HUBUNGAN KEBIASAAN MINUM TEH DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER II DI PUSKESMAS KOTABUMI II KABUPATEN LAMPUNG UTARA 1,2 Yudi Septiawan1, Erta Sugerta2 Program studi Ilmu Keperawatan Mitra Lampung Email: [email protected] Abstract: The Correlation Between Drinking Tea Habit and Anemia Cases of Trimester II Pregnant Mothers in Kotabumi II Public Health Center in North Lampung. Pregnant mother’s anemia of lacking iron element is still becoming health problem in Indonesia with high rate of maternal mortality. Tea is known as an agent to detain iron element absorption coming from non-heme iron. A pre-survey result by examining Hb in Kotabumi II public health center in April 2015 showed that 6 from 10 (60%) pregnant mothers suffered anemia. The objective of this research was to find out the correlation between drinking tea habit and anemia cases of trimester II pregnant mothers in Kotabumi II public health center in North Lampung in 2015. This research used cross sectional approach. Population was 975 trimester II pregnant mothers in Kotabumi II public health center in North Lampung district. Samples were 91 respondents. Data were analyzed using chi-square test. The results showed that 56 respondents (61.5%) did not have drinking tea habits and 62 respondents (68.1%) did not suffer anemia. There was a correlation between drinking tea habit and anemia cases of trimester II pregnant mothers in Kotabumi II public health center in North Lampung in 2015 (p-value 0.044; OR 2.785). The researcher suggests pregnant mothers to improve their nutrition especially iron element uptake and to prevent tea directly before and after eating because it detains iron absorption in blood. Keywords: Tea Consumption, Anemia Abstrak: Hubungan Kebiasaan Minum Teh dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester II Di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara. Ibu hamil yang menderita anemia karena kekurangan unsur besi masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dengan kematian ibu tingkat tinggi. Teh dikenal sebagai agen untuk menahan penyerapan unsur besi yang berasal dari besi nonheme. Hasil sebelum survei dengan memeriksa Hb di puskesmas Kotabumi II pada bulan April 2015 menunjukkan bahwa 6 dari 10 (60%) ibu hamil menderita anemia. Tujuan penelitian mengetahui hubungan antara kebiasaan minum teh dan kasus anemia trimester II ibu hamil di puskesmas Kotabumi II Lampung Utara tahun 2015. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional. Populasi berjumlah 975 trimester II ibu hamil di puskesmas Kotabumi II di Kabupaten Lampung Utara. Sampel berjumlah 91 responden. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan 56 responden (61,5%) tidak memiliki kebiasaan minum teh dan 62 responden (68,1%) tidak menderita anemia. Ada korelasi antara kebiasaan minum teh dan kasus anemia trimester II ibu hamil di puskesmas Kotabumi II Lampung Utara tahun 2015 (p-value 0,044; OR 2,785). Peneliti menyarankan ibu hamil untuk meningkatkan gizi mereka terutama penyerapan unsur besi dan mencegah teh langsung sebelum dan sesudah makan karena menahan penyerapan zat besi dalam darah. Kata kunci: Konsumsi Teh, Anemia Menurut laporan World Health Organization (WHO) diperkirakan diseluruh dunia terdapat sekitar 536.000 wanita meninggal dunia akibat masalah persalinan. Dari jumlah tersebut, 99% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang (Bambang, 2007). Mortalitas dan morbiditas pada waktu hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin sekitar 2550% kematian wanita usia subur disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan (Saifuddin, 2006). Pada tahun 2010 WHO melaporkan bahwa prevalensi anemia pada kehamilan secara global sebesar 55% dan pada umumnya terjadi pada trimester ketiga. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia tahun 2010 adalah 70% atau 7 dari 10 wanita hamil menderita anemia (Sunita, 2011). Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia mengalami peningkatan dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada SDKI 2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada SDKI 2012. Berdasarkan kasus kematian yang ada 117 118 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 2, Oktober 2015, hlm 117-122 di Provinsi Lampung tahun 2012 terlihat bahwa kasus kematian ibu (kematian ibu pada saat hamil, saat melahirkan dan nifas) seluruhnya sebanyak 179 kasus dimana kasus kematian ibu terbesar (59,78%) terjadi pada saat persalinan dan 70,95% terjadi pada usia 20–34 tahun. Penyebab kasus kematian ibu di Provinsi Lampung tahun 2012 disebabkan oleh perdarahan (40,23%), eklamsi (59,33%), infeksi (4,2%) dan lain-lain (75,42%) (SDKI, 2012). Anemia gizi besi pada ibu hamil masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dimana angka kematian ibu hamil yang cukup tinggi. Penyebab utama anemia ini adalah kekurangan zat besi. Selama kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan zat besi hampir tiga kali lipat untuk pertumbuhan janin dan keperluan ibu hamil. Konsekuensi anemia pada ibu hamil dapat membawa pengaruh buruk baik terhadap kesehatan ibu maupun janinnya, keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas maupun mortalitas ibu dan anak. Suatu penelitian menunjukkan bahwa angka kematian ibu sebanyak 265/100.000 penduduk berhubungan erat dengan anemia yang dideritanya ketika hamil (Depkes RI, 2007). Keadaan kurang zat besi (Fe) merupakan fenomena yang kompleks (Khomsan, 2010). Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai haemoglobin di bawah 11 gr % pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai haemoglobin kurang dari 10,5 gr % pada trimester dua. Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan dengan kejadian hemodilusi (Cunningham, 2007). Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoetin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi haemoglobin (Hb) akibat hemodilusi (Abdulmuthalib, 2009). Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi haemoglobin darah (Hb), dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Ekspansi volume plasma di mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Penurunan hematokrit, konsentrasi haemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan, dan terus menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas “normal”, timbullah anemia. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar haemoglobin di bawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33% (Abdulmuthalib, 2009). Anemia pada ibu hamil sangat berpengaruh pada keadaan ibu, janin, dan proses persalinan. Pengaruh buruk pada kehamilan tidak jarang menimbulkan keadaan fatal yaitu kematian janin, ibu, atau keduanya. Menurut WHO 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia kehamilan. Kehilangan darah yang berlebih disertai dengan hilangnya zat besi haemoglobin dan habisnya simpanan zat besi pada kehamilan yang satu dapat menjadi penyebab penting bagi terjadinya anemia defisiensi besi pada kehamilan berikutnya (Sinatra, 2009). Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik, baik bagi ibu maupun janin. Bagi ibu dapat menyebabkan abortus, persalinan prematur, ketuban pecah dini, mudah terjadi infeksi, perdarahan, sedangkan pada janin yang dikandung dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan oksigenasi utero plasenta. Hal ini jelas menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan, atau janin lahir dengan berat badan yang rendah (Manuaba, 2012). Frekuensi anemia dalam kehamilan di seluruh dunia cukup tinggi, berkisar antara 10% dan 20% (Wiknjosastro, 2009). Prevalensi anemia ibu hamil di Indonesia sebesar 63,5% (Saifudin, 2007). Adapun tahun 2013 prevalensi anemia pada ibu hamil di Lampung memperlihatkan penurunan sekitar 4,04% yang semula sekitar 74,74% menjadi 69,7%. Penyebab utama anemia gizi di Indonesia adalah rendahnya asupan zat besi (Fe). Anemia gizi besi dapat menyebabkan penurunan kemampuan fisik, produktivitas kerja, dan kemampuan berpikir. Selain itu anemia gizi juga dapat menyebabkan penurunan antibodi sehingga mudah sakit karena terserang infeksi. Kebiasaan minum teh sudah menjadi budaya bagi penduduk dunia. Selain air putih, teh merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia. Rata-rata konsumsi teh penduduk dunia adalah 120 ml/hari per kapita (Besral, dkk, 2007). Teh diketahui banyak manfaat kesehatan, antara lain menurunkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler (Hertog, dalam Besral, dkk, 2007). Walaupun teh mempunyai banyak manfaat kesehatan, namun ternyata teh juga diketahui Septiawan, hubungan Kebiasaan Minum Teh dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Trimester II 119 menghambat penyerapan zat besi yang bersumber dari bukan hem (non-heme iron). Herrell (cit Besral, dkk, 2007) melaporkan bahwa teh hitam dapat menghambat penyerapan zat besi non-heme sebesar 79-94% jika dikonsumsi bersama-sama. Di samping itu, dalam teh ada senyawa yang bernama tanin. Tanin ini dapat mengikat beberapa logam seperti zat besi, kalsium, dan aluminium, lalu membentuk ikatan kompleks secara kimiawi. Karena dalam posisi terikat terus, maka senyawa besi dan kalsium yang terdapat pada makanan sulit diserap tubuh sehingga menyebabkan penurunan zat besi (Fe) (Imam, 2010). Berdasarkan hasil penelitian Novita (2011) menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil di Puskesmas Ciputat menderita anemia yaitu sebanyak 30 ibu hamil (54,5%). Sebagian dari responden memiliki kebiasaan selalu minum teh 1 jam sebelum makan, bersamaan waktu makan sampai 2 jam setelah makan dalam 3 hari terakhir sebanyak 20 ibu hamil (36,4%), kadang-kadang memiliki kebiasaan minum teh sebanyak 14 ibu hamil (25,5%), tidak pernah memiliki kebiasaan minum teh sebanyak 21 ibu hamil (38,2%). Berdasarkan analisis data didapatkan dengan spearman correlation pada α=5%, nilai pvalue=0,041 (p<0,05) yang berarti ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan minum teh dengan kejadian anemia. Berdasarkan prasurvei dengan cara pemeriksaan Hb di Puskesmas Kotabumi II pada bulan April 2015 ditemukan dari 10 ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 6 orang (60,0%) mengalami anemia. Sedangkan untuk Puskesmas Kotabumi I ditemukan 4 orang (40%) ibu hamil yang mengalami anemia. Mengingat begitu seriusnya akibat yang dapat timbul oleh adanya anemia pada kehamilan maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan kebiasaan minum teh dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester II di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara Tahun 2015”. Tujuan penelitian ini adalah untuk diketahui hubungan kebiasaan minum teh dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester II di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara Tahun 2015. Penelitian telah dilakukan pada bulan Juni Tahun 2015 di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara. Populasi dalam penelitian adalah semua ibu hamil trimester II di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara sebanyak 975 ibu hamil. Sampel 91 responden. Variabel Independen dalam penelitian ini adalah kebiasaan minum teh. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah anemia pada ibu hamil. Pengolahan data dilakukan dengan Editing, Coding, Proccessing, Cleaning. Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus presentase. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan konsumsi teh dengan anemia. Uji statistik yang digunakan adalah chi-square. METODELOGI Tabel Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross-sectional. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain korelasi. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL 1. Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia dan Pendidikan Karakteristik Usia: Tidak Berisiko (20-35 Tahun) Berisiko (< 20 atau > 35 Tahun) Pendidikan: Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Perguruan Tinggi Jumlah Frekuensi Persentase 59 32 64.8 35.2 18 37 25 11 19.8 40.7 27.5 12.1 91 100,0 Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa lebih banyak ibu hamil trimester II di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara Tahun 2015 dalam rentang reproduksi tidak berisiko sebanyak 59 responden (64,8%). Lebih banyak ibu hamil trimester II di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara Tahun 2015 dengan pendidikan akhir tamat SMP yaitu sebanyak 37 responden (40,7%). 2. Analisis Univariat 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Minum Teh dan Anemia Variabel Kebiasaan Minum Teh : Ya Frekuensi Persentase 35 38.5 120 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 2, Oktober 2015, hlm 117-122 Tidak Kejadian Anemia: Anemia Tidak Anemia Jumlah 56 61.5 29 62 91 31.9 68.1 100,0 Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa lebih banyak ibu hamil trimester II di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara Tahun 2015 yang tidak memiliki kebiasaan minum teh yaitu sebanyak 56 responden (61,5%) dibandingkan dengan responden yang biasa minum teh yaitu sebanyak 35 responden (38,5%). Dan yang tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 62 responden (68,1%) dibandingkan dengan responden yang anemia yaitu sebanyak 29 responden (31,9%). 3. Analisis Bivariat Tabel 3. Hubungan Kebiasaan Minum Teh Dengan Kejadian Anemia Kebiasa an Minum Teh Ya Tidak Total Anemia n 16 13 29 % 45.7 23.2 31.9 Kejadian Anemia Tidak Jumlah Anemia N % n % 19 54.3 35 100,0 43 76.8 56 100,0 62 68.1 91 100,0 PValue 0,044 OR (95% CI) 2,785 (1,122-6,916) Berdasarkan table 3, dari 35 ibu yang memiliki kebiasaan minum teh sebanyak 16 responden (45,7%) mengalami anemia, sedangkan dari 56 ibu yang tidak memiliki kebiasaan minum teh sebanyak 13 responden (23,2%) mengalami anemia. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,044<α 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kebiasaan minum teh dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester II di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara Tahun 2015. Berdasarkan hasil analisis diperoleh pula nilai OR 2,785 yang berarti bahwa responden yang memiliki kebiasaan minum teh berisiko untuk mengalami anemia 2,785 kali lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan minum teh. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 35 ibu yang memiliki kebiasaan minum teh sebanyak 16 responden (45,7%) mengalami anemia, sedangkan dari 56 ibu yang tidak memiliki kebiasaan minum teh sebanyak 13 responden (23,2%) mengalami anemia. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,044<α 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kebiasaan minum teh dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester II di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara Tahun 2015. Berdasarkan hasil analisis diperoleh pula nilai OR 2,785 yang berarti bahwa responden yang memiliki kebiasaan minum teh berisiko untuk mengalami anemia 2,785 kali lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kebiasaan minum teh. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Harnany (2006) bahwa tanin merupakan polifenol yang terdapat di dalam teh, kopi dan beberapa jenis sayuran serta buah, juga dapat menghambat absorbsi besi dengan cara mengikat besi. Bila besi tubuh tidak telalu tinggi, sebaiknya tidak minum teh atau kopi pada waktu makan. Penyerapan zat besi sangat dipengaruhi oleh kombinasi makanan yang diserap pada waktu makan makanan tertentu, terutama teh kental yang akan menimbulkan pengaruh penghambatan yang nyata pada penyerapan zat besi (Soehardi, 2004). Senyawa tanin dari teh yang berlebihan dalam darah akan mengganggu penyerapan zat besi. Tubuh kekurangan zat besi maka pembentukan butir darah merah (hemoglobin) berkurang sehingga mengakibatkan anemia. Pengaruh penghambatan tannin dapat dihindarkan dengan cara tidak minum teh setelah selesai makan agar tidak mengganggu penyerapan zat besi (de Maeyer, 1995 dalam Bangun, 2012). Tanin yang terdapat dalam teh dapat menurunkan absorbsi zat besi sampai dengan 80%. Minum teh satu jam sesudah makan dapat menurunkan absorbsi hingga 85%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Setiyarno (2014) yang berjudul “Hubungan Konsumsi Teh Dengan Kadar Haemoglobin Di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar” menunjukan konsumsi teh para pengkonsumsi teh pada kategori sedang sebanyak 52 responden (73,2%), Kadar haemoglobin pada pengkonsumsi teh di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar pada kategori anemia sedang sebanyak 32 responden (45,10). Simpulan: Ada hubungan antara konsumsi teh dengan kadar haemoglobin di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar dengan X2 hitung (13.585)>X2 tabel (3,481). Teh mengandung tanin yang merupakan polifenol yang dapat menghambat absorbsi besi dengan cara mengikatnya. Rosander, dkk melaporkan bahwa penyerapan zat besi sangat dipengaruhi oleh kombinasi makanan yang disantap pada waktu makan. Sejenis makanan khas Amerika Latin terbuat dari tepung maezena, beras dan kacang hitam mengandung besi sebanyak 0,17 mg. Bila ditambah dengan vitamin C dalam bentuk asam askorbat murni 50 mg atau kembang kol (125 mg), jumlah besi yang terserap akan meningkat berturutturut menjadi 0,41mg atau 0,58 mg. Sebaliknya Septiawan, hubungan Kebiasaan Minum Teh dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Trimester II 121 apabila minum teh, terutama teh kental maka hal ini akan menimbulkan pengaruh penghambatan nyata pada penyerapan besi (De Mayer, 1993 dalam Harnany, 2006). Dalam penelitian ini diperoleh sebanyak 54,3% responden yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi teh namun tidak mengalami anemia, menurut peneliti hal ini dapat disebabkan karena waktu ibu mengkonsumsi teh tidak bersamaan dengan saat mengkonsumsi sumber zat besi seperti susu atau tablet fe serta makanan jenis lain, sehingga penyerapan zat besi tidak terganggu. Dan sebaliknya terdapat 23.2% ibu yang tidak biasa mengkonsumsi teh namun mengalami anemia, hal ini dapat disebabkan karena sekalipun ibu tidak mengkonsumsi teh namun konsumsi sumber zat besi sangat kurang dimana ibu tidak mengkonsumsi tablet Fe dan sumber zat besi lainnya seperti kuning telur, hari, susu dan lain sebagainya. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN 1. Distribusi frekuensi ibu hamil trimester II di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara tahun 2015 yang tidak memiliki kebiasaan minum teh yaitu sebanyak 56 responden (61,5%). 2. Distribusi frekuensi ibu hamil trimester II di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara Tahun 2015 yang tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 62 responden (68,1%). 3. Ada hubungan kebiasaan minum teh dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester II di Puskesmas Kotabumi II Kabupaten Lampung Utara Tahun 2015 (p-value 0,044. OR 2,785). SARAN 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Utara, hendaknya hasil penelitian dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam upaya penanggulangan dan pencegahan anemia pada Ibu Hamil. 2. Bagi masyarakat khususnya ibu hamil supaya mengadakan perbaikan gizi terutama tingkat asupan zat besi dan supaya menghindari meminum teh secara langsung sebelum dan sesudah makan karena dapat menghambat penyerapan zat besi dalam darah. 3. Bagi peneliti selanjutnya agar menganalisis zat gizi lain. DAFTAR PUSTAKA Abdulmuthalib, 2009. Kelainan Hematologik. Dalam: Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T., Wiknjosastro, G.H., penyunting. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo --- Ed. 4, Cet. 2 --- Jakarta: PT Bina Pustaka, 774-780. Almatsier, Sunita, dkk. (2011). Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. Arikunto, S. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Bangun (2012) Perilaku Minum Teh Dan Kadar Haemoglobin (Hb) Pada Siswa-Siswi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Jorlang Hataran Desa Dolok Marlawan Kecamatan Jorlang Kabupaten Simalungun Tahun 2012. download.portalgaruda.org/article.php?artic le. Besral, Lia Meilianingsih, Junaiti Saliar. 2007. Pengaruh Minum The terhadap Kejadian Anemia pada Usila di Kota Bandung. MAKARA, Kesehatan, Vol. 11, No. 1. Juni 2007. Cunningham, F. G. (2007). Obstetri Williams. Jakarta: EGC. Edisi: 21. Handayani , Wiwik dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem hematologi. Salemba Medika: Jakarta. Hasto (2006). Waspada Anemia Pada Anak. http://www.berbaginesia.com/2014/10/waspa da-anemia-pada-anak.html?m=0. Hastono. (2007) Analisa Data Kesehatan. Jakarta: FKM. UI.4. Khomsan A. (2010). Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakart: PT. Raja grafindo Persada Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan KB untuk pendidikan bidan edisi 2. Jakarta: EGC; 2010. Neifani, (2009), Hubungan Antara Kebiasaan Minum Teh Dan Asupan Zat Besi Dengan Kejadian Anemia Pada Laki-Laki Usia 30-34 Tahun Di Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang Tahun 2009. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 122 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 2, Oktober 2015, hlm 117-122 Novita (2011), Hubungan antara kebiasaan minum teh dan asupan tablet zat besi dengan kejadian anemia pada Ibu hamil trimester III di puskesmas Ciputat kota Tangerang Selatan Banten. http://tulis.uinjkt.ac.id/opac/themes/katalog/d etail.jsp?id=106025&lokasi=lokal. Saifuddin, AB, 2012. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Setiyarno (2014) Hubungan Konsumsi Teh Dengan Kadar Haemoglobin Di Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar. Sinatra M.T dkk., 2009. Perbedaan Prevalensi Anemia Defisiensi Pada Perempuan Hamil Di Daerah Pantai Dan Pegunungan Di Wilayah Semarang, Majalah Obstetri Dan Ginekologi Indonesia, Volume 33 Nomor 2: 87-92. Wiknjosastro, Hanifa, 2009, Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Jakarta: YBP-SP.