BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teoritis
2.1.1
Pendapatan Asli Daerah
Sumber keuangan daerah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
sumber pendapatan asli daerah dan sumber non pendapatan asli daerah. PAD
merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
pendapatan lain asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan
otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Sidik et. al. (2004)
menegaskan, secara utuh desentralisasi fiskal mengandung pengertian bahwa
untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab, kepada daerah diberikan kewenangan untuk memberdayakan sumber
keuangan sendiri dan didukung dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Kewenangan untuk memberdayakan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam
wadah PAD yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan retribusi daerah.
Idealnya keseimbangan keuangan antara pusat dan daerah terjadi apabila setiap
tingkat pemerintahan independen dalam bidang keuangan untuk membiayai
pelaksanaan tugas dan wewenang masing-masing. Artinya PAD menjadi menjadi
sumber utama atau dominan dari pendapatan, sementara subsidi atau transfer
pemerintah pusat merupakan sumber penerimaan pendukung atau tambahan yang
peranannya tidak dominan. Sumber pembiayaan Pemerintah Daerah yaitu PAD
perannya tergantung pada kemampuan dan kemauan daerah dalam menggali
Universitas Sumatera Utara
potensi daerah. Kemampuan daerah untuk melakukan otonomi diukur dengan
melihat besarnya nilai PAD. Dengan PAD yang relatif kecil akan sulit bagi
daerah tersebut untuk melaksanakan proses penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan secara mandiri, tanpa dukungan dari pemerintah pusat atau
propinsi.
Menurut Kuncoro (2004), ada lima penyebab utama rendahnya PAD
yang menyebabkan tingginya ketergantungan terhadap subsidi dari pusat, yaitu:
1.
Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah;
2.
Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan. Semua pajak utama
yang paling produktif baik pajak langsung dan tak langsung, ditarik oleh
pusat;
3.
Kendati pajak daerah cukup beragam ternyata hanya sedikit yang bisa
diandalkan sebagai sumber penerimaan;
4.
Bersifat politis, adanya kekhawatiran apabila daerah mempunyai sumber
keuangan yang tinggi maka aka nada kecenderungan terjadi desintegrasi dan
separatisme;
5.
Kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.
Ketimpangan perbandingan antara PAD sebagai pendapatan lokal dengan
pendapatan luar daerah berupa dana perimbangan sebagai transfer dari pusat
dalam komponen pendapatan APBD menjadi masalah yang kritis. Jika pemerintah
daerah terjebak untuk segera meningkatkan PAD secara drastis maka upaya
peningkatan pajak darah dan retribusi daerah menjadi pilihan, dan hal tersebut
berarti akan mengurangi peluang daerah untuk meraih investasi dan semakin
Universitas Sumatera Utara
menambah beban masyarakat dan para investor. Namun, apabila pemerintah
daerah terlambat untuk meningkatkan PAD maka semakin jauh harapan
kemandirian daerah akan tercapai.
Aspek kemandirian dalam bidang keuangan diukur dengan desentralisasi
fiskal atau otonomi fiskal daerah, yang dapat diketahui melalui rasio kontribusi
PAD terhadap total APBD, serta rasio kontribusi DBH, DAU, dan DAK terhadap
total APBD. Tim peneliti Fisipol UGM bekerjasama dengan Litbang Depdagri
(dalam Munir, et. al., 2004) menentukan tolak ukur kemampuan daerah dilihat
dari rasio PAD terhadap total APBD, sebagai berikut :
Tabel 2.1 : Rasio PAD terhadap APBD
Rasio PAD terhadap APBD
Kemampuan
0.00% - 10.00 %
10.01% - 20.00 %
20.01% - 30.00 %
30.01% - 40.00 %
40.01% - 50.00 %
50.01% - 60.00 %
Sangat Kurang
Kurang
Sedang
Cukup
Baik
Sangat Baik
Sumber : Badan Pusat Statistik Data diolah, 2011
Menurut Orbaningsih (2010) dalam upaya menggali potensi sumbersumber PAD, beberapa variabel yang berpotensi meningkatkan PAD yaitu:
1.
Kondisi struktur ekonomi dan sosial daerah. Seperti industri pengolahan,
perdagangan, hotel dan restoran, yang mana kontribusi sektor-sektor
tersebut terhadap PDRB adalah paling besar.
Universitas Sumatera Utara
2.
Peningkatan cakupan penerimaan PAD. Ada tiga hal penting yang harus
diperhatikan, yaitu menambah obyek dan subjek pajak dan atau retribusi,
meningkatkan besarnya penetapan, dan mengurangi tunggakan. Dengan
demikian akan berpotensi dapat meningkatkan PAD.
3.
Perkembangan PDRB per kapita riil. Semakin tinggi pendapatan seseorang
maka akan semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar
(ability to pay) berbagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan
kata lain,semakin tinggi PDRB per kapita riil suatu daerah, maka semakin
besar pula kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk membiayai
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan daerahnya. Dengan
demikian,berpotensi dapat meningkatkan PAD.
4.
Pertumbuhan penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan
yang dapat ditarik akan meningkat, dan dapat berpotensi dapat
meningkatkan
PAD.Tetapi
pertumbuhan
penduduk
mungkin
tidak
mempengaruhi pertumbuhan pendapatan secara proporsional.
5.
Tingkat inflasi. Inflasi akan berpotensi dapat meningkatkan PAD, dimana
untuk pajak atau retribusi yang penetapannya didasarkan atas tarif tetap
maka inflasi diperlukan dalam pertimbangan perubahan tarif.
6.
Penyesuaian tarif. Adanya kebijakan penyesuaian tarif pajak dan retribusi
berpotensi dapat meningkatkan PAD. Dalam rangka penyesuaian tarif
tersebut, perlu dipertimbangkan laju inflasi, disamping perlu ditinjau juga
hubungan antara biaya pelayanan jasa dengan penerimaan PAD.
Universitas Sumatera Utara
7.
Pembangunan baru. Adanya pembangunan-pembangunan baru, seperti
pembangunan ruko, pembangunan pasar, pembangunan sub terminal, dan
lain-lain, berpotensi dapat meningkatkan PAD.
8.
Usaha baru. Adanya kegiatan usaha baru berpotensi dapat meningkatkan
sumber pendapatan pajak atau retribusi yang sudah ada.
9.
Perubahan peraturan. Adanya peraturan-peraturan baru, khususnya yang
berhubungan
dengan
pajak
dan
atau
retribusi,
berpotensi
dapat
meningkatkan PAD.
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari usaha pemerintah
daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah tersebut untuk
membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya. Pendapatan asli daerah
diartikan sebagai pendapatan daerah yang tergantung keadaan perekonomian pada
umumnya dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri.
Sutrisno (2004) mengatakan pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang
menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana
untuk membiayai kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat
dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam
memanfaatkan potensi sumber-sumber keuangan untuk membiayai tugas-tugas
dan tanggungjawabnya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 157, sumbersumber pendapatan daerah itu adalah berasal dari :
1.
Pendapatan asli daerah, yang terdiri dari :
a. hasil pajak daerah,
b. hasil retribusi daerah,
c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2.
Dana perimbangan, dan
3.
Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
1.
Pajak
Pajak diartikan sebagai iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan
kekayaan dari sektor pertikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-undang
(dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik yang langsung
dapat ditunjuk dan digunakan sebagai alat pencegah atau pendorong untuk
mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas
Undang-Undang N0. 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah,
yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi dan badankepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan
untuk
membiayai
penyelenggaraan
pemerintah
daerah
dan
pembangunan daerah.
Dalam hal cara pemungutan dan jumlah tarif semua jenis pajak daerah,
oleh masing-masing daerah ditetapkan melalui bentuk peraturan daerah (perda)
Universitas Sumatera Utara
yang dengan demikian harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari masingmasing DPRD dari daerah yang bersangkutan sesuai dengan pelaksanaan asas
demokrasi di tingkat pemerintahan daerah.
Dalam prakteknya tidak semua daerah dapat memungut seluruh pajakpajak tersebut meskipun kewenangan telah dilimpahkan kepadanya. Adapun
penyebab utama mengapa pajak-pajak daerah yang menjadi kewenangan daerah
tidak dipungut oleh suatu daerah, pada umumnya disebabkan disebabkan karena
objeknya tidak ada pada daerah tersebut, selain itu walaupun objeknya ada, namun
hasil pungutan dianggap jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya yang
harus dikeluarkan untuk melakukan pemungutan itu, sehingga dapat menjadi
beban bagi pemerintah daerah tersebut (Kaho,1982).
Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, terdapat 16 jenis pajak
daerah, terdiri atas 5 pajak provinsi, dan 11 pajak kabupaten/kota.
Pajak provinsi meliputi:
1. Pajak Kendaraan Bermotor
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4. Pajak Air Permukaan
5. Pajak Rokok
Pajak kabupaten/kota meliputi:
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
Universitas Sumatera Utara
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan
7. Pajak Parkir
8. Pajak Air Tanah
9. Pajak Sarang Burung Walet
10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
2.
Retribusi Daerah
Retribusi menempati kedudukan yang sangat berarti bagi sumber
keuangan daerah. Bagi pemerintah daerah tingkat kabupaten dan kota misalnya,
pendapatan yang diperoleh dari hasil retribusi daerah terkadang lebih besar bila
dibandingkan penerimaan dari sektor pajak daerah.
Goedart (1982) retribusi menurut Feldmann adalah: Penerimaan yang
diperoleh penguasa publik dari rumah tangga swasta, berdasarkan norma-norma
umum
yang
ditetapkan
berhubungan
dengan
prestasi-prestasi
yang
diselenggarakannya atas usul dan untuk kepentingan rumah tangga swasta, dan
prestasi-prestasi tersebut, karena berhubungan dengan kepentingan umum, secara
khusus dilaksanakan sendiri oleh penguasa publik.
Untuk membuat suatu pungutan dikategorikan sebagai retribusi daerah
selanjutnya haruslah ditetapkan terlebih dahulu dalam bentuk peraturan daerah
(perda) dari masing-masing daerah yang akan memungut pungutan tersebut yang
biasanya diajukan oleh pihak pemerintah daerah (provinsi atau kabupaten/kota)
yang kemudian harus mendapatkan persetujuan dari masing-masing DPRD-nya.
Universitas Sumatera Utara
Adapun yang menjadi lapangan atau obyek retribusi daerah sesuai
dengan ketentuan pasal 18 UU Nomor 34 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:
1. Retribusi Jasa Umum, yang dapat dikutip oleh setiap pemerintah daerah
berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a.
bersifat bukan pajak,
b.
jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka
melaksanakan desentralisasi,
c.
jasa tersebut member manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang
diharuskan membayar retribusi disamping untuk melayani kepentingan
dan kemanfaatan umum,
d.
jasa tersebut layak dikenakan retribusi,
e.
retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelenggaraannya,
f.
retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah
satu sumber pendapatan daerah yang potensial, dan
g.
pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan
tingkat dan /atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
2.
Retribusi jasa usaha, yang dapat dikutip setiap pemerintah daerah berdasarkan
kriteria jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial, yang
seyogjanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai
atau
terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan
secara penuh oleh pemerintah daerah.
3.
Retribusi perijinan tertentu, yang dapat dikutip oleh setiap pemerintah daerah
berdasarkan kriteria sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a.
perijinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan
dalam rangka asas desentralisasi.
b.
perijinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan
umum, dan
c.
biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraaan izin tersebut
dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian ijin
tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai oleh retribusi perijinan.
Oleh sebab lapangan retribusi daerah beraneka ragam dan sangat dipengaruhi
kualitas dari fasilitas atau sarana pelayanan yang disediakan oleh masing-masing
pemerintah daerah, maka pendapatan daerah dari sektor retribusi daerah ini
mempunyai prospek yang cukup cerah.
3.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 mengklasifikasikan jenis hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut objek pendapatan
yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/BUMN dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Halim (2004) menyebutkan bahwa jenis pendapatan ini meliputi objek
pendapatan berikut:
a.
Bagian laba perusahaan milik daerah.
b.
Bagian lembaga keuangan bank.
c.
Bagian laba lembaga keuangan nonbank.
d.
Bagian laba atas penyertaan modal/investasi.
Universitas Sumatera Utara
4.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 menjelaskan tentang Pendapatan Asli
daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak
termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Halim (2004) menyebutkan jenis pendapatan
ini meliputi objek pendapatan berikut:
a.
Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan
b.
Penerimaan jasa giro
c.
Penerimaan bunga deposito
d.
Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
e.
Penerimaan ganti rugi atas kerugian/ kehilangan kekayaan daerah.
2.1.2 Belanja daerah
Istilah “belanja” pada umumnya hanya digunakan di sektor publik, tidak di
sektor bisnis. Belanja di sektor publik terkait dengan penganggaran, yaitu
menunjukkan jumlah uang yang telah dikeluarkan selama satu tahun anggaran.
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan propinsi dan kabupaten/kota yang terdiri
dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan penanganannya dalam bagian atau
bidang tertentu antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan
perundang-undangan. (Bastian 2001) menyebutkan biaya dapat dikategorikan
sebagai belanja dan beban. Belanja adalah jenis biaya yang timbul berdampak
langsung kepada berkurangnya saldo kas maupun uang entitas yang berada di
bank. Belanja operasi meliputi pengeluaran barang dan jasa, pembayaran cicilan
Universitas Sumatera Utara
bunga utang, subsidi, anggaran pengeluaran sektoral (Current Transfer),
sumbangan dan bantuan.
Pengelompokan belanja daerah menurut Kepmendagri No. 29 tahun 2002
ini terdiri dari:
1.
Belanja Administrasi Umum
2.
Belanja Operasi dan Pemeliharaan
3.
Belanja Modal
Kemudian, berdasarkan peraturan yang baru yaitu Permendagri No.59
Tahun 2007 (Revisi atas Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah), klasifikasi belanja dalam sistem anggaran
diperbaiki. Berdasarkan Permendagri 59 Tahun 2007 memberikan definisi belanja
daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran
tertentu yang menjadi beban daerah.
Belanja daerah dikelompokkan menjadi :
a.
Belanja Langsung
Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari:
1.
Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun
barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan yang
diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai
yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai
imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dimana pekerjaan tersebut
yang berkaitan dengan pembentukan modal.
Universitas Sumatera Utara
2.
Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian
barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang
dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksud
untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan.
Belanja ini digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang
nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan/atau pemakaian jasa
dalam
melaksanakan
program
dan
kegiatan
pemerintah
daerah.
Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa tersebut mencakup
belanja barang pakai habis, bahan/materai, jasa kantor, premi asuransi,
perawatan
kendaraan
bermotor,
cetak/penggandaan
sewa
rumah/gedung/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa
perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan
atributnya pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan
dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.
3.
Belanja
modal
adalah
pengeluaran
yang
dilakukan
dalam
rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang
memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya
adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan
atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
b. Belanja Tidak Langsung
Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait
secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja tidak
langsung meliputi : belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja
hibah, belanja bantuan sosial, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang ekonomis, efisien,
dan efektif pemerintah daerah perlu menerapkan prinsip-prinsip manajemen
belanja daerah secara cermat, konsisten dan berkelanjutan (Mahmudi, 2009).
Sebagai alat untuk mengimplemantasikan kebijakan ekonomi, maka manajemen
belanja daerah harus berorientasi untuk mewujudkan tujuan kebijakan ekonomi,
yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas ekonomi. Untuk menjaga stabilitas
ekonomi menurut (Mahmudi, 2009) manajemen belanja daerah harus difokuskan
pada pelaksanaan disiplin anggaran, sedangkan untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi dan pemerataan maka manajemen belanja harus fokus pada efisiensi dan
efektivitas alokasi anggaran pada berbagai program pembangunan.
2.1.3 Pendapatan Perkapita
Salah satu komponen dari pendapatan nasional yang selalu dilakukan
perhitungannya adalah pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk
suatu Negara pada suatu waktu tertentu (Sukirno, 2003). Pendapatan perkapita
bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang
tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu.
Nilai pendapatan perkapita diperoleh dari membagi pendapatan nasional
bruto atau pendapatan domestik bruto pada satu tahun tertentu dengan jumlah
penduduk pada tahun tersebut. Dengan demikian, pendapatan perkapita dapat
dihitung dengan menggunakan salah satu persamaan sebagai berikut (Sukirno,
2003):
a.
Perkapita PNB =
Pendapatan nasional bruto
Jumlah penduduk
Universitas Sumatera Utara
b.
Perkapita PDB =
Pendapatan domestik bruto
Jumlah penduduk
Pendapatan perkapita menunjukkan kemampuan masyarakat untuk
membayar pengeluarannya termasuk membayar pajak. Semakin besar tingkat
pendapatan
perkapita
masyarakat
mempunyai
pengaruh
positif
dalam
meningkatkan penerimaan pajak.
Pendapatan perkapita merupakan salah satu indikator yang penting untuk
mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah dalam periode tertentu biasanya satu
tahun, yang ditujukan dengan PDRB, baik atas harga berlaku maupun berdasarkan
harga konstan. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan
oleh berbagai unit ekonomi di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu, biasanya
satu tahun. PDRB perkapita adalah PDRB dibagi jumlah penduduk pertengahan
tahun dengan satuan rupiah.
Pendapatan perkapita merupakan salah satu ukuran bagi kemakmuran
suatu daerah, pendapatan perkapita yang tinggi cenderung mendorong naiknya
tingkat konsumsi perkapita yang selanjutnya menimbulkan insentif bagi
diubahnya struktur produksi (pada saat pendapatan meningkat, permintaan akan
barang-barang manufaktur dan jasa pasti akan meningkat lebih cepat daripada
permintaan akan produk-produk pertanian (Todaro, 2003).
Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula
kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang
ditetapkan oleh pemerintah. Pada tingkat distribusi pendapatan tertentu yang tetap,
semakin tinggi pendapatan perkapita riil suatu daerah, semakin besar pula
kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk membiayai pengeluaran rutin dan
Universitas Sumatera Utara
pengeluaran pembangunan pemerintahannya. Maka dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi pendapatan perkapita suatu daerah, semakin besar pula potensi
sumber penerimaan daerah tersebut, sehingga kemampuan masyarakat untuk
membayar pajak yang meningkat.
Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB perkapita. Pendapatan
perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat
pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin
makmur negara tersebut. Pendapatan nasional yang biasa dipakai dalam
menghitung pendapatan perkapita suatu negara pada umumnya adalah Produk
Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasionak Bruto, sedangkan untuk pendapatan
perkapita daerah yang umum digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula
kemampuan orang tersebut untuk membayar berbagai pungutan yang ditetapkan
pemerintah. Dalam konsep makro dapat dianalogikan bahwa semakin besar PDRB
yang diperoleh maka akan semakin besar pula potensi daerah. Jadi dengan adanya
peningkatan PDRB maka hal ini mengidikaskan akan mendorong peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (Saragih, 2003). Sejalan dengan Halim (2004) yang
mengatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah dipengaruhi oleh Pendapatan
Regional Perkapita. Pada tingkat distribusi pendapatan tertentu yang tetap,
semakin tinggi pendapatan perkapita riil suatu daerah, semakin besar pula
kemampuan masyarakat daerah tersebut untuk membiayai pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan pemerintahannya. Maka dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi pendapatan perkapita suatu daerah, semakin besar pula potensi
sumber penerimaan daerah tersebut, sehingga kemampuan masyarakat untuk
Universitas Sumatera Utara
membayar pajak yang meningkat. Tinggi rendahnya pendapatan perkapita suatu
daerah dapat dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya adalah banyaknya atau
sedikitnya lapangan pekerjaan, perbedaan UMR tiap daerah, dan tingkat kemajuan
dari daerah itu sendiri.
2.1.4. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum
dan terus menerus (Sukirno,2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari
satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain
(Boediono,2000). Dari kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan
dimana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang
dalam perekonomian secara keseluruhan.
Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga
umum yang berlangsung terus menerus. Dari pengertian tersebut maka apabila
terjadi kenaikan harga hanya bersifat sementara, maka kenaikan harga yang
sementara sifatnya tersebut tidak dapat dikatakan inflasi. Semua negara di dunia
selalu menghadapi permasalahan inflasi ini. Oleh karena itu, tingkat inflasi yang
terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik
buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara.
Inflasi menurut parah tidaknya dibagi menjadi :
1.
Inflasi ringan, apabila tingkat inflasi besarnya kurang dari 10% per tahun.
2.
Inflasi sedang, apabila tingkat inflasi besarnya antara 10% - 30 % per tahun.
3.
Inflasi berat, apabila tingkat inflasi besarnya antara 30% - 100 % per tahun.
4.
Hiper Inflasi, apabila tingkat inflasi diatas 100 % per tahun.
Universitas Sumatera Utara
Didasarkan pada faktor-faktor penyebab inflasi maka ada tiga jenis inflasi
yaitu: 1) inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) dan 2) inflasi desakan
biaya (cost-push inflation) 3) inflasi karena pengaruh impor (imported inflation).
Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) atau inflasi dari sisi permintaan
(demand side inflation) adalah inflasi yang disebabkan karena adanya kenaikan
permintaan agregat yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah barang dan
jasa yang ditawarkan. Karena jumlah barang yang diminta lebih besar dari pada
barang yang ditawarkan maka terjadi kenaikan harga. Inflasi tarikan permintaan
biasanya berlaku pada saat perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga
kerja penuh dan pertumbuhan eko-nomi berjalan dengan pesat (full employment
and full capacity). Dengan tingkat pertumbuhan yang pesat/tinggi mendorong
peningkatan permintaan sedangkan barang yang ditawarkan tetap karena kapasitas
produksi sudah maksimal sehingga mendorong kenaikan harga yang terus
menerus.
Inflasi desakan biaya (Cost-push Inflation) atau inflasi dari sisi penawaran
(supply side inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya
kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan tingkat produktivitas
dan efisiensi, sehingga perusahaan mengurangi supply barang dan jasa.
Peningkatan biaya produksi akan mendorong perusahaan menaikan harga barang
dan jasa, meskipun mereka harus menerima resiko akan menghadapi penurunan
permintaan terhadap barang dan jasa yang mereka produksi. Sedangkan inflasi
karena pengaruh impor adalah inflasi yang terjadi karena naiknya harga barang di
negara-negara asal barang itu, sehingga terjadi kenaikan harga umum di dalam
negeri.
Universitas Sumatera Utara
Inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara
kontinue. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya
tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga
berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah
inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang
kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Inflasi
dapat
mengakibatkan
perekonomian
tidak
berkembang.
Sehubungan dengan pertumbuhan ekonomi, Inflasi berdampak sebagai berikut:
1.
Mendorong penanaman modal spekulatif
Inflasi mengakibatkan para pemilik modal cenderung melakukan spekulatif.
Hal ini dilakukan dengan membeli rumah, tanah dan emas. Cara ini
dianggap lebih menguntungkan daripada melakukan investasi yang
produktif.
2.
Menyebabkan tingkat bunga meningkat dan akan mengurangi investasi.
Untuk menghindari kemerosotan nilai uang atau modal yang mereka
pinjamkan, lembaga keuangan akan menaikkan tingkat suku bunga
pinjaman. Apabila tingkat inflasi tinggi, maka tingkat suku bunga juga akan
tinggi. Tingginya suku bunga akan mengurangi kegairahan penanaman
modal untuk mengembangkan usaha-usaha produktif.
Universitas Sumatera Utara
3.
Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi di masa depan. Apabila
gagal mengendalikan inflasi, akan berdampak terhadap ketidakpastian
ekonomi. Selanjutnya arah perkembangan ekonomi sulit untuk diramal.
Keadaan semacam ini akan mengurangi kegairahan pengusaha untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi.
4.
Menimbulkan masalah neraca pembayaran. Inflasi akan menyebabkan harga
barang-barang impor lebih murah daripada harga barang yang dihasilkan di
dalam negeri. Hal ini akan mengakibatkan impor berkembang lebih cepat
daripada ekspor. Selain itu arus modal keluar negeri akan lebih banyak
dibanding yang masuk ke dalam negeri. Keadaan ini akan mengakibatkan
terjadinya defisit neraca pembayaran dan kemerosotan nilai mata uang
dalam negeri.
Berdasarkan asal inflasi dapat dibedakan menjadi 2:
1.
Domestik Inflation
Domestik inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri misalnya
karena defisit anggaran belanja dalam negeri.
2.
Imported Inflation
Imported inflation adalah inflasi yang berasal dari luar negeri, inflasi ini
timbul karena kenaikan harga diluar negeri atau di negara langganan
berdagang dalam negeri (Muchtholifah, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Terdapat perbedaan antara penganut ekonomi sisi permintaan dengan
ekonomi sisi penawaran hubungan antara inflasi dengan penerimaan pendapatan
asli daerah. Apabila terjadi kenaikan atau penurunan harga maka jumlah barang
yang dapat dibeli oleh masyarakat niscaya akan mengalami perubahan pula
(Rosyidi, 2002). Apabila inflasi meningkat masyarakat mencurahkan perhatian
pada sumber daya riil dan mengurangi uang yang mereka pegang. Dalam suatu
sistem perpajakan yang mengharuskan masyarakatnya membayar pajak lebih
tinggi jika pendapatan nominal mereka meningkat secara otomatis inflasi akan
meningkatkan tingkat pajak rata-rata masyarakat (Samuelson, 1994). Dengan
semakin naiknya inflasi sistem pemungutan pajak menjadi berantakan, pemerintah
sampai pada suatu keadaan yang mendorong untuk meningkatkan penerimaannya
lebih besar (Dornbusch, 1993)
Inflasi dapat menyebabkan gangguan pada stabilitas ekonomi dimana para
pelaku ekonomi enggan untuk melakukan spekulasi dalam perekonomian. Di
samping itu inflasi juga bisa memperburuk tingkat kesejahteraan masyarakat
akibat menurunnya daya beli masyarakat secara umum akibat harga-harga yang
naik. Selain itu distribusi pendapatan pun semakin buruk akibat tidak semua orang
dapat menyesuaikan diri dengan inflasi yang terjadi. Akhirnya masyarakat tidak
lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga
ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat, sehingga harga naik
secara ekselerasi.
Universitas Sumatera Utara
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering
digunakan adalah CPI dan GDP Deflator. Menghitung inflasi dengan dasar CPI
(Consumer Price Index) atau Indeks Harga Konsumen (IHK),
rumusnya
adalah :
Inflasi= [(IHKn–IHKn-1)/IHKn-1]x100%
Pengertian:
IHKn
= IHK pada tahun/bulan
IHKn-1 = IHK pada tahun/bulan
tertentu
sebelumnya
Di Indonesia statistik harga secara khusus statistik harga konsumen/retail
dikumpulkan dalam rangka penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK). Indeks
ini merupakan salah satu indikator ekonomi yang secara umum dapat
menggambarkan tingkat inflasi/deflasi harga barang dan jasa.
2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan penelitian tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah, diantaranya :
1.
Budiharjo (2003) melakukan analisis terhadap variabel-variabel yang
mempengaruhi Pajak Bumi dan Bangunan membuat kesimpulan bahwa
variabel jumlah penduduk dan PDRB berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penerimaan PBB di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan inflasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap PBB di Propinsi JawaTengah. Hal ini
akibat inflasi di Pripinsi Jawa Tengah dikategorikan inflasi sedang.
Universitas Sumatera Utara
2.
Berutu (2011) membuat kesimpulan bahwa belanja daerah, investasi,
pendapatan perkapita masyarakat dan jumlah penduduk secara simultan dan
parsial berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/kota seSumatera Utara. Sedangkan investasi secara parsial tidak berpengaruh
terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/kota se-Sumatera Utara.
3.
Suwarno (2008) menyatakan bahwa faktor eksternal dan faktor internal
berpengaruh terhadap kemampuan keuangan daerah Pemerintah Kota
Surabaya. Faktor eksternal berpengaruh dominan terhadap kemampuan
keuangan daerah Pemerintah Kota Surabaya. Faktor eksternal dan internal
yang signifikan: investasi, inflasi, PDRB, penerimaan subsidi, penerimaan
pembangunan, sumber daya manusia, peraturan daerah, sistem dan
pelaporan. Sedangkan untuk faktor internal dan eksternal yang tidak
signifikan: jumlah penduduk, sarana dan prasarana, dan insentif.
4.
Muchtholifah (2010) meneliti tentang : Pengaruh PDRB, Inflasi, Investasi
Industri, dan Jumlah Tenaga Kerja terhadap PAD di kota Mojokerto. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa : secara simultan PDRB, inflasi, investasi
industri dan jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap PAD.
Secara parsial PDRB dan jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan dan
berhubungan positif terhadap PAD. Investasi industry secara parsial
berpengaruh signifikan dan berhubungan negatif terhadap PAD. Sedangkan
inflasi secara parsial tidak berpengaruh signifikan dan berhubungan negatif
terhadap PAD. Pengaruh inflasi sangat kecil terhadap PAD. Variabel yang
dominan mempengaruhi PAD adalah variabel PDRB.
Universitas Sumatera Utara
5.
Purbayu dan Rahayu (2005) meneliti tentang pengaruh pengeluaran
pembangunan, jumlah penduduk dan PDRB terhadap PAD di Kabupaten
Kediri. Data diolah dengan analisis regresi berganda yang kemudian
ditransformasikan ke bentuk logaritma berganda dengan menggunakan
logaritma
natural.
Hasil
penelitian
menyebutkan
bahwa
variabel
pengeluaran pembangunan, jumlah pendudk dan PDRB mempengaruhi
PAD secara bersama-sama.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2
Penelitian terdahulu
Nama
/Tahun
Budiharjo
(2003)
Berutu
(2011)
Suwarno
(2008)
Judul Penelitian
Pengaruh Jumlah
penduduk, PDRB dan
inflasi dterhadap
penerimaan PBB di
Kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah
Pengaruh Belanja
Daerah, Investasi,
Pendapatan Perkapita
dan Jumlah Penduduk
terhadap Pendapatan Asli
Daerah di
Kabupaten/kota seProvinsi Sumatera Utara
Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi
peningkatan PAD
sebagai Sumber
Pembiayaan
Pembangunan daerah
(studi kasus di Surabaya)
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Variabel dependen: PBB
Variabel
Independen:
Jumlah penduduk, PDRB
dan inflasi
Jumlah
penduduk
dan
PDRB
berpengaruh pisitif dan signifikan
terhadap PBB, inflasi tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap PBB
Variabel dependen: PAD
Variabel
independen:
Belanja
Daerah,
Investasi,
Pendapatan
Perkapita dan Jumlah
Penduduk
Belanja daerah, investasi, pendapatan
perkapita masyarakat dan jumlah
penduduk secara simultan dan parsial
berpengaruh terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten/kota se-Sumatera
Utara. Sedangkan investasi secara parsial
tidak berpengaruh terhadap Pendapatan
Asli Daerah
Variabel dependen: PAD
Variabel
independen:
Investasi, Inflasi, PDRB,
Penerimaan
Subsidi,
Penerimaan
Pembangunan,
SDM,
Peraturan daerah, sistem
dan pelaporan
Faktor Eksternal dan internal yang
signifikan: Infestasi, Inflasi, PDRB,
Penerimaan
subsidi,
penerimaan
pembangunan, sumber daya manusia,
peraturan daerah, sistem dan pelaporan
berpengaruh
dominan
terhadap
kemampuan
keuangan
daerah.
Pemerintahan kota Surabaya. Sedangkan
untuk faktor internal dan eksternal yang
tidak signifikan: jumlah penduduk,
sarana dan prasarana, dan insentif.
Muchtholifah
(2010)
Pengaruh PDRB, Inflasi,
Investasi Industri, dan
Jumlah Tenaga Kerja
terhadap PAD di kota
Mojokerto
Variabel dependen: PAD
Variabel
independen:
PDRB, Inflasi, Investasi
Industri, dan Jumlah
Tenaga Kerja.
Secara simultan bahwa PDRB, inflasi,
investasi industri dan jumlah tenaga
kerja berpengaruh signifikan terhadap
PAD. Secara parsial PDRB, jumlah
tenaga kerja berpengaruh signifikan dan
berhubungan positif terhadap PAD.
Investasi
industi
secara
parsial
berpengaruh terhadap PAD berhubungan
negatif. Inflasi tidak berpengaruh
signifikan dan berhubungan negatif
terhadap PAD
Purbayu dan
Rahayu
(2005)
Anlisis Pendapatan Asli
Daerah dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya
dalam upaya pelaksanaan
Otonomi Daerah di
Kabupaten Kediri
Variabel dependen: PAD
Variabel
independen:
PengeluaranPembangunan
, Penduduk dan PDRB
Pengeluaran
pembangunan,
jumlah
penduduk dan PDRB mempengaruhi
PAD secara bersama-sama. Pengaruh
yang paling besar adalah Penduduk
Universitas Sumatera Utara
Download