STRATEGI PERSIAPAN MASYARAKAT PENCARI KERANG DI KECAMATAN MARISO TERHADAP PEMBANGUNAN CENTER POINT OF INDONESIA, MAKASSAR PREPARATION STRATEGY OF SEEKER SCALLOP SOCIETY IN MARISO DISTRICT TOWARDS THE DEVELOPMENT OF CENTER POINT OF INDONESIA, MAKASSAR Mutmainnah, Darmawan Salman, Tahir Kasnawi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Universitas Hasanuddin Makassar Alamat Korespondensi: Mutmainnah BTN. Batumarupa Indah Blok A No 7 Kota Kendari Sulawesi Tenggara HP: 085255978076 Email: [email protected] Abstrak Pembangunan pada dasarnya bersifat merata terhadap peningkatan tiga aspek yaitu fisik, ekonomi, dan sosial masyarakat. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dampak pelaksanaan pembangunan Center Point Of Indonesia terhadap livelihood masyarakat Mariso yang bekerja sebagai nelayan pencari kerang, bentuk konflik yang terjadi antara nelayan dengan pihak pengelola pembangunan serta merumuskan strategi yang dapat dilakukan oleh pihak pengelola pembangunan dalam mempersiapkan masyarakat Mariso yang bekerja sebagai nelayan pencari kerang terhadap pelaksanaan pembangunan Center Point Of Indonesia (CPI).Metode penelitian adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara terhadap narasumber yang berkompeten, observasi visual, dan mengakses data dari instansi terkait. Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis menggunakan teknik analisis data kualitatif dan analisis RON internal dan eksternal. Hasil penelitian menunjukkan pembangunan Center Point Of Indonesia telah berdampak pada perubahan livelihood nelayan pencari kerang di Kecamatan Mariso dalam bentuk menurunnya hasil tangkapan, penghasilan pertrip, serta menurunnya frekuensi makan dalam sehari. Adanya perubahan tersebut menimbulkan konflik komunal antara nelayan pencari kerang dengan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam bentuk perlawanan pada skala demonstrasi. Konflik sosial tersebut perlu diredam dengan beberapa strategi persiapan sosial yang kemudian dipilah dalam konteks delivery system seperti konsolidasi sumber daya lokal, pembentukan kelompok nelayan pencari kerang dan penyadaran mengenai nilai penting pembangunan kawasan CPI. Dalam konteks receiving mechanism dibentuk strategi seperti pelatihan tekhnologi kepada nelayan pencari kerang, bantuan modal, pengorganisasian atau pelatihan serta pendampingan peningkatan keterampilan agar masyarakat nelayan pencari kerang di Kecamatan Mariso mampu mempersiapkan diri mereka dalam menghadapi kemudian memanfaatkan pembangunan kawasan Center Point of Indonesia. Kata kunci: livelihood, konflik, delivery system, receiving mechanism Abstract Development essentially prevalently to the increase of the three aspects: physical, economic, and social communities. This study aims to identify the impact of the implementation of the construction of Center Point of Indonesia to the livelihood of Mariso people who work as seeker scallop fishermen, the form of the conflict between the fishermen and the developer and formulate the strategy that can be done by the developer in preparing Mariso people who work as seeker scallop fishermen towards the implementation of development Center Point Of Indonesia (CPI). Method of research is a case study with a qualitative descriptive approach. The data was collected by interviewing techniques to the competent persons, visual observation, and access data from relevant agencies. The data collected were processed and analyzed using qualitative data analysis techniques and RON analyze of internal and external. The results show the development of Center Point of Indonesia effected the livelihood change of scallop seekers in Mariso District in the form of declining catches, income per-trip, and the declining frequency of meals in a day. These changes lead to communal conflicts between seeker scallop and the South Sulawesi provincial government in the form of resistance to the demonstration scale. The social conflicts should be muted with social preparation strategy then sorted in the context of delivery system such as consolidation of local resources, the group formation of scallop seekers and awareness about the importance of regional development. In receiving mechanism context formed strategy such as technology training to scallop seeker, help capital, organizing or training as well as assistance to improve skills so the scallop seekers in Mariso able to prepare themselves for the development of Center Point of Indonesia then take the advantage of it. Key words: livelihood, conflict, delivery system, receiving mechanism PENDAHULUAN Secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. (Rustiadi, 2011) Pembangunan yang tidak terkelola dengan baik tentunya rentan dengan munculnya berbagai konflik. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda dengan pola pikiran yang berbeda pula antar individu yang kemudia memicu konflik. Adapun faktor penyebab konflik menurut Soekanto (Sulistyono, 2012) terbagi menjadi empat yaitu: 1). Perbedaan antarindividu, 2). Perbedaan kebudayaan, (3). Perbedaan kepentingan, (4). Perubahan sosial. Trijono (2007) mengatakan bahwa masyarakat bukan hanya dihadapkan pada konflik dan kekerasan yang terjadi, tetapi juga harus menanggung beban dampak konflik, seperti kemiskinan, penganguran, keretakan ssial, kerusakan fisik lingkugan dan alam, serta semakin memburuknya kualitas hidup manusia serta mundurnya pembagunan manusia (Human Development). Menurut Syahyuti (2010) pembangunan dapat pula dipandang sebagai sebuah strategi kebudayaan. Salah satu pembangunan yang berbasis kultural yang populer adalah Community Cultural Development (CCD) atau yang biasa dikenal dengan pembangunan komunitas berbasis kultural. CCD didasarkan pada kerangka untuk memahami bahwa ada ketidaksepemahaman diantara mereka yang terlibat dalam pembangunan, baik sebagai subjek atau sebagai objek. Salman (2005) mengklasifikasikan dampak sosial yang dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat lokal kedalam empat kategori yaitu sebagai yakni dampak yang sifatnya berhubungan langsung dengan perubahan struktur sosial seperti kesenjangan sosial, dampak yang sifatnya berhubungan dengan perubahan pola interaksi atau proses sosial dalam masyarakat, dampak yang berhubungan dengan kondisi psikologis seseorang yang terkenai pembangunan, dampak yang berhubungan dengan nilai dan norma budaya masyarakat. Fatchurrohman (2011) berpendapat bahwa kesiapan adalah prasyarat untuk belajar berikutnya seseorang untuk dapat berinteraksi dengan cara tertentu. Salah satu persiapan msayarakat dalam proses pembangunan salah satunya berupa keterlibatan masyarakat dalam pembangunan itu sendiri. (Girsang, 2011) menjelaskan bahwa faktor-faktor internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam suatu program adalah segala sesuatu yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, dan jumlah serta pegalaman berkelompok. Livelihood adalah istilah pembangunan yang menggambarkan kemampuan (capabilities), kepemilikan sumber daya (sumber daya sosial dan material), dan kegiatan yang dibutuhkan seseorang/masyarakat untuk menjalani kehidupannya. Livelihood akan berlanjut jika penghidupan yang ada memampukan orang atau masyarakat untuk memiliki kesiapan dalam menghadapi dan pulih dari tekanan dan guncangan, memampukan orang atau masyarakat untuk mengelola dan menguatkan kemampuan dan kepemilikan sumber daya untuk kesejahteraannya saat ini maupun dimasa mendatang, serta tidak menurunkan kualitas sumber daya alam yang ada. Saragi (2007) Kota Makassar juga termasuk salah satu kota yang melakukan pembangunan besarbesaran dengan visi jangka panjang sebagai kota dunia, mengambil titik lokasi di sekitar CCC (Celebes Convention Center) yang berada di Kecamatan Mariso. Daerah ini awalnya merupakan daerah yang dihuni oleh para warga sekitar yang kurang mampu. Pekerjaan umum para warganya adalah mencari kerang di bibir Pantai Losari dan berdagang. Hingga saat ini pembangunan Center Point of Indonesia (CPI) terus dilakukan, dimulai dari reklamasi Pantai Losari, pembangunan rumah sakit dan beberapa hotel. Namun, perhatian terhadap warga daerah sekitar kurang diperhatikan seperti pemanfaatan lahan sebagai penghidupan warga Kecamatan Mariso yang bekerja sebagai nelayan pencari kerang yang saat ini mulai beralih fungsi menjadi lahan terbangun (built up area). Meraknya penimbunan yang terjadi di sekitar perairan Pantai Losari berdampak pada munculnya berbagai konflik yang disebabkan alih fungsi lahan, yang dulu sebagai lahan yang berfungsi sebagai mata pencarian masyarakat kini menjadi lahan terbangun. Hal ini tentunya memerlukan strategi penyiapan masyarakat lokal dalam menghadapi pembangunan kawasan Center Point of Indonesia (CPI) sehingga permasalahan pembangunan dapat terselesaikan serta dampak positif pembangunan dapat dirasakan seluruh masyarakat bukan hanya masyarakat lapisan atas tetapi juga masyarakat lapisan bawah. Tujuan hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dampak pelaksanaan pembangunan Center Point of Indonesia (CPI) terhadap livelihood masyarakat Mariso yang bekerja sebagai nelayan pencari kerang, mengidentifikasi bentuk konflik yang terjadi antara nelayan pencari kerang dengan pihak pengelola pembangunan serta merumuskan strategi yang dapat dilakukan oleh pihak pengelola dalam mempersiapkan masyarakat Mariso yang bekerja sebagai nelayan pencari kerang terhadap pelaksanaan pembangunan Center Point of Indonesia (CPI). METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian dan lokasi penelitian Penelitian ini merupakan penelitan studi kasus dengan pendekatan kualitatif deskriptif, yang menggambarkan kondisi terkini masyarakat nelayan pencari kerang di Kecamatan Mariso dalam menyikapi pembangunan kawasan Center Point of Indonesia (CPI) di daerahnya. Penelitian ini akan mengeksplorasi kondisi masyarakat dan hal-hal apa saja yang diperlukan dalam rangka persiapan pembangunan oleh masyarakat nelayan pencari kerang dengan pihak pengelola pembangunan. Pendekatan kualitatif digunakan oleh peneliti karena pendekatan ini membantu peneliti agar mampu menampilkan realitas secara menyeluruh dan mendalam, memberikan perhatian lebih terhadap nilai-nilai yang ditemukan di daerah penelitian, serta memiliki teknik pengumpulan data yang sangat variatif (wawancara, observasi, dan dokumen). Penelitian ini memiliki ruang lingkup wilayah administratif di Kota Makassar yang terfokus pada Kecamatan Mariso Kelurahan Mariso dan Kelurahan Panambungan khusus pada masyarakat nelayan pencari kerang dimana pada lokasi tersebut akan dilakukan pembangunan Center Point of Indonesia (CPI). Jenis dan Sumber Data Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui metode wawancara dan observasi di lapangan, berupa: Data yang diperoleh dari wawancara mendalam mengenai opini masyarakat setempat mengenai proses awal pembangunan kawasan Center Point of Indonesia (CPI) dan perubahan-perubahan apa yang dirasakan oleh masyarakat nelayan pencari kerang dari adanya proses pembangunan mega proyek ini. Selain itu, wawancara juga akan mengarah kepada pertanyaan mengenai bagaiman konflik bisa terjadi antara masyarakat nelayan pencari kerang dan pihak pengelola pembangunan dan apa akibat yang terjadi setelah adanya konflik. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi mengenai perubahan pola nafkah atau livelihood masyarakat nelayan pencari kerang sebelum dan setelah adanya proses pembangunan mega proyek kawasan Center Point of Indonesia (CPI). Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui berbagai sumber laporan tertulis yaitu: Data-data mengenai kependudukan masyarakat Kecamatan Mariso. Data mengenai latar belakang penduduk Kecamatan Mariso seperti tingkat pendidikan, penyebaran tenaga kerja, jumlah pendapatan, serta data mengenai organisasi dan kelembagaan yang dapat digunakan sebagai dasar pegangan dari penyusunan strategi untuk mempersiapkan masyarakat Mariso dalam receiving mechanism pada pembangunan mega proyek ini. Data- data terkait dengan konflik sosial yang terjadi antara masyarakat Kecamatan Mariso yang bekerja sebagai nelayan pencari kerang dengan pihak pengelola pembangunan. Data tersebut berupa situasi masalah yang memicu konflik tersebut terjadi dan tak terhindarkan yang dapat diperoleh dari berbagai sumber literatur. Objek Penelitian dan Informan Objek penelitian dari penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Mariso yang bekerja sebagai nelayan pencari kerang yang jenis pekerjaannya terkena dampak dari adanya pembangunan kawasan Center Point of Indonesia. Peneliti menentukan informan dengan teknik purposive yaitu penentuan informan tidak didasarkan strata, pedoman atau wilayah tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu yang tetap berhubungan dengan permasalahan penelitian. Mereka yang dijadikan sebagai informan pada penelitian ini adalah berdasarkan pertimbangan bahwa mereka telah pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan Center Point of Indonesia beserat yang terkena dampaknya dalam hal ini perubahan mata pencarian lokal yang dialami oleh masyarakat Kecamatan Mariso. Teknik Analisis Data Untuk menjawab rumusan masalah pertama dan kedua digunakan teknik analisis kualitatif. Data kualitatif yaitu jenis data yang berbentuk informasi baik lisan maupun tulisan. Data yang ada pada peneliti dikelompokkan, setelah dikelompokkan, peneliti kemudian menjabarkan data tersebut dengan bentuk tabel, teks atau gambar agar lebih dimengerti. Setelah itu, peneliti dapat menarik kesimpulan dari data tersebut kemudian membuat strategi yang diperlukan untuk persiapan masyarakat nelayan pencari kerang terhadap rencana pembangunan. Untuk dapat menganalisis berbagai fenomena di lapangan, memberikan langkahlangkah sebagai berikut: Tahap reduksi Data, tahap penyajian data tahap penarikan kesimpulan HASIL Pada kondisi kekinian yang terjadi di Kecamatan Mariso, jumlah nelayan pencari kerang yang bertahan hingga saat ini yang berdomisili di kelurahan Mariso dan Kelurahan Panambungan tersisa 13 orang dan didominasi oleh pecari kerang berjenis kelamin laki-laki (tabel 1) dengan usia 21-45 tahun dengan lama bekerja sebagai nelayan pencari kerang terdiri > 5 tahun, 6-10 tahun, 11-15 tahun, 16-20 tahun dan > 21 tahun (tebel 2). Dari data menunjukkan bahwa secara umum nelayan pencari kerang didominasi oleh nelayan yang telah bekerja selama 11-15 tahun sebanyak 4 orang dan yang telah bekerja lebih dari 21 tahun sebanyak 4 orang. Jumlah nelayan yang bekerja dibawah 5 tahun berjumlah 1 orang, yang bekerja selama 6-10 tahun berjumlah 3 orang dan yang bekerja selama 16-20 tahun berjumlah 1 orang (Tabel 2). Jumlah tanggungan anggota keluarga pencari kerang cukup beragam, berdasarakan data yang diperoleh melalui wawancara kepada nelayan pencari kerang, menunjukkan bahwa komunitas masyarakat nelayan pencari kerang yang ada di lokasi penelitian dengan jumlah anggota keluarga <2 orang orang merupakan yang terbanyak yaitu sekitar 9 orang atau 69.23%. kemudian yang paling sedikit adalah nelayan pencari kerang dengan anggota keluarga berjumlah antara 3-4 yaitu sebanyak 4 orang atau 30.76% dari 13 jumlah total nelayan pencari kerang. Dalam konteks penelitian ini, variabel dampak primer adalah kegiatan penimbunan yang dilakukan oleh pihak pengelola proyek Center Point of Indonesia (CPI) terhadap daerah pencarian kerang yang menimbulkan dampak terhadap perubahan kualitas perairan pinggiran Teluk Losari yang ditandai dengan semakin berkurangnya hasil-hasil laut di perairan Teluk Losari yang selama ini menjadi komoditas jual dan hilangnya sebagian besar lahan pencarian kerang para masyarakat Kec, Mariso atau kususnya nelayan pencari kerang yang berada di Keluarahan Panambungan dan Kelurahan Mariso yang bekerja sebagai pencari kerang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari (gambar 1 dan 2) Selain itu, dalam penelitian lain mengungkapkan bahwa terdapat variabel lain yang turut andil menciptakan terjadinya perubahan penurunan kualitas lingkungan di lokasi penelitian yaitu karena adanya sedimen transport dari aliran Sungai Je’neberang, sehingga mengakibatkan terjadinya pendangkalan di perairan Teluk Losari. Selain itu, adanya saluran primer (outlet) pembuangan limbah rumah tangga yang mengandung logam berat dan zat beracun yang telah larut dalam perairan tersebut. Perubahan aspek sosial ekonomi pada nelayan pencari kerang merupakan dampak sekunder atau dampak lebih lanjut dari semakin berkurangnya hasil laut seperti ikan dan kerang laut yang merupakan komoditas jual bagi para nelayan pencari kerang. Kegiatan penimbunan pembangunan kawasan Center Point of Indonesia (CPI) berdampak pada pola penafkahan (livelihood) nelayan pencari kerang. Berikut adalah uraian analisis dampak pembangunan Center Point of Indonesia terhadap livelihood (pola penafkahan) masyarakat lokal di Kecamatan Mariso yang bekerja sebagai nelayan pencari kerang, seperti perubahan status pekerjaan dan alih profesi, perubahan jumlah perolehan kerang laut, perubahan jumlah perolehan penghasilan, perubahan pola penafkahan. Kegiatan pembangunan yang sedang dilakukan di periaran Pantai Losari yang juga merupakan lahan mata pencarian nelayan pencari kerang tidak berjalan mulus begitu saja, ini ditandai dengan adanya protes warga khusunya nelayan yang berprofesi sebagai pecari kerang diakibatkan kegiatan pembangunan berupa penimbunan mempersempit lahan pencarian kerang meraka yang berdampak pada menurunnya jumlah hasil tangkapan mereka. Aksi protes masyakrakat Mariso khususnya nelayan pencari kerang ditandai dengan terjadinya beberapa konflik. Bentuk konflik yang terjadi antara masyarakat Kecamatan Mariso yang berkerja sebagai nelayan pencari kerang dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dapat dikategorikan sebagai konflik antar komunitas yang disebabkan oleh faktor sumberdaya kehidupan. Konflik mengenai keluhan atas ketakutan masyarakat karena bayangan akan kesulitan akan pemenuhan kebutuhan hidup dengan masalah ekonomi yang kian menyulitkan mulai terjadi sejaka awal tahun 2005 menjelang proses pembangunan Celebes Convention Center (CCC). Konflik yang terjadi pada masyarakat nelayan pencari kerang di Kecamatan Mariso, khususnya pada Kelurahan Mariso dan Panambungan dengan pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan merupakan konflik yang didasari dengan adanya perbedaan kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda dengan pola pikir yang berbeda pula antar individu yang kemudian memicu timbulnya konflik. Dalam kasus ini, konflik dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan kepentingan antara kelompok masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan pencari kerang dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dimana masing-masing pihak memiliki keinginan untuk mengedepankan kepentingan mereka. Pemerintah dengan visi pembangunannya untuk menjadikan pusat Sulawesi Selatan yaitu Kota Makassar sebagai kota dunia dengan segala fasilitasnya, sedangkan masyarakat lokal dalam hal ini masyarakat nelayan pencari kerang yang merasa dirugikan dengan pengambilan lahan pencarian kerang mereka. Adanya perubahan sistem pencarian lokal yang dialami masyarakat akibat perubahan yang dibawa oleh pemerintah provinsi menyebabkan terjadinya ketegangan dan guncangan dalam masyarakat. Adanya kekhawatiran dari pihak masyarakat nelayan pencari kerang apabila sumber mata pencarian mereka dihilangkan sebagai nelayan pencari kerang maka mereka tidak tau lagi harus mencari pekerjaan yang lebih layak untuk menyambung hidup mereka dengan keterbatasan keterampilan dan rendahnya tingkat pendidikan mereka sedang mereka beranggpan bahwa pihak pemerintah kurang memperhatikan nasib meraka. Kondisi ini menyebabkan keresahan pada masyarakat khusunya yang bekerja sebagai nelayan pencari kerang sehingga sering menimbulkan konfilik antara masyarakat dengan pihak pengelola Center Point of Indonesia (CPI) dalam hal ini pihak pemerintah. PEMBAHASAN Penelitian ini memperlihatkan dampak dari adanya pembangunan Center Point of Indonesia yang telah mengubah livelihood masyarakat Kecamatan Mariso yang berprofesi sebagai nelayan pencari kerang. Dari adanya perubahan livelihood inilah kemudian terjadi konflik komunal dalam bentuk perlawanan pada skala demonstrasi oleh masyarakat nelayan pencari kerang terhadap pihak pengelola pembangunan Center Point of Indonesia. Kota Makassar sebagai kota dunia telah melalukan pembangunan sarana dan prasarana pendukung, salah satunya adalah pembangunan kawasan Center Point of Indonesia (CPI). Namun, perhatian terhadap warga daerah sekitar kurang diperhatikan seperti pemanfaatan lahan sebagai penghidupan warga Kecamatan Mariso yang bekerja sebagai nelayan pencari kerang yang saat ini mulai beralih fungsi menjadi lahan terbangun (built up area) yang saat sebagai lokasi pembangunan kawasan Center Point Of Indonesia (CPI). Pembangunan Center Point Of Indonesia berdapak negatif terhadap warga sekitar khusunya nelayan pencari kerang Kecamatan Mariso. Dampak negatif yang dirasakan warga adalah dampak terhadap Livelihood (pola penafkahan) seperti : (1) perubahan status pekerjaan. Aspek perubahan status dan alih profesi merupakan jumlah nelayan pencari kerang yang sebelum adanya penimbunan sebagai tahap awal pembangunan kawasan Center Point of Indonesia (CPI) pekerjaan nelayan pencari kerang merupakan pekerjaan pokok nelayan pencari kerang kemudian dan setelah adanya penimbunan pekerjaan pokoknya bukan lagi sebagai nelayan pencari kerang bahkan sebagaian besar nelayan pencari kerang kini teralah meninggalkan pekerjaan sebagai nelayan pencari kerang seperti pemulung, buruh bangunan dan pekerjaan lainnya, akan tetapi tidak lebih baik dari pekerjaan sebelumnya. Jumlah nelayan pencari kerang yang beralih profesi dari nelayan pencari kerang ke profesi lainnya sebelum terjadinya penibunan berjumalah 72 orang dan setelah terjadinya penimbunan berjumlah 13 orang. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setelah adanya kegiatan penimbunan telah terjadi perubahan yang siginifikan terhadap perubahan jenis pekerjaan atau alih profesi dari yang tadinya bekerja sebagai pencari kerang dan setelah adanya penimbunan tidak lagi bekerja sebagai pencari kerang. Beberapa dari jumlah nelayan pencari kerang yang beralih profesi memilih untuk menjadi nelayan ikan, bagi yang memiliki cukup modal. Selebihnya, beberapa nelayan pencari kerang yang beralih profesi dan tidak memiliki modal memilih untuk menjadi buruh lepas, pedagang asongan, pemulung, dan beberapa diantaranya menjadi pengemis. (2) Perubahan jumlah perolehan kerang laut. Adanya kegiatan penimbunan dan pembangunan Center Point Of Indonesia (CPI) telah berdampak negatif bagi nelayan pencari kerang yang ditandai dengan penurunan jumlah perolehan hasil laut para nelayan pencari kerang di lokasi penelitian. Jumlah rata-rata tangkapan kerang sebelum penimbunan > 5 kg/trip dan setelah adanya penimbunan nelayan pencari kerang hanya mampu memperoleh tangkapan < 3 kg/trip. Dari jumlah ini maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi perubahan penurunan yang signifikan pada jumlah rata-rata yang diperoleh nelayan pencari kerang dalam bekerja sebagai nelayan pencari kerang setelah adanya kegiatan penimbunan. Menurut sebagian besar nelayan pencari kerang mengatakan bahwa selain wilayah penangkapan kerang yang ada sekarang sangat kecil, kualitas kerang yang dihasilkan juga kurang baik karena daerah penangkapan kerang yang sekarang telah mengandung unsur limbah. (3). Perubahan jumlah perolehan penghasilan. Aspek perubahan jumlah rata-rata perolehan penghasilan sangat dipengaruhi oleh perubahan jumlah rata-rata perolehan hasil laut para nelayan pencari kerang. Hal ini karena akibat adanya penimbunan yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam rangka menunjang pembangunan kawasan Center Point of Indonesia (CPI), sehingga terjadi perubahan jumlah rata-rata hasil laut yang diperoleh dalam hal ini kerang yang dihitung dalam satu trip yang kemudian juga berimbas pada rata-rata penghasilan yang diukur dalam bentuk rupiah bersih karena hasil laut telah dijual kepada konsumen. Jumlah pengasilan nelayan pencari kerang sebelum adanya penimbunan mampu mengahasilkan rupiah sebanyak Rp 100.000 dalam sekali melaut dan setelh adanya penimbunan nelayan pencari kerang hanya mampu mendapat pengasilah dari tangkapan kerang meraka < 50.000 dalam sekali melaut yakni jam 7 pagi hingga jam 5 sore. Haln ini terlihat bahwa dengan adanya penimbunan kawasan Center Point Of Indonesia sangat berdapak pada menurunnya tingkat pengasilan nelayan pencari kerang. (4) Perubahan pola penafkahan. Aspek perubahan pola penafkahan yang terjadi kepada nelayan pencari kerang di Kecamatan mariso sangat dipengaruhi oleh penghasilan harian yang mampu diperoleh oleh masing-masing nelayan pencari kerang setiap harinya. Pola penafkahan (waktu makan) sebelum adanya penimbunan yakni 3 kali sehari dan selah adanya penimbunan pola penafkahan menjadi 2 kali sehari. Hal tersebutlah kemudian yang memaksa para nelayan pencari kerang untuk mengubah pola penafkahan mereka dan keluarga agar mampu untuk terus bertahan hidup. Keadaan ini pula yang kemudian menjadikan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan pencari kerang hanya mengenal bahasa perut untuk menunjang kehidupan mereka tanpa lagi memikirkan hal lain seperti pendidikan bagi anak mereka. Adanya proses pembangunan yang gencar terjadi sepanjang tahun 2005 hingga sekarang pada tahun 2013 yang dilakukan di wilayah Kecamatan Mariso dan Tamalate oleh pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan maupun Pemerintah Kota Makassar tidak dapat dipisahkan dengan adanya konflik dengan masyarakat setempat. Konflik yang terjadi pada umumnya disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan dari pihak pemerintah atau pengelola pembangunan dengan pihak masyarakat lokal dimana masing-masing kelompok memiliki keinginan untuk mengedepankan kepentingan mereka. Hal seperti ini sangat umum terjadi di beberapa lokasi pembangunan di wilayah lainnya. Dalam kasus kali ini yang terjadi pada proses pembangunan kawasan Center Point of Indonesia (CPI) merupakan konflik komunal di ruang sipil yang jika dilihat penyebabnya tersimpan pada persoalan livelihood distress atau pola penafkahan bagi masyarakat lokal yang dirasa semakin sukar semenjak adanya proses pembangunan kawasan Center Point of Indonesia (CPI). Persoalan kemiskinan dan keterdesakan ekonomi bercampur-baur dengan perasaan ketidakpastian kehidupan untuk hari esok menyebabkan eskalasi dan intensitas konflik sangat mudah memuncak. Adhitania (2010) menyatakan konflik manusia mempunyai derajat kompleksitas dan intensitas yang dapat di temui dalam individu, kelompok dan negara-negara di seluruh dunia. Konflik sosial biasanya timbul ketika dua belah pihak atau lebih mencapai tujuan yang tidak kompatibel dan pada tahap berikutnya keduanya melakukan perjuangan untuk mencapai tujuan dan saling mengalahkan. Sedangkan Ilmy (2011) mendefinisikan konflik sebagai suatu interaksi antara orang-orang atau kelompok yang saling bergantung merasakan adanya tujuan yang saling bertentangan dan saling mengganggu satu sama lain dalam mencapai tujuan itu. Dalam mempersiapkan nelayan pencari kerang terhadap pembangunan Center Point Of Indonesia perlu memperhatikan beberapa unsur-unsur pembangunan baik yang terdapat pada masyarakat lokal (internal) maupun unsur-unsur yang dibawa oleh pihak pengelola pembangunan (eksternal): (1) RON (Resources, Organizatios, Norms) Internal (kondisi nelayan pencari kerang), (2) RON (Resources, Organizatios, Norms) Eksternal (pengelola Pembangunan Center Poin Of indonesia (CPI) terhadap masyarakat nelayan pencari Kerang di Kecamatan Mariso), (3) Serta adanya keterkaitan kegiatan dengan unsur pembangunan (masyarakat, pemerintah dan swasta). KESIMPULAN DAN SARAN Penimbunan yang dilakukan oleh pihak pengelola proyek Center Point of Indonesia (CPI) terhadap daerah pencarian kerang menimbulkan dampak terhadap hilangnya sebagian besar lahan pencarian kerang masyarakat Kecamatan Mariso yang berdampak pada banyaknya nelayan pencari kerang yang beralih profesi, menurunnya jumlah perolehan tangkapan kerang laut, menurunnya tingkat penghasilan nelayan serta berdampak pada perubahan pola penafkahan nelayan pencari kerang. Bentuk konflik yang terjadi antara nelayan pencari kerang dengan pihak pengelola pembangunan kawasan Center Point Of Indonesia (CPI) adalah konflik perlawanan oleh masyarakat nelayan pencari kerang terhadap pihak pemerintah pada skala demonstrtasi yang disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan. Strategi persiapan dalam bentuk Delivery System adalah sebagai berikut: (1). Konsolidasi sumberdaya lokal oleh pemerintah atau penyuluh perikanan kepada masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan pencari kerang dalam hal ini wilayah pesisir tempat pencarian kerang menganai alokasi wilayah pencarian baru yang bebas dari limbah. (2) Sosialisasi oleh penyuluh/pemerintah mengenai akses sumberdaya eksternal yang akan dibangun disekitar kawasan pencarian kerang. (3) Pembentukan kelompok nelayan pencari kerang yang baru untuk mendapatkan pelatihan-pelatihan terkini yang bermanfaat. (3) Penyadaran tentang nilai-nilai pentingnya pembangunan kawasan Center Point of Indonesia. (4) Penyadaran tentang nilai-nilai positif dan keuntungan dari adanya pembangunan yang dilakukan. (5) Konsolidasi mengenai pembaharuan aturan mengenai batasan wilayah pencarian kerang yang disediakan oleh pihak pengelola pembangunan. Selanjutnya strategi persiapan masyarakat lokal dalam pelaksanaan pembangunan kawasan Center Point of Indonesia dalam hal Receiving Mechanism adalah sebagai berikut (1) Pelatihan tekhnologi budidaya kerang yang baik kepada kelompok nelayan pencari kerang oleh tenaga pendamping. (2) Bantuan modal usaha bagi pengangguran yang diambil lahan pencarian kerangnya. (3) Beasiswa kepada anak SD, SLTP atau SLTA oleh beberapa investor besar sebagai bentuk kepedulian dan pengembangan kawasan terpadu Center Point of Indonesia (CPI). (3) Pendampingan peningkatan keterampilan pada lembaga-lembaga pengelola kulit kerang untuk dijadikan benda yang bernilai rupiah oleh penyuluh perikanan. (4) Pengorganisasian atau pelatihan ekonomi kerakyatan terhadap para pengepul kerang oleh penyuluh perikanan. (5) Pendampingan penentuan aturan harga jual kerang beserta distribusinya oleh LSM atau instansi kelembagaan negara. Penimbunan yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam menunjang pembangunan fisik di Kecamatan Mariso hendaknya meratakan prioritas pembangunan fisik dengan kondisi sosial masyarakat lokal yang menggantungkan kehidupan pada lahan mata pencarian lokal yaitu pencari kerang. Perlu adanya sosialisasi dan pendampingan bagi nelayan pencari kerang untuk mempersiapkan diri mereka dalam menghadapi pembangunan fisik di wilayahnya agar kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal tidak mengalami penurunan dan pola penafkahannya tidak terganggu. Perlunya penyadaran dan sosialisi oleh pihak pengelola pembangunan kepada masyarakat lokal dalam hal ini mensinergikan pembangunan yang efektif dan efisien dari segi fisik, ekonomi dan sosial serta dalam pembangunan Center Point of Indonesia sehingga bentukbentuk konflik sosial dapat tereduksi. Strategi persiapan masyarakat diharapkan dilaksanakan oleh pihak pengelola pembangunan melalui dua tahap yaitu pada Delivery System (DS) dan Receiving Mechanism (RM) agar unsur pembangunan yang disalurkan dapat diterima oleh masyarakat lokal dan unsur pembangunan yang diterima dapat dimanfaatkan secara baik untuk menunjang kebutuhan hidup masyarakat lokal yang berprofesi sebagai nelayan pencari kerang. DAFTAR PUSTAKA Adhitania. (2010). Konflik Politik Dalam Pemilihan Umum Bupati Dan Wakil Bupati Bandung . Bandung. Fatchurrohman, Rudy. (2011). Pengaruh Motivasi Berprestasi Terhadap Kesiapan Belajar, Pelaksanaan Prakerin Dan Pencapaian Kompetensi Mata Pelajaran Produktif. SMKN 1 Jatibarang. Girsang. (2011). Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Kegiatan Perbaikan Prasarana Jalan (Kasus: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Di Desa Megamendung, Bogor). IPB. Bogor. Ilmy. (2011). Makalah konflik sosial. http://ilmykonfliksosial.blogspot.com/2011/08/makalah-konflik-sosial.html. Diunduh tanggal 19 februari 2013 Rustiadi, Ernan. (2011). Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Yayasana Pustaka Obor Indonesia. Jakarta. Salman, Darmawan. (2005). Analisis Sosial Dalam Pengelolaan Pembangunan. Makalah Dipresentasikan Dalam Diklat Fungsional Penjenjangan Perencana-Pertama (DFPPPertama), Bappenas-PSKMP Unhas, Makassar. Saragi. (2007). Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan: Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mazhab Barat dan Mazab Bogor. Sodality Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. Sulistyono, Rendra. (2012). Konflik sosial dan integrasi sosial. http://sinausosiologi.blogspot.com/2012/05/konflik-sosial-dan-integrasi-sosial.html. Diunduh tanggal 19 feb 2013. Syahyuti. (2010). Konsep dan Strategi Pendekatan Kultural dalam Pembangunan Pertanian: Studi Kasus Pembangunan Pertanian di Thailand. Pusat Analisis Ekonomi dan Kebijakan. Bogor. Trijono, Lambang. (2007). Pembangunan sebagai perdamaian. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Tabel 1. Distribusi nelayan penvari kerang menurut jenis kelamin No. Jenis kelamin Frekuensi (f) Presentase (%) 1. Laki-laki 13 100 2. Perempuan 0 0 Jumlah 13 100 Sumber: Analisis Data, 2013 Tabel 2 Distribusi nelayan pencari kerang menurut lama bekerja sebagai nelayan pencari kerang 1. Lama bekerja sebagai nelayan pencari kerang <5 2. 6-10 3 23.07 3. 11-15 4 30.76 4. 16-20 1 7.69 5. >21 4 30.76 Jumlah Sumber: Analisis data, 2013 13 100 No. Frekuensi (f) Presentase (%) 1 7.69 Gambar 1. Peta Citra Perairan Pantai Losari tahun 2004 (sebelum penimbunan) Sumber: Googel earth, 2013 Gambar 2. Peta Citra Perairan Pantai Losari tahun 2012 (setelah penimbunan) Sumber: Google earth, 2013