LAPORAN HASIL PENELITIAN ANALISIS PENAWARAN EKSPOR KAKAO INDONESIA Oleh : DARWIN SH. DAMANIK, SE. N I P : 19641231 200112 1 005 Dibiayai oleh : DIPA 2010 Politeknik Negeri Medan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional No. Kontrak : 50 / K2.2 / PL / 2010 Tanggal : 22 Juli 2010 MEDAN 2010 ABSTRAK Darwin SH. Damanik. Analisis Terhadap Penawaran Ekspor Kakao Indonesia, dalam tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kakao Indonesia, serta berapa besar pengaruh masing-masing faktor tersebut dalam menentukan tingkat ekspor kakao Indonesia dari tahun ke tahun. Penawaran ekspor kakao suatu negara dipengaruhi oleh harga ekspor kakao yang berlaku, dimana adanya kenaikan harga ekspor kakao menyebabkan adanya rangsangan untuk meningkatkan ekspor, ceteris paribus. Pengaruh nilai tukar adalah positif, artinya adalah apabila terjadi kenaikan nilai tukar mata uang mitra dagang (depresiasi), maka harga komoditas ekspor dalam negeri menjadi naik, sehingga hal ini akan mendorong produsen lebih bergairah untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya akan mendorong kenaikan volume ekspor. Faktor lain yang mempengaruhi ekspor kakao pada tahun tertentu (t) adalah ekspor kakao pada tahun sebelumnya (t – 1) dan mempunyai pengaruh yang positif. Artinya adalah adanya kenaikan ekspor tahun-tahun sebelumnya diharapkan akan mendorong kenaikan ekspor pada tahun tertentu. Indonesia mempunyai nilai elastisitas harga penawaran ekspor kakao jangka pendek sebesar 0,614, artinya adalah penawaran ekspor dalam jangka pendek bersifat inelastis terhadap perubahan harga ekspor kakao dunia. Elastisitas penawaran harga ekspor kakao Indonesia jangka panjang mempunyai koefisien sebesar 0,689, ini berarti bahwa dalam jangka panjang penawaran ekspor kakao Indonesia juga bersifat inelastis terhadap perubahan harga ekspornya meskipun tingkat inelastis tersebut sedikit lebih berkurang dibandingkan dengan inelastis jangka pendek-nya. Nilai elastisitas dari volume ekspor kakao tahun lalu sebesar 0,109 memberikan arti bahwa volume ekspor kakao Indonesia tahun lalu mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap realisasi volume ekspor kakao Indonesia pada tahun tertentu. Sementara itu, elastisitas jangka pendek dari nilai tukar rupiah terhadap US dollar bersifat inelastis terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia. Ini berarti bahwa dalam jangka pendek ekspor kakao Indonesia tidak begitu terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar tersebut. Nilai koefisien R2 sebesar 0,675 mengartikan bahwa 67,5 persen volume penawaran ekspor kakao Indonesia pada tahun tertentu dipengaruhi oleh varibel harga ekspor kakao pada tahun tertentu, volume ekspor kakao periode sebelumnya dan nilai tukar rupiah terhadap US dollar pada tahun tertentu secara simultan, sedangkan sisanya (32,5 persen) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model seperti manajemen produksi kakao, manajemen pemasaran kakao, tata niaga ekspor dan peraturan yang berlaku, kebijaksanaan perdagangan luar negeri Indonesia dan manajemen transportasi eksporimpor Indonesia. iii KATA PENGANTAR Terlebih dahulu peneliti mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya mengiringi peneliti dalam menyusun laporan penelitian ini. Penyusunan laporan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk pertanggungjawaban atas penelitian yang dilakukan oleh dosen di Politeknik Negeri Medan. Laporan penelitian ini telah disusun dengan segala usaha, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh peneliti, namun mungkin masih memiliki kelemahan dan kekurangan, Untuk itu kritik dan saran yang sehat sangat diharapkan dan diterima dengan senang hati. Laporan penelitian ini dapat diselesaikan juga berkat bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan yang bersifat moril maupun yang bersifat materil. Untuk itu pada kesempatan ini ucapan terima kasih disampaikan kepada : 1. Direktur Politeknik Negeri Medan. 2. Kepala UPPM Politeknik Negeri Medan. 3. Ketua Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Medan. 4. Pemeriksa dan penilai penelitian dosen Jurusan Akuntansi. Ucapan terima kasih khusus disampaikan kepada keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan cinta kasih yang tulus kepada peneliti. Kiranya Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan. S e m o g a………………………………………………………………………………………. Medan, Nopember 2010 Peneliti, DARWIN SH. DAMANIK NIP. : 19641231 200112 1 005 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………………………... i LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………. ii ABSTRAKSI………………………………………………………………………... iii KATA PENGANTAR………………………………………………………………. iv DAFTAR ISI………………………………………………………………………… v DAFTAR TABEL…………………………………………………………………… vi DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………... vii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………… vii BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………........... B. Perumusan Masalah………………………………………………….. BAB II 1 7 : TINJAUAN PUSTAKA A. Timbulnya Perdagangan Internasional………………………………. B. Teori Permintaan dan Penawaran Dalam Perdagangan Internasional.. 8 8 BAB III : TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A. Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 13 B. Manfaat Penelitian…………………………………………………… 13 BAB IV : METODE PENELITIAN A. B. C. D. Lokasi / Wilayah Analisis…………………………………………… Metode Pengumpulan Data………………………………………….. Model Penelitian……………………………………………………... Pengolahan Data……………………………………………………... 15 15 15 17 BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil………………………………………………………………….. 18 B. Pembahasan………………………………………………………….. 21 BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan…………………………………………………………... 27 B. Saran…………………………………………………………………. 28 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN ii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Ekspor non migas sektor pertanian (juta US $)…………………………... 3 Tabel 2 : Produksi kakao dunia 1994/1995 – 2003/2004........................................... 4 Tabel 3 : Perkembangan produksi kakao dunia menurut negara, 1999/00 – 2003/04 (000 ton)....................................................................... 5 Tabel 4 : Luas areal, produksi dan produktivitas kakao Indonesia 1995 – 2003........ 6 Tabel 5 : Perkembangan volume ekspor produk kakao dunia, tahun 1999/00 – 2002/03 (ton).................................................................... 18 Tabel 6 : Volume dan nilai ekspor dan impor kakao Indonesia, 1995 – 2002........... 19 Tabel 7 : Perkembangan harga bulanan kakao biji kering di pasar dunia (New York), 1995 – 2000 dalam US $cent/lb............................................. 20 Tabel 8 : Perkembangan harga bulanan kakao biji kering di pasar dalam negeri, 1995 – 2000 dalam Rp/kg............................................................................ 21 Tabel 9 : Data volume ekspor kakao dan nilai tukar tahun 1995 – 2008................... 23 Tabel 10 : Hasil pendugaan model penawaran ekspor kakao Indonesia...................... 24 iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kinerja ekspor Indonesia pada tahun terakhir ini menunjukkan keadaan yang tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh hambatan faktor internal (dalam negeri) dan faktor eksternal yang menyangkut adanya perlambatan ekonomi dunia, khususnya Amerika Serikat, yang notabene sebagai salah satu negara tujuan ekspor utama Indonesia, disamping masih tergantungnya kinerja ekspor Indonesia terhadap harga komoditas ekspor. Pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekspor tahun 2008 sebesar 14,5%, atau sama dengan target tahun 2007. Penentuan target ekspor tersebut selain didasarkan pada adanya perlambatan perekonomian dunia, juga adanya kecendrungan penurunan harga beberapa komoditi ekspor di tahun 2008, meningkatnya kompetisi dengan negara pesaing seperti Cina, Vietnam maupun Bangladesh serta kinerja ekspor Indonesia tahun sebelumnya. Kinerja ekspor non-migas Indonesia di tahun 2007 menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan data BPS, ekspor non-migas Indonesia di tahun 2007 (Jan – Sep) mencapai US$67.531,4 juta, meningkat 17,27% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ekspor ditujukan ke berbagai negara dan sebagian besar ke Jepang, Amerika Serikat dan Singapura, yang mana masing-masing memiliki pangsa 15,19%, 12,41% dan 10,08% dari total ekspor non-migas Indonesia. Selain ketiga negara tersebut, negara lainnya yang pangsa ekspornya cukup besar adalah Cina (7,09%), Malaysia (4,91%), Korea (4,23%) dan India (4,74%). Melemahnya perekonomian Amerika Serikat dikhawatirkan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia khususnya produk elektronik, garmen, tekstil dan alas kaki yang pasarnya sebagian besar ke Amerika Serikat dan Uni Eropa. Oleh karena itu, berbagai alternatif terobosan baru perlu dilakukan khususnya ke negara yang impornya terhadap produk Indonesia tinggi seperti Korea, India, Cina dan negara kawasan Timur Tengah. Namun demikian untuk memasuki pasar tersebut, khususnya Timur Tengah diperlukan kerja keras mengingat pasar negara-negara di kawasan tersebut sudah banyak dimasuki produk Cina yang memiliki daya saing tinggi (harga murah). Ekspor non-migas Indonesia diharapkan bisa menggantikan peranan ekspor migas yang sampai sekarang masih mempunyai kontribusi lebih besar. Sektor industri merupakan sektor yang paling besar peranannya dalam menyumbang nilai ekspor nonmigas dibandingkan sektor pertambangan dan pertanian. Data tahun 2007 menunjukkan bahwa pangsa sektor industri sebesar 82,51% terhadap total ekspor non-migas, sektor pertambangan 13,59% dan sektor pertanian terkecil yaitu 3,89%. Kecilnya sumbangan sektor pertanian tersebut sangat disayangkan mengingat sektor pertanian sampai sekarang menyerap tenaga kerja terbesar dibandingkan sektor lainnya. Berdasarkan data BPS (Pebruari 2007) sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbesar yaitu sekitar 44% dan merupakan sumber penghidupan 25 juta petani. Di sektor pertanian, kelompok komoditi perikanan dan perkebunan memiliki nilai ekspor paling tinggi, kemudian disusul kelompok komoditi hortikultura. Peran komoditi perikanan (udang, ikan dan kerang-kerangan) mencapai 41,88% dari total ekspor komoditi pertanian, sementara itu peran kelompok komoditi perkebunan (biji coklat, kopi, pala, teh dan lada) sebesar 39,63 % dan yang 18,69% termasuk kelompok hortikultara dan lainnya. Dilihat per komoditi, udang merupakan komoditi yang paling besar peranannya, diikuti biji coklat (kakao) dan kopi. Data tahun 2007 menunjukkan peran ekspor udang Indonesia sebesar 26,71% dari total ekspor produk pertanian, biji coklat (kakao) sebesar 2 17,86% dan kopi sebesar 16,23%. Ketiga komoditi tersebut walaupun memiliki kecendrungan ekspor yang terus meningkat (2002 – 2006), namun di tahun 2007 ekspor udang dan kopi menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ekspor kedua komoditi tersebut disebabkan oleh penurunan produksi di dalam negeri. Penurunan produksi kopi diperkirakan mencapai 20 – 25% dari produksi nasional dan penurunan produksi udang disebabkan serangan virus moi terhadap jenis udang vaname. Selain kopi dan udang, masih terdapat beberapa komoditi yang ekspornya mengalami penurunan seperti : tembakau menurun 14,07%, sayuran menurun 5,61%, kopal menurun 0,68%, mutiara 12,91%, ijuk 100% dan biji bunga 14,96%. Tabel 1 Ekspor non-migas sektor pertanian (juta US$) No. Sektor 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jan-Sep Pangsa 2007 1 Udang segar/beku 840,4 852,7 824,0 846,8 980,2 702,2 26,71 2 Biji coklat 521,3 410,5 370,2 468,3 620,3 469,5 17,86 3 Kopi 218,8 250,9 281,6 497,8 583,2 426,6 16,23 4 Komoditi lainnya 987,8 1.012 1020,4 1067,3 1181,2 1030,2 39,20 Total 2568,3 2526,1 2496,2 2880,2 3364,9 2628,5 100 Berdasarkan data Tabel 1 di atas, apabila dilihat per komoditi, di sektor pertanian, tiga komoditi unggulan yang memberikan sumbangan terbesar dalam ekspor adalah udang, biji coklat (kakao) dan kopi. Produksi biji coklat (kakao) mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan produksi udang dan kopi dilihat dari sudut investasi, biaya operasi, biaya produksi dan biaya pemeliharaannya. Karenanya, ada alasan untuk menjadikan biji coklat (kakao) sebagai komoditi andalan untuk ekspor sektor pertanian bagi Indonesia. Kemudian. yang perlu mendapatkan perhatian, untuk mengembangkan ekspor kakao Indonesia adalah mengetahui persis bagaimana kedudukan kakao Indonesia dalam kompetisi produksi kakao dunia. 3 Produksi kakao dunia Produksi kakao dunia pada tahun 2000/2001 menurun dibanding pada tahun sebelumnya, kemudian meningkat selama dua tahun berikutnya, dengan peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2002/2003. Tabel 2 berikut menunjukkan produksi kakao dunia mempunyai kecendrungan meningkat. Tabel 2 Produksi kakao dunia, 1994/1995 – 2003/2004 Tahun Produksi (000 ton) 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 1998/99 1999/00 2000/01 2001/02 2002/03 2003/04 2.384 2.915 2.712 2.690 2.808 3.077 2.853 2.861 3.114 3.068 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 94/95 95/96 96/97 97/98 98/99 99/00 00/01 01/02 02/03 03/04 Sumber : Nurasa, Jurnal Ekonomi, 2008 Kakao diproduksi oleh banyak negara, namun hanya ada tiga negara yang secara konsisten menjadi produsen utama yaitu Pantai Gading, Ghana dan Indonesia. Pada tahun 2002/2003 masing-masing negara tersebut mempunyai pangsa produksi 42,39 persen; 15,96 persen dan 13,65 persen atau 72,0 persen secara keseluruhan dari total produksi dunia sebesar 3.114 ribu ton. Negara-negara lain di luar ”the biggest three” tersebut di atas yang produksinya cukup besar adalah Nigeria, Brazil, Kamerun dan Ekuador (Tabel 3). Untuk tahun 2003/2004, ICCO (International Cocoa Organization) meramalkan bahwa produksi kakao biji dunia menurun menjadi 3,068 juta ton atau menurun sekitar 1,5% (46.000 ton) dibanding pada tahun sebelumnya. Turunnya produksi kakao tersebut disebabkan oleh turunnya harga kakao dunia dan turunnya produktivitas tanaman karena 4 kondisi iklim yang kurang menguntungkan dan meluasnya serangan hama penggerek buah kakao (PBK) serta penyakit di wilayah sentra produksi. ICCO meramalkan bahwa produksi kakao Pantai Gading pada tahun 2003/2004 akan turun secara signifikan sebesar 145 ribu sehingga menjadi 1.175 ribu ton. Tabel 3 Perkembangan produksi kakao dunia menurut negara 1999/00 – 2003/04 (000 ton) Negara 1999/00 Pantai Gading Ghana Indonesia Nigeria Brazil Kamerun Ekuador Republik Dominika Papua Nugini Malaysia Lainnya Total 1403,6 436,9 422,0 165,0 123,5 115,0 95,0 37,1 46,8 45,0 187,1 3077,0 2000/01 1212,4 395,0 392,0 177,0 162,8 133,0 88,6 44,9 38,8 35,0 173,3 2852,8 2001/02 1264,7 340,6 455,0 185,0 123,6 131,0 80,7 44,5 37,9 25,0 173,2 2861,2 2002/03 1320,0 497,0 425,0 165,0 162,6 145,0 88,7 48,0 42,4 40,0 179,9 3113,6 2003/04 1175,0 570,0 440,0 170,0 170,0 140,0 88,0 50,0 42,0 42,0 181,2 3068,2 Sumber : Nurasa, Jurnal Ekonomi, 2008 Sebaliknya, produksi di Ghana dan Indonesia diramalkan akan meningkat masing-masing sebesar 73 ribu ton dan 15 ribu ton sehingga pada tahun 2003/2004 masing-masing menjadi 570 ribu ton dan 440 ribu ton. Kenaikan produksi ini memperkuat konsistensi Indonesia dalam menempati posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Produksi kakao Indonesia Bagi Indonesia, kakao saat ini merupakan salah satu komoditas perkebunan yang perlu mendapatkan perhatian serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari areal penanaman yang setiap tahun meningkat. Komoditas kakao mempunyai peranan penting sebagai sumber pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Selama 1995 – 2003, produksi kakao nasional meningkat 5 pesat dengan rata-rata 7,78% per tahun (Tabel 4). Sumber pertumbuhan produksi tersebut adalah pertumbuhan areal dengan rata-rata 6,5 persen per tahun dan peningkatan produktivitas rata-rata 1,26 persen per tahun. Ini berarti bahwa pertumbuhan produksi kakao Indonesia lebih mengandalkan kepada perkembangan areal tanam. Namun jika dilihat menurut segmen waktu, produksi kakao Indonesia selama 1995 – 2000 meningkat rata-rata 8,69 persen per tahun dan pada tahun 2000 mencapai 471.340 ribu ton, tetapi selama 2001 – 2003 terjadi penurunan sebesar 70,12 ribu ton dimana produksi yang dihasilkan selama tiga tahun belakangan rata-rata hanya mencapai 401.227 ribu ton. Menurut beberapa pakar kakao Indonesia, produksi kakao Indonesia di masa datang akan dapat mengejar produksi kakao Ghana. Tetapi yang masih menjadi permasalahan terletak pada kualitas kakao Indonesia yang masih sangat ketinggalan dibanding kakao Ghana. Tabel 4 Luas areal, produksi dan produktivitas kakao Indonesia, 1995 – 2003 Tahun Areal (000 ha) Produksi (000 ton) Produktivitas (Kg/ha) 1995 602.119 304.866 506 1996 655.331 373.999 571 1997 529.057 330.319 624 1998 577.855 456.499 790 1999 667.715 367.475 550 2000 749.917 421.149 562 2001 821.449 536.804 653 2002 914.051 571.155 625 2003 917.634 572.639 624 Trend(%/thn) 6,52 7,78 1,26 Sumber : Mutakin, Jurnal Economic Review, 2008 Salah satu akibatnya adalah bahwa kakao rakyat mempunyai citra bermutu rendah sehingga dikenakan penahanan secara otomatis (automatic detension) di negara tujuan ekspor (AS) yang berakibat pada terjadinya pemotongan harga dan biaya 6 penanganan kembali (reconditioning). Kakao yang terkena penahanan sejak dulu tidak hanya yang berasal dari rakyat saja tetapi juga PTPN, karena adanya kandungan benda asing dan masalah fumigasi. Hal ini tidak bisa dihindarkan karena 80 persen lebih biji kakao kering yang dihasilkan hanya dijemur dengan sinar matahari tanpa fermentasi lebih dahulu. Lembaga pengawas makanan dan obat Amerika (USFDA) mengkategorikan biji kakao sebagai produk makanan yang mutu dan kesehatannya perlu diawasi secara ketat. B. Perumusan Masalah Di sektor pertanian, terdapat tiga komoditi unggulan ekspor Indonesia, yaitu udang, kakao dan kopi. Peningkatan produksi kakao Indonesia sebagai hasil dari peningkatan luas areal tanam dan peningkatan produktivitas kakao ditujukan untuk meningkatkan ekspor kakao Indonesia ke berbagai negara tujuan utama, khususnya Amerika Serikat. Sehubungan dengan keinginan untuk meningkatkan ekspor kakao Indonesia, maka yang menjadi permasalahan adalah : 1. Bagaimana pengaruh harga ekspor kakao di pasar dunia terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh ekspor kakao Indonesia pada tahun sebelumnya (t – 1) terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia pada tahun berikutnya (t)? 3. Bagaimana pengaruh faktor nilai tukar (exchange rate) terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia? Jawaban atas permasalahan ini penting untuk diketahui, agar kebijakan dan upaya peningkatan ekspor kakao Indonesia dapat dilakukan dengan tepat dan berdayaguna bagi perbesaran penerimaan ekspor non-migas sektor pertanian yang di masa depan diharapkan dapat menggantikan peranan sektor migas. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TIMBULNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Adanya pertukaran barang dari dalam negeri ke luar negeri atau dari luar negeri ke dalam negeri (world market) disebabkan oleh berbegai faktor seperti yang diungkapkan oleh Caves, dkk (1993) : 1. adanya kebutuhan/permintaan terhadap barang dan jasa dari dalam negeri, 2. adanya kelebihan supply atau produksi di dalam negeri, 3. adanya efisiensi biaya yang menyebabkan nilai harga barang lebih rendah dibandingkan dengan harga pasaran internasional, 4. teknologi yang mendukung efisiensi teknis sehingga dapat mengurangi biaya produksi, 5. tingkat keahlian tenaga kerja, 6. skala usaha yang besar yang membawa pada rendahnya biaya. Atau secara singkat, motivasi terjadinya pola perdagangan internasional disebabkan oleh dua hal, yaitu : 1. migrasi suatu sumber daya dari satu negara ke negara lain disebabkan oleh adanya peningkatan harga, 2. adanya perbedaan biaya yang rendah dari sumber daya suatu negara dengan negara lain sehingga ada sisi keuntungan yang dapat diperoleh dengan menjual barang tersebut ke negara lain. 8 B. TEORI PERMINTAAN DAN PENAWARAN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Selanjutnya, seperti yang diungkapkan pula oleh Caves, dkk., (1993) dan Salvatore (1995), berbagai teori yang berkaitan erat dengan perdagangan internasional adalah teori keunggulan absolut (absolute advantage) oleh Adam Smith, teori keunggulan komparatif (comparative advantage) oleh John Stuart Mill dan diikuti sesudahnya oleh David Ricardo dengan teori biaya relatif (comparative cost). Semua teori tersebut digolongkan ke dalam teori klasik perdagangan internasional. Mengingat perkembangan aktivitas ekonomi yang cukup tinggi, maka muncullah berbagai teori baru yang dikenal dengan teori modern perdagangan internasional, diantaranya adalah teori faktor proporsi oleh Hecksher – Ohlin atau yang lebih dikenal dengan teori H-O dan teori opportunity cost oleh Harberlel. Namun pada akhirnya perdagangan internasional terjadi karena adanya proses penawaran dan permintaan. Pada dasarnya perdagangan internasional terjadi karena ada aliran barang dari negara yang mempunyai excess supply ke negara yang mempunyai excess demand. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya suatu transaksi perdagangan antar satu negara dengan negara yang lain. Tujuan dari transaksi perdagangan tersebut tidak lain adalah, bagi negara pengimpor dapat memperoleh barang dengan harga yang lebih murah dibanding harus memproduksi sendiri barang tersebut sedangkan keuntungan bagi negara pengekspor adalah dapat memperluas pangsa pasar dan meningkatkan devisa. Pada perdagangan internasional akan terjadi proses perubahan pada kurva penawaran dan kurva permintaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada harga dan produksi barang seperti digambarkan pada gambar 1 berikut ini. 9 Pada gambar 1, diperlihatkan pengaruh perdagangan internasional terhadap harga dan produksi yang digambarkan oleh kurva penawaran dan permintaan. Pada kondisi pertama, bila permintaan tetap (D1) sedangkan impor (M) naik maka kurva penawaran (S1) akan bergeser ke kanan bawah (S2) sehingga harga menjadi turun dari P0 ke P1. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya penawaran akibat impor. P S1 E2 P2 S2 E0 P0 P1 E1 D2 D1 0 Q1 Q0 Q2 Q Gambar 1 Perubahan kurva permintaan dan kurva penawaran perdagangan internasional Sementara itu produksi dalam negeri berkurang menjadi Q1 karena tersaing barang impor dan margin keuntungan yang menurun, sehingga titik keseimbangan bergeser dari E0 ke E1. Pada kondisi kedua, bila permintaan luar negeri meningkat dari D1 ke D2, dan diasumsikan penawaran (S1) tidak mengalami perubahan, maka terjadi peningkatan harga dari P0 ke P2. Hal ini memberi dampak pada peningkatan produksi dalam negeri dari Q0 ke Q2, karena ada daya tarik harga yang cukup bagus di pasar internasional sehingga keseimbangan bergeser dari E0 ke E2. Oleh karena itu, aktivitas ekonomi perdagangan internasional yang diwujudkan dalam kegiatan ekspor-impor akan mempengaruhi ekonomi nasional suatu negara. Bila nilai ekspor lebih tinggi daripada nilai impor suatu negara, maka negara tersebut mengalami surplus dalam neraca perdagangan luar negerinya. Namun sebaliknya bila 10 nilai impornya lebih tinggi dari nilai ekspornya, maka negara tersebut mengalami defisit dalam neraca perdagangannya dan juga berpengaruh pada penurunan GNP (Gross National Product) negara tersebut. Pada prinsipnya perdagangan antara dua negara itu timbul karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran. Perbedaan dalam permintaan misalnya karena perbedaan pendapatan dan selera, sedangkan perbedaan penawaran misalnya disebabkan perbedaan jumlah dan kualitas faktor-faktor produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas. Untuk menjelaskan teori ini, secara sederhana digambarkan pada gambar 2. Anggapan yang digunakan dalam analisa ini adalah : a. Persaingan sempurna b. Faktor produksi tetap c. Tidak ada ongkos angkut d. Kesempatan kerja penuh e. Tidak ada perubahan teknologi f. Produksi dengan ongkos yang menaik (increasing cost of production) g. Tidak ada pemindahan kapital. Negara A Negara B SA DA Pe P Pa SB B’ B C A A’ O DB F’ F H G G’ Barang X Gambar 2 Teori permintaan dan penawaran 11 Sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga barang X di Negara A adalah Pa, dimana kurva penawaran berpotongan dengan kurva permintaan, sedangkan harga barang X di Negara B adalah Pe. Harga di Negara B lebih tinggi daripada di Negara A. Jika produksi dengan keadaan constant cost, maka Negara A dapat menjual barang X-nya dalam jumlah yang tidak terbatas pada harga Pa, sedangkan Negara B tidak dapat menjual barang X satu unitpun pada harga yang lebih rendah daripada P e.. Jadi dengan berdagang, kalau keadaannya itu constant cost, maka akan terjadi spesialisasi. Barang X hanya akan dihasilkan di Negara A saja dan Negara B akan mengimpor sejumlah F’G’ pada harga Pa. Tetapi apabila produksi dengan increasing cost, maka produksi di Negara A akan naik untuk memenuhi permintaan dari Negara B. Kenaikan produksi ini akan mengakibatkan kenaikan ongkos per unit, sehingga hargaharga akan naik. Sebaliknya bagi Negara B, produksi akan turun karena sebagian dari barang X diimpor dari Negara A, sehingga harga akan turun. Proses penyesuaian ini akan berjalan terus sampai jumlah yang diekspor Negara A (AB) sama dengan jumlah yang diimpor oleh Negara B (FG) dan harga yang terjadi adalah P. 12 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN A.TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari suatu penelitian adalah berkenaan dengan rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian yaitu untuk membuktikan apa yang menjadi permasalahan dalam penelitian tersebut. Secara umum, Analisis Terhadap Penawaran Ekspor Kakao Indonesia, dalam tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kakao Indonesia, serta berapa besar pengaruh masing-masing faktor tersebut dalam menentukan tingkat ekspor kakao Indonesia dari tahun ke tahun. Secara rinci, tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh harga ekspor kakao di pasar dunia terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia. 2. Untuk mengetahui pengaruh ekspor kakao Indonesia pada tahun sebelumnya (t – 1) terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia pada tahun berikutnya (t). 3. Untuk mengetahui pengaruh faktor nilai tukar (exchange rate) terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia. Dengan diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kakao tersebut, maka dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penentuan kebijakan dan strategi ekspor kakao Indonesia B. MANFAAT PENELITIAN Suatu penelitian dilakukan karena adanya masalah. Masalah bisa diartikan sebagai sesuatu yang terjadi yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi. 13 Secara teoritis, manfaat dari sebuah penelitian antara lain adalah untuk memecahkan masalah dan untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan. Khusus untuk penelitian ini, sesuai dengan judul penelitian yang dipilih, hasilnya diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Dengan diketahuinya besar pengaruh harga ekspor kakao dunia, maka negara-negara produsen kakao terbesar dunia termasuk Indonesia bisa memainkan peranan untuk menjaga kestabilan harga pasar kakao dunia yang bertujuan untuk stabilisasi penerimaan devisa. 2. Dengan diketahuinya besar pengaruh volume ekspor kakao Indonesia tahun sebelumnya terhadap volume ekspor kakao Indonesia tahun berikutnya, maka eksportir kakao Indonesia bisa menyempurnakan menejemen pengendalian persedian ekspor kakao Indonesia. 3. Dengan diketahuinya besar pengaruh nilai tukar terhadap ekspor kakao Indonesia maka secara langsung maupun tidak langsung pemerintah harus bisa menjaga kestabilan nilai tukar mata uang supaya ekspor kakao Indonesia tidak berfluktuasi terlalu ekstrim. 4. Dengan diketahuinya besar pengaruh semua faktor yang mempengaruhi ekspor kakao Indonesia secara simultan, diharapkan semua pihak yang terkait dalam ekspor kakao Indonesia seperti pemerintah, pengusaha kakao, eksportir kakao dan petani kakao bisa mensinergikan aktivitas masing-masing agar memberikan kontribusi optimal bagi tercapainya optimalisasi ekspor kakao Indonesia. 14 BAB IV METODE PENELITIAN A. LOKASI/DAERAH ANALISIS Yang menjadi objek analisis dalam tulisan ini adalah keadaan perkembangan ekspor kakao yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Data ekspor kakao Indonesia meliputi semua volume ekspor kakao Indonesia yang melalui wilayah pabean Indonesia mencakup pelabuhan laut dan bandar udara. B. METODE PENGUMPULAN DATA Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data skunder yang dihimpun dari beberapa sumber data yang yang berkompeten yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, Departemen Perdagangan Indonesia dan beberapa sumber lain seperti jurnal ilmiah dan internet. Pengumpulan data skunder tersebut dilakukan dengan cara mendokumentasikan semua data yang berhubungan dengan objek penelitian. Data tersebut kemudian ditabulasi dan diolah dengan menggunakan metode yang sesuai dengan model yang digunakan dalam penelitian ini. C. MODEL PENELITIAN Secara teoritis ( Mutakin, Jurnal Economic Review, 2008 ), penawaran ekspor kakao suatu negara dipengaruhi oleh harga ekspor kakao yang berlaku, dimana adanya kenaikan harga ekspor kakao menyebabkan adanya rangsangan untuk meningkatkan ekspor, ceteris paribus. Kakao yang dihasilkan oleh Indonesia sebagian besar ditujukan untuk ekspor. Dalam perdagangan internasional, peranan nilai tukar turut menentukan. 15 Pengaruh nilai tukar adalah positif, artinya adalah apabila terjadi kenaikan nilai tukar mata uang mitra dagang (depresiasi), maka harga komoditas ekspor dalam negeri menjadi naik, sehingga hal ini akan mendorong produsen lebih bergairah untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya akan mendorong kenaikan volume ekspor. Faktor lain yang mempengaruhi ekspor kakao pada tahun tertentu (t) adalah ekspor kakao pada tahun sebelumnya (t – 1) dan mempunyai pengaruh yang positif. Artinya adalah adanya kenaikan ekspor tahun-tahun sebelumnya diharapkan akan mendorong kenaikan ekspor pada tahun tertentu. Dengan pertimbangan di atas, maka fungsi penawaran dari ekspor kakao dalam hal ini dirumuskan sebagai berikut : Qt = f (Pt, Qt-1, ERt, µ) Karenanya, model logaritmik penawaran ekspor kakao dapat dirumuskan sebagai berikut : log Qt = log a0 + a1 log Pt + a2 log Qt-1 + a3 log ERt + µ dimana : Qt = penawaran ekspor kakao negara A pada tahun ke-t Pt = harga ekspor kakao pada tahun ke-t Qt-1 = penawaran ekspor kakao negara A pada tahun ke-(t-1) ERt = nilai tukar pada tahun ke-t Hasil pendugaan parameter digunakan untuk menduga elastisitas harga penawaran dan fleksibilitas harga penawaran terhadap ekspor kakao Indonesia, elastisitas volume ekspor kakao pada tahun-tahun sebelumnya terhadap ekspor kakao Indonesia, dan elastisitas dari nilai tukar terhadap penawaran ekspor kakao. Nilai pendugaan persamaan tersebut merupakan nilai elastisitas penawaran jangka pendek, sedangkan nilai elastisitas jangka panjang merupakan nilai elastisitas jangka pendek setelah dibagi dengan nilai 1 – a2 (koefisien penyesuaian parsial untuk harga kakao). 16 Nilai fleksibilitas harga penawaran jangka pendek dan jangka panjang masing-masing merupakan kebalikan dari nilai elastisitas harga jangka pendek dan jangka panjang. D. PENGOLAHAN DATA Pengolahan data variabel dalam model penelitian ini dilakukan dengan menggunakan diinterpretasikan software sebagai SPSS. Hasil interpretasi pengolahan pengaruh data tersebut masing-masing kemudian faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor kakao Indonesia sebagaimana yang terdapat pada spesifikasi model penelitian ini. Setelah interpretasi hasil pengolahan data, kemudian dibuat beberapa kesimpulan dari penelitian dan berdasarkan kesimpulan tersebut kemudian dibuat suatu paparan tentang implikasi kebijakan yang tepat untuk menunjang kinerja ekspor kakao Indonesia yang diharapkan bisa meningkat pada masa yang akan datang. 17 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Ekspor kakao dunia Volume ekspor kakao dunia cenderung meningkat selama 1999/2000 – 2002/2003 (Tabel 5). Ekspor kakao biji sempat turun drastis pada tahun 2000/2001 dibanding 1999/2000, tetapi kemudian terus meningkat selama 2001/2002 – 2002/2003. Ekspor kakao olahan (mentega, bubuk, pasta dan coklat) terus meningkat secara signifikan selama 1999/2000 – 2002/2003. Peningkatan volume ekspor produk kakao olahan tersebut menunjukkan perkembangan yang pesat dalam industri pengolahan kakao di dunia. Ini merupakan kesempatan yang lebih baik bagi Indonesia untuk ikut meningkatkan industri pengolahan kakao-nya. Disamping ekspor, terdapat pula reekspor biji kakao. Selama 1999/2000 – 2001/2002 terjadi penurunan reekspor kakao biji dunia karena adanya peningkatan pengolahan, sedangkan pada tahun 2002/2003 reekspor meningkat lagi karena adanya peningkatan ekspor kakao biji. Jumlah reekspor kakao biji merupakan sekitar 10,35 – 12,34 persen dari total ekspor kakao biji. Tabel 5 Perkembangan volume ekspor produk kakao dunia, tahun 1999/00 – 2002/03 (ton) Produk kakao Kakao biji 1999/00 2000/01 2001/02 2002/03 2462932 1986718 2125003 2157499 Kakao mentega (butter) 493440 524684 530250 533472 Kakao bubuk (powder) 562504 582901 591327 600862 Kakao pasta (paste/liquor) 281008 328483 337045 332477 Coklat dan produk coklat 2445040 2788029 2911115 2980877 255015 241637 234494 266201 (10.35) (12.16) (11.03) (12.34) Reekspor kakao biji 18 Ekspor kakao Indonesia Ekspor kakao Indonesia setiap tahunnya cenderung meningkat karena kakao yang diekspor umumnya dikategorikan sebagai jenis ”fine/flavor cocoa”. Kakao Indonesia biasanya digunakan sebagai bahan pencampur (blending) oleh negara-negara industri cokelat. Selama 1995 – 2002, volume dan nilai ekspor kakao Indonesia meningkat masing-masing 8,04 persen dan 2,85 persen per tahun. Ekspor kakao Indonesia pada tahun 1995 mencapai 233,59 ribu ton dengan nilai sekitar US$ 309,33 ribu, dan pada tahun 1999 meningkat dua kali lebih besar yaitu menjadi 419,87 ribu ton dan dengan nilai US$ 423,27 ribu (Tabel 6). Lebih rendahnya laju pertumbuhan nilai ekspor dibanding laju volume ekspor menunjukkan bahwa harga kakao dunia cenderung menurun. Tabel 6 Volume dan nilai ekspor dan impor kakao Indonesia, 1995 – 2002 Ekspor Impor Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Trend (%/tahun) Volume (000 ton) 233,59 322,86 265,95 334,81 419,72 341,86 287,51 459,24 8,04 Nilai (US$000) 309,33 373,93 419,07 502,91 423,32 341,86 287,51 521,30 2,85 Volume (000 ton) 3,56 4,26 6,41 7,62 11,84 19,31 37,48 36,58 33,22 Nilai (US$000) 8,48 9,77 9,98 12,89 15,70 22,06 45,91 63,97 19,25 Perkembangan harga kakao dunia Harga rata-rata kakao biji di pasar internasional selama tahun 1995 – 1998 meningkat sekitar 5,76 persen per tahun, yaitu dari US$cent 65,01/lb (Tabel 7). Tetapi selama tahun 1999 – 2001 harga menurun 2,46 persen per tahun. Harga meningkat lagi selama 2002 – 2003, yaitu 9,02 persen per tahun. Selama 1999 – 2003, harga kakao dunia meningkat rata-rata 1,35 persen per tahun. 19 Tabel 7 Perkembangan harga bulanan kakao biji kering di pasar dunia (New York), 1995 – 2000 dalam US$cent/lb. Bulan 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Januari 66,63 61,21 64,80 75,67 66,01 41,63 43,84 62,79 99,10 Pebruari 68,51 62,14 62,27 74,43 63,89 38,97 52,48 67,67 101,50 Maret 67,36 60,72 69,11 77,98 59,57 42,32 51,00 72,21 90,48 April 66,64 66,06 71,26 78,31 53,80 41,34 48,06 71,18 87,44 Mei 65,56 69,13 71,14 81,39 48,20 41,23 48,97 72,82 79,37 Juni 65,19 69,74 76,58 78,10 52,70 42,71 44,10 75,24 71,63 Juli 61,87 67,84 76,08 77,67 50,50 42,49 43,87 84,76 Agustus 64,09 68,03 74,94 76,37 47,92 39,82 46,91 88,93 September 63,36 66,96 80,27 76,54 48,14 40,06 46,26 98,16 Oktober 63,26 67,00 78,99 74,68 46,33 39,83 49,21 100,00 Nopember 65,16 66,65 76,87 72,34 41,84 36,33 56,28 82,29 Desember 62,54 66,63 78,80 68,71 41,67 36,45 60,64 91,75 Rataan 65,01 66,03 73,43 76,02 51,71 40,27 49,39 80,65 88,27 Harga kakao dalam negeri Selama bertahun-tahun harga kakao di pasar dalam negeri selalu rendah karena selalu dikenakan potongan harga di pasar luar negeri. Salah satu penyebabnya adalah kandungan lemak kakao yang lebih rendah (sekitar 6 persen), cita rasa yang kurang kuat, dan masih banyak lagi yang perlu diperbaiki. Harga dunia dan nilai tukar dollar AS terhadap rupiah juga mempengaruhi harga kakao di pasar dalam negeri. Harga kakao di pasar domestik rata-rata per bulan selama periode 1995 – 1997 tidak lebih dari Rp.2.411/kg (Tabel 8). Saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998, dimana nilai tukar rupiah terhadap dollar AS merosot tajam, komoditas yang berorientasi ekspor mendapat imbas positif, yaitu meningkatnya harga domestik menjadi Rp.8.903/kg, walaupun kemudian menurun kembali menjadi Rp.7.097/kg selama tiga tahun, dan meningkat kembali mencapai Rp.8.948/kg pada tahun 2002. 20 Tabel 8 Perkembangan harga bulanan kakao biji kering di pasar dalam negeri, 1995 – 2000 dalam Rp/kg. Bulan 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Januari 1,798 2.085 2.556 7.443 7.469 7.000 6.198 7.487 Pebruari 1.967 2.100 2.525 7.793 7.896 8.000 6.187 7.615 Maret 1.958 2.150 2.012 8.513 7.859 7.400 7.698 9.249 April 2.026 2.200 2.775 8.993 7.578 9.250 7.698 9.249 Mei 2.102 2.275 2.775 8.993 7.578 9.250 7.018 8.424 Juni 2.042 2.300 2.775 8.993 7.578 9.250 7.313 8.205 Juli 2.042 2.345 2.775 9.193 6.478 7.026 7.626 8.873 Agustus 2.075 2.383 2.775 9.293 5.000 7.201 7.394 8.581 September 2.060 2.383 2.762 9.893 6.000 6.948 6.971 9.889 Oktober 2.042 2.383 3.000 9.705 6.000 6.982 7.087 9.320 Nopember 2.065 2.383 5.000 9.143 5.500 6.525 8.150 10.490 Desember 2.075 2.383 3.500 9.243 5.000 6.352 7.792 10.523 Rataan 2.021 2.281 2.932 8.903 6.673 7.411 7.208 8.948 B. PEMBAHASAN Secara teoritis, penawaran ekspor kakao suatu negara dipengaruhi oleh harga ekspor kakao yang berlaku, dimana adanya kenaikan harga ekspor kakao menyebabkan adanya rangsangan untuk meningkatkan ekspor, ceteris paribus. Kakao yang dihasilkan oleh Indonesia sebagian besar ditujukan untuk ekspor. Dalam perdagangan internasional, peranan nilai tukar turut menentukan. Pengaruh nilai tukar adalah positif, artinya adalah apabila terjadi kenaikan nilai tukar mata uang mitra dagang (depresiasi), maka harga komoditas ekspor dalam negeri menjadi naik, sehingga hal ini akan mendorong produsen lebih bergairah untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya akan mendorong kenaikan volume ekspor. Faktor lain yang mempengaruhi ekspor kakao pada tahun tertentu (t) adalah ekspor kakao pada tahun sebelumnya (t – 1) dan mempunyai pengaruh yang positif. Artinya adalah adanya kenaikan ekspor tahun-tahun sebelumnya diharapkan akan mendorong kenaikan ekspor pada tahun tertentu. 21 Dengan pertimbangan di atas, maka fungsi penawaran dari ekspor kakao dalam hal ini dirumuskan sebagai berikut : Qt = f (Pt, Qt-1, ERt, µ) Karenanya, model logaritmik penawaran ekspor kakao dapat dirumuskan sebagai berikut : log Qt = log a0 + a1 log Pt + a2 log Qt-1 + a3 log ERt + µ dimana : Qt = penawaran ekspor kakao negara A pada tahun ke-t Pt = harga ekspor kakao pada tahun ke-t Qt-1 = penawaran ekspor kakao negara A pada tahun ke-(t-1) ERt = nilai tukar pada tahun ke-t Hasil pendugaan parameter digunakan untuk menduga elastisitas harga penawaran dan fleksibilitas harga penawaran terhadap ekspor kakao Indonesia, elastisitas volume ekspor kakao pada tahun-tahun sebelumnya terhadap ekspor kakao Indonesia, dan elastisitas dari nilai tukar terhadap penawaran ekspor kakao. Nilai pendugaan persamaan tersebut merupakan nilai elastisitas penawaran jangka pendek, sedangkan nilai elastisitas jangka panjang merupakan nilai elastisitas jangka pendek setelah dibagi dengan nilai 1 – a2 (koefisien penyesuaian parsial untuk harga kakao). Nilai fleksibilitas harga penawaran jangka pendek dan jangka panjang masing-masing merupakan kebalikan dari nilai elastisitas harga jangka pendek dan jangka panjang. Untuk menganalisis penawaran ekspor kakao Indonesia dengan menggunakan model logaritmik penawaran ekspor di atas, digunakan data pada Tabel 9.Pada Tabel 9 terlihat bahwa di sisi volume ekspor kakao Indonesia, dari tahun ke tahun berfluktuasi pada kisaran 200 – 400 jutaan kilogram selama 1995 – 2007. Volume ekspor terbesar terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 495.880.00 kg, sedangkan volume ekspor terendah terjadi pada tahun 1995 dengan volume ekspor sebesar 233.590.000. Hal ini 22 disebabkan oleh tingkat produktivitas yang rendah yaitu sebesar 506 kg/ha dengan luas lahan tanam 602.119.000 ha (Tabel 4). Pada kolom nilai ekspor, juga terlihat berfluktuasi dari tahun ke tahun dimana nilai ekspor paling tinggi dicapai pada tahun 2007 sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada tahun 2001 pada saat nilai tukar rupiah terhadap US$ pada posisi terendah yaitu Rp.10.400 per US$1. Tabel 9 Data volume ekspor kakao, harga ekspor kakao dan nilai tukar tahun 1995 – 2008 Tahun Volume ekspor (kg) Nilai (US$) Nilai tukar (Rp/US$1) 1995 233.590.000 309.330.000 2.308 1996 322.860.000 373.930.000 2.383 1997 265.950.000 419.070.000 4.650 1998 334.810.000 502.910.000 8.025 1999 419.720.000 423.320.000 7.100 2000 341.860.000 341.860.000 9.595 2001 287.510.000 287.510.000 10.400 2002 459.240.000 521.300.000 8.940 2003 385.760.000 410.500.000 8.465 2004 341.680.000 370.250.000 9.290 2005 432.450.000 468.350.000 9.830 2006 495.880.000 620.340.000 9.020 2007 485.950.000 630.550.000 9.419 Analisis penawaran ekspor kakao Indonesia dalam paper ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel harga ekspor kakao, volume ekspor periode sebelumnya dan pengaruh nilai tukar terhadap volume ekspor. Hasil pengolahan data Tabel 9 dengan menggunakan SPSS dirangkum pada Tabel 10 berikut ini. Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 10, Indonesia mempunyai nilai elastisitas harga penawaran ekspor kakao jangka pendek sebesar 0,614, artinya adalah penawaran ekspor dalam jangka pendek bersifat inelastis terhadap perubahan harga ekspor kakao dunia. Hal ini memberikan petunjuk bahwa dalam jangka pendek, adanya 23 perubahan harga ekspor kakao dunia tidak dapat direspon dengan cepat oleh para eksportir kakao Indonesia. Tabel 10 Hasil pendugaan model penawaran ekspor kakao Indonesia Variabel Koefisien pendugaan Intersep 1,925 Harga ekspor (Pt) 0,614 Ekspor tahun lalu (Qt-1) 0,109 Nilai tukar (ERt) 0,105 R2 0,675 R2 terkoreksi 0,553 F-hitung 5,536 Elastisitas jangka pendek dari (Pt) 0,614 Elastisitas jangka panjang dari (Pt) 0,689 Para eksportir kakao Indonesia umumnya cenderung melepas kakao-nya di pasar internasional berapapun tingkat harga kakao yang berlaku, hal ini disebabkan karena manajemen stok kakao belum begitu dikuasai oleh para eksportir walaupun kakao sebenarnya bisa disimpan dalam waktu yang lama. Elastisitas penawaran harga ekspor kakao Indonesia jangka panjang mempunyai koefisien sebesar 0,689, ini berarti bahwa dalam jangka panjang penawaran ekspor kakao Indonesia juga bersifat inelastis terhadap perubahan harga ekspornya meskipun tingkat inelastis tersebut sedikit lebih berkurang dibandingkan dengan inelastis jangka pendek-nya. Hal ini memberikan petunjuk bahwa dalam jangka panjang para eksportir kakao Indonesia sedikit lebih bisa merespon perubahan harga kakao dunia dalam hubungannya dengan ekspor kakao. Nilai elastisitas dari volume ekspor kakao tahun lalu sebesar 0,109 memberikan arti bahwa volume ekspor kakao Indonesia tahun lalu mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap realisasi volume ekspor kakao Indonesia pada tahun tertentu. Hal ini memberikan petunjuk bahwa daya saing dari kakao Indonesia di pasar dunia masih 24 cukup lemah. Realisasi ekspor hanya bertumpu pada pasar yang terbatas dengan jumlah permintaan yang terbatas pula. Faktor lain yang barangkali turut memberikan andil dalam hal ini adalah tidak piawainya eksportir, pengusaha dan petani kakao Indonesia untuk meningkatkan kualitas kakao ekspor Indonesia, karena pada umumnya pengelolaan tanaman kakao di Indonesia umumnya belum dilakukan secara profesional, disamping proses pengolahan biji kakao yang masih bersifat tradisonal seperti pengeringan hanya dengan penyinaran matahari di alam terbuka sehingga kadar kandungan lemak sebagai suatu syarat seringkali tidak terpenuhi. Karenanya diakui bahwa besar volume ekspor kakao Indonesia setiap tahun hampir bisa dikatakan sebagai suatu yang bersifat statis dan bukan sebagai pemenang kompetisi di pasar persaingan dunia. Sementara itu, elastisitas jangka pendek dari nilai tukar rupiah terhadap US dollar bersifat inelastis terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia. Ini berarti bahwa dalam jangka pendek ekspor kakao Indonesia tidak begitu terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa petani, produsen dan eksportir kakao Indonesia tidak terlalu memikirkan marjin pemasaran dari ekspor kakao tersebut. Data pada tahun pada Tabel 9 menunjukkan bahwa meskipun nilai tukar pada tahun tersebut adalah terendah untuk kurun waktu 13 tahun pengamatan, namun volume ekspor dan nilai ekspornya merupakan yang terkecil untuk kurun waktu tersebut. Penyebab terjadinya antara lain adalah para petani penghasil kakao rakyat memang sangat menggantungkan hidupnya dari penjualan panen kakao sebagai satu-satunya sumber penghasilan, inefisiensi dalam proses pengolahan kakao ekspor seperti biaya yang tidak realistis dan manajemen perdagangan yang berbelit-belit diduga sebagai faktor-yang menyebabkan pelaku ekspor kakao mau tidak mau harus menjual sesegera mungkin berapapun nilai tukar yang sedang berlaku. 25 Nilai koefisien R2 sebesar 0,675 mengartikan bahwa 67,5 persen volume penawaran ekspor kakao Indonesia pada tahun tertentu dipengaruhi oleh varibel harga ekspor kakao pada tahun tertentu, volume ekspor kakao periode sebelumnya dan nilai tukar rupiah terhadap US dollar pada tahun tertentu secara simultan, sedangkan sisanya (32,5 persen) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model seperti manajemen produksi kakao, manajemen pemasaran kakao, tata niaga ekspor dan peraturan yang berlaku, kebijaksanaan perdagangan luar negeri Indonesia dan manajemen transportasi ekspor-impor Indonesia. Pengaruh tersebut adalah signifikan secara nyata (α = 5 persen) yang ditandai oleh nilai koefisien F-hitung yaitu sebesar 5,536. 26 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi penawaran ekspor kakao Indonesia, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Penawaran ekspor kakao Indonesia bersifat inelastis terhadap perubahan harga ekspornya. Hal ini berarti dalam jangka pendek adanya perubahan harga ekspor kakao tidak dapat direspon cepat oleh para eksportir kakao Indonesia. Para eksportir kakao Indonesia umumnya melepas kakao di pasar internasional berapapun tingkat harga yang berlaku. Para eksportir tidak menerapkan manajemen stok karena keterbatasan gudang yang memadai dan keterikatan kontrak dengan para importir. 2. Penawaran ekspor kakao Indonesia bersifat sangat inelastis terhadap volume ekspor kakao tahun yang lalu. Hal ini berarti perkembangan ekspor kakao Indonesia dari tahun ke tahun bersifat terbatas sebatas jumlah kontrak yang telah disepakati antara eksportir kakao Indonesia dengan importir-nya. Keadaan ini juga merupakan ekses dari kualitas kakao yang diekspor belum memenuhi standar kakao yang ditetapkan oleh importir-nya di luar negeri dan pada umumnya ekspor kakao Indonesia didominasi oleh kakao biji yang diolah secara alami. 3. Penawaran ekspor kakao Indonesia bersifat sangat inelastis terhadap perubahan nilai tukar rupiah terhadap US dollar. Hal ini berarti bahwa baik apresiasi maupun depresiasi nilai tukar rupiah terhadap US dollar tidak berpengaruh bagi penurunan dan peningkatan volume ekspor kakao Indonesia. Penyebabnya antara lain adalah kebutuhan hidup petani penghasil kakao mengharuskan mereka melepas 27 produksinya secepat mungkin, biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan oleh eksportir apabila mereka menyimpan/menahan kakao lebih lama untuk menunggu nilai tukar membaik, eksportir terpaksa harus menerima harga yang telah ditetapkan oleh importir mengingat kualitas kakao ekspor Indonesia yang masih belum memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh pengimpor khususnya negara maju. B. SARAN Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari analisis penawaran ekspor kakao Indonesia dimana penawaran ekspor kakao Indonesia ternyata bersifat inelastis terhadap harga ekspor kakao, volume ekspor tahun lalu dan nilai tukar, maka upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peran ekspor kakao Indonesia dalam ekspor non-migas adalah dengan meningkatkan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional. Strategi peningkatan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional dapat dijelaskan dengan gambar 3 berikut. P S0 Pa S1 1 4 Pd 2 Pb Pc P0 3 D1 D2 D0 0 Q0 D3 Qb Qa Qc Qd Q Gambar 3 Strategi peningkatan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional 28 Pada gambar 3, Q adalah jumlah ekspor kakao, dan P adalah harga ekspor. Misalkan kondisi awal keseimbangan berada pada P 0 dan Q0 dan kurva penawaran ekspor dan permintaan impor adalah S0 dan D0. Dengan asumsi indikator daya saing adalah laba dan pangsa pasar, maka usaha peningkatan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional dapat ditempuh melalui empat cara, yaitu : 1) menggeser kurva permintaan ke kanan dengan kurva penawaran tetap, 2) mengubah kemiringan kurva permintaan menjadi lebih elastis dengan kurva penawaran tetap, 3) menggeser kurva permintaan ke kanan diikuti dengan menggeser kurva penawaran ke kanan, dan 4) menggeser kurva permintaan ke kanan dan sekaligus merubah kemiringan kurva permintaan menjadi lebih elastis dan juga diikuti oleh peningkatan penawaran dengan cara menggeser kurva penawaran ke kanan. Cara pertama dapat ditempuh melalui usaha melakukan ekspor ke pasar impor baru, melakukan promosi terhadap importir potensial dan meningkatkan kemampuan bersaing dalam harga. Pada gambar 3 ditunjukkan oleh bergesernya kurva permintaan dari D0 ke D1 dan keseimbangan berubah menjadi (Pa, Qa) pada kurva penawaran S0. Dengan demikian terjadi peningkatan volume ekspor sebesar Q 0Qa pada harga ekspor yang lebih tinggi dari P0. Cara kedua adalah usaha peningkatan elastisitas permintaan melalui peningkatan mutu kakao dan promosi ekspor. Pada gambar 3 ditunjukkan oleh berubahnya kurva permintaan menjadi D2 dan pada kurva penawaran yang tetap keseimbangan terjadi pada (Pb, Qb) dan terjadi peningkatan volume ekspor sebesar Q 0Qb pada tingkat harga yang lebih tinggi dari P0. Cara ketiga adalah disamping usaha cara pertama juga dilakukan peningkatan penawaran yang dapat ditempuh melalui penggunaan teknologi untuk peningkatan produktivitas, efisiensi biaya produksi, efisiensi pemasaran dan manajemen stok. Usaha 29 tersebut pada gambar 3, ditunjukkan oleh bergesernya kurva permintaan dan penawaran menjadi D1 dan S1, dan keseimbangan berada pada (Pc, Qc) pada tingkat harga yang lebih tinggi dari P0, dengan peningkatan volume ekspor sebesar Q0Qc. Cara yang keempat adalah dengan menggabungkan cara pertama dan kedua yang juga diikuti usaha peningkatan penawaran. Pada gambar 3 ditunjukkan oleh bergesernya kurva permintaan dan penawaran menjadi D 3 dan S1 dan keseimbangan berada pada (Pd, Qd) pada tingkat harga yang lebih tinggi dari P0 dan terjadi peningkatan volume ekspor sebesar Q0Qd. Dari keempat cara tersebut, maka dapat diketahui bahwa cara keempat yaitu usaha menggeser kurva permintaan ke kanan dan merubah kemiringan kurva permintaan menjadi lebih elastis juga diikuti oleh peningkatan penawaran dengan manajemen yang tepat akan menghasilkan cara efektif untuk meningkatkan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional. 30 DAFTAR PUSTAKA Edizal. Strategi Peningkatan Daya Saing Lada Putih Indonesia Melalui Analisis Penawaran Ekspor Dan Permintaan Ekspor Lada Putih Dunia, Jurnal Ekonomi, 2008. Mutakin, Firman. Faktor Yang Menunjang Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia, Jurnal Economic Review, 2008. Nopirin, Ph.D. Ekonomi Internasional, Edisi 3, BPFE Yogyakarta, 1999. Nurasa, Tjetjep dan Muslim, Chairul. Perkembangan Ekspor Kakao Indonesia Dan Dampak Penerapan Kebijakan Eskalasi Tarif Dipasaran Dunia, Jurnal Ekonomi, 2008. Salvator, Dominick. Ekonomi Internasional, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, 1995. Sobri, Drs. Ekonomi Internasional Teori, Masalah dan Kebijaksanaannya, BPFE – UII Yogyakarta, 1999. DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Darwin Sahat Hamonangan Damanik, SE NIP : 19641231 200112 1 005 Pangkat/Golongan : Penata Muda Tk. I / III-b Jabatan Fungsional : Tenaga Pengajar/Asisten Ahli Alamat rumah : Komp. Damai Indah Lk.III Kel. Jati Makmur Binjai Riwayat Pendidikan/Sekolah No Nama Pendidikan Jurusan Tanda Lulus Tahun Tamat Tempat 1. 2. 3. 4. SD Negeri 11 SMP Negeri 1 SMA Negeri 1 Fakultas Ekonomi USU IPA IESP Ijazah Ijazah Ijazah Ijazah 1976 1980 1983 1989 Binjai Binjai Binjai Medan Riwayat Penelitian 1. Analisa Terhadap Peranan Dan Prospek Usaha Kecil Dalam Konteks Perluasan Kesempatan Kerja Di Kota Binjai……..........…..............….............…….Tahun 2003 2. Analisa Terhadap Peranan Dan Prospek Usaha Kecil Dalam Konteks Perluasan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Langkat……...........…….....………….Tahun 2006 3. Pengaruh Strategi Promosi Terhadap Peningkatan Jumlah Nasabah Pada PT. (Persero) BTN. Simalingkar Medan...........................................................Tahun 2007 4. Prediksi Kebangkrutan Bank Dengan Model CAMEL Dan Kepatuhan Terhadap Bank Indonesia...........................................................................................Tahun 2008 5. Analisis Sektor Industri Andalan (Leading Sector) Berbasis PDRB Pada Kabupaten Serdang Bedagai.........................................................................................Tahun 2009 6. Analisis Penawaran Ekspor Kakao Indonesia……......……...…………...Tahun 2010 Riwayat Pengabdian Pada Masyarakat 1. Penyuluhan Tentang Penyalahgunaan Narkotika Dan Zat Adiktif Lainnya Serta Upaya Pencegahannya Di Desa Tuntungan II Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang……………..............................................................……….Tahun 2005 2. Pelatihan Penyuluhan Proposal Kredit Usaha Bagi Pengusaha Kecil Di Desa Sambi Rejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat , 20761.................................Tahun 2007 3. Pelatihan Pembuatan Sistem Akuntansi Penerimaan Dan Pengeluaran Kas Bagi Pedagang Kecil Kelurahan Perumnas Simalingkar Kecamatan Pancur Batu.............................................................................................................Tahun 2008 Medan, 3 Nopember 2010 Darwin Sahat Hamonangan Damanik, SE