19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi

advertisement
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Isolasi DNA
Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel
yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol
yang diberikan oleh Genomic DNA Mini Kit untuk jaringan hewan (Geneaid
Biotech Ltd., Taiwan). Proses isolasi DNA babi dan produk olahan makanan
menggunakan kit dinilai lebih baik untuk menghilangkan kontaminan lemak dan
protein (Fibriana et al., 2010). Pengujian kualitas DNA dilakukan dengan
visualisasi elektroforesis agarose gel 1%. Visualisasi elektroforesis hasil isolasi
menunjukkan terdapatnya DNA pada setiap lajur. Hasil visualisasi elektroforesis
DNA dapat dilihat pada Gambar 4.
DNA Genom
Gambar 4. Visualisasi isolasi genom dengan elektroforesis agarose gel 1%
Marker DNA ladder (M), 100% sapi (S), 75%:25% (S1), 90%:10% (S2),
95%:5% (S3) dan 99%:1% (S4) serta 100% babi (B).
Terdapat 3 tahap umum dalam proses isolasi yaitu proses perusakan
dinding sel, pemisahan DNA dari protein dan pemurnian DNA (Muladno, 2010).
Proses perusakan dinding sel pada penelitian ini menggunakan buffer lisis yang
terdiri dari GT buffer dan GBT buffer. Menurut Safitri et al. (2015) buffer lisis
diperlukan untuk melisiskan sel sehingga DNA dapat keluar dari sel. Kontaminasi
protein dihilangkan menggunakan enzim proteinase K yang menurut Sambrook
19
20
and Russel (2001) enzim proteinase K merupakan enzim pemecah makromolekul
protein menjadi molekul lebih kecil. Proses pemurnian DNA dilakukan dengan
penambahan absolute ethanol. Menurut pendapat Muladno (2010) absolute
ethanol berguna untuk mengendapkan DNA pada filter tabung. Penelitian yang
dilakukan Margawati et al. (2011) sebanyak 5 level kontaminasi daging babi
(0,05; 0,10; 0,15; 0,20; 0,25%) mendapatkan hasil isolasi DNA yang baik
menggunakan kit isolasi DNA.
B. Simplex dan duplex-PCR
Simplex dan duplex-PCR dilakukan setelah proses isolasi genom
menggunakan primer yang dirancang oleh Matsunaga et al. (1999). Menurut
Margawati et al., (2010) duplex-PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan
molekul
DNA
dalam
deteksi
biologi
molekuler.
Produk
hasil
PCR
divisualisasikan dengan elektroforesis agarose gel 1,5%. Berdasarkan hasil
visualisasi duplex-PCR kontaminasi daging babi dapat terdeteksi pada setiap level
kontaminasi. Hasil visualisasi elektroforesis simplex- dan duplex-PCR dapat
dilihat pada Gambar 5.
1500 bp
1200 bp
1000 bp
500
400
300
200
100
bp
bp
bp
bp
bp
398 bp
274 bp
Gambar 5. Visulisasi simplex dan duplex-PCR dengan elektroforesis agarose
gel 1,5% Marker DNA ladder (M), 100% sapi (S), 75 %:25% (S1), 90%:10%
(S2), 95%:5% (S3) dan 99%:1% (S4), serta 100% babi (B).
Gambar 5 menunjukkan hasil elektroforesis produk simplex dan duplexPCR pada setiap sampel menunjukkan kesesuaian dengan DNA target yang
21
diamplifikasi yaitu pada DNA mitokondria gen cytochrome b dengan panjang
amplifikasi 398 bp untuk babi dan 274 bp untuk sapi. Pada sampel S4 dengan
konsentrasi kontaminasi daging babi pada daging sapi sebesar 1:99% mampu
dideteksi dengan duplex-PCR (Gambar 5). Hasil ini sesuai dengan Erwanto et al.
(2007) dan Ong et al. (2007) yang menggunakan cytochrome b sebagai marker
biologi dalam mengidentiļ¬kasi jenis daging dan
mengungkapkan bahwa
kandungan daging babi sampai level 1% dapat terdeteksi dengan baik. Sampel S
dan S1 (Gambar 5) menunjukkan pita DNA yang samar. Hasil pita DNA yang
samar dapat disebabkan adanya protein lain atau ada bagian-bagian sel yang
terikut pada saat isolasi DNA (Faatih, 2009). Selain itu, perlakuan fisik pada
daging seperti pencincangan juga dapat menurunkan kualitas DNA pada saat
isolasi DNA (Andree et al., 2004). Duplex-PCR mampu mendeteksi cemaran
daging babi hingga tingkat cemaran 1% pada daging sapi segar dan pada produk
bakso sapi (Erwanto et al., 2012; Nuraini et al., 2012). Martin et al. (2007)
berhasil mengamplifikasi DNA mitokondria cytochrome b pada sampel DNA
daging kucing, anjing dan tikus.
C. Analisis Sekuen Primer Gen Cytochrome b
Hasil analisis dengan menggunakan program BLAST yang diakses dari
laman NCBI. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengetahui apakah primer yang
digunakan merupakan primer-primer spesifik yang hanya mengamplifikasi satu
jenis spesies. Hasil BLAST dari database NCBI pada gen cytochrome b spesies
Bos taurus dan Bos indicus menunjukkan bahwa gen cytochrome b yang
digunakan spesifik untuk DNA sapi dengan nilai maksimum identitas 99%
(Lampiran 5). Hasil BLAST dari database NCBI pada primer gen cytochrome b
babi dan sapi menunjukkan bahwa primer gen cytochrome b sapi dan babi
memiliki nilai maksimum identitas 81% (Lampiran 6).
Berdasarkan hasil analisis menggunakan database NCBI
letak DNA
primer babi dan sapi dapat diketahui dengan accession number fragmen DNA
babi KF888634 (Lampiran 3) dan fragmen DNA sapi JQ967333 (Lampiran 4).
Target yang diamplifikasi yaitu pada DNA mitokondria gen cytochrome b dengan
22
panjang basa 398 bp untuk babi dan 274 bp untuk sapi. Sesuai dengan penelitian
Matsunaga et al. (1999) hasil yang diperoleh dari sampel babi dan sapi yang
diteliti teramplifikasi panjang fragmen berturut-turut adalah 274 bp dan 398 bp,
dengan menggunakan primer gen cytochrome b. Hasil alignment primer fragmen
gen cytochrome b spesies babi dan sapi dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Hasil Alignment Primer Gen Cytochrome b (Software clustalW
http://www.ebi.ac.uk/Tools/msa/clustalo/)
Tampilan sekuen yang diberi warna kuning (Gambar 6) menunjukkan
forward primer sapi dan babi, serta sekuen yang diberi warna biru adalah reverse
primer sapi dan babi, pada reverse primer babi terdapat pasangan basa yang diberi
tanda lingkaran yang memperlihatkan fragmen spesifik primer gen cytochrome b
dari spesies babi yang berbeda dengan gen cytochrome b dari spesies sapi. Hal ini,
menyebabkan primer gen cytochrome b dapat digunakan sebagai penanda dalam
identifikasi spesies daging. Hasil analisis dengan software clustalW menunjukkan
bahwa primer babi yang digunakan spesifik. Primer babi dikatakan spesifik
23
apabila hanya dapat mengamplifikasi sekuen DNA babi saja, begitu juga dengan
primer sapi spesifik hanya dapat mengamplifikasi sekuen DNA sapi. Hal ini,
sesuai dengan pendapat Matsunaga et al. (1999) yang menyatakan bahwa primer
spesifik untuk setiap jenis hewan teramplifikasi hanya pada satu ukuran untuk
setiap target. Penelitian yang dilakukan Primasari (2011) menggunakan primer
yang didesain oleh Matsunaga et al. (1999) berhasil mengamplifikasi gen
cytochrome b pada tujuh jenis hewan (kambing, ayam, sapi, domba, babi, kuda
dan tikus) dengan panjang fragmen yang dihasilkan berbeda-beda yang
menunjukkan kespesifikan sekuen gen cytochrome b.
Download