܴܱ‫= ܣ‬
ℎ
ℎ
݈ܾܽܽ
2.1.4 Leverage
Menurut Sundjaja dan Inge (2002) pada umumnya seorang analis
keuangan berkepentingan dengan hutang jangka panjang sebab perusahaan
harus membayar bunga dalam jangka panjang dan pokok pinjamannya.
Demikian pula tuntutan terhadap kreditur harus didahulukan dibandingkan
dengan pembagian hasil kepada pemegang saham. Pemberi pinjaman juga
berkepentingan terhadap kemampuan perusahaan untuk membayar hutang
23
sebab semakin banyak hutang perusahaan, semakin tinggi kemungkinan
perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur. Manajemen
jelas berkepentingan terhadap hutang perusahaan agar dapat membayar
kewajibannya. Umumnya, lebih banyak hutang perusahan yang digunakan
dalam kaitannya dengan total aktiva, lebih besar lagi pengaruh keuangan yaitu
sejumlah hasil dan risiko yang ditimbulkan melalui penggunaan beban tetap
keuangan seperti hutang dan saham preferen. Dengan perkataan lain, semakin
besar pengaruh keuangan yang digunakan perusahaan maka semakin besar hasil
dan risiko yang diharapkan.
Menurut Brigham dan Joel (2010) prosedur yang digunakan oleh para
analis untuk meninjau utang perusahaan yaitu mereka memeriksa neraca untuk
menentukan proporsi total dana yang diwakili oleh utang, dan mereka meninjau
laporan laba rugi untuk melihat sampai sejauh mana beban tetap dapat ditutup
oleh laba operasi. Ukuran leverage yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah rasio total utang terhadap total aset (debt ratio). Rasio total utang
terhadap total aset, yang umumnya disebut rasio hutang (debt ratio) mengukur
persentase dan yang diberikan oleh kreditor seperti dinyatakan berikut:
=
2.1.5 Ukuran Perusahaan
Menurut Kusumawardhani (2012) ukuran perusahaan adalah ukuran yang
digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan memiliki aktivitas operasional
24
yang lebih kompleks sehingga dimungkinkan melakukan manajemen laba.
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil
perusahaan menurut berbagai cara, antara lain total aktiva, log size, penjualan
dan nilai pasar saham.
Biro Pusat Statistik mengelompokan tingkatan
skala perusahaan
berdasarkan tingkatan penjualan adalah sebagai berikut:
Skala perusahaan
Tingkat Penjualan Setahun
Kecil
< Rp 3 milyar
Sedang
Rp 3 – Rp 10 milyar
Besar
> Rp 10 milyar
Keputusan ketua Bapepam No. Kep 11/PM/1997 dalam Kusumawardhani
(2012) menyebutkan perusahaan kecil dan menengah berdasarkan aktiva
(kekayaan) adalah badan hukum yang memiliki total aktiva tidak lebih dari
seratus milyar rupiah, sedangkan perusahaan besar adalah badan hukum yang
memiliki total aktivanya di atas seratus milyar rupiah.
2.2 Kerangka Pemikiran
Secara umum, tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi
tentang posisi keuangan, kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu entitas
yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan
ekonomi atau siapapun yang tidak dalam posisi dapat meminta laporan keuangan
25
khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi tertentu (Rudianto, 2012).
Menurut Hendriksen (2000), pelaporan keuangan harus menyediakan informasi
yang berguna bagi investor dan kreditor dan pemakai lain yang sekarang dan
yang potensial mengambil keputusan rasional untuk investasi, kredit dan yang
serupa. Informasi tersebut harus dapat dimengerti oleh mereka yang mempunyai
pemahan yang wajar atas kegiatan bisnis dan ekonomi dan bersedia mempelajari
informasi itu dengan cukup tekun.
Dalam memenuhi tujuannya, laporan keuangan juga menunjukkan apa
yang telah dilakukan manajemen (stewardship) atau pertanggungjawaban
manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya (Rudianto, 2012).
Manajemen bertanggung jawab atas aktivitas usaha perusahaan. Mereka
membuat keputusan pendanaan, investasi, dan operasi. Mereka memilih
tindakan,
strategi
perencanaan,
dan
(Subramanyam, 2011). Berdasarkan
melaksanakan
Hendriksen
rencana
tersebut
(2000), pemilik dapat
dimengerti jika berkeinginan agar manajemen mengambil keputusan-keputusan
yang konsisten dengan keinginan pemilik, agar mereka jujur dan efisien, dan
agar keputusan-keputusan mereka menghasilkan kenaikan nilai tertinggi yang
mungkin.
Salah satu cara untuk memotivasi manajemen untuk melakukan hal ini
adalah dengan memberi bonus. Manajer yang diberi imbalan karena angka
penghasilan bersih yang tinggi mempunyai dorongan yang jelas untuk
menaikkan angka itu dengan berbagai cara (Hendriksen, 2000). Salah satu cara
26
yang sering digunakan adalah dengan melakukan praktik manajemen laba.
Menurut Scott (2000), manajemen laba sebagai suatu cara penyajian laba yang
bertujuan untuk memaksimalkan utilitas manajemen dan/atau meningkatkan nilai
pasar perusahaan, melalui pemilihan set kebijakan prosedur akuntansi.
Berdasarkan Hendriksen (2000), asimetri informasi timbul karena adanya
informasi yang tidak lengkap, yaitu ketika tidak semua keadaan diketahui oleh
kedua belah pihak. Hal ini memicu timbulnya praktik manajemen laba. Praktik
manajemen laba pada laporan keuangan suatu perusahaan harus dapat
diidentifikasi agar tidak menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi praktik manajemen laba. Dalam
penelitian ini akan diteliti pengaruh profitabilitas, leverage, dan ukuran
perusahaan terhadap praktik manajemen laba.
Berdasarkan Subramanyam (2011), pengembalian atas investasi modal
merupakan indikator penting atas kekuatan perusahaan dalam jangka panjang.
Angka ini menggunakan ukuran ringkasan utama dari laporan laba rugi dan
neraca untuk menilai profitabilitas. Ukuran profitabilitas memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan ukuran kekuatan keuangan jangka panjang
lainnnya atau solvabilitas yang hanya mengandalkan pos neraca. Angka ini dapat
mengungkapkan pengembalian atas investasi modal secara efektif dari berbagai
perspektif kontributor pendanaan yang berbeda. Menurut Fahmi (2011) semakin
baik rasio profitabilitas maka semakin baik menggambarkan kemampuan
tingginya perolehan keuntungan perusahaan. Perusahaan yang memiliki
27
profitabilitas yang tinggi akan cenderung untuk mengatur labanya (Widyastuti,
2009). Rasio profitabilitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah rasio
return on assets (ROA).
ܴܱ‫= ܣ‬
()
Faktor selanjutnya yang diteliti pengaruhnya terhadap praktik manajemen
laba adalah leverage. Variabel ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan
oleh perusahaan untuk mendanai total asset. Semakin besar utang yang
digunakan, semakin besar pula risiko yang akan dihadapi perusahaan dalam
memenuhi kewajiban kontraktual dengan para kreditur. Tetapi di sisi lain,
penggunaan utang juga dapat memperbesar tingkat pengembalian yang diperoleh
perusahaan dibandingkan bila seluruh asset perusahaan didanai oleh modal
sendiri (Solihin, 2009). Maka dari itu, manajemen melakukan manajemen laba
untuk menarik kepercayaan investor dalam memberikan pinjaman.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Saleh et al (2005), Tarjo (2008), dan
Lin et al (2009) dalam Jao dan Gagaring (2011) menemukan bahwa leverage
mempunyai hubungan positif dengan manajemen laba. Leverage dapat diukur
menggunakan beberapa rasio, yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
debt to total assets atau debt ratio.
= Menurut Kusumawardhani (2012) ukuran perusahaan merupakan salah satu
indikator yang digunakan investor dalam menilai aset maupun kinerja
28
perusahaan. Besar kecilnya suatu perusahaan dapat dilihat dari total aktiva dan
total penjualan yang dimiliki oleh perusahaan. Penelitian terdahulu seperti
Chtourou et al (2001), Lee and Choi (2002), Midiastuty dan Machfoedz (2003),
Saleh et al (2005), Liu dan Lu (2007), dan Cornet et al (2009) dalam Jao dan
Gagaring (2011) menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh
negatif signifikan terhadap besaran pengelolaan laba. Perusahaan yang besar
lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka akan lebih berhati-hati
dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga berdampak perusahaan tersebut
melaporkan kondisinya lebih akurat.
Secara skematis penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
29
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Teori Keagenan
Pemilik Perusahaan
(Prinsipal)
Manajemen Perusahaan
(Agen)
Laporan Keuangan
Manajemen Laba
Asimetri Informasi
Kondisi Keuangan
Tingkat
Profitabilitas
Informasi Keuangan
Ukuran Perusahan
Financial
Leverage
30
Hubungan variabel dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2. Hubungan Variabel
Profitabilitas (ROA)
Leverage (DAR)
Ukuran Perusahaan
(Total Aset)
Keterangan :
Variabel X :
X1: Profitabilitas (ROA)
X2: Leverage (DAR)
X3: Ukuran Perusahaan (Total Aset)
Variabel Y :
Manajemen Laba (Discretionary Accruals)
= Pengaruh Secara Simultan
= Pengaruh Secara Parsial
Manajemen
Laba
(Discretionary
Accruals)
31
2.2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
dan Tahun
No.
Penelitian
1.
Dra. Rahmawati,
Msi, Ak.
Drs. Yacob
Suparno, Msi,
Ak.
Nurul
Qomariyah, SE
(2006)
2.
RR. Sri
Handayani dan
Agustono Dwi
Rachadi
(2009)
Judul
Penelitian
Pengaruh
Asimetri
Informasi
Terhadap
Praktik
Manajemen
Laba pada
Perusahaan
Perbankan
Publik yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Jakarta
Pengaruh
Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Manajemen
Laba
Variabel
Penelitian
Variabel
Independen:
Asimetri Informasi
Variabel Kontrol:
1. Varian
2. Ukuran
Perusahaan
3. Pertumbuhan
Perusahaan
4. Rata-rata
Kapitalisasi
Pasar
Variabel Dependen:
Manajemen Laba
Variabel
Independen:
Ukuran
Hasil Penelitian
Asimetri informasi
berpengaruh secara
positif dan signifikan
terhadap manajemen
laba.
Varian, ukuran
perusahaan,
pertumbuhan
perusahaan, dan ratarata kapitalisasi pasar
berpengaruh terhadap
manajemen laba.
Ukuran perusahaan
besar dan sedang tidak
terbukti lebih agresif
dalam melakukan
Variabel Kontrol:
manajemen laba.
1. Pertumbuhan
Pertumbuhan
Penjualan
penjualan, kinerja laba
2. Kinerja Laba
pada periode
pada Periode
sebelumnya, capital
Sebelumnya
intencity ratio, status
3. Capital Intencity KAP dan komisaris
Ratio
independen tidak
4. Status KAP dan terpengaruh terhadap
Komisaris
manajemen laba.
Independen
Perusahaan
Variabel Dependen:
Laba
32
3.
Tri Widyastuti
(2009)
Pengaruh
Struktur
Kepemilikan
dan Kinerja
Keuangan
Terhadap
Manajemen
Laba: Studi
Pada
Perusahaan
Manufaktur di
BEI
Variabel
Independen:
1. Struktur
Kepemilikan
Institusional
2. Struktur
Kepemilikan
Manajerial
3. Ukuran
Perusahaan
4. Leverage
5. Profitabilitas
Variabel Dependen:
Manajemen Laba
4.
Robert Jao dan
Gagaring
Pagalung
(2011)
Corporate
Governance,
Ukuran
Perusahaan,
dan Leverage
Terhadap
Manajemen
Laba
Perusahaan
Manufaktur
Indonesia
Variabel
Independen:
1. Kepemilikan
Manajerial
2. Kepemilikan
Institusional
3. Ukuran Dewan
Komisaris
4. Komposisi
Dewan
Komisaris
Independen
5. Komite Audit
6. Ukuran
Perusahaan
7. Leverage
Variabel Dependen:
Manajemen Laba
Struktur kepemilikan
dan kinerja keuangan
secara bersama-sama
berpengaruh terhadap
manajemen laba.
Struktur kepemilikan
institusional dan
struktur kepemilikan
manajerial
berpengaruh negatif
terhadap manajemen
laba, sedangkan
ukuran perusahaan,
leverage, dan
profitabilitas
berpengaruh positif
terhadap manajemen
laba.
Kepemilikan
manajerial, komposisi
dewan komisaris, dan
komite audit
mempunyai pengaruh
negatif terhadap
manajemen laba,
sedangkan
kepemilikan
institusional dan
ukuran dewan
komisrasi memiliki
hubungan yang positif
terhadap manajemen
laba.
Ukuran perusahan
mempunyai pengaruh
yang negatif signifikan
terhadap manajemen
laba.
Leverage tidak
mempunyai pengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba.
33
5.
Indra
Pengaruh
Kusumawardhani Corporate
(2012)
Governance,
Struktur
Kepemilikan,
dan Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Manajemen
Laba
Variabel
Independen:
1. Corporate
Governance
2. Struktur
Kepemilikan
Institusional
3. Struktur
Kepemilikan
Manajerial
4. Ukuran
Perusahaan
Variabel Dependen:
Manajemen Laba
Corporate governance,
struktur kepemilikan,
dan ukuran perusahaan
secara simultan
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen
laba.
Corporate governance
dan struktur
kepemilikan
institusional tidak
mempengaruhi
manajemen laba.
Struktur kepemilikan
manajerial dan ukuran
perusahaan
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen
laba.
2.3 Pengembangan Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menggunakan profitabilitas, leverage, dan ukuran perusahaan
sebagai variabel independen dan manajemen laba sebagai variabel dependen.
Hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.3.1
Hubungan Profitabilitas, Leverage, dan Ukuran Perusahaan dengan
Manajemen Laba
Dengan adanya persaingan ekonomi yang semakin pesat, memicu
perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar menarik minat
investor dan pihak terkait lainnya untuk memberikan investasi maupun
pinjaman kepada perusahaan. Oleh karena itu perusahaan akan berusaha
untuk menampilkan laporan keuangan yang menggambarkan kinerja baik
34
dalam perusahaan. Salah satu ukuran kinerja yang baik dilihat dari
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau yang disebut dengan
profitabilitas.
Dengan
profitabilitas
yang
tinggi,
perusahaan
akan
mendapatkan kepercayaan dari para stakeholders terutama kreditor untuk
memberikan pinjaman sehingga tingkat leverage akan meningkat dan
dengan meningkatnya sumber pendanaan perusahaan dapat dilakukan
ekspansi sehingga ukuran perusahaan akan ikut meningkat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (2009)
perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan cenderung untuk
mengatur labanya sehingga dapat terus mendapat kepercayaan dari
stakeholders. Watts dan Zimmerman (1986) dalam Perdana (2012)
menyatakan bahwa perusahaan dengan rasio hutang yang tinggi cenderung
menggunakan prosedur akuntansi yang bersifat meningkatkan laba (incomeincreasing) untuk mengamankan tingkat likuiditas perusahaan tersebut di
mata kreditur.
Dari pendapat diatas maka hipotesis yang dapat dikembangkan sebagai
berikut :
H1 : Profitabilitas (ROA), Leverage (DAR), dan Ukuran Perusahaan
(Total Aset) secara simultan berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
2.3.2
Hubungan Profitabilitas dengan Manajemen Laba
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba
(Solihin, 2009).
Berdasarkan Perdana (2012) semakin besar perubahan
35
profitabilitas menunjukkan semakin besar fluktuasi kemampuan manajemen
dalam menghasilkan laba. Hal ini mempengaruhi investor dalam
memprediksi laba dan memprediksi risiko dalam investasi sehingga
memberikan dampak pada kepercayaan investor terhadap perusahaan.
Sehubungan dengan itu, manajemen termotivasi untuk melakukan
manajemen laba dengan melakukan praktik perataan laba agar laba yang
dilaporkan tidak berfluktuatif sehingga dapat meningkatkan kepercayaan
investor.
Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan cenderung
untuk mengatur labanya (Widyastuti, 2009). Hal ini tercermin dari hasil
penelitiannya yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh secara
positif terhadap manajemen laba. Dari argumen tersebut, dapat dilakukan
pengembangan hipotesis sebagai berikut:
H2: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba
2.3.3
Hubungan Leverage dengan Manajemen Laba
Leverage merupakan ukuran besarnya hutang yang digunakan oleh
perusahaan untuk mendanai total asset. Semakin besar hutang yang
digunakan, semakin besar pula risiko yang akan dihadapi perusahaan dalam
memenuhi kewajiban kontraktual dengan para kreditur (Solihin, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Tarjo (2008) dalam Indriani (2010) leverage
berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini sesuai
dengan debt covenant hypothesis yang menyatakan bahwa jika semua hal
36
yang lain tetap sama dan semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran
perjanjian hutang yang berbasis akuntansi, maka lebih mungkin manajer
perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang
dilaporkan dari periode mendatang ke periode sekarang. Hal tersebut
dilakukan karena laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi
kemungkinan
kegagalan
membayar
hutang-hutangnya
pada
masa
mendatang.
Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang dapat dikembangkan
adalah sebagai berikut:
H3: Leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
2.3.4
Hubungan Ukuran Perusahaan dengan Manajemen Laba
Menurut Kusumawardhani (2012) ukuran perusahaan merupakan salah
satu indikator yang digunakan investor dalam menilai aset maupun kinerja
perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan biasanya informasi yang
tersedia untuk pengambilan keputusan dalam perusahaan tersebut semakin
banyak. Menurut Jao dan Gagaring (2011) perusahaan yang besar lebih
diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam
melakukan pelaporan keuangan dan melaporkan kondisnya lebih akurat.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis sebagai
berikut:
H4: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com.
The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.
This page will not be added after purchasing Win2PDF.
Download