efektifitas ekstrak madu dalam menghambat pertumbuhan bakteri

advertisement
EFEKTIFITAS EKSTRAK MADU KARET DALAM
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN
BAKTERI Escherichia coli
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
BAGUS KUSUMA WARDHANA
1111103000032
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
LAMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa
l.
:
Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata
I di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
3.
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
i
t-
l
t
I
I
f-
Bdgus Kusuma Wardhana
11r1103000032
EFEKTIFITAS EKSTRAK MADU KARET DALAM
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN
BAKTERI Escherichia coli
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Bagus Kusuma Wardhana
NIM: 1111103000032
Pembimlqing 2
LI
vl'
dr. Erike Anggraini S. M.Pd
dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh. Ph.D
NrP. 1981092620t101 2 007
NIP. 19770102 200501 2007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAI\ DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H I 2014l1M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul EFEKTIFITAS EKSTRAK VIADU KARET DALANT
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli
yang diajukan oleh
Bagus Kusuma Wardhana (NIM: 1111103000032), telah diujikan dalam sidang di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada5 September 2014. Laporan penelitian ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked)
pada Program Studi Pendidikan Dokter.
I akarta, 5 September 201 4
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Pembimbipg
---- //
Vfi
cw&
dr. Erike Anegraini S. M.Pd
dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh. Ph.D
NrP. 19810926 201101 2007
NrP. 19770102 200s01 2 007
Penguji
Penguji
1
2
dCnvr-t5
dr. Alyya Siddiqa. Sp. FK
Yulia S.Si, M.Biomed
NIP. 19 90915 200801 2022
NrP. 197s080E2409n2005
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN
Kaprodi PSPD FKIK UIN
T/r"-
p.or.ffidin,sp.And
wi\ri a.ain{ H,r.ciri. spcr
-ar.NrF]fqil
to23 2ot 1o1 2 oo3
IV
Kata Pengantar
Alhamdulillah, dengan mengucapkan syukur atas kehadirat Allah SWT, atas
rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan dan menyusun
skripsi ini dengan judul “EFEKTIFITAS EKSTRAK MADU KARET DALAM
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli.
Dalam menyusun skripsi ini, penulis tidak akan melupakan jasa-jasa dari
berbagai pihak yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan
petunjuk, bimbingan, nasehat-nasehat serta semangat yang sangat berguna bagi
penulis. Sehubungan dengan itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih
kepada :
1. Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
3. dr. Erike Anggraini S, M.Pd selaku pembimbing pertama.
4. dr Siti Nur Aisyah Jauharoh, PhD selaku pembimbing kedua.
5. Orang tua (Suharnoto, ST, M.Kes dan Ninik S, SKM, M.Kes)
6. Dr. P.A. Kodrat Pramudho, SKM, M. Kes selaku Kepala Balai Besar Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pencegahan Penyakit Menular Jakarta
7. Ibu Murni selaku staf Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pencegahan Penyakit Menular Jakarta
8. Kak Bayu selaku kakak kelas jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
9. Dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
10. Rekan-rekan seperjuangan PSPD 2011
v
Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat berguna untuk pihak-pihak lain yang
memerlukan. Namun penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk kemajuan wawasan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 5 September 2014
Penulis
vi
ABSTRAK
Bagus
Kusuma
Wardhana.
Program
Studi
Pendidikan
Dokter.
EFEKTIFITAS EKSTRAK MADU KARET DALAM MENGHAMBAT
PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli. 2014.
Angka kejadian diare akibat Escherichia coli pada anak di Indonesia masih
cukup tinggi. Penggunaan madu sebagai pilihan alternatif terapi diare akibat
Escherichia coli pada anak diharapkan dapat menurunkan angka kejadian diare di
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antimikroba madu dalam
menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Aktivitas antibakteri dari sampel
madu karet yang diproduksi oleh lebah madu (Apis mellifera) diukur menggunakan
metode difusi. Sampel madu karet dibagi menjadi 4 variasi konsentrasi (20%, 25%,
50%, 100%). Penelitian ini menggunakan 2 tipe pelarut yaitu aseton dan n-heksan.
Hasil dari proses ekstraksi madu karet berupa residu/cairan dan sedimen/endapan.
Pada residu madu tidak memiliki daya hambat. Sedangkan pada sedimen madu dan
madu karet murni tanpa proses ekstraksi memiliki efek daya hambat pada
konsentrasi 25-100%. Masing-masing kelompok uji yang memiliki efek
menghambat terhadap bakteri Escherichia coli dibandingkan dengan amoksisilin
25 ug (22,1 mm). Kesimpulan, madu murni pada konsentrasi 100% (29,87 mm)
memiliki daya hambat lebih baik dibandingkan dengan kelompok uji lainnya pada
penelitian ini (p = 0,000).
Kata Kunci : daya hambat, madu, Escherichia coli
Bagus Kusuma Wardhana. Medical Study Program of FMHS. THE
EFFECTIVENESS OF RUBBER HONEY EXTRACT IN INHIBITING
Escherichia coli GROWTH. 2014
Diarrhea caused by Escherichia coli infection incidence is still high among
children in Indonesia. Honey has been one of the alternatives for the therapy of
diarrhea caused by Escherichia coli infection in children. This study purpose to
know antimicroba effect in honey to inhibit Escherichia coli growth. Once
clinically proven to be effective, it may be widely used with the hope of decreasing
vii
the number of diarrhea cases significantly. Antibacterial effect of the rubber honey
produced from the honey bee (Apis mellifera) is measured using the diffusion
method. In this study, the rubber honey sample is divided into 4 different
concentrations (20%, 25%, 50%, and 100%) and is dissolved in either aceton or
n-hexane solvents. The results of the para honey extraction process, the residue
(fluid) and the sediment (precipitate), are then analyzed. The residue does not show
any inhibitory quality, whereas the honey sediment and the pure un-extracted
rubber honey appear to have inhibitory effect at the concentration of 25% – 100%.
Each of these test groups has inhibitory effect to Escherichia coli bacteria which
was compared to that of Amoxicillin 25 ug (22.1 mm). In conclusion, this study
proves that pure honey of 100% concentration (29.87 mm) has better inhibitory
effect compared to those of other test groups’ (p = 0,000).
KEYWORDS : inhibitory effect, honey, Escherichia coli
viii
DAFTAR ISI
Lembar Judul.................................................................................................... i
Lembar Pernyataan Keaslian Karya............................................................... ii
Lembar Persetujuan Pembimbing................................................................... iii
Lembar Pengesahan.......................................................................................... iv
Kata Pengantar.................................................................................................. v
Abstrak............................................................................................................... vii
Daftar Isi............................................................................................................ ix
Daftar Tabel...................................................................................................... xi
Daftar Gambar................................................................................................... xii
Daftar Lampiran................................................................................................ xiii
Bab 1 : Pendahuluan......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
1.3. Hipotesis................................................................................................ 3
1.4. Tujuan.................................................................................................... 3
1.4.1. Tujuan Umum.............................................................................. 3
1.4.2. Tujuan Khusus............................................................................. 3
1.5. Manfaat Penelitian................................................................................. 3
Bab 2 : Tinjauan Pustaka.................................................................................. 4
2.1. Landasan Teori.......................................................................................4
2.1.1. Klasifikasi Lebah Penghasil Madu.............................................. 4
2.1.2. Definisi Madu.............................................................................. 5
2.1.3. Manfaat Madu.............................................................................. 7
2.1.4. Mekanisme Agen Antimikroba (Flavonoid)................................ 10
2.1.5. Kriteria Uji Madu......................................................................... 11
2.1.6. Klasifikasi Zona Hambat Amoksisilin......................................... 13
2.1.7. Uji Sensitifitas Agen Antimikroba...............................................14
2.1.8. Morfologi dan Klasifikasi Escherichia coli................................. 15
2.1.9. Jenis-jenis Bakteri Escherichia coli............................................ 17
2.1.10. Penyakit-penyakit akibat Escherichia coli.................................20
2.2. Kerangka Konsep.................................................................................. 23
ix
2.3. Definisi Operasional............................................................................. 24
Bab 3 : Metode Penelitian................................................................................. 26
3.1. Desain Penelitian................................................................................... 26
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................. 26
3.3. Sampel Penelitian.................................................................................. 26
3.4 Identifikasi Variabel............................................................................... 27
3.4.1.Variabel Bebas............................................................................. 27
3.4.2. Variabel Terikat.......................................................................... 27
3.5. Alat dan Bahan Penelitian..................................................................... 28
3.5.1. Alat Penelitian............................................................................. 28
3.5.2. Bahan Penelitian.......................................................................... 28
3.6. Cara Kerja Penelitian............................................................................. 28
3.6.1. Sterilisasi alat.............................................................................. 28
3.6.2. Pembuatan media agar................................................................ 29
3.6.3. Kultur Bakteri............................................................................. 29
3.6.4. Prosedur Ekstraksi...................................................................... 29
3.6.5. Pembuatan Variabel Konsentrasi................................................. 30
3.6.6. Metode disk diffusion.................................................................. 30
3.7. Pengolahan dan Analisis Data............................................................... 31
3.8. Alur Penelitian....................................................................................... 32
Bab 4 : Hasil dan Pembahasan......................................................................... 33
4.1. Hasil Uji Standarisasi Madu................................................................. 33
4.2. Metode Ekstraksi Madu Karet.............................................................. 33
4.3. Hasil Uji Aktivitas Agen Antibakteri Ekstrak Madu........................... 34
Bab 5 : Kesimpulan dan Saran........................................................................ 41
5.1. Kesimpulan............................................................................................ 41
5.2. Saran...................................................................................................... 41
Daftar Pustaka................................................................................................... 42
Lampiran........................................................................................................... 45
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Uji madu berdasarkan SNI 01-3545-2004.......................................... 12
Tabel 2.3 Klasifikasi Zona Hambat Amoksisilin terhadap bakteri..................... 13
Tabel 4.1 Hasil ekstrak cair-cair madu karet...................................................... 33
Tabel 4.2 Hasil pengukuran ............................................................................... 35
Tabel 4.3 Kriteria Hasil Zona Hambat................................................................ 38
Tabel 4.4 Hasil pengolahan data......................................................................... 40
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Lebah Apis mellifera ..................................................................... 4
Gambar 2.2 Escherichia coli ...............................................................................15
Gambar 2.3 Escherichia coli .............................................................................. 15
Gambar 2.4 Dinding Bakteri Gram Negatif........................................................ 17
Gambar 2.5 Patofisiologi Escherichia coli.......................................................... 22
Gambar 2.6 Kerangka Konsep........................................................................... 23
Gambar 3.1 Alur Penelitian............................................................................... 32
Gambar 4.1 Hasil pengukuran zona hambat....................................................... 37
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Disk Difusi...................................................................... 45
Lampiran 2. Uji Normalisasi SPSS..................................................................... 47
Lampiran 3. Hasil Post Hoc One Way Anova.................................................... 48
Lampiran 4. Metode Ekstraksi............................................................................. 49
Lampiran 5. Surat Determinasi............................................................................ 50
Lampiran 6. Surat Keterangan Lebah Apis mellifera.......................................... 53
Lampiran 7. Riwayat Penulis............................................................................... 54
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian anak-anak di dunia akibat diare menurut data Centers for
Disease Control and Prevention tahun 2013, sebanyak 2.195 anak per hari1.
Kejadian ini melebihi data kematian anak akibat AIDS, campak, maupun
malaria. Sedangkan menurut data dari National Center of Biotechnology
Information kematian akibat infeksi sebesar 64% pada anak-anak dengan
usia di bawah 5 tahun pada data tahun 2010 mencapai 6 juta anak. Di
Indonesia diare masih menjadi masalah kesehatan dengan morbiditas dan
mortalitasnya yang cukup tinggi. Diare merupakan penyebab kematian ke-13
di Indonesia dan penyebab kematian utama pada balita. Survei yang
dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan dari tahun 2000 sampai
2010 menunjukkan adanya kenaikan setiap tahunnya, pada tahun 2000
tercatat kejadian diare sebesar 301/1000 penduduk dan tahun 2010
menunjukkan 411/1000 penduduk2.
Penyakit diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun
parasit. Beberapa bakteri yang sering menyebabkan diare yaitu Escherichia
coli, Campylobacter, Shigella, Vibrio cholerae, dan Salmonella. Sedangkan
pada infeksi virus dapat disebabkan oleh rotavirus maupun adenovirus. Pada
golongan parasit yaitu Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum,
Entamoeba histolytica, dan Cyclospora cayetanensis. Faktor risiko terbesar
pada diare merupakan kebersihan yang buruk yang memudahkan tumbuhnya
berbagai macam kuman penyebab infeksi.
Bakteri Escherichia coli yang bersifat flora normal di usus dapat berubah
menjadi patogen sehingga menginfeksi saluran pencernaan. Pada saat
mengkonsumsi makanan yang tingkat kebersihannya rendah, maka bakteri
Escherichia coli akan masuk ke usus dan menginfeksinya. Hal ini diperburuk
ketika sistem imun menurun. Rusaknya struktur saluran pencernaan akibat
infeksi bakteri Escherichia coli akan menurunkan fungsi saluran pencernaan
sehingga terjadi diare.
1
2
Penyakit lain yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri Escherichia coli
yaitu Infeksi Saluran Kemih (ISK). Escherichia coli merupakan penyebab
infeksi bakteri utama pada ISK. Diperkirakan 70-95% termasuk dalam
penyakit yang didapat pada komunitas dan 50% infeksi nosokomial. Kasus
ISK di dunia diperkirakan sebesar 150 juta per tahun22.
Telah banyak pengobatan secara medikamentosa untuk mengatasi diare
dan ISK akibat infeksi mikroorganisme terutama Escherichia coli. Namun
berkembang juga pengobatan alternatif menggunakan herbal dengan madu.
Madu dianggap mempunyai efek antibakteri dan antiradang yang membantu
penyembuhan dinding usus akibat infeksi mikroorganisme. Efektivitas madu
yang dianggap memiliki kemampuan sebagai antibakteri sudah banyak
dibuktikan oleh peneliti-peneliti terdahulu5. Pada penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Agil Dananjaya (2013)23 tentang ekstrak metanol fraksi etil
asetat madu terhadap pertumbuhan E-coli secara in vitro menggunakan
metode disk diffusion dengan variasi konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, dan
100%. Pada konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, dan 100% menghasilkan
masing-masing rata-rata zona hambat sebesar 11,8 mm, 16,6 mm, 19,6 mm,
dan 25,6 mm.
Hal ini juga sesuai dengan Al-Quran surat An Nahl ayat 69 yang
menyebutkan
“Dari
perut
lebah
keluar
minuman
(madu)
yang
bermacam-macam warnanya dan didalamnya terdapat obat yang dapat
menyembuhkan manusia”.
Oleh sebab itu, peneliti tertarik dalam meninjau lebih dalam lagi tentang
efektivitas
ekstrak
madu
dalam
menghambat
pertumbuhan
bakteri
Escherichia coli sehingga nantinya dapat dipergunakan sebagai alternatif
terapi terhadap penyakit akibat Escherichia coli.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah
madu
Escherichia coli ?
karet
efektif
menghambat
pertumbuhan
bakteri
3
1.3 Hipotesis
Madu karet efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia
coli.
1.4 Tujuan
1.4.1
Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh madu karet dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli.
1.4.2
Tujuan Khusus
Mengetahui konsentrasi ekstrak madu karet yang paling efektif
dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
1.5 Manfaat Penelitian
Masyarakat dapat mengetahui informasi tentang fungsi madu karet
dalam menghambat pertumbuhan Escherichia coli sebagai salah satu bakteri
penyebab penyakit diare.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Klasifikasi Lebah Penghasil Madu
 Kingdom
: Animalia
 Filum
: Arthropoda
 Kelas
: Insecta
 Ordo
: Hymenoptera
 Famili
: Apidae
 Genus
: Apis
 Spesies
: Apis andreniformis, Apis cerana, Apis dorsata, Apis
florea, Apis koschevnikovi, Apis laboriosa, Apis
mellifera
Sumber : Ketut Patra, 20114
Di dunia terdapat kurang lebih 20.000 jenis lebah. Namun hanya 6
jenis yang tergolong lebah penghasil madu. Diantara lebah penghasil
madu tersebut, hanya terdapat 2 jenis lebah yang dapat diternakkan
secara rasional dan ekonomis, yaitu Apis mellifera dan Apis cerana. Jenis
yang hidup di Asia, termasuk di Indonesia yaitu Apis mellifera indica.
Gambar 2.1 Lebah Apis mellifera
sumber : entnemdept.ufl.edu
4
5
Lebah madu adalah jenis serangga
yang berperan dalam
menghasilkan madu. Lebah ini digolongkan menjadi 3 jenis yaitu lebah
ratu, lebah pejantan, dan lebah pekerja. Serangga ini mengubah nektar
yang dihasilkan tanaman menjadi madu selanjutnya madu akan disimpan
dalam sarang lebah3.
2.1.2
Definisi Madu
Madu merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi
tinggi dan memiliki rasa yang manis. Lebah merupakan penghasil madu
dengan cara megumpulkan kemudian mengubah hasil sekresi (nektar)
dari salah satu tanaman lalu dicampurkan dengan invertin dan disimpan
didalam sarangnya. Nektar merupakan cairan manis atau senyawa
kompleks yang dihasilkan
oleh
kelenjar
necterifier
tanaman.
Nektar terdiri dari zat gula, air, dan zat zat lainnya. Lebah harus
mengumpulkan antara 3 kilogram sampai 4 kilogram nektar agar
menghasilkan 1 kilogram madu.
Berdasarkan cara pengambilannya, madu dikelompokkan menjadi 2,
yaitu :
1.
Madu
liar adalah
madu
yang diambil langsung dari sarang
lebah yang terdapat di pohon-pohon di alam bebas.
2.
Madu ternak adalah madu yang dihasilkan dipeternakan, lebah
tinggal dalam kotak yang terbuat dari kayu dan suasananya dibuat
senyaman mungkin dengan lokasi peternakan lebah harus dekat
dengan tanamannya3.
Madu memiliki beberapa komposisi yaitu air (17,2%), zat gula
(81,3%), dan sisanya merupakan asam-asam amino, vitamin, mineral
(besi, fosfor, magnesium, aluminium, natrium, kalsium, dan kalium),
enzim, hormon, zat bakterisida, dan zat aromatik. Zat gula dalam madu
memiliki komposisi yaitu fruktosa (38,19%), glukosa (31,28%), sukrosa
(5%), maltosa dan disakarida lain (6,83%). Madu memiliki kandungan
vitamin C (asam askorbat), vitamin B6 (piridoksin), thiamin (B1),
6
riboflavin (B2), niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat, dan vitamin
K. Selain itu madu memiliki kandungan asam organik yaitu asam asetat,
asam butirat, format, suksinat, glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan
piruvat3.
Enzim yang terdapat pada madu murni memiliki keuntungan untuk
kesehatan manusia, tetapi dalam proses pemanasan dan penyimpanan
yang terlalu lama dapat mengurangi aktivitas enzim 11. Madu juga
memiliki beberapa jenis enzim yang terdapat didalamnya seperti enzim
peroksidase, lipase, diastase, invertase,
dan
glukosa oksidase.
Masing-masing enzim memiliki fungsi yang berbeda, yaitu :
1.
Enzim diastase merupakan enzim yang mengubah karbohidrat
komplek (polisakarida) menjadi karbohidrat yang sederhana
(monosakarida)
2.
Enzim invertase adalah enzim yang dapat memecah molekul
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
3.
Enzim oksidase adalah enzim yang membantu proses oksidasi
glukosa menjadi asam peroksida.
4.
Enzim peroksidase berfungsi dalam melakukan proses oksidasi
metabolisme.
Dalam 1 kg madu sama dengan 3.280 kalori. Kandungan kalori ini
termasuk sangat besar. Sehingga nilai kalori 1 kg madu setara dengan
4 kg kentang, 5,7 liter susu, 1,68 kg daging, 25 buah pisang,
40 buah jeruk, dan 50 butir telur ayam. Selain itu madu memiliki
kandungan karbohidrat yang tinggi sedangkan rendah lemak.
Faktor Penentu Kualitas Madu :
1.
Kadar Air
Kuantitas kadar air dapat menentukan tingkat keawetan madu.
Semakin tinggi kadar air maka semakin mudah terjadinya
fermentasi. Hal ini disebabkan adanya jamur yang tumbuh aktif
7
didalam madu. Banyaknya kandungan air dalam madu dapat diukur
menggunakan alat hydrometer.
2.
Keasaman
Dalam kandungan madu terdapat kandungan asam organik
seperti asam sitrat, asam asetat, asam laktat, asam butirat, asam
oksalat, asam suksinat, dan asam format. Semakin tinggi kadar asam
inilah yang dapat memperngaruhi pertumbuhan dari bakteri. Tetapi
dengan kadar asam yang sangat tinggi maka madu tersebut tidak
dapat dikonsumsi oleh manusia.
3.
Glukosa
Kandungan gula pada nektar sebagian besar merupakan sukrosa.
Selama proses pematangan maka enzim invertase akan memcah
sukrosa menjadi lebih sederhana lagi yaitu fruktosa dan glukosa.
4.
Warna
Madu secara umum memiliki warna coklat. Namun ada
beberapa faktor yang mempengaruhi warna madu, yaitu jenis asal
tanaman yang diambil nektarnya, sifat tanah asal tanaman, serta
tingkat pemanasan. Pemanasan madu dalam jangka yang lama akan
merubah warna madu menjadi lebih tua dan akan menimbulkan
kerak pada dasar madu.
5.
Aroma
Aroma madu akan sejalan dengan warna madu. Makin gelap
warna madunya maka aromanya akan makin keras atau menyengat.
Tetapi jika kemasan tidak ditutup rapat maka aroma akan cepat
menguap. Begitu juga jika dilakukan pemanasan, maka aroma akan
mudah menghilang.
2.1.3
Manfaat Madu
Di dalam Al-Qur’an pada surat An Nahl ayat 68 yang berbunyi
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah “Buatlah sarang sarang di
bukit-bukit, di pohon pohon kayu, dan di tempat yang dibikin
manusia.”” Pada surat An Nahl ayat 69 yang berbunyi “Dan Kemudian
8
makanlah dari tiap tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar
minuman (madu) yang bermacam macam warnanya, di dalamnya
terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar benar terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi
orang orang yang memikirkan.”
Beberapa penelitian menyebutkan khasiat ataupun manfaat dari
madu. Beberapa manfaat madu, yaitu :
1.
Madu dapat mempercepat proses penyembuhan pada luka bakar 4.
Jika madu dioleskan pada kulit yang mengalami luka bakar, maka
madu akan mengurangi rasa sakit dan mencegah pembentukan
lepuhan.
2.
Madu dapat mengatasi masalah insomnia (susah tidur). Dokter asal
Inggris berpendapat bahwa madu memiliki kandungan zat yang
berfungsi untuk mengurangi rasa stres dan memiliki zat tidur.
Dokter asal Rusia pun berpendapat bahwa dengan mengkonsumsi
satu sendok sedang madu di pagi hari akan mempermudah proses
tidur pada malam hari, namun pada penderita insomnia berat
dianjurkan mengkonsumsi dua sendok kecil madu sebelum tidur.
3.
Madu baik untuk pencernaan. Madu memiliki molekul gula yang
mudah dirubah menjadi fruktosa dan glukosa sehingga pada
pencernaan yang sensitif pun dapat mencerna madu dengan mudah.
4.
Madu sidr telah digunakan dalam aplikasi medis yaitu terapi
penyakit hati, ulkus lambung, infeksi respirasi, gangguan digestif,
penyakit mata, terapi bedah (caesarian section). Madu sidr memiliki
antioksidan kuat dan antibakteri9.
5.
Madu
dapat
memperkuat
kinerja
otot
jantung.
Ibnu
sina
menyebutkan bahwa dengan mengkonsumsi madu dan buah delima
dapat memberikan energi dan vitalitas untuk memperkuat otot
jantung berdasarkan ensiklopedia medis. Hal ini terjadi karena efek
madu terhadap peluasan pembuluh darah arteri.
9
6.
Madu dapat meredakan batuk maupun menghilangkan dahak dan
untuk terapi kolitis14.
7.
Madu sangat bermanfaat bagi bayi, luka bakar 10, dan saluran
pernapasan bagian atas4.
8.
Madu sebagai antioksidan. Kandungan dalam madu memiliki
komposisi vitamin C, enzim, fenol, flavonoid, asam organik.
9.
Madu sebagai obat alternatif kecantikan. Madu dapat digunakan
sebagai masker wajah dengan manfaat membuat kulit halus, kuat,
lembut, segar, dan mencegah proses penuaan.
10. Memiliki potensi mengurangi patogen pada makanan 13 dan
mencegah masuknya infeksi15
Beberapa penelitian tentang madu menunjukkan adanya aktivitas
bakterisidal terhadap organisme patogen termasuk bakteri Gram negatif
dan Gram positif5,6. Madu juga telah dilaporkan memiliki efek
menghambat pertumbuhan pada 60 spesies bakteri termasuk aerob dan
anaerob7. Banyak juga penelitian bahwa madu memiliki efek antibakteri
terhadap bakteri yang sudah resisten terhadap beberapa jenis antibiotik 8.
Madu gunung memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi terhadap bakteri
Gram negatif maupun positif12.
Banyak penelitian yang sudah meneliti khasiat madu seperti
pengaruhnya
sebagai
agen
antibakteri.
Beberapa
faktor
yang
berpengaruh yaitu :
1.
Kadar gula yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri
2.
Tingkat keasaman madu yang tinggi akan mengurangi pertumbuhan
dan kehidupan bakteri8.
3.
Terdapat senyawa hidrogen peroksida (H2O2) yang membunuh
mikroorganisme
4.
patogen8.
Adanya senyawa organik (polifenol, flavonoid, inhibin, dan
glikosida) yang bersifat antibakteri 19. Bahan aktif tersebut dapat
merusak integritas dinding sel sehingga dapat menghambat atau
10
membunuh bakteri. Inhibin lebih sensitif terhadap bakteri Gram
negatif daripada Gram positif.
5.
Memiliki efek osmotik yang tinggi dan fitokimia alami 8.
Madu murni memiliki efek bakterisidal terhadap beberapa
organisme patogenik termasuk enteropatogen yaitu Salmonella sp,
Shigella sp, Escherechia coli, dan organisme gram negatif lainnya. Madu
dapat memperpendek durasi pada pasien diare dengan gastroenteritis
akibat infeksi bakteri. Sehingga madu menjadi salah satu alternatif terapi
kolitis14.
2.1.4
Mekanisme Agen Antimikroba (Flavonoid)
Madu memiliki senyawa-senyawa yang dianggap sebagai agen
antimikroba. Agen antimikroba memiliki efek bakteriostatik dan
bakterisidal. Salah satu jenis antimikroba pada madu adalah flavonoid.
Beberapa mekanisme flavonoid sebagai agen antimikroba, yaitu :
1.
Menghambat fungsi membran sitoplasma
Sophoraflavanone G memberikan dampak pada membran sel
bakteri. Jenis flavonoid ini mengganggu tingkat kestabilan lapisan
membran bagian dalam dan luar. Hal ini terjadi akibat flavonoid
menyerang daerah membran sel yang bersifat hidrofobik maupun
hidrofilik. Epigallocatechin gallate dapat menginduksi terjadinya
kebocoran pada ruang intraliposomal sehingga molekul-molekul
kecil dapat memasuki ruang tersebut. Catechins dapat penetrasi ke
lapisan membran lipid sehingga menggangu fungsi dari lapisan
membran tersebut. Cathechins dapat juga menyebabkan fusi pada
membran luar dan dalam sehingga terjadi kebocoran dan agregasi
dari meterial. Semua mekanisme tersebut pada akhirnya dapat
meningkatkan
permeabilitas sel sehingga sel akan lisis.
11
2.
Menghambat metabolisme energi
Licochalcone A dapat menghambat penggabungan prekursor
radioaktif menjadi makromolekul (DNA, RNA dan protein),
menghambat
konsumsi
oksigen,
menghambat
aktivitas
NADH-sitokrom c reduktase. Sehingga pembentukkan energi yang
seharusnya
dibutuhkan
tidak
dapat
terbentuk.
Akhirnya
menyebabkan kematian sel.
3.
Menghambat sintesis asam nukleat
Penelitian yang dilakukan oleh Mori dan rekan kerjanya 21
membuktikan bahwa flavonoid jenis robinetin dan myricetin dapat
menghambat sintesis DNA dan RNA. Menghambat sintesis protein
dan lemak. Hal ini terjadi karena cincin B pada flavonoid dapat
berikatan dengan unsur hidrogen pada penghubung antara basa purin
(guanin & adenin) dengan basa
pirimidin
(sitosin
&
timin)
sehingga enzim helikase yang berfungsi sebagai pemutus ikatan
ganda DNA tidak dapat mengenalinya dan tidak dapat berfungsi
sehingga sintesis asam nukleat tidak dapat terjadi.
Flavonoid menghambat aktifitas DNA girase karena flavonoid
dapat berikatan dengan subunit GyrB pada DNA girase Escherichia
coli sehingga proses perbaikan segmen yang bermasalah dan
replikasi DNA tidak dapat terjadi. Berhubung aktivitas DNA girase
sangat bergantung pada kebutuhan ATP, maka apabila flavonoid pun
menghambat aktivitas enzim ATPase maka sintesis asam nukleat
pada bakteri Escherichia coli tidak dapat terjadi.
2.1.5
Kriteria Uji Madu
Hasil uji sampel madu karet yang dilakukan di Laboraturium
Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro. Hasil uji akan ditinjau
berdasarkan SNI 01-3545-2004, antara lain :
1.
Enzim diastase berfungsi dalam merubah polisakarida menjadi
monosakarida.
Proses
pengujian
aktifitas
enzim
diastase
12
berdasarkan
prinsip
larutan
pati
dengan
ditambahkan
iod
menghasilkan warna biru. Enzim diastase mengubah pati menjadi
gula. Sehingga jika adanya aktifitas enzim diastase, warna biru akan
pada larutan pati akan menghilang. Semakin tinggi aktifitas enzim
diastase maka semakin cepat warna biru akan menghilang.
2.
Hidroksimetilfurfural (HMF) pada madu merupakan indikator
kesegaran dan pemprosesan panas yang dilakukan pada madu serta
dapat dilakukan untuk pedoman lamanya penyimpanan. Pada saat
penyimpanan, kadar HMF dapat meningkat 2-3 mg/kg/tahun,
berdasarkan suhu dan pH pada proses penyimpanan. Proses
pengujian
hidroksimetilfurfural
(HMF)
berdasarkan
prinsip
perbedaan absorbansi, contoh panjang gelombang 284 nm dari 336
nm, dengan menggunakan pembanding berupa larutan natrium
bisulfit (NaHSO3).
3.
Proses pengujian kadar air menggunakan prinsip pembacaan nilai
indeks bias madu dengan suhu 20 oC atau suhu pembaca yang telah
dikoreksi 20oC menunjukkan besarnya kadar air pada madu. Proses
pengujian tingkat keasaman pada madu menggunakan prinsip
netralisasi asam dengan basa. Metode pengujian arsen dapat
dilakukan dengan cara yaitu spektrofotometri biru molibdenium,
spektrofotometri perak dietilditiokarbamat, dan spektrofotometri
serapan atom.
Tabel 2.2 Uji madu berdasarkan SNI 01-3545-2004
No
1
2
3
Jenis uji
Aktifitas enzim diastase
Hidroksimetilfurfural
(HMF)
Air
Satuan
DN
Persyaratan
Minimal 3
mg/kg
Makssimal 50
% b/b
Maksimal 22
13
Gula pereduksi (dihitung
4
% b/b
sebagai glukosa)
5
Keasaman
6
Sukrosa
1 N/kg
Maksimal 5
% b/b
Maksimal 0,5
% b/b
Maksimal 0,5
Timbal (Pb)
mg/kg
1,0
Tembaga (Cu)
mg/kg
5,0
mg/kg
0,5
yang
tak
larut
dalam air
8
Maksimal 50
% b/b
Padatan
7
ml NaOH
Minimal 65
Abu
Cemaran logam
9
10
2.1.6
Cemaran arsen (As)
Klasifikasi Zona Hambat Amoksisilin
Pada
uji
sensitivitas
terhadap
mikroba
dapat
dilakukan
menggunakan antibiotik amoksisilin. Zona hambat dari hasil pengukuran
tersebut akan diklasifikasikan berdasarkan CLSI guidelines 2011.
Tabel 2.3 Klasifikasi Zona Hambat Amoksisilin terhadap bakteri
Zona hambat agen antimikroba berdasarkan CLSI guidelines 2011
Antibiotik
Dosis
Perlakuan
Susceptible Intermedietly
Resistant
susceptible
Amoksisilin 20/10
ug
Enterobacteriaceae
≥ 18 mm
Haemophilus
≥ 20 mm
≤ 19 mm
≥ 20 mm
≤ 19 mm
14-17 mm
≤ 13 mm
influenzae
Staphylococcus
aureus
14
2.1.7
Uji Sensitifitas Agen Antimikroba
Melakukan uji sensitifitas bakteri terhadap agen antimikroba dapat
dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode disk diffusion dan metode
Minimal Inhibitory Concentration (MIC). Interpretasi hasil dari kedua
metode tersebut berdasarkan The National Committee for Clinical
Laboratory Standards (NCCLS).
Metode disk diffusion terdiri dari 8 tahapan prosedur yaitu tentukan
koloni, siapkan suspensi inokulum, standarisasi suspensi inokulum,
inokulasikan pada cawan, letakkan disk antimikroba, inkubasi cawan,
ukur zona hambat, dan interpretasikan hasil 24. Pada tahap penentuan
koloni lakukan seleksi koloni secara tepat terlebih dahulu, biakan pada
media selektif, dan lakukan standarisasi suspensi tersebut. Jika pada
penelitian menggunakan lebih dari satu koloni maka peluang untuk
mendeteksi adanya resistensi menjadi lebih besar. Pada tahap selanjutnya,
saat melakukan standarisasi suspensi inokulum dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu secara langsung dan fase pertumbuhan dengan perbandingan
logaritma. Namun sebelum menggunakan kedua metode tersebut,
kekeruhan suspensi harus dicocokkan dengan larutan McFarland 0,5.
Pada tahap inokulasi pada cawan dapat dilakukan dengan swab yang
dicelupkan pada media suspensi kemudian goreskan pada cawan yang
sudah ada media agar selektif. Pada tahap selanjutnya, disk yang sudah
direndam di agen antimikroba selama 15 menit dapat diletakkan pada
cawan inokulum. Lalu inkubasi cawan 35OC selama 16-18 jam.
Kemudian ukur zona hambat yang terbentuk dengan menggunakan
penggaris atau jangka sorong.
Metode Minimal Inhibitory Concentration (MIC) merupakan metode
untuk mengetahui konsentrasi terendah agen antimikroba yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Determinasi jumlah koloni bakteri
pada dilusi yang spesifik terhadap agen antimikroba. Ada 7 tahapan
prosedur dalam menggunakan metode MIC yaitu inokulasi, persiapan
suspensi
inokulum,
campurkan
suspensi
inokulum
sampai
15
mencair/merata, cek kejernihan inokulum, pencegahan agar tidak
menguap, inkubasi pada suhu 35OC selama 16-20 jam. Pada proses
inokulasi, lakukan isolasi koloni pada media agar selektif selama 18-24
jam. Kemudian buatlah suspensi dengan mencocokkan dengan
McFarland 0,5. Lalu campur suspensi 2 mL dengan aquade 38 mL untuk
pengenceran, lakukan dengan hati-hati. Kemudian untuk mengecek
kemurnian inokulum, lakukan kultur pada media agar di cakram lalu
inkubasi 37OC untuk mengecek apakah ada koloni bakteri yang tumbuh.
2.1.8
Morfologi dan Klasifikasi Escherichia coli
Taksonomi :
 Kingdom
: Bacteria
 Filum
: Proteobacteria
 Kelas
: Gamma Proteobacteria
 Ordo
: Enterobacteriales
 Famili
: Enterobacteriaceae
 Genus
: Escherichia
 Spesies
: Escherichia coli
Sumber : ncbi.nlm.nih.gov
Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang bersifat Gram
negatif, berbentuk batang, tidak memiliki spora, dan memiliki fimbrae
(flagella peritrikus). Bakteri ini bersifat anaerobik fakultatif, dapat hidup
pada suhu optimum 370C. Escherichia coli memiliki kemampuan untuk
memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan gas.
Gambar 2.2 Escherichia coli
Gambar 2.3 Escherichia coli
Sumber : Jawetz dkk, 2010
Sumber : Kayser, 2005
16
Dinding sel terdiri dari beberapa lapisan yang bersifat rigid yang
melapisi bagian luar dari membran plasma 17. Fungsi dari dinding sel,
yaitu :
1.
Memberikan bentuk dari sel bakteri tersebut
2.
Melindungi sel dari proses lisis osmotik, seperti efek yang
ditimbulkan oleh beberapa jenis antibiotik dan substansi yang
bersifat toksik
3.
Bersifat patogenik
Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel yang kompleks dengan
ketebalan 2-7 nm lapisan peptidoglikan yang kemudian dilapisi lagi oleh
lapisan peptidoglikan 2-8 nm pada bagian luar (outer membrane).
Dinding bakteri Gram negatif lebih rentan terhadap tekanan osmotik.
Pada Gram negatif terdapat struktur yang penting, terletak diantara
membran plasma dengan outer membrane yang disebut periplasmic
space. Ruangan ini terisi oleh periplasm. Terdapat lapisan peptidoglikan
tipis setelah membran plasma dan selanjutnya terdapat periplasmic space
dengan kontribusi terhadap dinding sel sebesar 5-10 %. Salah satu
contoh, pada bakteri E. coli, lapisan ini termasuk tebal dengan 2 nm dan
terdiri hanya satu atau dua lapisan peptidoglikan.
Pada Bakteri Gram negatif terdapat periplasmic space yang memiliki
daya tarik lebih kuat daripada bakteri Gram positif.
Ketika ada
gangguan pada dinding sel bakteri maka dengan kemampuan yang
dimiliki oleh periplasmic space, membran plasma akan tetap kokoh pada
tempatnya. Serta periplasmic space dapat mengeluarkan enzim
periplasmic dan protein dalam sistem pertahanannya.
Pada membran terluar terdapat lipopolisakarida (LPSs), yang
merupakan kompleks molekul terdiri dari lipid, karbohidrat, dan 3
bagian yaitu lipid A, inti polisakarida, antigen O. Daerah lipid A terdiri
dari dua glukosamine derivat gula dengan 3 asam lemak dan phospat
yang melekat. Asam lemak A melekat pada permukaan membran terluar
17
dan bergabung dengan inti polisakarida. Antigen O merupakan rantai
polisakarida .
Lipopolisakarida (LPS) memiliki beberapa fungsi yaitu :
1.
Berkontribusi terhadap gangguan pada permukaan bakteri karena
memiliki inti polisakarida yang terdiri dari gula dan phospat,
2.
Membantu stabilisasi pada struktur permukaan membran karena
lipid A sebagai pemegang peranan terbesar dalam hal ini,
3.
Proses pertahanan dalam mekanisme pembuatan biofilm,
4.
Bertanggungjawab
terhadap
permeabilitas
dinding
sel
dari
faktor-faktor gangguan seperti antibiotik dan toksik bagi bakteri.
Lapisan membran terluar lebih permeabel daripada membran plasma
sehingga nutrisi dapat mudah masuk melalui protein porin seperti
glukosa dan jenis monosakarida lainnya,
5.
Mempertahankan sifat patogen bakteri terhadap serangan imun
tubuh,
6.
Lipid A pada LPS merupakan toksik bagi tubuh, sehingga jika
memasuki pembuluh darah manusia dapat menimbulkan gejala
gejala toksik seperti shok septik.
Gambar 2.4 Dinding Bakteri Gram Negatif
Sumber : Hanna-Lenna, 2007
2.1.9
Jenis-jenis Bakteri Escherichia coli
1.
Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC)
EPEC merupakan penyebab tersering diare pada neonatus di
negara berkembang. Pada awalnya EPEC menempel pada sel
mukosa di usus kecil. Manifestasi klinis berupa diare yang sangat
18
cair. Hal ini dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan namun bisa
juga menjadi kronis sehingga harus menggunakan antibiotik.
2.
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)
ETEC merupakan penyebab tersering diare pada neonatus di
negara berkembang yang sering berpergi-pergian ke suatu daerah
yang baru traveler’s diarrhea dan gastroenteritis. Jalur transmisi
melalui fecal-oral; sanitasi dan kebersihan yang buruk, serta
makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi.
Pada awalnya ETEC menempel pada sel epitel pada usus kecil.
Beberapa strain jenis ETEC memproduksi heat-labile exotoxin
(LT). Toksik ini mempengaruhi aktivitas adenilat siklase. Sehingga
meningkatkan
konsentrasi
cyclic
adenosine
monophosphate
(cAMP). Hal ini menyebabkan hipersekresi cairan dan clorin dan
menghambat reabsorbsi sodium. Lumen usus mejadi terenggang
akibat hipersekresi cairan dan hipermotilitas. Beberapa jenis ETEC
lainnya ada yang menghasilkan heat-stable enterotoxin (ST). Toksik
ini dapat mengaktifkan guanilat siklase pada epitel sel enterik
sehingga dapat menyebabkan diare yang lebih berat.
Masa inkubasinya sekitar 24-72 jam. Gejala-gejala yang dapat
muncul pada seseorang yang terinfeksi yaitu demam rendah, diare
akan cair tanpa disertainya darah maupun mukus, muntah, asidosis,
terasa keram pada perut, dan dehidrasi.
3.
Shiga Toxin Producing Escherichia coli (STEC)
Bakteri ini memiliki 2 jenis sitotoksik yaitu Shiga-like toksik 1
dan Shiga-like toksik 2. STEC dapat menyebabkan perdarahan
kolon, diare berat, hemolisis uremi sindrom, gagal ginjal akut,
mikroangiopati hemolitik anemia, dan trombositopenia. The
Shiga-like toxins memiliki struktur yang mirip dengan toksik yang
dihasilkan shigella yaitu Shigella dysenteriae type 1. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah uji sitotoksik sel kultur
19
menggunakan metode vero sel dan polymerase chain reaction
(PCR). Beberapa manifestasi klinis diatas seperti perdarahan kolon
dapat dicegah dengan memasak terlebih dahulu daging yang ingin
dikonsumsi.
4.
Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC)
EIEC sering terjadi pada anak-anak di negara berkembang dan
pada orang-orang yang sering berpergi-pergian ke daerah tertentu.
Bakteri ini memiliki sifat patogen mirip shigella yaitu nonmotil dan
dapat memfermentasikan laktosa. EIEC dapat menimbulkan
manifestasi klinis jika menginvasi epitel sel mukosa pada intestine.
Masa inkubasi sekitar 12-72 jam. EIEC dapat menyebabkan basilar
disentri pada anak-anak. Jalur transmisi masuknya bakteri ini
melalui fecal-oral. Gejala khas yang muncul adalah diare dengan
campuran darah pada fesesnya.
5.
Enteroaggregative Escherichia coli (EAEC)
EAEC dapat menyebabkan diare akut dan kronik (>14 hari).
Biasanya
terjadi
pada
negara-negara
berkembang
maupun
negara-negara industri penghasil pangan. Bakteri ini dapat
memproduksi ST-like toxin dan hemolisin serta enterotoksin. Jalur
transmisi melalui fecal-oral; sanitasi dan kebersihan yang buruk,
serta makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi. Masa
inkubasi selama 12-72 jam. Gejala yang dapat timbul adalah
gangguan saluran pencernaan disertai diare yang sangat cair,
demam, kram dan muntah, terkadang ditemukan darah pada
fesesnya. Ini merupakan penyakit yang serius jika diderita oleh
infant.
6.
Escherichia coli-Enterohemorrhagic (EHEC)
EHEC dapat menyebabkan hemorragic colitis. Sebagian besar
transmisi melalui person to person, makanan yang terkontasminasi,
20
seperti daging setengah matang dan melalui fecal-oral. Masa
inkubasi selama 2-8 hari. Beberapa gejala yang dapat mencul seperti
demam rendah, kram, nyeri perut, diare yang sangat cair disertai
darah. Sebagian kecil pasien anak-anak, penyakit ini akan
berkelanjutan menjadi hemolitik uremik syndrom. Sebagian besar
kasus, penyakit ini bersifat self-limitied.
2.1.10
Penyakit-penyakit akibat Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli memiliki habitat asli pada saluran
gastrointestinal. Namun bakteri ini dapat bermigrasi ke organ-organ
lainnya dan dapat menyebabkan keadaan patogen pada daerah yang
ditempatinya
seperti
bermigrasi
ke
saluran
kemih
sehingga
menyebabkan Infeksi Saluran Kemih (ISK). Kondisi optimum untuk
bakteri ini tumbuh pada temperatur antara 45-114oF, pH antara 6-8.
Tetapi ada beberapa jenis Escherichia coli yang dapat hidup pada pH
dibawah 4,3 maupun pH antara 9-10.
Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri penyebab terbesar
penyakit diare. Diare lebih banyak menyerang usia muda seperti
anak-anak daripada dewasa. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu makanan dan kebersihan yang kurang. Banyak anak yang tidak
memperhatikan kebersihan tangannya sebelum mengkonsumsi makanan.
Hal ini lah yang menjadi faktor risiko terbesar anak-anak mengalami
diare.
Diare merupakan keluarnya cairan abnormal pada saluran keluar
gastrointentinal dengan peningkatan frekuensi. Diare akut terjadi kurang
dari 2 minggu, kemudian jika 2 sampai 4 minggu terjadi maka disebut
diare persisten, sedangkan jika durasi sudah melebihi 4 minggu maka
dikatakan diare kronik.
Sebagian besar (90%) penyebab diare akut merupakan akibat dari
infeksi agen mikroorganisme. Hal ini dapat disertai dengan manifestasi
klinis berupa demam, muntah, dan nyeri abdomen. Namun penyebab
21
lainnya dapat disebabkan oleh medikasi, toksik, serta kondisi-kondisi
lainnya.
E.coli merupakan organisme flora normal pada fecal. Mekanisme
E.coli dapat menyebabkan diare, diawali dengan menempelnya
organisme pada glikoprotein atau reseptor glikolipid kemudian diikuti
dengan produksi substansi berbahaya yang dapat merusak dan
menggangu fungsi dari sel usus18.
ETEC dapat menyebabkan sedikit atau bahkan tidak ada perubahan
terhadap mukosa usus. Tetapi organisme ini dapat membentuk kolonisasi
pada usus kecil dan membentuk sebuah enterotoksin. Kolonisasi pada
usus memerlukan adanya fimbrial colonization factor antigens (CFAs).
CFAs yang kemudian menginduksi terjadinya penempelan pada epitel
usus. ETEC dapat memproduksi heat-labile enterotoxin (LT) atau
heat-stable enterotoxin (ST) atau keduanya. Kedua jenis enterotoksin ini
memiliki mekanisme yang berbeda dalam menyebabkan diare. LT
merupakan molekul besar yang terdiri dari 5 subunit reseptor pengikat
dan 1 subunit enzimatik aktif. LT secara struktural dan fungsional mirip
dengan toksin kolera. LT dapat menstimulasi adenilat siklase sehingga
siklus adenosin phospat meningkat. Sedangkan ST merupakan molekul
kecil yang berbeda dengan LT maupun toksin kolera. ST dapat
menstimulasi guanilat siklase sehingga siklus guanosin monophospat
meningkat.
EIEC menyebabkan lesi dengan disertainya ulkus, perdarahan, dan
infiltrasi dari polymorphonuclear leukocytes (PMN) dan edema pada
mukosa bahkan dapat mencapai submukosa. Strain EIEC memiliki
mekanisme yang mirip dengan shigella dalam menginvasi epitel usus
dan menyebabkan gejala mirip disentri. Proses terjadinya invasi dimulai
dari organisme memasuki sel kemudian melakukan multiplikasi di dalam
sel lalu menyebar melalui intraselular dan interselular dan akhirnya sel
tersebut akan mati.
22
Gambar 2.5 Patofisiologi Escherichia coli
sumber : James dkk, 2004
EPEC dapat menyebabkan struktur vili usus menjadi rusak,
perubahan area menjadi inflamasi dan terkelupasnya mukosa sel
superfisial. Lesi ini biasanya terjadi pada daerah duodenum
sampai
kolon. Mekanisme EPEC menyebabkan diare terbagi menjadi 3 tahap.
Pertama, bakteri menempel pada epitel usus pada lokasi tertentu. Kedua,
memproduksi dan mentranslokasi protein bakteri sampai membentuk
komplek menyerupai jembatan yang menghubungkan bakteri dengan sel
host. Ketiga, terjadi penempelan yang sangat kuat antara bakteri dengan
sel host. Pada tahap ketiga ditandai dengan penempelan bakteri pada sel
host yang sangat kuat, penghapusan enterosit, dan membentuk formasi
bertumpuk-tumpuk.
STEC biasanya menginfeksi bagian kolon sehingga menyebabkan
edema, deposit fibrin, perdarahan pada submukosa, terbentuk ulkus pada
mukosa, infiltrasi netrofil, dan mikrovaskular trombus. Biasanya juga
terlihat pseudomembran kolitis. Organisme ini memproduksi toksin
Stx16, yang terdiri dari 2 tipe yaitu Stx1 dan Stx2. Masing-masing toksin
23
memiliki sub unit A dan B. Sub unit B akan mengikat reseptor
glikospingolipid pada host. Sub unit A akan di endositosis. Toksin akan
menyerang target 28S rRNA sehingga sisntesis protein akan terhenti dan
sel akan mati. Stx pada akhirnya akan bersirkulasi pada pembuluh darah
sehingga
mengaktifkan
kaskade
koagulasi
yang
menyebabkan
terbentuknya mikrotrombus, intravaskular hemolisis, dan iskemia.
2.2 Kerangka Konsep
Madu
Unsur-unsur
penyebab
penyakit
Agen
Antimikroba
Bakteriostatik
Bakteriosidal
Etiologi :
Escherichia coli
patogen
Pertumbuhan
koloni
Escherichia coli
terhambat
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
Madu memiliki banyak manfaat. Salah satu manfaat madu sebagai agen
antimikroba. Senyawa antimikroba tersebut yaitu flavonoid. Jenis-jenis
flavonoid yaitu apigenin, galangin, pinocembrin, ponciretin, genkwanin,
sophoraflavanone G dan derivatnya, naringin, naringenin, epigallocatechin
gallate
dan
derivatnya,
luteolin,
luteolin
7-glucoside,
quercetin,
24
3-O-methylquercetin, quercetin glycosides, kaempferol dan derivatnya. Jenis
flavonoid lainnya adalah flavone glycosides, isoflavones, flavanones,
isoflavanones, isoflavans, flavonols, flavonol glycosides, dan chalcones.
Senyawa-senyawa dapat menghambat pertumbuhan dan multiplikasi bakteri
(bakteriostatik) serta dapat membunuh sel bakteri (bakterisidal). Sehingga
pertumbuhan koloni bakteri seperti Escherichia coli dapat terhambat.
2.3 Definisi Operasional
Variabel
Definisi Operasional
Skala
Kategori
Variabel Terikat (dependent)
Diameter zona hambat
Zona Hambat
pada pertumbuhan bakteri
Escherichia coli secara in
Numerik
Numerik /
angka
vitro
Variabel Tidak Terikat (independent)
100%
Madu Karet
Konsentrasi madu karet
tanpa proses ekstraksi
Kategorik
50%
25%
20%
Residu (Madu
Karet +
Aseton)
Sedimen
(Madu Karet
+ Aseton)
Residu (Madu
Karet +
n-Heksan)
Konsentrasi residu madu
karet dengan proses
ekstraksi menggunakan
100%
Kategorik
50%
25%
pelarut aseton
20%
Konsentrasi sedimen
100%
madu karet dengan proses
ekstraksi menggunakan
Kategorik
50%
25%
pelarut aseton
20%
Konsentrasi residu madu
100%
karet dengan proses
ekstraksi menggunakan
pelarut n-heksan
Kategorik
50%
25%
20%
25
Sedimen
(Madu Karet
+ n-Heksan)
Konsentrasi sedimen
madu karet dengan proses
ekstraksi menggunakan
100%
Kategorik
pelarut n-heksan
50%
25%
20%
Pelarut dalam proses
Kontrol
Negatif
ekstraksi yang digunakan
sebagai kontrol
Kategorik
pertumbuhan Escherichia
Aseton
n-heksan
coli secara in vitro
Antibiotik yang
Kontrol
digunakan sebagai kontrol
Positif
pertumbuhan Escherichia
coli secara in vitro
Kategorik
Amoksisilin
25 ug
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian uji eksperimental secara in
vitro dengan post test control only design menggunakan teknik disk diffusion
untuk melihat peranan ekstrak madu karet dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi pembelian dan determinasi dilakukan di Taman Wisata Lebah
Madu Cibubur daerah Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur. Sedangkan
pengekstrakan dan uji sensitivitas madu karet dilakukan di Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Jakarta. Penelitian
ini dilakukan mulai pada bulan Februari sampai Agustus 2014.
3.3 Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan bakteri Escherichia coli yang ditanamkan
dalam media nutrien agar. Pada penelitian ini menggunakan uji in vitro.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jumlah kelompok sebanyak 7
kelompok yaitu madu karet tanpa ekstraksi, ekstrak madu dengan variasi
konsentrasi 20%, 25% , 50% , 100%, serta kontrol positif menggunakan
antibiotik amoksisilin 25 ug maupun kontrol negatif menggunakan pelarut
aseton dan n-heksan.
Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus federer :
(k-1).(n-1) ≥ 15
Keterangan :
k = jumlah kelompok perlakuan
n = jumlah sampel dalam tiap kelompok
26
27
Sehingga hasil penghitungan sampel menurut rumus federer, sebagai
berikut :
(k-1).(n-1) ≥
15
(7-1).(n-1) ≥
15
6.(n-1)
≥
15
6n - 6
≥
15
6n
≥
21
n
≥
21/6
n
≥
4
(hasil pembulatan)
Maka jumlah pengulangan yang dipakai pada penelitian ini berjumlah 4
pengulangan.
3.4 Identifikasi Variabel
3.4.1
Variabel Bebas
Madu karet 100% dan hasil ekstraksi madu karet yang berasal dari
lebah Apis mellifera berupa sedimen maupun residu dari pelarut aseton
dan n-heksan dengan berbagai variasi konsentrasi (20% , 25% , 50% ,
100%), kontrol positif menggunakan antibiotik amoksisilin 25 ug serta
kontrol negatif menggunakan pelarut aseton dan n-heksan.
3.4.2
Variabel Terikat
Zona hambat (zona bening) pada pertumbuhan bakteri Escherichia
coli di media nutrien agar yang diukur diameternya menggunakan jangka
sorong dengan satuan milimeter (mm)
28
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1
3.5.2
Alat Penelitian
1.
Bunsen
13. Alat tulis
25. Alkohol
2.
Alumunium foil
14. Label
26. Jangka sorong
3.
Laminar air flow
15. Timbangan
27. Inkubator
4.
Tabung reaksi
16. Kamera
28. Kapas swab
5.
Rak tabung
17. Baki
29. Pengukur waktu
6.
Blank disk
18. Vortex
30. Cawan petri
7.
Mikro pipet
19. Tissue
31. Spatula
8.
Autoclav
20. Pinset
9.
Ose
21. Korek api
10. Labu ukur
22. Oven
11. Timbangan elektronik
23. Shaker
12. Gelas beker
24. Corong pisah
Bahan Penelitian
1.
Nutrien agar
2.
Madu Karet
3.
Ekstrak Madu
4.
Aseton
5.
n-Heksan
6.
Amoksisilin 25 ug
3.6 Cara Kerja Penelitian
3.6.1
Sterilisasi Alat
Seluruh peralatan yang akan digunakan selama penelitian harus
dibersihkan dengan cara dicuci kemudian dikeringkan lalu dibungkus
dengan kertas alumunium foil. Kemudian dilakukan sterilisasi di dalam
autoclave selama 30 menit dengan mengatur tekanan sebesar 1,5 atm
pada suhu 121o C.
29
3.6.2
Pembuatan Media Agar
11,5 gram nutrient agar dilarutkan dalam 500 mL akuades lalu
dipanaskan sampai mendidih selama ± 40 menit. Setelah itu disterilkan
dalam autoklaf pada suhu 121oC tekanan 1,5 atm selama 15 menit.
3.6.3
Kultur Bakteri
Butiran cryo Escherichia coli yang berasal dari microbank dengan
suhu -800C dimasukkan ke dalam media cair Buffered Peptone Waters
(BPW). Kemudian inkubasi di dalam inkubator selama 24 jam dengan
suhu 37oC.
3.6.4
Prosedur Ekstraksi
Proses ekstrasi madu karet menggunakan metode ekstrak cair-cair.
Dengan perbandingan (madu : pelarut) sebanyak (1 : 1). Ambil madu
karet sebanyak 50 mL. Kemudian madu karet dimasukan kedalam
masing-masing corong pisah A dan B. Lalu tambahkan pelarut 50 mL
aseton pada corong pisah A dan 50 mL n-heksan pada corong pisah B.
Setelah itu corong pisah dikocok selama 3 jam dengan shaker. Lalu
pindahkan dari corong pisah A ke gelas beker C dan corong pisah B ke
gelas beker D untuk dilakukan pemisahan secara sempurna antara madu
karet dan pelarut selama 12 jam. Lalu hasil ekstrak madu karet dengan
pelarut yang sudah didiamkan selama 12 jam pada gelas beker C dan D
kemudian dikeluarkan dan dipisahkan menggunakan pipet lalu
diletakkan pada gelas beker E, F, G, H. Kemudian dipekatkan
menggunakan oven dengan suhu 80oC.
Keterangan (Lampiran 5) :
1.
Corong pisah A : campuran (madu karet + aseton)
2.
Corong pisah B : campuran (madu karet + n-heksan)
3.
Gelas beker C : hasil ekstrak (madu karet + aseton)
4.
Gelas beker D : hasil esktrak (madu karet + n-heksan)
5.
Gelas beker E : residu/cairan hasil ekstrak (madu karet + aseton)
30
6.
Gelas beker F : sedimen/endapan hasil ekstrak (madu karet + aseton)
7.
Gelas beker G : residu/ cairan hasil ekstrak (madu karet + n-heksan)
8.
Gelas beker H : sedimen/endapan hasil ekstrak (madu karet +
n-heksan)
3.6.5
Pembuatan Variabel Konsentrasi
Uji antibakteri dengan madu karet tanpa ekstraksi dan ekstrak madu
karet dengan variasi konsentrasi yang disesuaikan dengan penelitian
sebelumnya yaitu 20 %, 25 %, 50 %, 100 % dan kontrol positif
menggunakan antibiotik amoksisilin 25 ug. Sedangkan kontrol negatif
menggunakan pelarut aseton dan n-heksan.
Volume zat terlarut
Konsentrasi =
X 100%
Volume zat terlarut + volume pelarut
Keterangan : n = volume zat terlarut
Sehingga peneliti menggunakan volume zat terlarut saat konsentrasi
20%, 25%, 50%, dan 100% berturut-turut yaitu 1 mL, 1,25 mL, 2,5 mL,
dan 5 mL.
3.6.6
Metode disk diffusion
Ambil kultur dalam BPW (Buffered Peptone Water) menggunakan
pipet sebanyak 1 mL lalu masukkan ke dalam masing-masing cawan
petri kemudian campur dengan nutrien agar sebanyak 15-20 mL.
Kemudian blank disk direndam didalam wadah yang berisi
residu/sedimen/aseton/n-heksan/madu karet selama 15 menit. Kemudian
blank disk yang sudah terendam serta antibiotic disk amoksisilin 25 ug
diletakkan di cawan petri yang sudah berisi biakan murni bakteri
Escherichia coli. Lalu diinkubasi didalam inkubator dengan suhu 37 o
selama 24 jam. Kemudian disk akan berdifusi pada media nutrient agar
tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
pada mikroorganisme di permukaan media nutrient agar. Kemudian
31
diukur diameter zona hambat menggunakan jangka sorong dengan
ketelitian 0,02 milimeter (mm).
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah uji statistik one way ANOVA. Uji
statistik one way ANOVA digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh
pemberian ekstrak madu karet terhadap pertumbuahan Escherichia coli.
Analisis data menggunakan program SPSS (Statistical Product of Service
Solution) for Windows versi 17.
32
3.8 Alur Penelitian
Uji
Determinasi
Pengambilan
Sampel Madu
Ekstrak Madu
Variasi
Konsentrasi
A
20 %
B
25 %
C
50 %
D
100 %
Kultur
Bakteri
Escherichia
coli
E
Kontrol Negatif
(aseton &
n-heksan)
Uji disk difusi
Rerata tiap
kelompok
Nutrien
agar
Uji statistik
Kesimpulan
Gambar 3.1 Alur Penelitian
F
Kontrol Positif
(amoksisilin
25 ug)
G
Madu
tanpa
ekstrak
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Standarisasi Madu
Pihak PT. Madu Pramuka melakukan uji standarisasi sampel madu karet
murni di Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro.
Berdasarkan uji Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-2004, maka
dari hasil 10 parameter yang sudah dilakukan pada uji madu karet yaitu uji
aktifitas enzim diastase, hidroksimetilfurfural (HMF), kadar air, gula
pereduksi (dihitung sebagai glukosa), tingkat keasaman, dan sukrosa telah
memenuhi standarisasi uji.
4.2 Metode Ekstraksi Madu Karet
Pencampuran antara madu karet dengan pelarut yang berbeda
kepolarannya bertujuan untuk memisahkan zat aktif pada madu karet dengan
tingkat kepolaran yang berbeda. Namun untuk lebih mempermudah
pemisahannya
digunakan
corong
pisah
selama
3
jam.
Kemudian
menghasilkan fasa residu/cair pada bagian atas dan fasa sedimen/endapan
pada bagian bawah. Pada ekstrak madu karet menggunakan pelarut aseton
menghasilkan 2 fasa ekstrak, yaitu fasa residu/cairan berwarna bening krem
dan endapan berwarna krem. Pelarut aseton telah menarik zat aktif yang
terdapat pada madu karet yang ditandai dengan perubahan warna pelarut
menjadi bening krem.
Tabel 4.1 Hasil ekstrak cair-cair madu karet
Jenis
pelarut
Aseton
n-Heksan
Fasa residu/cair
Cairan berwana bening
krem
Cairan berwarna bening
33
Fasa sedimen/endapan
Warna krem agak kental
Warna putih susu agak kental
34
Proses pemisahan menggunakan pelarut n-heksan menghasilkan fasa
residu/cair berwarna bening dan endapan/sedimen berwarna putih susu. Lalu
fasa residu/cair dan fasa sedimen/endapan dipisahkan dan dimasukkan ke
dalam gelas beker yang berbeda. Kemudian gelas beker dimasukkan kedalam
oven untuk menguapkan sehingga fasa tersebut menjadi lebih pekat.
Selanjutnya diencerkan untuk mendapatkan variasi konsentrasi yang
digunakan dalam uji aktivitas antibakteri.
4.3 Hasil Uji Aktivitas Agen Antibakteri Ekstrak Madu Karet
Uji aktivitas antibakteri ekstrak madu karet dilakukan terhadap bakteri
Escherichia coli yang bersifat Gram negatif secara in vitro menggunakan
metode difusi cakram. Terbentuknya zona difusi di koloni menunjukkan
tidak efektifnya hambatan pertumbuhan pada koloni. Namun terbentuknya
zona hambat/bening menunjukkan adanya hambatan terhadap pertumbuhan
koloni bakteri Escherichia coli. Dalam penelitian ini digunakan zona bening
sebagai indikasi adanya hambatan pada koloni bakteri yang diukur
menggunakan jangka sorong dinyatakan dalam satuan ukur milimeter
(mm)24. Semakin luas zona hambat/bening mengindikasikan bahwa aktifitas
antibakteri madu karet semakin tinggi.
Diameter zona hambat/bening dengan variasi konsentrasi pada koloni
bakteri dibandingkan dengan zona bening/hambat disekitar cakram yang
berisi kontrol positif (amoksisilin 25ug) dan kontrol negatif (aseton maupun
n-heksan)24. Apabila zona hambat/bening yang dihasilkan oleh ekstrak madu
karet lebih besar daripada kontrol positif maka ekstrak lebih efektif sebagai
antibakteri daripada kontrol positif secara in vitro. Sedangkan apabila zona
hambat/bening yang dihasilkan oleh ekstrak madu karet lebih kecil daripada
kontrol positif maka ekstrak kurang efektif sebagai antibakteri. Penggunaan
kontrol negatif bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada efek antibakteri
dari pelarut. Apabila kontrol negatif memiliki zona hambat/bening maka efek
antibakteri pada ekstrak akan berkurang validitasnya. Hasil uji aktifitas
antibakteri pada madu karet terdapat pada tabel 4.2.
35
Tabel 4.2 Hasil pengukuran
Rata-rata Zona Hambat (mm)
Sampel Uji
20%
25%
50%
100%
Madu Karet
0
0
21,03
29,88
Residu/cairan (Madu Karet +
Aseton)
0
0
0
0
Sedimen (Madu Karet +
Aseton)
0
0
21,18
28,58
Residu/cairan (Madu Karet +
n-Heksan)
0
0
0
0
Sedimen (Madu Karet +
n-Heksan)
0
14,70
18,08
26,18
Kontrol Negatif
(Aseton maupun n-heksan)
-
-
-
0
Kontrol Positif
(Amoksisilin 25 ug)
-
-
-
22,10
Berdasarkan tabel diatas, zona hambat tertinggi ditunjukkan oleh madu
murni dengan konsentrasi 100% sebesar 29,88 mm. Madu karet tanpa proses
ekstraksi memiliki daya hambat yang paling besar dibandingkan dengan
parameter lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tanpa memisahkan
molekul-molekul agen antimikroba aktif berdasarkan kepolaritasannya
menggunakan pelarut aseton maupun n-heksan, madu karet murni sudah
banyak mengandung agen antimikroba aktif. Gabungan antara agen
antimikroba aktif yang bersifat polar, non polar, dan semi polar pada madu
karet murni menyebabkan pada penelitian ini memiliki zona hambat yang
paling besar sehingga madu karet tanpa proses ekstraksi menjadi kelompok
yang paling sensitif. Senyawa yang memiliki tingkat kepolaran rendah yaitu
isoflavones, flavones, methylated flavones, dan flavonols. Sedangkan senyawa
yang memiliki tingkat kepolaran lebih tinggi yaitu flavonoid glycosides dan
aglycones25.
36
Peneliti memilih kontrol positif dari golongan antibiotik beta-laktam
yaitu amoksisilin dengan dosis 25 ug. Secara keseluruhan mekanisme kerja
antibiotik golongan beta-laktam yaitu merusak dinding sel bakteri 24.
Data peneliti terlihat bahwa pada saat madu karet dengan ekstraksi
menggunakan pelarut aseton maupun n-heksan yang menghasilkan zona
hambat pada pertumbuhan bakteri Escherichia coli yaitu hanya kelompok
sedimen sedangkan kelompok residu tidak menghasilkan zona hambat.
Pelarut aseton menarik senyawa yang bersifat polar pada madu karet,
sehingga pelarut aseton akan bercampur dengan senyawa polar pada madu
karet dan senyawa-senyawa lainnya yang dicurigai memiliki efek
antimikroba akan tertinggal pada sedimen/endapan hasil ekstrasi. Sedangkan
pada pelarut n-heksan akan menarik senyawa-senyawa yang bersifat
non-polar pada madu karet sehingga pelarut akan bercampur dengan senyawa
non-polar madu karet21 dan meninggalkan sisa berupa endapan/sedimen yang
memiliki efek antimikroba.
Hal ini diduga karena banyaknya dan tingginya efek antimikroba yang
terdapat pada madu karet. Efek antibakteri pada madu karet berasal dari
flavonoid. Jenis-jenis flavonoid yaitu apigenin, galangin, pinocembrin,
ponciretin, genkwanin, sophoraflavanone G dan derivatnya, naringin,
naringenin, epigallocatechin gallate dan derivatnya, luteolin, luteolin
7-glucoside,
quercetin,
3-O-methylquercetin,
quercetin
glycosides,
kaempferol dan derivatnya. Jenis flavonoid lainnya adalah flavone glycosides,
isoflavones, flavanones, isoflavanones, isoflavans, flavonols, flavonol
glycosides, dan chalcones21.
Flavonoid dapat merusak membran sel dengan cara menghambat sintesis
makromolekul20. Flavonoid juga dapat mendepolarisasi membran sel dan
menghambat sistesis DNA, RNA, maupun protein yang sudah diobservasi
pada S.aureus20. Selain itu flavonoid juga dapat menghambat sintesis asam
nukleat, menghambat fungsi membran sitoplasma, dan menghambat
metabolisme energi pada bakteri21.
37
Gambar 4.1 Hasil pengukuran zona hambat
Hasil pengukuran zona hambat dihubungkan dengan klasifikasi zona
hambat berdasarkan tabel CLSI guidelines 2011. Bakteri Escherichia coli
merupakan keluarga dari Enterobacteriaceae. Pada penelitian ini digunakan
antibiotik amoksisilin 25 ug. Dosis amoksisilin ini yang menjadi keterbatasan
peneliti karena tidak sesuai dengan CLSI guidelines 2011. Madu karet dengan
konsentrasi 100% dengan rata-rata zona hambat 29,88 mm maupun dengan
konsentrasi 50 % dengan rata-rata zona hambat 21,03 mm bersifat
susceptible. Sedangkan semua hasil parameter uji madu karet pada
konsentrasi 25% dan 20 % dikategorikan menjadi resistant, kecuali
konsentrasi 25% pada sedimen (madu karet + n-heksan), namun peneliti
memiliki keterbatasan dalam mengkategorikan sedimen (madu karet +
n-heksan) konsentrasi 25% sebagai zona hambat atau zona difusi. Karena
peneliti hanya menggunakan indera penglihatan tanpa alat bantu spesifik
dalam melihat zona yang terbentuk dalam cawan petri.
Berdasarkan hasil pengukuran zona hambat pada madu karet yang
dihubungkan dengan klasifikasi kriteria respon penghambatan pertumbuhan
bakteri menurut Greenwood 2011 sebagai berikut :
38
Tabel 4.3 Kriteria Hasil Zona Hambat
Rata-rata Zona Hambat (mm)
Sampel Uji
20%
25%
50%
100%
Madu Karet
Lemah
Lemah
Sangat
kuat
Sangat
kuat
Residu/cairan (Madu Karet +
Aseton)
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
Sedimen (Madu Karet +
Aseton)
Lemah
Lemah
Sangat
kuat
Sangat
kuat
Residu/cairan (Madu Karet +
n-Heksan)
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
Sedimen (Madu Karet +
n-Heksan)
Lemah
Kuat
Kuat
Sangat
kuat
Pada penelitian Osho dan Bello15 tahun 2010 menggunakan variasi
konsentrasi 5%, 25%, 50%, dan 100% dari madu yang diproduksi oleh lebah
Apis mellifera dengan lokasi perkebunan terletak di Negara Nigeria dan Oyo
state terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Klebsiella pneumonia, Bacillus subtilis dan Escherichia coli.
Pada penelitian tersebut menggunakan metode well diffusion dan didapatkan
hasil yaitu pada konsentrasi 25% merupakan konsentrasi terendah ditemukan
zona hambat. Tetapi pada penelitian ini, pada konsentrasi 25% tidak
ditemukan zona hambat kecuali pada sedimen (madu karet + n-heksan)
konsentrasi 25%. Namun pada sedimen ini, peneliti merasa memiliki
keterbatasan dalam mengkategorikan bahwa adanya zona pada konsentrasi
25% termasuk dalam zona difusi atau zona hambat. Karena pada penelitian
ini, peneliti hanya menggunakan indera penglihatan untuk mengkategorikan
zona tersebut. Namun untuk memastikan lebih lanjut, dilakukan swab pada
zona tersebut lalu dikultur pada media nutrien agar yang baru kemudian
dilihat apakah ada bakteri yang hidup pada media nutrien agar baru tersebut.
39
Pada penelitian yang dilakukan oleh Alqurashi dkk 10 tahun 2013,
penelitian perbandingan antara madu sidr dan madu gunung dalam
menghambat pertumbuhan Escherichia coli, K. Pneumonia, P. aeruginosa,
dan A. baumanni. Penelitian tersebut menggunakan 4 metode yang berbeda
yaitu disk diffusion dengan variasi konsentrasi (10%, 20%, 40%, 60%, 80%),
gel diffusion, minimal inhibitory concentration (MIC) dan minimal
bactericidal concentration (MBC). Hasil dari penelitian tersbut ditemukan
bahwa pada pengukuran MIC madu sidr dan madu gunung terhadap E-coli
yaitu 20 mg/mL dan 20 mg/mL. Sedangkan pada pengukuran MBC madu
sidr dan madu gunung terhadap E-coli yaitu 40 mg/mL dan 40 mg/mL. Pada
pengukuran zona hambat pada konsentrasi terbesar (80%) madu sidr dan
madu gunung terhadap E-coli menghasilkan zona hambat sebesar 25 mm dan
21 mm. Sedangkan pengukuran zona hambat pada konsentrasi terkecil (10%)
madu sidr dan madu gunung terhadap E-coli menghasilkan zona hambat
sebesar 14 mm dan 13 mm. Kesimpulan pada penelitian tersebut yaitu madu
sidr lebih kuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri daripada madu
gunung. Hal ini berbeda dengan hasil yang ada pada penelitian ini, pada
penelitian ini pada konsentrasi 20% sudah tidak mengindikasikan adanya
zona hambat. Hal ini terjadi karena efek agent antibakteri dengan konsentrasi
terkecil yang terdapat pada madu sidr maupun madu gunung pada peneliti
tersebut lebih besar dibandingkan oleh madu karet yang diteliti oleh peneliti.
Namun jika dibandingkan zona hambat pada konsentrasi terbesar antara
madu sidr (25.0 ± 0.58 mm) dan madu gunung (21.0 ± 0.58 mm) dengan
madu karet peneliti (29,87 ± 1,1 mm), madu karet memiliki zona hambat
lebih besar dibandingkan dengan kedua madu tersebut. Hal ini dapat terjadi
karena perbedaan konsentrasi terbesar yang digunakan pada madu sidr (80%)
dan madu gunung (80%) dengan madu karet (100%) dan dugaan kandungan
agen antimikroba pada madu karet lebih besar daripada madu gunung dan
madu sidr.
40
Peneliti melakukan pengolahan data statistik menggunakan software
SPSS. Uji nomalitas menghasilkan signifikansi 0,077 (p>0,05) berarti
distribusi data normal dan uji homogenitas dengan signifikansi 0,210
(p>0,05) yang mengindikasikan bahwa varian data homogen.
Tabel 4.4 Hasil pengolahan data
Hasil
Parameter
Mean
Median
SD
Madu Karet 100%
29,8750
29,80
1,10265
Madu Karet 50%
21,0250
21,150
0,72744
28,5750
28,30
1,11766
21,1750
21,20
0,29861
26,1750
26,350
0,63966
18,0750
18,050
1,24197
22,10
22,10
0,42426
Sedimen
(Madu
Karet
+
Karet
+
Karet
+
Karet
+
Aseton) 100%
Sedimen
(Madu
Aseton) 50%
Sedimen
(Madu
n-Heksan) 100%
Sedimen
(Madu
n-Heksan) 50%
Amoksisilin 25 ug
Uji one-way anova menghasilkan signifikansi 0,000 (p<0,05) yang
mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada tiap konsentrasi
terhadap zona hambat. Hasil uji Post Hoc menunjukkan bahwa kelompok
madu karet dengan konsentrasi 100% memiliki peran dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli lebih baik daripada kelompok yang
lain.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sebagian besar kelompok uji ekstrak madu karet berpengaruh dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
2. Ekstrak sedimen madu karet yang berasal dari pelarut aseton maupun
n-heksan dan madu karet tanpa proses ekstraksi memiliki daya hambat
minimal pada konsentrasi 50%
3. Madu karet tanpa proses ekstraksi memiliki daya hambat yang lebih baik
terhadap bakteri Escherichia coli secara in vitro daripada kelompok
ekstrak yang lainnya.
4. Berdasarkan hasil uji statistik Post Hoc One Way Anova disimpulkan
bahwa dosis yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan
Escherichia coli yaitu madu karet 100% tanpa proses ekstraksi.
5.2 Saran
1. Untuk lebih mengetahui perbandingan daya hambat yang lebih baik dari
setiap kelompok maka diperlukan penelitian selanjutnya menggunakan
pelarut yang bersifat semi polar seperti etil acetate.
2. Dibutuhkan penelitian selanjutnya secara in vivo
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Liu L, Johnson HL, Cousens S, Perin J, Scott S, Lawn JE, Rudan I, Campbell
H, Cibulskis R, Li M, Mathers C, Black RE; Child Health Epidemiology
Reference Group of WHO and UNICEF. Global, regional, and national
causes of child mortality: an updated systematic analysis for 2010 with
time trends since 2000. Lancet. 2012;379(9832):2151-61.
2. Kementrian Kesehatan RI. Data dan Informasi Kesehatan Triwulan II Situasi
Diare di Indonesia). Jakarta. 2011
3. Suranto Adji. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Jakarta : Agromedia Pustaka.
2004
4. Patra Ketut. Lebah untuk Kesejahteraan Masyarakat. Bekasi : Gaceca Exact.
2011
5. Ceyhan, N. and Ugur,A. Investigation of in vitro antimicrobial activity of
honey. Riv. Biol. B. Forum, 94(2): 363-371. 2001
6. Al-Jabri, A.A., Nzeako, B., Al-Mahrooqi, Z., Al-Naqdy, A. and Nsanze, H. In
vitro antibacterial activity of Omani and African honey. Br. J. Biomed.
Sci., 60(1):1-4. 2003
7. Hannan A, Barkaat M, Saleem S, Usman M, Gilani WA . Manuka honey and
its antimicrobial potential against multi drug resistant strains of
Typhoidal salmonellae, Ph.D. thesis, Department of Microbiology,
University of Health Science, Lahore, Pakistan. 2004
8. Patton T, Barrett J, Brennan J, Moran N. "Use of a spectrophotometric
bioassay for determination of microbial sensitivity to manuka honey". J.
Microbiol. Methods 64(1):84-95. 2006
9. Alandejani T, Marsan J, Ferris W, Slinger R, Chan F. Effectiveness of honey
on Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa biofilms.
Otolaryngol Head Neck Surg; 141(1):114-8. Epub. Mar. 2009
10. Alqurashi, A. M., Masoud, E. A., & Alamin, M. A. Antibacterial activity of
Saudi honey against Gram negative bacteria, 5(January), 1–5.
doi:10.5897/JMA2012.0235. 2013
11. Badawy, O. F. H., Shafii, S. S. A., Tharwat, E. E., & Kamal, A. M.
Antibacterial activity of bee honey and its therapeutic usefulness against
Escherichia coli O157  : H7 and Salmonella typhimurium infection,
23(3), 1011–1022. 2004
42
43
12. Mekawey, AAI. Evaluation the inhibitory action of Egyptian honey from
various sources on fungal and bacterial growth and aflatoxins
production. Ann. Agric. 55(2):221-223. 2010
13. Taormia, P.J., Niemira, B.A. and Beuchat, L.R. Inhibitory activity of honey
against foodborne pathogens as influenced by the presence of hydrogen
peroxide and level of antioxidant power. Int. J. of Food Microbiol.
69:217-225. 2001
14. Bilsel, Y., Bugra, D., Yamaner, S., Bulut, T. and Cevikbas, U. Could honey
have a place in colitis therapy? Effects of honey, prednisolone and
disulfiram on inflammation, nitric oxide and free radical formation. Dig.
Surgery 19:306-311. 2002
15. Osho, A & Bello, O. Antimicrobial Effect of Honey Produced by Apis
mellifera on some common Human Pathogens. Department of
Microbiology, Olabisi Onabanjo University, P.M.B. 2002, Ago-Iwoye.
Asian J. Exp. Biol. SCI. Vol 1 (4) 2010:875-880. 2010
16. Kaper, J. B., Nataro, J. P., & Mobley, H. L. Pathogenic Escherichia coli.
Nature Reviews. Microbiology, 2(2), 123–40. 2004
17. Jawetz, Melnick & Adelberg’s. Medical Microbiology 25th Edition. Mc Graw
Hill Lange. 2010
18. Pomerance, H. H. Nelson Textbook of Pediatrics. Archives of Pediatrics &
Adolescent Medicine. 1997
19. M Motior Rahman, Allan Richardson, & M Sofian-Azirun. Antibacterial
Activity of Propolis and Honey Against Staphylococcus aureus and
Escherichia coli. African Journal of Microbiology Research Vol. 4(16)
pp. 1872-1878, 18 September, 2010
20. Jean Paul Dzoyem, Hiroshi Hamamoto, Barthelemy Ngameni, Bonaventure
Tchaleu Ngadjui, Kazuhisa Sekimizu. Antimicrobial action mechanism
of flavonoids from Dorstenia Species. Drug Discoveries & Therapeutics.
2013; 7(2):66-72. 2013
21. T.P. Tim Cushnie, Andrew J. Lamb. Review Antimicrobial Activity of
flavonoids. International Journal of Antimicrobial Agents 26 (2005)
343–356. Elsevier. 2005
22. Lau, S., & Reddy, S. Major uropathogenic Escherichia coli strain isolated in
the northwest of England identified by multilocus sequence typing.
Journal of Clinical. 2008
23. Agil Dananjaya, Sri Winarsih, Bambang Prijadi. Pengaruh Ekstrak Metanol
Fraksi Etil Asetat Madu Terhadap Pertumbuhan Escherichia coli Secara
In Vitro. Universitas Brawijaya. 2013
44
24. Stephen J. Cavalieri, et al. Manual of Antimicrobial Susceptibility Testing.
American Society for Microbiology. 2005
25. Andersen and Kenneth. Flavonoids Chemistry, Biochemistry and
Applications. Taylor & Francis Group. 2006
45
LAMPIRAN 1
Hasil Uji Disk Difussion
Sedimen (madu + aseton)
Madu Karet
Residu (madu + aseton)
Residu (madu + n-heksan)
Sedimen (madu + an-heksan)
46
Lanjutan
Aseton
n-Heksan
47
LAMPIRAN 2
Uji Normalisasi SPSS
48
LAMPIRAN 3
Hasil Post Hoc One Way Anova
Parameter
Perlakuan
Parameter
Pembanding
Mean Difference
(I-J)
Sig.
8.85000*
0.000
Sedimen (madu karet +
aseton) 100%
1.30000
0,418
Sedimen (madu karet +
aseton) 50%
8.70000*
0,000
Sedimen (Madu Karet +
n-Heksan) 100%
3.70000*
0,000
Sedimen (Madu Karet +
n-Heksan) 50%
11.80000*
0,000
Amoksisilin 25ug
7.77500*
0,000
Madu Karet 100% Madu Karet 50%
49
LAMPIRAN 4
Metode Ekstraksi
A
B
Shaker
C
E
D
F
G
H
50
LAMPIRAN 5
Surat Determinasi
51
Lanjutan
52
Lanjutan
53
LAMPIRAN 6
Surat Keterangan Lebah Apis mellifera
54
LAMPIRAN 7
Riwayat Penulis
Nama
: Bagus Kusuma Wardhana
Tempat, tanggal lahir
: Jakarta, 23 Desember 1993
Alamat
: Perum Villa Mas Indah Blok B1 No 6 RT 001
RW 014, Kel Perwira, Kec Bekasi Utara
No HP
: 085719077745
Email
: [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. TK Bakti Siwi
(1997-1999)
2. SDN Ujung Menteng 04 Pagi
(1999-2005)
3. SMPN 236 Jakarta
(2005-2008)
4. SMAN 103 Jakarta
(2008-2011)
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2011-sekarang)
Download