studi penempatan transformator distribusi berdasarkan - USU-IR

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Transformator
Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah tegangan
arus bolak-balik dari satu tingk ketingkat at yang lain melalui gandengan magnet dan
berdasarkan prinsip induksi elektromagnet. Transformator digunakan secara luas, baik
dalam bidang tenaga listrik maupun elektronika. Penggunaannya dalam sistem tenaga
memungkinkan dipilihnya tegangan yang sesuai dan ekonomis untuk tiap-tiap keperluan,
misalnya untuk kebutuhan tegangan tinggi dalam pengiriman daya listrik jarak jauh.
Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan Hukum Ampere dan Hukum Faraday,
yaitu Arus listrik dapat menimbulkan medan magnet dan sebaliknya medan magnet dapat
menimbulkan arus listrik. Transformator terdiri atas dua buah kumparan (primer dan
sekunder) yang bersifat induktif. Kedua kumparan ini terpisah secara elektris namun
berhubungan secara magnetis melalui jalur yang memiliki reluktansi (reluctance) rendah.
Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik maka fluks
bolak-balik akan muncul di dalam inti yang dilaminasi, karena kumparan tersebut
membentuk jaringan tertutup maka mengalirlah arus primer.
Akibat adanya fluks di kumparan primer maka di kumparan primer terjadi induksi (self
induction) dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder karena pengaruh induksi dari
kumparan primer atau disebut sebagai induksi bersama (mutual induction) yang
menyebabkan timbulnya fluks magnet di kumparan sekunder, maka mengalirlah arus
sekunder jika rangkaian sekunder di bebani, sehingga energi listrik dapat ditransfer
keseluruhan (secara magnetisasi).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Pinsip Kerja Transformator dengan Kumparan - kumparan Primer (N1)dan
Kumparan Sekunder (N2).
e = −N
dΦ
dt
(Volt)
(2.1)
Dimana :
e = gaya gerak listrik (Volt)
N = jumlah lilitan (turn)
dΦ
= perubahan fluks magnet (weber/sec)
dt
Perlu diingat bahwa hanya tegangan listrik arus bolak-balik yang dapat
ditransformasikan
oleh
transformator,
sedangkan
dalam
bidang
elektronika,
transformator digunakan sebagai gandengan impedansi antara sumber dan beban untuk
menghambat arus searah sambil tetap melakukan arus bolak-balik antara rangkaian.
Tujuan utama menggunakan inti pada transformator adalah untuk mengurangi reluktansi
(tahanan magnetis) dari rangkaian magnetis (common magnetic circuit).
2.1.1 Jenis Transformator
Berdasarkan pasangan lilitannya, trafo dibedakan atas:
a. Trafo 1 belitan
b. Trafo 2 belitan
c. Trafo 3 belitan
Universitas Sumatera Utara
Pada trafo 1 belitan, lilitan primer merupakan bagian dari lilitan sekundernya atau
sebaliknya. Trafo belitan ini sering dikenal sebagai autotrafo. Trafo 2 belitan
mempunyai dua belitan, yaitu sisi tegangan tinggi dan sisi tegangan rendah, dimana
primer dan sekunder berdiri sendiri. Sedangkan trafo 3 belitan memiliki belitan primer,
sekunder, dan tertier, masing-masing berdiri sendiri pada tegangan yang berbeda.
Berdasarkan fungsinya, trafo dibedakan atas 3, yaitu:
a. Trafo Daya
b. Trafo Distribusi
c. Trafo Pengukuran, yang terdiri dari transformator arus dan transformator
tegangan
Berdasarkan jumlah fasa, trafo dibedakan atas 2, yakni :
a. Trafo 1 Fasa
b. Trafo 3 fasa
Berdasarkan kontruksinya, trafo dibedakan atas 2 jenis, yakni :
a. Trafo tipe inti oleh satu kumparan.
b. Trafo tipe Cangkang
Pada tipe inti terdapat dua kaki, yang masing-masing kaki dibelit, sedangkan tipe
cangkang mempunyai tigelit oleh a kaki, dan hanya kaki tengah yang dibelit oleh kedua
kumparan. Kedua kumparan dalam tipe cangkang ini tidak tergabung secara elektrik,
melainkan tergabung secara magnetik melalui inti. Bagian datar dari inti dinamakan
pemikul.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Rugi-rugi Transformator
Gambar 2.2 Blok Diagram Rugi-rugi Pada Transformator
Dalam untuk kerjanya, trafo memiliki rugi-rugi yang harus diperhatikan. Rugi-rugi
tersebut adalah:
a.
Rugi-rugi Tembaga (Pcu)
Rugi-rugi tembaga merupakan rugi-rugi yang diakibatkan oleh adanya tahanan resistif
yang dimiliki oleh tembaga yang digunakan pada bagian lilitan trafo, baik pada bagian
primer maupun sekunder.
Pcu = Ι 2 R (Watt)
(2.2)
Formula ini merupakan perhitungan untuk pendekatan. Karena arus beban berubah–
ubah, rugi tembaga juga tidak konstan bergantung pada beban. Dan perlu diperhatikan pula
resistansi disini merupakan resistansi AC.
b. Eddy Current (Arus Eddy)
Rugi-rugi arus eddy merupakan rugi-rugi panas yang terjadi pada bagian inti trafo.
Perubahan fluks menyebabkan induksi tegangan pada bagian inti besi trafo dengan cara
yang sama seperti pada kawat yang mengelilinginya. Tegangan tersebut menyebabkan
arus berputar pada bagian inti trafo. Arus eddy akan mengalir pada bagian inti trafo
Universitas Sumatera Utara
yang bersifat resistif. Arus eddy akan mendisipasikan energi ke dalam inti besi trafo
yang kemudian akan menimbulkan panas.
Pe = k e f 2 B 2 maks (Watt)
(2.3)
Dimana:
Kh
= konstanta
Bmaks = Fluks maksimum ( weber )
Jadi, rugi besi ( rugi inti ) adalah :
Pi = Ph + Pe (Watt)
c.
(2.4)
Rugi-rugi Hysteresis
Rugi-rugi hysteresis merupakan rugi-rugi yang berhubungan dengan pengaturan daerah
magnetik pada bagian inti trafo. Dalam pengaturan daerah magnetik tersebut dibutuhkan
energi. Akibatnya akan menimbulkan rugi-rugi terhadap daya yang melalui trafo. Rugirugi tersebut menimbulkan panas pada bagian inti trafo.
Ph = kh f Bmaks1.6 Watt
(2.5)
Dimana :
Kh = konstanta
Bmaks = Fluks maksimum (weber)
d. Fluks Bocor
Fluks bocor merupakan fluks yang terdapat pada bagian primer maupun sekunder trafo
yang lepas dari bagian inti dan kemudian begerak melalui salah satu lilitan trafo. Fluks
lepas tersebut akan menimbulkan selfinductance pada lilitan primer dan sekunder trafo.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Efisiensi Transformator Distribusi
Efisiensi transformator distribusi dinyatakan sebagai :
η=
Pout
Pout
=
Pin
Pout + ∑ rugi − rugi
(2.6)
atau
η=
Pout
× 100%
Pin
(2.7)
Dimana :
Pout
= Daya keluaran (Watt)
PIn
= Daya masukan (Watt)
Σ rugi-rugi
= Pcu + Pi
Pcu
= Rugi tembaga (Watt)
Pi
= Rugi inti (Watt)
2.2
Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Secara umum sistem tenaga listrik tersusun atas tiga subsistem pokok yaitu:
1. Subsistem pembangkit,
2. Subsistem transmisi,
3. Subsistem distribusi.
Sistem pembangkit merupakan sistem yang berfungsi sebagai pembangkit tenaga
listrik. Tenaga listrik yang dibangkitkan kemudian ditransmisikan dalam daya yang
besar oleh sistem transmisi ke gardu induk transmisi (GI). Dari GI transmisi tenaga
listrik disubtransmisikan ke GI distribusi, kemudian didistribusikan kepada pelanggan
secara langsung dan ke gardu-gardu distribusi untuk keperluan pelanggan dengan daya
dan tegangan rendah.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perencanaan sistem tenaga listrik, sistem pembangkit dan sistem transmisi
saling berhubungan secara ekonomis dalam pemilihan lokasi, desain, dan hubungan
skala ekonomi. Namun sistem distribusi berdiri sendiri. Penyaluran daya dalam sistem
distribusi dapat melalui saluran udara atau saluran bawah tanah. Pemilihan saluran
udara dan saluran bawah tanah tergantung pada beberapa faktor yang berlainan. Yaitu
faktor kontinuitas pelayanan, arah perkembangan daerah, biaya pemeliharaan tahunan,
biaya modal, segi estetis, dan umur manfaat sistem tersebut. Gabungan kedua saluran
ini sering kali diperlukan.
Sistem Distribusi tenaga listrik merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang
menghubungkan energi listrik dari gardu induk bertegangan menengah ke konsumen.
Fungsi utama sistem distribusi adalah menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya ke
konsumen. Sumber daya tersebut dapat berupa :
a. Pusat pembangkit listrik yang langsung berhubungan dengan jaringan distribusi.
b. Gardu induk, yaitu gardu yang disuplai melalui
pembangkit listrik melalui
jaringan transmisi dan sub transmisi. Salah satu fungsi dari gardu induk adalah
mensuplai tenga listrik kekonsumen yang terletak jauh dari pusat pembangkit
tenaga listrik.
Baik buruknya suatu sistem distribusi dinilai dari beberapa faktor, yaitu :
a. Regulasi tegangan (Jatuh Tegangan)
b. Kontinuitas pelayanan
c. Efisiensi
d. Harga sistem
Suatu sistem distribusi harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
a. Regulasi tegangan tidak terlalu besar
b. Gangguan terhadap pelayanana tidak boleh terlalu lama
c. Biaya sistem tidak terlalu mahal
Bagian – bagian dari sistem tenaga listrik, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Sistem distribusi primer, yaitu sistem tenaga listrik dari gardu induk transmisi ke
gardu induk subtransmisi. Jaringan ini merupakan tegangan menegah (TM)
2. Sistem distribusi sekunder, yaitu sistem tenaga listrik yang menyalurkan daya
listrik dari subtransmisi ke gardu induk distribusi. Jaringan ini merupakan
tegangan rendah (TR)
Pada umumnya daya yang sampai ke titik-titik beban pada sistem distribusi primer
lebih kecil dibandingkan daya yang dibangkitkan. Hal ini disebabkan karena adanya
rugi-rugi daya sepanjang jaringan yang disebabkan oleh pemakaian beban oleh
konsumen, panjang saluran yang dipakai, dan luas penghantar. Rugi-rugi daya ini akan
berbeda pada setiap penyulang, tergantung dari besar pemakaian dan luas daerah
pelayanan dari masing-masing penyulang. Dari rugi-rugi daya inilah yang akan
mempengaruhi berapa nilai efisiensi penyaluran untuk menentukan berapa besar energi
itu sampai kepada konsumen.
Setelah saluran transmisi mendekati pusat pemakaian tenaga listrik, yang dapat
merupakan suatu daerah industri atau suatu kota. Tegangan melalui gardu induk (GI)
diturunkan menjadi tegangan menengah (TM) 20kV. Setiap gardu induk (GI)
sesungguhnya merupakan pusat beban untuk suatu daerah pelanggan tertentu, bebannya
berubah-ubah sepanjang waktu sehingga daya yang di bangkitkan dalam pusat-pusat
listrik harus selalu berubah. Perubahan daya yang dilakukan di pusat pembangkit ini
bertujuan untuk mempertahankan tenaga listrik tetap pada frekuensi 50Hz. Proses
perubahan ini dikoordinasikan dengan Pusat Pengaturan Beban (P3B).
Tegangan menengah dari gardu induk (GI) ini melalui saluran distribusi primer, untuk
disalurkan ke gardu-gardu distribusi (GD) atau pemakai tegangan menengah (TM). Dari
saluran distribusi primer, tegangan menegah (TM) diturunkan menjadi tegangan rendah
(TR) 220V/380 V melalui gardu distribusi (GD). Tegangan rendah dari gardu distribusi
disalurkan melalui saluran tegangan rendah ke konsumen tegangan rendah
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Skema Sistem Tenaga Listrik
Keterangan Gambar 2.3 :
TR
= Tegangan Rendah
TM
= Tegangan Menengah
TT
= Tegangan Tinggi
TET
= Tegangan Ekstra Tinggi
GI
= Gardu Induk
GD
= Gardu Distribusi
Pada Gambar 2.3 terlihat jelas bahwa arah mengalirnya enegi listrik berawal dari
pusat tenaga listrik melalui saluran-saluran transmisi dan distribusi dan sampai pada
instalasi pemakai yang merupakan unsur utilisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Sistem Distribusi Primer
Bagian-bagian sistem distribusi primer terdiri dari :
1.
Transformator daya, Berfungsi utnuk menurunkan tegangan dari tegangan tinggi
ke tegangan menegah atau sebaliknya.
2.
Pemutus tegangan, berfungsi sebagai pengaman yaitu pemutus daya
3.
Penghantar, berfungsi sebagai penghubung daya
4.
Gardu Hubung, berfungsi menyalurkan daya ke gardu-gardu distribusi tanpa
mengubah tegangan
5.
Gardu Distribusi, berfungsi untuk menurunkan tegangan menegah menjadi
tegangan rendah.
Berikut adalah gambar bagian-bagian distribusi primer secara umum.
Gambar 2.4 Bagian-bagian Sistem Distribusi Primer
Keterangan :
1. Transformator daya
2. Pemutus tegangan
3. Penghantar
4. Gardu Hubung
5. Gardu Distribusi
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Macam – macam Konfigurasi Distribusi Primer
Di dalam merencanakan sistem distribusi tenaga listrik sangat diperlukan adanya
pedoman untuk menentapkan suatu kriteria bagi perencanaan Saluran Udara Tegangan
Menegah (SUTM) dan tegangan rendah.
Jaringan tegangan menengah adalah jaringan tenaga listrik yang berfungsi untuk
menghubungkan gardu induk sebagai suplai tenaga listrik dengan gardu-gardu distribusi
maupun ke pelanggan yang memakai tegangan menengah seperti industri.
2.3.1.1 Jaringan Distribusi Primer menurut Susunan Rangkaian
Susunan Rangakain Sistem jaringan distribusi ada beberapa macam, yaitu :
a) Sistem Radial
b) Sistem Loop
c) Sistem Tertutup/Ring
d) Sistem Spindel
e) Sistem Cluster
f) Sistem Grid/Network
A.
Sistem Radial
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Jaringan Distribusi Sistem Radial
Sistem radial ini merupakan suatu sistem distribusi tegangan menengah yang
paling sederhana, murah, banyak digunakan terutama untuk sistem yang kecil, kawasan
pedesaan. Umumnya digunakan pada SUTM, proteksi yang digunakan tidak rumit dan
keandalannya paling rendah.
Keuntungan / Kerugian :
1. Mudah mengoperasikannya
2. Mudah mencari tegangan
3. Cocok untuk sistem yang sederhana
4. Tidak dapat dimanipulasi bila terjadi gangguan.
B.
Sistem Loop
Pada sistem lup terbuka, bagian-bagian fider tersambung melalui alat pemisah
(disconnectors), dan kedua ujung fider tersambung pada sumber energi. Pada suatu
tempat tertentu pada fider, alat pemisah sengaja dibiarkan dalam keadaan terbuka. Pada
asasnya, sistem ini terdiri atas dua fider yang dipisahkan oleh suatu pemisah, yang dapat
berupa sekring, alat pemisah, saklar daya. Terlihat pada Gambar 2.6 bila terjadi
gangguan, bagian saluran dari fider yang terganggu dapat dilepas dan menyambungnya
pada fider yang tidak terganggu. Sistem demikian biasanya dioperasikan secara manual
dan dipakai pada jaringan yang relatif kecil.
Merupakan pengembangan dari sistem radial, sebagai dari diperlukannya
kehandalan yang lebih tinggi dan umumnya sistem ini dapat dipasok dalam satu gardu
induk. Dimungkinkan juga dari gardu induk lain tetapi harus dalam satu sistem di sisi
tegangan tinggi, karena hal ini diperlukan untuk manuver beban pada saat terjadi
Universitas Sumatera Utara
gangguan.
Gambar 2.6 Jaringan Distribusi Sistem Loop
Keuntungan/Kerugian :
1. Secara teknis lebih baik dari sistem radial
2. Biaya sedikit lebih mahal karena harus dibangun dua feeder pada jalur yang sama
3. Bisa dimanipulasi bila terjadi gangguan
C.
Sistem Tertutup/Ring
Gambar 2.7 Jaringan Distribusi Sitem Tertutup/Ring
Keuntungan/Kerugian :
1. Jumlah konsumen yang besar bisa dijangkau
2. Gangguan salah satu sisi penghantar harus sanggup menampung seluruh beban yang
terpasang pada sistem, disini erat hubungannya dengan rugi tegangan.
3. Mudah operasi
D.
Sistem Spindle
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Jaringan Sistem Distribusi Spindle
Sistem Spindle merupakan sistem yang relatif handal karena disediakan satu buah
express feeder yang merupakan feeder/penyulang tanpa beban dari gardu induk sampai
gardu hubung / GH refleksi, banyak digunakan pada jaringan SKTM. Sistem ini relatif
mahal
karena
biasanya
dalam
pembangunannya
sekaligus
untuk
mengatasi
perkembangan beban dimasa yang akan datang. Proteksinya relatif sederhana hampir
sama dengan sistem open loop. Biasanya ditiap-tiap feeder dalam sistem spindel
disediakan gardu tengah (middle point) yang berfungsi untuk titik manufer apabila
terjadi gangguan pada jaringan tersebut.
E.
Sistem Cluster
Gambar 2.9 Jaringan Distribusi Sistem Cluster
Sistem clutser ini hampir mirip dengan sistem spindel. Dalam sistem cluster
tersedia satu express feeder yang merupakan feeder atau penyulang tanpa beban yang
digunakan sebagai titik menufer beban oleh feeder atau penyulang lain dalam sistem
Universitas Sumatera Utara
cluster tersebut. Proteksi yang diperlukan untuk sistem yang relatif sama dengan sistem
open loop atau sistem spindle.
Dalam beberapa wilayah sistem jaringan distribusi tersebut juga dikontrol dari
jarak jauh (remot control) oleh Unit Pengatur Distribusi (UPD).
Dengan membuat topologi jaringan yang baik akan didapat performance jaringan yang
handal dan optimal dalam arti akan diperoleh kerugian energi jaringan yang lebih
kecildan pelayanan kepelanggan yang lebih baik.
Dalam membuat dan menentukan topologi jaringan perlu dilakukan perhitunganperhitungan analisa teknis pada jaringan yang meliputi :
1. Analisa airan daya
2. Analisa Hubung Singkat
3. Analisa Drop tegangan
4. Pengaturan beban agar optimal
Keuntungan / Kerugian :
1. Sistem opersai lebih mudah dibandingkan sistem spindle
2. Tidak diperlukan tempat swiching (GH) dalam satu tempat
3. Panjang jaringan bisa lebih pendek untuk kawasan yang sama
4. Swiching bisa dilakukan disepanjang express feeder.
2.3.1.2 Jaringan Distribusi Primer Menurut Bahan konduktornya
Jaringan distribusi SUTM 20 KV pada umumnya menggunakan jenis kawat yaitu
saluran yang konduktornya tidak dilapisi isolasi sebagai pelindung luar (telanjang). Tipe
demikian dipergunakan pada pasangan luar yang diharapkan terbebas dari sentuhan
misalnya untuk jenis kabel yaitu saluran yang konduktornya dilindungi (dibungkus)
lapisan isolasi.
Bahan konduktor yang paling populer digunakan adalah tembaga (copper) dan
aluminium. Tembaga mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kawat penghantar
Universitas Sumatera Utara
aluminium karena konduktivitas dan kuat tariknya lebih tinggi. Tetapi kelemahannya
ialah untuk besar tahanan yang sama, tembaga lebih berat dari aluminium, dan juga
lebih mahal. Oleh karena itu kawat penghantar aluminium telah menggantikan
kedudukan tembaga. Untuk memperbesar kuat tarik dari kawat aluminium digunakan
campuran aluminium (aluminium alloy). Oleh karena itu ada beberapa macam jenis
konduktor, yaitu :
a. AAC (All-Aluminium Conduktor)
Kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari aluminium
b. AAAC (All-Aluminium-Alloy Conduktor)
Kawat penghantar yang terbuat dari campuran aluminium
c. ACSR (All Conduktor, Stell-Reinforce)
Kawat penghantar aluminium berinti kawat baja
d. ACAR (Aluminium Conduktor, Alloy- Reinforced)
Kawat penghantar aluminium yang diperkuat dengan logam campuran
2.3.1.3 Jaringan Distribusi Primer berdasarkan Susunan Peletakannya
Kebanyakan sistem listrik dibangun dengan sistem tiga phasa. Hal tersebut didasarkan
pada alasan-alasan ekonomi dan kestabilan aliran daya pada beban. Alasan ekonomi
dikarenakan dengan sistem tiga phasa, penggunaan penghantar untuk transmisi menjadi
lebih sedikit. Sedangkan alasan kestabilan dikarenakan pada sistem tiga fase daya
mengalir sebagai layaknya tiga buah sistem phasa tunggal, sehingga untuk peralatan
dengan catu tiga phasa, daya sistem akan lebih stabil bila dibandingkan dengan
peralatan dengan sistem satu phasa. Sistem tiga phasa atau sistem phasa banyak lainnya,
secara umum akan memunculkan sistem yang lebih kompleks, akan tetapi secara prinsip
untuk analisa, sistem tetap mudah dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Bentuk Gelomang pada Sistem Tiga Phasa
Va = V × Cosωt (Volt)
(2.8)
2π 

Vb = V × Cos ωt −
 (Volt)
3 

(2.9)
2π 

Vc = V × Cos ωt +
 (Volt)
3 

(2.10)
Pada Gambar 2.10 nampak bahwa antara tegangan phasa satu dengan yang
lainnya mempunyai perbedaan phasa sebesar 120o atau 2/3.
Pada umumnya phasa dengan sudut phasa 0o disebut dengan phasa R, phasa dengan
sudut phasa 120o disebut phasa S dan phasa dengan sudut phasa 240o disebut dengan
phasa T. Perbedaaan sudut phasa tersebut pada pembangkit dimulai dari adanya
kumparan yang masing-masing tersebar secara terpisah dengan jarak 120o.
A.
Konfigurasi Vertikal
Yaitu bila diantar tiga saluran fasa pada sistem tiga fasa (R,S,T)
saling membentuk garis vertikal (tegak lurus bidang tanah, sejajar dengan posisi
tiangnya.
B.
Konfigurasi Horizontal
Yaitu bila diantara tiga saluran fasanya saling membentuk garis
lurus horizontal, terbagi dalam dua macam yaitu : konfigurasi horizontal tanpa
perisai pelindung dan konfigurasi horizontal dengan perisai pelindung.
C.
Sistem Y dan Delta
Sistem Y merupakan sistem sambungan pada sistem tiga phasa yang menggunakan
empat kawat, yaitu fase R, S, T dan N. Sistem sambungan tersebut akan menyerupai
huruf Y, yang memiliki empat titik sambungan yaitu pada ujung-ujung huruf dan pada
Universitas Sumatera Utara
titik pertemuan antara tiga garis pembentuk huruf. Sistem Y dapat digambarkan dengan
skema pada Gambar 2.14.
Gambar 2.11 Sistem Y da Sistem Delta
Sistem hubungan atau sambungan Y, sering juga disebut sebagai hubungan
bintang. Sedangkan pada sistem yang lain yang disebut sebagai sistem Delta, hanya
menggunakan phasa R, S dan T untuk hubungan dari sumber ke beban terlihat pada
Gambar 2.11. Tegangan efektif antar phasa umumnya adalah 380 V dan tegangan
efektif phasa dengan netral adalah 220 V.
2.3.1.3.1
Korelasi Jatuh Tegangan
dan Losses terhadap Standar Distribusi
Primer
Panjang sebuah Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dapat didesain dengan
mempertimbangkan jatuh tegangan (Drop Voltage) dan susut teknis jaringan.
Jatuh tegangan adalah perbedaan tegangan antara tegangan kirim dan tegangan terima
karena adanya impedansi pada penghantar. Maka pemilihan penghantar (penampang
penghantar) untuk tegangan menengah harus diperhatikan. Berdasarkan SPLN 72:1987
sebuah jaringan Tegangan Menegah dengan kriteria Jatuh Tegangan yang diijinkan
tidak boleh lebih dari 5% (ΔV ≥ 5%).
Jatuh tegangan pada sistem distribusi mencakup jatuh tegangan pada:
1. Penyulang Tegangan Menengah (TM)
2. Transformator Distribusi
Universitas Sumatera Utara
3. Penyulang Jaringan Tegangan Rendah
4. Sambungan Rumah
5. Instalasi Rumah
Adapun penyebab Jatuh Tegangan (Drop Tegangan) adalah :
1. Jauhnya jaringan, jauhnya jarak transformator dari Gardu Induk
2. Rendahnya tegangan yang diberikan GI atau rendahnya tegangan transformator
distribusi
3. Sambungan penghantar yang tidak baik, penjamparan disaluran distribusi tidak
tepat sehingga bermasalah di sisi Tegangan Menegah dan Tegangan Rendah.
4. Jenis penghantar atau konektor yang digunakan
5. Arus yang dihasilkan terlalu besar.
Untuk mendapatkan nilai Drop tegangan dan susut yang dikehendaki perlu memasukkan
parameter – parameter antara lain :
1. Ukuran (Luas Penampang) dan jenis Penghantar
2. Beban Nominal Penghantar
3. Panjang Jaringan
Perhitungan Jatuh Tegangan Pada Jaringan Distribusi Primer
Maka untuk saluran distribusi primer besar jatuh tegangan pada saluran distribusi
primer adalah berdasarkan gambar dibawah ini:
Gambar 2.12 Diagram saluran distribusi tenaga listrik
Dengan :
Vs
= tegangan sumber (Volt)
Universitas Sumatera Utara
VR
= tegangan pada sisi penerima (Volt)
R
= resistansi saluran (Ω)
X
= reaktansi saluran (Ω)
Zsal
= Impedansi saluran (Ω)
RL
= resistansi beban (Ω)
XL
= Reaktansi beban (Ω)
ZL
= impedansi beban (Ω)
I
= arus beban (A)
∆V
= susut tegangan (volt)
Impedansi masing-masing bagian :
Z = R + jX Ω/Km
(2.11)
Dari rangkaian yang ditunjukkan dalam Gambar 2.13 diperoleh :
I = Vs /( Zsal + ZL ) atau Vs = I Zsal + I ZL
(2.12)
VR = I ZL adalah susut tegangan sepanjang ZL atau tegangan beban, dan I Zsal adalah
susut tegangan sepanjang Zsal atau ∆V.
Penurunan persamaan jatuh tegangan dapat ditentukan dari gambar diagram fasor
transmisi daya pada gambar 2.15:
Gambar 2.13 Diagram Vektor
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.17 dapat diperhatikan bahwa persamaan tegangan yang mendasari
diagram vector tersebut adalah :
Vs = VR + I R cos ϕ + I X sin ϕ
(2.13)
Karena faktor (I R cos ϕ + I X sin ϕ ) pada Gambar 2.14 sama dengan IZ, maka
persamaan menjadi :
Vs = VR + IZ atau Vs - VR = IZ
sehingga ∆V = IZ
∆V = Ι × {(R cos ϕ ) + ( X sin ϕ )}
(2.14)
Maka untuk saluran distribusi primer perhitungan besar jatuh tegangan pada saluran
distribusi primer untuk sistem tiga fasa adalah:
∆V = 3 × Ι × {(R cos ϕ ) + ( X sin ϕ )}
(2.15)
Besar persentase drop voltage pada saluran distribusi primer dapat dihitung dengan :
%∆V =
∆V
× 100%
VLL
(2.16)
Keterangan:
R
= Resistansi saluran (Ohm)
X
= Reaktansi saluran (Ohm)
Vs = tegangan di sisi pengirim
Vr = tegangan di sisi penerima
Cos φ = Faktor daya beban
Dari persamaan terlihat, nilai jatuh tegangan ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu daya aktif (P), resistansi dan reaktansi saluran (R dan X) serta daya reaktif (Q).
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan daya aktif erat kaitannya dengan pengaturan frekuensi sistem. Sedangkan
pengaturan daya reaktif akan mempengaruhi nilai tegangan. Oleh karena itu dengan
melakukan pengaturan nilai daya reaktif kita dapat mengatur nilai tegangan.
2.4
Sistem Distribusi Sekunder
Distribusi sekunder mempergunakan tegangan rendah. Sebagaimana halnya dengan
distribusi primer, terdapat pula pertimbangan-pertimbangan perihal kehandalan
pelayanan dan regulasi tegangan. Sistem sekunder dapat terdiri atas empat jenis umum :
1. Pelayanan Dengan Transformator Tersendiri
2. Penggunaan Satu Transformator Untuk Sejumlah Pemakai
3. Bangking Sekunder
4. Jaringan Sekunder
2.4.1 Pelayanan dengan Tranformator Sendiri
Pelayanan dengan transformator tersendiri dilakukan untuk pemakai yang agak besar
atau bila para pemakai terletak agak berjauhan terutama di daerah luar kota, sehingga
saluran tegangan rendahnya akan menjadi terlampau panjang.
Gambar 2.10 Sambungan Pemakai Besar Dengan Gardu Distribusi Tersendiri
Keterangan :
TM = Tegangan Menengah
TR = Tegangan Rendah
GD = Gardu Distribusi
Universitas Sumatera Utara
2.4.2
Penggunaan Satu Transformator Untuk Sejumlah Pemakai
Yang mungkin terbanyak dipakai adalah sistem yang mempergunakan satu
transformator dengan saluran tegangan rendah yang melayani sejumlah pemakai. Sistem
ini memperhatikan beban dan keperluan pemakai yang berbeda-beda sifatnya.
Gambar 2.14 Penggunaan Satu Distribusi untuk Sejumlah Pemakai
2.4.3 Jaringan Sekunder
Suatu jaringan tegangan rendah yang agak besar diisi oleh beberapa transformator, yang
pada gilirannya diisi oleh dua sumber energi atau lebih. Jaringan tegangan rendah ini
melayani suatu jumlah pemakai yang cukup besar. Hal ini dikenal sebagai jaringan
sekunder atau jaringan tegangan rendah
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Jaringan Sekunder Tegangan Rendah
Keterangan :
GD = Gardu Distribusi
PO = Proteksi Otomatik
TM = Tegangan Menengah
TR = Jaringan Sekunder Tegangan Rendah
Sistem jaringan sekunder yang baik pada saat ini memberikan taraf keandalan
pada jaringan tegangan rendah di daerah dengan kepadatan beban yang tinggi, sehingga
biayanya yang tinggi dapat dipertanggungjawabkan dan tingkat keandalan ini dipandang
diperlukan. Pada keadaan tertentu dapat terjadi bahwa satu pelanggan tunggal mendapat
penyediaan tenaga listrik dengan jenis sistem ini yang dikenal dengan nama jaringan
spot (spot networks).
Pada umumnya, jaringan sekunder terjadi dengan menghubungkan semua sisi
tegangan rendah dari gardu-gardu transformator yang diisi oleh dua atau lebih fider
tegangan menengah. Pada sisi tegangan rendah gardu distribusi terdapat saklar daya
yang dioperasikan secara otomatik dan dikenal dengan nama proteksi otomatik. Proteksi
ini akan melepaskan transformator dari jaringan sekunder bilamana pengisian primer
hilang tegangan. Hal ini akan menghindari suatu arus balik dari sisi tegangan rendah ke
sisi tegangan menengah. Saklar daya didukung oleh sebuah sekring sehingga, bilamana
Universitas Sumatera Utara
proteksi otomatik gagal, sekring akan bekerja dan melepaskan transformator dari
jaringan sekunder.
Jumlah pengisi primer pada sisi tegangan menengah adalah penting. Bila misalnya
ada hanya dua fider, dapat terjadi bahwa satu fider terganggu, maka akan perlu adanya
kapasitas cadangan transformator yang cukup agar sistem yang masih bekerja tidak
mengalami kelebihan beban. Jenis jaringan ini sering dinamakan jaringan kesiapan
pertama (single-contingency network).
Jaringan sekunder tegangan rendah mendapat pengisian terbanyak dari tiga atau
lebih fider, sehingga bilamana salah satu fider primer terganggu, sisa jaringan sekunder
akan dapat dengan mudah menampung beban dari fider yang terganggu itu. Sistem
demikian dinamakan jaringan kedua (second-contingency network). Jaringan sekunder
tegangan rendah harus didesain sedemikian rupa hingga terdapat pembagian beban dan
pengaturan tegangan (voltage regulation) yang baik pada semua transformator, juga
dalam keadaan salah satu pengisi tegangan menengah terganggu.
2.5
Daya Listrik
Ada beberapa jenis daya listrik yang dibahas pada bab ini, yaitu :
2.5.1 Daya Semu
Daya semu adalah daya yang melewati suatu saluran penghantar yang ada pada jaringan
transmisi maupun jaringan distribusi. Dimana untuk daya semu ini dibentuk oleh
besaran tegangan yang dikalikan dengan besaran arus.
Universitas Sumatera Utara
Untuk 1 phasa yaitu :
S =V ×Ι
(2.17)
S = 3×V × Ι
(2.18)
Untuk 3 phasa yaitu :
Dimana :
S = Daya semu ( VA)
V = Tegangan yang ada (KV)
I = Besar arus yang mengalir (A)
2.5.2 Daya aktif
Daya aktif (daya nyata) adalah daya yang dipakai untuk menggerakkan berbagai macam
seperti : gerakan motor listrik atau mekanik, daya aktif ini merupakan pembentukkan
dari besar tegangan yang kemudian dikalikan dengan besaran arus dan faktor dayanya.
Untuk 1 phasa :
P = V × Ι × Cosϕ
(2.19)
P = 3 × V × Ι × Cosϕ
(2.20)
Untuk 3 Phasa :
Dimana :
P = Daya Aktif (Watt)
V = Tegangan yang ada (KV)
I = Besar arus yang mengalir (A)
2.5.3 Daya reaktif
Daya reaktif untuk 1 phasa yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Q = V × Ι × Sinϕ
(2.21)
Q = 3 × V × Ι × Sinϕ
(2.22)
Untuk 3 phasa :
Dimana :
P = Daya Aktif (Watt)
V = Tegangan yang ada (KV)
I = Besar arus yang mengalir (A)
2.5.1 Faktor Daya
Faktor daya adalah perbandingan antara daya nyata dalam satuan watt dan daya reaktif
dalam satuan VoltAmpere Reaktif (VAR) dari daya yang disalurkan oleh pusat-pusat
pembangkit ke beban. Nilai faktor daya inimempengaruhi jumlah arus yang mengalir
pada saluran untuk suatu beban yang sama.
Faktor daya salah satunya disebabkan oleh penggunaan peralatan pada pelanggan
yang menyimpang dari syarat-syarat penyambungan yang telah di tetapkan, dapat
mengakibatkan pengaruh balik terhadap saluran, antara lain faktor daya yang rendah
dan ketidakseimbangan beban. Rendahnya faktor daya disebabkan karena melebarnya
sudut fasa antara arus dan tegangan. Faktor daya yang terlalu rendah mengakibatkan
rugi yang sangat besar pada saluran. Pergeseran sudut fasa antara arus dan tegangan di
tentukan oleh sifat impedansi beban (resistif, induktif, kapasitif) yang dihubungkan
dengan sumber arus bolakbalik tersebut. Apabila beban mempunyai impedansi yang
bersifat resistif, maka arus dan tegangan sefasa atau besarnya pergeseran sudut fasa
sama dengan nol. Dengan demikian faktor daya sama dengan satu (unity power factor).
Impedansi beban bersifat induktif,
vektor arus (I) terbelakang dari vektor
tegangan (V), kondisi tersebut disebut faktor daya tertinggal (lagging power factor),
seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.16 Sedangkan untuk impedansi beban yang
bersifat kapasitif, vektor arus (I) mendahului vektor tegangan (V), keadaan tersebut
Universitas Sumatera Utara
dinamakan faktor daya mendahului (leading power factor), seperti ditunjukkan dalam
Gambar 2.17
Gambar 2.16 Faktor daya tertinggal
Rumus Faktor Daya Tertinggal yaitu :
Faktor Daya (Power Faktor) =
P V × Ι × Sinϕ
=
= Sinϕ
V ×Ι
S
(2.23)
Gambar 2.17 Faktor daya mendahului
Faktor Daya (Power Faktor) =
P V × Ι × Cosϕ
=
= Cosϕ
S
V ×Ι
(2.24)
2.6 Transformator Distribusi
Transformator distribusi merupakan salah satu alat yang memegan peranan penting
/menyalurkan arus atau energi listrik dengan tegangan distribusi supaya jumlah energi
yang tercecer dan hilang sia-sia diperjalanan tidak terlalu banyak.
Transformator distribusi umumnya digunakan adalah transformator Step Down
20KV/400V. Tegangan phasa ke phasa sistem jaringan rendah adalah 380 V. Karena
terjadi drop tegangan, maka pada rak tegangan rendah dibuat menjadi 400V agar
tegangan pada ujung penerima tidak lebih kecil dari 380V.
Universitas Sumatera Utara
Transformator distribusi dapat berfasa tunggal atau phasa tiga dan ukurannya
berkisar dari kira-kira 5 kVA. Impedansi transformator distribusi ini pada umumnya
sangat rendah, berkkisar dari 2% untuk unit-unit yang kurang dari dari 50kVA sampai
dengan 4% untuk unit-unit yang lebih besar dari 100 KVA.
2.7 Persamaan-persamaan yang digunakan untuk menganalisa kualitas kinerja
transformator distribusi dalam melayani beban adalah sebagai berikut :
2.7.1 Perhitungan Arus Beban Penuh Transformator Distribusi
Telah diketahui bahwa daya transformator distribusi bila ditinjau dari sisi
tegangan tinggi ( sisi primer) maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
S = 3×V × I
(2.25)
Dengan :
S = daya transformator (Kva)
V = Tegangan sisi primer transfomator (V)
I = Arus jala-jala (A)
Dengan demikian, untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat menggunakan
rumus :
I FL =
S in
3VLL
(2.26)
Dengan :
IFL = arus beban penuh transformator (A)
Sin = Daya transformator saat beban (kVA)
VLL = Tegangan sisi primer transformator / Tegangan jala-jala (V)
2.7.2 Perhitungan Resistansi Dan Induktansi Keseluruhan Dari Saluran Primer
Yang Menuju Transformator
Universitas Sumatera Utara
a)
Tahanan Total saluran distribusi primer dari gardu induk sampai pada sisi primer
transformator adalah:
Rsaluran = R ×
V LL
(2.27)
I
Dengan :
R
= Resistansi penghantar (Ω)
VLL = Tegangan sisi primer/ tegangan jala-jala(V)
I
b)
= Arus pada penghantar (A)
Induktansi total saluran distribusi primer dari gardu induk sampai pada sisi primer
transformator adalah:
X saluran = X ×
VLL
I
(2.28)
Dengan :
X = Reaktansi penghantar (Ω)
V = Tegangan sisi primer/ tegangan jala-jala(V)
Dimana :
∆S = Rugi daya Semu (VA)
∆P = Rugi daya Aktif (Watt)
∆Q = Rugi daya Reaktif (VAR)
V = Tegangan Trafo (V)
I
= Arus pada Penghantar (I)
2.7 Rugi-rugi Pada Jaringan Distribusi
Dalam proses transmisi dan distribusi tenaga listrik seringkali dialami rugirugi daya
yang cukup besar yang diakibatkan oleh rugi-rugi pada saluran dan juga rugi-rugi pada
trafo yang digunakan. Kedua jenis rugi-rugi daya tersebut memberikan pengaruh yang
Universitas Sumatera Utara
besar terhadap kualitas daya serta tegangan yang dikirimkan ke sisi pelanggan. Nilai
tegangan yang melebihi batas toleransi akan dapat menyebabkan tidak optimalnya kerja
dari peralatan listrik di sisi konsumen. Selain itu rugi-rugi daya yang besar akan
menimbulkan kerugian finansial di sisi perusahaan pengelola listrik.
Yang dimaksud losses adalah perbedaan antara energi listrik yang disalurkan (Ps)
dengan energi listrik yang terpakai (Pp).
Losses =
Ps − PP
× 100%
PS
(2.32)
Berikut adalah penjelasan mengenai rugi-rugi yang terjadi pada jaringan distribusi.
2.8.1 Rugi-rugi Saluran
Pemilihan jenis kabel yang akan digunakan pada jaringan distribusi merupakan faktor
penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan dari suatu sistem tenaga listrik.
Jenis kabel dengan nilai resistansi yang kecil akan dapat memperkecil rugi-rugi daya.
Besar rugi-rugi daya pada jaringan distribusi dapat ditulis sebagai berikut:
Losses = 3 × Ι 2 R
(2.33)
Dimana,
Losses = rugi-rugi pada saluran (Watt)
R = resistansi saluran per fasa (Ohm)
I = arus yang mengalir per fasa (Ampere)
Nilai resistansi dari suatu penghantar merupakan penyebab utama rugi-rugi daya
yang terjadi pada jaringan distribusi. Nilai resistansi dari suatu penghantar dipengaruhi
oleh beberapa parameter. Berikut adalah persamaan resistansi
penghantar:
R=
ρl
A
(2.34)
Universitas Sumatera Utara
Dimana,
R = resistansi saluran (ohm)
r = resistivitas bahan penghantar (ohm-meter)
l = panjang penghantar (meter)
A = luas penampang (m2)
Dari rumus di atas terlihat terdapat tiga parameter yang mempengaruhi nilai
resistansi suatu penghantar, yaitu panjang penghantar, bahan penghantar dan luas
permukaan penghantar.
Panjang dari suatu penghantar tergantung dari jarak distribusi ke pelanggan.
Sehingga nilai tersebut tidak dapat diubah secara bebas. Sedangkan resistivitas bahan
tergantung dari bahan penghantar yang digunakan. Parameter ini dapat diubah-ubah
tergantung dari pemilihan bahan penghantar yang digunakan. Selain itu parameter yang
dapat diubah-ubah secara bebas adalah luas penampang dari penghantar. Dimana
semakin besar penampang dari suatu penghantar akan mengurangi nilai resistansi
saluran.
Akan tetapi dalam pengubahan luas penampang penghantar harus memperhatikan
faktor efisiensinya. Dengan demikian untuk mengurangi resistansi saluran pada jaringan
distribusi, kita dapat mengganti jenis bahan penghantar yang digunakan dengan bahan
yang nilai resistivitasnya rendah serta memperbesar luas permukaan penghantar.
2.8.2 Rugi Pada Penghantar Phasa
Jika suatu arus mengalir pada suatu penghantar, maka pada penghantar tersebut akan
terjadi rugi-rugi energi menjadi energi panas karena pada penghantar tersebut terdapat
resistansi. Rugi-rugi dengan beban terpusat di ujung dirumuskan:
Universitas Sumatera Utara
∆V = Ι(R cos ϕ + X sin ϕ )L
(2.35)
∆P = 3Ι 2 RL
(2.36)
Sedangkan jika beban terdistribusi merata di sepanjang saluran, maka rugi-rugi energi
yang timbul adalah :
2
I
∆V =   (R cos ϕ + X sin ϕ )L
2
(2.37)
2
1
∆P = 3  RL
2
(2.38)
Dengan :
I
: Arus yang mengalir pada penghantar (Ampere)
R
: Tahanan pada penghantar (Ohm / km)
X
: Reaktansi pada penghantar (Ohm / km)
L
: Panjang penghantar (Kms)
2.8.3 Rugi-Rugi Akibat Beban Tak Seimbang
Akibat pembebanan di tiap phasa yang tidak seimbang, maka akan mengalir arus pada
hantaran netral. Jika di hantaran pentanahan netral terdapat nilai tahanan dan dialiri
arus, maka kawat netral akan bertegangan yang menyebabkan tegangan pada trafo tidak
seimbang.
Arus yang mengalir di sepanjang kawat netral, akan menyebabkan rugi daya di
sepanjang kawat netral sebesar:
∆P = ΙN 2 R N
(2.39)
Dimana :
P = losses yang timbul pada konektor (watt)
IN = arus yang mengalir melalui kawat netral (ampere)
Universitas Sumatera Utara
RN = tahanan pada kawat netral (ohm)
2.8.4 Rugi-rugi Pada Sambungan Tidak Baik
Losses ini terjadi karena di sepanjang jaringan tegangan rendah terdapat beberapa
sambungan, antara lain :
1. Sambungan saluran jaringan tegangan rendah dengan kabel NYFGBY.
2. Percabangan saluran jaringan tegangan rendah.
3. Percabangan untuk sambungan pelayanan.
Gambar 2.18 Sambungan Kabel
Besarnya rugi-rugi daya Aktif pada sambungan untuk tiga fasa dalam sisi primer
dirumuskan :
∆P = 3 × Ι 2 × R
(2.40)
Dimana :
P
= losses yang timbul pada konektor (watt)
I
= Arus yang mengalir melalui konektor (ampere)
R = Tahanan konektor (ohm)
X = Reaktansi konektor (ohm)
Universitas Sumatera Utara
2.9 Sifat Beban Listrik
Dalam suatu rangkaian listrik selalu dijumpai suatu sumber dan beban. Bila sumber
listrik DC, maka sifat beban hanya bersifat resistif murni, karena frekuensi sumber DC
adalah nol.
Reaktansi induktif (XL) akan menjadi nol yang berarti bahwa induktor tersebut akan
short circuit. Reaktansi kapasitif (XC) akan menjadi tak berhingga yang berarti bahwa
kapasitif tersebut akan open circuit. Jadi sumber DC akan mengakibatkan beban beban
induktif dan beban kapasitif tidak akan berpengaruh pada rangkaian. Bila sumber listrik
AC maka beban dibedakan menjadi 3 sebagai berikut :
2.9.1 Beban Resistif
Beban resistif yang merupakan suatu resistor murni, contoh : lampu pijar, pemanas.
Beban ini hanya menyerap daya aktif dan tidak menyerap daya reaktif sama sekali.
Tegangan dan arus se-fasa. Secara matematis dinyatakan :
R=V/I
Gambar 2.19 Arus dan tegangan pada beban resistif
2.9.2 Beban Induktif
Beban induktif adalah beban yang mengandung kumparan kawat yang dililitkan pada
sebuah inti biasanya inti besi, contoh : motor – motor listrik, induktor dan
transformator. Beban ini mempunyai faktor daya antara 0 – 1 “lagging”. Beban ini
menyerap daya aktif (kW) dan daya reaktif (kVAR). Tegangan mendahului arus sebesar
φo. Secara matematis dinyatakan : XL = 2πf.L
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Arus, tegangan dan GGL induksi-diri pada beban induktif
Untuk Sistem Tiga Phasa pada sistem distribusi primer, beban ini menyebabkan rugi
daya aktif yang termanfaatkan yang mengalir dari sumber arus ke sisi beban.
Adapun Rumus Rugi daya beban Aktif adalah sebagai berikut :
∆P = 3Ι phasa R
2
total
(2.41)
2.9.3 Beban Kapasitif
Beban kapasitif adalah beban yang mengandung suatu rangakaian kapasitor. Beban ini
mempunyai faktor daya antara 0 – 1 “leading”. Beban ini menyerap daya aktif (kW) dan
mengeluarkan daya reaktif (kVAR). Arus mendahului tegangan sebesar φo. Secara
matematis dinyatakan : XC = 1 / 2πfC
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.21 Arus, tegangan dan GGL induksi-diri pada beban kapasitif
Untuk Sistem Tiga Phasa pada sistem distribusi primer, beban ini menyebabkan
rugi daya Induktif - kapasitif yang tidak begitu terbeban.manfaatkan dari sumber ke sisi
beban.
Adapun Rumus Rugi daya Beban Kapasitif adalah sebagai berikut :
2
∆Q = 3Ι phasa X total
(2.42)
Dimana :
Iphasa : Arus yang mengalir pada phasa (A)
R
: Resistansi (Ohm)
X
: Reaktansi (Ohm)
Universitas Sumatera Utara
Download