review tentang diabetes mellitus

advertisement
OKT 2016
Responiel Halawa (00000003803)
Nursing Student
REVIEW TENTANG DIABETES MELLITUS
Apa itu Diabetes Mellitus?
D iabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik karena adanya masalah pada
pengeluaran insulin, aksi insulin atau keduanya (Ignatavicius, Workman, & Winkelman,
2016). Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher (2014) menyatakan bahwa penyakit ini
merupakan masalah kesehatan serius di seluruh
PENTING!
dunia dan prevalensinya meningkat dengan
pesat. World Health Organization (WHO,
2016a) memperkirakan bahwa secara global, 422
juta orang dewasa berusia di atas 18 tahun yang
hidup dengan diabetes pada tahun 2014. Hal ini
juga didukung oleh data dari International
Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa
terdapat 382 juta orang (175 juta diperkirakan
belum terdiagnosis) di dunia yang menderita
DM
pada
tahun
2013,
dari
jumlah
ini
diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta
orang di tahun 2035 (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia [Kemenkes RI], 2014).
Peningkatan penyakit ini sebagian besar akan
Kriteria DM ditegakkan bila:
a. Nilai Gula Darah Sewaktu (GDS)
>200 mg/dl ditambah empat gejala
khas DM positif, seperti: banyak
makan, sering kencing, sering haus
dan berat badan turun).
b. Nilai Gula Darah Puasa (GDP) >126
mg/dl, ditambah empat gejala khas
DM positif.
c. Nilai GDPP >200 mg/dl meskipun
nilai GDP <126 mg/dl atau keempat
gejala DM tidak positif.
TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)
ditegakkan bila nilai GDPP 140-199
mg/dl.
GDP Terganggu (Gula Darah Puasa
Terganggu) menurut ADA ditegakkan
bila nilai GDP 100-125 mg/dl.
(Riskesdas 2007, 2013, Kementerian
Kesehatan dalam Kemenkes RI, 2014).
terj di negara berkembang, disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, penuaan, diet tidak
terjadi
sehat, obesitas dan gaya hidup yang menetap (WHO, 2016b).
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia. Jumlah penduduk
Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 238,5 juta
pada tahun 2010 menjadi 305,6 juta pada tahun 2035 (Badan Pusat Statistik [BPS], 2013).
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan bahwa kejadian DM di Indonesia
berdasarkan wawancara mengalami peningkatan dari 1,1 persen (tahun 2007) menjadi 2,1
persen di tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013). Selain itu, secara epidemiologi diperkirakan
bahwa pada tahun 2030 prevalensi DM mencapai 21,3 juta orang di Indonesia (Diabetes
Page | 1
Care dalam Kemenkes RI, 2009). Perkiraan jumlah ini menjadi kenyataan bila tidak
dicegah sejak dini minimal mengontrol gula darah. Hal ini juga akan meningkatkan
morbiditas di negara Indonesia.
Klasifikasi DM
Tipe DM berdasarkan pada etiologi atau faktor penyebabnya. American Diabetes
Association (ADA) menyatakan bahwa secara umum DM dibagi menjadi DM tipe 1 dan
DM tipe 2 (Lewis et al., 2014). Kedua tipe DM ditulis menggunakan angka Arab bukan
angka Romawi, karena angka
II romawi membuat
masyarakat
bingung
dan
menganggapnya sebagai angka 11 (ADA, 2003). Berikut penjelasan singkat tentang DM
tipe 1 dan tipe 2,
DM tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena kelainan autoimun di mana sel beta pankreas hancur pada
orang yang rentan secara genetik dan tidak menghasilkan insulin (Ignatavicius et al., 2016).
ADA menyatakan bahwa DM tipe 1 biasanya didiagnosa pada anak-anak dan dewasa muda,
yang sebelumnya disebut sebagai diabetes juvenile. DM jenis ini hanya terjadi 5% pada
orang dengan diabetes yang ditandai dengan kerusakan pada sel beta pankreas. Hal ini
disebabkan karena kombinasi genetik, imunologi, dan mungkin lingkungan (misalnya,
virus) dan faktor-faktor lainnya yang dapat berkontribusi terhadap hancurnya sel beta
pankreas. Black & Hawks (2014) mengatakan bahwa DM tipe 1 diturunkan secara
heterogen, sifat multigenik, dimana risiko terkena penyakit ini adalah 25-50% pada kembar
identik, 6% pada saudara kandung, dan 5% kepada anak cucu. Gejala yang timbul pada DM
tipe 1 adalah poliuria, polidipsia, polifagia, dan kehilangan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan (Khardori, 2016a).
DM tipe 2
DM tipe 2 adalah masalah pada tubuh karena menurunnya kemampuan sel untuk
menerima insulin yang disebut resistensi insulin (Ignatavicius et al., 2016). Pada orang
dewasa, DM tipe 2 ditemukan 90% hingga 95% dari semua diagnosa kasus diabetes
(Centers for Disease Control and Prevention [CDC], 2014). Biasanya terdiagnosis setelah
usia 40 tahun dan lebih umum di antara dewasa tua, dewasa obesitas, dan etnik serta
populasi ras tertentu (Black & Hawks, 2014). DM tipe 2 terjadi karena faktor genetik dan
Page | 2
faktor lingkungan. Faktor genetik berhubungan dengan sekresi insulin dan retensi insulin,
sedangkan faktor lingkungan berhubungan dengan obesitas, makan berlebihan, kurang
olahraga, dan stres, serta penuaan (Kaku, 2010).
Khardori (2016b) menyatakan bahwa banyak orang dengan DM tipe 2 tidak
mengetahui gelala apapun sebelumnya. Akan tetapi, manifestasi klinis dari DM tipe 2
meliputi:
a. Gejala klasik seperti, poliuria, polidipsia, polifagia, dan kehilangan berat badan.
b. Penglihatan kabur.
c. Parestesia pada ektremitas bawah.
d. Infeksi jamur, misalnya balanitis pada laki-laki.
Komplikasi DM
Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebakan kerusakan
berbagai sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah. Khan, Macdonald, &
Chandramohan (2015) menyatakan bahwa masalah yang mengancam kehidupan orang
dengan DM yang tidak terkontrol adalah hiperglikemia dengan ketoasidosis atau sindrom
hiperglikemia hiperosmolar nonketosis (hyperglycemic hyperosmolar nonketotic syndrome
[HHNS]). Ketoasidosis merupakan gangguang metabolik paling serius pada DM tipe 1 dan
terjadi paling sering pada remaja dan lansia, sedangkan HHNS terjadi pada lansia dengan
DM tipe 2 (Black & Hawks, 2014). Beberapa penyakit lanjutan dari diabetes mellitus
secara umum (Kemenkes RI, 2014) adalah:
a. Meningkatnya risiko penyakit jantung dan stroke.
b. Neuropati atau kerusakan syaraf pada kaki sehingga terjadi ulkus kaki, infeksi, bahkan
amputasi kaki.
c. Retinopati diabetikum sebagai penyebab utama kebutaan karena rusaknya pembuluh
darah kecil pada retina mata.
d. Penyebab utama gagal ginjal.
e. Risiko kematian pada penderita DM dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak
menderita DM.
Page | 3
ADA (2014) juga menyatakan beberapa komplikasi jangka panjang dari DM yaitu:
a. Retinopati dengan potensi menurunkan penglihatan.
b. Nefropati yang menyebabkan gagal ginjal.
c. Neuropati perifer dengan risiko ulkus kaki.
d. Charcot joints/neurophatic arthropathy didefinisikan sebagai perubahan pada tulang
dan sendi yang terjadi akibat kehilangan sensasi dan berbagai macam gangguan lainnya
(Khan et al., 2015).
e. Neuropati otonom yang menyebabkan terjadinya gastrointestinal, urogenital, dan gejala
kardiovaskuler serta disfungsi seksual.
Prognosis DM
DM merupakan penyakit seumur hidup dan sulit untuk ditangani (Wisse & Zieve,
2015a).
DM Tipe 1
DM tipe 1 berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas prematur yang tinggi,
dimana lebih dari 60% pasien dengan DM tipe 1 tidak mengalami komplikasi serius dalam
jangka panjang, akan tetapi banyak yang mengalami kebutaan, End-Stage Renal Disease
(ESRD), dan beberapa kasus yang menyebabkan kematian dini (Khardori, 2016a). Wisse &
Zieve (2015a) mengatakan bahwa kontrol ketat terhadap kadar glukosa darah dapat
mencegah atau menunda terjadinya komplikasi diabetes. Tapi komplikasi dapat terjadi,
bahkan pada orang dengan kontrol diabetes yang baik.
DM Tipe 2
Prognosis pada pasien dengan diabetes mellitus sangat dipengaruhi oleh tingkat
kontrol pada penyakit (Khardori, 2016b). Hal ini didukung dengan pernyataan dari Wisse &
Zieve (2015b) bahwa beberapa orang dengan DM tipe 2 tidak lagi membutuhkan obat jika
memiliki berat badan ideal, beraktivitas, diet yang sehat dapat mengontrol kadar gula darah.
Page | 4
Pemeriksaan Penunjang (Diagnostic Test)
DM didiagnosis menggunakan tes laboratorium dengan mengukur level glukosa darah
(Hannon, Pooler, & Porth, 2010). Tes glukosa darah tersebut menurut Williams & Hopper
(2015) yaitu:
a. Glukosa Darah Puasa (GDP)/Fasting Plasma Glucose Level (FPG)
ADA menyampaikan bahwa normal Glukosa Darah (GD) adalah kurang dari 100
mg/dl. Pasien didiagnosa dengan DM apabila nilai GDP 126 mg/dl atau lebih, yang
diambil minimal 8 jam puasa. Jika GDP antara 100-125 mg/dl maka pasien mengalami
Glukosa Puasa Terganggu (GPT)/Impaired Fasting Glucose (IFG) dan pradiabetes.
b. Glukosa Darah Acak (GDA)/Random Plasma Glucose (RPG)
GDA disebut juga sebagai Gula Darah Sewaktu (GDS). Pemerikasaan GDS
bertujuan untuk mengetahui kadar gula darah pasien dan ketentuan program terapi
medik tanpa ada persiapan khusus ataupun bergantung pada waktu makan pasien. DM
ditegakkan apabila nilai RPG/GDS 200 mg/dl atau lebih dengan gejala diabetes.
c. Tes Toleransi Glukosa Oral/Oral Glucose Tolerance Test (OGTT).
OGTT dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis DM pada pasien yang memiliki
kadar gula darah dalam batas normal-tinggi atau sedikit meningkat. OGTT mengukur
glukosa darah pada interval setelah pasien minum minuman karbohidrat terkonsentrasi.
DM ditegakkan bila level GD adalah 200 mg/dl atau lebih setelah 2 jam, jika GD adalah
140-199 mg/dl setelah 2 jam didiagnosa dengan IFG dan pradiabetes.
d. Glycohemoglobin Test.
Glycohemoglobin disebut juga sebagai glycosylated hemoglobin (HbA1c) atau
hemoglobin A1C. HbA1c digunakan sebagai data dasar dan memantau kemajuan kontrol
diabetes. Nilai normal HbA1c adalah 4% hingga 6%, dikatakan DM apabila HbA1c
adalah 6,5% atau lebih, sementara nilai HbA1c antara 6% hingga 6,5% berisiko tinggi
mempunyai diabetes (pradiabetes).
Page | 5
Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever (2010) pemeriksaan laboratorium pada DM adalah:
a. HbA1c (A1C)
b. Profil lipid puasa (Fasting lipid profile)
c. Tes untuk mikroalbuminuria (Test for microalbuminuria)
d. Tingkat kreatinin serum (Serum creatinine level)
e. Urinalisis (Urinalysis)
f. Elektrokardiogram (Electrocardiogram)
Manajemen DM
DM Tipe 1
Manajemen pada DM tipe 1 menurut Khardori (2016a) adalah sebagai berikut:
a. Kontrol glikemik/glukosa.
b. Pemantauan gula darah sendiri.
c. Terapi insulin.
d. Diet dan beraktivitas (olahraga).
DM Tipe 2
Manajemen pada DM tipe 2 menurut Khardori (2016b) adalah sebagai berikut:
a. Mengurangi risiko mikrovaskular (mata dan penyakit ginjal) melalui kontrol glikemia
dan tekanan darah.
b. Mengurangi resiko makrovaskular (koroner, serebrovaskular, pembuluh darah perifer)
melalui kontrol lemak dan hipertensi, berhenti merokok.
c. Mengurangi risiko metabolisme dan neurologi melalui kontrol glikemia.
Edukasi pada Pasien DM
Edukasi yang diberikan kepada pasien DM pada awal dan seterusnya sangat penting
untuk membantu mereka dalam mengelola penyakitnya (Black & Hawks, 2014). Tim
pendidik (educator) yang bertanggung jawab kepada pasien DM harus fokus pada kontol
glikemik dan juga membantu pasien untuk menghilangkan pikiran negatif terhadap
prognosis dari penyakit ini (Park, 2015). Peimani, Tabatabei, & Pajouhi (2010) menyatakan
bahwa perawat dalam memenuhi perawatan diabetes dan edukasi berdasarkan uji klinis dan
observasi telah menunjukkan bahwa perawat mampu memberikan pelayanan berkualitas
Page | 6
dan efektif dengan biaya yang lebih rendah. Hal-hal yang harus terkandung dalam
memberikan edukasi kepada pasien dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Hal-hal yang Terkandung dalam Edukasi Pasien DM
a) Fungsi dan struktur (anatomi dan fisiologi) pankreas.
b) Definisi DM dan hubungannya terhadap fungsi abnormal pankreas.
c) Gejala hipoglikemia.
d) Metode mengendalikan hiperglikemia.
1. Diet
2. Olahraga
3. Obat antidiabetes oral.
4. Insulin
a. Bagaimana/kapan/di mana/mengapa/ memberikan insulin.
b. Penyimpanan/pembuangan insulin dan jarum.
e) Pemantauan sendiri harian kadar glukosa darah.
f) Pengaturan sakit harian.
1. Pemeriksaan keton dan urin.
g) Komplikasi DM (definisi, penyebab, gejala, pengobatan).
1. Akut: hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, HHNS.
2. Kronis: mikrovaskular dan makrovaskular.
Sumber: Black & Hawks (2014).
Page | 7
REFERENSI
American Diabetes Association. (2003). Report of the Expert Committee on the
Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus: Classification of Diabetes
Mellitus and Other Categories of Glucose Regulation. Diabetes Care,
26(Suppl. 1), S5-S20. http://dx.doi.org/10.2337/diacare.26.2007.S5.
American Diabetes Association. (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care, 37(1), 581-590. DOI: 10.2337/dc14-S081.
Badan Pusat Statistik. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia: Indonesia Population
Projection. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Diakses pada 01 Oktober 2016, dari
http://www.bappenas.go.id/files/5413/9148/4109/Proyeksi_Penduduk_Indone
sia_2010-2035.pdf.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (8th edisi). Singapore: Elsevier.
Centers for Disease Control and Prevention. (2014). National Diabetes Statistics
Report, 2014. National Center for Chronic Disease Prevention and Health
Promotion. Diakses pada 01 Oktober 2016, dari http://www.cdc.gov/diabetes
/pubs/statsreport14/national-diabetes-report-web.pdf.
Hannon, R. A., Pooler, C., & Porth, C. M. (2010). Porth Pathophysiology: Consepts
of Altered Health States (1st Ed.). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Ignatavicius, D. D., Workman, M. L., & Winkelman, C. (2016). Medical-Surgical
Nursing: Patient-Centered Collaborative Care (8th Ed.). St. Louis, Missouri:
Elsevier.
Kaku, K. (2010). Pathophysiology of Type 2 Diabetes and Its Treatment Policy.
Japan Medical Association, 53(1), 41-46. Diakses pada 03 Oktober 2016, dari
https://www.med.or.jp/english/journal/pdf/2010_01/041_046.pdf.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Tahun 2030 Prevalensi Diabetes
Melitus Di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Diakses pada 01 Oktober
2016, dari http://www.depkes.go.id/article/view/414/tahun-2030-prevalensidiabetes-melitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html.
Page | 8
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Infodatin: Situasi dan Analisis
Diabetes. Jakarta: Penerbit. Diakses pada 01 Oktober 2016, dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatindiabetes.pdf.
Khan, A. N., Macdonald, S., Turnbull, I., & Chandramohan, M. (2015). Imaging in
Neuropathic Arthropathy (Charcot Joint). Diakses pada 03 Oktober 2016, dari
http://emedicine. medscape.com/article/391989-overview.
Khardori, R. (2016a). Type 2 Diabetes Mellitus. Practice Essentials. Diakses pada 01
Oktober 2016, dari http://emedicine.medscape.com/article/117739-overview.
Khardori, R. (2016b). Type 2 Diabetes Mellitus. Practice Essentials. Diakses pada 01
Oktober 2016, dari http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). MedicalSurgical: Assessment and management of clinical problems. St. Louis,
Missouri: Elsevier/Mosby.
Park, K. S. (2015). The Future of Diabetes Education. The Journal of Korean
Diabetes, 16(2), 83-88. Diakses pada 04 Oktober 2016, dari
http://dx.doi.org/10.4093/jkd.2015.16.2.83.
Peimani, M., Tabatabei, M. O., & Pajouhi, M. (2010). Nurses’ Role in Diabetes Care;
A review. Iranian Journal of Diabetes and Lipid Disorders, 9(Issue), 1-9.
Diakses pada 06 Oktober 2016, dari http://emri.tums.ac.ir/upfiles/4757861
9.pdf.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth’s: Textbook of medical-surgical nursing. Philadelphia: Wolters
Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins.
Williams, L. S., & Hopper, P. D. (2015). Understanding Medical Surgical Nursing
(5th Ed.). Philadelphia: F.A Davis Company.
Wisse, B., & Zieve, D. (2015a). Type 1 diabetes. Medline Plus: Trusted Health
Information for You. Diakses pada 06 Oktober 2016, dari https://medline
plus.gov/ency/article/000305.htm.
Wisse, B., & Zieve, D. (2015b). Type 2 diabetes. Medline Plus: Trusted Health
Information for You. Diakses pada 06 Oktober 2016, dari https://medline
plus.gov/ency/article/000313.htm.
Page | 9
World Health Organization. (2016a). Global Report on Diabetes. Diakses pada 01
Oktober 2016, dari http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/204871/1/978924
1565257_eng.pdf?ua=1.
World Health Organization. (2016b). Diabetes Mellitus. Diakses pada 01 Oktober
2016, dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/.
Page | 10
Download