PENATALAKSANAAN KONDILOMATA AKUMINATA PADA WANITA

advertisement
Laporan Kasus
PENATALAKSANAAN KONDILOMATA AKUMINATA
PADA WANITA HAMIL
Sri Hastuti, Dina Putri Chandra, Endra Yustin
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,
FK UniversitasGadjah Mada dan Universitas Sebelas Maret Surakarta
RSUD Dr. Moewardi Surakarta
ABSTRAK
Ko ndilomata ak uminata (KA) da pat me mbesar dan me nye bar de nga n c epa t sela ma
kehamilan. Pilihan modalitas terapi untuk KA bergantung pada ukuran, jumlah dan distribusi
lesi, serta pilihan pasien. Sebagian modalitas terapi tidak aman digunakan untuk wanita hamil.
Dilaporkan satu kasus KA pada seorang wanita hamil, berusia 19 tahun, dengan keluhan
kutil di daerah kemaluan sejak dua bulan sebelumnya dan makin lama makin bertambah banyak
dan bertambah besar. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis tampak papul sewarna
kulit dengan permukaan verukosa, multipel, diskret sebagian berkonfluens, pada vulva dan
dinding vagina dan hasil pemeriksaan acetowhite positif. Pasien diterapi dengan larutan asam
trikloroasetat 80% enam kali namun hasilnya kurang memuaskan, sehingga diganti dengan
krioterapi dan menunjukkan hasil yang memuaskan setelah 3 kali aplikasi.
Penatalaksanaan KA pada wanita hamil harus mempertimbangkan keamanan untuk ibu
dan janin. Berdasarkan panduan terapi Centers for Disease Control and Prevention 2010, salah
satu modalitas terapi yang aman untuk wanita hamil adalah TCA 80% - 90%. Selain TCA, bedah
beku juga merupakan metode yang efektif dan aman.(MDVI 2014; 41/2:66 -69)
Kata kunci: kondilomata akuminata, kehamilan, krioterapi, asam trikloroasetat
ABSTRACT
During pregnancy, condylomata acuminata may enlarge and spread rapidly. The choice of
treatment modality for genital warts depends on size, number and distribution of lesions, and
patient preference. Most therapeutic modalitie scan not safely be used for pregnant women.
A 19-year-old pregnant woman with chief complain of warts in her genitals since two months
previously which increased in numbers and size. She was diagnosed with condylomata acuminata.
Diagnosis was established by clinical appearance of verrucouse skin-colored papules, multiple
discrete partly confluent in vulva and vaginal regions and the result of acetowhite procedure was
positive. This patient was treated with applications of trichloroacetic acid(TCA) 80% solution,
but the result was not satisfactory, so the therapy was changed to cryotherapy with good result after
3 applications.
Ma nage men t fo r c ondy loma in a preg nan t wo man sho uld con sid er the safe ty of the
mother and fetus. Based on Centers for Disease Control and Prevention treatment guidelines,
one of the therapeutic modalities which is safe for pregnant womenis TCA. Cryotherapy is also
an effective and safe meth od for the treatment of condyloma throughout pregnancy.(MDVI
2014; 41/2 :66 - 69)
Key words: condylomata acuminata, cryotherapy, pregnancy, trichloroacetic acid
Korespondensi :
Jl. Kol. Sutarto No.132, Surakarta
Tlp. (0271) 663144, 661095
Email: [email protected]
66
MDVI
PENDAHULUAN
Kutil anogenital juga sering disebut kutil kelamin atau
kondilomata akuminata (KA) merupakan lesi proliferasi jinak
yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV)
terutama tipe 6 dan 11.1 Transmisi paling sering adalah
melalui kontak seksual tetapi dapat juga terjadi melalui
transmisi perinatal. 2 Kondilomata akuminata dapat
mengakibatkan gangguan psikologis pada pasien, antara
lain gangguan pada kehidupan seks, rasa takut akan kanker,
dan hubungan emosional yang buruk dengan
pasangannya. 3
Prevalensi KA meningkat pada wanita hamil dari
trimester pertama sampai trimester ketiga dan menurun
secara bermakna setelah persalinan.4 Selama kehamilan, KA
dapat membesar dan menyebar dengan cepat. KA yang luas
pada masa kehamilan, terutama yang mengenai serviks,
dapat mengakibatkan komplikasi persalinan pervaginam
berupa perdarahan atau dapat menutup jalan lahir.4,5
Modalitas terapi untuk KA dibedakan menjadi dua
macam yaitu terapi yang diaplikasikan sendiri oleh pasien
di rumah misalnya krim imiquimod, krim atau solusio
podofilotoksin dan terapi yang dilakukan oleh dokter di
tempat pelayanan kesehatan misalnya bedah beku, bedah
listrik, laser, larutan asam trikloroasetat (TCA) dan tingtura
podofilin.6 Meskipun demikian, tidak semua modalitas terapi
tersebut dapat digunakan pada wanita hamil, antara lain,
imiquimod, podofilotoksin, tingtura podofolin.7
KASUS
Seorang wanita berusia 19 tahun, hamil trimester kedua,
datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS dr. Moewardi
Surakarta dengan keluhan adanya bintil seperti kutil pada
daerah kemaluannya sejak dua bulan sebelumnya. Awalnya
bintil muncul hanya sedikit, kemudian makin bertambah
banyak dan bertambah besar. Bintil tidak gatal dan tidak
nyeri serta tidak pernah berdarah.
Pasien tidak pernah memiliki riwayat penyakit serupa
dan penyakit lain di kemaluan. Pasien menyangkal riwayat
kontak seksual dengan pria selain suami. Setiap melakukan
hubungan seksual, suami pasien tidak menggunakan
kondom dan hubungan seksual dilakukan secara genitogenital. Pasien tidak pernah menggunakan obat terlarang
dan tidak ditato. Pasien juga tidak mengalami penurunan
berat badan dalam enam bulan terakhir, tidak menderita
penyakit internal dan tidak dalam pengobatan steroid untuk
jangka waktu lama. Suami pasien juga mengeluhkan adanya
bintil serupa di penis sejak tiga bulan sebelumnya, riwayat
kencing nanah dua tahun yang lalu dan mengatakan pernah
melakukan hubungan seksual dengan beberapa wanita.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum
baik, kompos mentis, gizi cukup, dan tanda vital dalam batas
normal. Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
67
Vol. 41 No. 2 Tahun 2014; 66 - 69
inguinal. Pada pemeriksaan dermatovenereologik pada
vulva dan dinding vagina didapatkan papul sewarna kulit
dengan permukaan verukosa multipel, diskret sebagian
berkonfluens. Hasil pemeriksaan asam asetat positif. Pada
vagina, serviks, dan forniks tampak duh tubuh serosa
minimal, tidak didapatkan adanya erosi maupun eritema.
Pada pemeriksaan mikroskopik duh tubuh tidak
menunjukkan kelainan. Pasien didiagnosis dengan
kondilomata akuminata pada G1P0A0 hamil 15 minggu.
Pilihan terapi KA yang diberikan pada pasien adalah
TCA 80% setiap minggu sekali. Setelah enam kali terapi,
perbaikan lesi kurang dari 50%.Terapi selanjutnya diganti
dengan bedah beku. Setelah bedah beku tiga kali diperoleh
hasil yang memuaskan. Lesi KA sudah bersih serta tidak
ditemukan adanya efek samping pada pasien.
Selama pengobatan pasangan disarankan untuk tidak
melakukan hubungan seksual, atau menggunakan kondom
jika ingin melakukan hubungan seksual hingga dinyatakan
sembuh. Pada pemeriksaan ke Bagian Obstetri dan
Ginekologi (Obsgin) tidak ditemukan kelainan pada janin.
Pasien juga dikonsultasikan ke Bagian Voluntary
Counselling Testing (VCT) dan hasil tes HIV negatif. Satu
bulan setelah terapi tidak didapatkan parut maupun
hiperpigmentasi serta tidak ditemukan adanya lesi baru.
DISKUSI
Infeksi HPV merupakan satu di antara tiga penyakit
menular seksual terbanyak di Amerika Serikat selain gonore
dan infeksi klamidia. 3 Lebih dari 150 tipe HPV telah
diidentifikasi, sekitar 40 tipe telah diketahui dapat
menginfeksi saluran anogenital. 2,8 Penelitian serologik
menunjukkan lebih dari 50% wanita seksual aktif terinfeksi,
minimal satu subtipe HPV yang mengenai sistem
anogenital.9,10 KA pada wanita paling sering terjadi di daerah
vulva, kemudian secara berurutan vagina, perineum, anus,
serviks, dan uretra.3 Diagnosis KA ditegakkan secara klinis.11
Biopsi hanya diindikasikan bila lesi tidak membaik dengan
pengobatan standar, atau diduga terjadi keganasan
berdasarkan warnanya hitam atau biru, pertumbuhan lesi
yang cepat atau warnanya semakin gelap dan terfiksasi
dengan jaringan sekitarnya.12 Pada pasien ini didiagnosis
klinis jelas sehingga tidak diperlukan biopsi.
KA hampir selalu ditularkan melalui kontak seksual,
tetapi juga dapat terjadi transmisi vertikal dari ibu ke bayi
dan autoinokulasi. 13 Pada kasus ini, diduga sumber
penularan berasal dari suami pasien, yang juga memiliki kutil
di kemaluan dengan riwayat hubungan seksual bergantiganti pasangan. Faktor risiko terjadinya KA, antara lain
perilaku seksual dan infeksi human immunodeficiency virus
(HIV). Wanita dengan HIV positif memiliki risiko enam kali
lebih sering terkena KA dibandingkan dengan HIV negatif.3
Pada kasus ini pasien dikonsultasikan ke VCT dan hasilnya
non-reaktif.
S Hastuti, dkk.
KA selama kehamilan dapat berproliferasi dengan cepat
sehingga dapat mempersulit proses persalinan.4 Bayi yang
lahir pervaginam memiliki risiko lebih tinggi untuk terpajan
HPV dibandingkan dengan bayi yang lahir melalui sectio
caesaria (masing-masing 51,4% banding 27,3%).14 Namun,
risiko penularan dan terjadi papilomatosis laring sangat
rendah, diperkirakan antara 1 : 400 hingga 1 : 1000. Sectio
caesaria tidak sepenuhnya melindungi bayi dari infeksi HPV,
oleh karena itu sectio caesaria hanya diindikasikan jika lesi
genital sangat besar yang menyebabkan obstruksi fisik
untuk persalinan pervaginam, atau jika ada risiko
pendarahan berat.15 Pada pasien ini direncanakan untuk
persalinan pervaginam karena lesi tidak menutupi jalan lahir
dan tidak ada risiko perdarahan berat.
Pilihan modalitas terapi untuk KA bergantung pada
ukuran,jumlah dan distribusi lesi, serta pilihan pasien. 5
Sebagian modalitas terapi tidak aman digunakan untuk
wanita hamil. Podofilin dan podofilatoksin merupakan
kontraindikasi pada ibu hamil karena memiliki efek
teratogenik. 7,16 Imiquimod tidak menimbulkan efek
teratogenik pada hewan percobaan, tetapi masih dibutuhkan
data lebih banyak tentang keamanannya pada wanita hamil.7
Satu laporan kasus penggunaan krim imiquimod 5% pada
wanita hamil menunjukkan hasil yang memuaskan tanpa
disertai efek samping pada ibu maupun janinnya.17
Modalitas terapi KA yang aman digunakan untuk
wanita hamil, antara lain TCA, bedah beku, bedah listrik
dan laser. 7 Bedah listrik merupakan prosedur yang
menimbulkan nyeri sehingga memerlukan anestesi lokal atau
umum.18 Bedah listrik bila dilakukan pada kehamilan dapat
menyebabkan perdarahan yang berat pada 33% pasien.
Laser Nd YAG dapat memberikan hasil yang baik tetapi
sangat mahal dan tidak tersedia di setiap rumah sakit. 19
Terapi laser merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan
keadaan imunosupresif dan wanita hamil dengan lesi yang
luas yang tidak memberi respons dengan pengobatan TCA
atau bedah beku.18 Pada pasien ini tidak dipilih bedah listrik
dan Nd Yag karena menghindari terjadinya perdarahan dan
tidak tersedianya Nd Yag laser di rumah sakit.
TCA dan bedah beku harus dipertimbangkan sebagai
lini pertama terapi KA selama kehamilan.15 Mekanisme kerja
TCA adalah dengan cara denaturasi dan koagulasi protein
yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan yang
terkena KA.13 Berdasarkan panduan terapi Centers for
Disease Control and Prevention 2010, konsentrasi TCA
yang digunakan untuk terapi KA adalah 80% - 90%.11 TCA
dapat diaplikasikan langsung ke permukaan lesi dengan lidi
kapas setiap minggu. Tingkat keberhasilan TCA untuk terapi
KA adalah 56-81% dengan tingkat rekurensi 36%. 7,20
Penggunaan TCA yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya jaringan parut yang dapat diminimalisasi dengan
cara mencuci dengan sodium bikarbonat segera setelah
aplikasi yang berlebihan.7 Pada pasien ini dipilih TCA 80%
sebagai terapi dengan mempertimbangkan tingkat
Penatalaksanaan Kondilomata akuminata pada wanita hamil
keamanan, ketersediaan modalitas terapi, dan biaya yang
murah. Setelah enam kali aplikasi didapatkan hasil yang
kurang memuaskan. Perbaikan lesi terjadi kurang dari 50%
sehingga dilakukan perubahan terapi dengan bedah listrik
menggunakan nitrogen cair setiap minggu sekali.
Berdasarkan United Kingdom National Guideline on the
Management of Anogenital Wart, 2007, perubahan terapi
dilakukan jika pasien tidak mentoleransi pengobatan yang
diberikan atau respons terhadap pengobatan kurang dari
50% setelah mendapatkan terapi selama enam minggu (8-12
minggu untuk imiquimod).16
Pada kasus ini, setelah dilakukan bedah beku tiga kali
didapatkan hasil yang memuaskan. Mekanisme kerja bedah
beku adalah dengan cara sitolisis pada dermo-epidermal
junction sehingga mengakibatkan nekrosis.16 Bedah beku
dapat dilakukan setiap minggu, meskipun belum terdapat
penelitian yang sistematik yang mengevaluasi jarak waktu
pengobatan. Tingkat keberhasilan metode tersebut adalah
44-75% dengan tingkat rekurensi 21-42%. 7,20 Odeibat dkk,
(2007) melaporkan bedah beku pada wanita hamil dengan
angka kesembuhan 84,9% dan tingkat rekurensi 45,3% pada
pengamatan sampai sembilan bulan pasca persalinan.
Sebagian besar lesi KA menghilang setelah dua hingga tiga
kali bedah beku.5 Pada pasien ini bedah beku dikerjakan
sebanyak 3 kali dan memberikan hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Androphy EJ, Kirnbauer R. Human papilloma virus
infections. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS Leffell DJ, penyunting. Fizpatrick's
dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York:
McGraw-Hill Companies; 2012. h.2421-33
2. Winer RL,Koutsky LA. Genital human papillomavirus
infection. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot
P, Wasserheit JN, Corey L, dkk, penyunting. Sexually
transmitted diseases. Edisi ke-4. New York: McGraw-Hill
Companies; 2008. h.489-508
3. Gall SA. Female genital warts: global trends and treatments.
Infect Dis Obstet Gynecol. 2001; 9: 149-54
4. Singhal P, Naswa S, Marfatia YS. Pregnancy and sexually
transmitted viral infections. Indian J Sex Transm Dis. 2009;
30: 71-8
5. Odeibat HM, Obaidat NA, Awamleh AA, Al-Zboone AA,
Khalifeh F. Cryotherapy for the management of genital warts
in pregnancy: a five-year observational study. J Roy Med
Serv. 2007; 14(3): 26-30
6. The professional advisory board (PAB) of the New Zealand
HPV project. Guidelines for the management of genital HPV
infection in New Zealand. 2012.
7. Lacey CJN, Woodhall SC, Wikstrom A, Ross J. 2011 European
guideline for the management of anogenital warts in adults.
IUSTI. 2011: 1-20
8. Denny L. Human papillomavirus infections: epidemiology,
clinical aspects and vaccines. The Open Infect Dis J. 2009; 3:
135-42
68
MDVI
9. Javidi Z, Maleki M, Mashayekhi V, Meibodi NT, Nahidi Y.
Clinical and epidemiological evaluation of patients with
anogenital warts referred to dermatology clinic of Imam-Reza
Hospital in Mashhad. Iranian J of Dermatol. 2008;11: 25-9
10. Mammas IN, Sourvinos G, Spandidos DA. Human papilloma
virus (HPV) infection in children and adolescents. Eur J Pediatr.
2009; 168: 267-73
11. Sexually transmitted diseases treatment guidelines. Centers
for disease control and prevention. MMWR 2010; 59(No.RR12): 70-3
12. Wiley DJ, Douglas J, Beutner K, Cox T, Fife K, Moscicki
AB, dkk. External genital warts: diagnosis, treatment, and
prevention. Clin Infect Dis. 2002; 35 (Suppl 2): S210-24
13. Ghaemmaghami F, Nazari Z, Mehrdad N. Female genital
warts. Asian Pacific J Cancer Prev. 2007; 8: 339-47
14. Tseng CJ, Liang CC, Soong YK, Pao CC. Perinatal
transmission of human papillomavirus in infants: Relationship
between infection rate and mode of delivery. Obstet Gynecol.
1998; 91: 92-6.
15. Gunter J. Genital and perianal warts: New treatment
opportunities for human papillomavirus infection. Am J
Obstet Gynecol. 2003; 189(3S); S3-11
69
Vol. 41 No. 2 Tahun 2014; 66 - 69
16. United Kingdom National guideline on the management of
anogenital warts. Clinical effectiveness group (British
Association for Sexual Health and HIV). 2007. Disitasi pada
tanggal 2 November 2013. Diambil dari: http://www.bashh.org/
documents/86/86.pdf
17. Maw RD. Treatment of external genital warts with 5%
imiquimod cream during pregnancy: a case report. Int J of
Obstet Gynecol. 2004; 111: 1475
18. Yanofsky VR, Patel RV, Goldenberg G. Genital warts a
comprehensive review. J Clin Aesthet Dermatol. 2012;5(6):
25-36
19. Matsunaga J, Bergman A, Bhatta NN. Genital condylomata
acuminata in pregnancy: effectiveness, safety and pregnancy
outcome following cryotherapy. Br J Obstet Gynecol, 1987;
94: 168-72
20. Godley MJ, Bradbeer CS, Gellan M, Thin RN. Cryotherapy
compared with trichloracetic acid in treating genital warts.
Genitourin Med. 1987; 63: 390-2
Download