BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Argumentasi diberlakukan Teori piercing the corporate veil Terhadap Holding Company yang berhubungan dengan tindakan hukum anak perusahaan. Holding Company yang dalam hal ini merupakan suatu induk perusahaan yang tentunya mengawasi, mengotrol dan mengkonsolidasi anak perusahaan mempunyai andil yang sangat besar. Namun sampai dengan saat ini, pengaturan yang lebih spesifik mengenai Holding dan anak perusahaan yang dalam hal ini disimpulkan sebagai perusahaan group belum diatur secara lebih spesifik. Tindakan hukum anak perusahaan yang sebenarnya didominasi oleh Holding acapkali menanggung beban rIsiko sendiri karena Indonesia menganut Perseroan Tunggal atau yang lebih dikenal dengan kemandirian badan hukum itu sendiri. Seiring berjalannya waktu, maka 161 timbul permasalahan- permasalahan terkait dengan Corporate law itu sendiri yang notabene dalam hal ini holding company pada tindakan anak perusahaan yang berhubungan dengan Holding Company. Holding seringkali yang merupakan melakukan induk perusahaan tindakan-tindakan yang menguntungkan dirinya sendiri sebagai pemegang saham pada anak perusahaan. Terlebih lagi pengaturan terkait dengan holding dan anak perusahaan di Indonesia belum memberikan kepastian hukum sampai dengan saat ini. Melihat realitas bisnis yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa hukum berjalan tertatih-tatih dibelakang manusia itu sendiri.142 Permasalahan-permasalahan yang timbul dari akibat tidak adanya kepastian hukum membuat Perusahanperusahan besar menjadi sewenang-wenang dalam menjalankan kegiatan usahanya sehingga mengabaikan 142 Damang Averroes al-khawarizmi, Urgensi eletktronik dalam UU Item, http:// www. Negara hukum.com/hukum/urgensi-transaksi-eektronikdalam-uu-ite.html,diunduh pada Tanggal 20 Juli 2016 Pukul 16.00 wib 162 hukum itu sendiri. Hukum yang sebenarnya secara filosofi mengandung keadilan, kemanfaatan dan kepastian kembali dipertanyakan perannya. Untuk menjawab dan menalaah permasalahan yang timbul, maka dapat melihat atau memflashback kembali sebuah teori modern corporate law yaitu Piercing the corporate veil. Sebelum masuk lebih dalam lagi terkait argumentasi diberlaku kannnya Piercing the corporate veil terhadap holding dalam tindakan anak hukum perusahaan. Alangkah baiknya, melihat terlebih dahulu ada kecendruangan keuntungan dilakukannya perusahaan induk menjadi group dalam menjalankan kegiatan usahanya 143 : 1. Memiliki kemandirian rIsiko 2. Memiliki Hak pengawasan yang lebih besar 3. Pengontrolan yang lebih mudah 4. Operasional yang lebih Efisien 5. Kemudahaan sumber modal 6. Keakuratan yang diambil 143 Ratna Yuliani, 2013, Tanggung jawab Induk perusahaan terhadap Anak Perusahaan dalam Suatu Perusahaan Kelompok,Universitas muhammadiyah Yogyakarta, Naskah Publikasi 163 Dari beberapa kecendrungan diatas membuat holding di Indonesia banyak dibentuk, apalagi dalam memenuhi Good Corporate Governance. Tapi yang terjadi dalam realitas bisnisnya sering terjadi penyelewengan, dalam hal ini perusahaan induk sering kali memanfaatkan keadaan sehingga mengesampingkan hukum yang berlaku.144 Ada beberapa alasan yang menjadi latar belakang dibentunya Holding Company dalam suatu persuahaan sehingga terbetuknya perusahaan group anatara lainnya yaitu145 : 1. Meningkatkan Barier of market entry bagi calon pesaing baru 2. Menyingkirkan atau mematikan usaha pesaing 3. Membeli product line atau line, untuk melengkapi product line atau menghilangkan ketergantungan 4. Untuk memperoleh akses pada teknologi baru 144 Ibid Joseph Kranglinger, 1997, Merger and acquisition, Manageng transaction,Mc.Graw-hill 145 164 5. Membeli faislitas-fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan pesaing 6. Memperoleh hak-hak pemasaran dan hak-hak produksi yang dimilki oleh perusahaan lain 7. Memperoleh pasar yang semula dimilki oleh perusahaan lain 8. Melakukan diversifikasi usaha 9. Memperoleh kepastian atas pasokan serta kualitas barang pasokan perusahaan, yang ingin meningkatkan produksi apabila barang tersebut merupakan komponen utama produksinya. 10. Memperkuat keahlihan sumber daya manusia 11. Semata-mata melakukan invetasi karena terdapat lebihan dana besar. Keseluruhan alasan diatas dapat menggunakan sebuah pengertian dari M.Manulang bahwasanya Holding company merupakan suatu perseroan besar yang sering berbentuk corporation, memiliki sebagian besar saham-saham beberapa perseroan lainnya dan perseroan yang disebut belakangan 165 masih tetap seperti semula, hanya saja diatur dan dijalankan sesuai dengan kebijaksanaan pimpinan Holding company.146 Selanjutnya adapun beberapa alasan atau sebab diperlukannya Piercing the corporate veil terhadap Holding company dalam tindakan hukum anak perusahaan yakni melihat realitas bisnis yang ada sebagai berikut menurut Sulistiowati 147 : 1. Terjadinya Dominasi tanpa tanggung jawab yang dilakukan Holding company terhadap anak perusahaan. Dalam hal ini terjadi pengendalian yang dilakukan holding terhadap anak perusahaan. Induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan melakukan pengendalian anak perusahaan dengan melaksanakan fungsi hak suara dalam RUPS anak perusahaan, maupun mengangkat anggota direksi atau dewan komisaris anak perusahaan. Pelaksanaan hak suara induk perusahaan ini diarahkan bagi tercapainya fungsi penanaman modal 146 M.Manulang, 1994, Pengantar Ekonomi Perusahaan,Liberty, Yogayakrta, Hlm.70 147 Sulistiowati, 2015, Dominasi tanpa Tanggung Jawab Induk Perusahan, Universitas Gadjah Mada, Hlm.8 166 pada anak perusahaan. Sehingga mengakibatkan induk perusahaan melakukan tindakan oputunistik 148: a. Tindakan induk perusahaan melakukan eksternalisasi usaha yang beresiko tinggi kepada anak perusahaan b. Tindakan induk perusahaan memanfaatkan sebagain utang anak perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional anak perusahaan yang lain tanpa sepengetahuan kreditur anak perusahaan c. Tindakan induk perusahaan dapat mengalihkan sebagian asset dari anak perusahaan yang hampir bangkrut kepada anak perusahaan yang lain, tanpa sepengetahuan dari pemegang saham minoritas atau kreditur anak perusahaan tersebut. Derajat pengendalian induk terhadap anak perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut : 1) Pengendalian sebagai pengaruh induk dalam penetapan kebijakan strategik anak perusahaan. Induk perusahaan hanya mempengaruhi kebijakan strategik 148 Ibid 167 anak perusahaan. kemandirian Anak untuk perusahaan menjalankan memiliki pengurusan perseroan sehari-hari 2) Pengendalian sebagai dominasi induk pada pengurusan anak perusahaan. Melalui intruksi pada anak-anak perusahaan bagi terpenuhinya tujuan perusahaan. Anak perusahaan semakin tidak mandiri atau bahkan kehilangan kemandiriannya ketika induk perusahaan mendominasi pengrusan anak perusahaan karena hanya menjadi instrument atau bayang-bayang induk perusahan.149 2. Holding berlindung dibalik tirai Limited liability. Berlakunya limited liability menyebabkan tanggung jawab induk semakin terbatas pula. Dengan demikian, tanggung jawab induk semakin terbatas dan mendekati tidak bertanggung jawab jika induk mengeksetrnalisasi 149 Ibid 168 kegiatan usaha beresiko kepada anak perusahan lapisan kemepat, kelima dan seterusnya.150 3. Karena adanya perbuatan melawan hukum atau wanprestasi dari holding company. Dalam hal ini Holding dapat diberlakukan piercing the corporate veil apabila terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum atau wanprestasi terhadap perusahaan lainnya melalui anak perusahan. Unsur kerugian dari suatu perbuatan melawan hukum atau wanprestasi menjadi dasar bagi lahirnya tanggung jawab hukum atas pelaku dalam hal ini holding sebagai pemegang saham. Apabila pelaku terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, pelaku dapat dibebani suatu tanggung jawab hukum. Demikian juga, tanggung jawab kontraktual lahir sejak adanya kewajiban dalam hubungan kontraktual. Namun, tanggung jawab baru lahir ketika kewajiban kontraktual tidak dilaksanakan. Dengan demikian, apabila wanprestasi terjadi maka holding dapat diberlakukan 150 Ibid 169 Piercing The corporate veil ini, sehingga tanggung jawab dapat dibebankan pada Holding, sesuai dengan terminologi hukum bahwa beban yang harus dipikul seseorang karena ia tidak memenuhi kewajibannya, baik kewajiban yang disepakati dalam kontrak ataupun kewajiban yang telah ditentukan oleh hukum.151 4. Karena adanya Unsur kerugian terhadap Pihak Ketiga Yakni 152: a. Banyak kasus tanggung jawab pada perusahaan holding menggunakan undercapitalization sebagai dasar utama untuk mengajukan gugatan piercing the corporate veil. Namun sebagian yuridis menggunakan aturan bahwa undercapitalization tidak dapat menjadi alasan tunggal untuk membenarkan pengabaian badan hukum perseroan sehingga perlu pembenaran- pembenaran indikator lainnya. 151 Sulistiowati, 2013, Tanggung Jawab Hukum pada Perusahaan Group di Indonesia, Jakarta, Erlangga, Hlm.135 152 Ibid, Hlm.140-141 170 b. Induk perusahaan dapat mengalihkan sebagian asset dari anak perusahaan yang hampir bangkrut kepada anak perusahaan yang lain, tanpa sepengetahuan dari pemegang saham minoritas atau kreditur dari anak perusahaan yang hampir bangkrut. Apabila anak perusahaan akhirnya bangkrut, kepemilikan atas sebagian asset tersebut sudah beralih kepada anak perusahaan yang lain. Hal ini mengakibatkan pemegang saham minoritas maupun kreditur mengalami kerugian karena mengalami kesulitan untuk menuntut aset yang dialihkan kepada anak perusahaan yang lain. c. Induk perusahaan dapat melakukan pengumpulan aset modal dan non modal yang diarahkan untuk mendukung keputusan dan melaksanakan kewajiban hutang korporasi. pemegang saham Sebaliknya, pengendali secara teoritis melaksanakan pengurangan asset untuk menghindari berbagai 171 tanggung jawab yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Realitas bisnis yang terjadi ini, mengakibatkan Piercing the corporate veil dapat diberlakukan terhadap holding company. Seperti yang dikemukakan oleh Munyr Fuady, bahwa dalam hal ini yang bertanggung jawab bukan hanya badan hukum yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan, melainkan pemegang saham (Perusahaan Holding) juga ikut bertanggung jawab secara hukum, Apabila terdapat salah satu dari unsur-unsur sebagai berikut, maka dapatlah diberlakukan Piercing The Corporate Veil 153: 1. Express Agency menjadi wakil perusahaan induk atau agen daripada sebuah induk perusahaan. 2. Terdapat 3 Unsur yang dapat mebuktikannya yaitu : a. Adanya Pengontrolan perusahaan holding terhadapa anak perusahaan 153 Munyr Fuady, 2014, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Ekesisten sinya dalam Hukum Indonesia, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, Hlm.7 172 b. Adanya terjadi penipuan,ketidak adailan serta ketidakjujuran akibat dari pengontoraln yang dilakukan oleh induk perusahaan c. Terdapatnya kerugian sebagai akibat dari breach of duty dari perusahaan holding. Masih dalam hubungan dengan grup perusahaan yang terdapat didalamnya holding dan anak perusahaan, penerapan teori Piercing the Corporate Veil dapat dilakukan misalnya, dalam kasus-kasus sebagai berikut154: 1. Adanya keadaaan nyata yang menyesatkan Apabila menyesatkan terdapat yang keadaaan tentunya nyata dimana berhubungan dengan perusahaan holding terhadap anak, sekalipun anak yang melakukan kemungkinan berdasarkan 154 perbuatan hukum holding PCV. harus Dimana Ibid 173 tersebut, maka bertanggung keadaan nyata ada jawab yang menyesatkan adalah suatu ketidaktegasan antara kegiatan yang dilakukan antara induk dan anak perusahaan 2. Terjadinya ketidakadilan akibat penipuan Apabila ketidakadilan akibat penipuan yang dilakukan oleh anak perusahaan sehingga menguntungkan holding, maka seharusnya holding harus bertanggung jawab terhadap tindakan tersebut yang tentunya jika katidak adilan itu membuat tanggung jawab melbihi saham maka dapat berlaku PCV. 3. Terdapanya perlindungan terhadap pemgang saham minoritas. Apabila terbukti tindakan yang merugikan pemgang saham minoritas dalam hal ini terjadi transfer keuntungan yang diperoleh anak kepada perusahaan holding atau kepada pihak lainnya. 3 hal diatas ada beberap lagi fakta lain yang dapat diperhatikan sehingga diberlakukannya Piercing The corporate 174 veil terhadap holding ata perbuatan yang dilakukan oleh anaknya, Fakta-faktanya adalah155: 1. Memiliki pegawai yang sama serta direksi maupun komisaris dalam induk dan anak Perusahaan . 2. Perusahaan holding membayar gaji, upah, kerugian dan ekspenses lainnya dari anak perusahaan 3. Perusahaan holding memiliki seluruh atau hampir seluruh saham anak perusahaan 4. Perusahaan holding membiayai anak perusahaan 5. Anak perusahaan mempunyai bisnis hanya dengan perusahaan holding 6. Anak perusahaan tidak mempunyai aset lain kecuali aset yang dialihkan dari perusahaan holding 7. Perusahaan holding menggunakan aset anak perusahaan seperti asetnya sendiri 8. Pihak eksekutif anak perusahaan lebih memperhatikan kepentingan perusahaan holding daripada kepentingan anak perusahaan 155 Ibid,Hlm.14 175 Di negara common law dalam hl ini inggris dan amerika serikat bagi pengadilan banyak menerapkan teori PCV ini untuk perusahaan kelompok dalam hal ini induk perusahaan karena memberlakukan prinsip agency dinatra perusahaan-perusahaan kelompoknya. Dengan melihat Kasus Smith, Stone & Knight v.Birmingham yang diputuskan dalam tahun 1939 di Inggris, bahwasanya memberikan beberapa karakteristik yang secara hukum dapat dianggap anak perusahaan merupakan agen dari perusahaan holding. Adapun Kriteriakriteria tersebut adalah sebagai berikut156: 1. Keuntungan diberlakukan sebagai keuntungan dari perusahaan holding 2. Proses pelaksanaan bisnis sepenuhnya dikendalikan oleh perusahaan holding 3. Perusahaan holding merupakan (head and brain) dari bisnis anak perusahaan 4. Perusahaan holding yang mengatur the adventure 156 Ibid,hlm.15-16 176 Dalam rangka meningkatkan tegaknya keadilan dan mencegah ketidakwajaran (in order to promote justice and to prevent inequity), pada keadaan dan peristiwa tertentu, prinsip keterpisahan (separate) perseroan dari pemegang saham, secara kasuistik perlu disingkirkan dan dihapus dengan cara menembus tembok atau tabir perseroan atas perisai tanggung jawab terbatas (limited liability).157 Jadi, Berangkat dari Teori Piercing the corporate veil dimana tanggung jawab tidak terbatas pada pemegang saham yang kemudian dianalisis menggunakan metode penemuan hukum argumentum peranalogiam, maka Pemegang saham dalam hal ini berwujud holding company,untuk melihat perlu diterapkannya Piercing ini melihat realitas bisnis yang terjadi. Dengan demikian maka untuk holding dapat dimintai pertanggung jawaban secara pribadi berlakulah Pasal 3 ayat (2) UUPT dengan syarat-syarat yang telah ditentukan untuk perlunya 157 Ibid 177 diterapkan teori ini agar bertanggung jawab dalam hal tindakan hukum anak perusahannya yang kebanyakan terjadi perkara dengan pihak ketiga. Maka argumentasi atau alasan diperlukannya Piercing The corporate Veil terhadap holding company pada tindakan hukum anak perusahaan yang pertama adalah terjadinya dominasi induk tanpa tanggung jawab, yang kedua holding company acapkali berlindung di balik tirai limited liability selanjutnya, karena holding melawan hukum atau melakukan perbuatan wanprestasi, dan yang terakhir alasan diterapkannya Piercing The corporate veil karena adanya unsur kerugian terhadap pihak ketiga. Maka dari itu Piercing the corporate veil perlu diterapkan kepada holding company agar dapat ikut bertanggung jawab, terhadap keterlibatan kegiatan bisnis yang dilakukannya dalam tindakan hukum anak perusahaannya, yang pada dasarnya sangat susah untuk membuktikannya. Pada intinya sebenarnya Piercing the corporate veil bukan hanya untuk holding 178 company, melainkan dapat digunakan pada konsep-konsep lainnya yang tentu bertujuan untuk mewujudkan suatu keadilan. B. Keadaan Holding Company harus bertanggung Jawab terhadap Tindakan Hukum Anak Perusahannya. Jika kita telaah lebih dalam lagi mengenai pertanggung jawaban ini, Pada dasarnya kalau menurut Theorie Juridische Realiteeit yang disampaikan Paul scholten dan Meyers, badan hukum adalah segala yang diperbuat oleh pengurus dalam fungsinya (in Functie) dan dapat dipertanggung jawabkan terhadap badan hukum itu sendiri.158 Dalam melakukan perbuatannya itu tentu ada kemungkinan untuk melakukan onrechmatighdaad. Untuk mempertanggung jawabkan onrechma tighdaad dari badan hukum itu sebenarnya tidak masuk akal, karena badan hukum itu tidak memerintahkan atau memberi mandate pada organ itu untuk melakukan perbuatan 158 Chidir Ali, 2005, Badan hukum, Bandung, PT.Alumni, Hlm,219 179 hukum lainnya. Tentang hal itu dasarnya Jurisdiche Realiteit adalah159 : 1. Segala perbuatan wakil atau organ itu bisa dipertanggung jawabkan kepada badan hukum. Maka juga termasuk onrechmatighdaad itu dapat dipertanggung jawabkan (ken worden gerekend) pada badan hukum. 2. Setiap mempertahankankan suatu hak dan setiap pelaksanaan suatu hak oleh organ atau pengurus sebagai organ dapat dipertanggung jawabkan pada badan hukum, atau apa yang diperbuat oleh organ sebagai bagian organ dapat dipertanggung jawabkan kepada badan hukum, sebab sampai mengakibatkan onrechmatighdaad, dimana ternyata berbuat tidak untuk diri sendiri, tetapi untuk badan hukum itu. Dengan demikian, bagaimanapun bentuknya apabila dia merupakan subjek hukum dalam hal ini adalah badan hukum dapat dimintai pertanggung jawaban, dan turunan 159 Ibid 180 teori badan hukum itu sendiri dapat berupa Teori Piercing The corporate veil yang merupakan Teori turunan dari teori subjek hukum digunakan untuk menjawab permasalahan ini. Pada dasarnya Holding company tidak bertanggung jawab terhadap tindakan hukum anak perusahaannya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa Corporate law kita masih menggunakan Perseroan Tunggal atau yang sering kita kenal kemandirian badan hukum itu sendiri. Tetapi ada landasan yuridis yang menjadi tanggung jawab holding company terhadap tindakan anak hukum perusahannya sebagaimana yang dikemukakan oleh Mohr dan Raajismakers yaitu160 : 1. Holding harus bertanggung jawab terhadap tindakan anak hukum perusahannya dalam Kontraktual yang bersifat pelengkap. Tanggung Jawab kontraktual yang bersifat pelengkap ada jika pada saat transaksi dengan pihak ketiga misalnya kreditor dibuat kesepakatan-kesepakatan 160 Mansastrawidjaya, 2012, Kompilasi Hukum Bisnis dalam rangka Purnabakti, Bandung, Keni media, Hlm.332 181 tambahan. Atas permintaan pihak lawan dalam perjanjian kreditor perusahaan induk atau suatu perusahaan subsidiary dapat meneyetujui bertindak sebagai penjamin (borg) atau mengikatkan dirinya untuk bertanggung jawab. Adapun yang dimaksud dalam hal ini pemberi jaminan, yang sebenarnya bukan merupakan monopoli perusahaan kelompok. Kewajiban Holding perusahaan sebagai penjamin bukan lahir dari hubungan dalam perusahaan kelompoknya, melainkan karena diperjanjikan. Sebagaimana jaminan merupakan hal yang penting dalam pemberian kredit, baik itu berupa keyakinan pihak bank maupun berupa jaminan kebendaaan atau perorangan. Dalam hal ini holding dan anak terhubung dalam jaminan prorangan, dimana Jaminan prorarangan adalah jaminan yang membutuhkan hubungan langsung terhadap perorangan tertentu, yang hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu serta terhadap 182 kekayaan dibitur umumnya yang dapat dilihat dalam Pasal 1820 KUHPer. 2. Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pelengkap secara sukarela. Berdasarkan Pasal 1644 KUHperadata, janji bahwa suatu perbuatan telah dilakukan atas tanggungan persekutuan hanyalah mengikat sekutu yang melakukan perbuatan itu saja dan tidaklah mengikat sekutu-sekutu lainnya, kecuali sekutu lainnya telah memberikan manfaat bagi persekutuan. Dengan demikian meskipun induk perusahaan tidak memberikan jaminan atau pernyataan persetujuan, tetap dapat diminta pertanggung jawaban apabila telah memperoleh keuntungan dari tindakan yang dilakukan oleh anak perusahaan. Sebagaimana bunyi Pasalnya yakni Perjanjian yang mengikatkan suatu perbuatan atas tanggungan perseroan hanya mengikat peserta yang mengadakan perjanjian demikian, dan tidak mengikat peserta lain kecuali mereka ini telah memberi kuasa untuk itu kepada peserta yang membuat perjanjian 183 tersebut atau bila dengan tindakan termaksud ternyata perseroan memperoleh untung. 3. Permodalan Rendah (Undercapitalization), maksudnya adalah Permodalan rendah dapat terjadi apabila induk perusahan lalai melengkapi anak perusahaan dengan alat modal dalam perimbangan yang wajar dengan luasnya operasional perusahaan. Berkaitan dengan kecukupan modal, sangat menarik pendapat yang dikemukakan oleh Mohr, bahwa induk perusahaan yang tidak mencukupi modal anak perusahaan dianggap menggeser risiko para pemegang saham kepada kreditor, sehingga kreditor tidak mendapat pelunasan, maka induk perusahaan harus dapat dituntut berdasarkan perbuatan melawan hukum 4. Dalam hal atas dasar penyalahgunaan aturan. Pertanggung jawaban induk perusahaan atas dasar penyalahgunaan aturan dapat terjadi apabila induk perusahaan melanggar ketentuan yang sebenarnya tidak diperkenankan. Misalnya selalu mengintervensi direksi yang sebenarnya tidak boleh di intervensi. 184 Pada dasarnya di Undang-undang Perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007 pasal 3 ayat (1) dalam hal ini pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Begitu juga dengan holding sebagai pemegang saham diperusahaan ini dalam bentuk perusahaan Group. Namun kemudian Pasal 3 ayat (1) dapat disimpangi pada pasal 3 ayat (2), Pasal 7 ayat (6) dan ketentuan pasal-pasal lainnya dalam Undang-undang Perseroan Terbatas tersebut. Terkait dalam hal holding dapat bertanggung jawab terhadap tindakan anak perusahaan yaitu sebagaimana dimuat substansinya : 1. Pasal 3 Ayat (2) mengatur mengenai batasan terhadap prinsip limited liability tersebut. Pasal 3 Ayat (2) UU PT menyebutkan bahwa ketentuan yang diatur pada ayat (1) dinyatakan tidak berlaku jika : 185 a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi. b. Holding yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi. c. Holding yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan. d. Holding yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung menggunakan secara kekayaan melawan Perseroan hukum yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. 2. Selanjutnya ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (6) UU PT yang menyatakan bahwa dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada Ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari dua orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan, dan atas 186 permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut. 3. Holding bertanggung jawab juga terahadap tindakan anak hukum perusahaan dalam hal 161 : a. Tidak menyetor modal dalam hal ini Holding tidak menyetorkan modal, padahal setiap saham harus disetor penuh oleh pemegang saham pada saat pengesahan MenKumHam menurut Pasal 33 UUPT. Apabila hal tersebut merugikan perseroan terbatas atau pihak ketiga, maka doktrin piercing the corporate veil berlaku. b. Campur aduk antara urusan pribadi dengan urusan perseroan. pencampuradukan Dalam antara hal urusan terjadi perseroan terbatas dengan urusan pribadi, maka tanggung jawab pemegang saham Contohnya adalah dalam hal : 161 Op.cit, Munyr Fuady, Hlm.20-23 187 dapat dimintakan. 1) Dana perusahaan digunakan untuk urusan pribadi. 2) Asset milik perseroan terbatas diatas namakan pribadi. 3) Terjadi percampuran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan terbatas. 4) Pembayaran perseroan terbatas dengan cek pribadi tanpa justifikasi yang sah. c. Jaminan pribadi Holding. Yaitu apabila Holding memberikan jaminan pribadi bagi perjanjian bisnis yang dibuat oleh perusahaan, maksudnya adalah holding menginginkan kegiatan-kegiatan tertentu yang dilakukan tersebut dibebankan perseroan terbatas kepadanya, sehingga Holding dengan sendirinya turut bertanggung jawab apabila ada gugatan dari pihak ketiga atas kerugian yang muncul dijamin tersebut. 188 dari Kapan kegiatan yang dan sejauhmana tanggung jawab Holding sebagai pemegang saham, tergantung kepada isi perjanjian jaminan tersebut. Jadi, untuk melihat dalam hal apa saja holding bertanggung jawab terhadap tindakan hukum anak perusahaan adalah dengan melihat hubungan hukumnya. Karena hubungan hukumnya adalah dalam hal ini pemegang saham maka melekatlah hak dan kewajiban pemegang saham dalam Holding company tersebut. Keadaan holding company harus bertanggung jawab terhadap tindakan hukum anak perusahaan menurut Peneliti dibagi menjadi dua hal: 1. Dalam hal keadaan tanggung Jawab Terbatas yaitu Holding dapat dimintai pertanggung Jawaban secara terbatas, tentunya sebesar saham yang ditanamkannya pada perusahaan yaitu dalam hal : 1) Sebagai penjamin orang-perorangan. 2) Penjamin secara sukarela yang mendapatkan keuntungan. 189 3) Sebagai Pemegang Saham yang tidak ikut serta atau intervensi didalam melaksanakan kegiatan usaha badan hukum tersebut 2. Dan hal keadaaan tanggung jawab tidak terbatas. Inilah peran dari Piercing the corporate veil untuk menjadikan holding bertanggung jawab menjadi tidak terbatas yang tentunya dalam hal yang termuat dalam Pasal 3 (2) UUPT Namun, apabila dikaji lebih dalam anak perusahaan memiliki pemegang saham, hubungan hubungan hukum tersebut dengan dapat dipersamakan antara holding dengan anak perusahaan melalui Teori Kontrak. Teori kontrak yang dimaksud adalah Teori yang digunakan dalam mengkaji dan menganalisis tentang hubungan atau persetujuan yang dibuat antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain.162 162 Salim H.S, 2014, Penerapan Teori Hukum pada Desertasi dan Tesis, Rajagrafika, Depok, Hlm.241 190 Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam teori kontrak tersebut meliputi 163: a. Adanya berupa persertujuan antara holding dengan anak b. Adanya para pihak atau subjek hukum dalam hal ini holding dan anak serta pihak ketiga c. Adanya unsur kewajiban masing-masing subjek hukum antara holding dan anak d. Adanya melakukan sesuatu atau tidak sesuatu. Dengan demikian, apabila unsur-unsur diatas terpenuhi maka Holding tanpa diberlakukan piercing the corporate veil dapat bertanggung jawab secara umum terhadap tindakan hukum anak perusahaannya. Maka dari itu peneliti membagi menjadi duya seperti yang dibahas sbeleumnya. Selanjutnya, apabila kita telah lebih dalam lagi, jika terjadi di line pidana ini dapat kita persamakan dengan sebuah teori Vicarious liability, yang merupakan 163 Ibid 191 sebuah teori pidana korporasi yang memiliki makna bahwasanya “Liability that a supervisory pasrt(such as an employer) beras for the action able conduct of a subordinate or associate (such as an employee ) based on the relationship beteetween the two parties” Dimana seorang majikan dinyatakan bertanggung jawab secara pidana atas pegawainya meskipun pengusaha tidak mengetahui, atau tidak memberikan kewenangan, atau tidak berpartisipasi dalam tindak pidana yang dilakukan bawahanya. Dengan berdasarkan perluasan Vicarious liability ini dapat sekiranya holding bertanggung jawab terhadap tindakan anak hukum perusahaan apabila tindakan tersebut benar-benar merupakan keputusan dari RUPS. Dengan demikian, berangkat dari teori subjek hukum dimana subjek hukum memiliki hak dan kewajiban, dan dalam hal ini badan hukum yang berwujud Perseroan Terbatas memiliki kedudukan sendiri-sendiri namun secara ekonomi berhubungan antara Holding 192 dengan anak perusahaan, yang dapat kita lihat dalam teori badan hukum dimana ada harta kekayaan terpisah antara holding dengan anak maka terbagi dualah keadaaan Holding bertanggung jawab terhadap tindakan Hukum anak perusahaan, yaitu : 1. Tanggung Jawab terbatas, yakni holding bertanggung jawab sebatas saham yang ditanamkan,dan tak akan pernah melebihi saham tersebut yang artinya dalam keadaaan normal. 2. Tanggung Jawab tidak terbatas ,inilah merupakan wujud dari teori Piercing untuk memintai tanggung jawab tidak terbatas kepada holding karena merupakan badan hukum yang hartanya terpisah dengan anak perusahaan. Sehingga tanggung jawabnya melebihi saham yang ditanamkan yang tentunya sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Salah satunya adalah mengganti rugi melebihi saham yang ditanamkan sesuai dengan kerugian yang dialami apabila tindakan hukum anak 193 perusahaan merupakan intervensi Holding terhadap tindakan hukum anak perusahaan. C. Bentuk Tanggung Jawab Holding Company Terhadap tindakan hukum Anak Perusahaan setelah diterapkan Piercing The corporate veil. Konsekuensi hukum atas penyingkapan tabir atau tembok perlindungan itu, yang lazim disebut piercing the corporate veil atau shefting atau lifting the veil adalah 164: 1. Hilang dan hapus perlindungan tanggung jawab terbatas Holding Company yang digariskan Pasal 3 ayat (1) UUPT 2. Dengan sendirinya Holding ikut memikul risiko bersamasama dengan perseroan membayar utang perseroan dari harta pribadi pemegang saham yang bersangkutan. Menurut teori tradisional, terdapat dua macam pertanggung jawaban yang dibedakan yaitu pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan dan pertanggung jawaban 164 Anonim, Tinjauan yuridis atas korelasi pengaturan pasal 36 Undang-undang 40 Tahun 2007 Croos Holding, http://lib.ui.ac.id/file ?file=digital/128871-T%2026643-Tinjauan%20yuridis-Literatur.pdf, diunduh pada tanggal 16 Juni 2016 pukul 18.00 wib 194 mutlak. Pertanggung jawaban induk perusahaan terhadap kerugian anak perusahaan tergantung pada teori tradisional ini. Induk perusahaan baru dapat ikut melakukan tanggung jawab diatas apabila dominasi induk perusahaan terhadap anak perusahaan, adanya perbuatan melawan hukum atau wanprestasi, dan adanya unsur kerugian pihak lain.165 Bentuk tanggung jawab dari sebuah holding company terhadap tindakan hukum anak perusahaan setelah diterapkannya Piercing the corporate veil , pada dasarnya melihat hubungan hukum antara holding company dengan anak perusahaan, adalah sebagai pemegang saham di perseroan anak, dengan menggunakan metode penemuan hukum argumentum penganalogiam (analogi) maka bentuk tanggung jawabnya holding terhadap anak perusahaan dapat dipersamakan dengan pemegang saham pada umumnya. 165 Iwan, 2014, Pertanggung jawaban perusahaan induk dalam perusahaan group selaku pemegang saham terhadap anak perusahaan yang mengalamai kerugian menurut UU PT, Universitas sebelas maret, Penelitian Ilmiah 195 Holding company tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama anak perusahaan serta tidak bertanggung jawab atas kerugian anak perusahaan melebihi saham yang dimilikinya tersebut. Ketentuan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama anak perusahaan dapat disimpangi apabila memenuhi keteria yang terdapat dalam pasal 3 ayat (2) UUPT yaitu pertama, persyaratan anak perusahaan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi maka holding harus bertanggung jawab, yang kedua apabila holding yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung beritikad buruk memanfaatkan anak perusahaan untuk kepentingan pribadi maka juga harus dimintai pertanggungjawaban terhadap holding tersebut, ketiga apabila holding yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak maka beban tanggung jawab juga dikenakan kepada Holding tersebut dan yang terakhir adalah apabila holding yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan 196 kekayaan anak perusahaan yang mengakibatkan kekayaan anak perusahaan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang anak perusahaan maka holding juga harus bertanggung jawab. Dengan demikian dari ketentuan kriteria diatas terlihat bahwa tanggung jawab holding sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan akan hapus apabila terbukti antara lain memenuhi unsur-unsur atau ketentuan-ketentuan yang diatas. Jadi, terkait dengan bentuk tanggung jawab holding company terhadap tindakan anak hukum perusahaan adalah, setelah melihat dari sisi hubungan hukumnya. Dari penelitian yang penulis dapat, bentuk tanggung jawab dari holding company itu bermuara kesegi perdata yang memberikan ganti rugi baik secara penuh ataupun tidak. Holding dapat bertanggung jawab jika dapat dibuktikan oleh pihak yang dirugikan dengan Menghubungkan teori Fault on liability dimana beban pembuktian terletak pada pihak ketiga yang mengajukan gugatan agar Holding bertanggung jawab secara pribadi dengan dasar piercing the corporate veil yang harus 197 dapat mebuktikan kesalahannya. Dapat disimpulkan bahwasanya segala yang terkait dengan pertanggung jawaban perdata dalam holding company terhadap trindakan hukum anak perusahannya bermuara kepada tanggung jawab ganti rugi setelah diterapkannya piercing the corporate veil terhadap holding company tersebut. Ganti rugi yang dibebankan kepada holding company Paska diterapkannya Piercing the corporate veil terhadap tindakan hukum anak perusahaan, ditentukan dari segi prinsip tanggung jawab hukum berdasarkan kesalahan. Ganti rugi yang merupakan ganti rugi Holding terhadap tindakan hukum anak perusahaan, apabila telah terpenuhi oleh satu prinsip tanggung jawab di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya ganti ruginya merupakan ganti rugi yang terdapat dalam pasal 1246 KUHPerdata yakni biaya, rugi dan bunga yang oleh siberpiutang boleh dituntut akan penggantiannya, terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya. Purwahid Patrik 198 lebih memperinci lagi unsur-unsur kerugian. Menurut Patrik, kerugian terdiri dari dua unsur 166 : 1. Kerugian yang nyata diderita (damnum emergens) meliputi biaya dan rugi 2. Keutungan yang tidak peroleh (lucrum cessans) meliputi bunga. Kerugian nyata dan keuntungan yang tidak diperoleh dimaksudkan sebagai hukuman bagi si pelaku, dalam hal ini adalah holding yang melakukan realitas bisnis terhadap tindakan anak hukum perusahaan dituntut untuk ganti rugi, penghukuman ini layak diterapkan terhadap kasus-kasus kesengajaan yang berat. Menurut kuhperdata ketentuan tentang ganti rugi karena akibat dari holding company harus memenuhi persyaratan persyaratan sebagai berikut 167: 166 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian dan Dari Undang-Undang), Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm.14. 167 Salim& Erlies Septiana Nurbani, Buku kedua penerapan teori hukum pada penelitian disertasi dan tesis, Jakarta, Rajagrafindo, Hlm.239 199 1. Dilihat dari segi komponen kerugian yaitu biaya, rugi, dan bunga 2. Yang kedua dari starting point dari ganti rugi 3. Kemudian bukan karena alasan Force mayor 4. Kemudian saat terjadinya kerugian, bahwasannya suatu ganti rugi hanya dapat diberikan terhadap kerugian yang telah benar-benar dideritanya, kedua kerugian karena kehilangan keuntungan atau pendapatan yang sedia yang dapat dinikmati. 5. Kerugian yang dapat diduga, bahwasannya kerugian yang timbul tersebut haruslah diharapkan akan terjadi atau patut diduga akan terjadi dugaan, dimana sudah ada pada saat dilakukannya perbuatan melawan hukum tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwasannya khusus ganti rugi karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh holding company harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan oleh diatas agar holding company memberikan ganti rugi terhadap tindakan anak hukum perusahaannya. Jika telah melihat dari segi persyaratan-persyaratan tersebut maka dapatlah 200 dilakukan pembayaran ganti rugi setelah memenuhi syarat-syarat sedemikian rupa.168 Dengan demikian, bentuk tanggung jawab holding company dalam tindakan hukum anak perusahaan setelah diterapkannya Piercing the corporate veil adalah berbentuk ganti rugi setelah melebihi saham yang disetorkan oleh holding pada anak perusahaan.169 Tentunya berdasarkan atau dilihat dari kesalahan. Dan dilihat dari segi perdata menyarankan ada saratsarat yang memenuhi unsur komponen kerugian starting point dari ganti rugi, bukan karena alasan Forje Mayour, Saat terjadi kerugian-kerugian dapat diduga, maka ganti rugi dapat di eksekusi dalam memenuhi kewajiban terhadap tindakan hukum perusahaan.170 Setelah dilakukannya penerapan piercing the corporate veil yang kemudian diarahkan kepada jenis tanggung jawab perdata dan ditentukan dengan Fault on Liability, maka bentuk 168 Dalam buku Munir fuady, Perbuatan Melawan Hukum pendekatan Kontemporer, Bandung Citra Aditya Bakti, Hlm.140 169 Ibid, Hlm.135 170 Ibid 201 tanggung jawab dari holding terhadap tindakan hukum anak perusahannya adalah dapat berupa ganti rugi melebihi saham yang ditanamkan. Jadi, dalam hal ini menggunakan penghukuman ganti rugi setelah diterapkannya Piercing the corporat veil. Terkait dengan contoh kasus mengenai perusahaan holding terhadap tindakan hukum anak perusahaan salah satunya disebabkan karena melakukan perbuatan melawan hukum. Tanggung jawab hukum pada perusahaan group dalam hal ini holding company di Indonesia dapat melihat putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 89/ PK/PDT/2010. Majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan menyatakan bahwa PT. Effem Food Inc. dan PT effem Indonesia telah terbukti sah melakukan perbuatan melawan hukum. PN Jakarta Selatan menghukum PT.effem food inc dan PT.effem Indonesia untuk membayar ganti rugi kepada PT.Smak Snak secara tanggung renteng. putusan Ma ini menunjukkan bahwa majelis hakim telah membebankan tanggung jawab renteng kepada PT.Effem Food dan PT.Effem Indonesia 202 atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat I dan tergugat II terhadap PT.Smak Snak sebagai penggugat. Adapun bukti unsur-unsur dari PT.Efmem Food,inc dan PT.Efem Indonesia adalah sebagai berikut 1. 171 : PT.Effem Food.Inc memiliki saham 90% terhadap PT.Effem Indonesia. Dalam hal ini Effem Food sebagai induk perusahaan dan Effem Indonesia sebagai anak perusahaan. 2. Induk perusahaan terbukti telah menunjuk anak untuk memasarkan produk di Indoneisa tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada persetujuan PT.Smak snak 3. Induk secara sepihak mempersempit wilayah distribusi produk 4. Pendapatan penjualan dikurangi secara sepihak terhadap PT.Smak snak 5. PT.Smak snak sebagai distributor tunggal diminta untuk menjadi distributor dibawah sistem multidistributor 6. Untuk mematikan PT.Smak snak, induk perusahaan menghentikan secara sepihak pengadaaan produk dan 171 Op.cit,Sulistiowati 203 beberapa pelanggan skala besar yang memberikan kontribusi pendapatan yang signifikan terhadap pendapatan penggugat sehingga menimbulkan kerugian. Dasar pertimbangan putusan majelis hakim diatas menunjukan induk dan anak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang melakukan itikad tidak baik, pelanggaran hak-hak penggugat dan bertentangan dengan kewajiban hukum tergugat, sehingga menyebabkan kerugian PT.Smak snak. Dapat peneliti simpulkan bentuk tanggung jawabnya holding dari table sebagai berikut: No Subjek dan Jenis Prinsipnya objek 1. 2. Holding dan Anak Vs Subjek hukum lainnya. Dalam hal perbuatan melawan hukum Holding Dasar Bentuk Hukum Perdata - Liability based on fault Pasal.1365 dan 1367 KUHPerdata Ganti rugi Perdata - Liablity 1346 Ganti 204 dan Anak Vs Subjek hukum lainnya. Dalam hal Wanpretasi Melihat based on fault table diatas KUHPerdata memberikan patokan rugi untuk menentukan bentuk tanggung jawab holding terhadap tindakan hukum anak perusahaannya. Dapat berangkat dari dua hal diatas yaitu perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Jika didalam perdata Holding dapat ditembus dengan Piercing the corporate veil sedangkan dalam Pidana dapat ditembus dengan Vicarious Liability. 205