Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga

advertisement
7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Pengertian Tenaga Kerja
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah
tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Berdasarkan UU No. 25 tahun 2007 tentang ketenagakerjaan,
ketetapan batas usia kerja penduduk Indonesia adalah 15 tahun.
Tenaga kerja atau yang disebut Penduduk Usia Kerja (PUK) terdiri dari
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja mencakup penduduk
yang bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan. Penduduk yang bekerja dibagi
menjadi dua, yaitu penduduk yang bekerja penuh dan setengah menganggur.
Menurut BPS (2000), bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan tujuan
memperoleh nafkah atau membantu memperoleh nafkah paling sedikit satu jam
secara terus- menerus selama seminggu yang lalu. Sementara yang dimaksud
dengan mencari pekerjaan adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh
pekerjaan. Penduduk yang mencari pekerjaan dibagi menjadi penduduk yang
pernah bekerja dan penduduk yang belum penuh bekerja.
Penduduk yang tidak aktif secara ekonomi digolongkan dalam kelompok
bukan angkatan kerja yang terdiri dari kelompok mereka yang bersekolah,
kelompok yang mengurus rumah tangga yaitu mereka yang mengurus rumah
tangga tanpa memperoleh upah dan golongan lainnya (DEPNAKERTRANS,
2007). Golongan yang masih bersekolah dan yang mengurus rumah tangga
8
sewaktu-waktu dapat masuk ke pasar kerja sehingga kelompok ini dapat juga
disebut sebagai angkatan kerja potensial. Sektor formal didefinisikan sebagai
usaha yang dimiliki badan usaha dengan memiliki tenaga kerja, sedangkan sektor
informal adalah usaha yang dilakukan sendiri atau dibantu orang lain dan atau
pekerja bebas serta pekerja yang tak dibayar. Pe nggolongan semua penduduk
tersebut dapat dilihat pada diagram ketenagakerjaan (Gambar 2.1).
Penduduk Usia Kerja
Bukan Angkatan Kerja
Angkatan Kerja
Mencari
Kerja
Bekerja
Setengah
Menganggur
Mengurus
Rumah Tangga
Bekerja
Penuh
Sekolah
Pernah
Bekerja
Lainnya
Sumber: DEPNAKERTRANS (2007)
Gambar 2.1 Diagram Ketenagakerjaan
Belum Pernah
Bekerja
9
Menurut Swastha (2000) dalam Subekti (2007) tenaga kerja dapat
dibedakan sesuai dengan fungsinya, yaitu :
a. Tenaga Kerja Eksekutif. Tenaga kerja ini mempunyai tugas dalam
pengambilan keputusan dan melaksanakan fungsi organik manajemen,
merencanakan,
mengorganisasikan,
mengarahkan,
mengordinir
dan
mengawasi.
b. Tenaga Kerja Operatif. Jenis tenaga kerja ini adalah pelaksana yang
melaksanakan tugas-tugas tertentu yang dibebankan kepadanya. Tenaga kerja
operatif dibagi menjadi tiga yaitu:
Tenaga kerja terampil (skilled labour)
Tenaga kerja setengah terampil (semi skilled labour)
Tenaga kerja tidak terampil (unskilled labour)
2.2. Penyerapan Tenaga Kerja
Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk
bekerja pada suatu unit usaha atau lapangan pekerjaan (BPS, 2003). Kesempatan
kerja ini akan menampung semua tenaga kerja apabila unit usaha atau lapangan
pekerjaan yang tersedia mencukupi atau seimbang dengan banyaknya tenaga kerja
yang ada. Adapun lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan usaha atau instansi
di mana seseorang bekerja atau pernah bekerja.
Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah
permintaan dengan harga. Sehubungan dengan tenaga kerja, permintaan tenaga
kerja berarti hubungan antara tingkat upah dengan kuantitas tenaga kerja yang
dikehendaki untuk dipekerjakan. Permintaan pengusaha atas tenaga kerja
10
berlainan dengan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa. Masyarakat
membeli barang dan jasa karena barang dan jasa tersebut memberikan kepuasan
kepadanya. Sementara pengusaha mempekerjakan seseorang karena orang
tersebut membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat.
Dengan kata lain, pertambahan permintaan terhadap tenaga kerja bergantung
pertambahan permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang diproduksi.
Permintaan tenaga kerja
yang seperti itu dinamakan derived demand
(Simanjuntak, 1985).
Pengusaha memperkerjakan seseorang karena membantu memproduksi
barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Oleh karena itu, kenaikan
permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari kenaikan permintaan
masyarakat akan barang yang diproduksi. Di dalam menganalisis mengenai
permintaan perlulah disadari perbedaan di antara istilah “permintaan” dan “jumlah
barang yang diminta”. Simanjuntak (1985) mendefinisikan yang dimaksud dengan
permintaan adalah keseluruhan hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah
permintaan. Sedangkan jumlah yang diminta berarti banyaknya permintaan pada
suatu tingkat harga tertentu.
Menurut Sudarsono (1988) dalam Subekti (2007), permintaan tenaga kerja
berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh suatu unit usaha.
Permintaan tenaga kerja dipengaruhi perubahan tingkat upah dan faktor- faktor
lain yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, yaitu permintaan pasar akan
hasil produksi dari suatu unit usaha, yang tercermin dari besarnya volume
produksi dan harga barang-barang modal seperti mesin atau alat proses produksi.
11
Mengacu pada uraian di atas, maka diperoleh kesimpulan adanya
perbedaan antara permintaan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang diminta
atau dalam hal ini tenaga kerja yang diserap o leh sektor usaha tertentu di suatu
wilayah. Permintaan tenaga kerja adalah keseluruhan hubungan antara berbagai
tingkat upah dan jumlah tenaga kerja yang diminta untuk dipekerjaka n.
Sedangkan jumlah tenaga kerja yang diminta lebih ditujukan pada kuantitas dan
banyaknya permintaan tenaga kerja pada tingkat upah tertentu. Jadi yang
dimaksud dengan penyerapan tenaga kerja dalam penelitian ini adalah jumlah atau
banyaknya orang yang bekerja di berbagai sektor.
2.3. Teori Permintaan Tenaga Ke rja
Teori permintaan tenaga kerja adalah teori yang menjelaskan seberapa
banyak suatu lapangan usaha akan mempekerjakan tenaga kerja dengan berbagai
tingkat upah pada suatu periode tertentu. Permintaan pengusaha atas tenaga kerja
berlainan dengan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa. Masyarakat
membeli barang karena barang tersebut memberikan kegunaan kepada konsumen.
Akan tetapi bagi pengusaha mempekerjakan seseorang bertujuan untuk memba ntu
memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada masyarakat. Dengan kata lain,
pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari
pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Oleh
karena itu, permintaan akan tenaga kerja merupakan permintaan turunan.
Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan pada teori ekonomi
neoklasik, di mana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa pengusaha tidak
dapat mempengaruhi harga pasar (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba,
12
pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah tenaga kerja yang dapat
dipekerjakan. Fungsi permintaan tenaga kerja didasarkan pada : (1) tambahan
hasil marjinal, yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh dengan penambahan
seorang pekerja atau istilah lainnya disebut Marjinal Physical Product dari tenaga
kerja (MPPL), (2) penerimaan marjinal, yaitu jumlah uang yang akan diperoleh
pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut atau istilah lainnya disebut
Marginal Revenue (MR). Penerimaan marjinal di sini merupakan besarnya
tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR = VMPP L
= MPPL. P, dan (3) biaya marjinal, yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan
pengusaha dengan mempekerjakan tambahan seorang pekerja, dengan kata lain
upah karyawan tersebut. Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari
biaya marjinal, maka mempekerjakan orang tersebut akan menambah keuntungan
pemberi kerja, sehingga ia akan terus menambah jumlah pekerja selama MR lebih
besar dari tingkat upah.
Upah
D1
W
DL = MPPL.P
VMPP
L*
L1
Tenaga Kerja
Sumber : Bellante dan Jackson (1990)
Gambar 2.2 Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap
Value Marginal Physical Product of Labor atau VMPP adalah nilai
pertambahan hasil marjinal dari tenaga kerja. P adalah harga jual barang per unit,
DL adalah permintaan tenaga kerja, W adalah tingkat upah, dan L adalah jumlah
13
tenaga kerja. Peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja tergantung dari
pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya.
Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang tertentu, maka jumlah tenaga
kerja yang diminta suatu lapangan usaha akan semakin meningkat dengan asumsi
tingkat upah tetap (Gambar 2.2).
Peningkatan jumlah tenaga kerja dalam suatu lapangan usaha tidak
dilakukan untuk jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap
produk yang dihasilkan tinggi. Dalam jangka pendek, pengusaha lebih
mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau
penggunaan mekanisasi, sedangkan dalam jangka panjang kenaikan jumlah
permintaan masyarakat akan direspon dengan menambah jumlah tenaga kerja
yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja
baru.
Pengusaha akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja
tergantung dari tingkat upahnya. Jika tingkat upah mengalami penurunan, maka
pengusaha akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan
tingkat upah dapat dilihat pada Gambar 2.3. Kurva DL melukiskan besarnya nilai
hasil marjinal tenaga kerja (VMPP L) untuk setiap penggunaan tenaga kerja.
Dengan kata lain, menggambarkan hubungan antara tingka t upah (W) dan
penggunaan tenaga kerja yang ditunjukkan oleh titik L1 dan L* . Pada Gambar 2.3
terlihat bahwa pada kondisi awal. tingkat upah berada pada W 1 dan jumlah tenaga
kerja yang digunakan L1 . Jika tingkat upah diturunkan menjadi W* , maka tenaga
kerja yang diminta meningkat menjadi L* .
14
Upah
D1
W1
W*
E
D L = VMPPL ( MPPL . P)
L1
L*
Tenaga Kerja
Sumber : Bellante dan Jackson (1990)
Gambar 2.3 Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun
2.4. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga kerja didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang
terserap pada suatu sektor dalam waktu tertentu. Penyerapan tenaga kerja
diturunkan dari fungsi produksi suatu aktivitas ekonomi. Produksi merupakan
transformasi dari input atau masukan (faktor produksi) ke dalam output atau
keluaran. Jika diasumsikan bahwa suatu proses produksi hanya menggunakan dua
jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K), maka produksinya
adalah:
Qt = f(Lt, Kt ) …………………………………………………….......... (2.1)
sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan menurut
model Neoklasik adalah sebagai berikut:
πt = TR – TC ………………………………………………………… (2.2)
di mana:
TR = pt . Qt .…….………………………………………………........ (2.3)
Dalam menganalisis penentuan penyerapan tenaga kerja, diasumsikan
bahwa hanya ada dua input yang digunakan, yaitu modal (K) dan tenaga kerja (L).
15
Tenaga kerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (W)
sedangkan untuk modal (K) diukur dengan tingkat suku bunga (r).
TC = rt Kt + Wt Lt …………………………………………………… (2.4)
dengan mensubstitusi persamaan (1), (3), (4) ke persamaan (2) maka diperoleh :
Wt Lt = pt . f(Lt, Kt ) – rt Kt – πt ……………………..………………. (2.5)
Lt = [pt . f(Lt , Kt )]/Wt – rt Kt /Wt – πt /Wt …………………………… (2.6)
di mana Lt adalah permintaan tenaga kerja, Wt adalah upah tenaga kerja, Pt adalah
harga jual barang per unit, K t adalah Kapital (Investasi), rt adalah tingkat suku
bunga, dan Q t adalah output (PDRB). Semua variabel tersebut diukur pada waktu
tertentu.
Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa permintaan tenaga
kerja (Lt ) merupakan fungsi dari tingkat upah (W). Hukum permintaan tenaga
kerja pada hakekatnya adalah semakin rendah upah tenaga kerja maka semakin
banyak permintaan tenaga kerja tersebut. Apabila upah yang diminta besar, maka
pengusaha akan mencari tenaga kerja lain yang upahnya lebih rendah dari yang
pertama. Hal ini karena dipengaruhi oleh banyak faktor, yang di antaranya adalah
besarnya jumlah angkatan kerja yang masuk ke dalam pasar tenaga kerja, upah
dan skill yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut.
2.5. Kekakuan Upah (Wage Rigidity)
Teori kekakuan upah (wage rigidity) menyatakan bahwa salah satu
penyebab masalah pengangguran adalah upah, yaitu ketika terjadi kekakuan upah
(wage rigidity) di mana upah gagal bergerak menuju posisi keseimbangan pada
pasar tenaga kerja (Mankiw, 2003). Gambar 2.4 menunjukkan mengapa kekakuan
16
upah menyebabkan pengangguran. Ketika upah riil berada di atas tingkat yang
menyeimbangkan penawaran dan permintaan, jumlah tenaga kerja yang
ditawarkan melebihi jumlah yang diminta. Perusahaan harus menjatah pekerjaan
yang langka di antara para pekerja. Kekakuan upah riil mengurangi tingkat
perolehan kerja dan mempertinggi tingkat pengangguran.
Jumlah tenaga kerja
yang ingin bekerja
W
Jumlah tenaga kerja
yang dipekerjakan
L1
L0
Sumber : Mankiw (2003)
Gambar 2.4 Kekakuan Upah Menyebabkan Pengangguran Struktural
Pengangguran yang disebabkan oleh kekakuan upah dan penjatahan
pekerjaan disebut pengangguran struktural (Structural Unemployment). Para
pekerja tidak dipekerjakan bukan karena mereka aktif mencari pekerjaan yang
paling cocok dengan keahlian mereka, tetapi karena pada tingkat upah yang
berlaku, penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya. Para pekerja ini hanya
menunggu pekerjaan yang akan tersedia (Mankiw, 2003).
17
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja
Menurut Sumarsono (2003) dalam Subekti (2007), permintaan tenaga
kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh suatu lapangan
usaha. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja adalah tingkat
upah, nilai produksi dan investasi. Perubahan pada faktor- faktor tersebut akan
mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang diserap suatu lapangan usaha.
Tingkat upah akan mempengaruhi tingkat biaya produksi. Apabila
digunakan asumsi bahwa tingkat upah naik, maka akan terjadi hal- hal sebagai
berikut :
a. Naiknya tingkat upah akan meningkatkan biaya produksi yang selanjutnya
meningkatkan harga per unit barang yang diproduksi. Biasanya konsumen akan
merespon cepat bila terjadi kenaikan harga barang, yaitu mengurangi konsumsi
atau bahkan tidak lagi membeli barang yang bersangk utan. Akibatnya banyak
barang yang tidak terjual dan terpaksa produsen menurunkan jumlah
produksinya. Turunnya target produksi mengakibatkan berkurangnya tenaga
kerja yang dibutuhkan. Turunnya jumlah kebutuhan tenaga kerja karena
turunnya skala produksi disebut efek skala produksi atau scale effect.
b. Apabila upah naik (asumsi harga barang-barang modal lainnya tidak berubah),
maka pengusaha ada yang lebih suka menggunakan teknologi padat modal
untuk produksinya dan mengganti kebutuhan tenaga kerja dengan barangbarang modal seperti mesin dan lainnya. Turunnya jumlah kebutuhan tenaga
kerja karena penggantian atau penambahan mesin- mesin disebut efek substitusi
tenaga kerja (substitution effect).
18
Nicholson (1999) dalam teori Pasar Tenaga Kerja dan Dampak Upah
Minimum menjelaskan bahwa tenaga kerja dalam perekonomian ditentukan oleh
permintaan dan penawaran tenaga kerja. Keseimbangan mekanisme pasar kerja ini
akan menghasilkan tingkat upah dan tenaga kerja keseimbangan. Kenaikan dalam
penawaran tenaga kerja yang didorong oleh bertambahnya angkatan kerja akan
menyebabkan penurunan dalam tingkat upah dan kenaikan dalam penyerapan
tenaga kerja. Pergeseran keseimbangan pasar kerja ini didasarkan pada asumsi,
jika sektor riil memiliki rencana untuk melakukan ekspansi p roduksi.
Namun jika sektor riil mengalami kelesuan yang ditandai dengan
banyaknya perusahaan yang keluar dari pasar barang dan jasa, maka akan
menyebabkan penurunan tingkat dan penurunan penyerapan tenaga kerja.
Sehingga akan ada sejumlah pekerja yang keluar dari perusahaan dimana mereka
bekerja atau akan ada pekerja yang menganggur. Pemerintah biasanya
mengeluarkan kebijakan di pasar kerja berupa penetapan upah minimum.
Berdasarkan teori, Jika pemerintah menetapkan upah minimum yang lebih tinggi
dari sebelumnya, maka akan menimbulkan excess di pasar kerja karena kenaikan
tingkat upah menyebabkan kenaikan biaya produksi sektor riil, maka sektor riil
akan mengurangi pemakaian tenaga kerja. Sementara itu, kenaikan upah tersebut
akan direspon secara positif oleh angkatan kerja sehingga penawaran tenaga kerja
akan meningkat. Walaupun demikian pada tingkat upah minimum tersebut
penyerapan tenaga kerja pada sektor riil hanya lebih sedikit dari pengurangan
jumlah tenaga kerja sehingga kebijakan ini menyebabkan peningkatan jumlah
pengangguran.
19
Nilai produksi adalah tingkat produksi atau keseluruhan jumlah barang
yang merupakan hasil akhir proses produksi pada suatu unit usaha yang
selanjutnya akan dijual atau sampai ke tangan konsumen. Apabila permintaan
hasil produksi perusahaan atau industri meningkat, produsen cenderung untuk
menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut produsen akan
menambah penggunaan tenaga kerjanya. Perubahan yang mempengaruhi
permintaan hasil produksi, antara lain adalah naik turunnya permintaan pasar akan
hasil produksi dari perusahaan yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya
volume produksi, dan harga barang-barang modal yaitu nilai mesin atau alat yang
digunakan dalam proses produksi (Sudarsono, 1988 dalam Subekti, 2007).
Nilai output suatu daerah diperkirakan akan mengalami peningkatan hasil
produksi dengan bertambahnya jumlah perusahaan yang memproduksi barang
yang sama. Para pengusaha akan membutuhkan sejumlah uang yang akan
diperoleh dengan tambahan perusahaan tersebut, de mikian juga dengan tenaga
kerja. Perusahaan yang jumlahnya lebih besar akan menghasilkan output yang
besar pula, sehingga semakin banyak jumlah perusahaan/unit yang berdiri maka
akan semakin banyak kemungkinan untuk terjadi penamba han output produksi
(Matz, 1990 dalam Subekti, 2007).
Menurut Sudarsono (1988) dalam Subekti (2007), perubahan faktor-faktor
lain yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara lain adalah naik
turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan yang
bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi, dan harga barangbarang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan dalam proses produksi.
20
Lain halnya dengan Simanjuntak (1985) yang menyatakan bahwa pengusaha
memperkerjakan seseorang karena itu membantu memproduksi barang/jasa untuk
dijual kepada konsumen. Oleh karena itu, kenaikan permintaan pengusaha
terhadap tenaga kerja, tergantung dari kenaikan permintaan masyarakat akan
barang yang diproduksi.
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan
penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang
modal, mesin- mesin dan perlengkapan-perlengkapan produksi yang yang akan
dioperasikan oleh tenaga manusia untuk menambah kemampuan memproduksi
barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 1997
dalam Subekti 2007). Sedangkan menurut Dumairy (1996) investasi adalah
penambahan barang modal secara neto positif. Seseorang yang membeli barang
modal tetapi ditujukan untuk mengganti barang modal yang telah mengalami
kerusakan dalam proses produksi bukanlah merupakan investasi, tetapi disebut
dengan pembelian barang modal untuk mengganti (replacement). Pembelian
barang modal ini merupakan investasi pada waktu yang akan datang.
Oleh karena itu, investasi yang dilakukan dalam rangka penyediaan
barang-barang modal seperti mesin dan perlengkapan produksi untuk meningkat
hasil output akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja karena barang-barang
modal tersebut membutuhkan tenaga manusia untuk mengoperasikannya.
Semakin besar investasi yang dilakukan akan semakin banyak tenaga kerja yang
diminta, terutama investasi yang bersifat padat karya. Dengan demikian besarnya
nilai investasi akan menentukan besarnya penyerapan tena ga kerja.
21
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa investasi merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja, maka investasi memiliki
peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional, khususnya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan salah satu komponen dari
pembentukan pendapatan nasional atau PDB, sehingga pertumbuhan investasi
akan
berdampak
pada
pertumbuhan
pendapatan
nasional.
Dengan
memperhitungkan efek pengganda, maka besarnya persentase pertumbuhan
ekonomi yang ditimbulkan menjadi lebih besar dari besarnya persentase
pertumbuhan investasi (Mankiw, 2003).
Nilai investasi ini ditetapkan atas dasar nilai atau harga dari kondisi mesin
dan peralatan pada saat pembelian. Menurut Sukirno (1997) dalam Subekti (2007)
usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun
tertentu yang digolongkan sebagai investasi atau penanaman modal meliputi
pengeluaran atau pembelanjaan sebagai berikut :
a. Pembelanjaan pokok berbagai jenis barang modal yaitu mesin dan peralatan
produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.
b. Pembelanjaan penunjang untuk membangun rumah tempat tinggal,
bangunan kantor, bangunan pabrik dan lainnya.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh para konsumen (ruma h tangga) yang
membelanjakan sebagian besar dari pendapatannya untuk membeli barang dan
jasa yang dibutuhkan, penanam modal melakukan investasi bukan untuk
memenuhi kebutuhan tapi untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Dengan demikian banyaknya keuntungan yang akan diperoleh besar sekali
22
peranannya dalam menentukan tingkat investasi yang dilakukan oleh para
pengusaha. Selain sebagai harapan di masa depan untuk memperoleh keuntungan,
terdapat beberapa faktor yang akan menentukan tingkat investasi yang akan
dilakukan oleh penanam modal dalam suatu perekonomian. Faktor-faktor tersebut
adalah :
a. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh.
b. Tingkat bunga.
c. Ramalan mengenai keadaan ekonomi dimasa akan datang.
d. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya.
e. Keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Investasi membutuhkan stabilitas di bidang hukum, politik, ekonomi,
sosial, budaya dan keamanan. Kepastian di bidang hukum akan memberikan
kemudahan bagi perkembangan ekonomi dan membantu para pelaku usaha dalam
mengambil keputusan ekonomi. Semakin besar tingkat kepastian, maka semakin
memungkinkan suatu perusahaan untuk melakukan investasi baik dalam skala
rendah, menengah bahkan skala tinggi. Begitu pula sebaliknya, kecilnya tingkat
kepastian akan mengakibatkan kurangnya investasi.
2.7. Penelitian Terdahulu
Situmorang (2005) menganalisis tentang elastitisitas kesempatan kerja
terhadap pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan suku bunga di Indonesia
selama tahun 1990-2003. Kesempatan kerja atau permintaan kerja dipengaruhi
oleh pertumbuhan ekonomi dan upah minimum. Suku bunga tidak berpengaruh
nyata terhadap kesempatan kerja.
23
Respon kesempatan kerja terhadap pertumbuhan ekono mi bersifat elastis,
sedangkan respon kesempatan kerja terhadap upah minimum bersifat inelastis, di
mana kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen dengan asumsi tidak ada
perubahan dalam upah minimum akan menyerap kesempatan kerja sebesar 0,2
persen, sedangkan kenaikan upah minimum sebesar 1 persen dapat meningkatkan
kesempatan kerja sebesar 0,026 persen. Respon kesempatan kerja terhadap output
yang bersifat sangat elastis terjadi di sektor industri dan sektor lainnya yang
mencakup sektor listrik, gas dan air. Sedangkan respon kesempatan kerja di sektor
jasa terhadap outputnya hanya memiliki sifat elastis. Respon kesempatan kerja
terhadap upah minimum yang bersifat elastis terjadi di sektor pertanian, keuangan,
dan sektor angkutan. Respon kesempatan kerja di sektor bangunan memiliki sifat
yang sangat elastis. Respon kesempatan kerja terhadap suku bunga dengan sifat
elastis terjadi di sektor pertanian, industri, jasa dan sektor lainnya.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kenaikan upah minimum
berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor formal perkotaan,
dengan perkecualian bagi pekerja kerah putih (white collar worker). Temuan yang
tidak kalah pentingnya adalah dampak negatif dari upah minimum sangat
dirasakan oleh kelompok yang rentan terhadap perubahan kondisi pasar tenaga
kerja, seperti pekerja perempuan, pekerja muda usia, dan pekerja berpendidikan
rendah. Sedangkan pekerja kerah putih adalah satu-satunya kategori pekerja yang
diuntungkan dari kenaikan upah minimum dalam hal penyerapan tenaga kerja. Hal
ini menunjukkan adanya efek substitusi dari upah minimum terhadap penyerapan
tenaga kerja dari berbagai jenis pekerja.
24
Prihartanti (2007) dalam penelitiannya tentang faktor- faktor yang
mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di kota Bogor dengan
menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode OLS (Ordinary
Least Squares) menyimpulkan bahwa pada kurun waktu tahun 1994 hingga 2005
faktor- faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di kota Bogor adalah
upah, investasi, PDRB riil, jumlah unit usaha, dan krisis ekonomi yang terjadi
pada saat itu. Upah memberikan hasil yang negatif terhadap penyerapan tenaga
kerja, hal ini berarti ketika terjadi peningkatan upah mengakibatkan penurunan
jumlah tenaga kerja yang diserap. Investasi, PDRB, jumlah unit usaha, serta krisis
memberikan pengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan pada variabel- variabel tersebut,
maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri di kota
Bogor.
Berdasarkan penelitian Das (2004) tentang dampak kebijakan upah
minimum terhadap pasar tenaga kerja di negara- negara sedang berkembang
(terutama yang berpendapatan rendah), sebagian besar angkatan kerja bekerja di
sektor formal dan upah minimum secara keseluruhan tidak hanya berdampak
terhadap lapangan kerja, tetapi juga berimplikasi mendorong para pekerja keluar
dari sektor formal dan ke dalam sektor formal, terutama untuk kelompok pekerja
yang rentan, seperti para pekerja berketerampilan, berkeahlian dan berpengalaman
rendah, para pekerja di bawah usia kerja (usia muda) dan para wanita. Penelitian
tersebut juga menunjukkan bahwa jika upah minimum dinaikkan melebihi tingkat
yang sedang, maka ia akan mengurangi jumlah pekerja yang usia muda, pekerja
25
yang berketerampilan rendah dan pekerja wanita, namun ada peningkatan pekerja
yang ahli, terampil dan berpengalaman. Dampak-dampak ini khususnya tampak di
perusahaan-perusahaan kecil. Di banyak negara berkembang, peningkatan jumlah
para pekerja pemuda yang akan memasuki pasar tenaga kerja diseimbangkan.
Terakhir, berdasarkan penelitian dari lembaga peneliti SEMERU (2001)
tentang dampak kebijakan upah minimum terhadap tingkat upah dan penyerapan
tenaga kerja di daerah perkotaan Indonesia, kenaikan tingkat upah minimum akan
mengurangi sebagian tenaga kerja untuk digantikan dengan pekerja kerah putih.
Hal ini juga menunjukkan bahwa setelah adanya kenaikan upah minimum
perusahaan mengubah proses produksi yang padat tenaga kerja dengan proses
produksi yang lebih padat modal dan lebih menuntut keterampilan. Karena adanya
saling keterkaitan antara modal dan keterampilan, maka proporsi pekerja kerah
putih yang lebih tinggi menandai adanya pemanfaatan teknologi yang lebih padat
modal.
2.8. Kerangka Pe mikiran Penelitian
Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang
mempunyai tujuan antara lain menciptakan pembangunan ekonomi yang hasilnya
secara merata dirasakan oleh masyarakat, meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, mengurangi
perbedaan kemampuan antar daerah, struktur perekonomian yang seimbang. Salah
satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan eko nomi suatu negara
dapat dilihat dari kesempatan kerja yang diciptakan dari pembangunan ekonomi.
26
Masalah ketenagakerjaan dalam pembangunan Indonesia hingga kini
masih merupakan tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan mengingat
semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja baru yang me masuki pasar
kerja. Hal ini berkaitan dengan upaya penyediaan dan penciptaan lapangan
kerja baru, peningkatan mutu tenaga kerja serta upaya perlindungan tenaga
kerja. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sangat besar dan ko mpleks.
Besar, karena menyangkut jutaan jiwa, dan kompleks, karena masalahnya
mempengaruhi sekaligus dipengaruhi o leh banyak faktor yang saling
berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah untuk dipahami.
Masalah ketenagakerjaan yang paling mendasar adalah jumlah
ketersediaan lapangan kerja tidak cukup untuk menampung jumlah angkatan
kerja yang ada. Masalah inilah yang senantiasa terjadi di Indonesia. Fakta ini
menunjukkan tekanan kuat dala m sis i penyediaan tenaga kerja. Di s isi la in,
pertumbuhan ekonomi secara nasiona l masih terlalu rendah. Kondisi
pertumbuhan ekonomi dan kaitannya dengan pengangguran pada masa
setelah kris is, yakni tahun 2003-2007 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Pe rtumbuhan Ekonomi dan Tingkat Pe ngangguran
Tahun
Pertumbuhan PDB (%)
Pengangguran Terbuka (%)
2003
4,7
9,5
2004
5,0
9,4
2005
5,7
10,8
2006
5,5
10,3
2007
6,3
9,1
Sumber: Laporan BI (2003-2007)
27
Kesimpulan ya ng dapat dia mbil berdasarkan Tabel 2.1 adalah
walaupun pada tahun 2003- 2005 tingkat pertumbuhan ekonomi terus
menga lami kenaikan, namun tidak selamanya diikuti dengan penurunan
jumlah pengangguran. Pada tahun 2005 kenaikan pertumbuhan ekonomi
sebesar 0,3 persen dari tahun 2004 justru malah d iikuti dengan kenaikan
jumlah
pengangguran
terbuka.
Pada
tahun
2006
terjadi penurunan
pertumbuhan ekonomi dari 5,7 persen menjadi 5,5 persen dan diikuti
penurunan tingkat pengangguran terbuka sebanyak 0,8 pe rsen dari 11,1
persen
hingga
mencapai 10,3
persen.
Walaupun
demikian
tingkat
pengangguran terbuka ini masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
periode sebelum kris is yang rata-rata mencapai 5,5 persen (Bank Indonesia,
2006).
Melihat
fakta- fakta
yang
telah
ditamp ilkan
terkait
kondisi
ketenagakerjaan di Indonesia maka perlu diperlukan informasi tentang
kondisi penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Sela in itu perlu juga
dilakukan analisis faktor- faktor yang me mpengaruhi penyerapan tenaga
kerja. Variabel yang akan dite liti adalah PDRB riil, UMP riil dan investasi
riil. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.5.
28
Masalah Ketenagakerjaan Indonesia 2003-2007:
Tingginya Tingkat Pengangguran
Gambaran Kondisi
Penyerapan Tenaga Kerja
di Indonesia
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penyerapan
Tenaga Kerja
PDRB
riil
UMP
riil
Investasi
riil
Analisis Regresi Panel Data
Implikasi Kebijakan
Gambar 2.5 Kerangka Pe mikiran Penelitian
Gambar 2.5 menejelaskan tentang alur penelitian. Penelitian ini di awali
dengan memaparkan permasalahan utama dalam ketenagakerjaan di indonesia,
yaitu pengangguran. Selanjutnya penelitian dilanjutkan dengan membaginya
menjadi dua fokus tujuan, yaitu : (1) menggambarkan kondisi penyerapan tenaga
kerja di beberapa propinsi di Indonesia untuk mengetahui variasi dan
karakterisitik penyerapan tenaga kerja di propinsi-propinsi tersebut, dan (2)
analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Dari
hasil kedua tujuan tersebut akan diambil kesimpulan dan saran sebagai masukan
bagi kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia di masa yang akan datang.
Download