BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI II.1 Tinjauan Umum II.1.1 Tinjauan Mengenai Perlunya Dilakukan Konservasi Mengapa konservasi perlu dilakukan? Alasannya adalah karena bangunan dan kawasan kota tua dapat menjadi ikon promosi identitas nasional suatu bangsa, memiliki kualitas untuk menjadi potensi pariwisata loal dan mancanegara. Bangunan bersejarah adalah bagian tak terpisahkan dari lingkungan yang telah terbangun. Sejarah membentuk wajah kota, dan sebagian masih dapat dilihat dan dirasakan oleh generasi sekarang. Ironisnya nilai usia dan sejarah bangunan yang bertambah berbanding terbalik dengan kondisi fisiknya bila tidak dilakukan konservasi. Setiap hal, termasuk bangunan, memiliki zamannya sendiri dan akan berganti baru sesuai perkembangan zaman. Namun bangunan-bangunan kontemporer yang dibangun dengan sesuai pertimbangan masa kini terbukti memiliki usia yang tidak panjang. Rata-rata hanya 20 tahun. Sementara bangunan tua yang dibangun pada masa lampau memiliki ketahanan dan kesinambungan yang lebih besar, yang dengan perawatan yang cukup, dapat digunakan untuk waktu yang sangat lama. Perawatan dan pemanfaatan tepat bangunan tua dapat menjadi solusi ekonomis dan rasional ketimbang membangun bangunan baru yang tidak tahan lama. Asumsi bahwa biaya perawatan bangunan tua sangat besar perlu diimbangi dengan pemahaman 11 bahwa biaya perawatan bangunan baru pun tidak sesedikit yang diduga. (Orbasli, 2008, pp3-4) II.1.2 Tinjauan Mengenai Kota Tua dan Konservasi di Dunia Tumbuhnya perhatian lebih pada warisan budaya dan rasa nasionalisme pada akhir Perang Dunia, serta kesadaran bahwa pariwisata budaya dapat bernilai ekonomi menjadi penyebab dimulainya gerakan konservasi di Eropa pada akhir abad XX. Setelah perang, penting bagi suatu bangsa untuk membangun kembali monumen-monumen yang hancur atau rusak berat. Pusat sejarah yang dibangun di Warsawa untuk melakukan dokumentasi pra Perang Dunia, kemudian dikenal sebagai UNESCO World Heritage List. Beberapa konvensi diadakan, menghimpun negara-negara di dunia, mensahkan piagam-piagam yang menjadi ketentuan global bagaimana seharusnya konservasi dilakukan. Beberapa ketentuan seperti Piagam Nara yang khusus membahas konservasi di belahan dunia timur menekankan pentingnya aset tidak berwujud seperti adat dan kepercayaan sebagai salah satu elemen konservasi. Konservasi sudah umum dilakukan di negara-negara di dunia. Contohnya Jerman sebagai negara yang banyak menderita kehilangan dan kerusakan selama Perang Dunia. Salah satu kotanya, Heidelberg, tampak terisi seluruhnya dengan bangunan tua, padahal sebenarnya hanya empat bangnan yang tersisa setelah perang, sisanya direkonstruksi sesuia keadaan sebelum masa perang. Sementara Singapura memberikan perhatian khusus pada 12 konservasi, salah satunya dengan melibatkan emosi masyarakat dalam pengolahan kawasan kota tua dan memberi penghargaan tahunan bagi bangunan-bangunan yang dinilai dikonservasi dengan baik. Gambar II.1.2.1 Praktek konservasi di Jerman dan Singapura Sumber : Dokumentasi pribadi dan Google image search II.1.3 Definisi Hotel Menurut Dictionary of Architecture and Building Construction (Davies dan Jokiniemi, 2008, p193), hotel is an establishment providing temporary residential accommodation and communal facilities, primarily for travelers, tourists and those on holiday or business. Dapat diartikan sebagai berikut : hotel adalah sebuah tempat usaha yang menyediakan akomodasi hunian bersifat sementara dan fasilitas bersama, terutama bagi orang-orang dalam perjalanan, wisatawan, dan mereka yang sedang berlibur atau berbisnis. II.1.4 Sejarah Hotel Hotel mulai dikenal sejak permulaan abad masehi, dengan adanya usaha penyewaan kamar untuk orang yang melakukan perjalanan. Hotel berasal dari kata ”inn”, dapat diartikan sebagai usaha menyewakan sebagian 13 dari rumahnya kepada orang lain yang memerlukan kamar untuk menginap. Pada umumnya kamar yang disewakan dihuni beberapa orang bersama-sama. Pada mulanya inn, sering juga disebut dengan lodge, hanya menyediakan tempat beristirahat bagi mereka yang melakukan perjalanan. Peradaban semakin maju, maka terdapat berbagai peningkatan : fasilitas penyediaan bak air untuk mandi, kemudian disusul penyediaan makanan dan minuman, walaupun masih dalam tahap yang sangat sederhana. Pada abad ke6 masehi, mulai diperkenalkan uang sebagai alat penukar yang sah, maka jenis usaha penginapan ini semakin berkembang dan mencapai puncaknya pada masa Revolusi Industri di Inggris pada tahun 1750 hingga tahun 1790. Salah satu dampak revolusi adalah lebih banyak lagi orang melakukan perjalanan. Pada zaman itu, ketertiban dan keamanan belum sebaik saat ini, sehingga para pejalan kaki memilih untuk beristirahat di penginapan yang dianggap dapat memberikan rasa aman kepada mereka saat bermalam, dan keesokan harinya melanjutkan perjalanan. Pada tahun 1129 telah tercatat adanya inn di Kota Canterburry, Inggris, sedangkan di Amerika Serikat inn tertua dibangun pada tahun 1607. Pada tahun 1794 di Kota New York dibangun sebuah hotel yang diberi nama City Hotel yang mempunyai kamar sebanyak 73 kamar. Walaupun pada awalnya pengoperasian Hotel City dirasa janggal, akhirnya hotel tersebut dengan cepat menjadi buah bibir yang pada gilirannya menjadi pusat kegiatan segala acara di kota tersebut. 14 Paada tahun 1829 dibanguun hotel denngan nama The Tremonnt House yang kemuudian oleh sebagian paara ahli diaanggap sebaagai cikal bakalnya b perhotelan modern. Hotel H tersebuutlah yang pertama kaali memperkkenalkan jenis-jenis kamar singlle dan doublle, yang pada setiap kam mar dilengkaapi kunci masing-maasing, air minum m di setiap kamar, pelayanan oleh bellbooy, serta memperkennalkan masaakan Peranciis ke dunia perhotelan. p H Hotel inipun menjadi sangat terkkenal dan menjadi m temppat persingggahan yang sangat ramaai. Yang terpenting, mulai disaddari bahwa inndustri hotel adalah induustri penjualaan jasa. Paada saat ituu hotel belum m menyediaakan layanann kamar maandi dan pendingin atau penghaangat untuk setiap kamaar. Sekarangg hal tersebuut sudah menjadi keeharusan. Seetelah 20 tahhun beroperaasi, hotel Treemont ditutuup untuk diperbarui. Tidak disaangsikan lagi bahwa keberasilan k The Tremoont telah h b baru yang keemudian salling bersaing dalam mendorongg lahirnya hotel-hotel meningkatkkan mutu, baaik dalam peelayanan maupun pengaddaan fasilitas. Gambar II.1.4.11 Hotel The Trremont House Sumber : Akomodasi Perhottelan Jilid 1 Paada permulaaan abad XX X mulai terjaddi perubahann yang cukuup berarti pada industri perhoteelan yaitu mulai m diperrkenalkannya hotel-hoteel kelas 15 menengah yang tidak begitu mewah dan mahal bagi para pengusaha atau wisatawan, berciri lebih mengutamakan kepraktisan, yang berkembang dengan pesatnya. Tercatat seorang yang bernama Ellswort M. Statler yang berjasa dalam menemukan ide-ide baru seperti penyediaan koran pagi, cermin di kamar, dan lain-lain. Dalam kurun waktu 40 tahun berikutnya, hotel-hotel milik Statler menjadi contoh dalam pembangunan konstruksi hotel-hotel baik di Amerika Serikat maupun di seluruh dunia. Industri perhotelan pernah mengalami kejayaannya selama dan sesudah Perang Dunia II dimana banyak sekali orang yang melakukan perjalanan dan memerlukan jasa perhotelan. II.1.5 Studi Hotel Untuk lebih memahami karakteristik dan kebutuhan hotel, penyusun melakukan studi terhadap beberapa proyek sejenis. 1. Studi Hotel Salak The Heritage Bogor Penyusun memilih Hotel Salak untuk studi karena hotel ini memiliki beberapa kesamaan dengan proyek city hotel yang akan dirancang. Hotel ini merupakan bangunan tua yang dikonservasi dan dijadikan hotel bintang empat. Penyusun juga menjadikan Hotel Salak sebagai salah satu rujukan studi luasan dan fasilitas. Hotel Salak The Heritage dibangun pada tahun 1856 dengan nama Hotel Bellevue-Dibbets, dan dikategorikan sebagai hotel khusus bagi Kalangan Istana Bogor dan dimiliki oleh seorang Belanda yang memiliki hubungan keluarga dengan Gubernur Jenderal. 16 Gambar II.11.5.1 Foto sem masa hotel masihh bernama Hottel Dibbet Sumberr : Website Hootel Salak Hotel Saalak The Heritage H adaalah hotel cagar c budayya yang bertemppat di seberaang Istana Kepresidenan K n Bogor di samping s Cityy Hall di Jalan Irr. H. Juanda No. 8 Bogorrdi atas areaa seluas 8,2277 m2. Hotel ini terdiri dari empat e bagiann utama. Perrtama, bagiaan depan yang dikenal d denggan nama Heritage H Buiilding – berupa dua bangunan bersejarrah yang dirrenovasi. Duua bagian laagi adalah saayap kiri daan kanan dengann dua dan empat lantai. Bagian keeempat adalah bagian belakang b hotel yang y berlantaai lima, dileengkapi duaa lift tamu dan d satu lift service. Hotel Salak S terus meningkatka m an layanan dan fasilitasnnya hingga mencapai m standarr klasifikasi hotel h bintangg empat. Gambar III.1.5.2 Hotel Salak S saat ini Sumberr : Website Hootel Salak 17 Ruang-ruang yang tersedia di hotel Salak dibagi menjadi beberapa tipe sesuai luasan, fasilitas, dan pemandangan yang dimiliki. Tabel II.1.5.1 Tipe kamar Hotel Salak Nama Ruang Luasan Fasilitas/fitur View Double bed Colonial Presidential Suite 10 x 8 m Interior bergaya kolonial Butler service 24jam Istana Bogor Koneksi internet Double bed Istana Bogor Interior bergaya kolonial Inner garden Colonial Super Executive Salak View Room Colonial Executive Heritage 7,2 x 6 m 4x8m Double bed Interior bergaya modern Gunung Salak Double bed Istana Bogor Interior bergaya kolonial Inner garden Double bed room Kolam renang Living room + dining set Inner garden Deluxe Suite Room Twin room Double bed room Deluxe Room Connecting room Extra Wi-Fi Internet Access Superior Room Kolam renang Inner garden Jalan Kota Bogor Twin room Kolam renang Double bed room Inner garden Connecting room Jalan Kota Bogor Sumber : Website Hotel Salak Fasilitas penunjang yang tersedia di Hotel Salak : 1. Business Center 2. Fitness Center 3. Paradise Travel 4. Smart Kids Planet & Children Playground 5. Swimming Pool & Inner Garden 6. Bellevue Wellness Salon, Spa and Barbershop 7. Herbal Place 8. Drugstore & Art shop 18 9. Internet Corner 10. Aesthetic Dentist 11. ATM Center 12. Security & Safety System Hotel Salak memiliki 6 restoran dan café dengan kuliner bervariasi dan 12 ruang pertemuan berkapasitas 10-1500 orang. Keterangan mengenai ruang-ruang pertemuan diuraikan dalam tabel : Tabel II.1.5.2 Tipe ruang pertemuan Hotel Salak Room Size U-shape Class Room Round Table Theater Padjadjaran I 12.5m x 10.5m 20 – 40 40 – 70 30 – 50 70 – 100 Padjadjaran II 11m x 7m 20 – 30 40 – 60 20 – 40 50 – 80 Padjadjaran III 11m x 7m 20 – 30 40 – 60 20 – 40 50 – 80 Batutulis I 7.5m x 8.2m 10 – 25 10 – 20 10 – 20 20 – 30 Batutulis II 7m x 8.2m 15 – 20 15 – 18 15 – 20 20 – 30 Batutulis III 7m x 7m 10 – 15 10 – 16 10 – 18 10 – 20 Batutulis IV 5.5m x 4.5m 4–8 4–8 4–6 8 – 10 Galuh 14.4m x 8m 20 – 40 30 – 70 30 – 50 70 – 100 Pakuan 14.4m x 8m 25 – 40 50 – 70 30 – 50 50 – 100 Burangrang 8.5 m x 9.5 m 15 - 25 20 - 25 20 - 25 30 - 50 Istana 28.8m × 18m 50 – 100 75 – 150 100 –150 150 – 400 Sumber : Website Hotel Salak Gambar II.1.5.3 Cafe Kanari dan Ballroom Istana Sumber : Website Hotel Salak 19 2. Studi The Scarlet Hotel Singapura The Scarlet dipilih sebagai salah satu studi karena hotel ini dinilai memiliki kualitas desain yang baik yang dapat dicontoh, serta pendekatan pencapaian standar hotel bintang lima tidak melalui kuantitas (jumlah dan luasan kamar dan fasilitas), tapi melalui kualitas (tampilan dan performa desain interior dan fasilitas). Hotel ini juga merupakan proyek konservasi bangunan tua yang disesuaikan dengan fungsi baru dan hasilnya cukup baik, ramai pengunjung. Hotel The Scarlet dengan total 84 kamar terletak di sudut Erskine Road, membentang sepanjang 12 ruko (shophouse) yang direstorasi, termasuk satu bangunan bergaya Art Deco dari tahun 1924. Hotel dengan konsep boutique hotel berbintang lima ini didesain amat mewah dengan perabot dan elemen dekorasi berkelas. Gambar II.1.5.4 Eksterior dan lobi The Scarlet Sumber : Website Hotel Scarlet, Google image search The Scarlet memiliki 5 suite yang masing-masing didesain dengan tema, skema warna, dan gaya tersendiri : Splendour, Passion, Opulent, Lavish, dan Swank. 20 Gambar II.1.5.5 Suite Splendour, Opulent, dan Lavish Sumber : Website Hotel Scarlet Konfigurasi seluruh ruangnya sebagai berikut : Tabel II.1.5.3 Tipe kamar Hotel Scarlet Tipe Ruang Jumlah Luasan Standard Room 8 15-20 sqm Deluxe Room 28 16-20 sqm Executive Room 17 16-20 sqm Executive Room with balcony 8 18-24 sqm Premium Room 14 26-30 sqm Opulent Suite 1 36 sqm Lavish Suite 1 42 sqm Swank Suite 1 33 sqm Passion Suite 1 25 sqm, Terrace Area 32 sqm Splendour Suite (2 br) 1 51 sqm Sumber : Website Hotel Scarlet The Scarlet memiliki 3 restoran dan bar : Bold, Desire, dan rooftop restaurant bertajuk Breeze. Juga terdapat 2 fasilitas kesehatan : Soda Spa dan Flaunt Fitness, dan satu ruang pertemuan yaitu The Sanctum. Semua fasilitas ini menerapkan desain interior yang menawan, kuliner kelas satu, dan fasilitas lengkap. Salah satu restorannya, Desire, bahkan mendapat penghargaan Singapore’s Top restaurant 2008. 21 Gambar II.1.5.6 Resttoran dan bar Desire, D Bold, daan Breeze G Gambar II.1.55.7 Spa Soda, Fitness F Flaunt, dan ruang perttemuan Sanctuum Sumber : Website Hottel Scarlet Fasilitas yang y dimilikki The Scarllet boleh jaddi relatif seddikit dari segi kuuantitas, tapi sangat makssimal dari seegi kualitas, selain aspekk sejarah dan lookasinya yaang strategiis. Inilah yang y menyyebabkan hotel h ini diklasiffikasikan sebbagai hotel bintang b lima. 3. Studi Tune T Hotelss Bali Tune Hottel menjadi acuan pennyusun untuuk lebih meemahami konsep limited servvice pada tippe compact hotel yang memungkink m kan tarif h lebihh terjangkau bagi sebagian besar menginnap dapat jauuh ditekan hingga kalangaan wisatawann, terutama di d masa krisis ekonomi. 22 Hotel ini berslogan b ‘ppengalaman tidur bintangg lima dengaan harga bintangg satu’. Kuualitas temppat tidur dan d showernnya baik. Fasilitas tambahhan tidak diisediakan attau diperolehh dengan sistem ‘bayaar sesuai yang diigunakan’. 5 fitur yang disediakan d H Hotel Tune anntara lain : • Tem mpat tidur sttandar hotel bintang limaa – spring beed King Koiil ukuran singgle untuk kaamar tunggaal dan queenn size untukk kamar gandda, serta perllengkapan seeperti bantall, selimut, daan sprei denggan kualitas sama G Gambar II.1.55.8 Tipikal kam mar ganda Tunee Hotel Sumbber : www.tuneehotels.com • Setiiap kamar dilengkapi d k kamar manddi di dalam dengan shoower air pannas bertekanaan kuat G Gambar II.1.55.9 Tipikal kam mar mandi Tunee Hotel Sumbber : www.tuneehotels.com 23 • Berada di lokasi yang strategis – semua Hotel Tune terletak strategis, berdekatan dengan pusat perbelanjaan, pusat bisnis, atau wisata. Tune Hotel Kuta berjarak 6 menit jalan kaki ke Pantai Kuta, Tune Legian berjarak 3 menit dari pantai. Keduanya berada pada jalan yang terisi tempat makan dan pusat hiburan seperti spa, factory outlet, dan club. Gambar II.1.5.10 Peta lokasi Tune Hotel Kuta Sumber : www.tunehotels.com • Bersih – layanan kebersihan tersedia setiap hari, penggantian bed linen dapat dipilih untuk diganti setiap hari atau beberapa hari sekali. • Pengamanan 24 jam – kartu elektronik akses masuk kamar, kamera CCTV di seluruh hotel, petugas jaga bergilir, dan lobby utama tidak dapat diakses tanpa kartu selewat tengah malam. Gambar II.1.5.11 Akses kartu elektronik dan lobby resepsionis Sumber : www.tunehotels.com 24 Karakterisstik dan kuallitas pelayannan Tune Hootels : • Ranncangan tam mpak bangunaan cukup baaik Gambar II.1.5.12 Tam mpilan eksteriorr Tune Hotel Kuta K dan Legiann Sumbber : www.tuneehotels.com • Ranncangan inteerior pada ruang publik seperti s lobbyy cukup baik G Gambar II.1.5.13 Interior lobbby Tune Hotell Legian Sumbber : www.tuneehotels.com • Layyout kamar sangat s efisieen, luasan 9.6 m2 untukk kamar tungggal dan 11 m2 untuk kamar k gandaa, semua dengan kamaar mandi dii dalam. Kekkurangannyaa, ada bebeerapa kamarr tidak berjjendela. Tunne Kuta mem miliki 55 kam mar tunggall dan 84 kam mar ganda, 4 lantai. Tunee Legian mem miliki 170 kamar ganda,, 4 lantai. 25 Gambar II.1.5.14 Layout kamar tipikal Hotel Tune Sumber : www.tunehotels.com • Perabot dalam kamar minim. AC dapat digunakan dengan membayar biaya tambahan. Tidak ada lemari, hanya disediakan hanger. Tersedia ceiling fan, side table dan safety box, serta pengering rambut. Gambar II.1.5.15 Perlengkapan standar yang tersedia di tiap kamar Sumber : www.tunehotels.com • Tidak ada room service dan sarapan pagi. Terdapat Mini Mart 24 jam di Tune Kuta dan Legian. Restoran Es Teler 77 dan Well Being Spa hanya ada di Tune Legian. • Bangunan bebas asap rokok, tersedia smoking area di lobby • Tersedia lift dan akses internet gratis di lobby • Fasilitas yang dapat diperoleh dengan biaya tambahan : pick up service, perlengkapan mandi, sarapan, wi-fi, AC, dan TV • Tidak ada fasilitas olahraga dan kesehatan, kecuali mungkin yang skala kecil seperti spa di beberapa cabang. Fasilitas seperti kolam 26 renang dianggap tidak perlu disediakan karena belum tentu digunakan oleh semua tamu yang menginap. • Tarif semalam bervariasi Rp 120.000,- hingga Rp 300.000,-. Semakin jauh tanggal reservasi, semakin murah. Reservasi dapat dilakukan online via web. Tersedia tarif promo, seperti promo Hari Kemerdekaan yang menawarkan harga Rp 1.700,- semalam. 4. Studi W Hotel Bali W hotel merupakan resort hotel bergaya modern karya SCDA. Dari tinjauan ini, penyusun bermaksud mengambil masukan dari gambar kerja proyek berupa contoh layout kamar, pembagian ruang dan struktur, serta dimensi dan organisasi ruang. Gambar II.1.5.16 Perspektif W Hotel Sumber : Presentasi W Hotel Concept dari SCDA 27 Gambar II.11.5.17 Ground Plan W Hotel Sumber : Presenttasi W Hotel Concept dari SC CDA Gambar III.1.5.18 Potonggan W Hotel CDA Sumber : Presenttasi W Hotel Concept dari SC 28 Gambar III.1.5.19 Denah lantai tipikal Sumber : Presenttasi W Hotel Concept dari SC CDA Gambar II.1.5.20 I Denahh unitkamar Sumber : Presenttasi W Hotel Concept dari SC CDA Gambar II..1.5.21 Potongaan unit kamar Sumber : Presenttasi W Hotel Concept dari SC CDA 29 II.1.6 Tinjauan Umum Terhadap Topik dan Tema 1. Arsitektur Kontekstual Arsitektur kontekstual merupakan sebuah pendekatan terpadu dengan mengikutsertakan pertimbangan kualitas lingkungan fisik dan aspek nir-fisik ke dalam proses perancangan arsitektur. Brent C. Brolin dalam bukunya Architecture in Context (1980), menyatakan bahwa yang dimaksud architecture in context adalah kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan mengaitkan bangunan baru dengan lingkungan sekitarnya. Dapat dijabarkan beberapa pendekatan desain arsitektur kontekstual yang bervariasi atau tidak sekedar meniru: 1. Mengambil motif-motif desain setempat, seperti bentuk massa, pola atau irama bukaan, dan ornamen desain yang digunakan 2. Kedua, menggunakan bentuk-bentuk dasar yang sama, tetapi mengaturnya kembali sehingga tampak berbeda 3. Ketiga, melakukan pencarian bentuk-bentuk baru yang memiliki efek visual sama atau mendekati yang lama 4. Keempat, mengabstraksi bentuk-bentuk asli (kontras) Beberapa terminologi umum dalam arsitektur kontekstual yang juga dapat menjadi pendekatan perancangan : • Alteration/alterasi : Adaptasi bangunan lama untuk fungsi baru dengan perubahan. Salah satu contoh alterasi misalnya Governent Bunker Documentation Site di Bad Neuenahr-Ahrweiler, Jerman. Dibangun 30 padda 1960-19722 sebagai buunker perlinddungan terhaadap serangaan udara, kinii sisa terow wongan terseebut direnovvasi dan dittambah funggsi baru beruupa museum m dan pusat dokumentasi d i. Gaambar II.1.6.11 Bunker yang dialterasi mennjadi museum dan d pusat dokuumentasi Sumber : The T Architecturre of Democraacy • Adddition : - Pengulangaan bangunan asli - Abstraksi baangunan aslii - Latar belaakang (bacckground) bagi banguunan asli dengan pengaturan jarak j dan kaaitan visual (massa ( bangunan, dll.) Contooh addition : bangunan baru b Grand Hotel H Preangger Jalan Asiia Afrika Nomor N 81,, bersebelahan dengann bangunann lama. Banngunan terseebut bergaya Art Decoo disesuaikann dengan bangunan lam ma dengan tam mbahan fasilitas modernn dalam unsuur lansekap. Gambar II.11.6.2 Grand Hootel Preanger, bangunan lamaa dan baru (kannan) Sumber : Soluusi Desain Arssitektur Kontekkstual 31 • Infill : Pengertiannya tidak terbatas pada penyisipan satu bangunan saja, namun lebih kepada penyisipan berbagai aktivitas baru yang dibarengi dengan penyediaan wadah/fasilitas fisik kegiatan, berupa (kelompok) bangunan. Pendekatan arsitektur kontekstual juga dapat dilakukan melalui konsep harmonis dan kontras: • Harmonis Pengulangan pola-pola dari bangunan lama dalam skala tata bangunan (gubahan massa, siluet bangunan, jarak antarbangunan, setback, dan skala bangunan) • Kontras Gubahan massa ‘sesuai’ dengan skala bangunan lama, tetapi menggunakan unsur-unsur bangunan yang memperkuat keberadaan (signifikasi) bangunan lama (struktur, konstruksi, bahan, langgam, tekstur, warna, dll.) Contoh infill yang bersifat kontras misalnya bangunan baru German Oceanographic Museum yang dari bentuknya tampak organik, kontras dengan sekitarnya, warnanya pun putih cemerlang yang berbeda dengan bangunan-bangunan tua di kawasan tersebut yang digolongkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO. 32 Bila diperhatikan, tampak ada garis-garis bangunan baru yang selaras dengan bangunan tua di sebelahnya, sehingga tetap terasa saling menunjang walaupun fisiknya sangat berbeda. Gambar II.1.6.3 German Oceanographic Museum Sumber : The Architecture of Democracy Brolin mendorong kreativitas dalam arsitektur dalam melahirkan bentuk-bentuk baru yang berbasis pada perbendaharaan arsitektural dengan pengendalian (pedoman/panduan) yang ketat dalam evaluasi hasil perancangan. (Martokusumo, 2005, ppV-6 – V-8) Kontekstualisme merupakan sebuah ide tentang perlunya tanggapan terhadap lingkungannya serta bagaimana menjaga dan menghormati jiwa dan karakter suatu tempat. Sering orang beranggapan kontekstualisme hanya berusaha meniru bangunan lama sehingga terlihat sama dengan bangunan baru atau hanya untuk mempopulerkan langgam historis arsitektur tertentu. Namun, sebenarnya tidaklah seperti itu. (Hertanto, 2005) 33 2. Golden n Section daan Spiral Fib bonacci Pada perkkembangannyya, akan diggunakan teorri yang lebihh spesifik dalam menggarap fisik banguunan agar kontekstual k dengan sekkitarnya. Teori yang y dipilihh merupakann tatanan prroporsi yangg umum digunakan perencaana bangunaan pada masaa lalu, yaitu golden g sectiion. Euclid, seeorang ahli matematika m Yunani, padda sekitar taahun 300 SM meenulis Elemeents, sebuah kumpulan dari d 13 buku mengenai geometri. g Dalam Buku 6, Prroposisi 30, Euclid mennunjukkan bagaimana b m membagi sebuah garis dallam rasio nilai tengaah dan nillai ujung. Berikut penggaambaran Eucclid secara geeometris. Euclid unntuk menunjukkan bahw wa perbandinngan antaraa bagian yang leebih kecil daari sebuah garis, g GB terrhadap bagiian yang lebbih besar AG (GB GB/AG) adallah SAMA dengan d perbbandingan antara a bagiaan yang lebih besar, b AG, teerhadap kesseluruhan paanjang gariss AB (AG/A AB). Beri panjangg AB nilai 1, sementara panjang p AG G diberi nilai g sehingga menjadi m Bila disussun ulang seecara aljabarr menjadi g2 = 1–g atau g2+g=1, berkaitaan dengan definisi Phi2 = Phi+1. Banyak analisa a menyyimpulkan bahwa b Parthhenon dan Pantheon P dirancaang menggunnakan goldeen section (sekitar ( 500 SM). Namuun tidak 34 ada yaang tersisa dari d gambarr-gambar raancangan arsitek Yunanni untuk bangunnan tersebut.. Sehingga tidak t diketahhui apakah mereka bennar-benar mengguunakan goldden section dalam d peranccangan. Theano of o Thurii (500 SM), isttri Phytagorras diasumsii pernah menuliss buku Teorem T of Golden Mean. M Nam ma golden section kemunggkinan pertaama digunakkan Martin Ohm O dalam bukunya b (18335). Ada pendapat lain mennyatakan Leoonardo da Vinci V (1412-1519) adallah yang pertamaa menggunaakan nama seection aurea (bahasa Lattin golden seection). Leonardo da Vinci banyak b mennerapkan goolden sectionn dalam lukisann dan sketsa--sketsanya. Dalam D dunia arsitektur yang lebih modern, Le Corb rbusier meneerapkan goldden section dalam d rancanngannya, anntara lain Museum m Dunia dann Villa Garcches. Selain dalam arsiteektur, goldenn section dipakaii dalam berrbagai cabaang seni daari musik, puisi, hinggga film. Stradivvari juga mennggunakan rasio r ini utuuk menentukkan letak f-hoole pada biola Sttradivarius. G Gambar II.1.66.4 Contoh karyya seni yang menerapkan m rasiio golden section Sumber : Google imagge search; Benttuk, Ruang, dann Tatanan 35 Golden section adalah pembagian sebuah garis menjadi dua sehingga rasio antara bagian yang lebih panjang terhadap keseluruhan sama dengan rasio antara bagian yang lebih pendek terhadap bagian yang lebih panjang (sekitar 1:1.618); perancangan berdasarkan tatanan ini disebut memiliki komposisi yang baik. (Davies, 2008, p 642) Gambar II.1.6.5 Contoh terapan golden section pada fasad Sumber : Bentuk, Ruang, dan Tatanan Selain aturan perbandingan panjang, dalam golden section juga dibahas ketentuan mengenai garis pengatur. Jika diagonal-diagonal dari dua persegi panjang saling sejajar atau tegak lurus satu sama lain, akan menunjukkan bahwa kedua persegi panjang tersebut mempunyai proporsi yang serupa. Diagonal-diagonal ini disebut juga garis pengatur. Gambar II.1.6.6 Garis-garis pengatur fasad Sumber : Bentuk, Ruang, dan Tatanan 36 Dari arsitek dan ahli matematika yang melakukan observasi terhadap golden section, ditemukan hal-hal menarik lain yang terkait golden section. Salah satunya deret Fibonacci yang dapat digambarkan menjadi spiral Fibonacci. Deret Fibonacci : deret angka dimana tiap angka selanjutnya merupakan penjumlahan dari dua angka di depannya (2,3,5,8,13,21, dst.), yang dinamakan mengikuti nama ahli matematika Tuscan Leonardo Fibonacci (c. 1170-1230), yang menemukan bahwa dalam deret tersebut, rasio antara dua angka yang bersebelahan cenderung menyerupai golden section (1 : 1.618). (Davies dan Jokiniemi, 2008, p 640) Spiral Fibonacci adalah sebuah spiral yang terbentuk dari gabungan lengkung seperempat lingkaran yang terus bertambah besar sesuai angka-angka dalam deret Fibonacci. Gambar II.1.6.7 Spiral Fibonacci Sumber : Dictionary of Architecture and Building Construction 3. Pendekatan Experiental Landscape Pendekatan arsitektur kontekstual tidak terbatas pada tampilan fisik bangunan, tetapi dapat dilakukan juga dengan menerapkan teori 37 untuk menganalisa kesesuaian bangunan dengan lingkungan sekitar baik karakter yang bersifat fisik maupun nonfisik. Salah satunya experiental landscape (saujana pengalaman) yang menganalisa fungsi dan karakter suatu tempat serta hubungan antara satu tempat dengan yang lain. Konsep experiental landscape mengkategorikan sebuah tempat ke dalam empat elemen : C-center (pusat), D-direction (arah, tujuan), Ttransition (batas), dan A-area, masing-masing dibagi lagi menurut fungsi dan karakter yang lebih spesifik, misalnya center – pusat – dapat dibedakan menjadi pusat yang berkarakter social imageability, social interaction, atau restorative benefit tergantung pada elemen apa saja yang membentuk pusat tersebut dan sekitarnya. 4. Revitalisasi Kawasan Revitalisasi berarti upaya untuk menghidupkan kembali sebuah distrik/kawasan kota yang telah mengalami degradasi melalui intervensi fisik dan nir-fisik (sosial dan ekonomi). Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik, bukan sekedar menciptakan beautiful place. Harus berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat dan warga. (Martokusumo, 2005, pp III-12 dan III-16) Merujuk pada tulisan Arkeolog Djauhari Sumintardja (2009), arti revitalisasi kawasan perkotaan adalah upaya untuk mencegah hilangnya asset-aset kota yang menandai rangkaian riwayat panjang perjalanan kota beserta masyarakat di dalamnya. Penataan dan revitalisasi kawasan tidak 38 hanya mencakup masalah konservasi kawasan kota lama (urban heritage), tetapi lebih sebagai upaya mengembalikan kawasan-kawasan strategis di perkotaan yang mengalami penurunan vitalitas. Variabel pemilihan kawasan dapat berupa variabel vitalitas ekonomi dan nonekonomi. 5. Istilah-istilah Konservasi Berikut beberapa definisi istilah dalam kegiatan konservasi bangunan menurut piagam-piagam ICOMOS (International Council of Monument and Site). Diharapkan salah tafsir makna istilah-istilah konservasi secara global yang mungkin disebabkan perbedaan bahasa antarnegara dapat dihindari. Definisi yang dicantumkan dibatasi pada poin-poin konservasi yang diterapkan dalam proyek. • Adaptasi Disebut juga pemanfaatan kembali secara adaptif. Mengubah bangunan untuk mengakomodasi fungsi baru seringkali merupakan cara agar bangunan bersejarah dapat tetap bermanfaat, perlu diperhatikan kesesuaian fungsi baru dengan selubung eksisting. • Konservasi The Burra Charter (1999) mendefinisikan konservasi sebagai semua proses pemeliharaan yang dilakukan pada suatu tempat untuk mempertahankan makna budayanya. Konservasi meliputi perawatan dan tergantung keadaannya dapat meliputi preservasi, restorasi, 39 rekonstruksi, dan adaptasi; dan pada umumnya merupakan gabungan lebih dari satu upaya. • Preservasi Mempertahankan sebuah bangunan dalam bentuk dan kondisi aslinya dan melakukan perawatan sejauh itu perlu. • Restorasi Restorasi adalah mengembalikan bangunan atau bagianbagiannya kepada bentuk tampilannya di satu waktu pada masa lampau. Saat restorasi perlu dilakukan, sangat penting bahwa setiap intervensi didasari bukti otentik. (Orbasli, 2008, pp46-50) 6. Teori Pokok Perancangan Kota Bila berbicara mengenai revitalisasi kawasan, tidak dapat terlepas dari konteksnya sebagai bagian dari tata ruang perkotaan. Selain itu, kontekstualitas suatu bangunan terhadap kawasan sekitarnya berarti kontekstual terhadap elemen dan pola ruang kota, tidak hanya terhadap bangunan fisik dan langgam arsitekturnya. • Figure / Ground Inti teori ini adalah hubungan antara bentuk yang dibangun (building mass/figure) dan ruang terbuka (open space/ground). 40 Gambar II.1.6.8 Figure/ground Sumber : Perancangan Kota Secara Terpadu • Linkage Teori linkage menegaskan hubungan-hubungan dan gerakangerakan (dinamika) sebuah tata ruang perkotaan, sebagai komplementer bagi teori figure/ground yang cenderung bersifat dua dimensi dan relatif statis. Gambar II.1.6.9 Linkage Sumber : Perancangan Kota Secara Terpadu • Place Teori place menyoroti keterkaitan sejarah, budaya, dan sosialisasinya. Menekankan pada makna sebuah kawasan sebagai suatu tempat perkotaan secara arsitektural. 41 Gambar II.1.6.10 Place Sumber : Perancangan Kota Secara Terpadu II.1.7 Studi Proyek dengan Topik dan Tema yang Sama 1. Rekonstruksi Berlin Palace Rekonstruksi Berlin Palace dan penambahan gedung sayapnya yang bergaya kontemporer dijadikan sebagai studi konsep arsitektur kontekstual. Berlin Palace merupakan hasil perluasan pada tahun 1699 dari rumah keluarga kerajaan zaman Barok. Bangunan ini mengalami kerusakan parah selama Perang Dunia II dan diruntuhkan pada 1950-51. Gambar II.1.7.1 Berlin Palace sebelum dan sesudah Perang Dunia II Sumber : The Architecture of Democracy Masyarakat kemudian mengharapkan bangunan ini untuk dibangun kembali. Kompetisi internasional diadakan, dan dimenangkan oleh biro arsitek Italia Francesco Stella Architects yang kemudian mulai mengerjakan rekonstruksi pada 2007. 42 Gambar II.1.7.2 View bangunan rekonstruksi dan tambahan konstruksi baru Sumber : The Architecture of Democracy Pada gambar terlihat bangunan di sebelah kanan adalah bangunan asli dari abad pertengahan yang direkonstruksi, sedangkan bangunan sebelah kiri merupakan penambahan bagian sayap bergaya kontemporer yang disebut sayap Apotheker pada sisi timur. Tiga sisi bergaya Barok dan satu sisi bergaya kontemporer mengelilingi halaman tengah yang disebut Schluterhof/historic courtyard. Gambar II.1.7.3 Potongan facade gaya Barok yang direkonstruksi sesuai aslinya Sumber : The Architecture of Democracy Mengikuti salah satu kriteria kompetisi, keseluruhan proyek harus memperlihatkan hubungan dengan desain kawasan yang bernilai historis. Bangunan baru yang ditambahkan harus berkaitan dengan bentuk asli Palace yaitu kotak/cubic form. Mengikuti aturan ini, Stell mengolah 43 façade sisi timur dengan gaya geometris kontemporer tanpa ornamen, dengan garis-garis utama – jendela, pintu, atap – mengikuti bangunan asli. Gambar II.1.7.4 Harmonisasi garis pembentuk facade bangunan baru dan asli Sumber : The Architecture of Democracy Dari studi ini, penyusun memperoleh contoh penerapan arsitektur kontekstual dengan pendekatan harmonis yang mengambil garis-garis bangunan lama untuk panduan olahan façade bangunan baru, tanpa meniru atau mereplikasi bentuk dan ornamen pada bangunan lama. 2. Revitalisasi dan Konservasi Joo Chiat Singapura Gambar II.1.7.5 Site Plan Desain Usulan Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat Penyusun mengambil studi ini sebagai contoh kasus revitalisasi kawasan yang sudah dilaksanakan secara serius dengan program-program yang terencana matang, serta solusi permsalahan yang dapat dijadikan acuan. Tujuan revitalisasi ini adalah untuk menguatkan karakter tempat 44 dan mengembalikannya menjadi kawasan yang hidup dan aktif. Masyarakat diajak terlibat melalui pameran dan dialog publik. Gambar II.1.7.6 Pameran maket dan panel untuk publik Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat Kawasan Joo Chiat membentang sepanjang jalan bernama serupa, membentuk koridor yang menghubungkan dua pusat komersial :Geylang East – kios makanan dan pasar dengan Marine Parade – pusat komersial dengan view ke arah East Coast Park dan Selat Singapura. Jalan ini sendiri aktif dengan adanya usaha penjualan makanan, bunga, dan bumbu-bumbu. Gambar II.1.7.7 Gaya arsitektur khas dapat dijumpai di Jalan Joo Chiat Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat Pokok-pokok revitalisasi Jalan Joo Chiat terbagi menjadi lima poin utama: 45 1. Jaringan pedestrian Aplikasinya adalah menempatkan sistem pedestrian yang terlindungi di sepanjang Jalan Joo Chiat. Studi potongan dilakukan untuk menggambarkan hubungan antara bangunan, pedestrian, dan jalan. Gambar II.1.7.8 Sketsa suasana dan studi potongan sistem pedestrian Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat 2. Akses kendaraan Aplikasinya adalah dengan memperluas lahan khusus kendaraan servis untuk bongkar muat barang sehingga tidak mengganggu pandangan ke bangunan. Juga disediakan area parkir yang sudah tetap agar tidak ada lagi kendaraan yang parkir sembarangan. Gambar II.1.7.9 Penyediaan area parkir dan area khusus kendaraan servis Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat 46 3. Bentuk bangunan Permasalahan yang ditemui adalah variasi GSB, ketinggian, dan selubung bangunan. Aplikasi desain yang dilakukan yaitu memastikan bangunan baru (infill) dapat meningkatkan tampilan sepanjang Jalan Joo Chiat dengan penerapan aturan semacam guidelines. Gambar II.1.7.10 Potongan tipikal bangunan dan contoh penerapan infill Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat 4. Roofscape Permasalahan yang ditemui adalah roofscape yang tidak konsisten. Aplikasi desain adalah dengan mengupayakan terciptanya roofscape yang dapat menunjang karakter eksistng, bentuk, skala, dan material bangunan di sepanjang jalan. Gambar II.1.7.11 Atap bangunan empat lantai menunjang tampilan atap dua lantai Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat 47 5. Streetscape Permasalahan utama yang ditemui adalah kurangnya penghhijauan dan tatanan lansekap di sepanjang jalan. Solusinya dengan menanam pohon pada jarak yang teratur dan mengaplikasikan paving sebagai finishing badan jalan. Gambar II.1.7.12 Detail aplikasi paving pada badan jalan dan simulasi streetscape Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat Sebagai salah satu upaya melibatkan peran warga, dibentuk rangkuman aturan mengenai apa yang harus dan tidak boleh dilakukan (Do’s and Don’ts) untuk meningkatkan tampilan dan kinerja kawasan. Misalnya perletakan AC tersembunyi dari pandangan sangat dianjurkan, sementara tidak diperbolehkan bila barang-barang yang dipajang di toko menyebar ke pedestrian hingga mengganggu jalur pedestrian. 48 Gambar II.1.7.13 DO’s and DON’Ts Sumber : Enhancing the Charms of Joo Chiat II.2 Tinjauan Khusus II.2.1 Sejarah dan Perkembangan Fisik Kota Tua Jakarta Sejarah sebagai potensi terbesar Kota Tua merupakan tema general yang akan mendasari setiap perancangan yang dilakukan di kawasan ini. Apresiasi kesejarahan kawasan diharapkan dapat dimulai dari menghayati sejarah perkembangannya. Melalui penafsiran sejarah dan apresiasi kritis terhadap warisan budaya urban ini, diharapkan komunitas semakin mampu menghargai eksistensi warisan budaya. (Martokusumo, 2005, pIII-17). Berikut uraian singkat sejarah dan perkembangan fisik kawasan Kota Tua Jakarta. Nama tertua Jakarta adalah Sunda Kalapa, sebuah pelabuhan dari kerajaan Pakuan Pajajaran yang masih dikuasai seorang raja Hindu hingga 1522. Pasukan Fatahillah dan pasukan-pasukan lain berhasil mempertahankan Sunda Kalapa dari pendudukan bangsa asing, termasuk Portugis. Hubungan niaga dengan bangsa-bangsa asing tetap berjalan baik. 49 Berdasarkan sumber dokumen, nama Jayakarta mulai digunakan pada 1560, tapi sebutan Sunda Kalapa masih belum hilang, sehingga sulit ditentukan kapan tepatnya nama Jayakarta mulai menggantikan Sunda Kalapa. Belanda pertama kali masuk pelabuhan Jayakarta pada 13 November 1596. Sejak saat itu kapal-kapal Belanda mulai singgah di Pelabuhan Jayakarta. Armada Belanda yang dipimpin Cornelis Matelief de Jonge singgah di Jayakarta pada 1607. Ia mengusulkan pendirian VOC di Asia, di Jayakarta, yang mesti menjadi sebuah kota Belanda. Perjanjian Pangeran Jayakarta-VOC menghasilkan beberapa keputusan penting, salah satunya penjualan sebidang tanah di sebelah timur mulut Ciliwung seluas 50 x 50 depa yang menjadi pijakan pertama VOC di Pulau Jawa dan cikal bakal Batavia. J.P. Coen merebut Jayakarta pada 30 Mei 1619. Namanya diganti menjadi Batavia, dan peran bandar ini semakin meningkat sebagai pusat politik dan ekonomi. Benteng VOC pertama dibangun pada 1618, dan pada 1628 dibangun benteng kedua seluas 9 kali benteng pertama untuk menampung semua aktivitas dagang, dengan empat bastion di sudut-sudutnya. Kota Batavia dirancang dan dibangun dengan pola kotak-kotak yang dibentuk kanal-kanal melintang dan membujur tegak lurus. Pengkaplingan kota juga berkotak-kotak, dibentuk oleh jalan-jalan. Sungai Ciliwung kemudian diluruskan, membelah kota menjadi dua di timur dan barat. Pola penataan kota berbentuk grid ini dianggap sebagai perencanaan kota modern yang sudah maju pada zamannya, berlatar efisiensi pengolahan lingkungan. 50 Gam mbar II.1.1.1 Pola P grid Kota Tua T sebagai saalah satu bentukkan fisik sejaraah Sumber : Preesentasi Deputii Gubernur DK KI Bidang Budppar : Jakarta (B Bangga) Punya Kota Tua B Batavia kemuudian disebuut Ratu darii Timur kareena keindahhan alam dan kemew wahan perm mukimannyaa. Kota dibaangun menyyerupai Am msterdam abad XVII. Batavia paada masa inii merupakann pusat perdaagangan ram mai. Tata kota teraturr rapi, di teppian kanal daan parit kota ditanami peepohonan rinndang, di tepian air kemudian k dibbangun rumaah dan gedunng, dihuni warga w Belandda. K Kanal-kanal d Batavia menarik di m paraa imigran Ciina dan Eroppa untuk bermukim di daerah seepanjang alirrannya. Nam mun tumbuhnnya populasii Cina di m n reaksi keeras dari Batavia daan kota-kota pesisir Jaawa lain menimbulkan Belanda. Peraturan imiigrasi Belandda untuk meembatasi poppulasi Cina berujung b pada melettusnya pembberontakan orang-orangg Cina padaa tahun 17440. 5000 orang Cinaa dibunuh di d halaman belakang balai kota daan rumah-ruumahnya dibakar. Seetelahnya, orrang-orang Cina C pindah ke selatan, keluar tembbok kota. Permukimaan mereka berkembang b g menjadi Chine C Kwarrtier atau Kampung K Cina, daeraah yang kita kenal sebaggai pecinan saat ini. Seejak pembuunuhan massal tersebutt, wajah VO OC menjadii buruk. Situasi dipeerburuk denggan meluasnnya wabah malaria, m pes, dan kolera di d muara 51 Sungai Ciliwung dan sekitarnya. Parit yang digali tak mampu lagi menampung luapan air dari rawa-rawa, penuh endapan lumpur, tersumbat dan berbau busuk, menjadi sumber penyakit. Pembangunan kota yang tidak memperhitungkan iklim tropis juga membawa dampak buruk bagi penduduknya baik dari segi kesehatan maupun kenyamanan. Sejak 1730-an hingga akhir abad ke-18, di Batavia terjadi perpindahan besar-besaran ke daerah yang lebih tinggi dan lebih jauh dari rawa-rawa; yaitu Weltevreden yang dibatasi Jalan Dr. Soetomo, Gunung Sahari, Pasar Senen; dan Molenvliet – Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Pada 1791 negeri Belanda jatuh ke tangan Perancis dan menjadi negara kesatuan. Pada 1799 VOC dibubarkan. 1807, Daendels diangkat menjadi Gubernur Jenderal dengan salah satu tugasnya untuk memperbaiki kesehatan kota. Kota lama yang disebut juga kota bawah yang berada dalam tembok ditinggalkan. Bangunan-bangunan dirombak dan digusur. Parit-parit ditimbun untuk meniadakan sumber penyakit, digantikan jalan-jalan darat. Pusat pemerintahan ikut berpindah ke daerah selatan, kawasan Weltevreden yang disebut sebagai “kota atas” dengan pusatnya di sekitar Waterlooplein (Lapangan Banteng), dan hal ini berlanjut hingga sekarang. Kota lama kemudian menjadi downtown yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, jasa, dan pelabuhan kapal-kapal kecil. Setelah Inggris menang atas Perancis, kekuasaan atas Indonesia pun berpindah ke tangan Inggris. Pada 1811, Thomas Stanford Raffles diangkat sebagai Gubernur Jenderal. Setelah kekuasaan Inggris berakhir, pembangunan 52 Batavia dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Paruh abad XIX merupakan periode kedamaian dalam sejarah Batavia, ditandai dengan pemerintahan stabil, perluasan ekonomi dan usaha, serta pembangunan dan pengadaan infrastruktur seperti tramway. Kota Batavia sejak 1920-an cenderung berkembang menjadi kota modern. Banyak bangunan asli abad XIX, bercampur dengan yang dirombak menjadi modern sesuai perkembangan arsitektur di Eropa abad XX. Coraknya eklektik. Ada yang menggunakan menara dan kubah model Byzantium, hiasan model Art Deco, dan model khas arsitektur Belanda yang bercampur elemen bangunan tropikal. Namun keadaan kota lama yang sekarang kita kenal dengan nama Kota Tua sudah banyak berubah. Kota lama ditinggalkan karena terjadi perpindahan ke pusat-pusat lain yang tersebar di seluruh Kota Jakarta. Saat ini bangunan-bangunan di kawasan Kota Tua dapat dibagi menjadi lima kategori : sudah musnah atau berganti bangunan baru, hampir musnah atau mulai runtuh, utuh namun kosong tidak terpelihara dan tidak lama akan mulai runtuh, masih cukup baik namun tidak digunakan; dan ada pula dalam jumlah terbatas yang masih baik, terpelihara, dan digunakan. II.2.2 Peraturan Bangunan di Kota Tua Jakarta Peraturan bangunan di Kota Tua terangkum dalam peraturan khusus yang disusun oleh Unit Penataan Teknis yang berkantor di Museum Fatahillah. Peraturan ini berlaku bersama peraturan lain seperti Undangundang dan SK Gubernur yang mengatur penentuan, pemugaran/ 53 pemeliharaan, dan pemanfaatan benda dan bangunan cagar budaya. Peraturan yang terkait dengan kawasan Kota Tua dan bangunan cagar budaya cukup banyak dan detil. Maka pada bahasan ini akan dicantumkan ketentuan yang paling utama saja dan dipersempit wilayahnya sebatas tapak terpilih. Upaya pelestarian di Jakarta didasarkan kepada UU No. 5 tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya dan Peraturan Daerah No. 9 tahun 1999, yang menggolongkan kawasan cagar budaya menjadi 3 golongan : kawasan cagar budaya golongan I-III, dan menggolongkan bangunan cagar budaya menjadi 3 golongan : bangunan cagar budaya golongan A, B, dan C. Berdasarkan Rencana Induk Kotatua Jakarta (Dinas Tata Kota, 2007), di tengah-tengah Kawasan Cagar Budaya Kota Tua terdapat zona inti, yaitu area yang memiliki nilai sejarah yang lebih bernilai, yang dahulunya sebagian besar adalah kota di dalam dinding. Kawasan Cagar Budaya Kotatua dibagi menjadi 5 (lima) zona yaitu kawasan Sunda Kelapa, Fatahillah, Pecinan, Pekojan, dan Peremajaan. Gambar II.2.2.1 Peta seluruh kawasan Kota Tua dan Zona Inti seluas 87 Ha Sumber : Guidelines Kotatua dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemprov DKI Jakarta 54 Tapak terpilihh terletak di d dalam zonna inti yaituu zona 2 attau zona d blok utarra jalan Kaali Besar Timur T bagiaan utara. Fatahillah, tepatnya di g p pada tapak ini terdaftarr satu banggunan cagar budaya Menurut guidelines, golongan B. B Dari survvey tapak, didapati d bahhwa nilai sej ejarah dan arsitektur a bangunan di sepanjangg Jalan Kalli Besar Tim mur bagian utara ternyaata tidak terlalu terjjaga dibandding bagiann selatan. Banyak B banngunan yangg sudah dirombak atau a dihancuurkan dan digganti dengann bangunan-bbangunan baaru. Gamb bar II.2.2.2 Banngunan sekitarr tapak yang tiddak kontekstuaal dengan kawaasan Sum mber : Dokumenntasi pribadi Peenyusun meemilih tapakk ini dengann konsekuennsi memperttahankan façade dann selubung bangunan b yanng memang harus diperrtahankan. Penyusun P mendata seetiap banguunan yang ada a di tapakk, menyusuun gambarann façade eksisting dan d membanndingkannyaa dengan daata foto/lukisan/gambarr otentik yang menuunjukkan koondisi asli pada masa seetidaknya 500 tahun silaam. Data yang ada kemudian dianalisa untuk meemutuskan mana yangg harus dipertahankkan dan manna yang dapaat dibongkarr/dipugar ataau dibangun kembali baik sesuaii kondisi aslii sebelum digganti. M Merujuk padda Guidelinnes Kotatuaa (2007), beberapa b k ketentuan pembangunnan yang berrlaku di tapaak terpilih anntara lain : 55 • Intensitas bangunan atau koefisien lantai bangunan mengacu kepada aturan yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota • Pemanfaatan intensitas bangunan di kavling bangunan cagar budaya Golongan A dimungkinkan sebatas tidak merubah tampak, selubung bangunan, dan interior bangunan yang dilestarikan • Untuk memenuhi ketentuan butir (2), luas lantai total bangunan cagar budaya Golongan A beserta bangunan tambahannya merupakan resultante dari luas lantai asli/eksisting, serta penambahan lantai bangunan di luar masa bangunan asli dengan nilai tidak melebihi ketentuan KLB yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota • Pemanfaatan intensitas bangunan di kavling bangunan cagar budaya Golongan B dan C dimungkinkan sebatas tidak merubah masa bangunan yang dilestarikan. Pada Golongan B, tampak dan selubung bangunan dipertahankan, sedangkan bagian dalamnya diperbolehkan berubah, kecuali bagian interior yang penting. Pada Golongan C, façade bangunannya saja yang harus dipertahankan. • Untuk memenuhi ketentuan butir (4), luas lantai total bangunan cagar budaya Golongan B dan C merupakan resultante dari luas lantai di dalam masa bangunan asli/eksisting, serta penambahan lantai bangunan di luar masa bangunan asli dengan nilai tidak melebihi ketentuan KLB oleh DTK • Pada bangunan cagar budaya Golongan A, B, dan C, sebagai akibat tidak dapat dimanfaatkannya secara penuh KLB maksimal yang ditetapkan oleh 56 Dinas Tata Kota, maka sebagai kompensasi diterapkan prinsip alih intensitas (Transfer of Development Right) sebagaimana diatur oleh Dinas Tata Kota • Untuk kavling dengan bangunan bukan bangunan cagar budaya, nilai KLB sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota Dalam mengadakan pemugaran dan penambahan bangunan baru, Penyusun akan merujuk pada Peraturan DKI Jakarta No. 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya dan Guidelines Kotatua. Beberapa ketentuan umum mengenai penambahan bangunan baru antara lain : • Letaknya tersembunyi dari sisi depan jalan bangunan eksisting. • Terpisah dengan bangunan asli dengan jarak minimal 3 (tiga) meter dari tampak belakang bangunan asli. • Menghargai bentuk, ukuran, proporsi dan material bangunan asli tanpa harus meniru gaya bangunan asli • Dirancang dengan gaya sederhana dan tidak mencolok sehingga tidak bersaing dengan bangunan asli • Perubahan dan penambahan yang dilakukan secara visual tidak tampak atau tidak berpotensi untuk tampak dari sisi jalan dan ketinggiannya tidak melebihi ujung atap bangunan asli • Bangunan tambahan dapat dihubungkan dengan bangunan asli dengan selasar, lebar maksimal 3 meter dan tidak merusak arsitektur bangunan asli 57 • Upaya rehabilitasi dan revitallisasi melaluui perubahaan tata ruangg dalam diperboolehkan untuuk bangunann golongan B selama tiddak merubah struktur yang uttuh dengan bangunan b utaama (sesuai Perda No. 9/ 1999 ps. 200) • Perubahhan tata ruaang dalam bangunan golongan g B tidak berlaaku bagi ruang yang y harus dilestarikan d seperti lobbby dan hall utama, sertaa ruangruang lain l yang meerupakan baagian arsitekktur yang pennting dari bangunan yang beersangkutan.. II.2.3 Sejarah Kawasan K Kalli Besar K Kali Besar adalah a ‘janttung’ Batavvia, satu fraagmen dari Sungai Ciliwung yang y dipilihh Belanda sebagai lahann untuk meendirikan koota. Kali Besar mem miliki perannan penting dalam sejaarah Bataviaa selama tigga abad. Sungai ini diluruskan pada 1631 dan 1632 atas a perintahh Gubernur Jenderal Jacques Sppecx untuk mewadahi m akktivitas perkaapalan. Gam mbar II.2.3.1 Kali K Besar sebeelum dan sesuddah diluruskan pada 1631-16332 Sumber : Koleksi Mahandis Yoanata Paada abad 177 dan 18, di sepanjang teepi Kali Bessar berdiri bangunan yang bervaariasi : gudaang, rumah-rrumah mew wah, gereja, dan d pasar. Awalnya A 58 warga Eropa dan Cina tinggal di sepanjang Kali Besar, tapi setelah peristiwa 1740, warga Cina dilarang tinggal di dalam tembok kota. Gambar II.2.3.2 Portugeesche Kerk dan Pembantaian 1740 Sumber : Koleksi Mahandis Yoanata Paruh akhir abad ke-19, gereja dan pasar tidak ada lagi, Kali Besar menjadi pusat bisnis dan perdagangan berkarakter dominan Eropa. Perubahan yang terjadi pada Kali Besar salah satunya dipicu pengesahan Hukum Agraria di Belanda pada 1870 yang mengakhiri sistem kultivasi yang diterapkan pemerintah dan mengizinkan pengembangan perusahaan pribadi atau swasta. Dampaknya adalah pertambuhan pesat jumlah bank, perusahaan dagang, agen perkapalan, broker asuransi, dan usaha dagang yang berlokasi di kawasan Kali Besar. Ekspor gula dan kopi yang mendominasi perdagangan Batavia pada 1870-1880 banyak ditangani perusahaan di kawasan ini. Pada 1900-an, perusahaan-perusahaan secara bertahap memindahkan kantor pusatnya ke Molenvliet (Jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk) dan sepanjang Noordwijk (Jalan Juanda) dan Rijswijk (Jalan Veteran). 59 Gambaar II.2.3.3 : Kaantor-kantor daagang di Kali Besar B Sumber : Koleksi Mahandis Yoanata II.2.4 Masa Lalu u-Masa Kini-Masa Dep pan Kawasaan Kali Besaar M Mengacu padda guidelinees Kota Tuaa pada subbbab Pelestarrian dan Pemanfaataan Ruang-ruuang Kota Cagar C Budaaya, ruang terbuka t diseepanjang Kali Besar bagian utaraa harus diolaah sebagai beerikut : Seepanjang Kali K Besar Timur Utaara difungsikan sebagaai ruang terbuka akttif dalam benntuk kaki lim ma tepi air (waterfront food f stalls). Tempattempat makkan ini dapaat terpisah atau a menjadii bagian perrluasan dari restoran dan tempaat makan yaang ada paada lantai dasar d bangunnan-bangunaan yang menghadapp Kali Besaar. Area inii juga berfuungsi sebaggai jalur pedestrian, tempat parkkir, dan sirkuulasi kendarraan bermotoor terbatas. G Gambar II.2.44.1 Pemanfaataan ruang terbukka di sepanjangg Kali Besar 60 Sumber : Guidelines Kotatua dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemprov DKI Jakarta Berikut perkembangan kawasan Kota Tua, khususnya daerah sekitar tepi Kali Besar, dikemukakan dalam tabel sebagai batasan sekaligus pedoman perencanaan dan perancangan : Tabel II.2.4.1 Tinjauan masa lalu, masa kini, dan masa depan kawasan Kali Besar Masa Lalu/Sejarah Realitas/Masa Kini Rencana Masa Depan Menghadirkan kembali peran Tidak berfungsi elemen lingkungan ‘air’ Aktivitas kapal-kapal termasuk ‘waterfront’ dalam dagang/kapal barang, sirkulasi pengembangan kawasan, air memperbaiki infrastruktur tata Peruntukan/ air, meningkatkan kualitas air fungsi sungai melalui program kali bersih, meningkatkan kapasitas & intensitas drainase melalui sistem polder untuk mengatasi dan mencegah banjir 61 Peruntukan/ Gudang-gudang untuk fungsi tepi penyimpanan barang sungai sementara Sebagai waterfront Pedestrian, terminal bangunan di kiri-kanan sungai Lantai bawah untuk restoran, mewah, gereja, pasar Kantor, hotel toko/retail, galeri, hiburan Abad 19 : Bank, kantor Banyak yang kosong/tidak Lantai atas untuk galeri, dagang, agen pengapalan, digunakan pendidikan, perkantoran, broker asuransi, pedagang Fungsi jalan di tepi sungai shopping street, esplanade, jalur busway, parkir Abad 17-18 : gudang, hunian Fungsi restaurant/food stalls, hotel, apartemen Jalan bagi pejalan kaki, transportasi manual, dan Jalan kendaraan Jalan kendaraan kendaraan Memindahkan arus jalur Arah tidak diatur, sebagian Akses dan besar masih berjalan kaki, sirkulasi menggunakan sepeda, kereta kuda Sebagian besar ruas jalan pintas ke lingkar luar, diatur satu arah, kendaraan mengusulkan underpass agar bermotor sangat umum, kendaraan tidak melewati, beberapa ruas jalan ditutup memperkecil volume untuk dijadikan pedestrian kendaraan,orientasi pada pejalan kaki Cukup teratur, kontinu, Pedestrian beberapa dilindungi arkade atau kanopi Sepanjang tembok kota, tepian Tata hijau dan kanal dan parit ditanai pohon ruang terbuka palem dan kenari yang rindang Kurang kontinu, di beberapa Kontinyu, terintegrasi dengan ruas hilang, terganggu jaringan jalan, berarkade, tumbuhnya pohon atau berkanopi, perabot jalan keberadaan PKL bersifat festive Di beberapa ruas jalan besar cukup teduh, di jalan-jalan kecil masih terasa gersang RTH aktif, formal, pohon bersifat pengarah II.2.5 Sejarah Perhotelan di Indonesia Pada zaman penjajahan Belanda dan masa sebelum kemerdekaan di tahun 1945 telah banyak didirikan hotel besar berskala internasional, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bali, Bandung, Surabaya, Medan, Semarang, dan Yogyakarta. Tercatat beberapa hotel yang ternama seperti Hotel Des Indes di Jakarta dan Hotel Savoy Homann di Bandung, serta Hotel Bali Beach di Bali yang sering digunakan untuk menerima tamu-tamu negara. 62 Gambar II.2.5.1 Hotel-hotel besar pertama di Indonesia Sumber : Dok. Savoy Homann untuk Aga Khan Award dan dokumentasi pribadi Perkembangan hotel-hotel bersejarah di Indonesia dapat dicatat setelah Indonesia merdeka. Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno membangun beberapa hotel atas kepemilikan pemerintah yang kemudian menjadi hotel di bawah BUMN. Hotel-hotel tersebut antara lain Hotel Indonesia di Jakarta, Bali Beach Bali, dan Samudra Beach Hotel Yogyakarta. Saat ini telah umum dijumpai berbagai tipe hotel dari hotel melati atau losmen yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat kelas mengah ke bawah sampai hotel berbintang lima, dan diamond yang paling tinggi. II.2.6 Definisi City Hotel di Indonesia Menurut Peraturan gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 41 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Hotel pasal 1 ayat (10), Hotel yaitu jenis usaha akomodasi yang menyediakan tempat dan fasilitas kamar untuk menginap dengan perhitungan pembayaran harian serta dapat menyediakan berbagai jenis fasilitas pelayanan seperti fasilitas penyediaan makanan dan minuman, fasilitas konvensi dan pameran, fasilitas rekreasi dan hiburan, fasilitas olahraga dan kebugaran, fasilitas jasa layanan bisnis dan perkantoran, fasilitas jasa layanan keuangan, fasilitas perbelanjaan, serta 63 pengembangan fasilitas penunjang lainnya yang diperlukan untuk aktivitas tamu dan pengunjung. SK Menparpostel No. KM 37/PW.340/MPPT-86 tentang peraturan usaha dan pengelolaan hotel menyebutkan bahwa hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial. Merujuk pada Akomodasi Perhotelan Jilid I (Suwithi, 2008, p51), city hotel adalah salah satu jenis hotel, diklasifikasikan berdasarkan faktor lokasi. Definisinya adalah hotel yang terletak di dalam kota, dimana sebagian besar tamu yang menginap memiliki kegiatan berbisnis. Dalam sumber yang sama (p42), city hotel berciri terletak di tengah kota besar yang digunakan oleh kebanyakan usahawan. II.2.7 Klasifikasi Hotel Bintang Empat dan Compact Hotel Dalam perancangan city hotel, dibuat satu hotel dengan rentang layanan yang lebar. Secara keseluruhan, hotel dan fasilitasnya dirancang menurut standar klasifikasi hotel bintang empat, tapi disediakan juga paket kamar hotel berkonsep compact hotel dengan layanan yang terbatas. Layanan hotel dan fasilitas berstandar bintang empat ditargetkan bagi tamu dari kalangan wisatawan yang ingin berwisata di kawasan Kota Tua dalam waktu yang lama dan menikmati fasilitas lengkap dan lebih mewah, wisatawan bisnis kelas atas, wisatawan mancanegara, serta untuk mengadakan 64 event besar seperti konferensi atau pernikahan yang membutuhkan hall yang besar dan kamar yang banyak untuk tamu rombongan. Pemilihan lokasi yang menghadap Kali Besar dan Jembatan Kota Intan, dekat dengan objek-objek wisata, serta akses jalan besar dianggap cukup layak untuk perancangan hotel bintang empat. Potensi wisata dan kesejarahan kawasan juga menjadi nilai positif. Unit kamar dan fasilitas hotel berstandar bintang empat ini dikombinasi dengan kamar-kamar hotel berkonsep compact hotel di area terpisah dengan tarif yang lebih terjangkau dan fasilitas yang jauh lebih sederhana – cukup akomodasi untuk beristirahat/tidur. Fasilitas tambahan dapat diperoleh dengan membayar biaya tambahan (layanan terbatas). Targetnya adalah tamu dari kalangan pelajar dan mahasiswa, wisatawan low cost dan backpacker, serta wisatawan dengan tempat tujuan spesifik yang cukup membutuhkan tempat bermalam, yang umumnya membutuhkan fasilitas penginapan tidak lebih dari dua hari. Penyusun memutuskan untuk merancang dua jenis layanan hotel dalam satu proyek ini dengan beberapa pertimbangan : 1. Tapak sangat potensial untuk pengadaan proyek berskala besar yang mampu menghidupkan kawasan; memenuhi persyaratan perancangan hotel bintang empat dari segi lokasi – nilai sejarah dan arsitektural kawasan, luasan, view, dan akses. 2. Hasil survey BPS dalam Jakarta dalam Angka menunjukkan bahwa pada hotel bintang empat dan lima, rasio tamu asing terhadap tamu Indonesia 65 relatif tinggi dibanding hotel berbintang rendah. Disimpulkan bahwa pengadaan hotel bintang empat ke atas dapat menarik lebih banyak tamu asing yang dapat menjadi wisatawan Kota Tua yang potensial. Kompetitor yang lokasinya paling dekat, Hotel Batavia, juga berbintang empat. Tabel II.2.7.1 Rasio tamu asing terhadap tamu Indonesia hotel berbintang di DKI Jakarta Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta No 09/03/31/Th. XII, 1 Maret 2010 3. Poin survey BPS lainnya menunjukkan bahwa lama menginap tamu asing di hotel bintang empat paling panjang. Sama halnya tamu asal Indonesia. Diasumsikan bahwa hotel bintang empat berpotensi untuk menjadi tempat singgah untuk waktu lama, yang berarti wisatawan juga berkesempatan menjelajah kawasan Kota Tua dalam waktu yang lebih panjang. Tabel II.2.7.2 Rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu Indonesia hotel berbintang di Jakarta menurut klasifikasi hotel (hari) Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta No 09/03/31/Th. XII, 1 Maret 2010 66 4. Melalui pengamatan dan data, disimpulkan bahwa pengadaan hotel bintang empat saja tidak akan cukup menarik banyak wisatawan dan memenuhi tujuan utama pengadaan proyek yaitu menghidupkan kawasan. Untuk menarik banyak tamu, khususnya mayoritas tamu lokal atau dari ekonomi menengah ke bawah, perlu menyediakan satu fasilitas akomodasi bertarif murah. Maka disediakan juga fasilitas kamar hotel berkonsep compact hotel dengan limited service dalam bangunan yang sama. 5. Data pada tabel menunjukkan bahwa tingkat penghunian kamar hotel berbintang rendah (1-2) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dibanding hotel berbintang tinggi (4-5). Tabel II.2.7.3 Tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang menurut klasifikasi hotel di Jakarta bulan Januari 2009, Desember 2009, dan Januari 2010 Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta No 09/03/31/Th. XII, 1 Maret 2010 Disimpulkan bahwa untuk menarik banyak pengunjung perlu disediakan akomodasi bertarif murah. Namun, penyusun berpendapat bahwa hotel bertarif murah tidak selalu didapat dengan desain yang sederhana, lokasi 67 yang sulit dijangkau, apalagi fasilitas dan pelayanan berstandar buruk. Bahkan sampai mendapat label hotel ‘esek-esek’ seperti yang banyak dijumpai di kawasan Kota Tua, padahal notabene Guidelines melarang usaha tersebut. Maka penyusun cenderung merujuk pada limited service atau compact hotel yang tetap menyediakan akomodasi untuk kebutuhan paling minimal, seperti tidur dan mandi, yang baik; serta berada pada lokasi strategis, sambil meminimalkan harga dengan meminimalkan luasan unit kamar dan meniadakan fasilitas tambahan, seperti tidak mendapat sarapan dan penggunaan AC, kecuali bila tamu bersedia membayar tambahan biaya sejumlah yang ditetapkan. Klasifikasi hotel bintang empat merujuk pada Surat Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi : Tabel II.2.7.4 Klasifikasi hotel bintang empat menurut SK Menparpostel Fasilitas Fasilitas Kamar Tidur Luas Kamar Ruang Makan (Restoran) Bar dan Coffee Shop Minimal 50 kamar, 3 kamar suite 18-28 m2 Wajib minimal 2 Wajib minimal 1 Rekreasi dan Olah Raga Wajib perlu + 2 jenis fasilitas lain Function Room Wajib minimal 1 Ruang yang disewakan Perlu Minimal 3 Lounge Taman Wajib Perlu Klasifikasi hotel bintang empat merujuk pada Akomodasi Perhotelan Jilid 1 antara lain : Tabel II.2.7.5 Klasifikasi hotel bintang empat menurut buku teks perhotelan SMIP **** Jumlah kamar standar Jumlah kamar suite Kamar mandi Minimum 50 kamar Minimum 3 kamar Di dalam Luas kamar standar minimum 24 m2 Luas kamar suite minimum 48 m2 68 Belum ada standar klasifikasi yang resmi mengenai compact hotel. Terminologi ini digunakan penyusun merujuk pada artikel Compact Hotels Big on Style (Lee, 2009, p1) yang memakai istilah compact hotel untuk menyebut hotel yang menarik pengunjung dengan memadukan kualitas desain yang baik dan harga murah; dengan meminimalkan luasan unit kamar dan mengurangi biaya untuk fasilitas yang tidak selalu dimanfaatkan oleh tamu hotel seperti fasilitas olahraga, sarapan, dan room service. Standar luasan dan fasilitas yang diterapkan penyusun dalam perancangan tipe compact hotel ini mengacu pada studi banding proyekproyek yang sudah ada, salah satunya telah diuraikan pada subbab II.1.5.3. Hotel-hotel yang digolongkan ke dalam compact hotel contohnya easy Hotel London, Yotel Amsterdam, dan CitizenM Amsterdam yang menawarkan kamar-kamar berluasan sangat rendah (7-12 m2) dengan tarif yang murah menurut standar Eropa – 30-100 US$ semalam. Gambar II.2.7.1 Kamar di easy Hotel, Yotel, dan CitizenM Sumber : fastcompany.com II.2.8 Tinjauan Khusus Terhadap Topik dan Tema Penerapan tema arsitektur kontekstual pada rancangan fisik bangunan city hotel dan lingkungan sekitarnya dapat diekspresikan dengan 69 bermacam-macam cara yang beberapa di antaranya telah penyusun uraikan dalam subbab II.1.6. Konsep ini berlaku bagi penambahan bangunan baru, sementara bangunan eksisting yang tergolong bangunan cagar budaya yang bernilai sejarah akan dikonservasi. Pendekatan kontekstual yang dipilih untuk mengolah fisik bangunan akan dianalisa lebih lanjut pada bab IV. Revitalisasi atau upaya menghidupkan kembali Kota Tua yang mulai kehilangan produktivitasnya akan dilakukan sesuai strategi revitalisasi menurut Rencana Induk Kota Tua Jakarta : • Revitalisasi ekonomi, sosial & kegiatan : mencari alternatif untuk menarik kegiatan ke Kota Tua, menggali potensi lokal melalui survey sosial ekonomi dan budaya masyarakat, mengkaji ekonomi kawasan secara rinci, dan menarik investor masuk ke Kota Tua • Revitalisasi kelembagaan : mencari terobosan bentuk kelembagaan. Birokrasi yang terlalu panjang dan berbelit-belit, program yang berganti setiap ganti pejabat – harus diakhiri. Pemerintah dan lembaga perlu konsisten pada aturan yang dibuat sendiri. (Dundu dan Urbaidi, 2009, p19) • Revitalisasi fisik : Kerangka Pengembangan Kawasan Pelestarian Kota Tua merupakan kegiatan yang sangat mendesak, hanya dapat terlaksana dengan rancangan revitalisasi yang bijak, melibatkan semua unsur baik pemerintah, pemilik bangunan, dan seluruh masyarakat. Mengingat dalam kajian ini Kota Tua Jakarta telah mengalami berbagai perubahan, perombakan, pembongkaran baik tembok, benteng, kanal, gedung- 70 gedung, daan elemen-ellemen konsttruksi lainnyya, maka revvitalisasi khhususnya pembangunnan kemballi dan pem mbongkaran seharusnyaa diadakan sejalan dengan pennelitian arkeoologis. (Guiddelines Kotaatua, 2007, p90) p Gambaar II.2.8.1 Traansformasi kaw wasan Kali Besar : tahun 17755 1875 2 2008 Sumber : kolleksi Mahandiss Yoanata D kawasan yang Di y dikaji (zona ( 2), daapat disimpuulkan terdapaat empat tipologi banngunan, yanng dibedakann sesuai masyyarakat dan zamannya, yaitu: y 1. Bangunnan masyaraakat kolonial Eropa (Colonial ( Inndische, Neo-Klasik Eropa, Art Deco, dan d Art Nouvveau) Gaya Cina Selatan dann campuran dengan 2. Bangunnan masyaraakat Cina (G gaya koolonial Eroppa) 3. Bangunnan masyaraakat pribumi (Colonial Inndische) 4. Bangunnan modern Indonesia (IInternationall Style) D Dengan tipoologi banguunan bervarriasi sesuaii zamannyaa, tentu Penyusun harus h menghhargai keragaaman banguunan eksistinng di atas dann sekitar tapak. Penyyusun menggupayakan keberadaan k h hotel dapat menjadi inffill yang menghormati keragam man tersebuut. Misalnyaa dengan mengikuti m k ketentuan m an pembagiaan lebar façaade agar dalam Guidelines Kotatua yang menganjurka m dan bangunan eksisting e tidak monooton, dapat selaras denggan skala manusia 71 pada umumnya, serta pemakaian arkade yang menjadi salah satu elemen penyatu bangunan-bangunan yang berbeda gaya dan zaman. Gambar II.2.8.2 Jajaran facade bangunan dibuat berirama dengan lebar ≤ 10 meter Sumber : Guidelines Kotatua dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemprov DKI Jakarta II.2.9 Kesimpulan Hasil Studi Proyek Sejenis Dari tinjauan lapangan dan literatur proyek sejenis yang telah diuraikan pada subbab II.1.5 dan II.1.7, dapat disimpulkan beberapa hal yang menjadi pedoman dalam perancangan selanjutnya : 1. Perancangan hotel terbagi menjadi tiga bagian besar : kamar-kamar tipikal, fasilitas penunjang, dan kantor pengelola – front office, dan back office atau service. 2. Hotel dapat diklasifikasikan menjadi bintang 1-5 berdasarkan luasan kamar; kelengkapan fasilitas seperti restoran, ruang pertemuan, dan fasilitas olahraga atau kesehatan; kualitas desain dan fasilitas; akses dan lokasi. Aspek ekonomis, sosial budaya, atau kesejarahan juga dapat menjadi nilai tambah lokasi. 3. Fasilitas penunjang yang umumnya tersedia di hotel : 72 • Kuliner : restoran, café, bar, wine & dine, grille • Fasilitas bisnis : meeting room, business center • Function room : gathering lounge dan hall serbaguna untuk menyelenggarakan event-event • Fasilitas olahraga : kolam renang atau fasilitas lain seperti lapangan • Fasilitas kesehatan dan kecantikan : spa, fitness, salon • Drugstore yang menyediakan barang-barang keperluan khas wisatawan • Toko benda seni atau souvenir, khususnya bila berlokasi di pusat wisata • Area bermain dan penitipan anak • Miscelanneous : travel, internet corner, mini market, ATM Center • Security & Safety System 4. Hotel bertarif murah tetap dapat dirancang dengan baik, sambil menekan harga dengan strategi kreatif seperti self service dan sistem ‘bayar sesuai yang digunakan’ – limited service concept. 5. Setiap hotel memiliki standar masing-masing dalam menentukan konfigurasi atau penamaan kamar, tapi tidak lepas dari aturan yang berlaku. Penamaan dapat dilakukan berdasakan besaran ruang, fasilitas yang tersedia, besaran tempat tidur, atau view yang dapat dinikmati dari kamar. 73 6. Penerapan konsep arsitektur kontekstual dan kepedulian terhadap desain kawasan menjadikan bangunan lebih membaur dengan kawasan sekitarnya. City hotel yang akan dirancang tidak harus menggunakan gaya dan ornamen bangunan lama, tetap dapat tampil modern dan harmonis dengan konteks kawasan. II.2.10 Tinjauan Terhadap Kondisi Tapak 1. Lokasi tapak : Jalan Kali Besar Timur, Jakarta Barat Gambar II.2.10.1 Peta lembar rencana sekitar tapak Sumber : Dinas Tata Kota 74 2. Luas lahan : 22823.22 m2 3. KDB : 75% x 22823.22 m2 = 17117.42 m2 4. KLB : 3 x 22823.22 m2 = 68469.66 m2 5. GSB : 0 di semua sisi 6. Ketinggian maksimum : 4 lantai 7. Lebar jalan : - Sebelah timur : 21 meter - Sebelah barat : 25 meter - Sebelah utara : 10 meter - Sebelah selatan : 10 meter 8. Batas tapak : - Sebelah timur : Jalan Cengkeh, perkantoran, dan pertokoan - Sebelah barat : Jalan Kali Besar Timur dan Sungai Kali Besar selebar 30 meter - Sebelah utara : Jalan Nelayan Timur, usaha dan permukiman penduduk - Sebelah selatan : Jalan Kali Besar Timur 1, bangunan kosong, perkantoran 75 9. Peta lokasi Gambar II.2.10.2 Peta lokasi tapak 10. Deskripsi tapak Proyek direncanakan untuk dibangun di atas lahan seluas 22823.22 m2 di blok utara Kali Besar Timur bagian utara. Tapak dipilih dengan pertimbangan letak dan lokasinya yang sangat strategis, dapat diakses dari Jalan Kali Besar Timur sebagai jalan kolektor selebar 21 m, dengan view ke arah Kali Besar yang potensial untuk dijadikan waterfront. 76 Gambar II.2.100.3 View Kali Besar B dengan Jembatan J Kota Intan di kejauuhan Sumberr : Dokumentassi pribadi Potensi poositif tapak ini selain jaalannya yangg besar dan viewnya yang baik ke arah sungai, juga terletak deekat dengann objek-objekk wisata sejarah seperti Jem mbatan Kotaa Intan yangg terletak teppat di sebellah barat laut tappak. Selain itu, i banyak bangunan b beersejarah laiin di sepanjaang Kali Besar, dan d Museum m Fatahillah hanya terpissah dua blokk jauhnya. Akses jaalannya relaatif mudah dan tidakk macet, walaupun w diberlakkukan peratuuran one waay. Dengan kendaraan k beermotor, tapak dapat dicapaii dalam 20 menit dari Bandara Innternasional Soekarno-H Hatta via Sunda Kelapa, K Pluiit, dan tol Bandengan. B D Stasiunn Kota dan Terminal Dari T Buswayy Kota mem merlukan wakktu 5 menit.. Sementara dari tapak, jarak ke Glodokk, Mangga Dua, D Sunter, dan d Ancol dapat d ditempuuh dalam 155 menit. Terdapat sejumlah besar b objek wisata yanng dapat ditempuh d dengann berjalan kaaki, sehinggaa pemanfaattan sepeda atau a pedestriian perlu diperhaatikan selain pengolahann jalan kendaaraan bermottor. 77 Selain pootensi positiif, tapak juga memilikki beberapa kendala yang harus h dicari solusinya, selain masaalah eksistennsi bangunaan cagar budayaa yang telah dibahas d sebeelumnya : 1. Tappak berada pada p daerah yang relatiff sepi. Ini tiidak terlalu menjadi massalah, karena hotel diranncang dengaan konsep untuk u menghhidupkan kem mbali kawassan, dan diiharapkan dapat d menjaadi magnet penarik wisatawan selaiin Museum Fatahillah. F 2. Linngkungan tappak berkesann kumuh karrena ada banngunan yangg kosong dann dihuni tunaawisma. Di atas tanah kosong k miliik Pemprov ini juga didiirikan banyaak perumahhan kumuh atau huniann liar yang bersifat tem mporer. Selaiin itu, fungssi lainnya seebagai parkirr truk kontaainer dan pennumpukan baarang sepertii gulungan taali kapal, peeti kemas, daan terpal. Pem manfaatan yang y menurrut penyusunn kurang produktif p daan tidak sesuuai dengan nilai n sejarah tapak yang cukup c tinggii. G Gambar II.2.10.4 Bangunan kosong diisi tuunawisma dan tumpukan petii kemas Sumbber : Dokumenntasi pribadi 3. Satuu bangunan cagar budaaya yang terssisa di atas tapak beradda dalam konndisi rusak berat. b Ini berarti upayaa konservasii bangunan tersebut 78 mem merlukan peencarian sum mber gambaar otentik unntuk meresttorasinya sesuuai keadaann asal. Conttohnya geduung Tata Saastra, dahuluu pabrik kerttas karbon. Kini digoloongkan sebaagai cagar budaya b goloongan B, nam mun kondisinnya rusak beerat dan sebagian atapnyya hilang. Penyusun P kem mudian menccari foto konndisi asalnyaa untuk pandduan restorassi. Gam mbar II.2.10.55 Tata Sastra saat tampilannyya masih baik dan d tampilannyya saat ini Sumber : Prresentasi Kuliahh Danang Priattmodjo dan dokumentasi pribbadi 4. Kebberadaan teerminal kotaa yang meengganggu view, menciptakan daerah kumuhh, dan meengurangi jatah lahan yang sehharusnya dipeeruntukkan menjadi m resttoran dan caffé waterfronnt. Gambar II.2.10.6 Teerminal Kota Sumbber : Dokumenntasi pribadi 79