1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pihak yang bisa melakukan audit atas laporan keuangan adalah auditor independen atau akuntan publik. Dalam hal ini, akuntan publik berfungsi sebagai pihak ketiga yang menghubungkan pihak manajemen perusahaan dengan pihak luar perusahaan dan berkepentingan untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan pihak manajemen dapat dipercaya sebagai dasar dalam membuat keputusan. Tanpa menggunakan jasa akuntan publik, manajemen perusahaan tidak akan dapat meyakinkan pihak luar bahwa laporan keuangan yang disajikan manajemen perusahaan berisi informasi yang dapat dipercaya. Di sisi lain, pemakai laporan keuangan juga menaruh kepercayaan yang besar terhadap hasil pekerjaan auditor yang berupa laporan audit. Menurut Miller dan Bailey (2001), auditing adalah: ”An audit metodhical review and objective examination of an item, including the verification of spesific information as determined by the auditor or as established by general practice. Generally, the purpose of an audit is to express an opinion on or reach a conclusion about what was audited”. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa auditing merupakan suatu proses pemeriksaan yang dilakukan secara sistematis terhadap bukti-bukti audit 2 secara objektif mengenai asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi dalam suatu perusahaan, oleh seorang yang kompeten dan independen, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat dalam laporan auditor yang dihasilkan pada akhir pemeriksaan. Peran auditor dalam memberikan opini atas laporan keuangan sangatlah penting. Dalam memberikan opini terhadap kewajaran sebuah laporan keuangan, seorang auditor harus memiliki sikap skeptis untuk bisa memutuskan atau menentukan sejauh mana tingkat keakuratan dan kebenaran atas bukti-bukti maupun informasi dari klien. Standar profesional akuntan publik mendefinisikan skeptisisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Standar auditing tersebut mensyaratkan agar auditor memiliki sikap skeptisisme profesional dalam mengevaluasi dan mengumpulkan bukti audit terutama yang terkait dengan penugasan mendeteksi kecurangan. Meskipun demikian, dalam kenyataannya seringkali auditor tidak memiliki skeptisisme profesional dalam melakukan proses audit. Penelitian Beasley (2001) yang didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releases), selama 11 periode (Januari 1987–Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi laporan keuangan adalah rendahnya tingkat skeptisisme profesional audit (Herusetya, 2007). Penelitian tersebut menemukan 45 kasus kecurangan dalam laporan keuangan, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena auditor tidak menerapkan tingkat skeptisisme profesional auditor yang memadai. Hal ini 3 membuktikan bahwa skeptisisme profesional harus dimiliki dan diterapkan oleh auditor sebagai profesi yang bertanggung jawab atas opini yang diberikan pada laporan keuangan. Seorang auditor yang memiliki skeptisisme profesional auditor tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai obyek yang dipermasalahkan. Sikap skeptisisme profesional akan membawa auditor pada tindakan untuk memilih prosedur audit yang efektif sehingga diperoleh opini audit yang tepat (Nadiana, 2009). Pengalaman seorang auditor menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi skeptisisme profesional auditor karena auditor yang lebih berpengalaman dapat mendeteksi adanya kecurangan-kecurangan pada laporan keuangan (Noviayanti, 2008). Auditor berpengalaman lebih skeptis dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman. Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan. Semakin tinggi pengalaman yang dimiliki oleh auditor maka semakin tinggi pula skeptisisme profesional auditornya (Gusti dan Ali, 2008). Pengalaman profesional dapat diperoleh dari pelatihan-pelatihan, supervisi-supervisi maupun review terhadap hasil pekerjaannya yang diberikan oleh auditor yang lebih berpengalaman. Pengalaman kerja seorang auditor akan mendukung keterampilan dan kecepatan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya sehingga tingkat kesalahan akan semakin berkurang. 4 Kompetensi dapat diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman, kompetensi dapat meyakinkan bahwa kualitas jasa audit yang diberikan memenuhi tingkat profesionalisme tinggi. Dalam melaksanakan audit, akuntan publik harus bertindak sebagai seorang yang ahli di bidang akuntansi dan auditing. Dalam melaksanakan tugasnya auditor seringkali dihadapkan dengan berbagai macam situasi, misalnya hubungan pertemanan yang dekat antara auditor dengan klien. Jika klien yang diaudit adalah orang yang memiliki kekuasaan kuat di suatu perusahaan, maka akan mempengaruhi skeptisisme profesional auditor dalam memberikan opini yang tepat. Auditor sebagai profesi yang dituntut memberikan opini atas laporan keuangan perlu menjaga sikap profesionalnya. Untuk menjaga profesionalisme auditor perlu disusun etika profesional. Etika profesional dibutuhkan oleh auditor untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap mutu audit. Pengembangan kesadaran etis memainkan peran penting dalam semua area akuntan, termasuk dalam melatih sikap skeptisisme profesional auditor. Sebagai auditor profesional harus memiliki moral yang baik, jujur, obyektif dan transparan. Hal ini membuktikan bahwa etika menjadi faktor penting bagi auditor dalam melaksanakan proses audit yang hasilnya adalah opini atas laporan keuangan. Situasi audit merupakan suatu keadaan dimana adanya suatu penugasan audit, auditor dihadapkan pada keadaan yang mengandung resiko rendah (regularities) dan keadaan yang mengandung resiko tinggi (irregularities). Irregularities merupakan suatu keadaan dimana adanya ketidakberesan atau 5 kecurangan yang dilakukan dengan sengaja. Faktor situasi yang mengandung resiko tinggi akan mempengaruhi auditor untuk meningkatkan sikap skeptisisme profesionalnya. Situasi audit yang dihadapi auditor bisa bermacam-macam. Menurut Arrens (2007), situasi seperti kesulitan untuk berkomunikasi antara auditor lama dengan auditor baru terkait informasi mengenai suatu perusahaan sebagai auditee akan mempengaruhi skeptisisme profesionalnya dalam memberikan opini audit. Akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin bertentangan dengan kepentingan para pemakai laporan keuangan. Demikian pula, kepentingan pemakai laporan keuangan yang satu mungkin berbeda dengan pemakai lainnya. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, akuntan publik harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun kepentingan akuntan publik itu sendiri (Wibowo, 2009) Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suraida (2005) tentang pengaruh etika, kompetensi, pengalaman audit dan risiko audit terhadap skeptisisme profesional auditor dan ketepatan pemberian opini akuntan publik, hasil pengujian hipotesis pertama mendukung pernyataan bahwa etika (X1), kompetensi (X2), pengalaman audit (X3) dan risiko audit (X4) berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor. Secara parsial pengaruhnya kecil, 6 namun secara simultan pengaruhnya besar yaitu 61%. Demikian pula dengan hasil pengujian hipotesis kedua, mendukung pernyataan bahwa etika (X1), kompetensi (X2), pengalaman audit (X3), risiko audit (X4) serta skeptisisme profesional auditor (Y1) berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik (Y2), dimana secara parsial pengaruhnya kecil namun secara simultan pengaruhnya besar yaitu 74%. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Suraida (2005) tentang pengaruh etika, kompetensi, pengalaman audit dan risiko audit terhadap skeptisisme profesional auditor dan ketepatan pemberian opini akuntan publik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggantian dan penambahan variabel independen yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan Suraida menggunakan variabel etika, kompetensi, pengalaman dan risiko, sedangkan dalam penelitian ini variabel risiko diganti dengan variabel situasi audit serta ditambakan pula variabel independensi. Sikap skeptisisme profesional akan membawa auditor pada tindakan untuk memilih profesional audit yang efektif sehingga diperoleh opini audit yang tepat (Noviayanti, 2008). Sikap skeptisisme profesional auditor ini sangat erat kaitannya dengan pengalaman, kompetensi, etika, situasi audit dan independensi. Semakin tinggi pengalaman, kompetensi, etika, situasi audit dan independensi maka semakin tinggi pula skeptisisme profesional seorang auditor dalam memilih prosedur yang efektif untuk mengaudit laporan keuangan. 7 Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk melaksanakan penelitian terhadap menuangkannya skeptisisme dalam profesional skripsi yang akuntan berjudul: publik dan PENGARUH PENGALAMAN, KOMPETENSI, ETIKA, SITUASI AUDIT, DAN INDEPENDENSI TERHADAP SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR (Survei pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut : a. Apakah pengalaman secara parsial berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta ? b. Apakah kompetensi secara parsial berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta ? c. Apakah etika secara parsial berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta ? d. Apakah situasi audit secara parsial berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta ? 8 e. Apakah independensi secara parsial berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan dari penelitian adalah : a. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta. b. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta. c. Untuk mengetahui pengaruh etika terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta. d. Untuk mengetahui pengaruh situasi audit terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta. e. Untuk mengetahui pengaruh independensi terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta. 1.4 Manfaat Penelitian Penulis melakukan penelitian ini tentunya diharapkan akan memiliki manfaat untuk berbagai pihak. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan bukti empiris tentang : a. Pengalaman berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta. 9 b. Kompetensi berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta. c. Etika berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta. d. Situasi audit berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta. e. Independensi berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor pada kantor akuntan publik (KAP) di Yogyakarta.