Seminar Nasional Geologi ke-II Mikrofasies dan Diagenesa Batugamping Formasi Klapanunggal Daerah Cileungsi, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Reghina Karyadi1) Abdurrokhim1) Lili Fauzielly 1) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Abstrak Daerah penelitian secara administratif terletak di daerah Cileungsi dan sekitarnya, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang secara geografis daerah penelitian terletak pada koordinat 106° 56’ 1,9392” - 107° 1’ 27,8112” BT dan 6° 32’ 29,3712” - 6° 27’ 5,6124” LS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipe mikrofasies dan proses diagenesa yang berkembang di daerah penelitian. Sebagian besar dari daerah penelitian berupa perbukitan yang didominasi oleh batuan karbonat dan batuan sedimen yang telah mengalami tektonik. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis data singkapan dan analisis petrografi pada sayatan tipis dengan menggunakkan red alizarin dan blue dye untuk membedakan jenis mineral dan menentukan porositas pada batuan. Tipe mikrofasies dan proses diagenesa dapat diketahui dari hasil analisis petrografi seperti tekstur, struktur batuan, tipe butiran, dan jenis fosil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batuan karbonat pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 tipe mikrofasies yaitu Reef Microfacies (SMF 7), Shallow Water Microfacies (SMF 9), dan Textural Inversion Microfacies (SMF 10). Sementara proses diagenesa yang berlangsung adalah proses mikritisasi mikrobial, sementasi, neomorfisme, kompaksi, dan pelarutan. Kata Kunci: Batugamping, Diagenesa, Mikrofasies. 1. PENDAHULUAN Perkembangan batugamping yang sensitif terhadap perubahan kondisi geologi dapat memberikan informasi yang baik mengenai asal - usul pembentukan batuan karbonat. Dari beberapa analisis, analisis petrografi merupakan analisis yang paling mudah untuk mengamati bagaimana tahapan pembentukan dari batugamping serta proses diagenesa yang terjadi, selain itu data fasies karbonat akan lebih rinci jika didukung oleh pengamatan mikroskopis batuan yang disebut mikrofasies. Selain dari aspek ilmiah, batugamping di wilayah tersebut juga menarik dari segi ekonomis. Batuan karbonat dari Formasi Klapanunggal adalah salah satu target untuk reservoir hidrokarbon di laut pada cekungan Jawa yang di beberapa tempat didominasi oleh batuan karbonat (Budiyani et al., 1991). 2. STRATIGRAFI REGIONAL Berdasarkan Van Bemmelen, 1949, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Bogor. Formasi Klapanunggal adalah formasi batuan yang mengisi Cekungan Bogor. Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Effendi (1974) dalam lembar Bogor sementara pada lembar Karawang formasi ini dinamakan dengan Formasi Parigi (Krebs,1936). Seminar Nasional Geologi ke-II Formasi Klapanunggal terdiri dari batugamping koral dengan sisipan batugamping pasiran, napal, batupasir kuarsa glukonitan dan batupasir hijau. Lalu terdapat batugamping terumbu padat dengan foraminifera besar dan fosil lainnya termasuk moluska dan echinodermata (Van Bemmelen, 1949). Berdasarkan fosil foraminifera bentos yang ditemukan dalam batupasir hijau yang mengandung glokonit kurang lebih sebesar 80% yaitu Gyroidina diduga batuan ini diendapkan pada lingkungan laut agak dalam, serta fosil yang ditemukkan sangat melimpah diduga batuan ini diendapkan di ligkungan laut dangkal pada waktu badai (storm). Sehingga kemungkingan formasi ini diendapkan di laut dangkal “inner - outer sublitoral” dalam keadaan susut laut yang mengalami badai (Turkandi,1976). 3. METODE PENELITIAN Analisis petrografi dilakukan terhadap 20 sampel batuan dalam bentuk sayatan tipis dengan menggunakan mikroskop polarisasi. Sayatan tipis ini dibuat dengan metode blocking, yaitu berfungsi untuk mengimpregnansi larutan biru (blue dye epoxy resin) ke dalam pori untuk membedakan pori – pori asli batuan dengan lubang – lubang yang terbentuk selama proses preparasi. Tahap berikutnya, sayatan tipis dinodakan dengan cairan “alizarin red S” untuk memudahkan dalam pengidentifikasian jenis - jenis mineral karbonat. Hasil penodaan dengan cairan kimia tersebut akan menghasilkan resolusi warna. Oleh karena itu, setiap jenis mineral karbonat yang terdapat pada batuan akan menunjukkan warna yang berbeda. Klasifikasi yang digunakkan untuk analisis petrografi berdasarkan klasifikasi Folk, 1951. 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Mikrofasies Pengklasifikasian batugamping dilakukan berdasarkan kriteria sedimentologi dan paleontologi seperti tekstur batuan, tipe butiran, jenis fosil, struktur sedimen, proses diagenesa dan asosiasi jenis batuan di sekitar batugamping yang dianalisis dari sayatan tipis masing – masing sampel perconto . Pembagian mikrofasies ini mengacu kepada tipe Standard Microfacies (SMF) oleh Flugel (1972) dan Wilson (1975) dalam Tucker (1990). Berdasarkan hasil analisis mikroskopis didapati hasil bahwa terdapat 3 tipe Standard Microfacies (SMF) yang mendominasi pada daerah penelitian diantaranya SMF 7 (Reef Microfacies), SMF 9 (Shallow Water Microfacies), SMF 10 (Textural Inversion Microfacies). 4.2 Diagenesa 4.2.1 Mikritisasi Mikrobial Mikritisasi mikrobial merupakan proses diagenesa yang disebabkan akibat adanya butiran bioklas yang terubah selama di dasar laut ataupun akibat pengaruh dari organisme kecil seperti endholitic algae, fungi dan bakteri. Butiran bioklas dapat terubah akibat adanya presipitasi air laut, proses metabolisme dari organisme, penghancuran material cangkang seperti disintegrasi alga, aktifitas boring dan erosi mekanik. Semua jenis organisme kecil dapat membentuk mikroboring kedalam fragmen skeletal ataupun butiran karbonat lain yang berukuran besar membentuk pori – pori yang akan diisi oleh mikrit ataupun sparit. Jika proses boring kurang intensif maka yang akan terbentuk adalah micrite envelopes atau selubung mikrit (matriks yang melingkupi butiran karbonat). Produk dari proses diagenesa yang terdapat dalam penelitian diantaranya adalah boring, Seminar Nasional Geologi ke-II micrite envelopes dan intraklas. Pada umumnya proses diagenesa ini terjadi pada lingkungan marine phreatic. Gambar 1. Sayatan R9 Unsorted biosparite didominasi oleh sparit tetapi sayatan tersebut masih menunjukkan jejak mikritisasi dengan keterdapatan intraklas dan micrite envelope yang menyelubunginya. Intraklas merupakan butiran hasil rombakan batuan sedimen karbonat insitu sebelumnya yang mengalami pengendapan kembali (redeposisi). 4.2.2 Sementasi Sementasi merupakan proses yang paling umum terjadi pada batuan karbonat dimana semen atau sparit mengisi ruang antar butiran yang kosong akibat adanya pelarutan. Semen dengan bentuk umum yang muncul pada sayatan diantaranya adalah fibrous, bladed dan equant. Semen aragonit dan kalsit yang memiliki kandungan high – Mg calcite membentuk geometri fibrous dan bladed, sementara semen kalsit yang memiliki kandungan low – Mg calcite membentuk geometri equant. Semen dengan bentuk fibrous dan bladed merupakan early cement yang terbentuk di awal proses diagenesa pada lingkungan marine phreatic. Kemudian, semen dengan bentuk equant terbentuk pada lingkungan burial atau meteoric phreatic. Selain itu terdapat juga semen bentuk drusy yaitu semen equant yang mengisi pori intraskeletal, moldic dan fracture dan bentuk blocky yaitu semen yang memiliki variasi ukuran dari medium mengkasar tanpa memilih arah. Gambar 2. Sayatan R13 secara deskripsi keseluruhan merupakan sparse biomicrite, menunjukkan semen fibrous sampai bladed high Mg calcite yang melingkupi butiran dan mengisi pori batuan. Jenis dan bentuk semen memberi informasi bahwa batuan kemungkinan terbentuk pada lingkungan marine phreatic. 4.3.3 Neomorfisme Neomorfisme adalah proses diagenesa yang dicirikan oleh adanya perubahan suatu mineral atau kristal yang ukurannya berubah menjadi lebih kecil ataupun lebih besar. Proses berubahnya ukuran kristal dari halus menjadi kasar disebut aggrading neomorpishm. Proses ini terjadi akibat adanya perubahan lingkungan misalnya dari lingkungan marine phreatic menjadi burial. Proses lain yang terjadi adalah replacement . Contohnya seperti perubahan mineral aragonite menjadi mineral kalsit ataupun semen dengan bentuk fibrous berubah menjadi equant. Hal ini sering ditemukan dalam pengamatan sayatan karena mineral aragonite merupakan mineral yang kurang stabil sehingga mudah berubah. Seminar Nasional Geologi ke-II Gambar 3. Sayatan R10 Dismicrite bahwa sayatan tersebut hanya didominasi oleh keterdapatan mikrit dan sparit. Sayatan tipis menunjukan keterdapatan aggrading neomorpishm yang menunjukan perubahan ukuran kristal dari kecil menjadi besar. Selain itu, kandungan Low – Mg calcite pada sayatan menunjukan adanya perubahan mineral yang kurang stabil sebelumnya menjadi stabil. 4.3.4 Kompaksi Produk kompaksi yang teramati pada sayatan tipis berupa kompaksi mekanik dan kimia. Kompaksi mekanik ini menyebabkan pengurangan ketebalan, porositas, permeabilitas, serta menyebabkan adanya pecahan dan distorsi pada butiran. Selain itu, produk kompaksi mekanik juga dapat diidentifikasi dari adanya butiran yang saling bersentuhan seperti point - contact, concavo - contact dan sutured – contact. Pada pengamatan beberapa sayatan tipis ditemukan adanya point - contact, sutured - contact, pecahan butiran, porositas fracture, dan stylolite. Porositas fracture dan stylolite merupakan produk dari kompaksi kimia. Adanya produk kompaksi menunjukan bahwa lingkungan diagenesa telah melewati tahap pada lingkungan burial. Gambar 4. Sayatan R9 Unsorted biosparite didominasi oleh keterdapatan equant sparite , sayatan tersebut juga menunjukkan butiran bioklas mengalami pecahan akibat proses kompaksi. Pecahan butiran disebabkan oleh kompaksi mekanik yang memicu butiran saling bersentuhan sehingga patah. 4.3.5 Pelarutan Pelarutan merupakan proses diagenesa yang terjadi akibat larutnya komponen karbonat saat fluida pori tidak jenuh (unsaturated) oleh mineral - mineral karbonat. Hal ini dipengaruhi oleh mineral yang tidak stabil serta nilai pH yang rendah sehinga lingkungan menjadi asam. Fluida dalam pori akan semakin agresif melarutkan karbonat apabila terkandung konsentrasi gas πΆπ2 yang dilepaskan oleh jasad organik. Proses pelarutan jarang terjadi pada lingkungan phreatic dan banyak terjadi pada lingkungan vadose karena pada lingkungan tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya air meteorik. Berdasarkan pengamatan pada sayatan tipis terdapat beberapa jenis porositas baik itu primer maupun sekunder, diantaranya interpartikel, intrapartikel, interkristal, moldik, fracture, channel, vuggy, boring dan burrow. Porositas primer seperti interpartikel, intrapartikel, dan moldik terbentuk pada saat pengendapan, porositas ini kemungkingan dapat rusak saat proses diagenesa sehingga pada beberapa sayatan di daerah penelitian sedikit ditemukan porositas primer. Seminar Nasional Geologi ke-II Selanjutnya porositas sekunder akan mulai terbentuk pada lingkungan meteoric phreatic seperti porositas fracture. Porositas vuggy, dan channel merupakan perkembangan dari porositas fracture yang umumnya terjadi pada lingkungan meteoric vadose. Gambar 5. Sayatan R17 Unsorted biosparite menunjukan produk diagenesa yaitu pelarutan yang membentuk porositas channel. Porositas channel terjadi akibat pengembangan dari porositas fracture karena sirkulasi air yang terus terjadi. Pembentukan porositas tersebut dipengaruhi oleh air meteorik sehingga diperkirakan batuan terbentuk pada lingkungan meteoric vadose. 4.3 Tahapan Diagenesa Pengendapan batugamping pada Formasi Klapanunggal terjadi pada kala Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Diagenesis terjadi pada lingkungan marine phreatic di dasar laut , yang dibuktikan oleh terjadinya proses diagenesa yaitu mikritisasi dan sementasi. Sulit untuk menentukan urutan keterjadian dari kedua proses tersebut. Reef microfacies menunjukan bahwa daerah penelitian merupakan jenis batugamping terumbu yang diendapkan pada energi tinggi pada lingkungan marine phreatic dengan sirkulasi aktif. Sementara didapatinya textural inversion dan shallow water microfacies menandakan bahwa setelah pengendapan energi tinggi, batuan tiba – tiba diendapkan pada energi yang rendah sehingga tekstur batuan berubah menjadi semakin halus berada di back reef. Pada lingkungan marine phreatic, diperkirakan mikritisasi telah terjadi akibat presipitasi air laut, aktifitas biologi dan disintegrasi dari organisme – organisme yang berada di lingkungan tersebut. Pengendapan litologi yang lebih muda diatas Formasi Klapanunggal merupakan penyebab adanya proses diagenesa kompaksi dan neomorfisme. Lingkungan diagenesis yang awalnya merupakan marine phreatic berubah menjadi lingkungan burial. Hal tersebut dibuktikan oleh keterdapatan struktur berupa stylolite sebagai produk kompaksi kimiawi, kontak antar butir berupa point contact, sutured contact dan fracture sebagai produk kompaksi mekanik. Selain itu dibuktikan oleh adanya rekristalisasi mikrit yang berubah menjadi mikrospar dan pseudospar yang merupakan produk dari aggrading neomorphism serta rekristalisasi pada butiran foraminifera. Setelah itu, lingkungan diagenesa berubah menjadi meteoric phreatic di daerah penelitian. Pada tahap ini beberapa mineral tidak stabil mengalami pengisian rongga oleh semen kalsit, penggantian semen kalsit, dan pelarutan yang dipengaruhi oleh air meteorik. Hal ini ditunjukkan oleh adanya sementasi blocky, neomorfisme, serta sturktur stylolites yang mengandung oksida besi. Semen yang terbentuk pada lingkungan ini adalah semen kalsit dengan geometri equant, bahkan pada beberapa sayatan terdapat bekas cangkang yang telah terisi oleh semen tersebut. Pengangkatan berlangsung hingga resen, batugamping formasi Klapanunggal memasuki lingkungan meteoric vadose. Pada lingkungan ini terjadi kontak langsung antara litologi dengan air meteorik dan udara sehingga terjadi proses pelarutan yang cukup intensif. Hal ini dibuktikan oleh keterdapatan porositas sekunder berupa cavern di lapangan dan porositas vuggy dan channel yang terdapat pada sayatan tipis. Keterbentukan pori – pori dan rekahan juga diperkirakan akibat Seminar Nasional Geologi ke-II adanya struktur yang berkembang di daerah penelitian. Gambar 6. Skema perubahan lingkungan diagenesa pada batugamping Formasi Klapanunggal (Modifikasi dari model Tucker dan Wright, 1990). 5. KESIMPULAN Batuan karbonat di daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 jenis mikrofasies, yaitu SMF 7 (Reef Microfacies), SMF 9 (Shallow Water Microfacies), SMF 10 (Textural Inversion Microfacies). Proses diagenesa yang terjadi diantaranya proses mikritisasi mikrobial, kompaksi, neomorfisme, sementasi dan pelarutan. Sementara tahapan diagenesa terjadi pada lingkungan marine phreatic water, burial, meteoric phreatic dan meteoric vadose. DAFTAR PUSTAKA [1]. Dunham. Robert J. 1962. Classification of Carbonate Rocks According to Depositional Texture. The American Association of Petroleum Geologist. Tulsa, Oklahoma. USA. [2]. Effendi, A, Kusnama, dan B Hermanto. 1998. Geologi Lembar Bogor, Jawa Barat, Skala 1:100.000. Bandung: Ditjen Geologi dan Sumberdaya Mineral, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. [3]. Embry, A.F and J.E. Klovan. 1971. A Late Devonian Reef Track on Northeastern Banks Island. Bulletin of Canadian Petroleum Geology. [4]. Flugel, E. 2004. Microfacies of Carbonate Rock. Springer - Verlag. Berlin. [5]. Scholle, Peter A. 2003. A Color Guide to the Petrography of Carbonate Rocks:Grains, Textures, Porosity, Diagenesis. Tulsa Oklahoma USA: The American Association of Petroleum Geologist. [6]. Suyoto. 1993. Metode Analisa Batuan Karbonat. Laboratorium Sedimentologi UPN : Yogyakarta. [7]. Tucker, Maurice E. 1990. Carbonate Sedimentology.London: Blackwell Scientific Publications. [8]. Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia Vol. IA. The Hague: Government Printing Office. [9]. Wilson,J.L. 1975. Carbonate Facies in Geologic History. Springer Verlag. Berlin. Seminar Nasional Geologi ke-II Tabel 1. Ringkasan Analisis Petrografi Sayatan Tipis. Pemerian Struktur Tekstur Pemilahan Kemas Bentuk Butir Kisaran uk. Butir Hub antar Butir % Butiran Bioklas Intraklas % Matriks Lumpur Karbonat % Semen Fibrous Sparite Bladed Sparite Equant Sparite Oksida Besi % Neomorfisme Equant Sparite Drusy Sparite Blocky Sparite Dolomit % Porositas Interparticle Intraparticle Intercrystal Moldic Fracture Channel Vuggy Boring Burrow Nama Batuan SMF R1 bf p o sr 0.05 - 0.5 f R2 f k - R3 b bf p o sr s R4 bg bf m o sr 0.02 - 0.5 f R5 c, is nk - R6 b nk - 26 10 - 34 10 43 7 37 - 15 - 23 - 15 - 17 0 20 20 20 45 40 2 24 - - 10 - 10 - - 6 - 4 80 2 3 4 3 2 30 3 10 6 UB 10 1 2 3 4 5 10 8 S 3 4 5 6 3 5 5 PB 10 1 2 3 4 5 2 13 PWB 10 1 2 3 4 5 5 B 7 1 2 3 4 5 Jenis Diagenesa Keterangan : Struktur f : fracture b : boring bg : brittle of grain c : corralite s : stylolit o : overgrowth is : iregullar stylolit g : geopetal Tekstur bf : bioklastika fragmental k : klastik nk : non-klastik Pemilahan p : poor m : moderate R7 R8 R9 f bg,g bf bf bf p m p o o o sr r sr 0.05 - 1.2 0.02 - 1 0.2 - 2 f f p R10 g k - R11 b bf m o sa 0.3 - 1.5 f R12 f,s nk - R13 bg bf m o sr 0.1 - 0.9 f R14 is k - R15 bg bf p o sa 0.2 - 1.2 f R16 bg k - 23 14 - 23 3 36 - 19 - 0.2 - 9 - 3 - 45 14 45 32 25 52 0.8 40 10 - 3 - 5 10 - 2 - 8 - 8 10 - 6 2 - - 20 - 2 3 3 - 30 8 10 15 - 4 - 12 4 2 4 2 6 6 B 7 1 2 3 4 5 8 UB 10 1 2 3 4 5 8 7 12 SB 9 1 2 3 4 5 3 2 3 UB 10 1 2 3 4 5 6 4 5 8 D 1 2 3 4 5 8 3 3 15 1 PB 10 1 2 3 4 5 5 B 7 1 2 3 4 5 9 6 SB 9 1 2 3 4 5 Kemas o : open c : close Bentuk Butir r : rounded sr : sub rounded sa : sub angular Hubungan butir f : floating s : sutured contact p : point contact l : long contact R17 c bf p c sa 0.05 p R18 o bf p c sa 0.02 - 1 p R19 bg nk - R20 bf m o sr 0.04 - 1 f 25 - 51 - 50 - 10 - 41 23 3 5 60 32 - 20 - 29 - 35 - 30 22 - 80 4 8 4 25 7 6 - 6 - 7 - 2 - 15 S 2 3 4 4 3 PWB 10 1 2 3 4 5 4 D 1 2 3 4 5 9 8 UB 10 1 2 3 4 5 5 UB 10 1 2 3 4 5 8 B 7 1 2 3 4 5 6 FB 9 1 2 3 4 5 Nama Batuan Microfacies UB : Unsorted Biosparite SMF : Standard Microfacies S : Sparite Flugel (1972), Wilson (1975) PW : Packed Biomicrite PWB : Poorlywashed Biomicrite B : Biolithite D : Dismicrite FB : Fossiliferous Biomicrite - Proses Diagenesa 1 : Mikritisasi Mikrobial 2 : Sementasi 3 : Neomorfisme 4 : Kompaksi 5 : Pelarutan Seminar Nasional Geologi ke-II