Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979

advertisement
Aspek Sosial Budaya Masyarakat Jawa Dalam Novel Jalan Menikung: Para
Priyayi 2 Karya Umar Kayam (Kajian Sosiologi Sastra)
Oleh: Dedy Richi Rizaldy, M.Pd
Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia STKIP PGRI Ngawi
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang: (1) kehidupan
sosial masyarakat Jawa dan (2) budaya Jawa dalam novel Jalan Menikung: Para
Priyayi 2 karya Umar Kayam (kajian sosiologi sastra).
Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif dengan strategi analisis isi
(content analysis). Data dalam penelitian ini adalah kehidupan masyarakat Jawa
dalam novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 karya Umar Kayam. Sumber data
yang digunakan yaitu: (1) novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 karya Umar
Kayam dan (2) data-data sosial budaya dari majalah, artikel, dan koran. Dokumen
penelitian ini adalah gaya tulisan tentang kehidupan masyarakat Jawa yang
dikumpulkan peneliti kemudian dianalisis. Validitas data dalam penelitian ini
menggunakan teknik triangulasi teori. Teknik analisis data yang digunakan adalah
model analisis data (interactive model).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kehidupan sosial masyarakat
Jawa dalam novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 karya Umar Kayam masih
memiliki nilai sosial dan kekeluargaan yang tinggi. Namun dalam novel tersebut
juga terjadi suatu masalah-masalah yang diakibatkan oleh beberapa faktor yang
menyebabkan suatu perselisihan diantara mereka. Sayangnya, selain memiliki rasa
sosial dan kekeluargaan yang sangat tinggi, beberapa diantara khususnya para
priyayi yang mulai kehilangan identitas kejawaannya karena dipengaruhi oleh
modernisasi kehidupan.
Kata kunci: Priyayi, Sosial Budaya Masyarakat Jawa.
PENDAHULUAN
Mengetahui
suatu
pandangan
kehidupan sosial dan budaya pada
yang menceritakan kehidupan sosial
dan budaya masyarakat.
Sosial sering dikaitkan dengan
suatu masyarakat tidak hanya didapat
hal-hal
turun
kehidupan kaum miskin di kota,
dari buku-buku ilmiah atau langsung
mengamati
masyarakat
bersangkutan. Cara yang sangat mudah
untuk mengetahui kehidupan sosial
dan budaya masyarakat tertentu, salah
satunya adalah dengan membaca novel
yang berhubungan
dengan
manusia dalam masyarakat, seperti
kehidupan kaum berada, kehidupan
nelayan dan seterusnya. Juga sering
diartikan sebagai suatu sifat yang
mengarah pada rasa empati terhadap
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
26
kehidupan
manusia
sehingga
priyayi yang terdiri dari pegawai
membantu dari yang kuat terhadap
orang kebanyakan yang disebut wong
memunculkan sifat tolong-menolong,
yang lemah, mengalah terhadap orang
lain
sehingga
sering
dikatakan
mempunyai jiwa sosial yang tinggi
(Bambang Rudito, Melia Famiola,
2008:
31).
Budaya
meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, keilmuan, hukum, adat istiadat,
dan
kemampuan
yang
lain
serta
kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota masyarakat (EB. Tylor
dalam Elly M. Setiadi, Kama A.
Hakam, Ridwan Effendi, 2007: 27).
Karya
masyarakat
sastra
dan
mempunyai
kehidupan
hubungan
timbal balik antara yang satu dengan
yang lainnya. Sebuah karya sastra yang
penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan
akan memberi pengalaman baru dan
membuka batin pembaca terhadap apa
yang
terjadi
dalam
negeri dan kaum terpelajar dengan
cilik, seperti petani-petani, tukangtukang, dan pekerja kasar lainnya,
disamping
keluarga
kraton
dan
keturunan bangsawan atau bendarabendara. Menurut kriteria pemeluk
agamanya,
orang
Jawa
biasanya
membedakan orang santri dengan
orang agama Kejawen. Selain itu,
menurut pelapisan sosial orang tani di
desa tersebut yang termasuk golongan
wong cilik, mereka juga membagi
secara berlapis. Lapisan yang tertinggi
dalam
desa
adalah
wong
bakul.
Lapisan kedua adalah lapisan kuli
gandok atau lindung. Lapisan ketiga
adalah lapisan joko, sinoman atau
bujangan
344-345).
(Koentjaraningrat,
1997:
Penelitian ini bertujuan untuk
masyarakat.
mengetahui mengenai kehidupan sosial
karya sastra tentang kritik sosial adalah
yang terkandung dalam novel Jalan
Pengarang yang menghasilkan sebuah
pengarang yang peka pada persoalan
sosial dan kemasyarakatan. Melalui
sastra,
mereka
memperjuangkan
kebenaran dan keadilan. Di dalam
hidup masyarakat orang Jawa, orang
masih membeda-bedakan antara orang
masyarakat Jawa serta budaya Jawa
Menikung: Para Priyayi 2 karya Umar
Kayam.
KAJIAN TEORI
Pengertian Sosiologi Sastra
Secara etimologi, sosiologi sastra
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
27
berasal dari kata sosiologi dan sastra.
percobaan pada teori yang agak lebih
(Yunani) (socius berarti bersama-sama,
mempunyai
Sosiologi berasal dari akar kata sosio
bersatu, kawan, teman) dan logi (logos
berarti sabda, perkataan, perumpama
an).
Jadi,
sosiologi
berarti
ilmu
general, yang masing-masingnya hanya
kesamaan
dalam
hal
bahwa semuanya berurusan dengan
hubungan sastra dan masyarakat.
Asumsi
dasar
penelitian
mengenai asal-usul dan pertumbuhan
sosiologi sastra adalah kelahiran sastra
mempelajari
Kehidupan sosial akan menjadi pemicu
(evolusi) masyarakat, atau ilmu yang
hubungan
masyarakat
keseluruhan
antar
yang
manusia
jaringan
dalam
sifatnya
umum,
(dalam
Faruk,
rasional dan empiris (Ratna, 2003: 1).
Sedangkan
Wellek
2003: 4) mengungkap kan ada tiga
jenis pendekatan yang berbeda dalam
sosiologi
sastra
yaitu,
sosiologi
pengarang yang mempermasalahkan
status sosial, ideologi sosial, dan lain-
lain yang menyangkut pengarang yang
menyangkut
pengarang
sebagai
penghasil karya sastra, sosiologi karya
sastra yang mempermasalahkan karya
sastra itu sendiri, dan sosiologi sastra
yang mempermasalahkan pembaca dan
pengaruh sosial karya sastra.
Dalam pandangan Wolff (dalam
Faruk, 2003:3) mengatakan bahwa
sosiologi merupakan disiplin yang
tanpa
bentuk,
tidak
terdefinisikan
dengan baik, terdiri dari sejumlah
studi-studi
empriris
dan
berbagai
tidak
dalam
kekosongan
sosial.
lahirnya karya sastra. Karya sastra
yang berhasil atau sukses yaitu yang
mampu
(Suwardi
merefleksikan
Endraswara,
zamannya
2003:
77).
Karena karya sastra diciptakan untuk
cermin kehidupan masyarakat dengan
perkembangan zaman pada saat ini,
dan bagaimana kita menyikapinya
dalam lapisan kehidupan sosial.
dapat
Dari beberapa pendapat di atas,
ditarik
kesimpulan
bahwa
sosiologi sastra merupakan pemaham
an
terhadap
karya
sastra
dengan
mempertimbangkan aspek-aspek kema
syarakatannya. Atau sebagai pemaham
an terhadap totalitas karya sastra yang
disertai
dengan
aspek-aspek
kemasyarakatannya yang terkandung
di dalamnya. Dan terlihat jelas bahwa
karya sastra (novel) tidak terlepas dari
unsure-unsur
sosiologis
karena
memang sebuah karya sastra (novel)
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
28
akan tercipta dari suatu masyarakat.
Pendekatan Sosiologi Sastra
Sosiologi
pengetahuan
berupa
yang
aktivitas
adalah
objek
sosial
ilmu
studinya
manusia.
Sosiologi membatasi diri pada apa
yang terjadi dewasa ini (das-sein),
bukan apa yang seharusnya terjadi
(das-sollen). Sastra adalah karya seni
yang merupakan ekspresi kehidupan
manusia. Dengan demikian, antara
karya sastra dan sosiologi sebenarnya
berbeda,
tetapi
melengkapi.
keduanya
saling
Pada prinsipnya sosiologi sastra
ingin mengaitkan penciptaan karya
sastra, keberadaan karya sastra, serta
peranan karya sastra dengan realitas
sosial (Nani Tuloli, 2000: 62). Sastra
tidak dapat dilepaskan dari lembagalembaga
keluarga,
budaya.
sosial,
agama,
pendidikan,
Hal
tersebut
dan
politik,
sosial
dikarenakan
pengarang mempunyai latar belakang
sosial budaya pada saat menciptakan
karya sastra. Latar belakang sosial
budaya pengarang menjadi sumber
penciptaan, yang memengaruhi teknik
dan isi karya sastra. Sebuah karya
sastra juga akan berpengaruh dalam
kehidupan,
pandangan,
sikap,
dan
pengetahuan masyarakat pembacanya.
Selain itu, sastra juga dapat menjadi
refleksi kesejarahan realitas sosial
budaya pada waktu tertentu.
Wellek
dan
mengemukakan
pendekatan
Sosiologi
tiga
sosiologi
Werren
sasaran
sastra.
pengarang,
(a)
yang
membicarakan latar belakang status
sosial, ideologi sosial pengarang, dan
faktor lain tentang pengarang sebagai
penghasil karya sastra. (b) Sosiologi
karya
sastra,
yang
membicarakan
berbagai aspek sosial yang terdapat
dalam karya sastra itu. (c) Sosiologi
pembaca sastra yang mengkaji masalah
pembaca dan pengaruh sosial karya
sastra itu bagi pembaca.
Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa
Pengertian Kehidupan Sosial
Istilah sosial sering dikaitkan
dengan hal-hal
yang
berhubungan
dengan manusia dalam masyarakat,
seperti kehidupan kaum miskin di kota,
kehidupan kaum berada, kehidupan
nelayan dan seterusnya. Dan juga
sering diartikan sebagai suatu sifat
yang mengarah pada rasa empati
terhadap kehidupan manusia sehingga
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
29
memunculkan sifat tolong menolong,
seperti mengerjakan tanah patanian,
yang lemah, mengalah terhadap orang
desa,
membantu dari yang kuat terhadap
lain, sehingga sering dikatakan sebagai
mempunyai jiwa sosial yang tinggi
(Bambang Rudito at al, 2008: 31).
Dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa
kehidupan
kehidupan
suatu
sosial
masyarakat
adalah
yang
dimana masyarakat tersebut tidak dapat
hidup individu melainkan hidup saling
membutuhkan satu sama lain dalam
bermasyarakat.
Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa
Masyarakat
jawa
merupakan
suatu kesatuan masyarakat yang diikat
oleh
norma-norma
hidup
karena
sejarah, tradisi, maupun agama. Hal ini
dapat dilihat pada ciri-ciri masyarakat
jawa secara kekerabatan. Sistem hidup
mebuat rumah, memperbaiki jalan
membersihkan
pekuburan
(Malhikdua, 2011: 2).
meyatakan
kali di angkat. Hukum adat menuntut
setiap orang lelaki bertanggung jawab
terhadap
dituntut
keluarganya
untuk
bekerja
dan
masih
membantu
karabat lain dalam hal-hal tertentu
adalah
bentuk
berarti cinta, karsa dan rasa. Kata
budaya sebenarnya berasal dari bahasa
Sanskerta
budhayah
yaitu
bentuk
jamak kata buddhi yang berarti budi
atau akal. Dalam bahasa inggris, kata
budaya berasal dari kata Cultur, dalam
bahasa latin berasal dari kata Colera.
Colera berarti mengolah, mengerjakan,
menyuburkan, mengembangkan tanah
(bertani).
Sementara itu, S Padmoesoekotjo
Budiono
bahkan oleh tatangga, dan anak acap
budaya
jamak dari kata budi dan daya yang
anak-anak sering di besarkan oleh
orang tua mereka,
lainya
Elly M. Setiadi at al (2007: 27)
dalam
saudara-saudara,
yang
Budaya Jawa
kekeluargaan di jawa tergambar dalam
kekerabatan masyarakat jawa. Di jawa,
dan
lingkungan
bukunya
Ngengrengan
Kasusastran Djawa (1958: 8) (dalam
Herusatoto,
menerangkan
bahwa
2008:
8)
etimologikal
(negesi tembung) dari kata budaya
berasal dari bentukan akar kata bu
yang artinya sifat atau keadaan, dan
kata daya yang artinya budi (kekuatan
nalar, atau pendapat); budaya berarti
sifat atau keadaan dari budi yang
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
30
disebut nalar atau pendapat. Dua kata
penelitian
sebagai
yaitu pendekatan estetis yang paling
satu arti yakni budi dan daya dibentuk
kata
menjadi
majemuk
budidaya,
bergeser
dan
ucapanya
(kasaroja)
berubah/
menjadi
singkat (mingsed) yaitu budaya.
lebih
Dalam kebudayaan di Jawa ada
sebuah budaya yang sangat mengental
dan
dilakukan
sejak
dahulu.
Masyarakat Jawa memandang bahwa
budaya adalah sebuah pedoman hidup,
tradisi, kepercayaan, dan peninggalan
yang harus tetap terjaga.
Salah satu unsur sistem budaya
yang tetap dipertahankan dan diajarkan
dari generasi ke generasi berikutnya
oleh masyarakat Jawa adalah falsafah
hidup.
Falsafah
hidup
merupakan
anggapan, gagasan, dan sikap batin
menggunakan
primitif
pustaka
dengan
pendekatan
(Abrams
mimetik
dalam
Nyoman
Kutha Ratna, 2011: 70). Menurut
Plato, dasar pertimbangannya adalah
dunia pengalaman, yaitu karya sastra
itu
sendiri
kenyataan
tidak
bisa
yang
mewakili
sesungguhnya,
melainkan hanya sebagai peniruan.
Secara
hierarkis
dengan
demikian
karya seni berada di bawah kenyataan
(Nyoman Kutha Ratna, 2011: 70).
Objek penelitian ini adalah kehidupan
masyarakat Jawa dalam novel, maka
metodologi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif.
Data yang dikumpulkan dalam
yang paling umum yang dimiliki oleh
penelitian ini adalah data primer dan
masyarakat. Falsafah hidup menjadi
Novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2,
seseorang
atau
sekelompok
landasan dan memberi makna pada
sikap hidup suatu masyarakat yang
biasanya tercermin dalam berbagai
ungkapan
masyarakat.
yang
dikenal
dalam
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis
sekunder. Data primer diperoleh dari
sedangkan data sekunder diperoleh dari
artikel, majalah, koran dan buku yang
berkaitan
dengan
masyarakat Jawa.
Teknik
analisis
kehidupan
data
dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara
analisis isi (content analisys) yang
ternyata berpengaruh besar terhadap
kesimpulan
akhir
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
penelitian
yang
31
merupakan pembuktian dari asumsi
dengan
sebagai
seterusnya (Soerjono Soekanto, 1990:
peneliti. Adapun langkah-langkahnya
berikut:
keseluruhan
novel,
(1)
(2)
membaca
membuat
sinopsis novel, (3) menganalisis tokoh,
politik,
politik
dengan
ekonomi, ekonomi dan hukum, dan
66).
Dapat
dikatakan
masyarakat
(4) menganalisis penokohan, kemudian
Jawa adalah masyarakat yang memiliki
memiliki perilaku menyimpang, (5)
menjalani
latar sosial, dan penyebab seseorang
membuat kesimpulan.
Dalam kehidupan sosial suatu
masyarakat, manusia tidak dapat hidup
secara individu melainkan hidup saling
membutuhkan satu sama lain dalam
kehidupan bermasyarakat. Hal ini tentu
saja membuat manusia tidak bisa lepas
dari apa yang dinamakan proses sosial
yaitu cara-cara berhubungan
yang
dilihat apabila orang perorangan dan
sosial
saling
bertemu dan menentukan sistem serta
bentuk-bentuk hubungan tersebut atau
apa yang akan terjadi apabila ada
perubahan-perubahan
menyebabkan
bermasyarakat,
Jawa
HASIL PENELITIAN
kelompok-kelompok
rasa sosial yang sangat tinggi dalam
goyahnya
yang
pola-pola
kehidupan yang telah ada, atau dengan
kata lain proses sosial diartikan sebagai
pengaruh timbal-balik antara berbagai
segi kehidupan bersama, misalnya,
pengaruh-mempengaruhi anatara sosial
sebuah
karena
mempunyai
kehidupan
masyarakat
sikap
saling
sehingga
dapat
menghargai antar kaum priyayi dengan
masyarakat
biasa
kehidupan
bermasyarakat.
tercipta
suatu
kedamaian
dalam
Hal-hal
seperti inilah yang banyak diceritakan
dalam novel Jalan Menikung: Para
priyayi
2
karya
Umar
Kayam,
diantaranya yaitu sebagai berikut.
1. Hubungan
Keluarga
Kekerabatan
dan
Keluarga orang Jawa adalah
merupakan
dikembangkan
keluarga
dimana
rasa
kasihan,
merasakan penderitaan orang lain,
rasa tanggung jawab, dan perhatian
terhadap sesama. Bagi orang Jawa,
mengikat tali persaudaraan sama
pentingnya
keterikatan
seperti
jiwa,
termanifestasikan
hal
dalam
sebuah
ini
bentuk
masyarakat terkecil, yaitu keluarga.
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
32
Dalam
kehidupan
masyarakat
Jawa,
berkeluarga
tujuan
dari
dilakukannya suatu pernikahan atau
membina sebuah keluarga adalah
untuk meneruskan hidup, baik dari
sisi kebutuhan biologis maupun
rohani. Mereka memiliki pandangan
jika
anak
adalah
representasi
keinginan hidup orang tua yang
harus (1) lebih baik, (2) bertahan
selamat, dan (3) menjadi pusat
perhatian/ tumpahan cinta.
2. Masalah
Sosial
Keluarga/Masyarakat
Jawa
dalam
Menjadi seorang masyarakat
berarti
beradab,
menjadi
yang
manusia
mengetahui
Umar
Kayam
adalah
pertentangan pendapat dan masalah
kelas sosial ekonomi. Hal ini tentu
saja tidak sesuai dengan prinsip
hidup masyarakat Jawa dimana
menurut kehidupan keluarga Jawa
adalah merupakan keluarga dimana
dikembangankan
kasihan,
rasa
merasakan
orang lain, rasa tanggung jawab,
dan memelihara hubungan baik
terhadap sesamanya, karena orang
Jawa menilai tinggi konsep sama
rasa
yaitu
mewajibkan
terhadap sesamanya.
Secara
Dalam
dikategorikan
tidak
semua
bermasyakat,
kehidupan
bermasyarakat itu berjalan dengan
aman, tentram, dan damai. Dalam
hidup pastilah ada masalah-masalah
sosial yang terjadi dalam suatu
masyarakat. Masalah-masalah sosial
tersebut
dapat
terjadi
karena
beberapa faktor. Beberapa faktor
yang
menyebabkan
terjadinya
masalah sosial dalam novel Jalan
Menikung: Para Priyayi 2 karya
untuk
berusaha memlihara hubungan baik
Suryomentaram (1991:
kehidupan
perhatian,
penderitaan
bagaimana seharusnya bertingkah
laku dan mengetahui tatanan Jawa.
masalah
menyatakan
bahwa
kelompok,
manusia
ke
mengutamakan:
drajat.
Manusia
umum,
106-131)
manusia
dalam
semat,
semat
tiga
yang
kramat,
adalah
manusia yang lebih mementingkan
dan mengutamakan akan harta;
manusia kramat adalah manusia
yang
lebih
mementingkan
dan
mengutamakan akan kekuasaan; dan
manusia drajat adalah manusia
yang
lebih
mementingkan
dan
mengutamakan akan status sosial.
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
33
3. Budaya Jawa dalam Novel Jalan
Menikung: Para Priyayi 2
Kebudayaan
Jawa
memberikan banyak ruang bagi
berbagai perubahan, namun inti dari
perkawinan yaitu kesetiaan dan
penjagaan diri tidak berubah.
Dalam novel Jalan menikung:
feodalisme untuk bergerak bebas.
Para Priyayi 2 ini Umar Khayam
(priyayi), trah adalah “pakaian”
betapa suatu adat Jawa mampu
Bagi orang Jawa golongan satu
yang wajib bagi mereka yang secara
‘kebetulan” menjadi bagian paling
puncak dari stratifikasi golongan
masyarakatnya, namun perubahan
yang dibawa oleh kaum priyayi
tidak seharusnya merubah etika dan
nilai-nilai positif yang ada. Dengan
demikian adalah peranan mereka
untuk
mempertahankannya.
Masyarakat
Jawa
memiliki
lingkup
keluarga,
keterikatan pada etika yang kuat
baik
dalam
masyarakat, dan perkawinan. Dalam
keluarga dan masyarakat misalnya,
orang
Jawa
harus
menjaga
kehormatan dan kerukunan dengan
berbahasa
menghindari
rikuh
yang
pantas
perselisihan.
dipertahankan
untuk
Rasa
dalam
hubungan sosial masyarakat Jawa
untuk menjaga sikap dan kelakuan.
Selain itu dalam hal etika dan
budaya perkawinan, baik sebelum
dan sesudah pernikahan mengalami
menjelaskan
kepada
pembaca
berubah menjadi kebiasaan liberal
Amerika yang serba bebas. Hal
tersebut
karena
pengaruh
lingkungan yang telah membangun
karakter. Ketika Timur dan Barat
tidak bisa lagi dinilai hanya dari
kacamata
orientalis
masinglah
yang
geografis,
pemikiran
keberpihakan
dan
letak
masing-
menunjukkan
seseorang
dalam
hidupnya, ingin Timur yang Barat
atau Barat yang Timur ketika
menemui jalan yang menikung.
PEMBAHASAN
a. Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa
dalam Novel Jalan Menikung: Para
Priyayi 2 karya Umar Kayam.
Setelah melakukan penelitian
terhadap Novel Jalan Menikung:
Para Priyayi 2 karya Umar Kayam,
ditemukan
tentang
beberapa
gambaran
potret kehidupan sosial
masyarakat Jawa pada masa lalu,
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
34
dimana hal tersebut merupakan
sembahyang, dan sebaliknya di
kehidupan sosial masyarakat Jawa
abangan (kelas paling bawah) pada
sedikit
penggambaran
tentang
yang berkembang pada masanya.
Kehidupan sosial dapat disebut
juga,
kehidupan
yang
dimana
masyarakatnya tidak dapat hidup
secara individu, melainkan hidup
saling bergantung satu sama lain.
Clifford
Geertz
antara yang termasuk golongan
umumnya
masih
melakukan
upacara-upacara seperti slametan
yang dilengkapi sajian, misalnya
slametan kematian, kelahiran, dan
lain sebagainya.
Kata priyayi berasal dari dua
(dalam
kata, yaitu para yayi, artinya para
masyarakat Jawa menjadi tiga kelas.
adik adalah adik-adik raja. Dari
Purwadi, 2005: 59-61) membagi
Kelas yang berkedudukan paling
tinggi adalah kelas priyayi. Para
priyayi
sebagian
zaman
dahulu,
besar
adalah
keturunan raja-raja dan prajurit
ditandai
dengan
yang
titel
biasanya
Raden
Mas/RM untuk laki-laki dan Raden
Ajeng/RA untuk perempuan yang
belum kawin dan Raden Ayu/RAY
bila sudah kawin. Selanjutnya untuk
generasi
keempat
ke
bawah
dituliskan dengan gelar Raden/R.
Berikutnya kelas yang berada di
tengah adalah kelas santri, yaitu
mereka yang beragama Islam yang
benar-benar mengikuti ajaran Islam.
Di antara mereka yang masuk
golongan santri ini, menganggap
penting adanya upacara terutama
adik. Yang dimaksud dengan para
nama ini dapat dilihat status mereka
dan
kedekatan
mereka
dengan
pejabat-pejabat tinggi pemerintah.
Clifford Geertz menyatakan bahwa
untuk dianggap sebagai seorang
priyayi, seseorang harus memenuhi
kriteria-kriteria tertentu. Beberapa
ciri
priyayi
mereka
dari
yang
membedakan
masyarakat
pada
umumnya adalah kekayaan, gaya
hidup (cara berpakaian, gaya rumah,
tata krama), dengan siapa mereka
bergaul, dan garis keturunan. Tetapi
ada beberapa pengecualian, antara
lain:
petinggi
pemerintah
yang
posisinya cukup tinggi, meskipun
bukan
keturunan
priyayi,
tetap
dianggap sebagai seorang priyayi;
Orang-orang Jawa dengan gelar Mr.
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
35
(Master of Laws) dan Dr. (Doctor of
Saat dua priyayi, walaupun belum
priyayi. Istilah yang dipakai oleh
menggunakan bahasa Jawa alus,
Laws)
juga
dianggap
sebagai
Clifford Geertz bagi orang-orang
tersebut adalah prijaji by work,
priyayi
Meskipun
berdasarkan
mereka
juga
prestasi.
adalah
priyayi, tetapi posisi priyayi “yang
benar-benar priyayi” tetap lebih
tinggi di mata masyarakat. Orang-
orang yang mendapatkan posisi
priyayi dengan belajar dan kerja
keras,
menurut
beliau,
kurang
memiliki rasa kemanusiaan yang
seharusnya dimiliki oleh seorang
priyayi.
Salah satu hal yang membeda kan
para priyayi dari orang biasa adalah
etika. Etika memberi para priyayi
aturan dalam bertingkah. Melalui
ketentuan-ketentuan tersebut, sang
priyayi diharapkan dapat bertingkah
laku lepas dari emosinya. Meski
terkesan
kaku,
namun
Clifford
Geertz mengatakan bahwa kesopan-
santunan mereka datang dari roso,
rasa. Etika sopan santun priyayi
saling kenal, bertemu, mereka harus
dan harus saling merendahkan diri.
Cara berpakaianpun harus sesuai.
Kedua, dalam penyampaian pesan,
hendaknya didahului dengan basa
basi. Saat hendak menyampaikan
pesan yang negatif, para priyayi
pada
umumnya
perumpamaan
bicara
pesannya
dapat
yaitu
sikap
harus sesuai dengan kelas mereka.
merasa
inti
berpura-pura.
Hal
tersebut biasa digunakan priyayi
dalam situasi di mana mereka
menyembunyikan keinginan pribadi
mereka demi keinginan orang lain.
Prinsip
yang
keempat
adalah
mereka harus dapat mengendalikan
emosi dalam bertingkah laku.
b. Budaya Jawa dalam Novel Jalan
Menikung: Para Priyayi 2 karya
Umar Kayam.
Budaya
moral,
utama.
harus
menangkap
oleh orang Jawa sebagai étok-étok,
Pertama, bahasa dan tingkah laku
prinsip
lawan
tersinggung. Prinsip ketiga dikenal
keseluruhan
empat
sehingga
tanpa
dalam bertutur dapat dirangkum
menjadi
menggunakan
pengetahuan,
adalah
yang
mencakup
kepercayaan,
hukum
suatu
adat,
seni,
serta
kemampuan dan kebiasaan lainnya
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
36
yang diperoleh manusia sebagai
yang serba sederhana ke lingkungan
(dalam Abraham Nurcahyo, dkk ,
informasi yang begitu derasnya.
anggota masyarakat. E.B. Tylor
2008: 5-6). Hal ini tentu saja sesuai
dengan
kepribadian
masyarakat
Jawa yang beranggapan bahwa
budaya adalah sebuah pedoman
hidup, tradisi, kepercayaan dan
peninggalan
yang
harus
tetap
terjaga. Perubahan yang dibawa
oleh kaum priyayi tidak seharusnya
merubah etika dan nilai-nilai positif
yang ada, dengan demikian adalah
peranan mereka (para priyayi) untuk
mempertahankannya.
Budaya
adalah sebuah identitas yang akan
membuat kita bertahan, bertahan
bukan dengan cara melawan tetapi
dengan menerima, yaitu dengan
menerima beragam berbedaan yang
akan selalu hadir dalam perputaran
jaman masyarakat.
Novel Jalan Menikung: Para
Priyayi
2
ini
memperlihatkan
pergolakan fisik dan batiniah dalam
yang serba gemerlap, dan arus
Benturan
budaya
yang
dialami
manusia bisa menjadikan manusia
menjadi keras dengan diri sendiri
dan akhirnya keras terhadap orang
lain, tetapi di lain pihak benturan
yang diterima dengan hati terbuka
akan membawa kepada kegembira
an
dan
kebahagiaan.
Jalan
menikung mengandung penafsiran
bahwa jalan yang ditempuh dalam
hidup manusia akan semakin jauh
dan
menikung
seiring
dengan
perkembangan peradaban budaya
ini. Penikungan ini tidak hanya
berupa penikungan yang memiliki
arti geografis; jauh dari tempat
tinggal, tempat lahir dan tempat
dibesarkan tetapi juga terjadi dalam
tataran pikiran, pengetahuan dan
pandangan mengenai dunia dan
manusia.
Novel Jalan Menikung: Para
masa peralihan milenium. Dalam
Priyayi 2 karya Umar Kayam ini
kemapanan budaya dan struktur
bahwa telah terjadi transformasi,
masa
ini,
kemapanan
hidup,
sosial, mengalami guncangan, yang
mengakibatkan manusia mengalami
masa peralihan dari lingkungan
menjelaskan
kepada
pembaca
yang artinya telah terjadi pergeseran
dari kebiasaan lama yang sudah
melekat menjadi kebiasaan baru.
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
37
Suatu adat Jawa mampu berubah
kejawen yang dialami oleh para
yang serba bebas, yang disebabkan
membuatnya
menjadi kebiasaan budaya barat
karena pengaruh lungkungan yang
telah
membangun
karakter
seseorang. Hal ini terjadi pada
tokoh Eko dan Anna, ia seorang
remaja
Jawa
berada.
Namun,
yang
menjunjung tinggi
berhadapan
yang
di maapu ia
dengan
drastis
selalu
ketika
ia
lingkungan
berubah
dari
lingkungan ia berasal, ia hanyut ke
dalam budaya yang berbeda dari
lingkungan lamanya.
Tanda-tanda akan perubahan
tersebut mulai terlihat dari gaya
bangunan rumahnya yang tak lagi
bergaya Jawa, melainkan berkiblat
pada gaya Amerika. Tak ada lagi
suara khas dari burung perkutut,
derkuku, puter, cucakrawa serta
suara-suara musik Jawa dengan
gamelan,
gambang
dan
suling
sebagai identitasnya, semua telah
berganti dengan bar serta tamantaman dan kolam renang sebagai
simbol
dari
kekayaannya
dan
representasi dari kebudayaan barat.
Tentu hal ini menunjukkan jika
telah terjadi penyimpangan adat
priyayi
dimana
harta
telah
manusia
yang
kekerabatan
dalam
keblinger
menjadikannya
sombong.
KESIMPULAN
1. Hubungan
keluarga
Dimana
di
dalam
berkeluarga
dan
kehidupan
masyarakat
mengutamakan
Jawa,
eratnya
tali
persaudaraan dalam keluarga, serta
diajarkan akan pentingnya cinta
kepada yang muda dan kepatuhan
kepada yang tua.
2. Masalah sosial dalam keluarga/
masyarakat
Dalam kehidupan sosial masyara
kat, bahwa sikap yang harusnya
ditunjukkan oleh seorang priyayi
adalah tentang semangat hidup
seorang priayi untuk mengabdi
dan
mengayomi
banyak
sederhana,
dan
dan
hidup
hidup
orang
dengan
semua
itu
digambarkan melalui tokoh Eko,
Harimurti dan Lantip. Ketiganya
selalu menjadi bagian penting
dalam
menyelesaikan
masalah
dengan falsafah semangat tersebut.
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
38
Mereka tidak hanya terlepas dari
dikotomi
melepaskan
Barat-Timur
para
“priayi”
dan
di
sekitarnya dari dikotomi tersebut,
tetapi
juga
mengolaborasikan
Timur dengan Barat.
Budaya adalah sebuah pedoman
hidup, tradisi, kepercayaan dan
yang
kemapanan
hidup,
terjaga.
budaya
harus
Dalam
dan
mengalami
masa
tetap
ini,
kemapanan
struktur
guncangan,
mengakibatkan
sosial,
yang
manusia
mengalami masa peralihan dari
lingkungan yang serba sederhana
ke
lingkungan
gemerlap.
mengandung
yang
serba
penafsiran
bahwa
Jalan
menikung
jalan yang ditempuh dalam hidup
manusia akan semakin jauh dan
menikung
seiring
dengan
perkembangan peradaban budaya
ini. Secara pesan moral, novel ini
dikatakan piawai menyetir orangorang
Jawa
dalam
kehidupan
sekarang, khususnya para priyayi
yang
kehilangan
identitas
kejawaannya karena modernisasi
kehidupan.
dapat digunakan sebagai referensi
bahan ajar, untuk meningkatkan
kualitas mutu pendidik khususnya
dalam bidang sastra.
2. Diharapkan pembaca lebih selektif
3. Budaya Jawa dalam Novel
peninggalan
SARAN
1. Diharapkan hasil penelitian ini
dalam memilih karya sastra yang
ingin dibaca sehingga senantiasa
pembaca dapat mengambil nilainilai positif yang terkadung dalam
novel
tersebut
diterapkan
sekitarnya.
di
dan
dapat
lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Abraham dkk. 2008. Ilmu Sosial dan
Budaya Dasar. Magetan: LEswastika press.
Bambang Rudito dan Melia Famiola.
2008. Social Mapping Metode
Pemetaan Sosial. Bandung:
Rekayasa Sains.
Budiono Heru Satoto. 2012. Mitologi
Jawa. Depok: Oncor Semesta
Ilmu.
Elly M. Setiadi dkk. 2007. Ilmu Sosial
dan Budaya Dasar. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Faruk R. 2003. Pengantar Sosiologi
Sastra
dari
Strukturalisme
Genetik
Sampai
PostModernisme.
Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
39
Geertz, Clifford. 1989 (cet. III).
Abangan Santri Priyayi, dalam
Masyarakt
Jawa.
Jakarta:
Pustaka Jaya.
HB.
Sutopo. 2002. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Surakarta:
Sebelas Maret University Press.
Koentjaraningrat.1997. Manusia dan
Kebudayaan
di
Indonesia.
Jakarta: Karya Unipress.
Nani Tuloli. 2000. Kajian Sastra.
Gorontalo: Nurul Jannah.
Purwadi. 2005. Upacara Tradisional
Jawa
Menggali
Untaian
Kearifan Lokal. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi
Suatu
Pengantar.
Jakarta:
Rajawali Pers.
Suryomentaram, Grangsang. 1991.
Kawruh Jiwa, Wejanganipun Ki
Ageng
Suryomentaram
3.
Jakarta: CV Haji Masagung.
Suwardi
Endraswara.
2003.
Metodologi Penelitian Sastra
Epistemologi, Model, Teori, dan
Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama.
Malhikdua.
2011.
Kepercayaan
Masyarakat
Jawa.
http://dloen.malhikdua.com/201
1/11/09/kepercayaanmasyarakat-jawa/. diakses pada
tanggal 19 Maret 2014.
Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225
40
Download