Aspek Sosial Budaya Masyarakat Jawa Dalam Novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 Karya Umar Kayam (Kajian Sosiologi Sastra) Oleh: Dedy Richi Rizaldy, M.Pd Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia STKIP PGRI Ngawi e-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang: (1) kehidupan sosial masyarakat Jawa dan (2) budaya Jawa dalam novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 karya Umar Kayam (kajian sosiologi sastra). Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif dengan strategi analisis isi (content analysis). Data dalam penelitian ini adalah kehidupan masyarakat Jawa dalam novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 karya Umar Kayam. Sumber data yang digunakan yaitu: (1) novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 karya Umar Kayam dan (2) data-data sosial budaya dari majalah, artikel, dan koran. Dokumen penelitian ini adalah gaya tulisan tentang kehidupan masyarakat Jawa yang dikumpulkan peneliti kemudian dianalisis. Validitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi teori. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis data (interactive model). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kehidupan sosial masyarakat Jawa dalam novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 karya Umar Kayam masih memiliki nilai sosial dan kekeluargaan yang tinggi. Namun dalam novel tersebut juga terjadi suatu masalah-masalah yang diakibatkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan suatu perselisihan diantara mereka. Sayangnya, selain memiliki rasa sosial dan kekeluargaan yang sangat tinggi, beberapa diantara khususnya para priyayi yang mulai kehilangan identitas kejawaannya karena dipengaruhi oleh modernisasi kehidupan. Kata kunci: Priyayi, Sosial Budaya Masyarakat Jawa. PENDAHULUAN Mengetahui suatu pandangan kehidupan sosial dan budaya pada yang menceritakan kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Sosial sering dikaitkan dengan suatu masyarakat tidak hanya didapat hal-hal turun kehidupan kaum miskin di kota, dari buku-buku ilmiah atau langsung mengamati masyarakat bersangkutan. Cara yang sangat mudah untuk mengetahui kehidupan sosial dan budaya masyarakat tertentu, salah satunya adalah dengan membaca novel yang berhubungan dengan manusia dalam masyarakat, seperti kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Juga sering diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 26 kehidupan manusia sehingga priyayi yang terdiri dari pegawai membantu dari yang kuat terhadap orang kebanyakan yang disebut wong memunculkan sifat tolong-menolong, yang lemah, mengalah terhadap orang lain sehingga sering dikatakan mempunyai jiwa sosial yang tinggi (Bambang Rudito, Melia Famiola, 2008: 31). Budaya meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (EB. Tylor dalam Elly M. Setiadi, Kama A. Hakam, Ridwan Effendi, 2007: 27). Karya masyarakat sastra dan mempunyai kehidupan hubungan timbal balik antara yang satu dengan yang lainnya. Sebuah karya sastra yang penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan akan memberi pengalaman baru dan membuka batin pembaca terhadap apa yang terjadi dalam negeri dan kaum terpelajar dengan cilik, seperti petani-petani, tukangtukang, dan pekerja kasar lainnya, disamping keluarga kraton dan keturunan bangsawan atau bendarabendara. Menurut kriteria pemeluk agamanya, orang Jawa biasanya membedakan orang santri dengan orang agama Kejawen. Selain itu, menurut pelapisan sosial orang tani di desa tersebut yang termasuk golongan wong cilik, mereka juga membagi secara berlapis. Lapisan yang tertinggi dalam desa adalah wong bakul. Lapisan kedua adalah lapisan kuli gandok atau lindung. Lapisan ketiga adalah lapisan joko, sinoman atau bujangan 344-345). (Koentjaraningrat, 1997: Penelitian ini bertujuan untuk masyarakat. mengetahui mengenai kehidupan sosial karya sastra tentang kritik sosial adalah yang terkandung dalam novel Jalan Pengarang yang menghasilkan sebuah pengarang yang peka pada persoalan sosial dan kemasyarakatan. Melalui sastra, mereka memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Di dalam hidup masyarakat orang Jawa, orang masih membeda-bedakan antara orang masyarakat Jawa serta budaya Jawa Menikung: Para Priyayi 2 karya Umar Kayam. KAJIAN TEORI Pengertian Sosiologi Sastra Secara etimologi, sosiologi sastra Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 27 berasal dari kata sosiologi dan sastra. percobaan pada teori yang agak lebih (Yunani) (socius berarti bersama-sama, mempunyai Sosiologi berasal dari akar kata sosio bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpama an). Jadi, sosiologi berarti ilmu general, yang masing-masingnya hanya kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra dan masyarakat. Asumsi dasar penelitian mengenai asal-usul dan pertumbuhan sosiologi sastra adalah kelahiran sastra mempelajari Kehidupan sosial akan menjadi pemicu (evolusi) masyarakat, atau ilmu yang hubungan masyarakat keseluruhan antar yang manusia jaringan dalam sifatnya umum, (dalam Faruk, rasional dan empiris (Ratna, 2003: 1). Sedangkan Wellek 2003: 4) mengungkap kan ada tiga jenis pendekatan yang berbeda dalam sosiologi sastra yaitu, sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain- lain yang menyangkut pengarang yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra, sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri, dan sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra. Dalam pandangan Wolff (dalam Faruk, 2003:3) mengatakan bahwa sosiologi merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empriris dan berbagai tidak dalam kekosongan sosial. lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu (Suwardi merefleksikan Endraswara, zamannya 2003: 77). Karena karya sastra diciptakan untuk cermin kehidupan masyarakat dengan perkembangan zaman pada saat ini, dan bagaimana kita menyikapinya dalam lapisan kehidupan sosial. dapat Dari beberapa pendapat di atas, ditarik kesimpulan bahwa sosiologi sastra merupakan pemaham an terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kema syarakatannya. Atau sebagai pemaham an terhadap totalitas karya sastra yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatannya yang terkandung di dalamnya. Dan terlihat jelas bahwa karya sastra (novel) tidak terlepas dari unsure-unsur sosiologis karena memang sebuah karya sastra (novel) Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 28 akan tercipta dari suatu masyarakat. Pendekatan Sosiologi Sastra Sosiologi pengetahuan berupa yang aktivitas adalah objek sosial ilmu studinya manusia. Sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das-sein), bukan apa yang seharusnya terjadi (das-sollen). Sastra adalah karya seni yang merupakan ekspresi kehidupan manusia. Dengan demikian, antara karya sastra dan sosiologi sebenarnya berbeda, tetapi melengkapi. keduanya saling Pada prinsipnya sosiologi sastra ingin mengaitkan penciptaan karya sastra, keberadaan karya sastra, serta peranan karya sastra dengan realitas sosial (Nani Tuloli, 2000: 62). Sastra tidak dapat dilepaskan dari lembagalembaga keluarga, budaya. sosial, agama, pendidikan, Hal tersebut dan politik, sosial dikarenakan pengarang mempunyai latar belakang sosial budaya pada saat menciptakan karya sastra. Latar belakang sosial budaya pengarang menjadi sumber penciptaan, yang memengaruhi teknik dan isi karya sastra. Sebuah karya sastra juga akan berpengaruh dalam kehidupan, pandangan, sikap, dan pengetahuan masyarakat pembacanya. Selain itu, sastra juga dapat menjadi refleksi kesejarahan realitas sosial budaya pada waktu tertentu. Wellek dan mengemukakan pendekatan Sosiologi tiga sosiologi Werren sasaran sastra. pengarang, (a) yang membicarakan latar belakang status sosial, ideologi sosial pengarang, dan faktor lain tentang pengarang sebagai penghasil karya sastra. (b) Sosiologi karya sastra, yang membicarakan berbagai aspek sosial yang terdapat dalam karya sastra itu. (c) Sosiologi pembaca sastra yang mengkaji masalah pembaca dan pengaruh sosial karya sastra itu bagi pembaca. Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa Pengertian Kehidupan Sosial Istilah sosial sering dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan manusia dalam masyarakat, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Dan juga sering diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan manusia sehingga Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 29 memunculkan sifat tolong menolong, seperti mengerjakan tanah patanian, yang lemah, mengalah terhadap orang desa, membantu dari yang kuat terhadap lain, sehingga sering dikatakan sebagai mempunyai jiwa sosial yang tinggi (Bambang Rudito at al, 2008: 31). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kehidupan kehidupan suatu sosial masyarakat adalah yang dimana masyarakat tersebut tidak dapat hidup individu melainkan hidup saling membutuhkan satu sama lain dalam bermasyarakat. Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa Masyarakat jawa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi, maupun agama. Hal ini dapat dilihat pada ciri-ciri masyarakat jawa secara kekerabatan. Sistem hidup mebuat rumah, memperbaiki jalan membersihkan pekuburan (Malhikdua, 2011: 2). meyatakan kali di angkat. Hukum adat menuntut setiap orang lelaki bertanggung jawab terhadap dituntut keluarganya untuk bekerja dan masih membantu karabat lain dalam hal-hal tertentu adalah bentuk berarti cinta, karsa dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa inggris, kata budaya berasal dari kata Cultur, dalam bahasa latin berasal dari kata Colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). Sementara itu, S Padmoesoekotjo Budiono bahkan oleh tatangga, dan anak acap budaya jamak dari kata budi dan daya yang anak-anak sering di besarkan oleh orang tua mereka, lainya Elly M. Setiadi at al (2007: 27) dalam saudara-saudara, yang Budaya Jawa kekeluargaan di jawa tergambar dalam kekerabatan masyarakat jawa. Di jawa, dan lingkungan bukunya Ngengrengan Kasusastran Djawa (1958: 8) (dalam Herusatoto, menerangkan bahwa 2008: 8) etimologikal (negesi tembung) dari kata budaya berasal dari bentukan akar kata bu yang artinya sifat atau keadaan, dan kata daya yang artinya budi (kekuatan nalar, atau pendapat); budaya berarti sifat atau keadaan dari budi yang Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 30 disebut nalar atau pendapat. Dua kata penelitian sebagai yaitu pendekatan estetis yang paling satu arti yakni budi dan daya dibentuk kata menjadi majemuk budidaya, bergeser dan ucapanya (kasaroja) berubah/ menjadi singkat (mingsed) yaitu budaya. lebih Dalam kebudayaan di Jawa ada sebuah budaya yang sangat mengental dan dilakukan sejak dahulu. Masyarakat Jawa memandang bahwa budaya adalah sebuah pedoman hidup, tradisi, kepercayaan, dan peninggalan yang harus tetap terjaga. Salah satu unsur sistem budaya yang tetap dipertahankan dan diajarkan dari generasi ke generasi berikutnya oleh masyarakat Jawa adalah falsafah hidup. Falsafah hidup merupakan anggapan, gagasan, dan sikap batin menggunakan primitif pustaka dengan pendekatan (Abrams mimetik dalam Nyoman Kutha Ratna, 2011: 70). Menurut Plato, dasar pertimbangannya adalah dunia pengalaman, yaitu karya sastra itu sendiri kenyataan tidak bisa yang mewakili sesungguhnya, melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hierarkis dengan demikian karya seni berada di bawah kenyataan (Nyoman Kutha Ratna, 2011: 70). Objek penelitian ini adalah kehidupan masyarakat Jawa dalam novel, maka metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data yang dikumpulkan dalam yang paling umum yang dimiliki oleh penelitian ini adalah data primer dan masyarakat. Falsafah hidup menjadi Novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2, seseorang atau sekelompok landasan dan memberi makna pada sikap hidup suatu masyarakat yang biasanya tercermin dalam berbagai ungkapan masyarakat. yang dikenal dalam METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis sekunder. Data primer diperoleh dari sedangkan data sekunder diperoleh dari artikel, majalah, koran dan buku yang berkaitan dengan masyarakat Jawa. Teknik analisis kehidupan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis isi (content analisys) yang ternyata berpengaruh besar terhadap kesimpulan akhir Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 penelitian yang 31 merupakan pembuktian dari asumsi dengan sebagai seterusnya (Soerjono Soekanto, 1990: peneliti. Adapun langkah-langkahnya berikut: keseluruhan novel, (1) (2) membaca membuat sinopsis novel, (3) menganalisis tokoh, politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dan hukum, dan 66). Dapat dikatakan masyarakat (4) menganalisis penokohan, kemudian Jawa adalah masyarakat yang memiliki memiliki perilaku menyimpang, (5) menjalani latar sosial, dan penyebab seseorang membuat kesimpulan. Dalam kehidupan sosial suatu masyarakat, manusia tidak dapat hidup secara individu melainkan hidup saling membutuhkan satu sama lain dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini tentu saja membuat manusia tidak bisa lepas dari apa yang dinamakan proses sosial yaitu cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang perorangan dan sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan menyebabkan bermasyarakat, Jawa HASIL PENELITIAN kelompok-kelompok rasa sosial yang sangat tinggi dalam goyahnya yang pola-pola kehidupan yang telah ada, atau dengan kata lain proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya, pengaruh-mempengaruhi anatara sosial sebuah karena mempunyai kehidupan masyarakat sikap saling sehingga dapat menghargai antar kaum priyayi dengan masyarakat biasa kehidupan bermasyarakat. tercipta suatu kedamaian dalam Hal-hal seperti inilah yang banyak diceritakan dalam novel Jalan Menikung: Para priyayi 2 karya Umar Kayam, diantaranya yaitu sebagai berikut. 1. Hubungan Keluarga Kekerabatan dan Keluarga orang Jawa adalah merupakan dikembangkan keluarga dimana rasa kasihan, merasakan penderitaan orang lain, rasa tanggung jawab, dan perhatian terhadap sesama. Bagi orang Jawa, mengikat tali persaudaraan sama pentingnya keterikatan seperti jiwa, termanifestasikan hal dalam sebuah ini bentuk masyarakat terkecil, yaitu keluarga. Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 32 Dalam kehidupan masyarakat Jawa, berkeluarga tujuan dari dilakukannya suatu pernikahan atau membina sebuah keluarga adalah untuk meneruskan hidup, baik dari sisi kebutuhan biologis maupun rohani. Mereka memiliki pandangan jika anak adalah representasi keinginan hidup orang tua yang harus (1) lebih baik, (2) bertahan selamat, dan (3) menjadi pusat perhatian/ tumpahan cinta. 2. Masalah Sosial Keluarga/Masyarakat Jawa dalam Menjadi seorang masyarakat berarti beradab, menjadi yang manusia mengetahui Umar Kayam adalah pertentangan pendapat dan masalah kelas sosial ekonomi. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan prinsip hidup masyarakat Jawa dimana menurut kehidupan keluarga Jawa adalah merupakan keluarga dimana dikembangankan kasihan, rasa merasakan orang lain, rasa tanggung jawab, dan memelihara hubungan baik terhadap sesamanya, karena orang Jawa menilai tinggi konsep sama rasa yaitu mewajibkan terhadap sesamanya. Secara Dalam dikategorikan tidak semua bermasyakat, kehidupan bermasyarakat itu berjalan dengan aman, tentram, dan damai. Dalam hidup pastilah ada masalah-masalah sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat. Masalah-masalah sosial tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya masalah sosial dalam novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 karya untuk berusaha memlihara hubungan baik Suryomentaram (1991: kehidupan perhatian, penderitaan bagaimana seharusnya bertingkah laku dan mengetahui tatanan Jawa. masalah menyatakan bahwa kelompok, manusia ke mengutamakan: drajat. Manusia umum, 106-131) manusia dalam semat, semat tiga yang kramat, adalah manusia yang lebih mementingkan dan mengutamakan akan harta; manusia kramat adalah manusia yang lebih mementingkan dan mengutamakan akan kekuasaan; dan manusia drajat adalah manusia yang lebih mementingkan dan mengutamakan akan status sosial. Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 33 3. Budaya Jawa dalam Novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 Kebudayaan Jawa memberikan banyak ruang bagi berbagai perubahan, namun inti dari perkawinan yaitu kesetiaan dan penjagaan diri tidak berubah. Dalam novel Jalan menikung: feodalisme untuk bergerak bebas. Para Priyayi 2 ini Umar Khayam (priyayi), trah adalah “pakaian” betapa suatu adat Jawa mampu Bagi orang Jawa golongan satu yang wajib bagi mereka yang secara ‘kebetulan” menjadi bagian paling puncak dari stratifikasi golongan masyarakatnya, namun perubahan yang dibawa oleh kaum priyayi tidak seharusnya merubah etika dan nilai-nilai positif yang ada. Dengan demikian adalah peranan mereka untuk mempertahankannya. Masyarakat Jawa memiliki lingkup keluarga, keterikatan pada etika yang kuat baik dalam masyarakat, dan perkawinan. Dalam keluarga dan masyarakat misalnya, orang Jawa harus menjaga kehormatan dan kerukunan dengan berbahasa menghindari rikuh yang pantas perselisihan. dipertahankan untuk Rasa dalam hubungan sosial masyarakat Jawa untuk menjaga sikap dan kelakuan. Selain itu dalam hal etika dan budaya perkawinan, baik sebelum dan sesudah pernikahan mengalami menjelaskan kepada pembaca berubah menjadi kebiasaan liberal Amerika yang serba bebas. Hal tersebut karena pengaruh lingkungan yang telah membangun karakter. Ketika Timur dan Barat tidak bisa lagi dinilai hanya dari kacamata orientalis masinglah yang geografis, pemikiran keberpihakan dan letak masing- menunjukkan seseorang dalam hidupnya, ingin Timur yang Barat atau Barat yang Timur ketika menemui jalan yang menikung. PEMBAHASAN a. Kehidupan Sosial Masyarakat Jawa dalam Novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 karya Umar Kayam. Setelah melakukan penelitian terhadap Novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 karya Umar Kayam, ditemukan tentang beberapa gambaran potret kehidupan sosial masyarakat Jawa pada masa lalu, Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 34 dimana hal tersebut merupakan sembahyang, dan sebaliknya di kehidupan sosial masyarakat Jawa abangan (kelas paling bawah) pada sedikit penggambaran tentang yang berkembang pada masanya. Kehidupan sosial dapat disebut juga, kehidupan yang dimana masyarakatnya tidak dapat hidup secara individu, melainkan hidup saling bergantung satu sama lain. Clifford Geertz antara yang termasuk golongan umumnya masih melakukan upacara-upacara seperti slametan yang dilengkapi sajian, misalnya slametan kematian, kelahiran, dan lain sebagainya. Kata priyayi berasal dari dua (dalam kata, yaitu para yayi, artinya para masyarakat Jawa menjadi tiga kelas. adik adalah adik-adik raja. Dari Purwadi, 2005: 59-61) membagi Kelas yang berkedudukan paling tinggi adalah kelas priyayi. Para priyayi sebagian zaman dahulu, besar adalah keturunan raja-raja dan prajurit ditandai dengan yang titel biasanya Raden Mas/RM untuk laki-laki dan Raden Ajeng/RA untuk perempuan yang belum kawin dan Raden Ayu/RAY bila sudah kawin. Selanjutnya untuk generasi keempat ke bawah dituliskan dengan gelar Raden/R. Berikutnya kelas yang berada di tengah adalah kelas santri, yaitu mereka yang beragama Islam yang benar-benar mengikuti ajaran Islam. Di antara mereka yang masuk golongan santri ini, menganggap penting adanya upacara terutama adik. Yang dimaksud dengan para nama ini dapat dilihat status mereka dan kedekatan mereka dengan pejabat-pejabat tinggi pemerintah. Clifford Geertz menyatakan bahwa untuk dianggap sebagai seorang priyayi, seseorang harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Beberapa ciri priyayi mereka dari yang membedakan masyarakat pada umumnya adalah kekayaan, gaya hidup (cara berpakaian, gaya rumah, tata krama), dengan siapa mereka bergaul, dan garis keturunan. Tetapi ada beberapa pengecualian, antara lain: petinggi pemerintah yang posisinya cukup tinggi, meskipun bukan keturunan priyayi, tetap dianggap sebagai seorang priyayi; Orang-orang Jawa dengan gelar Mr. Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 35 (Master of Laws) dan Dr. (Doctor of Saat dua priyayi, walaupun belum priyayi. Istilah yang dipakai oleh menggunakan bahasa Jawa alus, Laws) juga dianggap sebagai Clifford Geertz bagi orang-orang tersebut adalah prijaji by work, priyayi Meskipun berdasarkan mereka juga prestasi. adalah priyayi, tetapi posisi priyayi “yang benar-benar priyayi” tetap lebih tinggi di mata masyarakat. Orang- orang yang mendapatkan posisi priyayi dengan belajar dan kerja keras, menurut beliau, kurang memiliki rasa kemanusiaan yang seharusnya dimiliki oleh seorang priyayi. Salah satu hal yang membeda kan para priyayi dari orang biasa adalah etika. Etika memberi para priyayi aturan dalam bertingkah. Melalui ketentuan-ketentuan tersebut, sang priyayi diharapkan dapat bertingkah laku lepas dari emosinya. Meski terkesan kaku, namun Clifford Geertz mengatakan bahwa kesopan- santunan mereka datang dari roso, rasa. Etika sopan santun priyayi saling kenal, bertemu, mereka harus dan harus saling merendahkan diri. Cara berpakaianpun harus sesuai. Kedua, dalam penyampaian pesan, hendaknya didahului dengan basa basi. Saat hendak menyampaikan pesan yang negatif, para priyayi pada umumnya perumpamaan bicara pesannya dapat yaitu sikap harus sesuai dengan kelas mereka. merasa inti berpura-pura. Hal tersebut biasa digunakan priyayi dalam situasi di mana mereka menyembunyikan keinginan pribadi mereka demi keinginan orang lain. Prinsip yang keempat adalah mereka harus dapat mengendalikan emosi dalam bertingkah laku. b. Budaya Jawa dalam Novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 karya Umar Kayam. Budaya moral, utama. harus menangkap oleh orang Jawa sebagai étok-étok, Pertama, bahasa dan tingkah laku prinsip lawan tersinggung. Prinsip ketiga dikenal keseluruhan empat sehingga tanpa dalam bertutur dapat dirangkum menjadi menggunakan pengetahuan, adalah yang mencakup kepercayaan, hukum suatu adat, seni, serta kemampuan dan kebiasaan lainnya Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 36 yang diperoleh manusia sebagai yang serba sederhana ke lingkungan (dalam Abraham Nurcahyo, dkk , informasi yang begitu derasnya. anggota masyarakat. E.B. Tylor 2008: 5-6). Hal ini tentu saja sesuai dengan kepribadian masyarakat Jawa yang beranggapan bahwa budaya adalah sebuah pedoman hidup, tradisi, kepercayaan dan peninggalan yang harus tetap terjaga. Perubahan yang dibawa oleh kaum priyayi tidak seharusnya merubah etika dan nilai-nilai positif yang ada, dengan demikian adalah peranan mereka (para priyayi) untuk mempertahankannya. Budaya adalah sebuah identitas yang akan membuat kita bertahan, bertahan bukan dengan cara melawan tetapi dengan menerima, yaitu dengan menerima beragam berbedaan yang akan selalu hadir dalam perputaran jaman masyarakat. Novel Jalan Menikung: Para Priyayi 2 ini memperlihatkan pergolakan fisik dan batiniah dalam yang serba gemerlap, dan arus Benturan budaya yang dialami manusia bisa menjadikan manusia menjadi keras dengan diri sendiri dan akhirnya keras terhadap orang lain, tetapi di lain pihak benturan yang diterima dengan hati terbuka akan membawa kepada kegembira an dan kebahagiaan. Jalan menikung mengandung penafsiran bahwa jalan yang ditempuh dalam hidup manusia akan semakin jauh dan menikung seiring dengan perkembangan peradaban budaya ini. Penikungan ini tidak hanya berupa penikungan yang memiliki arti geografis; jauh dari tempat tinggal, tempat lahir dan tempat dibesarkan tetapi juga terjadi dalam tataran pikiran, pengetahuan dan pandangan mengenai dunia dan manusia. Novel Jalan Menikung: Para masa peralihan milenium. Dalam Priyayi 2 karya Umar Kayam ini kemapanan budaya dan struktur bahwa telah terjadi transformasi, masa ini, kemapanan hidup, sosial, mengalami guncangan, yang mengakibatkan manusia mengalami masa peralihan dari lingkungan menjelaskan kepada pembaca yang artinya telah terjadi pergeseran dari kebiasaan lama yang sudah melekat menjadi kebiasaan baru. Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 37 Suatu adat Jawa mampu berubah kejawen yang dialami oleh para yang serba bebas, yang disebabkan membuatnya menjadi kebiasaan budaya barat karena pengaruh lungkungan yang telah membangun karakter seseorang. Hal ini terjadi pada tokoh Eko dan Anna, ia seorang remaja Jawa berada. Namun, yang menjunjung tinggi berhadapan yang di maapu ia dengan drastis selalu ketika ia lingkungan berubah dari lingkungan ia berasal, ia hanyut ke dalam budaya yang berbeda dari lingkungan lamanya. Tanda-tanda akan perubahan tersebut mulai terlihat dari gaya bangunan rumahnya yang tak lagi bergaya Jawa, melainkan berkiblat pada gaya Amerika. Tak ada lagi suara khas dari burung perkutut, derkuku, puter, cucakrawa serta suara-suara musik Jawa dengan gamelan, gambang dan suling sebagai identitasnya, semua telah berganti dengan bar serta tamantaman dan kolam renang sebagai simbol dari kekayaannya dan representasi dari kebudayaan barat. Tentu hal ini menunjukkan jika telah terjadi penyimpangan adat priyayi dimana harta telah manusia yang kekerabatan dalam keblinger menjadikannya sombong. KESIMPULAN 1. Hubungan keluarga Dimana di dalam berkeluarga dan kehidupan masyarakat mengutamakan Jawa, eratnya tali persaudaraan dalam keluarga, serta diajarkan akan pentingnya cinta kepada yang muda dan kepatuhan kepada yang tua. 2. Masalah sosial dalam keluarga/ masyarakat Dalam kehidupan sosial masyara kat, bahwa sikap yang harusnya ditunjukkan oleh seorang priyayi adalah tentang semangat hidup seorang priayi untuk mengabdi dan mengayomi banyak sederhana, dan dan hidup hidup orang dengan semua itu digambarkan melalui tokoh Eko, Harimurti dan Lantip. Ketiganya selalu menjadi bagian penting dalam menyelesaikan masalah dengan falsafah semangat tersebut. Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 38 Mereka tidak hanya terlepas dari dikotomi melepaskan Barat-Timur para “priayi” dan di sekitarnya dari dikotomi tersebut, tetapi juga mengolaborasikan Timur dengan Barat. Budaya adalah sebuah pedoman hidup, tradisi, kepercayaan dan yang kemapanan hidup, terjaga. budaya harus Dalam dan mengalami masa tetap ini, kemapanan struktur guncangan, mengakibatkan sosial, yang manusia mengalami masa peralihan dari lingkungan yang serba sederhana ke lingkungan gemerlap. mengandung yang serba penafsiran bahwa Jalan menikung jalan yang ditempuh dalam hidup manusia akan semakin jauh dan menikung seiring dengan perkembangan peradaban budaya ini. Secara pesan moral, novel ini dikatakan piawai menyetir orangorang Jawa dalam kehidupan sekarang, khususnya para priyayi yang kehilangan identitas kejawaannya karena modernisasi kehidupan. dapat digunakan sebagai referensi bahan ajar, untuk meningkatkan kualitas mutu pendidik khususnya dalam bidang sastra. 2. Diharapkan pembaca lebih selektif 3. Budaya Jawa dalam Novel peninggalan SARAN 1. Diharapkan hasil penelitian ini dalam memilih karya sastra yang ingin dibaca sehingga senantiasa pembaca dapat mengambil nilainilai positif yang terkadung dalam novel tersebut diterapkan sekitarnya. di dan dapat lingkungan DAFTAR PUSTAKA Abraham dkk. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Magetan: LEswastika press. Bambang Rudito dan Melia Famiola. 2008. Social Mapping Metode Pemetaan Sosial. Bandung: Rekayasa Sains. Budiono Heru Satoto. 2012. Mitologi Jawa. Depok: Oncor Semesta Ilmu. Elly M. Setiadi dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Faruk R. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik Sampai PostModernisme. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 39 Geertz, Clifford. 1989 (cet. III). Abangan Santri Priyayi, dalam Masyarakt Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya. HB. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Koentjaraningrat.1997. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Karya Unipress. Nani Tuloli. 2000. Kajian Sastra. Gorontalo: Nurul Jannah. Purwadi. 2005. Upacara Tradisional Jawa Menggali Untaian Kearifan Lokal. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Suryomentaram, Grangsang. 1991. Kawruh Jiwa, Wejanganipun Ki Ageng Suryomentaram 3. Jakarta: CV Haji Masagung. Suwardi Endraswara. 2003. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Malhikdua. 2011. Kepercayaan Masyarakat Jawa. http://dloen.malhikdua.com/201 1/11/09/kepercayaanmasyarakat-jawa/. diakses pada tanggal 19 Maret 2014. Media Prestasi Vol. XVII No.1 Juni 2016 /ISSN 1979 - 9225 40