analisis penawaran ekspor kakao indonesia

advertisement
LAPORAN HASIL PENELITIAN
ANALISIS PENAWARAN EKSPOR KAKAO INDONESIA
Oleh :
DARWIN SH. DAMANIK, SE.
N I P : 19641231 200112 1 005
Dibiayai oleh : DIPA 2010 Politeknik Negeri Medan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan Nasional
No. Kontrak : 50 / K2.2 / PL / 2010
Tanggal
: 22 Juli 2010
MEDAN
2010
ABSTRAK
Darwin SH. Damanik. Analisis Terhadap Penawaran Ekspor Kakao Indonesia, dalam
tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran
ekspor kakao Indonesia, serta berapa besar pengaruh masing-masing faktor tersebut
dalam menentukan tingkat ekspor kakao Indonesia dari tahun ke tahun.
Penawaran ekspor kakao suatu negara dipengaruhi oleh harga ekspor kakao yang
berlaku, dimana adanya kenaikan harga ekspor kakao menyebabkan adanya rangsangan
untuk meningkatkan ekspor, ceteris paribus. Pengaruh nilai tukar adalah positif, artinya
adalah apabila terjadi kenaikan nilai tukar mata uang mitra dagang (depresiasi), maka
harga komoditas ekspor dalam negeri menjadi naik, sehingga hal ini akan mendorong
produsen lebih bergairah untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya akan
mendorong kenaikan volume ekspor. Faktor lain yang mempengaruhi ekspor kakao
pada tahun tertentu (t) adalah ekspor kakao pada tahun sebelumnya (t – 1) dan
mempunyai pengaruh yang positif. Artinya adalah adanya kenaikan ekspor tahun-tahun
sebelumnya diharapkan akan mendorong kenaikan ekspor pada tahun tertentu.
Indonesia mempunyai nilai elastisitas harga penawaran ekspor kakao jangka pendek
sebesar 0,614, artinya adalah penawaran ekspor dalam jangka pendek bersifat inelastis
terhadap perubahan harga ekspor kakao dunia. Elastisitas penawaran harga ekspor
kakao Indonesia jangka panjang mempunyai koefisien sebesar 0,689, ini berarti bahwa
dalam jangka panjang penawaran ekspor kakao Indonesia juga bersifat inelastis
terhadap perubahan harga ekspornya meskipun tingkat inelastis tersebut sedikit lebih
berkurang dibandingkan dengan inelastis jangka pendek-nya.
Nilai elastisitas dari volume ekspor kakao tahun lalu sebesar 0,109 memberikan arti
bahwa volume ekspor kakao Indonesia tahun lalu mempunyai pengaruh yang sangat
kecil terhadap realisasi volume ekspor kakao Indonesia pada tahun tertentu. Sementara
itu, elastisitas jangka pendek dari nilai tukar rupiah terhadap US dollar bersifat inelastis
terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia. Ini berarti bahwa dalam jangka pendek
ekspor kakao Indonesia tidak begitu terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar tersebut.
Nilai koefisien R2 sebesar 0,675 mengartikan bahwa 67,5 persen volume penawaran
ekspor kakao Indonesia pada tahun tertentu dipengaruhi oleh varibel harga ekspor kakao
pada tahun tertentu, volume ekspor kakao periode sebelumnya dan nilai tukar rupiah
terhadap US dollar pada tahun tertentu secara simultan, sedangkan sisanya (32,5 persen)
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model seperti manajemen produksi kakao,
manajemen pemasaran kakao, tata niaga ekspor dan peraturan yang berlaku,
kebijaksanaan perdagangan luar negeri Indonesia dan manajemen transportasi eksporimpor Indonesia.
iii
KATA PENGANTAR
Terlebih dahulu peneliti mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, Tuhan
Yang Maha Esa atas karunia-Nya mengiringi peneliti dalam menyusun laporan
penelitian ini. Penyusunan laporan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk
pertanggungjawaban atas penelitian yang dilakukan oleh dosen di Politeknik Negeri
Medan.
Laporan penelitian ini telah disusun dengan segala usaha, pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki oleh peneliti, namun mungkin masih memiliki kelemahan
dan kekurangan, Untuk itu kritik dan saran yang sehat sangat diharapkan dan diterima
dengan senang hati.
Laporan penelitian ini dapat diselesaikan juga berkat bantuan dari berbagai
pihak, baik bantuan yang bersifat moril maupun yang bersifat materil. Untuk itu pada
kesempatan ini ucapan terima kasih disampaikan kepada :
1. Direktur Politeknik Negeri Medan.
2. Kepala UPPM Politeknik Negeri Medan.
3. Ketua Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Medan.
4. Pemeriksa dan penilai penelitian dosen Jurusan Akuntansi.
Ucapan terima kasih khusus disampaikan kepada keluarga tercinta yang
senantiasa memberikan dorongan dan cinta kasih yang tulus kepada peneliti. Kiranya
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas kebaikan dan bantuan yang
telah diberikan.
S e m o g a……………………………………………………………………………………….
Medan, Nopember 2010
Peneliti,
DARWIN SH. DAMANIK
NIP. : 19641231 200112 1 005
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………...
i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………….
ii
ABSTRAKSI………………………………………………………………………... iii
KATA PENGANTAR………………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI………………………………………………………………………… v
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………… vi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………... vii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………… vii
BAB I
: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………...........
B. Perumusan Masalah…………………………………………………..
BAB II
1
7
: TINJAUAN PUSTAKA
A. Timbulnya Perdagangan Internasional……………………………….
B. Teori Permintaan dan Penawaran Dalam Perdagangan Internasional..
8
8
BAB III : TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 13
B. Manfaat Penelitian…………………………………………………… 13
BAB IV : METODE PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
Lokasi / Wilayah Analisis……………………………………………
Metode Pengumpulan Data…………………………………………..
Model Penelitian……………………………………………………...
Pengolahan Data……………………………………………………...
15
15
15
17
BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil………………………………………………………………….. 18
B. Pembahasan………………………………………………………….. 21
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………... 27
B. Saran…………………………………………………………………. 28
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1 : Ekspor non migas sektor pertanian (juta US $)…………………………...
3
Tabel
2 : Produksi kakao dunia 1994/1995 – 2003/2004...........................................
4
Tabel
3 : Perkembangan produksi kakao dunia menurut negara,
1999/00 – 2003/04 (000 ton).......................................................................
5
Tabel
4 : Luas areal, produksi dan produktivitas kakao Indonesia 1995 – 2003........
6
Tabel
5 : Perkembangan volume ekspor produk kakao dunia,
tahun 1999/00 – 2002/03 (ton).................................................................... 18
Tabel
6 : Volume dan nilai ekspor dan impor kakao Indonesia, 1995 – 2002........... 19
Tabel
7 : Perkembangan harga bulanan kakao biji kering di pasar dunia
(New York), 1995 – 2000 dalam US $cent/lb............................................. 20
Tabel
8 : Perkembangan harga bulanan kakao biji kering di pasar dalam negeri,
1995 – 2000 dalam Rp/kg............................................................................ 21
Tabel
9 : Data volume ekspor kakao dan nilai tukar tahun 1995 – 2008................... 23
Tabel 10 : Hasil pendugaan model penawaran ekspor kakao Indonesia...................... 24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kinerja ekspor Indonesia pada tahun terakhir ini menunjukkan keadaan yang
tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh hambatan faktor internal
(dalam negeri) dan faktor eksternal yang menyangkut adanya perlambatan ekonomi
dunia, khususnya Amerika Serikat, yang notabene sebagai salah satu negara tujuan
ekspor utama Indonesia, disamping masih tergantungnya kinerja ekspor Indonesia
terhadap harga komoditas ekspor. Pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekspor
tahun 2008 sebesar 14,5%, atau sama dengan target tahun 2007. Penentuan target
ekspor tersebut selain didasarkan pada adanya perlambatan perekonomian dunia, juga
adanya kecendrungan penurunan harga beberapa komoditi ekspor di tahun 2008,
meningkatnya kompetisi dengan negara pesaing seperti Cina, Vietnam maupun
Bangladesh serta kinerja ekspor Indonesia tahun sebelumnya.
Kinerja ekspor non-migas Indonesia di tahun 2007 menunjukkan peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan data BPS, ekspor non-migas Indonesia di
tahun 2007 (Jan – Sep) mencapai US$67.531,4 juta, meningkat 17,27% dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Ekspor ditujukan ke berbagai negara dan sebagian besar ke
Jepang, Amerika Serikat dan Singapura, yang mana masing-masing memiliki pangsa
15,19%, 12,41% dan 10,08% dari total ekspor non-migas Indonesia. Selain ketiga
negara tersebut, negara lainnya yang pangsa ekspornya cukup besar adalah Cina
(7,09%), Malaysia (4,91%), Korea (4,23%) dan India (4,74%).
Melemahnya perekonomian Amerika Serikat dikhawatirkan berdampak pada
kinerja ekspor Indonesia khususnya produk elektronik, garmen, tekstil dan alas kaki
yang pasarnya sebagian besar ke Amerika Serikat dan Uni Eropa. Oleh karena itu,
berbagai alternatif terobosan baru perlu dilakukan khususnya ke negara yang impornya
terhadap produk Indonesia tinggi seperti Korea, India, Cina dan negara kawasan Timur
Tengah. Namun demikian untuk memasuki pasar tersebut, khususnya Timur Tengah
diperlukan kerja keras mengingat pasar negara-negara di kawasan tersebut sudah
banyak dimasuki produk Cina yang memiliki daya saing tinggi (harga murah).
Ekspor non-migas Indonesia diharapkan bisa menggantikan peranan ekspor
migas yang sampai sekarang masih mempunyai kontribusi lebih besar. Sektor industri
merupakan sektor yang paling besar peranannya dalam menyumbang nilai ekspor nonmigas dibandingkan sektor pertambangan dan pertanian. Data tahun 2007 menunjukkan
bahwa pangsa sektor industri sebesar 82,51% terhadap total ekspor non-migas, sektor
pertambangan 13,59% dan sektor pertanian terkecil yaitu 3,89%. Kecilnya sumbangan
sektor pertanian tersebut sangat disayangkan mengingat sektor pertanian sampai
sekarang menyerap tenaga kerja terbesar dibandingkan sektor lainnya. Berdasarkan data
BPS (Pebruari 2007) sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbesar yaitu sekitar 44%
dan merupakan sumber penghidupan 25 juta petani.
Di sektor pertanian, kelompok komoditi perikanan dan perkebunan memiliki
nilai ekspor paling tinggi, kemudian disusul kelompok komoditi hortikultura. Peran
komoditi perikanan (udang, ikan dan kerang-kerangan) mencapai 41,88% dari total
ekspor komoditi pertanian, sementara itu peran kelompok komoditi perkebunan (biji
coklat, kopi, pala, teh dan lada) sebesar 39,63 % dan yang 18,69% termasuk kelompok
hortikultara dan lainnya.
Dilihat per komoditi, udang merupakan komoditi yang paling besar peranannya,
diikuti biji coklat (kakao) dan kopi. Data tahun 2007 menunjukkan peran ekspor udang
Indonesia sebesar 26,71% dari total ekspor produk pertanian, biji coklat (kakao) sebesar
2
17,86% dan kopi sebesar 16,23%. Ketiga komoditi tersebut walaupun memiliki
kecendrungan ekspor yang terus meningkat (2002 – 2006), namun di tahun 2007 ekspor
udang dan kopi menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ekspor
kedua komoditi tersebut disebabkan oleh penurunan produksi di dalam negeri.
Penurunan produksi kopi diperkirakan mencapai 20 – 25% dari produksi nasional dan
penurunan produksi udang disebabkan serangan virus moi terhadap jenis udang
vaname. Selain kopi dan udang, masih terdapat beberapa komoditi yang ekspornya
mengalami penurunan seperti : tembakau menurun 14,07%, sayuran menurun 5,61%,
kopal menurun 0,68%, mutiara 12,91%, ijuk 100% dan biji bunga 14,96%.
Tabel 1
Ekspor non-migas sektor pertanian (juta US$)
No.
Sektor
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jan-Sep
Pangsa
2007
1
Udang segar/beku
840,4
852,7
824,0
846,8
980,2
702,2
26,71
2
Biji coklat
521,3
410,5
370,2
468,3
620,3
469,5
17,86
3
Kopi
218,8
250,9
281,6
497,8
583,2
426,6
16,23
4
Komoditi lainnya
987,8
1.012
1020,4
1067,3
1181,2
1030,2
39,20
Total
2568,3
2526,1
2496,2
2880,2
3364,9
2628,5
100
Berdasarkan data Tabel 1 di atas, apabila dilihat per komoditi, di sektor
pertanian, tiga komoditi unggulan yang memberikan sumbangan terbesar dalam ekspor
adalah udang, biji coklat (kakao) dan kopi. Produksi biji coklat (kakao) mempunyai
keunggulan komparatif dibandingkan dengan produksi udang dan kopi dilihat dari sudut
investasi, biaya operasi, biaya produksi dan biaya pemeliharaannya. Karenanya, ada
alasan untuk menjadikan biji coklat (kakao) sebagai komoditi andalan untuk ekspor
sektor pertanian bagi Indonesia. Kemudian. yang perlu mendapatkan perhatian, untuk
mengembangkan ekspor kakao Indonesia adalah mengetahui persis bagaimana
kedudukan kakao Indonesia dalam kompetisi produksi kakao dunia.
3
Produksi kakao dunia
Produksi kakao dunia pada tahun 2000/2001 menurun dibanding pada tahun
sebelumnya, kemudian meningkat selama dua tahun berikutnya, dengan peningkatan
terbesar terjadi pada tahun 2002/2003. Tabel 2 berikut menunjukkan produksi kakao
dunia mempunyai kecendrungan meningkat.
Tabel 2
Produksi kakao dunia, 1994/1995 – 2003/2004
Tahun
Produksi
(000 ton)
1994/95
1995/96
1996/97
1997/98
1998/99
1999/00
2000/01
2001/02
2002/03
2003/04
2.384
2.915
2.712
2.690
2.808
3.077
2.853
2.861
3.114
3.068
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
94/95 95/96 96/97 97/98 98/99 99/00 00/01 01/02 02/03 03/04
Sumber : Nurasa, Jurnal Ekonomi, 2008
Kakao diproduksi oleh banyak negara, namun hanya ada tiga negara yang secara
konsisten menjadi produsen utama yaitu Pantai Gading, Ghana dan Indonesia. Pada
tahun 2002/2003 masing-masing negara tersebut mempunyai pangsa produksi 42,39
persen; 15,96 persen dan 13,65 persen atau 72,0 persen secara keseluruhan dari total
produksi dunia sebesar 3.114 ribu ton. Negara-negara lain di luar ”the biggest three”
tersebut di atas yang produksinya cukup besar adalah Nigeria, Brazil, Kamerun dan
Ekuador (Tabel 3).
Untuk tahun 2003/2004, ICCO (International Cocoa Organization) meramalkan
bahwa produksi kakao biji dunia menurun menjadi 3,068 juta ton atau menurun sekitar
1,5% (46.000 ton) dibanding pada tahun sebelumnya. Turunnya produksi kakao tersebut
disebabkan oleh turunnya harga kakao dunia dan turunnya produktivitas tanaman karena
4
kondisi iklim yang kurang menguntungkan dan meluasnya serangan hama penggerek
buah kakao (PBK) serta penyakit di wilayah sentra produksi. ICCO meramalkan bahwa
produksi kakao Pantai Gading pada tahun 2003/2004 akan turun secara signifikan
sebesar 145 ribu sehingga menjadi 1.175 ribu ton.
Tabel 3
Perkembangan produksi kakao dunia menurut negara 1999/00 – 2003/04 (000 ton)
Negara
1999/00
Pantai Gading
Ghana
Indonesia
Nigeria
Brazil
Kamerun
Ekuador
Republik Dominika
Papua Nugini
Malaysia
Lainnya
Total
1403,6
436,9
422,0
165,0
123,5
115,0
95,0
37,1
46,8
45,0
187,1
3077,0
2000/01
1212,4
395,0
392,0
177,0
162,8
133,0
88,6
44,9
38,8
35,0
173,3
2852,8
2001/02
1264,7
340,6
455,0
185,0
123,6
131,0
80,7
44,5
37,9
25,0
173,2
2861,2
2002/03
1320,0
497,0
425,0
165,0
162,6
145,0
88,7
48,0
42,4
40,0
179,9
3113,6
2003/04
1175,0
570,0
440,0
170,0
170,0
140,0
88,0
50,0
42,0
42,0
181,2
3068,2
Sumber : Nurasa, Jurnal Ekonomi, 2008
Sebaliknya, produksi di Ghana dan Indonesia diramalkan akan meningkat
masing-masing sebesar 73 ribu ton dan 15 ribu ton sehingga pada tahun 2003/2004
masing-masing menjadi 570 ribu ton dan 440 ribu ton. Kenaikan produksi ini
memperkuat konsistensi Indonesia
dalam menempati posisi ketiga setelah Pantai
Gading dan Ghana.
Produksi kakao Indonesia
Bagi Indonesia, kakao saat ini merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
perlu mendapatkan perhatian serius karena peranannya cukup penting dalam
perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari areal penanaman yang setiap tahun
meningkat. Komoditas kakao mempunyai peranan penting sebagai sumber pendapatan
dan penyerapan tenaga kerja. Selama 1995 – 2003, produksi kakao nasional meningkat
5
pesat dengan rata-rata 7,78% per tahun (Tabel 4). Sumber pertumbuhan produksi
tersebut adalah pertumbuhan areal dengan rata-rata 6,5 persen per tahun dan
peningkatan produktivitas rata-rata 1,26 persen per tahun. Ini berarti bahwa
pertumbuhan produksi kakao Indonesia lebih mengandalkan kepada perkembangan
areal tanam. Namun jika dilihat menurut segmen waktu, produksi kakao Indonesia
selama 1995 – 2000 meningkat rata-rata 8,69 persen per tahun dan pada tahun 2000
mencapai 471.340 ribu ton, tetapi selama 2001 – 2003 terjadi penurunan sebesar 70,12
ribu ton dimana produksi yang dihasilkan selama tiga tahun belakangan rata-rata hanya
mencapai 401.227 ribu ton. Menurut beberapa pakar kakao Indonesia, produksi kakao
Indonesia di masa datang akan dapat mengejar produksi kakao Ghana. Tetapi yang
masih menjadi permasalahan terletak pada kualitas kakao Indonesia yang masih sangat
ketinggalan dibanding kakao Ghana.
Tabel 4
Luas areal, produksi dan produktivitas kakao Indonesia, 1995 – 2003
Tahun
Areal (000 ha)
Produksi (000 ton)
Produktivitas (Kg/ha)
1995
602.119
304.866
506
1996
655.331
373.999
571
1997
529.057
330.319
624
1998
577.855
456.499
790
1999
667.715
367.475
550
2000
749.917
421.149
562
2001
821.449
536.804
653
2002
914.051
571.155
625
2003
917.634
572.639
624
Trend(%/thn)
6,52
7,78
1,26
Sumber : Mutakin, Jurnal Economic Review, 2008
Salah satu akibatnya adalah bahwa kakao rakyat mempunyai citra bermutu
rendah sehingga dikenakan penahanan secara otomatis (automatic detension) di negara
tujuan ekspor (AS) yang berakibat pada terjadinya pemotongan harga dan biaya
6
penanganan kembali (reconditioning). Kakao yang terkena penahanan sejak dulu tidak
hanya yang berasal dari rakyat saja tetapi juga PTPN, karena adanya kandungan benda
asing dan masalah fumigasi. Hal ini tidak bisa dihindarkan karena 80 persen lebih biji
kakao kering yang dihasilkan hanya dijemur dengan sinar matahari tanpa fermentasi
lebih
dahulu.
Lembaga
pengawas
makanan
dan
obat
Amerika
(USFDA)
mengkategorikan biji kakao sebagai produk makanan yang mutu dan kesehatannya
perlu diawasi secara ketat.
B. Perumusan Masalah
Di sektor pertanian, terdapat tiga komoditi unggulan ekspor Indonesia, yaitu
udang, kakao dan kopi. Peningkatan produksi kakao Indonesia sebagai hasil dari
peningkatan luas areal tanam dan peningkatan produktivitas kakao ditujukan untuk
meningkatkan ekspor kakao Indonesia ke berbagai negara tujuan utama, khususnya
Amerika Serikat. Sehubungan dengan keinginan untuk meningkatkan ekspor kakao
Indonesia, maka yang menjadi permasalahan adalah :
1. Bagaimana pengaruh harga ekspor kakao di pasar dunia terhadap penawaran ekspor
kakao Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh ekspor kakao Indonesia pada tahun sebelumnya (t – 1)
terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia pada tahun berikutnya (t)?
3. Bagaimana pengaruh faktor nilai tukar (exchange rate) terhadap penawaran ekspor
kakao Indonesia?
Jawaban atas permasalahan ini penting untuk diketahui, agar kebijakan dan
upaya peningkatan ekspor kakao Indonesia dapat dilakukan dengan tepat dan berdayaguna bagi perbesaran penerimaan ekspor non-migas sektor pertanian yang di masa
depan diharapkan dapat menggantikan peranan sektor migas.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TIMBULNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Adanya pertukaran barang dari dalam negeri ke luar negeri atau dari luar negeri
ke dalam negeri (world market) disebabkan oleh berbegai faktor seperti yang
diungkapkan oleh Caves, dkk (1993) :
1. adanya kebutuhan/permintaan terhadap barang dan jasa dari dalam negeri,
2. adanya kelebihan supply atau produksi di dalam negeri,
3. adanya efisiensi biaya yang menyebabkan nilai harga barang lebih rendah
dibandingkan dengan harga pasaran internasional,
4. teknologi yang mendukung efisiensi teknis sehingga dapat mengurangi biaya
produksi,
5. tingkat keahlian tenaga kerja,
6. skala usaha yang besar yang membawa pada rendahnya biaya.
Atau secara singkat, motivasi terjadinya pola perdagangan internasional
disebabkan oleh dua hal, yaitu :
1. migrasi suatu sumber daya dari satu negara ke negara lain disebabkan oleh adanya
peningkatan harga,
2. adanya perbedaan biaya yang rendah dari sumber daya suatu negara dengan negara
lain sehingga ada sisi keuntungan yang dapat diperoleh dengan menjual barang
tersebut ke negara lain.
8
B. TEORI PERMINTAAN DAN PENAWARAN DALAM PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
Selanjutnya, seperti yang diungkapkan pula oleh Caves, dkk., (1993) dan
Salvatore (1995), berbagai teori yang berkaitan erat dengan perdagangan internasional
adalah teori keunggulan absolut (absolute advantage) oleh Adam Smith, teori
keunggulan komparatif (comparative advantage) oleh John Stuart Mill dan diikuti
sesudahnya oleh David Ricardo dengan teori biaya relatif (comparative cost). Semua
teori tersebut digolongkan ke dalam teori klasik perdagangan internasional.
Mengingat perkembangan aktivitas ekonomi yang cukup tinggi, maka
muncullah berbagai teori baru yang dikenal dengan teori modern perdagangan
internasional, diantaranya adalah teori faktor proporsi oleh Hecksher – Ohlin atau yang
lebih dikenal dengan teori H-O dan teori opportunity cost oleh Harberlel. Namun pada
akhirnya perdagangan internasional terjadi karena adanya proses penawaran dan
permintaan.
Pada dasarnya perdagangan internasional terjadi karena ada aliran barang dari
negara yang mempunyai excess supply ke negara yang mempunyai excess demand.
Proses inilah yang menyebabkan terjadinya suatu transaksi perdagangan antar satu
negara dengan negara yang lain. Tujuan dari transaksi perdagangan tersebut tidak lain
adalah, bagi negara pengimpor dapat memperoleh barang dengan harga yang lebih
murah dibanding harus memproduksi sendiri barang tersebut sedangkan keuntungan
bagi negara pengekspor adalah dapat memperluas pangsa pasar dan meningkatkan
devisa.
Pada perdagangan internasional akan terjadi proses perubahan pada kurva
penawaran dan kurva permintaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada harga
dan produksi barang seperti digambarkan pada gambar 1 berikut ini.
9
Pada gambar 1, diperlihatkan pengaruh perdagangan internasional terhadap
harga dan produksi yang digambarkan oleh kurva penawaran dan permintaan. Pada
kondisi pertama, bila permintaan tetap (D1) sedangkan impor (M) naik maka kurva
penawaran (S1) akan bergeser ke kanan bawah (S2) sehingga harga menjadi turun dari
P0 ke P1. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya penawaran akibat impor.
P
S1
E2
P2
S2
E0
P0
P1
E1
D2
D1
0
Q1
Q0
Q2
Q
Gambar 1
Perubahan kurva permintaan dan kurva penawaran perdagangan internasional
Sementara itu produksi dalam negeri berkurang menjadi Q1 karena tersaing
barang impor dan margin keuntungan yang menurun, sehingga titik keseimbangan
bergeser dari E0 ke E1. Pada kondisi kedua, bila permintaan luar negeri meningkat dari
D1 ke D2, dan diasumsikan penawaran (S1) tidak mengalami perubahan, maka terjadi
peningkatan harga dari P0 ke P2. Hal ini memberi dampak pada peningkatan produksi
dalam negeri dari Q0 ke Q2, karena ada daya tarik harga yang cukup bagus di pasar
internasional sehingga keseimbangan bergeser dari E0 ke E2.
Oleh karena itu, aktivitas ekonomi perdagangan internasional yang diwujudkan
dalam kegiatan ekspor-impor akan mempengaruhi ekonomi nasional suatu negara. Bila
nilai ekspor lebih tinggi daripada nilai impor suatu negara, maka negara tersebut
mengalami surplus dalam neraca perdagangan luar negerinya. Namun sebaliknya bila
10
nilai impornya lebih tinggi dari nilai ekspornya, maka negara tersebut mengalami defisit
dalam neraca perdagangannya dan juga berpengaruh pada penurunan GNP (Gross
National Product) negara tersebut.
Pada prinsipnya perdagangan antara dua negara itu timbul karena adanya
perbedaan permintaan dan penawaran. Perbedaan dalam permintaan misalnya karena
perbedaan pendapatan dan selera, sedangkan perbedaan penawaran misalnya
disebabkan perbedaan jumlah dan kualitas faktor-faktor produksi, tingkat teknologi dan
eksternalitas. Untuk menjelaskan teori ini, secara sederhana digambarkan pada
gambar 2. Anggapan yang digunakan dalam analisa ini adalah :
a. Persaingan sempurna
b. Faktor produksi tetap
c. Tidak ada ongkos angkut
d. Kesempatan kerja penuh
e. Tidak ada perubahan teknologi
f. Produksi dengan ongkos yang menaik (increasing cost of production)
g. Tidak ada pemindahan kapital.
Negara A
Negara B
SA
DA
Pe
P
Pa
SB
B’
B
C
A
A’
O
DB
F’
F
H
G
G’ Barang X
Gambar 2
Teori permintaan dan penawaran
11
Sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga barang X di Negara A
adalah Pa, dimana kurva penawaran berpotongan dengan kurva permintaan, sedangkan
harga barang X di Negara B adalah Pe. Harga di Negara B lebih tinggi daripada di
Negara A. Jika produksi dengan keadaan constant cost, maka Negara A dapat menjual
barang X-nya dalam jumlah yang tidak terbatas pada harga Pa, sedangkan Negara B
tidak dapat menjual barang X satu unitpun pada harga yang lebih rendah daripada P e..
Jadi dengan berdagang, kalau keadaannya itu constant cost, maka akan terjadi
spesialisasi. Barang X hanya akan dihasilkan di Negara A saja dan Negara B akan
mengimpor sejumlah F’G’ pada harga Pa. Tetapi apabila produksi dengan increasing
cost, maka produksi di Negara A akan naik untuk memenuhi permintaan dari Negara B.
Kenaikan produksi ini akan mengakibatkan kenaikan ongkos per unit, sehingga hargaharga akan naik. Sebaliknya bagi Negara B, produksi akan turun karena sebagian dari
barang X diimpor dari Negara A, sehingga harga akan turun. Proses penyesuaian ini
akan berjalan terus sampai jumlah yang diekspor Negara A (AB) sama dengan jumlah
yang diimpor oleh Negara B (FG) dan harga yang terjadi adalah P.
12
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A.TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari suatu penelitian adalah berkenaan dengan rumusan masalah yang
terdapat dalam penelitian yaitu untuk membuktikan apa yang menjadi permasalahan
dalam penelitian tersebut.
Secara umum, Analisis Terhadap Penawaran Ekspor Kakao Indonesia, dalam
tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran
ekspor kakao Indonesia, serta berapa besar pengaruh masing-masing faktor tersebut
dalam menentukan tingkat ekspor kakao Indonesia dari tahun ke tahun.
Secara rinci, tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh harga ekspor kakao di pasar dunia terhadap penawaran
ekspor kakao Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh ekspor kakao Indonesia pada tahun sebelumnya (t – 1)
terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia pada tahun berikutnya (t).
3. Untuk mengetahui pengaruh faktor nilai tukar (exchange rate) terhadap penawaran
ekspor kakao Indonesia.
Dengan diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kakao tersebut,
maka dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penentuan kebijakan dan
strategi ekspor kakao Indonesia
B. MANFAAT PENELITIAN
Suatu penelitian dilakukan karena adanya masalah. Masalah bisa diartikan
sebagai sesuatu yang terjadi yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi.
13
Secara teoritis, manfaat dari sebuah penelitian antara lain adalah untuk memecahkan
masalah dan untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan. Khusus untuk penelitian ini,
sesuai dengan judul penelitian yang dipilih, hasilnya diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
1. Dengan diketahuinya besar pengaruh harga ekspor kakao dunia, maka negara-negara
produsen kakao terbesar dunia termasuk Indonesia bisa memainkan peranan untuk
menjaga kestabilan harga pasar kakao dunia yang bertujuan untuk stabilisasi
penerimaan devisa.
2. Dengan diketahuinya besar pengaruh volume ekspor kakao Indonesia tahun
sebelumnya terhadap volume ekspor kakao Indonesia tahun berikutnya, maka
eksportir kakao Indonesia bisa menyempurnakan menejemen pengendalian
persedian ekspor kakao Indonesia.
3. Dengan diketahuinya besar pengaruh nilai tukar terhadap ekspor kakao Indonesia
maka secara langsung maupun tidak langsung pemerintah harus bisa menjaga
kestabilan nilai tukar mata uang supaya ekspor kakao Indonesia tidak berfluktuasi
terlalu ekstrim.
4. Dengan diketahuinya besar pengaruh semua faktor yang mempengaruhi ekspor
kakao Indonesia secara simultan, diharapkan semua pihak yang terkait dalam ekspor
kakao Indonesia seperti pemerintah, pengusaha kakao, eksportir kakao dan petani
kakao bisa mensinergikan aktivitas masing-masing agar memberikan kontribusi
optimal bagi tercapainya optimalisasi ekspor kakao Indonesia.
14
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. LOKASI/DAERAH ANALISIS
Yang menjadi objek analisis dalam tulisan ini adalah keadaan perkembangan
ekspor kakao yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Data ekspor kakao Indonesia
meliputi semua volume ekspor kakao Indonesia yang melalui wilayah pabean Indonesia
mencakup pelabuhan laut dan bandar udara.
B. METODE PENGUMPULAN DATA
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data skunder yang dihimpun dari
beberapa sumber data yang yang berkompeten yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Bank
Indonesia, Departemen Perdagangan Indonesia dan beberapa sumber lain seperti jurnal
ilmiah dan internet.
Pengumpulan data skunder tersebut dilakukan dengan cara mendokumentasikan
semua data yang berhubungan dengan objek penelitian. Data tersebut kemudian
ditabulasi dan diolah dengan menggunakan metode yang sesuai dengan model yang
digunakan dalam penelitian ini.
C. MODEL PENELITIAN
Secara teoritis ( Mutakin, Jurnal Economic Review, 2008 ), penawaran ekspor
kakao suatu negara dipengaruhi oleh harga ekspor kakao yang berlaku, dimana adanya
kenaikan harga ekspor kakao menyebabkan adanya rangsangan untuk meningkatkan
ekspor, ceteris paribus. Kakao yang dihasilkan oleh Indonesia sebagian besar ditujukan
untuk ekspor. Dalam perdagangan internasional, peranan nilai tukar turut menentukan.
15
Pengaruh nilai tukar adalah positif, artinya adalah apabila terjadi kenaikan nilai tukar
mata uang mitra dagang (depresiasi), maka harga komoditas ekspor dalam negeri
menjadi naik, sehingga hal ini akan mendorong produsen lebih bergairah untuk
meningkatkan produksi, yang pada akhirnya akan mendorong kenaikan volume ekspor.
Faktor lain yang mempengaruhi ekspor kakao pada tahun tertentu (t) adalah ekspor
kakao pada tahun sebelumnya (t – 1) dan mempunyai pengaruh yang positif. Artinya
adalah adanya kenaikan ekspor tahun-tahun sebelumnya diharapkan akan mendorong
kenaikan ekspor pada tahun tertentu.
Dengan pertimbangan di atas, maka fungsi penawaran dari ekspor kakao dalam
hal ini dirumuskan sebagai berikut : Qt = f (Pt, Qt-1, ERt, µ)
Karenanya, model logaritmik penawaran ekspor kakao dapat dirumuskan
sebagai berikut :
log Qt = log a0 + a1 log Pt + a2 log Qt-1 + a3 log ERt + µ
dimana :
Qt
= penawaran ekspor kakao negara A pada tahun ke-t
Pt
= harga ekspor kakao pada tahun ke-t
Qt-1 = penawaran ekspor kakao negara A pada tahun ke-(t-1)
ERt = nilai tukar pada tahun ke-t
Hasil pendugaan parameter digunakan untuk menduga elastisitas harga
penawaran dan fleksibilitas harga penawaran terhadap ekspor kakao Indonesia,
elastisitas volume ekspor kakao pada tahun-tahun sebelumnya terhadap ekspor kakao
Indonesia, dan elastisitas dari nilai tukar terhadap penawaran ekspor kakao. Nilai
pendugaan persamaan tersebut merupakan nilai elastisitas penawaran jangka pendek,
sedangkan nilai elastisitas jangka panjang merupakan nilai elastisitas jangka pendek
setelah dibagi dengan nilai 1 – a2 (koefisien penyesuaian parsial untuk harga kakao).
16
Nilai fleksibilitas harga penawaran jangka pendek dan jangka panjang masing-masing
merupakan kebalikan dari nilai elastisitas harga jangka pendek dan jangka panjang.
D. PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data variabel dalam model penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan
diinterpretasikan
software
sebagai
SPSS.
Hasil
interpretasi
pengolahan
pengaruh
data
tersebut
masing-masing
kemudian
faktor
yang
mempengaruhi penawaran ekspor kakao Indonesia sebagaimana yang terdapat pada
spesifikasi model penelitian ini.
Setelah interpretasi hasil pengolahan data, kemudian dibuat beberapa
kesimpulan dari penelitian dan berdasarkan kesimpulan tersebut kemudian dibuat suatu
paparan tentang implikasi kebijakan yang tepat untuk menunjang kinerja ekspor kakao
Indonesia yang diharapkan bisa meningkat pada masa yang akan datang.
17
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Ekspor kakao dunia
Volume ekspor kakao dunia cenderung meningkat selama 1999/2000 –
2002/2003 (Tabel 5). Ekspor kakao biji sempat turun drastis pada tahun 2000/2001
dibanding 1999/2000, tetapi kemudian terus meningkat selama 2001/2002 – 2002/2003.
Ekspor kakao olahan (mentega, bubuk, pasta dan coklat) terus meningkat secara
signifikan selama 1999/2000 – 2002/2003. Peningkatan volume ekspor produk kakao
olahan tersebut menunjukkan perkembangan yang pesat dalam industri pengolahan
kakao di dunia. Ini merupakan kesempatan yang lebih baik bagi Indonesia untuk ikut
meningkatkan industri pengolahan kakao-nya.
Disamping ekspor, terdapat pula reekspor biji kakao. Selama 1999/2000 –
2001/2002 terjadi penurunan reekspor kakao biji dunia karena adanya peningkatan
pengolahan, sedangkan pada tahun 2002/2003 reekspor meningkat lagi karena adanya
peningkatan ekspor kakao biji. Jumlah reekspor kakao biji merupakan sekitar 10,35 –
12,34 persen dari total ekspor kakao biji.
Tabel 5
Perkembangan volume ekspor produk kakao dunia, tahun 1999/00 – 2002/03 (ton)
Produk kakao
Kakao biji
1999/00
2000/01
2001/02
2002/03
2462932
1986718
2125003
2157499
Kakao mentega (butter)
493440
524684
530250
533472
Kakao bubuk (powder)
562504
582901
591327
600862
Kakao pasta (paste/liquor)
281008
328483
337045
332477
Coklat dan produk coklat
2445040
2788029
2911115
2980877
255015
241637
234494
266201
(10.35)
(12.16)
(11.03)
(12.34)
Reekspor kakao biji
18
Ekspor kakao Indonesia
Ekspor kakao Indonesia setiap tahunnya cenderung meningkat karena kakao
yang diekspor umumnya dikategorikan sebagai jenis ”fine/flavor cocoa”. Kakao
Indonesia biasanya digunakan sebagai bahan pencampur (blending) oleh negara-negara
industri cokelat. Selama 1995 – 2002, volume dan nilai ekspor kakao Indonesia
meningkat masing-masing 8,04 persen dan 2,85 persen per tahun. Ekspor kakao
Indonesia pada tahun 1995 mencapai 233,59 ribu ton dengan nilai sekitar US$ 309,33
ribu, dan pada tahun 1999 meningkat dua kali lebih besar yaitu menjadi 419,87 ribu ton
dan dengan nilai US$ 423,27 ribu (Tabel 6). Lebih rendahnya laju pertumbuhan nilai
ekspor dibanding laju volume ekspor menunjukkan bahwa harga kakao dunia cenderung
menurun.
Tabel 6
Volume dan nilai ekspor dan impor kakao Indonesia, 1995 – 2002
Ekspor
Impor
Tahun
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Trend (%/tahun)
Volume (000 ton)
233,59
322,86
265,95
334,81
419,72
341,86
287,51
459,24
8,04
Nilai (US$000)
309,33
373,93
419,07
502,91
423,32
341,86
287,51
521,30
2,85
Volume (000 ton)
3,56
4,26
6,41
7,62
11,84
19,31
37,48
36,58
33,22
Nilai (US$000)
8,48
9,77
9,98
12,89
15,70
22,06
45,91
63,97
19,25
Perkembangan harga kakao dunia
Harga rata-rata kakao biji di pasar internasional selama tahun 1995 – 1998
meningkat sekitar 5,76 persen per tahun, yaitu dari US$cent 65,01/lb (Tabel 7). Tetapi
selama tahun 1999 – 2001 harga menurun 2,46 persen per tahun. Harga meningkat lagi
selama 2002 – 2003, yaitu 9,02 persen per tahun. Selama 1999 – 2003, harga kakao
dunia meningkat rata-rata 1,35 persen per tahun.
19
Tabel 7
Perkembangan harga bulanan kakao biji kering di pasar dunia (New York),
1995 – 2000 dalam US$cent/lb.
Bulan
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
Januari
66,63
61,21
64,80
75,67
66,01
41,63
43,84
62,79
99,10
Pebruari
68,51
62,14
62,27
74,43
63,89
38,97
52,48
67,67
101,50
Maret
67,36
60,72
69,11
77,98
59,57
42,32
51,00
72,21
90,48
April
66,64
66,06
71,26
78,31
53,80
41,34
48,06
71,18
87,44
Mei
65,56
69,13
71,14
81,39
48,20
41,23
48,97
72,82
79,37
Juni
65,19
69,74
76,58
78,10
52,70
42,71
44,10
75,24
71,63
Juli
61,87
67,84
76,08
77,67
50,50
42,49
43,87
84,76
Agustus
64,09
68,03
74,94
76,37
47,92
39,82
46,91
88,93
September
63,36
66,96
80,27
76,54
48,14
40,06
46,26
98,16
Oktober
63,26
67,00
78,99
74,68
46,33
39,83
49,21
100,00
Nopember
65,16
66,65
76,87
72,34
41,84
36,33
56,28
82,29
Desember
62,54
66,63
78,80
68,71
41,67
36,45
60,64
91,75
Rataan
65,01
66,03
73,43
76,02
51,71
40,27
49,39
80,65
88,27
Harga kakao dalam negeri
Selama bertahun-tahun harga kakao di pasar dalam negeri selalu rendah karena
selalu dikenakan potongan harga di pasar luar negeri. Salah satu penyebabnya adalah
kandungan lemak kakao yang lebih rendah (sekitar 6 persen), cita rasa yang kurang
kuat, dan masih banyak lagi yang perlu diperbaiki. Harga dunia dan nilai tukar dollar
AS terhadap rupiah juga mempengaruhi harga kakao di pasar dalam negeri.
Harga kakao di pasar domestik rata-rata per bulan selama periode 1995 – 1997
tidak lebih dari Rp.2.411/kg (Tabel 8). Saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998,
dimana nilai tukar rupiah terhadap dollar AS merosot tajam, komoditas yang
berorientasi ekspor mendapat imbas positif, yaitu meningkatnya harga domestik
menjadi Rp.8.903/kg, walaupun kemudian menurun kembali menjadi Rp.7.097/kg
selama tiga tahun, dan meningkat kembali mencapai Rp.8.948/kg pada tahun 2002.
20
Tabel 8
Perkembangan harga bulanan kakao biji kering di pasar dalam negeri,
1995 – 2000 dalam Rp/kg.
Bulan
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Januari
1,798
2.085
2.556
7.443
7.469
7.000
6.198
7.487
Pebruari
1.967
2.100
2.525
7.793
7.896
8.000
6.187
7.615
Maret
1.958
2.150
2.012
8.513
7.859
7.400
7.698
9.249
April
2.026
2.200
2.775
8.993
7.578
9.250
7.698
9.249
Mei
2.102
2.275
2.775
8.993
7.578
9.250
7.018
8.424
Juni
2.042
2.300
2.775
8.993
7.578
9.250
7.313
8.205
Juli
2.042
2.345
2.775
9.193
6.478
7.026
7.626
8.873
Agustus
2.075
2.383
2.775
9.293
5.000
7.201
7.394
8.581
September
2.060
2.383
2.762
9.893
6.000
6.948
6.971
9.889
Oktober
2.042
2.383
3.000
9.705
6.000
6.982
7.087
9.320
Nopember
2.065
2.383
5.000
9.143
5.500
6.525
8.150
10.490
Desember
2.075
2.383
3.500
9.243
5.000
6.352
7.792
10.523
Rataan
2.021
2.281
2.932
8.903
6.673
7.411
7.208
8.948
B. PEMBAHASAN
Secara teoritis, penawaran ekspor kakao suatu negara dipengaruhi oleh harga
ekspor kakao yang berlaku, dimana adanya kenaikan harga ekspor kakao menyebabkan
adanya rangsangan untuk meningkatkan ekspor, ceteris paribus. Kakao yang dihasilkan
oleh Indonesia sebagian besar ditujukan untuk ekspor. Dalam perdagangan
internasional, peranan nilai tukar turut menentukan. Pengaruh nilai tukar adalah positif,
artinya adalah apabila terjadi kenaikan nilai tukar mata uang mitra dagang (depresiasi),
maka harga komoditas ekspor dalam negeri menjadi naik, sehingga hal ini akan
mendorong produsen lebih bergairah untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya
akan mendorong kenaikan volume ekspor. Faktor lain yang mempengaruhi ekspor
kakao pada tahun tertentu (t) adalah ekspor kakao pada tahun sebelumnya (t – 1) dan
mempunyai pengaruh yang positif. Artinya adalah adanya kenaikan ekspor tahun-tahun
sebelumnya diharapkan akan mendorong kenaikan ekspor pada tahun tertentu.
21
Dengan pertimbangan di atas, maka fungsi penawaran dari ekspor kakao dalam
hal ini dirumuskan sebagai berikut : Qt = f (Pt, Qt-1, ERt, µ)
Karenanya, model logaritmik penawaran ekspor kakao dapat dirumuskan
sebagai berikut :
log Qt = log a0 + a1 log Pt + a2 log Qt-1 + a3 log ERt + µ
dimana :
Qt
= penawaran ekspor kakao negara A pada tahun ke-t
Pt
= harga ekspor kakao pada tahun ke-t
Qt-1 = penawaran ekspor kakao negara A pada tahun ke-(t-1)
ERt = nilai tukar pada tahun ke-t
Hasil pendugaan parameter digunakan untuk menduga elastisitas harga
penawaran dan fleksibilitas harga penawaran terhadap ekspor kakao Indonesia,
elastisitas volume ekspor kakao pada tahun-tahun sebelumnya terhadap ekspor kakao
Indonesia, dan elastisitas dari nilai tukar terhadap penawaran ekspor kakao. Nilai
pendugaan persamaan tersebut merupakan nilai elastisitas penawaran jangka pendek,
sedangkan nilai elastisitas jangka panjang merupakan nilai elastisitas jangka pendek
setelah dibagi dengan nilai 1 – a2 (koefisien penyesuaian parsial untuk harga kakao).
Nilai fleksibilitas harga penawaran jangka pendek dan jangka panjang masing-masing
merupakan kebalikan dari nilai elastisitas harga jangka pendek dan jangka panjang.
Untuk menganalisis penawaran ekspor kakao Indonesia dengan menggunakan
model logaritmik penawaran ekspor di atas, digunakan data pada Tabel 9.Pada Tabel 9
terlihat bahwa di sisi volume ekspor kakao Indonesia, dari tahun ke tahun berfluktuasi
pada kisaran 200 – 400 jutaan kilogram selama 1995 – 2007. Volume ekspor terbesar
terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 495.880.00 kg, sedangkan volume ekspor
terendah terjadi pada tahun 1995 dengan volume ekspor sebesar 233.590.000. Hal ini
22
disebabkan oleh tingkat produktivitas yang rendah yaitu sebesar 506 kg/ha dengan luas
lahan tanam 602.119.000 ha (Tabel 4). Pada kolom nilai ekspor, juga terlihat
berfluktuasi dari tahun ke tahun dimana nilai ekspor paling tinggi dicapai pada tahun
2007 sedangkan nilai ekspor terendah terjadi pada tahun 2001 pada saat nilai tukar
rupiah terhadap US$ pada posisi terendah yaitu Rp.10.400 per US$1.
Tabel 9
Data volume ekspor kakao, harga ekspor kakao dan nilai tukar tahun 1995 – 2008
Tahun
Volume ekspor (kg)
Nilai (US$)
Nilai tukar (Rp/US$1)
1995
233.590.000
309.330.000
2.308
1996
322.860.000
373.930.000
2.383
1997
265.950.000
419.070.000
4.650
1998
334.810.000
502.910.000
8.025
1999
419.720.000
423.320.000
7.100
2000
341.860.000
341.860.000
9.595
2001
287.510.000
287.510.000
10.400
2002
459.240.000
521.300.000
8.940
2003
385.760.000
410.500.000
8.465
2004
341.680.000
370.250.000
9.290
2005
432.450.000
468.350.000
9.830
2006
495.880.000
620.340.000
9.020
2007
485.950.000
630.550.000
9.419
Analisis penawaran ekspor kakao Indonesia dalam paper ini ditujukan untuk
mengetahui pengaruh dari variabel harga ekspor kakao, volume ekspor periode
sebelumnya dan pengaruh nilai tukar terhadap volume ekspor. Hasil pengolahan data
Tabel 9 dengan menggunakan SPSS dirangkum pada Tabel 10 berikut ini.
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 10, Indonesia mempunyai nilai
elastisitas harga penawaran ekspor kakao jangka pendek sebesar 0,614, artinya adalah
penawaran ekspor dalam jangka pendek bersifat inelastis terhadap perubahan harga
ekspor kakao dunia. Hal ini memberikan petunjuk bahwa dalam jangka pendek, adanya
23
perubahan harga ekspor kakao dunia tidak dapat direspon dengan cepat oleh para
eksportir kakao Indonesia.
Tabel 10
Hasil pendugaan model penawaran ekspor kakao Indonesia
Variabel
Koefisien pendugaan
Intersep
1,925
Harga ekspor (Pt)
0,614
Ekspor tahun lalu (Qt-1)
0,109
Nilai tukar (ERt)
0,105
R2
0,675
R2 terkoreksi
0,553
F-hitung
5,536
Elastisitas jangka pendek dari (Pt)
0,614
Elastisitas jangka panjang dari (Pt)
0,689
Para eksportir kakao Indonesia umumnya cenderung melepas kakao-nya di pasar
internasional berapapun tingkat harga kakao yang berlaku, hal ini disebabkan karena
manajemen stok kakao belum begitu dikuasai oleh para eksportir walaupun kakao
sebenarnya bisa disimpan dalam waktu yang lama. Elastisitas penawaran harga ekspor
kakao Indonesia jangka panjang mempunyai koefisien sebesar 0,689, ini berarti bahwa
dalam jangka panjang penawaran ekspor kakao Indonesia juga bersifat inelastis
terhadap perubahan harga ekspornya meskipun tingkat inelastis tersebut sedikit lebih
berkurang dibandingkan dengan inelastis jangka pendek-nya. Hal ini memberikan
petunjuk bahwa dalam jangka panjang para eksportir kakao Indonesia sedikit lebih bisa
merespon perubahan harga kakao dunia dalam hubungannya dengan ekspor kakao.
Nilai elastisitas dari volume ekspor kakao tahun lalu sebesar 0,109 memberikan
arti bahwa volume ekspor kakao Indonesia tahun lalu mempunyai pengaruh yang sangat
kecil terhadap realisasi volume ekspor kakao Indonesia pada tahun tertentu. Hal ini
memberikan petunjuk bahwa daya saing dari kakao Indonesia di pasar dunia masih
24
cukup lemah. Realisasi ekspor hanya bertumpu pada pasar yang terbatas dengan jumlah
permintaan yang terbatas pula. Faktor lain yang barangkali turut memberikan andil
dalam hal ini adalah tidak piawainya eksportir, pengusaha dan petani kakao Indonesia
untuk meningkatkan kualitas kakao ekspor Indonesia, karena pada umumnya
pengelolaan tanaman kakao di Indonesia umumnya belum dilakukan secara profesional,
disamping proses pengolahan biji kakao yang masih bersifat tradisonal seperti
pengeringan hanya dengan penyinaran matahari di alam terbuka sehingga kadar
kandungan lemak sebagai suatu syarat seringkali tidak terpenuhi. Karenanya diakui
bahwa besar volume ekspor kakao Indonesia setiap tahun hampir bisa dikatakan sebagai
suatu yang bersifat statis dan bukan sebagai pemenang kompetisi di pasar persaingan
dunia.
Sementara itu, elastisitas jangka pendek dari nilai tukar rupiah terhadap US
dollar bersifat inelastis terhadap penawaran ekspor kakao Indonesia. Ini berarti bahwa
dalam jangka pendek ekspor kakao Indonesia tidak begitu terpengaruh oleh fluktuasi
nilai tukar tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa petani, produsen dan eksportir kakao
Indonesia tidak terlalu memikirkan marjin pemasaran dari ekspor kakao tersebut. Data
pada tahun pada Tabel 9 menunjukkan bahwa meskipun nilai tukar pada tahun tersebut
adalah terendah untuk kurun waktu 13 tahun pengamatan, namun volume ekspor dan
nilai ekspornya merupakan yang terkecil untuk kurun waktu tersebut. Penyebab
terjadinya antara lain adalah para petani penghasil kakao rakyat memang sangat
menggantungkan hidupnya dari penjualan panen kakao sebagai satu-satunya sumber
penghasilan, inefisiensi dalam proses pengolahan kakao ekspor seperti biaya yang tidak
realistis dan manajemen perdagangan yang berbelit-belit diduga sebagai faktor-yang
menyebabkan pelaku ekspor kakao mau tidak mau harus menjual sesegera mungkin
berapapun nilai tukar yang sedang berlaku.
25
Nilai koefisien R2 sebesar 0,675 mengartikan bahwa 67,5 persen volume
penawaran ekspor kakao Indonesia pada tahun tertentu dipengaruhi oleh varibel harga
ekspor kakao pada tahun tertentu, volume ekspor kakao periode sebelumnya dan nilai
tukar rupiah terhadap US dollar pada tahun tertentu secara simultan, sedangkan sisanya
(32,5 persen) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model seperti manajemen
produksi kakao, manajemen pemasaran kakao, tata niaga ekspor dan peraturan yang
berlaku, kebijaksanaan perdagangan luar negeri Indonesia dan manajemen transportasi
ekspor-impor Indonesia. Pengaruh tersebut adalah signifikan secara nyata (α = 5 persen)
yang ditandai oleh nilai koefisien F-hitung yaitu sebesar 5,536.
26
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap variabel-variabel yang
mempengaruhi penawaran ekspor kakao Indonesia, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Penawaran ekspor kakao Indonesia bersifat inelastis terhadap perubahan harga
ekspornya. Hal ini berarti dalam jangka pendek adanya perubahan harga ekspor
kakao tidak dapat direspon cepat oleh para eksportir kakao Indonesia. Para eksportir
kakao Indonesia umumnya melepas kakao di pasar internasional berapapun tingkat
harga yang berlaku. Para eksportir tidak menerapkan manajemen stok karena
keterbatasan gudang yang memadai dan keterikatan kontrak dengan para importir.
2. Penawaran ekspor kakao Indonesia bersifat sangat inelastis terhadap volume ekspor
kakao tahun yang lalu. Hal ini berarti perkembangan ekspor kakao Indonesia dari
tahun ke tahun bersifat terbatas sebatas jumlah kontrak yang telah disepakati antara
eksportir kakao Indonesia dengan importir-nya. Keadaan ini juga merupakan ekses
dari kualitas kakao yang diekspor belum memenuhi standar kakao yang ditetapkan
oleh importir-nya di luar negeri dan pada umumnya ekspor kakao Indonesia
didominasi oleh kakao biji yang diolah secara alami.
3. Penawaran ekspor kakao Indonesia bersifat sangat inelastis terhadap perubahan
nilai tukar rupiah terhadap US dollar. Hal ini berarti bahwa baik apresiasi maupun
depresiasi nilai tukar rupiah terhadap US dollar tidak berpengaruh bagi penurunan
dan peningkatan volume ekspor kakao Indonesia. Penyebabnya antara lain adalah
kebutuhan hidup petani penghasil kakao mengharuskan mereka melepas
27
produksinya secepat mungkin, biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan oleh
eksportir apabila mereka menyimpan/menahan kakao lebih lama untuk menunggu
nilai tukar membaik, eksportir terpaksa harus menerima harga yang telah ditetapkan
oleh importir mengingat kualitas kakao ekspor Indonesia yang masih belum
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh pengimpor khususnya negara maju.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari analisis penawaran ekspor kakao
Indonesia dimana penawaran ekspor kakao Indonesia ternyata bersifat inelastis terhadap
harga ekspor kakao, volume ekspor tahun lalu dan nilai tukar, maka upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan peran ekspor kakao Indonesia dalam ekspor non-migas
adalah dengan meningkatkan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional. Strategi
peningkatan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional dapat dijelaskan dengan
gambar 3 berikut.
P
S0
Pa
S1
1
4
Pd
2
Pb
Pc
P0
3
D1
D2
D0
0
Q0
D3
Qb
Qa Qc
Qd
Q
Gambar 3
Strategi peningkatan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional
28
Pada gambar 3, Q adalah jumlah ekspor kakao, dan P adalah harga ekspor.
Misalkan kondisi awal keseimbangan berada pada P 0 dan Q0 dan kurva penawaran
ekspor dan permintaan impor adalah S0 dan D0. Dengan asumsi indikator daya saing
adalah laba dan pangsa pasar, maka usaha peningkatan daya saing kakao Indonesia di
pasar internasional dapat ditempuh melalui empat cara, yaitu : 1) menggeser kurva
permintaan ke kanan dengan kurva penawaran tetap, 2) mengubah kemiringan kurva
permintaan menjadi lebih elastis dengan kurva penawaran tetap, 3) menggeser kurva
permintaan ke kanan diikuti dengan menggeser kurva penawaran ke kanan, dan 4)
menggeser kurva permintaan ke kanan dan sekaligus merubah kemiringan kurva
permintaan menjadi lebih elastis dan juga diikuti oleh peningkatan penawaran dengan
cara menggeser kurva penawaran ke kanan.
Cara pertama dapat ditempuh melalui usaha melakukan ekspor ke pasar impor
baru, melakukan promosi terhadap importir potensial dan meningkatkan kemampuan
bersaing dalam harga. Pada gambar 3 ditunjukkan oleh bergesernya kurva permintaan
dari D0 ke D1 dan keseimbangan berubah menjadi (Pa, Qa) pada kurva penawaran S0.
Dengan demikian terjadi peningkatan volume ekspor sebesar Q 0Qa pada harga ekspor
yang lebih tinggi dari P0.
Cara kedua adalah usaha peningkatan elastisitas permintaan melalui peningkatan
mutu kakao dan promosi ekspor. Pada gambar 3 ditunjukkan oleh berubahnya kurva
permintaan menjadi D2 dan pada kurva penawaran yang tetap keseimbangan terjadi
pada (Pb, Qb) dan terjadi peningkatan volume ekspor sebesar Q 0Qb pada tingkat harga
yang lebih tinggi dari P0.
Cara ketiga adalah disamping usaha cara pertama juga dilakukan peningkatan
penawaran yang dapat ditempuh melalui penggunaan teknologi untuk peningkatan
produktivitas, efisiensi biaya produksi, efisiensi pemasaran dan manajemen stok. Usaha
29
tersebut pada gambar 3, ditunjukkan oleh bergesernya kurva permintaan dan penawaran
menjadi D1 dan S1, dan keseimbangan berada pada (Pc, Qc) pada tingkat harga yang
lebih tinggi dari P0, dengan peningkatan volume ekspor sebesar Q0Qc.
Cara yang keempat adalah dengan menggabungkan cara pertama dan kedua
yang juga diikuti usaha peningkatan penawaran. Pada gambar 3 ditunjukkan oleh
bergesernya kurva permintaan dan penawaran menjadi D 3 dan S1 dan keseimbangan
berada pada (Pd, Qd) pada tingkat harga yang lebih tinggi dari P0 dan terjadi peningkatan
volume ekspor sebesar Q0Qd.
Dari keempat cara tersebut, maka dapat diketahui bahwa cara keempat yaitu
usaha menggeser kurva permintaan ke kanan dan merubah kemiringan kurva
permintaan menjadi lebih elastis juga diikuti oleh peningkatan penawaran dengan
manajemen yang tepat akan menghasilkan cara efektif untuk meningkatkan daya saing
kakao Indonesia di pasar internasional.
30
DAFTAR PUSTAKA
Edizal.
Strategi Peningkatan Daya Saing Lada Putih Indonesia Melalui Analisis
Penawaran Ekspor Dan Permintaan Ekspor Lada Putih Dunia, Jurnal
Ekonomi, 2008.
Mutakin, Firman.
Faktor Yang Menunjang Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia, Jurnal
Economic Review, 2008.
Nopirin, Ph.D.
Ekonomi Internasional, Edisi 3, BPFE Yogyakarta, 1999.
Nurasa, Tjetjep dan Muslim, Chairul.
Perkembangan Ekspor Kakao Indonesia Dan Dampak Penerapan
Kebijakan Eskalasi Tarif Dipasaran Dunia, Jurnal Ekonomi, 2008.
Salvator, Dominick.
Ekonomi Internasional, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, 1995.
Sobri, Drs.
Ekonomi Internasional Teori, Masalah dan Kebijaksanaannya, BPFE – UII
Yogyakarta, 1999.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Darwin Sahat Hamonangan Damanik, SE
NIP
: 19641231 200112 1 005
Pangkat/Golongan
: Penata Muda Tk. I / III-b
Jabatan Fungsional
: Tenaga Pengajar/Asisten Ahli
Alamat rumah
: Komp. Damai Indah Lk.III Kel. Jati Makmur Binjai
Riwayat Pendidikan/Sekolah
No
Nama Pendidikan
Jurusan
Tanda Lulus
Tahun Tamat
Tempat
1.
2.
3.
4.
SD Negeri 11
SMP Negeri 1
SMA Negeri 1
Fakultas Ekonomi USU
IPA
IESP
Ijazah
Ijazah
Ijazah
Ijazah
1976
1980
1983
1989
Binjai
Binjai
Binjai
Medan
Riwayat Penelitian
1. Analisa Terhadap Peranan Dan Prospek Usaha Kecil Dalam Konteks Perluasan
Kesempatan Kerja Di Kota Binjai……..........…..............….............…….Tahun 2003
2. Analisa Terhadap Peranan Dan Prospek Usaha Kecil Dalam Konteks Perluasan
Kesempatan Kerja Di Kabupaten Langkat……...........…….....………….Tahun 2006
3. Pengaruh Strategi Promosi Terhadap Peningkatan Jumlah Nasabah Pada PT.
(Persero) BTN. Simalingkar Medan...........................................................Tahun 2007
4. Prediksi Kebangkrutan Bank Dengan Model CAMEL Dan Kepatuhan Terhadap
Bank Indonesia...........................................................................................Tahun 2008
5. Analisis Sektor Industri Andalan (Leading Sector) Berbasis PDRB Pada Kabupaten
Serdang Bedagai.........................................................................................Tahun 2009
6. Analisis Penawaran Ekspor Kakao Indonesia……......……...…………...Tahun 2010
Riwayat Pengabdian Pada Masyarakat
1. Penyuluhan Tentang Penyalahgunaan Narkotika Dan Zat Adiktif Lainnya Serta
Upaya Pencegahannya Di Desa Tuntungan II Kecamatan Pancur Batu Kabupaten
Deli Serdang……………..............................................................……….Tahun 2005
2. Pelatihan Penyuluhan Proposal Kredit Usaha Bagi Pengusaha Kecil Di Desa Sambi
Rejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat , 20761.................................Tahun 2007
3. Pelatihan Pembuatan Sistem Akuntansi Penerimaan Dan Pengeluaran Kas Bagi
Pedagang
Kecil
Kelurahan
Perumnas
Simalingkar
Kecamatan
Pancur
Batu.............................................................................................................Tahun 2008
Medan, 3 Nopember 2010
Darwin Sahat Hamonangan Damanik, SE
Download